UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA DETERMINAN TINGKAT PENGANGGURAN PROVINSI DI INDONESIA DAN EVALUASI PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK PENGHASILAN 21
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi
ISNIATI HIDAYAH 0706286054
FAKULTAS EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI EKONOMI PUBLIK DEPOK JULI 2011
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Isniati Hidayah
NPM
: 0706286054
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 19 Juli 2011
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: Isniati Hidayah
NPM
: 0706286054
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisa Determinan Tingkat Pengangguran Provinsi di Indonesia dan Evaluasi Pengaruh Kebijakan Pajak Penghasilan 21
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Riatu Mariatul Qibthiyyah, Ph.D
(
)
Penguji
: Fauziah Zen, Ph.D
(
)
Penguji
: Dr. Sartika Djamaluddin
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: Juli 2011
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala atas nikmat dan karunia sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan hasil terbaik melebihi yang diharapkan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari peran orang-orang terdekat penulis yang senantiasa mengiringi penulis dengan perhatian, dukungan, motivasi, dan doa sehingga penulis selalu terkokohkan untuk merampungkan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah dan Ibu yang tak henti meluangkan waktu lebih lama disujud terakhirnya dan memohonkan kesuksesan untuk anak-anaknya, yang selalu membangunkan saya pukul tiga pagi, yang tak putus memberikan nasihat. Terima kasih untuk segalanya, untaian doa kalian adalah harapan dan semangat saya. 2. Riatu Mariatul Qibthiyyah, S.E., M.A., Ph.D sebagai dosen pembimbing saya yang telah membimbing, mengajari, mengarahkan dengan total. Terima kasih telah menjadi dosen pembimbing saya, telah menunjukkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, tanpa Ibu Riatu kepingan abstraksi ini tidak akan menjadi skripsi yang sempurna melebihi harapan. 3. Fauziah Zen, Ph.D selaku ketua sidang dan Dr. Sartika Djamaluddin selaku penguji yang telah memberikan saran-saran bagi skripsi ini dan telah membuat saya melalui sidang dengan lancar. 4. Dewi Ratna Sjari M S.E., M.Si sebagai dosen pembimbing akademis yang telah membimbing saya selama masa studi empat tahun ini. 5. Mbak Nanin, Mbak Ilah, dan Mas Dawan yang telah membantu dan memudahkan saya selama ini. 6. Bu Ratih dan Pak Slamet staf perpustakaan LD yang selalu siap membantu saya mencarikan buku-buku publikasi BPS, menyemangati, dan perhatian. 7. Teman seperjuangan skripsi konsentrasi publik Akbar Suwardi dan Ruth Nikijuluw. Sapaan saat bertemu adalah progress skripsi sampai mana, data skripsi udah lengkap, model udah di-acc, sampai diskusi signifikansi variabel. Terima kasih teman sudah bersedia direpotkan bahkan sampai pada saat sidang kurang tujuh menit. 8. Sahabat saya di kampus Astri, Kiky, Mina, Sulis, Shinta, Mbak Kusuma, Egi, Icha, Ika, Nia, dan Ega yang senantiasa mengisi ulang semangat
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
penulis saat sedang futur. Sahabat saya di luar kampus, Zahra yang merupakan partner saingan sejak saya duduk di SMA, berlanjut diperkuliahan meskipun berada di PTN yang berbeda, dan kali ini sampai bertemu di pasca Zahra. Winda sahabat terbaik yang selalu menyempatkan untuk bertemu jika pulang dari Jogya dan selalu bersedia untuk mendengar. 9. Mas aldhi, amril, dan andhika yang tak bosan membaweli saya. Mas aldhi kesabaran mu dalam menghadapi cobaan menjadi dasar kegigihan saya dalam menghadapi berbagai kesulitan, bahwa saat kita sudah memulai sesuatu maka kita pasti dapat menuntaskannya. Mas aldhi, kakak terbaik saya, semoga Allah memberikan yang terbaik untuk mu di dunia dan akhirat. Amril dan andhika yang ternyata selalu mendoakan kelulusan saya, semoga dapat membuat ayah dan ibu bangga. 10. Teman-teman IE 2007, FEUI 2007, FSI, FEUI angkatan 2005-2006 dan 2008-2009 yang sudah memberi warna selama empat tahun ini. 11. Teman-teman di Akses UI No. 56 yang telah menjadi penyemangat bagi saya. Serta teman-teman di TB Simatupang Kav. 16 yang selalu membuat saya termotivasi untuk menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga Allah memberikan kemudahan dan kesuksesan di dunia dan akhirat kepada semua pihak yang telah membantu.
Depok, 19 Juli 2011
Penulis
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Isniati Hidayah NPM: 0706286054 Program Studi: S1 Reguler Departmen: Ilmu Ekonomi Fakultas: Ekonomi Jenis karya: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISA DETERMINAN TINGKAT PENGANGGURAN PROVINSI DI INDONESIA DAN EVALUASI PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK PENGHASILAN 21 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 19 Juli 2011 Yang menyatakan
(Isniati Hidayah)
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
ABSTRAK Nama
: Isniati Hidayah
Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul
: Analisa Determinan Tingkat Pengangguran Provinsi di Indonesia dan Evaluasi Pengaruh Kebijakan Pajak Penghasilan 21
Skripsi ini membahas determinan tingkat pengangguran provinsi di Indonesia dan evaluasi pengaruh tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran provinsi di Indonesia pada 2003 hingga 2009. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif melalui estimasi statistik dari variabel dependen tingkat pengangguran terbuka terhadap variabel independen yang diperoleh dari studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif pajak marjinal (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), pendidikan (PEND), PDRB sektor pertanian (SEK1), PDRB sektor manufaktur (SEK2), dan angkatan kerja usia 40-44 (usia 4044) signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Kata Kunci: Tingkat pengangguran, tarif pajak marjinal, provinsi
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
ABSTRACT Name
: Isniati Hidayah
Study Program: Economics Title
: Analysis Determinants of Unemployment in Indonesia Province and Income Tax 21 Policy Evaluation Influence
This final project discuss determinants of unemployment in Indonesia province and income tax 21 policy evaluation influence on unemployment in Indonesia province 2003 until 2009. This research using both qualitative and quantitative analysis through statistics estimation from dependent variable the rate of open unemployed and independent variable that the determination is getting from study literature. The final project result shows that marginal tax rate (MTR), regional minimum wage (lnUMP), education (PEND), PDRB from agricultural sector (SEK1), PDRB from manufacture sector (SEK2), and labor force for the age 4044 (USIA4044) has significant effect on the open unemployed rate. Key Words: Unemployment rate, marginal tax rate, provinces
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7 1.4 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 8 1.5 Metode dan Data .......................................................................................... 8 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 10 2.1 Definisi Pengangguran Terbuka ................................................................ 10 2.2 Karakteristik Pengangguran ....................................................................... 11 2.3 Efek Pajak dalam Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ............................... 13 2.3.1 Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Perusahaan ... 15 2.3.2 Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Pekerja ......... 16 2.4 Pengaruh Pajak Advalorem dari Pajak Penghasilan ................................... 18 2.5 Pajak dan Tingkat Pengangguran ............................................................... 21 2.5.1 Tingkat Pengangguran dan Upah ...................................................... 21 2.5.2 Efek Tenaga Kerja .............................................................................. 23 BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGANGGURAN DI INDONESIA .................... 28 3.1 Tren Tingkat Pengangguran Nasional........................................................... 28 3.2 Karakteristik Tingkat Pengangguran di Indonesia ........................................ 31 3.3 Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi.................................................. 41 BAB 4 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 46 4.1 Desain Penelitian......................................................................................... 46 4.2 Spesifikasi Model ........................................................................................ 46 4.3 Model ............................................................................................................ 47 4.4 Definisi Operasional Setiap Variabel ........................................................... 48 4.4.1 Tarif Pajak Marjinal ............................................................................ 48 4.4.2 Upah Minimum Provinsi ..................................................................... 50 4.4.3 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita .................................... 50 4.4.4 Pendidikan ........................................................................................... 50 4.4.5 Sektor Pertanian ................................................................................ 51 4.4.6 Sektor Manufaktur ............................................................................. 51
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
4.4.7 Sektor Jasa ........................................................................................... 51 4.4.8 Penduduk Usia 20-24 ........................................................................... 51 4.4.9 Penduduk Usia 30-34 ........................................................................... 51 4.4.10 Penduduk Usia 40-44 ......................................................................... 52 4.4.11 Tingkat Pengangguran Terbuka ....................................................... 52 4.5 Pemilihan Model dalam Panel OLS ............................................................ 59 4.5.1 Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) ......................... 59 4.5.2 Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)................................................ 60 4.5.3 Pendekatan Efek Acak (Random Effect) ............................................. 60 4.5.4 Pendekatan Kuadrat Terkecil atau Pendekatan Efek Tetap ............... 50 4.5.5 Pendekatan Kuadrat Terkecil atau Pendekatan Efek Acak ................. 61 4.5.6 Pendekatan Efek Tetap atau Efek Acak ............................................. 61 4.6 Pengujian Statistik......................................................................................... 61 BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................... 64 5.1 Pemilihan Penggunaan Model Panel OLS ................................................. 64 5.2 Uji Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) ........................................... 66 5.3 Analisis Hasil Estimasi ................................................................................ 67 5.4 Analisis Intersep ........................................................................................... 71 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 73 6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 73 6.2 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 75 6.3 Saran............................................................................................................. 76 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 78
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Grafik 1.2 Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 3.1 Grafik 3.2 Grafik 3.3 Grafik 3.4
Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 ................................................... 4 Tingkat Pengangguran Terbuka................................................................... 5 Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Perusahaan. ........ 15 Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Pekerja................. 17 Penyesuaian terhadap Pajak Faktor ......................................................... 22 Tingkat Pengangguran Nasional .............................................................. 28 Tingkat Pengangguran Terbuka Tahun 2009 .......................................... 29 Tingkat pengangguran Terbuka menurut Provinsi Pada 2003-2009 ....... 30 Pengangguran terbuka menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pada 2004-2010 ..................................................................... 32 Grafik 3.5 PDRB Konstan Sektor Pertanian Pada Tahun 2003-2009......................... 35 Grafik 3.6 PDRB Konstan Sektor Manufaktur Pada Tahun 2003-2009. .................. 36 Grafik 3.7 PDRB Konstan Sektor Jasa Pada Tahun 2003-2009. ............................... 37 Grafik 3.8 Pekerja disektor Pertanian 2003-2009 ..................................................... 38 Grafik 3.9 Pekerja disektor Manufaktur 2003-2009 ................................................. 39 Grafik 3.10 Pekerja disektor Jasa 2003-2009 ........................................................... 40 Grafik 3.11 Rata-rata Upah Bersih............................................................................. 45
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5
Persentase Pengangguran menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pada 2004-2010 ...................................................................... 33 PDB Konstan menurut Lapangan Usaha Pada 2007-2009 ......................... 34 Tarif Pajak Penghasilan .............................................................................. 42 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ...................................................... 44 Hipotesa ...................................................................................................... 53 Sumber Data................................................................................................ 56 Chow Test ................................................................................................... 64 Lagrangian Multiplier Test ......................................................................... 65 Hausman...................................................................................................... 65 Hasil Estimasi Model .................................................................................. 67 Analisis Intersep.......................................................................................... 72
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Estimasi .............................................................................................. 82 Lampiran 2 Data.............................................................................................................. 97 Lampiran 3 Perhitungan Tarif Pajak Marjinal ............................................................ 102 Lampiran 4 Upah Minimum Provinsi ......................................................................... 106
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pajak sangat beragam. Dampak
tersebut termasuk dampak mikro pada distribusi penghasilan dan efisiensi dari penggunaan sumber daya. Kemudian, dampak makro pada tingkat kapasitas output, pekerja, harga, dan pertumbuhan. Semua dampak ini saling berinteraksi (Musgrave, 1989). Penurunan tarif pajak dan peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh rumah tangga konsumen. Kemudian, ketika pemerintah menurunkan tarif pajak seperti menurunkan tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dari 10% untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan dua puluh lima juta pada UU No. 10 Tahun 1994 menjadi 5% untuk lapisan penghasilan kena pajak yang sama pada UU No. 17 Tahun 2000 dan pada UU No. 36 Tahun 2008 penghasilan sampai dengan lima puluh juta rupiah dikenakan tarif 5%, penghasilan yang diperoleh rumah tangga konsumen akan meningkat. Penghasilan yang meningkat ini pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat, konsumsi barang dan jasa meningkat, dan secara agregat akan meningkatkan permintaan barang dan jasa. Akibatnya, produksi rumah tangga produsen mengalami peningkatan. Sehingga, untuk memenuhi kenaikan permintaan barang dan jasa, rumah tangga produsen melakukan penambahan faktor produksi. Faktor produksi yang ditambah adalah faktor produksi modal dan tenaga kerja. Oleh karena itu, melalui analisis peningkatan konsumsi rumah tangga konsumen, tarif pajak penghasilan yang turun dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan meningkatkan permintaan tenaga kerja atau menurunkan tingkat pengangguran. Tarif pajak merupakan gambaran mengenai rasio beban dari sebuah perusahaan atau orang yang dikenakan pajak dan umumnya dinyatakan dalam bentuk persentase. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menyajikan tarif pajak, yaitu: rata-rata, marjinal, efektif, rata-rata efektif, dan efektif marjinal. Tarif pajak rata-rata adalah rasio dari jumlah pajak yang dibayarkan kepada basis pajak (penghasilan kena pajak atau pengeluaran). Sedangkan, tarif pajak marjinal
1
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
2
adalah tarif pajak yang berlaku untuk rupiah terakhir dari dasar pajak (penghasilan kena pajak atau pengeluaran), dan sering diterapkan pada perubahan kewajiban perpajakan seseorang ketika pendapatan naik. Untuk seorang individu, tarif pajak marjinal dapat ditentukan dengan memperhatikan peningkatan atau penurunan pendapatan yang diperoleh, kemudian menghitung perubahan dari pajak terhutang yang ditanggung oleh wajib pajak individu. Dalam ekonomi, tarif pajak marjinal penting karena merupakan salah satu faktor yang menentukan insentif untuk meningkatkan pendapatan pajak dengan memperhatikan harga yang lebih tinggi dari tarif pajak marjinal. Beberapa pihak berpendapat bahwa individu memiliki insentif yang kurang untuk menghasilkan pendapatan lebih jika tarif pajak meningkat. Untuk itu, dalam menganalisis pengaruh dari perubahan tarif pajak dapat digunakan tarif pajak marjinal (Marginal Tax Rate). Terdapat beberapa studi mengenai tarif pajak yang menganalisis pengaruh tarif pajak penghasilan terhadap penawaran tenaga kerja. Pengenalan pajak gaji yang baru (new payroll tax) akan diterjemahkan ke dalam pergeseran ke luar dari kurva penawaran tenaga kerja, sehingga meningkatkan efek negatif dari pajak atas upah tetapi mengurangi dampaknya terhadap kesempatan kerja (Gruber dan Krueger, 1990). Sehingga, penerapan pajak gaji akan menurunkan penawaran tenaga kerja dan meningkatkan pengangguran. Senada dengan Gruber dan Krueger (1990), Rochjadi dan Leuthold (1994) meneliti respon penawaran tenaga kerja terhadap perubahan tingkat upah sehubungan dengan pajak penghasilan setelah mengendalikan perbedaan demografis di negara berkembang. Negara berkembang yang dijadikan objek penelitian adalah Indonesia dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 1982. Melalui penelitian tersebut Rochjadi dan Leuthold (1994) menemukan bahwa pekerja Indonesia merespon kenaikan perpajakan dengan mengurangi penawaran tenaga kerja. Penelitian ini juga menemukan bahwa pekerja Indonesia merespon kenaikan perpajakan dengan mengurangi penawaran tenaga kerja mereka, tapi seperti pekerja di negara-negara maju respon yang ditunjukkan kecil terutama bagi pekerja laki-laki. Selanjutnya, MaCurdy (1992) melakukan penelitian untuk memprediksi arah dari efek peningkatan tarif pajak terhadap jam kerja pada pekerja utama. Berdasarkan penelitian tersebut MaCurdy (1992) menemukan
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
3
bahwa peningkatan tarif pajak menyebabkan pengurangan jam kerja pada pekerja utama atau tunggal. Pengurangan jam kerja akan menyebabkan penawaran tenaga kerja berkurang. Bagi pekerja kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan akan menyebabkan perubahan efek pendapatan (income effect) dan efek substitusi (substitution effect) secara simultan dengan meningkatnya harga leisure dan jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli pada tingkat jam kerja yang sama. Secara keseluruhan pengurangan tingkat pajak penghasilan menimbulkan efek substitusi karena biaya peluang dari waktu luang lebih besar pada setiap individu dalam perekonomian dan umumnya efek pendapatan dari pengurangan pajak juga meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Jadi kebijakan pengurangan pajak penghasilan akan mendorong orang untuk berkerja lebih banyak yang selanjutnya akan
meningkatkan
penawaran
tenaga
kerja
dan
mengurangi
tingkat
pengangguran. Sebaliknya, pengurangan manfaat dan insentif untuk berkerja, efek pendapatan mendorong pekerja untuk berkerja lebih sedikit dan mengkonsumsi lebih banyak waktu luang. Namun, jika waktu luang adalah barang normal, efek substitusi adalah berlawanan dengan efek pendapatan yang lebih menyukai berkerja (Rochjadi dan Leuthold, 1994). Dengan berkurangnya pendapatan, peningkatan tarif pajak penghasilan menyebabkan berkurangnya konsumsi semua barang normal, termasuk waktu luang. Oleh karena itu, perubahan tarif pajak penghasilan menimbulkan dua efek, yaitu efek substitusi jika waktu luang semakin mahal dan mendorong orang untuk berkerja lebih banyak pada saat kebijakan peningkatan tarif pajak penghasilan dan efek pendapatan jika manfaat dan insentif untuk berkerja berkurang dan mendorong pekerja untuk berkerja lebih sedikit dan mengkonsumsi lebih banyak waktu luang. Pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia merupakan pajak yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26. PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dimaksud dalam Pasal 21
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
4
dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir Undangundang Nomor 36 tahun 2008. Lingkup pemotongan PPh Pasal 21 adalah berupa penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain. Dengan demikian, PPh Pasal 21 hanya dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi dengan lingkup penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Penghasilan wajib pajak orang pribadi dari usaha dan modal seperti sewa, dividen, dan royalti bukan merupakan objek dari PPh Pasal 21.
Sumber: Kementrian Keuangan (telah diolah kembali)
Grafik 1.1 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21
Pada tahun 2000 penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi sebesar 0,73 triliun rupiah, kemudian pada 2001 mengalami peningkatan sebesar 8,51 triliun rupiah menjadi 9,24 triliun rupiah. Peningkatan penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi yang terjadi pada 2001 disebabkan oleh perubahan peraturan PPh Pasal 21 dari UU No. 10 Tahun 1994 menjadi UU No.17 Tahun 2000 (mulai berlaku 1
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
5
Sumber: Badan Pusat Statistik (telah diolah kembali)
Grafik 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka
Januari 2001) yang diikuti dengan perubahan lapisan penghasilan kena pajak (PKP), tarif pajak, dan perubahan pendapatan tidak kena pajak (PTKP). Namun, pada 2002 penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi turun menjadi 9,19 triliun rupiah. Selanjutnya, sepanjang tahun 2003 hingga 2008 penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi mengalami peningkatan. Penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi mengalami peningkatan pada 2006 sebesar 4,11 triliun rupiah menjadi 28,82 triliun rupiah. Selanjutnya, pada 2009 penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi mengalami penurunan sebesar 1,07 triliun rupiah menjadi 47,40 triliun rupiah. Berdasarkan nota keuangan dan anggaran pendapatan dan belanja negara 2009 penerimaan PPh Non Migas secara agregat menyumbang 42,9% terhadap total penerimaan pajak dalam negeri selama tahun 2005 hingga 2009. Sedangkan, PPh Pasal 21 Non Migas sendiri memiliki tren penerimaan yang meningkat, yaitu dari 27,4 triliun rupiah pada 2005, 31,6 triliun rupiah pada 2006, dan 39,4 triliun rupiah pada 2007. Persentase penerimaan PPh Pasal 21 mengalami penurunan sebesar 7,3% menjadi 19,1% pada tahun 2006. Grafik 1.1 menunjukkan bahwa PPh Pasal 21 Orang Pribadi memiliki peran penting karena memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
6
negara. Perkembangan penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi memiliki tren yang meningkat sepanjang tahun 2000-2010, kecuali pada 2002 dan 2009 mengalami penurunan. Sementara itu, kondisi total pengangguran terbuka berdasarkan data BPS memiliki tren yang meningkat lalu menurun sepanjang tahun 2000-2009. Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan pada tahun 2000-2006, yaitu sebesar 6,08% pada tahun 2000 hingga pada tahun 2006 mencapai 10,28%. Grafik 1.2 menunjukkan tingkat pengangguran tertinggi berada pada tahun 2005 dan 2006, yaitu sebesar 12.630.106 orang dengan tingkat pengangguran terbuka 10,26% dan 10,28% pada tahun 2006. Angka pengangguran tersebut disebabkan oleh meningkatnya harga minyak dunia hingga 80 USD per barel. Kemudian tingkat pengangguran terbuka mulai mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 1,17% dibandingkan tahun 2006. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan, yaitu dari 9,11% pada 2007 menjadi 8,39% pada 2008. Sementara itu, berdasarkan keadaan pekerja di Indonesia (BPS, 2007) terdapat angkatan kerja yang jumlahnya terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selanjutnya, individu yang baru masuk ke dalam angkatan kerja akan memutuskan untuk masuk ke dunia kerja atau tidak. Berdasarkan Grafik 1.1 perkembangan penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi memiliki tren yang meningkat sepanjang tahun 2000-2010, kecuali pada tahun 2002 dan 2009 mengalami penurunan. Sedangkan, berdasarkan Grafik 1.2 tingkat pengangguran terbuka memiliki tren yang meningkat pada 2000-2009, kecuali pada 2007, 2008, dan 2009 total tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan. Sehingga melalui Grafik 1.1 dan Grafik 1.2 dengan rentang tahun yang sama 2000-2009 dapat dilihat bahwa ketika penerimaan PPh Pasal 21 meningkat, tingkat pengangguran terbuka juga mengalami peningkatan kecuali pada 2002 dan 2009 dimana penerimaan PPh turun dan pada 2007, 2008, 2009 saat tingkat pengangguran terbuka turun. Pada saat tingkat pengangguran terbuka turun pada 2009, penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi juga turun. Pada 2009 terjadi perubahan peraturan PPh Pasal 21 Orang Pribadi dimana tarif dan lapisan penghasilan kena pajak mengalami penurunan, seperti tarif 5% yang pada peraturan sebelumnya 10%
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
7
untuk penghasilan Rp50.000.000. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana hubungan tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran terbuka.
1.2
Perumusan Masalah Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada saat tingkat
pengangguran terbuka turun penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi juga turun. Selanjutnya, telah terdapat beberapa studi mengenai pengaruh tarif pajak penghasilan terhadap penawaran tenaga kerja. Studi mengenai penawaran tenaga kerja menyimpulkan bahwa tenaga kerja akan merespon pajak dengan mengurangi penawaran tenaga kerja. Namun, belum terdapat studi yang mengkaji kaitan antara tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi dan tingkat pengangguran. Lebih lanjut, analisa tingkat pengangguran antar provinsi masih terbatas. Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut: •
Bagaimanakah pengaruh hubungan faktor-faktor yang menentukan tingkat pengangguran provinsi di Indonesia khususnya pengaruh tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh Pasal 21) terhadap tingkat pengangguran provinsi di Indonesia.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi analisa determinan tingkat pengangguran
provinsi di Indonesia dan eveluasi pengaruh kebijakan pajak penghasilan 21, adalah: 1.
Mengetahui pengaruh hubungan faktor-faktor yang menentukan tingkat pengangguran provinsi di Indonesia terhadap tingkat pengangguran provinsi di Indonesia.
2.
Mengetahui pengaruh tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh Pasal 21) terhadap tingkat pengangguran provinsi di Indonesia.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
8
1.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis awal dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: •
Diduga bahwa tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh Pasal 21) memiliki hubungan positif dengan tingkat pengangguran.
1.5
Metode dan Data Analisa yang ditempuh dalam penulisan skripsi ini adalah analisis
deskriptif dalam memaparkan studi literatur dan tren data. Kemudian analisis skripsi ini juga menggunakan analisis kuantitatif melalui pengujian secara statistik terhadap suatu model berdasarkan determinasi yang diperoleh dari studi literatur. Untuk menganalisis pengaruh tarif pajak penghasilan (PPh Pasal 21) terhadap tingkat pengangguran model yang digunakan adalah model regresi OLS (Ordinary Least Square). Analisis dilakukan dengan unit observasi provinsi pada tahun 2003-2009. Variabel dependen dalam skripsi ini adalah tingkat pengangguran terbuka pada 26 provinsi di Indonesia selama tahun 2003-2009. Sementara itu, yang menjadi variabel independen dalam skripsi ini adalah variabel kebijakan terkait dengan PPh Pasal 21 Orang Pribadi dan variabel yang berhubungan dengan demografi atau karakteristik demografi. Data yang digunakan adalah data panel, yaitu data berdasarkan tahun dan provinsi. Persamaan yang dibuat akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
9
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut: •
Bab 1 merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran singkat mengenai isi skripsi ini yang berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis sementara, metode dan data penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
•
Bab 2 berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan teori keseimbangan pasar tenaga kerja, teori terkait dengan tarif pajak penghasilan, dan konsep serta indikator tingkat pengangguran. Bab ini juga berisi hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan pengaruh tarif pajak penghasilan (PPh Pasal 21) terhadap tingkat pengangguran.
•
Bab 3 adalah gambaran umum objek penelitian. Bab ini mendeskripsikan pajak penghasilan (PPh Pasal 21) di Indonesia, mengilustrasikan keadaan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di Indonesia.
•
Bab 4 adalah metodologi dan data. Bab ini akan menjelaskan model yang digunakan, variabel-variabel yang akan diestimasi, metode perhitungan, asumsi yang digunakan dan sumber data.
•
Bab 5 berisi hasil estimasi dan analisis. Dalam bab ini akan dilaporkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data menggunakan Stata. Isi dari bab ini adalah penjelasan hasil dari pengolahan data.
•
Bab 6 adalah kesimpulan dan saran kebijakan. Kesimpulan dilihat relevansinya dengan kondisi Indonesia sehingga bisa dihasilkan saran yang membangun. Selain itu penulis juga akan menjelaskan mengenai keterbatasanketerbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, agar dikemudian hari dapat dilakukan penyempurnaan penelitian untuk hasil yang lebih baik.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Pengangguran Terbuka Pengangguran berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi empat,
yaitu pengangguran friksional, siklikal, struktural, dan teknologi. Sedangkan, pengangguran berdasarkan ciri-cirinya dibedakan menjadi pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi, pengangguran musiman, dan setengah menganggur. Pengangguran terbuka adalah pengangguran yang terjadi sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Lebih lanjut, menurut BPS pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak berkerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah berkerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai berkerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Akibat dari kondisi banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan didalam suatu jangka masa yang cukup panjang adalah mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka juga merupakan akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri. Oleh karena itu, proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, tren indikator ini akan menunjukkan keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke tahun (Statistik Indonesia, BPS).
10
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
11
2.2
Karakteristik Pengangguran Dhanani (2004) menggunakan variabel pendidikan, variabel status pekerja,
dan variabel struktur usia populasi sebagai karakteristik dari pengangguran terbuka. Penelitian Dhanani (2004) memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk mengilustrasikan dengan menggunakan survei data angkatan kerja selama 25 tahun bahwa banyak pengangguran pada negara besar dan berkembang seperti Indonesia sebelum krisis adalah transisi, pengangguran yang mencari pekerjaan untuk pertama kali. Kedua, untuk menggambarkan bahwa pengangguran terdidik bukan merupakan permasalahan di Indonesia, seperti yang telah diyakini oleh pembuat kebijakan dan akademisi Indonesia. Ketiga, untuk memperlihatkan bahwa underemployment ketika didefinisikan sebagai pekerja sukarela untuk berkerja dengan waktu pendek, juga bukan merupakan suatu isu ketenagakerjaan. Dhanani (2004) menemukan bahwa pendidikan dan status pekerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Sedangkan usia penduduk memilki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Sementara itu, Suryadarma, Asep, dan Sudarno (2005) melakukan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai suatu konsep yang digunakan untuk mengukur pengangguran di Indonesia dan konsekuensinya dalam mengukur tren pengangguran. Salah satu penemuan menunjukkan bahwa keputusan BPS pada 2001 untuk merenggangkan definisi dari angkatan kerja dengan mengikutsertakan para pekerja putus asa menghasilkan tingkat pengangguran terbuka yang terlalu tinggi. ILO mendefinisikan pekerja putus asa sebagai orangorang yang memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh BPS dan bersedia untuk berkerja. Sebaliknya, pekerja putus asa versi BPS tidak membedakan apakah pekerja putus asa bersedia untuk berkerja atau tidak. Suryadarma, Asep, dan Sudarno (2005) menggunakan jenis kelamin, wilayah desa, pekerja berpengalaman, status pekerja dalam rumah tangga, kelompok usia, dan tingkat pendidikan sebagai karakteristik dari pekerja putus asa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik usia, status pernikahan, tingkat pendidikan universitas, dan wilayah desa tidak signifikan dan negatif kecuali untuk tingkat pendidikan universitas positif dan tidak signifikan. Kemudian, jenis kelamin
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
12
perempuan, status rumah tangga sebagai pasangan menikah memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap pekerja putus asa. Tingkat pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pekerja putus asa. Kemudian, Suryadarma, Asep, dan Sudarno (2007) menggunakan tingkat pendidikan, pengalaman kerja, jenis kelamin, usia, dan status pekerja dalam rumah tangga pada penelitian yang berbeda sebagai karakteristik dari pengangguran. Penelitian ini diawali dengan dasar pemikiran bahwa upaya untuk mengurangi
pengangguran
harus
mengikutsertakan
karakteristik
dari
pengangguran, penelitian ini mengembangkan suatu model untuk melihat dampak dari perbedaan sektor dan lokasi dari pertumbuhan ekonomi pada kota, desa, dan tingkat pengangguran nasional menggunakan panel data set tingkat provinsi. Peneliti menginvestigasi apakah pertumbuhan pada sektor yang berbeda dalam suatu perekonomian memiliki elastisitas tenaga kerja yang berbeda. Penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan sektor jasa di kota, pertumbuhan sektor pertanian di desa, pertumbuhan sektor industri di desa, dan perubahan pada tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja. Sedangkan, pertumbuhan pertanian di kota, pertumbuhan sektor industri di kota, pertumbuhan sektor jasa di desa, dan perubahan
populasi
tidak
signifikan
dan
positif
dalam
mempengaruhi
pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja yang dipekerjakan atau tenaga kerja. Byrne dan Strobl (2004) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah pencarian kerja secara aktif penting dalam menentukan transisi pasar tenaga kerja dari pengangguran. Variabel penjelas yang digunakan diantaranya adalah usia, kota, status perkawinan, dan pendidikan yang telah ditempuh. Hasil estimasi menunjukkan bahwa kota signifikan dan memiliki hubungan negatif dengan pengangguran. Status perkawinan dan pendidikan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran. Usia signifikan terhadap tingkat pengangguran. Kupets (Maret, 2006) menggunakan usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan penghasilan ketika tidak berkerja atau sedang menganggur sebagai variabel penjelas dari total waktu seseorang tidak berkerja atau menjadi pengangguran. Hasil penelitian menemukan bahwa usia, status perkawinan,
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
13
tingkat pendidikan, dan penghasilan ketika tidak berkerja signifikan berhubungan dengan total waktu seseorang tidak berkerja. Secara garis besar karakteristik pengangguran yang digunakan berdasarkan penelitian-penelitian diatas adalah tingkat pendidikan, status pekerja, usia, sektor industri, jenis kelamin, dan desa atau kota.
2.3
Efek Pajak dalam Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Musgrave (1989) dalam bukunya Theory of Public Finance menuliskan
bahwa dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pajak sangat beragam. Dampak tersebut termasuk dampak mikro pada distribusi antar individu dan efisiensi dari penggunaan sumber daya dan dampak makro pada tingkat kapasitas output, jumlah pekerja, harga, dan pertumbuhan. Semua dampak ini saling berinteraksi. Setiap
jenis
dampak
memiliki
kepentingan
masing-masing
dan
harus
dipertimbangkan sebagai pembentukan kebijakan. Satu kebijakan mungkin lebih superior dalam menghasilkan distribusi tapi inferior dalam hal efisiensi, pertumbuhan, atau efek terhadap tenaga kerja. Untuk itu, kemudian pilihan harus dibuat. Lebih lanjut, sebagai suatu permasalahan eksposisi, tidak semua aspek dapat dilaksanakan pada saat yang sama. Lebih lanjut, Musgrave (1989) menuliskan bahwa pajak menciptakan income effect untuk pekerja yang memilih berkerja lebih banyak, untuk mengatasi hilangnya penghasilan. Tapi pajak juga menciptakan substitution effect untuk pekerja yang memilih berkerja lebih sedikit. Karena pajak membuat insentif untuk tidak melakukan leisure atau kompensasi atas waktu leisure yang hilang berkurang, orang akan berkerja lebih sedikit. Hasil akhir dari efek pajak penghasilan ini tergantung pada efek yang mana dari efek pendapatan dan efek substitusi yang lebih kuat. Jika penawaran tenaga kerja memiliki kemiringan yang positif, efek substitusi yang negatif lebih besar dari efek pendapatan yang positif dan usaha dalam berkerja berkurang. Terdapat fakta bahwa peningkatan upah akan diikuti dengan pengurangan jam kerja. Rochjadi dan Leuthold (1994) meneliti respon penawaran tenaga kerja terhadap perubahan tingkat upah setelah dikenakan pajak dengan memperhatikan variabel demografi. Hasil penelitian
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
14
Rochjadi dan Leuthold (1994) menemukan bahwa jam kerja, tarif pajak marjinal, dan penghasilan berhubungan negatif dan signifikan terhadap penawaran tenaga kerja. Pekerja Indonesia berdasarkan penelitian tersebut merespon kenaikan perpajakan dengan mengurangi penawaran tenaga kerja. Seberapa besar respon yang terjadi tergantung pada tarif pajak marjinal. Seseorang akan berkerja lebih sedikit dibawah tarif progresif dari pada dibawah tarif proporsional jika sejumlah pajak yang sama dibayarkan dalam kedua kondisi tarif pajak. Usaha kerja bagi pembayar pajak sebagai suatu kelompok tidak akan lebih rendah dibawah tarif pajak progresif. Efek akhir dari usaha kerja tergantung pada bagaimana upah pada berbagai titik pada skala penghasilan merespon. Seseorang yang memiliki penghasilan pada upper end dari lapisan penghasilan dimana tarif akan lebih besar daripada dibawah tarif proporsional yang menghasilkan jumlah yang sama, memiliki fleksibilitas lebih tinggi pada jam kerja tapi mungkin juga tidak responsif terhadap perubahan pada tingkat upah bersih, karena bentuk lain dari motivasi seperti prestise dan ketertarikan dalam berkerja masih mendominasi. Pekerja pada lower end dari skala lapisan penghasilan memiliki fleksibilitas yang rendah pada respon usaha kerja mereka dan juga menghadapi tarif pajak marjinal penghasilan yang rendah. Borjas (2008) menjelaskan efek pajak pada keseimbangan pasar tenaga kerja menjadi dua, yaitu pengaruh pajak penghasilan yang dikenakan kepada perusahaan dan pengaruh pajak penghasilan yang dikenakan kepada pekerja. Baik pengaruh pajak penghasilan yang dikenakan kepada pekerja maupun pengaruh pajak yang dikenakan kepada perusahaan sama-sama mengurangi take-home pay pekerja dan sama-sama mengurangi jumlah tenaga kerja. Pengaruh pajak penghasilan yang dikenakan kepada perusahaan dan pengaruh pajak yang dikenakan kepada pekerja dijelaskan secara rinci pada Grafik 2.1 dan Grafik 2.2 berikut ini.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
15
2.3.1
Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Perusahaan
Sumber: Borjas, George J. (2008). Labor Economics (4th ed.) . United States: McGraw-Hill.
Grafik 2.1 Pengaruh Pajak Penghasilan yang Dikenakan Kepada Perusahaan
Grafik 2.1 menggambarkan apa yang terjadi pada upah dan tenaga kerja ketika pemerintah mengenakan pajak penghasilan kepada perusahaan. Kurva permintaan tenaga kerja ditunjukkan dengan D0 dan penawaran tenaga kerja untuk industri adalah S. Pada keseimbangan kompetitif yang ditunjukkan pada titik A, jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan adalah sebesar E0 dengan tingkat upah W0. Setiap titik pada kurva permintaan menggambarkan jumlah tenaga kerja yang diharapkan perusahaan untuk dipekerjakan pada tingkat upah tertentu. Karena perusahaan hanya bersedia membayar sejumlah W0 untuk mempekerjakan E0 tenaga kerja, pengenaan pajak penghasilan mengimplikasikan bahwa perusahaan hanya bersedia membayar upah pada tingkat W0 – 1 kepada pekerja untuk mempekerjakan E0 tenaga kerja. Pajak penghasilan yang dikenakan kepada perusahaan mengakibatkan kurva permintaan bergeser paralel ke bawah dari D0 ke D1. Kurva permintaan yang baru menggambarkan kesenjangan diantara jumlah total yang harus dibayarkan perusahaan untuk mempekerjakan seorang pekerja dan jumlah yang sebenarnya diterima oleh pekerja dari perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan memperhitungkan total biaya dari merekrut tenaga kerja ketika mereka membuat keputusan untuk mempekerjakan tenaga kerja tersebut, sehingga jumlah yang
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
16
bersedia mereka bayarkan kepada pekerja mengalami pergeseran ke bawah sebesar 1$ untuk mengatasi pajak penghasilan. Pajak penghasilan membuat keseimbangan pasar tenaga kerja berpindah ke keseimbangan yang baru yaitu pada titik B. Kemudian jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan turun ke E1. Keseimbangan tingkat upah, yaitu upah yang sebenarnya diterima oleh pekerja turun menjadi W1, namun total biaya merekrut pekerja naik menjadi W1 + 1. Meskipun pemerintah dengan jelas mengumumkan bahwa perusahaan harus membayar pajak penghasilan, pasar tenaga kerja menggeser sebagian pajak kepada tenaga kerja. Setelah itu, biaya untuk merekrut tenaga kerja meningkat pada saat yang sama upah yang diterima oleh pekerja akan turun. Oleh karena itu, perusahaan dan pekerja membagi biaya dari pajak penghasilan yang dikenakan oleh pemerintah.
2.3.2
Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Pekerja Terdapat debat politik mengenai pajak penghasilan bahwa pekerja akan
better off ketika pajak penghasilan dikenakan kepada perusahaan. Sehingga, seperti terdapat asumsi implisit bahwa sebagian besar pekerja akan lebih baik jika pajak penghasilan dikenakan kepada perusahaan, sedangkan sebagian besar perusahaan akan lebih baik jika pajak penghasilan dikenakan kepada pekerja. Bagaimanapun, asumsi ini menggambarkan suatu kesalahpahaman mengenai bagaimana pasar kompetitif tenaga kerja berkerja. Tidak masalah apakah pajak dikenakan kepada pekerja atau perusahaan. Pengaruh pajak terhadap upah dan tenaga kerja adalah sama tanpa memperhatikan kepada pihak mana pajak dikenakan.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
17
Sumber: Borjas, George J. (2008). Labor Economics (4th ed.) . United States: McGraw-Hill.
Grafik 2.2 Pengaruh Pajak Penghasilan yang dikenakan Kepada Pekerja
Sebagai contoh, asumsikan bahwa pajak adalah 1$ untuk setiap jam kerja yang dikenakan kepada pekerja bukan perusahaan. Kurva penawaran tenaga kerja memberikan gambaran kondisi upah yang pekerja butuhkan untuk menawarkan sejumlah jam kerja tertentu pada pasar tenaga kerja. Pada Grafik 2.2 pekerja bersedia untuk menawarkan E0 jam kerja dan tenaga kerja ketika upah adalah W0. Pemerintah kemudian memberikan mandat bahwa pekerja harus membayar 1$ kepada pemerintah untuk setiap jam kerja mereka. Namun, pekerja masih menginginkan upah sebesar W0 jika mereka menawarkan E0 jam kerja. Untuk menawarkan jam kerja pada tingkat E0, pekerja kemudian menginginkan dibayar sebesar W0+1 dari perusahaan. Akibatnya, pajak penghasilan yang dikenakan kepada pekerja menggeser kurva penawaran ke kiri atas sebesar 1$ dari S0 ke S1. Oleh karena itu, pajak penghasilan yang dikenakan kepada pekerja menciptakan pajak sebesar jarak diantara jumlah yang pekerja harus terima oleh perusahaan jika mereka menawarkan jasa mereka dalam pasar tenaga kerja dan jumlah yang pekerja dapatkan. Keseimbangan pasar tenaga kerja kemudian bergeser dari titik A ke titik B. Pada keseimbangan yang baru, pekerja menerima upah sebesar W1 dari perusahaan, dan total pekerja turun dari E0 menjadi E1. Bagaimanapun, karena
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
18
pekerja harus membayar 1$ pajak per jam kerja, upah aktual setelah pajak turun dari W0 menjadi W1-1. Pajak penghasilan yang dikenakan kepada pekerja, memiliki perubahan yang sama pada pasar tenaga kerja dengan pajak penghasilan yang dikenakan kepada perusahaan. Kedua pajak tersebut sama-sama mengurangi take-home pay pekerja, meningkatkan biaya dari setiap jam kerja kepada perusahaan, dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Kenyataannya, dapat dilihat bahwa 1$ pajak penghasilan akan memiliki jumlah efek yang sama secara numerik pada upah dan tenaga kerja tanpa memperhatikan siapa yang menanggung kewajiban legal untuk membayar pajak. Untuk mengetahui ini, jika 1$ pajak penghasilan dikenakan kepada perusahaan, kurva permintaan pada Grafik 2.1 akan bergeser ke bawah sebesar 1$. Keseimbangan pasar tenaga kerja yang dihasilkan oleh perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran awal (S0) adalah sama dengan kesimbangan pasar tenaga kerja yang dihasilkan ketika pajak dikenakan kepada pekerja. Oleh karena itu, ilustrasi di atas menggambarkan bahwa incidence yang sesungguhnya dari pajak ditentukan oleh bagaimana pasar kompetitif tenaga kerja berkerja.
2.4
Pengaruh Pajak Advalorem dari Pajak Penghasilan Pajak faktor adalah pajak yang dikenakan pada pasar faktor yang
khususnya diterapkan pada penjualan dari faktor jasa, seperti pada penghasilan dimana faktor jasa dihasilkan (Musgrave, 1989). Pajak peghasilan diterapkan dalam bentuk presentase terhadap penghasilan dan disebut juga sebagai pajak ad valorem. Sebagai perbedaan dari kasus pajak produk, tarif pajak didefinisikan secara khusus sebagai suatu persentase yang dikenakan terhadap penghasilan bruto (penghasilan sebelum pajak) dari faktor jasa. Ketika membahas efisiensi dan keadilan dari pajak penghasilan, ekonom membedakan berdasarkan dua tarif pajak: average tax rate dan marginal tax rate. Stiglitz (1999) mendefinisikan tarif pajak rata-rata sebagai total pajak yang dibayarkan dibagi dengan total penghasilan yang diterima. Sementara itu, tarif pajak marjinal adalah tambahan pajak yang dibayar pada setiap tambahan rupiah dari penghasilan yang diperoleh. Sedangkan, menurut kamus Bank Indonesia, tarif
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
19
pajak rata-rata adalah tarif efektif rasio pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak terhadap penghasilan kotor yang telah dikurangi dengan pengurangan yang diperbolehkan UU pajak penghasilan atau penghasilan kena pajak. Tarif pajak rata-rata dapat dihitung melalui persamaan dibawah ini:
Sedangkan, tarif pajak marjinal adalah rasio perubahan dalam jumlah pajak terhutang terhadap perubahan dalam penghasilan bruto. Persamaan untuk menghitung tarif pajak marjinal adalah sebagai berikut:
Dimana T adalah perubahan pada pajak penghasilan yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak. Selanjutnya
I merupakan perubahan pada penghasilan dari
wajib pajak. Tarif pajak marjinal dan tarif pajak rata-rata masing-masing memiliki informasi yang berguna. Untuk melihat pengorbanan yang dilakukan oleh wajib pajak, tarif pajak rata-rata lebih sesuai karena tarif tersebut mengukur bagian penghasilan yang dibayarkan sebagai pajak. Sedangkan, untuk megukur seberapa besar sistem pajak mendistorsi insentif, tarif pajak marjinal akan lebih bermanfaat untuk digunakan. Tarif pajak marjinal mengukur seberapa besar sistem pajak dapat menjadi disinsentif individu untuk berkerja. Jika seorang individu berpikir untuk menambah jam kerja, tarif pajak marjinal menentukan seberapa besar pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan dari penghasilan yang individu tersebut hasilkan. Terkait dengan menentukan pilihan untuk menggunakan tarif pajak ratarata atau tarif pajak marjinal dalam menganalisis tarif pajak penghasilan, Sicat dan Virmani (1988) melakukan penelitian sederhana untuk membandingkan tarif pajak marjinal yang berlaku pada sampel lima puluh negara berkembang. Seperti
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
20
yang telah diperkirakan dengan perbedaan pada kapasitas fiskal, negara-negara miskin dan negara-negara dengan pendapatan rendah mengenakan tarif marjinal yang relatif rendah, dan tarif pajak untuk negara-negara dengan pendapatan menengah keatas dan negara maju adalah tinggi. Selanjutnya, studi ini hanya fokus terhadap penghasilan dalam bentuk upah dan gaji, untuk mengatasi kompleksitas dari pajak kapital. Kemudian, variasi dalam struktur rumah tangga dan keluarga diatasi dengan fokus pada pasangan yang sudah menikah dengan satu orang yang berkerja dan memiliki tiga anak. Lebih lanjut, hanya pengurangan yang terstandardisasi yang digunakan untuk mendapatkan pendapatan kena pajak. Tarif pajak marjinal efektif pada setiap tingkat pendapatan bersih diperoleh dengan mengalikan tarif pajak suatu negara pada tingkat pendapatan tertentu dengan pendapatan kena pajak. Untuk tujuan membuat perbandingan, pendapatan bersih yang diperoleh keluarga dihitung relatif terhadap setiap rata-rata pendapatan keluarga dari setiap negara. Penelitian ini telah menghasilkan suatu pandangan komparatif dari struktur pajak pendapatan pada negara berkembang, berdasarkan suatu metodologi sederhana yang menggunakan pengurangan standard dan pendapatan relatif keluarga, pada dasar perhitungan PDB per kapita. Tarif pajak marjinal untuk negara berkembang miskin adalah lebih rendah daripada negara dengan pendapatan menengah keatas dan tidak ditemukan berbeda secara signifikan dari negara yang memiliki pendapatan menengah kebawah. Selanjutnya, tarif pajak pendapatan tinggi memiliki hubungan yang positif dengan pendapatan per kapita diantara negara dapat ditolak. Suatu pendekatan yang menggunakan tarif marjinal yang tinggi sebagai indikator dari tarif pajak marjinal secara keseluruhan merupakan suatu kesalahan. Sebab, pada negara dengan tarif marjinal yang sangat tinggi pada high tax bracket group, terdapat banyak keranjang pajak yang tinggi dimulai pada suatu tingkat pendapatan tinggi yang ekstrem, dimana pada tingkat tersebut tidak ada pembayar pajak yang menjadi subjek pajak. Kemudian, basis pajak merupakan komponen penting dari reformasi pajak pada negara berkembang. Indeks ambang batas yang digunakan menunjukkan bahwa sejumlah negara berkembang yang miskin memiliki basis pajak yang kecil. Sedangkan,
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
21
negara berpendapatan menengah kebawah memiliki basis pajak yang lebih besar dari pada negara berkembang lainnya. 2.5
Pajak dan Tingkat Pengangguran Luasnya pengaruh akhir pajak, atau distribusi beban, dari suatu pajak akan
tergantung pada bagaimana pajak tersebut dikenakan, struktur tarif yang digunakan, bagaimana basis pajak didefinisikan, dan bagaimana secara keseluruhan cakupannya. Pada akhirnya, luasnya pengaruh ekonomi akan tergantung pada bagaimana perekonomian merespon. Respon ini tergantung pada kondisi dari permintaan dan penawaran, struktur pasar, dan periode waktu yang dibutuhkan untuk penyesuaian. Penyesuaian terhadap suatu pajak akan menyebabkan faktor dan harga produk berubah, dan perubahan ini akan mempengaruhi rumah tangga baik dari sisi rumah tangga sebagai sumber daya dan penggunaan. Hasil akhir luasnya pengaruh ekonomi tergantung pada interaksi dari perubahan yang terjadi pada suatu sistem keseimbangan umum. 2.5.1
Tingkat Pengangguran dan Upah Pada suatu pasar tenaga kerja kompetitif, tingkat upah ditentukan oleh
perpotongan dari permintaan (mencatat nilai dari produk marjinal tenaga kerja) dan penawaran (menggambarkan harga minimum pada kuantitas tenaga kerja yang bervariasi). Dengan penawaran tenaga kerja yang cenderung inelastis, pajak pada penghasilan upah akan diserap oleh tenaga kerja. Upah pada perekonomian modern tidak ditentukan dalam pasar yang sangat kompetitif. Faktor produktivitas dimasukkan dan bagian dari struktur upah ditentukan oleh penawaran kolektif. Sebagian besar serikat pekerja bereaksi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Permintaan serikat pekerja dapat saja tidak
dipenuhi
jika
semua
pihak
terhadap
penawaran
berlaku
untuk
memaksimalkan kepentingannya lebih dahulu terhadap pajak. Dalam kondisi ini, serikat pekerja dan pengusaha telah memiliki penawaran yang terbaik yang dapat mereka hasilkan, dan pengenaan dari pajak tidak merubah posisi ini. Untuk menyimpulkannya, satu hal yang perlu diasumsikan adalah bahwa sebelumnya terhadap pajak, serikat pekerja telah diberikan penghasilan bersih yang kurang
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
22
dari apa yang sebenarnya mereka hasilkan. Jika hal tersebut dilakukan, pemimpin serikat pekerja yang berada dalam tekanan untuk melindungi penghasilan bersih akan meminta peningkatan upah lebih besar jika tarif pajak dan pajak penghasilan yang dipotong langsung oleh perusahaan meningkat. Pajak penghasilan digambarkan sebagai suatu kurva yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah sebagai suatu skedul permintaan dari jasa pekerja, dan hasil dari pengaruh pajak tergantung pada elastisitas dari permintaan dan penawaran.
Sumber: Musgrave, R.A. (1989). Theory of Public Finance. Tokyo: McGraw Hill-Kogakusha.
Grafik 2.3 Penyesuaian terhadap Pajak Faktor Kurva di atas menggambarkan pajak pada upah dalam suatu pasar tenaga kerja kompetitif. Kuantitas (jam kerja) dan harga (tingkat upah) sama dengan OC dan OB, dengan keseimbangan pada titik E. Tarif pajak pada EF/EC dikenakan pada upah bruto (upah sebelum pajak), tingkat upah bersih pekerja turun, dan menggeser kurva permintaan dari DD ke D’D’. Karena upah bersih yang menjadi permasalahan pekerja, keseimbangan yang baru berada pada titik G, perpotongan D’D’ dengan penawaran SS. Jam kerja turun dari OC ke OH, tingkat upah bruto
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
23
meningkat dari OB menjadi OI, dan penurunan pada upah bersih atau BK menurunkan pajak per jam kerja atau IK. 2.5.2
Efek Tenaga Kerja Perubahan pada tingkat pajak akan mempengaruhi tingkat permintaan
agregat tenaga kerja. Jika pengurangan pajak meningkatkan tenaga kerja, mereka yang tidak berkerja akan berkerja dan memperoleh penghasilan. Penghasilan yang tersedia akan meningkat tidak hanya karena tarif pajak yang berkurang tetapi juga karena tenaga kerja meningkat. Sebaliknya, jika tingkat tenaga kerja turun, hilangnya penghasilan akan melebihi tambahan pajak yang diperoleh. Pissarides (1998) membuat suatu model dan mensimulasikan efek dari pemotongan pajak tenaga kerja pada pengangguran dan upah dalam empat model keseimbangan: kompetitif (competitive), serikat pekerja (union bargaining), pencarian (search), dan efisiensi (efficiency wages). Pissarides (1998) menemukan bahwa jika rasio kompensasi pengangguran terhadap upah adalah tetap, efek dari pemotongan pajak dominan pada upah. Tetapi jika penghasilan diluar dari pekerjaan adalah tetap dalam arti riil, akan terdapat efek tenaga kerja yang substansial. Ketika upah ditentukan oleh tawar-menawar serikat pekerja, pembentukan pendapatan netral yang membuat pajak lebih progresif juga mengurangi pengangguran. Dengan demikian, kebijakan terhadap kompensasi pengangguran dan struktur pajak merupakan pengaruh utama pada pengaruh pajak terhadap pengangguran. Terdapat dua alasan yang melatarbelakangi Pissarides (1998) dalam melakukan penelitian ini. Pertama, beberapa literatur telah membahas masalah dalam berbagai model namun tidak berusaha untuk mengatakan berapa banyak perbedaan kuantitatif itu benar-benar membuat satu model dipilih untuk digunakan dibandingkan dengan model yang lain. Kedua, implikasi dari struktur perpajakan
jarang
dibuat
secara
eksplisit,
meskipun
literatur
sering
membandingkan dan mengevaluasi berbagai jenis pajak (misalnya pajak pekerjaan, pendapatan atau pengeluaran), pertanyaan ini tidak dibahas dalam penelitian-penelitian. Alasan pertama penting karena Pissarides (1998) belum memiliki model yang pasti untuk pasar tenaga kerja Eropa. Dengan memeriksa
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
24
berapa banyak perbedaan itu membuat model yang berbeda dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan, dengan mensimulasikan pengaruh perubahan pajak pada empat model ekuilibrium parsial: model kompetitif, model serikat dimana upah ditentukan oleh tawar-menawar antara perusahaan dan serikat pekerja, model pencarian di mana upah juga ditentukan oleh tawar-menawar tapi antara perusahaan dan pekerja individu, dan model upah efisiensi. Poin kedua juga penting karena, perubahan dalam struktur perpajakan yang memiliki pendapatan netral kadang dapat memiliki dampak yang lebih besar terhadap kesempatan kerja dari pemotongan pajak umum yang secara substansial mengurangi pendapatan pajak secara keseluruhan. Ternyata, bagaimanapun, bahwa ini adalah kasus pada beberapa model, jadi apakah reformasi mungkin akan efektif atau tidak tergantung pada metode utama pasar upah yang bersangkutan dalam menyelidiki dan mendiskusikan hasil simulasi dengan empat model yang sama. Penentuan tenaga kerja pada titik ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil simulasi dengan empat model yang sama. Keempat model ekuilibrium parsial dalam arti bahwa modal diabaikan dan disinsentif perpajakan dari kegiatan ekonomi di daerah lain, seperti munculnya black market atau migrasi tenaga kerja atau modal ke negara-negara rendah pajak diabaikan dalam model. Namun, terdapat model keseimbangan umum, dalam arti bahwa baik upah dan pekerja ditentukan dalam model pada tingkat ekonomi mikro. Sebuah kerangka kerja umum yang berguna untuk menghubungkan empat model adalah salah satu tempat dimana pekerja dan upah ditentukan pada perpotongan dua kurva, kurva permintaan tenaga kerja konvensional dan fungsi pengaturan upah (yang pada model kompetitif adalah kurva penawaran tenaga kerja). Perpotongan ini adalah pada titik di sebelah kiri pasokan tenaga kerja maksimum yang diinginkan, sehingga ada pengangguran dalam keseimbangan. Pengurangan pajak pekerja dalam kerangka kerja ini menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan. Baik upah riil dan jumlah pekerja meningkat tapi berapa banyak jumlahnya merupakan dampak terhadap kesempatan kerja yang tergantung pada kemiringan dari fungsi pengaturan upah atau penawaran tenaga kerja. Jika kurva penawaran tenaga kerja datar, terdapat kenaikan tenaga
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
25
kerja yang besar. Tetapi jika penetapan fungsi upah atau penawaran tenaga kerja curam, naiknya upah cukup untuk menyerap pemotongan pajak dan lapangan kerja tidak berubah. Dengan demikian, masalah yang perlu diukur dalam simulasi adalah kemiringan fungsi penetapan upah atau kurva penawaran. Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa kemiringan fungsi penetapan upah atau kurva penawaran tenaga kerja sangat bergantung pada hubungan antara pajak, tunjangan pengangguran, dan struktur perpajakan. Pissarides (1998) menemukan, pertama, bahwa jika tunjangan pengangguran diindeks untuk upah, upah riil yang fleksibel akan menyerap perubahan pajak dan tidak memiliki banyak dampak pada pekerjaan atau pengangguran. Tetapi jika terdapat tunjangan pengangguran yang konstan secara riil saat pajak berubah, upah riil lebih kaku. Dengan kata lain, fungsi pengaturan upah atau kurva penawaran tenaga kerja lebih curam bila tunjangan pengangguran diindeks untuk upah dan lebih kaku ketika tunjangan pengangguran diindeks dengan harga. Akibatnya, semua model menyiratkan bahwa pada kasus pemotongan tarif pajak yang tidak mengubah rasio tunjangan pengangguran terhadap upah setelah tarif pajak yang berubah cenderung tidak memiliki banyak dampak pada tenaga kerja. Tetapi jika pemotongan pajak yang diperbolehkan untuk mengubah rasio tunjangan pengangguran terhadap upah setelah pajak, empat model menyiratkan bahwa dampak terhadap penyerapan tenaga kerja bisa besar. Selanjutnya, perubahan struktur perpajakan (yaitu apakah pajak yang dibuat lebih atau kurang progresif) dapat memiliki efek dramatis pada pengangguran bahkan meskipun tingkat rata-rata pajak adalah tetap. Tetapi, hal ini hanya berlaku dalam model tawar-menawar. Pajak tenaga kerja yang lebih progresif akan menggeser fungsi penetapan upah ke kanan atau kurva penawaran tenaga kerja ke kanan. Jadi, jika pekerjaan pemotongan pajak ditargetkan sehingga membuat sistem pajak yang lebih progresif, maka dalam model dimana upah ditentukan oleh tawar-menawar, karena mereka berada pada model serikat pekerja dan pencarian, dampak terhadap tenaga kerja besar. Tetapi jika upah ditentukan pada model kompetitif atau seperti dalam model upah efisiensi, struktur perpajakan tidak relevan dengan dampak dari
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
26
pemotongan pajak. Dalam hal ini, empat model memiliki implikasi yang berbeda bagi kebijakan. Analisis dari empat model penentuan keseimbangan tenaga kerja telah memberikan suatu fakta penting. Pada kasus pemotongan tarif pajak, pekerja cenderung tidak memiliki banyak dampak pada tenaga kerja sebab upah riil cenderung menyerap perubahan pajak jika tunjangan pengangguran meningkat secara proporsional dengan tingkat upah ketika dipotong pajak. Tetapi jika tunjangan pengangguran biasanya tidak diindeks dengan upah (dan tetap diadakan secara riil), efek kerja dari pemotongan pajak bisa cukup besar. Pissarides (1998) memperkirakan bahwa pemotongan 10% pada pajak yang dikenakan pada pengusaha dapat mengurangi pengangguran pada keseimbangan tenaga kerja hingga 1 persen. Hasil yang diperoleh berada dibawah asumsi serikat tawarmenawar upah dan pencarian, dimana terdapat sewa monopoli dan upah ditentukan oleh tawar-menawar antara pengusaha dan karyawan. Di negara-negara dimana ada pajak regresif (yang biasanya mengambil bentuk komponen tetap dalam pajak yang dikenakan pada pengusaha, atau pada iuran jaminan sosial), reformasi pendapatan netral dari sistem pajak ke proporsional atau pajak progresif dapat memiliki efek tenaga kerja lebih besar dari pengurangan pada kasus tingkat pajak marjinal. Model yang disimulasikan adalah model kita semua merupakan agen perwakilan, sehingga mereka tidak dapat digunakan untuk menganalisis dampak pengurangan target pajak. Tapi karena ketika pemotongan pajak terkonsentrasi pada struktur upah rendah, seluruh pajak menjadi lebih progresif. Ketika upah ditentukan oleh tawar-menawar model menyiratkan
bahwa
pemotongan
pajak
yang
ditargetkan
pada
pekerja
berpenghasilan rendah memiliki efek kerja lebih besar dari pajak pemotongan pajak secara umum. Secara umum, pemotongan pajak memiliki efek terhadap pekerja yang lebih kecil dalam model kompetitif dan yang lebih besar dalam model upah efisiensi (baik yang menyiratkan bahwa struktur perpajakan tidak relevan). Jika rasio penggantian adalah tetap, hanya ada perbedaan kecil antara prediksi serikat, kompetitif, dan model pencarian, kecuali untuk struktur yang memiliki dampak besar. Selanjutnya, ketika tunjangan pengangguran nyata diadakan tetap,
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
27
pemotongan pajak memiliki dampak terkecil dalam model pencarian (karena jumlah lowongan menyerap beberapa guncangan dari penyesuaian kebijakan), dengan tiga model lain yang memiliki prediksi yang serupa.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGANGGURAN DI INDONESIA
3.1
Tren Tingkat Pengangguran Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik (telah diolah kembali)
Grafik 3.1 Tingkat Pengangguran Nasional
Tingkat pengangguran terbuka secara nasional pada 2000 hingga 2006 memiliki tren yang meningkat. Tingkat pengangguran terbuka terendah berada pada tahun 2000, yaitu sebesar 6,08%. Kemudian, pada 2001 mengalami peningkatan sebesar 2,02% menjadi 8,10%. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2006, yaitu 10,28% meningkat 0,02% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pada Grafik 3.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran terbuka mulai mengalami penurunan pada tahun 2007. Selanjutnya, tingkat pengangguran terbuka memiliki tren yang menurun pada tahun 2007 hingga 2009. Pada 2007 tingkat pengangguran terbuka adalah 9,11%, pada 2008 8,39%, dan 8,14% pada 2009.
28
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
29
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.2 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Tahun 2009 (dalam persentase terhadap angkatan kerja) Sementara itu, tren tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi tahun 2009 digambarkan pada Grafik 3.2. Tingkat pengangguran terbuka tertinggi berada pada tahun 2009 yang terdapat pada Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 11,99%. Kemudian, Provinsi Jawa Barat dengan 11,85%, Provinsi Kalimantan Timur dengan 11,09%, dan Provinsi Sulawesi Utara dengan 10,63%. Perbedaan tingkat pengangguran terbuka per provinsi inilah yang akan dianalisis berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran khususnya tarif pajak penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi. Sedangkan, kondisi tingkat pengangguran
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
30
terbuka berdasarkan provinsi pada tahun 2003 hingga 2009 secara detail dideskripsikan pada Grafik 3.3.
Sumber: Keadaan Pekerja di Indonesia, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.3 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Pada 2003-2009 (dalam persentase) Sumbu horizontal pada Grafik 3.3 adalah provinsi dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
31
Pada Grafik 3.3 provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan tingkat pengangguran terendah berada pada Provinsi Bali. Provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka tertinggi kedua adalah Provinsi DKI Jakarta. Grafik di atas menunjukkan bahwa masingmasing provinsi memiliki karakteristik tingkat pengangguran yang berbeda. 3.2
Karakteristik Tingkat Pengangguran di Indonesia Karakteristik tingkat pengangguran terbuka yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari beberapa studi literatur. Dhanani (2004) menemukan bahwa pengangguran terbuka di kota lebih besar daripada di desa karena proporsi pemuda yang aktif mencari kerja lebih besar di kota. Tingkat pengangguran terbuka pada penduduk usia muda lebih besar daripada penduduk usia dewasa, karena adanya proses berkesinambungan dari lulus sekolah, lulus kuliah, dan transisi dari waktu belajar penuh menjadi waktu kerja penuh. Tingkat pengangguran terbuka perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, karena rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan. Dinyatakan sebagai persentase dari penduduk usia kerja daripada angkatan kerja pada umumnya. Jumlah pengangguran terdidik yang besar merupakan refleksi dari pencari kerja berusia muda pada 1990-an baik lulusan sekolah menengah atau lulusan perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan ekspansi pendidikan yang cepat dalam periode ini dan pencapaian pendidikan yang lebih tinggi dari generasi muda pada umumnya. Perbedaan tingkat pengangguran terbuka antara lulusan sekolah kejuruan dan menengah yang akan menyesatkan ketika dinyatakan sebagai persentase dari angkatan kerja. Naiknya tingkat pengangguran terbuka selama bertahun-tahun disebabkan oleh sejumlah faktor. Peningkatan terjadi hampir dua kali lipat dari tingkat pengangguran terbuka setelah tahun 1993 terutama akibat dari perubahan pada periode referensi untuk mengukur pengangguran terbuka. Data pengangguran dan pengeluaran dalam survei sosial-ekonomi nasional tampaknya tidak mendukung the luxury unemployment hypothesis dari konsentrasi pengangguran dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi dalam rumah tangga yang relatif makmur. Tingkat pengangguran terbuka bervariasi antara provinsi dan pulau-pulau, karena kombinasi faktor struktural.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
32
Suryadarma, Asep, Sumarto (2007) menemukan bahwa sebagian besar pengangguran di Indonesia berada pada usia muda, berpendidikan tinggi, tidak memiliki pengalaman, dan masih tinggal dengan orang tua mereka. Sektor pertanian masih mendominasi tenaga kerja di desa, khususnya pada tingkat pendidikan yang rendah. Sebaliknya, sebesar 90% orang yang berpendidikan tinggi berkerja di sektor jasa. Di kota sebagian besar pekerja yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan berkerja pada sektor jasa. Industri adalah sektor dengan pekerja terbanyak yang menempati urutan ke dua setelah sektor jasa. Hasil penelitian
menemukan
bahwa
tidak
semua
sektor
memiliki
elastisitas
pertumbuhan tenaga kerja yang sama. Untuk kota, sektor yang menciptakan tenaga kerja terbanyak adalah jasa, sedangkan pertanian masih merupakan sektor tertinggi untuk meningkatkan tenaga kerja di desa. Pada kota-desa linkage, tidak ada dari pertumbuhan sektor di desa yang memiliki dampak signifikan terhadap tenaga kerja di kota, sementara pertumbuhan industri di kota mengurangi tenaga kerja di desa. Kondisi gambaran pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dijelaskan melalui Grafik 3.4 dan Tabel 3.1.
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Agustus 2010.
Grafik 3.4 Pengangguran Terbuka menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pada 2004-2010 (dalam jiwa)
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
33
Grafik 3.4 menggambarkan jumlah jiwa yang termasuk pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, sumbu horizontal adalah katagori pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan sumbu vertikal adalah jumlah pengangguran terbuka. Katagori pendidikan yang ditamatkan, yaitu tidak atau belum pernah sekolah atau belum tamat SD (1), sekolah dasar (2), SLTP (3), SMTA (4), diploma I/II/III/Akademi (5), dan universitas (6). Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak berada pada tingkat pendidikan dengan tamatan sekolah menengah tingkat atas (SMTA) dan terendah adalah diploma I/II/III/akademi. Kemudian pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak berikutnya secara berurutan adalah tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), sekolah dasar (SD), tidak atau belum pernah sekolah atau belum tamat SD, dan universitas. Tabel 3.1 Persentase Pengangguran menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pada 2004-2010 (dalam persentase)
No. 1 2 3 4 5 6
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat SD Sekolah Dasar SLTP SMTA (Umum dan Kejuruan) Diploma I/II/III/Akademi Universitas Total
2004
2005
9.80 22.19 26.25
9.33 7.65 6.31 5.60 5.14 7.06 23.41 24.09 26.11 23.51 23.15 17.72 24.70 25.75 25.06 22.98 22.19 19.29
2006
2007
2008
2009
2010
36.05 36.04 36.44 35.50 35.75 37.49 40.13 2.31 2.97 2.68 3.13 5.51 5.25 6.26 3.40 3.55 3.38 3.89 6.64 6.77 9.54 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Agustus 2010.
Berdasarkan Tabel 3.1 persentase pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan sepanjang tahun 2004-2010 untuk katagori tidak atau belum pernah sekolah atau belum tamat SD, SD, dan SLTP mengalami penurunan pada tahun 2008-2010. Sementara itu, persentase pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan sepanjang tahun 2004-
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
34
2010 untuk katagori SMTA, diploma I/II/III/akademi, dan universitas mengalami peningkatan pada tahun 2008-2010. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan lulusan pendidikan untuk katagori SMTA, diploma I/II/III/akademi, dan universitas. Tabel 3.2 PDB Konstan menurut Lapangan Usaha Pada 2007-2009 (dalam miliar rupiah)
Produk Domestik Bruto Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
1.964.327,3
2.082.315,9
2.176.975,5
271.509,3 171.278,4 538.084,6 13.517,0 121.808,9 340.437,1 142.326,7
284.620,7 172.442,7 557.764,4 14.993,6 130.951,6 363.813,5 165.905,5
296.369,3 179.974,9 569.550,8 17.059,8 140.184,2 367.958,8 191.674,0
183.659,3 181.706,0
198.799,6 193.024,3
208.832,2 205.371,5
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Agustus 2010.
Produk domestik bruto (PDB) konstan menurut lapangan usaha pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan mengalami peningkatan sepanjang tahun 2007 hingga 2009. Peningkatan PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan pada 2008 adalah sebesar 13.111,4 miliar rupiah dan pada 2009 sebesar 11.748,6 miliar rupiah. PDB sektor Industri pengolahan mengalami peningkatan sebesar 19.679,8 miliar rupiah pada 2008 menjadi 557.764,4 miliar rupiah dan pada 2009 sebesar 11.786,4 miliar rupiah menjadi 569.550,8 miliar rupiah. Demikian juga PDB sektor jasa-jasa mengalami peningkatan sebesar 11.318,3 miliar rupiah pada 2008 menjadi 193.024,3 miliar rupiah dan pada 2009 sebesar 12.347,2 miliar rupiah menjadi 205.371,5 miliar rupiah. Secara keseluruhan sembilan sektor lapangan usaha mengalami peningkatan sepanjang tahun 2007 hingga 2009.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
35
Selanjutnya, untuk mengetahui kondisi karakteristik tingkat pengangguran terbuka terhadap pendapatan nasional regional bruto (PDRB) dijelaskan melalui Grafik 3.5, Grafik 3.6, dan Grafik 3.7.
Sumber: CEIC database (telah diolah kembali)
Grafik 3.5 PDRB Konstan Sektor Pertanian Pada Tahun 2003-2009 (dalam juta rupiah) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan PDRB konstan sektor pertanian pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26). PDRB konstan sektor pertanian tertinggi terdapat pada Provinsi Jawa Timur (13). Selanjutnya, PDRB konstan sektor pertanian tertinggi berikutnya adalah Provinsi Jawa Barat (10) dan Jawa Tengah (11). Sedangkan PDRB konstan sektor pertanian terendah terdapat pada Provinsi Maluku (25). PDRB konstan sektor pertanian Provinsi DKI Jakarta (9) berada pada posisi terendah kedua
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
36
setelah Provinsi Maluku (25). Provinsi Sumatera Utara (2) dan Sulawesi Selatan (21) menempati posisi PDRB konstan sektor pertanian tertinggi ketiga dan keempat. Sedangkan untuk Provinsi Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26) memiliki PDRB konstan dibawah 10.000 juta rupiah sepanjang tahun 2003 hingga 2009.
Sumber: CEIC database (telah diolah kembali)
Grafik 3.6 PDRB Konstan Sektor Manufaktur Pada Tahun 2003-2009 (dalam juta rupiah) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan PDRB konstan sektor manufaktur pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
37
PDRB konstan sektor manufaktur tertinggi secara berurut terdapat pada Provinsi Jawa Barat (10), Jawa Timur (13), dan Kalimantan Timur (18). Sedangkan PDRB konstan sektor manufaktur terendah berada pada Provinsi Jambi (5), Bengkulu (7), DI. Yogyakarta (12), Bali (14), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26).
Sumber: CEIC database (telah diolah kembali)
Grafik 3.7 PDRB Konstan Sektor Jasa Pada Tahun 2003-2009 (dalam juta rupiah) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan PDRB konstan sektor jasa pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26). PDRB konstan sektor jasa tertinggi terdapat pada Provinsi DKI Jakarta (9). Selanjutnya, PDRB konstan sektor jasa tertinggi berada pada Provinsi Jawa Timur
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
38
(13), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), Sumatera Utara (2), Sulawesi Selatan (21), dan Sumatera Selatan (6). Sedangkan, PDRB konstan sektor jasa terendah terdapat pada Provinsi Maluku (25), Jambi (5), Bengkulu (7), dan Sulawesi Tenggara (22). Berdasarkan uraian di atas, PDRB sektoral pertanian, manufaktur, dan jasa provinsi di Indonesia memiliki karekteristik yang berbeda untuk setiap provinsi. Selain itu, baik PDRB sektor pertanian, manufaktur, maupun jasa memiliki tran yang meningkat sepanjang tahun 2003 hingga 2009. Sementara itu, deskripsi kondisi pekerja menurut sektor pertanian, manufaktur, dan jasa provinsi di Indonesia digambarkan pada Grafik 3.8, Grafik 3.9, dan Grafik 3.9 berikut ini.
Sumber: Keadaan Pekerja di Indonesia, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.8 Pekerja Disektor Pertanian 2003-2009 (dalam jiwa) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan jumlah pekerja disektor pertanian pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
39
Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26). Jumlah pekerja terbanyak pada sektor pertanian terdapat pada Provinsi Jawa Timur (13). Berikutnya secara berurut jumlah pekerja terbanyak berada pada Provinsi Jawa Tengah (11), Jawa Barat (10), Sumatera Utara (2), Lampung (8), dan Sumatera Selatan (6). Sementara itu, jumlah pekerja terendah pada sektor pertanian terdapat pada Provinsi DKI Jakarta (9). Selanjutnya, provinsi dengan jumlah pekerja pada sektor pertanian terendah adalah Maluku (25), Sulawesi Utara (19), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Tenggara (22), dan Bengkulu (7).
Sumber: Keadaan Pekerja di Indonesia, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.9 Pekerja Disektor Manufaktur 2003-2009 (dalam jiwa) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan jumlah pekerja disektor manufaktur pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
40
Jumlah pekerja disektor manufaktur terbanyak berada pada Provinsi Jawa Barat (10). Selanjutnya, pekerja terbanyak disektor manufaktur berikutnya terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (11), Jawa Timur (13), Sumatera Utara (2), NTB (23), dan Sulawesi Selatan (21). Sementara itu, jumlah pekerja disektor manufaktur terendah berada pada Provinsi Papua (26). Kemudian, jumlah pekerja terendah disektor manufaktur berikutnya adalah Provinsi Maluku (25), Kalimantan Tengah (16), Bengkulu (7), Jambi (5), dan Sulawesi Tengah (20).
Sumber: Keadaan Pekerja di Indonesia, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.10 Pekerja Disektor Jasa 2003-2009 (dalam jiwa) Sumbu horizontal pada grafik adalah provinsi dan jumlah pekerja disektor jasa pada sumbu vertikal. Provinsi pada sumbu horizontal secara berurutan, yaitu NAD (1), Sumatera Utara (2), Sumatera Barat (3), Riau (4), Jambi (5), Sumatera Selatan (6), Bengkulu (7), Lampung (8), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), DI. Yogyakarta (12), Jawa Timur (13), Bali (14), Kalimantan Barat (15), Kalimantan Tengah (16), Kalimantan Selatan (17), Kalimantan Timur (18), Sulawesi Utara (19), Sulawesi Tengah (20), Sulawesi Selatan (21), Sulawesi Tenggara (22), NTB (23), NTT (24), Maluku (25), dan Papua (26). Jumlah pekerja disektor jasa terbanyak berada pada Provinsi DKI Jakarta (9). Kemudian, jumlah pekerja terbanyak disektor jasa berikutnya terdapat pada
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
41
Provinsi Jawa Timur (13), Jawa Barat (10), Jawa Tengah (11), Riau (4), dan Sumatera Utara (2). Sedangkan, pekerja disektor jasa terendah berada pada Provinsi Papua (26). Selanjutnya, jumlah pekerja disektor jasa terendah terdapat di Provinsi Maluku (25), Bengkulu (7), Jambi (5), Sulawesi Tengah (20), Kalimantan Tengah (16), NAD (1), dan Kalimantan Barat (15).
3.3
Pajak Penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi Pajak penghasilan Pasal 21 Orang Pribadi merupakan pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir Undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Lingkup pemotongan PPh Pasal 21 adalah berupa penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain. Dengan demikian, PPh Pasal 21 hanya dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi dengan lingkup penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Penghasilan wajib pajak orang pribadi dari usaha dan modal seperti sewa, dividen, dan royalti bukan merupakan objek dari PPh Pasal 21. Tabel 3.3 dibawah ini menuliskan tarif UU PPh No. 17 Tahun 2000 dan UU No. 36 Tahun 2008, dimana struktur tarif PPh Pasal 21 orang pribadi mengalami penurunan. Kemudian, Tabel 3.4 menggambarkan perubahan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) No. 17 Tahun 2000 dan UU No. 36 Tahun 2008. Tarif pajak penghasilan orang pribadi mengalami perubahan, dari 10% pada Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 menjadi 5% pada Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 untuk lapisan penghasilan kena pajak Rp 50.000.000. Pada Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 dan Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 Tabel 3.3 lapisan penghasilan pertama adalah sampai dengan Rp25.000.000 dan sampai dengan Rp50.000.000, sampai dengan disini adalah
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
42
penghasilan yang telah dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau disebut sebagai penghasilan kena pajak (PKP). Jadi, sampai dengan tidak berarti penghasilan yang dimulai dari Rp0. Perubahan penurunan tarif pajak penghasilan orang pribadi dapat meningkatkan disposable income rumah tangga konsumen yang berakibat pada peningkatan konsumsi dan produksi output secara nasional. Lebih lanjut, perubahan Undang-undang PPh Pasal 21 orang pribadi ini juga disertai dengan perubahan lapisan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang semakin besar. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis pengaruh tarif pajak terhadap tingkat pengangguran. Tabel 3.3 Tarif pajak penghasilan UU PPh No. 17 Tahun 2000 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2001) Lapisan PKP
Tarif Pajak
s.d. Rp 25.000.000
5%
diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000
10%
diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000
15%
diatas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000
25%
diatas Rp 200.000.000
35%
UU No. 36 Tahun 2008 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2009) Lapisan PKP
Tarif Pajak
s.d. Rp 50.000.000
5%
diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000
15%
diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000
25%
diatas Rp 500.000.000
30%
Pada tahun 2001 tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi mengalami perubahan, Undang-undang PPh Nomor 10 Tahun 1994 diubah menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yang mulai berlaku pada tahun 2001. Berbeda dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tarif untuk PPh Orang Pribadi adalah 5% sampai dengan 35%. Struktur
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
43
penghasilan kena pajak juga berbeda dari peraturan sebelumnya, yaitu tarif pajak 5% untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp25.000.000, 10% untuk penghasilan diatas Rp25.000.000 sampai dengan Rp50.000.000, 15% untuk lapisan
penghasilan
kena
pajak
diatas
Rp50.000.000
sampai
dengan
Rp100.000.000, 25% untuk penghasilan diatas Rp100.000.000 sampai dengan Rp200.000.000, dan 35% untuk penghasilan diatas Rp200.000.000. Komponen penghasilan tidak kena pajak sebagai pengurang penghasilan kena pajak memiliki nominal yang semakin besar dari peraturan sebelumnya. Penghasilan tidak kena pajak untuk diri wajib pajak adalah Rp2.880.000, untuk wajib pajak yang kawin Rp1.440.000, untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp2.880.000, dan tambahan pengurangan untuk setiap orang keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga Rp1.440.000. Pada tahun 2009 tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi kembali mengalami perubahan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 diubah dengan Undangundang Nomor 36 Tahun 2008. Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang berlaku adalah 5% sampai dengan 30%. Lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50.000.000, dikenakan tarif pajak 5%. Tarif pajak 15% dikenakan untuk
penghasilan
kena
pajak
diatas
Rp50.000.000
sampai
dengan
Rp250.000.000. Tarif pajak 25% dikenakan untuk penghasilan kena pajak (PKP) diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000. Tarif pajak 30% dikenakan pada penghasilan kena pajak diatas Rp500.000.000. Struktur penghasilan tidak kena pajak sebagai pengurang pajak pengasilan menjadi Rp15.840.000 untuk diri wajib pajak, tambahan pengurangan untuk wajib pajak yang kawin Rp1.320.000, untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp15.840.000, dan untuk setiap orang keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga Rp1.320.000.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
44
Tabel 3.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PTKP
UU PPh No. 17 Tahun 2000 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2001)
UU No. 36 Tahun 2008 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2009)
Diri Wajib Pajak
Rp 2.880.000,-
Rp 15.840.000,-
Tambahan untuk Wajib Pajak
Rp 1.440.000,-
Rp 1.320.000,-
Rp 2.880.000,-
Rp 15.840.000,-
Rp 1.440.000,-
Rp 1.320.000,-
yang kawin Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain. Tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
45
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, BPS (telah diolah kembali)
Grafik 3.11 Rata-rata Upah Bersih (dalam rupiah)
Sementara itu, kondisi rata-rata upah bersih nasional digambarkan pada Grafik 3.11. Rata-rata upah bersih merupakan unsur penting dalam menentukan keputusan pekerja dan perusahaan dalam memutuskan untuk tetap berkerja bagi pihak pekerja dan memutuskan untuk mempekerjakan berapa banyak pekerja bagi pegusaha. Rata-rata upah bersih secara nasional tahun 2002-2009 pada Grafik 3.11 memiliki tren yang meningkat. Meskipun pada tahun 2005 sempat mengalami penurunan sebesar 663.957 rupiah dibandingkan tahun 2004 dan menjadi 24.618.461 rupiah pada tahun 2005. Kemudian mengalami peningkatan kembali pada 2006 menjadi 29.080.084 rupiah. Rata-rata upah bersih terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2009 menjadi 45.803.938 rupiah.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 4 DATA DAN METODOLOGI
4.1
Desain Penelitian Untuk menjawab permasalahan penelitian, penulis menggunakan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan tren data dan untuk menganalisis hasil estimasi. Sedangkan, analisis kuantitatif digunakan dengan mengestimasi model. Unit analisis yang digunakan adalah provinsi. Data dikumpulkan pada tingkat provinsi untuk mengetahui determinasi tingkat pengangguran provinsi di Indonesia dan evaluasi kebijakan pajak penghasilan 21. 4.2
Spesifikasi Model Skripsi ini ditujukkan untuk menjawab bagaimana pengaruh tarif PPh
Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran provinsi terhadap tingkat pengangguran terbuka, khususnya pengaruh tarif PPh Pasal 21 OP terhadap tingkat pengangguran. Musgrave (1989) mengatakan bahwa pada saat tarif pajak penghasilan diturunkan, tingkat pengangguran akan menurun. Penulis memperoleh determinan yang menentukan pengaruh tarif PPh Pasal 21 OP terhadap tingkat pengangguran dengan cara mempelajari
jurnal-jurnal
yang
berhubungan
dengan
tarif
pajak
dan
pengangguran. Model yang digunakan dalam mengestimasi pengaruh tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran adalah model Ordinary Least Square. Variabel dependen adalah tingkat pengangguran terbuka dan yang menjadi variabel independen adalah marginal tax rate, upah minimum provinsi, produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, tingkat pendidikan, PDRB sektor pertanian, PDRB sektor manufaktur, PDRB sektor jasa, penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 20-24, penduduk yang termasuk angkatan kerja usia
46
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
47
30-34, dan penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 40-44. Untuk mengestimasi data panel 26 provinsi pada tahun 2003 hingga 2009 digunakan Ordinary Least Square. 4.3
Model Penelitian ini menggunakan model panel dalam menguji pengaruh tarif
PPh Pasal 21 orang pribadi terhadap tingkat pengangguran dan pengaruh faktorfaktor yang menentukan tingkat pengangguran terbuka provinsi di Indonesia. Penggunaan model ditujukkan untuk mengetahui pengaruh tarif pajak pada tahun 2003 hingga 2009 terhadap tingkat pengangguran terbuka. Model Panel (1) TPTit =
0
6SEK2it
+ +
1MTRit
+
7SEK3it
2lnUMPit
+
+
3lnPDRBKAPit
8USIA2024it
+
+
4PENDit
9USIA3034it
+
+
5SEK1it
+
10USIA4044it
+ it……………………………………………………………………………...(4.1) Dimana
0
adalah intersep dan
1,
2,
3,
4,
5,
6
7,
8,
9,
dan
10
merupakan
koefisien. Model panel diestimasi pada series tahun (t) 2003 hingga 2009 dan individual (i) adalah provinsi. Variabel dependen adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang merupakan persentase jumlah penganggur terhadap angkatan kerja. Variabel independen yang digunakan adalah tarif pajak marjinal PPh Pasal 21 Orang Pribadi (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), produk domestik regional bruto (lnPDRBKAP) perkapita, persentase jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja dengan pendidikan D I, D II, D III, dan universitas terhadap total pendidikan yang ditempuh angkatan kerja (PEND), persentase PDRB sektor pertanian terhadap total PDRB sektoral (SEK1), persentase PDRB sektor manufaktur terhadap total PDRB sektoral (SEK2), persentase PDRB sektor jasa terhadap total PDRB sektoral (SEK3), persentase jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 20-24 terhadap total jumlah angkatan kerja menurut usia (USIA2024), persentase jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 30-34 terhadap total jumlah angkatan kerja menurut usia (USIA3034), dan persentase jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 40-44 terhadap total jumlah angkatan kerja menurut usia (USIA4044).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
48
4.4
Definisi Operasional Setiap Variabel Unit pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh dari survei angkatan kerja nasional, statistik upah, indikator tingkat hidup pekerja, dan statistik Indonesia tahun 2003-2009 publikasi BPS (Badan Pusat Statistik). Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari CEIC, dan dari Subdit pemantauan data dan informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Variabel yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah tarif marginal tax rate PPh Pasal 21 Orang Pribadi (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), produk domestik regional bruto (lnPDRBKAP) per kapita, persentase pendidikan D I, D II, D III dan universitas terhadap angkatan kerja (PEND), persentase PDRB sektor pertanian (SEK1), persentase PDRB sektor manufaktur (SEK2), persentase PDRB sektor jasa (SEK3), persentase angkatan kerja usia 20-24 (USIA2024), persentase angkatan kerja usia 30-34 (USIA3034), dan persentase angkatan kerja usia 40-44 (USIA4044) sebagai variabel independen. Selanjutnya, variabel dependen yang digunakan adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). 4.4.1
Tarif Pajak Marjinal (MTR) Tarif pajak marjinal adalah rasio perubahan dalam jumlah pajak terhutang
terhadap perubahan dalam penghasilan bruto. Tarif pajak marjinal dihitung berdasarkan 26 provinsi di Indonesia pada 2003-2009. Untuk mendapatkan tarif pajak marjinal pada unit provinsi dilakukan melalui suatu pendekatan. Pendekatan ditempuh karena penulis tidak mendapatkan data penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi per provinsi atau per kantor pelayanan pajak (KPP). Sebagai pendekatan dari penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi per provinsi maka digunakan share PDRB per provinsi untuk setiap tahun yang sama. Setelah diperoleh share PDRB per provinsi, lalu share dikalikan dengan penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi nasional tahun 2003-2009. Kemudian, jumlah penerimaan PPh Pasal 21 per provinsi dengan pendekatan share dari persentase PDRB didapatkan. Dalam menghitung tarif pajak marjinal juga diperlukan penghasilan bruto. Namun, karena tidak terdapat publikasi statistik mengenai data penghasilan bruto
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
49
maka penulis melakukan perhitungan untuk mendapatkan penghasilan bruto. Penulis mendapatkan data rata-rata upah bersih per provinsi tahun 2003-2004 yang selanjutnya melalui metode gross up, penghasilan bruto diperoleh. Rata-rata upah bersih per bulan dijadikan per tahun lalu ditambah dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Asumsi untuk penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah wajib pajak merupakan pasangan menikah dengan satu orang yang memiliki penghasilan dan memiliki tiga anak. Asumsi ini mengikuti asumsi yang digunakan Sicat dan Virmani (1988) dalam penelitiannya mengenai pajak penghasilan di negara-negara berkembang, yaitu mengikuti rata-rata struktur keluarga di negara berkembang (Worldbank, 1985). Dalam penelitian tersebut Sicat dan Virmani (1988) juga menuliskan untuk menghilangkan kompleksitas pengurangan seperti biaya jabatan, pensiun, dan tunjangan hari tua tidak digunakan dalam perhitungan. Setelah rata-rata upah bersih per tahun ditambah dengan PTKP lalu dikalikan tarif. Akhirnya, diperoleh rata-rata upah bruto per provinsi tahun 2003-2009. Selisih antara rata-rata upah bruto dengan rata-rata upah bersih dikurangi PTKP merupakan jumlah pajak yang dibayarkan atau pajak terhutang. Atau ratarata upah bruto (RUB) dikali dengan tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi untuk setiap lapisan penghasilan kena pajak (PKP). Selanjutnya, data rata-rata upah bruto dan pajak terhutang telah tersedia sehingga tarif pajak marjinal dapat diperoleh. Penelitian ini melihat pengaruh tarif pajak penghasilan PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran dalam skala agregat. Tarif pajak marjinal yang digunakan bukan tarif pajak marjinal tertinggi dan didapatkan dari perhitungan rata-rata upah bersih. Sicat dan Virmani (1988) menggunakan PDB dari masing-masing negara berkembang untuk menghitung tarif pajak marjinal. Tarif pajak marjinal tertinggi atau the highest marginal tax rate tidak digunakan dalam penelitian karena menurut Sicat dan Virmani (1988) suatu pendekatan yang menggunakan tarif marjinal yang tinggi sebagai indikator dari tarif pajak marjinal secara keseluruhan merupakan suatu kesalahan. Sebab, pada negara dengan tarif marjinal yang sangat tinggi pada sekumpulan keranjang pajak yang tinggi, terdapat banyak keranjang pajak yang tinggi tersebut dimulai pada suatu tingkat
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
50
pendapatan tinggi yang ekstrem. Dimana pada tingkat tersebut tidak ada pembayar pajak yang menjadi subjek pajak. 4.4.2
Upah Minimum Provinsi (lnUMP) Upah minimum adalah penetapan suatu standar minimum yang harus
dibayarkan oleh para pengusaha atau pelaku industri dalam memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya (Mankiw, 2007). Upah minimum provinsi digunakan sebagai representasi dari wajib pajak yang berada sama dengan atau dibawah batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Meskipun demikian, terdapat beberapa provinsi dimana upah minimum provinsi yang jika dihitung menjadi penghasilan satu tahun berada diatas PTKP dan telah menjadi objek pajak. Contoh dari provinsi tersebut adalah Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, upah minimum provinsi juga digunakan untuk melihat pengaruh tarif PPh Pasal 21 terhadap tingkat pengangguran per provinsi. 4.4.3
Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (lnPDRBKAP) Produk domestik regional bruto adalah indikator yang menggambarkan
keadaan perekonomian penduduk di suatu wilayah atau daerah. PDRB per kapita digunakan sebagai representasi dari penghasilan agregat nasional per provinsi. Data PDRB per kapita merupakan data PDRB berdasarkan pengeluaran dengan harga konstan 2000 dibagi dengan jumlah penduduk untuk setiap provinsi pada tahun 2003 hingga 2009. Penggunaan PDRB per kapita didasari oleh penelitian Dhanani (2004) yang menuliskan bahwa populasi merupakan faktor penting dalam menentukan naik dan turunnya tingkat pengangguran. Dhanani (2004) mengatakan bahwa peningkatan jumlah populasi akan meningkatkan jumlah pengangguran. Untuk itu, PDRB yang digunakan adalah PDRB per kapita yang telah memperhatikan unsur populasi. 4.4.4
Pendidikan (PEND) Persentase total penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk
angkatan kerja dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan dengan pendidikan D I,
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
51
D II, D III, dan universitas terhadap total angkatan kerja yang menempuh pendidikan yang digunakan sebagai variabel pendidikan pada tahun 2003-2009 untuk masing-masing provinsi. 4.4.5
Sektor Pertanian (SEK1) Persentase pendapatan domestik regional bruto (PDRB) sektor pertanian
terhadap total PDRB sektoral. PDRB sektoral yang digunakan adalah persentase PDRB menurut sektor pertanian. PDRB pada sektor pertanian menggunakan unit analisis provinsi tahun 2003-2009. 4.4.6
Sektor Manufaktur (SEK2) Persentase produk domestik regional (PDRB) sektor manufaktur terhadap
total PDRB sektoral. PDRB sektoral yang digunakan adalah persentase PDRB menurut sektor manufaktur. PDRB pada sektor manufaktur menggunakan unit analisis provinsi tahun 2003-2009. 4.4.7
Sektor Jasa (SEK3) Persentase produk domestik regional (PDRB) sektor jasa terhadap total
PDRB sektoral. PDRB sektoral yang digunakan adalah perssentase PDRB menurut sektor jasa. PDRB pada sektor jasa menggunakan unit analisis provinsi tahun 2003-2009. 4.4.8
Penduduk Usia 20-24 (USIA2024) Persentase penduduk usia 20-24 yang termasuk angkatan kerja terhadap
total angkatan kerja menurut usia. Selanjutnya, yang digunakan adalah data penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur, dengan umur 20-24 yang digunakan sebagai variabel. 4.4.9
Penduduk Usia 30-34 (USIA3034) Persentase penduduk usia 30-34 yang termasuk angkatan kerja terhadap
total angkatan kerja menurut usia. Data penduduk usia 30-34 yang digunakan
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
52
adalah data penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur, dengan umur 30-34 yang digunakan sebagai variabel. 4.4.10 Penduduk Usia 40-44 (USIA4044) Persentase penduduk usia 40-44 yang termasuk angkatan kerja terhadap total angkatan kerja menurut usia. Data penduduk usia 40-44 yang digunakan adalah data penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur, dengan umur 40-44 yang digunakan sebagai variabel. 4.4.11 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak berkerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah berkerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai berkerja (Statistik Indonesia, BPS). Data tingkat pengangguran terbuka yang digunakan adalah data persentase pengangguran terhadap angkatan kerja per provinsi tahun 2003-2009.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
53
Tabel 4.1 Hipotesa Variabel
Hipotesis
Studi Empiris
Independen Marginal Tax Rate
Marginal Tax Rate (MTR)
The effect of taxation on
(MTR)
berhubungan positif dengan
labor supply in a
pengangguran.
developing country: Evidence from crosssectional data (Rochjadi dan Leuthold (1994)) dan Taxation and unemployment: an applied general equilibrium approach (Bohringer, Boeters, dan Michael Feil (2005)) Propinsi The effect of the minimum
Upah Minimum
Upah
Provinsi (UMP)
(UMP) berhubungan positif wage on employment and
Minimum
dengan pengangguran.
hours (Zavodny) The Effect of Changes in Minimum Wage (Pratomo, (2011))
Produk Domestik
Produk
Regional Bruto
Bruto
Domestik (PDRB)
Regional Personal income taxes in
per
kapita developing countries (Sicat
(PDRB) per kapita berhubungan negatif dengan dan Virmani (1988)) tingkat pengangguran.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
54
Variabel
Hipotesis
Studi Empiris
Independen Pendidikan
Pendidikan (PEND)
Unemployment and
(PEND)
berhubungan positif dengan
Underemployment in
tingkat pengangguran.
Indonesia 1976-2000: Paradoxes and Issues (Dhanani (Januari, 2004))
Sektor 1 (SEK1)
Sektor 1 (SEK1), yaitu sektor Reducing Unemployment in pertanian berhubungan negatif Indonesia: Results from a dengan tingkat pengangguran.
Growth-Employment Elasticity Model (Suryadarma, Suryahadi, Sumarto (Januari, 2007))
Sektor 2 (SEK2)
Sektor 2 (SEK2), yaitu sektor Reducing Unemployment in
berhubungan Indonesia: Results from a
manufaktur negatif
dengan
tingkat Growth-Employment Elasticity Model
pengangguran.
(Suryadarma, Suryahadi, Sumarto (Januari, 2007)) Sektor 3 (SEK3)
Sektor 3 (SEK3), yaitu sektor Reducing Unemployment in jasa
berhubungan
negatif Indonesia: Results from a
dengan tingkat pengangguran.
Growth-Employment Elasticity Model (Suryadarma, Suryahadi, Sumarto (Januari, 2007))
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
55
Variabel
Hipotesis
Studi Empiris
Independen 20-24
(USIA2024) The Measurement and
Usia 20-24
Usia
(USIA2024)
berhubungan negatif dengan Trends of Unemployment tingkat pengangguran.
in Indonesia: The Issue of Discouraged Workers (Suryadarma, Asep Suryahadi, Sudarno Sumarto (Juli, 2005))
30-34
(USIA3034) The Measurement and
Usia 30-34
Usia
(USIA3034)
berhubungan negatif dengan Trends of Unemployment tingkat pengangguran.
in Indonesia: The Issue of Discouraged Workers (Daniel Suryadarma, Asep Suryahadi, Sudarno Sumarto (Juli, 2005))
40-44
(USIA4044) The Measurement and
Usia 40-44
Usia
(USIA4044)
berhubungan negatif dengan Trends of Unemployment tingkat pengangguran.
in Indonesia: The Issue of Discouraged Workers (Daniel Suryadarma, Asep Suryahadi, Sudarno Sumarto (Juli, 2005))
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
56
Tabel 4.2 Sumber Data Variabel
Sumber Data
Deskripsi
Independen Marginal Tax
Tarif pajak marjinal Pengolahan data rata-rata upah bruto
Rate (MTR)
didapatkan
dari dan penerimaan PPh Pasal 21 OP
pengolahan
rata-rata dengan mempertimbangkan perubahan
Unit: Persentase
upah
yang kebijakan undang-undang PPh Pasal 21.
bersih
diperoleh
dari
BPS Data MTR pada 2000, dan 2001 tidak
menggunakan metode tersedia karena tidak terdapat publikasi up
untuk BPS berdasarkan provinsi pada 2000-
memperoleh
rata-rata 2001. Data rata-rata upah bersih yang
gross
upah Selanjutnya,
bruto. digunakan adalah data rata-rata upah rata-rata bersih per provinsi pada 2003-2009.
upah bruto dan pajak terhutang
yang
didapatkan digunakan untuk menghitung tarif pajak marjinal (MTR). Upah
CEIC database
Data upah minimum provinsi untuk
Minimum
provinsi
Provinsi
Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan
(lnUMP)
Riau,
Unit: Rupiah
hasil
Banten,
pemekaran
Gorontalo,
seperti
Sulawesi
Barat, Maluku Utara, dan Irian Jaya Barat tidak tersedia. Oleh karena itu, jumlah provinsi yang digunakan adalah 26 provinsi pada 2003-2009.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
57
Variabel
Sumber Data
Deskripsi
Independen Produk
CEIC database
Data PDRB
berdasarkan pengeluaran
Domestik
(harga konstan 2000) dibagi dengan
Regional
jumlah
Bruto per
provinsi pada tahun 2003-2009.
penduduk
pada
setiap
26
kapita (lnPDRBkap) Unit: Rupiah
Pendidikan
BPS
(PEND)
Persentase total penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja dan pendidikan tertinggi yang
Unit:
ditamatkan dengan pendidikan D I, D
Persentase
II, D III, dan universitas terhadap jumlah total angkatan kerja berdasarkan pendidikan untuk 26 provinsi.
Sektor 1
CEIC database
(SEK1)
Persentase
PDRB
menurut
sektor
pertanian terhadap total PDRB sektoral untuk 26 provinsi.
Unit: Persentase Sektor 2 (SEK2) Unit:
CEIC database
Persentase manufaktur
PDRB
menurut
terhadap
total
sektor PDRB
sektoral untuk 26 provinsi.
Persentase
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
58
Variabel
Sumber Data
Deskripsi
Independen Sektor 3
CEIC database
(SEK3)
Persentase PDRB menurut sektor jasa terhadap total PDRB sektoral untuk 26 provinsi.
Unit: Persentase Usia 20-24
BPS
(USIA2024)
Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur,
Unit:
dengan umur 20-24 terhadap total
Persentase
angkatan kerja menurut provinsi untuk 26 provinsi.
Usia 30-34
BPS
(USIA3034)
Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur,
Unit:
dengan umur 30-34 terhadap total
Persentase
angkatan kerja menurut usia untuk 26 provinsi.
Usia 40-44 (USIA4044) Unit: Persentase
BPS
Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi dan golongan umur, dengan umur 40-44 terhadap total angkatan kerja menurut usia untuk 26 provinsi.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
59
Variabel
Sumber Data
Deskripsi
Dependen Tingkat
BPS, CEIC
Data tingkat pengangguran terbuka
Pengangguran
dalam persentase (%) terhadap angkatan
Terbuka (TPT)
kerja.
Unit: Persentase
Variabel
Sumber Data
Deskripsi
Rata-rata Upah
Keadaan Pekerja di
Data rata-rata upah bersih (RUB)
Bersih (RUB)
Indonesia, BPS
nominal pada 26 provinsi digunakan untuk menghitung rata-rata upah bruto
Unit: Rupiah
atau rata-rata upah kotor (RUK) yang diperlukan untuk mendapatkan tarif pajak marjinal (MTR). Data RUB berdasarkan provinsi tahun 2000-2001 tidak tersedia. Oleh karena itu, tahun penelitian pada skripsi ini adalah 2003 hingga 2009.
4.5
Pemilihan Model dalam Panel OLS
4.5.1
Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang biasa diterapkan dalam data berbentuk pool. Seperti pada persamaan berikut ini: Yit =
+ Xit +
it
untuk i = 1, 2,….., N dan t = 1,2,….., T
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
60
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, proses estimasi dapat dilakukan secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Hal yang sama juga berlaku, jika menggunakan deret waktu sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter dan
yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang
lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 4.5.2 Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah asumsi intersep dan kemiringan dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar provinsi maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect). 4.5.3
Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Penambahan variabel boneka (dummy variabel) dapat mengurangi
banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk itu, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar provinsi maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Oleh sebab itu, model efek acak sering juga disebut sebagai model komponen error (error component model).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
61
4.5.4
Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) atau Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Untuk menentukan menggunakan pendekatan kuadrat terkecil atau
pendekatan efek tetap digunakan chow test. Jika nilai probabilita F hasil output efek tetap (Fixed Effect) lebih kecil dari alfa, maka tolak H0. Dimana H0 adalah PLS dan H1 adalah FE. 4.5.5
Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) atau Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Lagrangian
multiplier
test
digunakan
untuk
menentukan
dalam
menggunakan PLS atau RE. Jika nilai probabilita F hasil lagrangian multiplier test lebih kecil dari alfa, maka tolak H0. Dimana H0 adalah random effect dan H1 adalah FE. 4.5.6
Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) atau Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Untuk mengetahui apakah menggunakan Efek Tetap (Fixed Effect) atau
Pendekatan Efek Acak (Random Effect) digunakan uji hausman. Pada penelitian ini nilai hasil uji hausman nilai probabilitas lebih besar dari chi-square adalah lebih kecil dari alfa maka tolak H0 dan tidak menolak H1, yaitu memilih efek tetap (fixed effect). 4.6
Pengujian Statistik Tujuan dari metode OLS (Ordinary Least Square) adalah untuk mencari
garis duga yang paling representatif mewakili pola data. Dalam penggunaan metode OLS terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi, diantaranya adalah homoskedastis, non-otokorelasi, dan tidak terdapat multikolinieritas. Cara pengujian asumsi OLS homoskedastis, non-otokorelasi, dan tidak terdapat multikolinieritas selengkapnya dijelaskan untuk memberikan panduan dalam menguji model panel yang digunakan.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
62
Multikolinieritas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau nyata diantara beberapa atau seluruh variabel penjelas atau variabel independen. Jika terjadi perfect multicollinearity tidak bisa ditentukan, begitu pun jika terjadi imperfect multicollonearity. Jika terjadi high multicollinearity bisa ditentukan, namun memiliki beberapa konsekuensi. Konsekuensi tersebut diantaranya adalah estimator tetap BLUE, namun memiliki varians yang sangat besar yang menyebabkan estimasi koefisien menjadi tidak akurat. Kaitannya dengan pengujian hipotesis maka akan cenderung menerima H0, meskipun t-hitung atau trasio tidak signifikan namun R2 mungkin saja sangat tinggi. Kemudian, estimator dan varians akan sangat sensitif terhadap perubahan data. Untuk itu, deteksi multikolinearitas diperlukan agar dapat mengetahui apakah model diduga terdeteksi atau tidak. Deteksi multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara melihat apakah R2 tinggi tapi sedikit t-rasio yang signifikan dan apakah korelasi pair-wise tinggi sebesar 80% atau lebih. Otokorelasi adalah hubungan antar suatu series observasi dalam urutan waktu maupun ruang. Bisa juga diartikan auto = itself correlation, korelasi dengan dirinya sendiri. Otokorelasi dapat terjadi karena sifat alami data time series, terdapat variabel yang tidak diikutsertakan, fungsi regresi yang salah, dan non stasioner. Otokorelasi akan menyebabkan parameter yang diduga menjadi tidak efisien. Hubungannya dengan asumsi CLRM adalah tidak akan terjadi korelasi antara disturbance (error). Oleh sebab itu, salah satu asumsi yang mendasari CLRM adalah tidak terdapat otokorelasi. Konsekuensi dari terjadinya otokorelasi adalah estimator OLS meskipun linear, unbiased dan (asymptotically) terdistribusi normal namun tidak lagi BLUE. Hal tersebut dapat terjadi karena estimators tidak lagi memiliki varians yang minimum (atau tidak lagi efisien). Selanjutnya uji F dan t tidak lagi valid karena terdapat kecendrungan untuk selalu menerima H0. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya pelanggaran asumsi otokorelasi dilakukan deteksi otokorelasi. Pada analisis regresi, heteroskedastisitas berarti situasi dimana keragaman variabel independen bervariasi pada data yang kita miliki. Salah satu asumsi kunci
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
63
pada metode regresi biasa adalah bahwa error memiliki keragaman yang sama pada tiap-tiap sampelnya. Asumsi inilah yang disebut homoskedastisitas. Jika keragaman residual atau error tidak bersifat konstan, data dapat dikatakan bersifat heteroskedastisitas. Karena pada metode regresi OLS mengasumsikan keragaman error yang konstan, heteroskedastisitas menyebabkan estimasi OLS menjadi tidak efisien. Model yang memperhitungkan perubahan keragaman dapat membuat penggunaan dan estimasi data menjadi lebih efisien.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan panel data berdasarkan 26 provinsi untuk tahun 2003-2009. Data panel atau panel data atau Pooled Data adalah gabungan dari data time series (antar waktu) dan data cross section (antar individu/ruang). Untuk menggambarkan panel data atau data panel atau Pooled Data secara singkat, misalkan pada data cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Dalam panel data atau data panel atau pooled data, unit cross section yang sama disurvei dalam beberapa waktu (Gujarati, 2003). 5.1
Pemilihan Model dalam Panel OLS
Tabel 5.1 Chow Test Chow Test
Hasil
Nilai Probabilita F
Prob > F = 0.0000
Keputusan
Fixed Effect
Sumber: Pengolahan output Stata
Untuk menentukan apakah akan memilih model Pooled Least Square atau Fixed Effect digunakan chow test. Tolak H0 jika probabilita F lebih kecil dari , yaitu lebih kecil dari 0,05, dimana H0 adalah model Pooled Least Square dan H1 adalah model Fixed Effect. Berdasarkan Tabel 5.1 di atas hasil chow test untuk model memiliki nilai probabilita F lebih kecil dari
. Sehingga model yang
digunakan menolak H0 dan tidak menolak H1, yaitu model Fixed Effect.
64
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
65
Tabel 5.2 Lagrangian Multiplier Test Lagrangian Multiplier Test
Hasil
Nilai Probabilita F
Prob > chi2 = 0.0000
Keputusan
Random Effect
Sumber: Pengolahan output Stata
Selanjutnya, untuk menentukan apakah akan memilih model Pooled Least Square atau Random Effect digunakan lagrangian multiplier test. Tolak H0 jika probabilita F lebih kecil dari , yaitu lebih kecil dari 0,05, dimana H0 adalah model Pooled Least Square dan H1 adalah model Random Effect. Berdasarkan Tabel 5.2 di atas hasil lagrangian multiplier test untuk model yang digunakan memiliki nilai probabilita F lebih kecil dari . Sehingga model menolak H0 dan tidak menolak H1, yaitu model Random Effect.
Tabel 5.3 Hausman Hausman
Hasil
Nilai Probabilita chi2
Prob>chi2 = 0.0116
Keputusan
Fixed Effect
Sumber: Pengolahan output Stata
Pada akhirnya, untuk menentukan apakah akan memilih model Random Effect atau Fixed Effect digunakan uji hausman. Tolak H0 jika probabilita chisquare lebih kecil dari , yaitu lebih kecil dari 0,05, dimana H0 adalah model Random Effect dan H1 adalah model Fixed Effect. Berdasarkan Tabel 5.3 di atas hasil uji hausman untuk model memiliki nilai probabilita chi-square lebih kecil dari . Sehingga model menolak H0 dan tidak menolak H1, yaitu menggunakan model Fixed Effect.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
66
5.2
Uji Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) Asumsi Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) meliputi tidak ada
multikolinieritas, homoskedastis, dan tidak terdapat otokorelasi. Multikolinieritas ada jika terdapat hubungan diantara variabel dependen yang sama dengan atau lebih besar dari 80%. Pada model terdapat multikolinieritas antara variabel SEK3 dan SEK1 dengan kolinearitas sebesar 83,69%. Pada model juga terdapat otokorelasi. Sehingga, dalam melakukan estimasi model yang digunakan adalah fixed effect robust. Dimana pada model fixed effect robust permasalahan otokorelasi dan heteroskedastis dapat teratasi.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
67
5.3
Analisis Hasil Estimasi
Tabel 5.4 Hasil Estimasi Model Variabel Independen
Hasil Estimasi Model
TPT Variabel Dependen mtr
0,0395641* (.0205042) 0,065 -4,279369*** (.6177778) 0,000 -0,0935606 (.2133027) 0,665 0,253861** (.1076686) 0,027 0,1118757** (.0539104) 0,048 -0,3675065*** (.1042039) 0,002 -0,101853 (.1037721) 0,336 0,0861987 (.0550676) 0,130 0,0104715 (.0923497) 0,911 -0,2393919** (.099196) 0,023
lnump
lnpdrbkap
pend
sek1
sek2
sek3
usia2024
usia3034
usia4044
konstan R2 F-probabilita N
70,24867 0,3990 0,0000 181
***Signifikan pada
= 1%, **Signifikan pada
= 5%, dan * Signifikan pada
= 10%
Sumber: Pengolahan output Stata
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
68
Melalui penggunaan robust permasalahan dalam estimasi asumsi OLS seperti autokorelasi dapat teratasi. Berdasarkan hasil estimasi fixed effect robust model mampu menjelaskan variabel dependen tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 39,90%. Pada uji individu menggunakan t-probabilita suatu variabel dikatakan signifikan jika nilai P > | t | lebih kecil dari tingkat confidence interval 99%, 95%, dan
( = 0,01) pada
( = 0,05) pada tingkat confidence interval
( = 0,10) pada tingkat confidence interval 80%. Uji individu atau uji
t-statistik pada model menunjukkan terdapat enam variabel independen yang signifikan. Variabel-variabel independen tersebut adalah tarif pajak marjinal (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), pendidikan (PEND), PDRB sektor pertanian (SEK1), PDRB sektor manufaktur (SEK2), dan angkatan kerja usia 4044 (usia 4044). Tarif pajak marjinal (MTR) berpengaruh positif dan signifikan pada
( =
0,10) dan tingkat confidence interval 90% terhadap tingkat pengangguran terbuka. Sehingga, ketika tarif pajak marjinal (MTR) naik 1%, tingkat pengangguran terbuka akan meningkat sebesar 0,039%. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang diperoleh dari literatur Pissarides (1998), bahwa secara umum pemotongan pajak memiliki efek kerja yang lebih kecil dalam model kompetitif dan yang lebih besar dalam model upah efisiensi (baik yang menyiratkan bahwa struktur perpajakan tidak relevan). Jadi, ketika pemerintah meningkatkan tarif pajak penawaran tenaga kerja akan turun diikuti dengan turunnya permintaan tenaga kerja akibatnya jumlah tenaga kerja pada pasar tenaga kerja akan berkurang. Sehingga, tarif pajak marjinal berhubungan positif terhadap tingkat pengangguran. Hasil estimasi menunjukkan bahwa upah minimum provinsi signifikan pada
( = 0,01) dan tingkat confidence interval 99% serta berpengaruh negatif
terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hasil yang berlawanan dengan teori upah minimum pada keseimbangan pasar tenaga kerja kompetitif ini disebabkan oleh permasalahan tingkat kepatuhan di Indonesia (Pratomo, 2011). Dalam pasar tenaga kerja kompetitif, tingkat kepatuhan terhadap kebijakan diasumsikan sempurna. Sedangkan, pada prakteknya pengusaha dapat mendiskusikan rencana pelaksanaan upah minimum dengan serikat pekerja. Pihak perusahaan
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
69
menjelaskan bahwa jika upah minimum diterapkan biaya yang dihadapi perusahaan semakin tinggi dan pada akhirnya dapat berakibat terjadinya pengurangan tenaga kerja. Sehingga, upah yang digunakan adalah upah hasil tawar-menawar dengan serikat pekerja. Pada kondisi lain, upah minimum provinsi yang memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka dimana saat upah minimum provinsi naik sebesar 1%, tingkat pengangguran terbuka akan meningkat sebesar 4,279% dapat mengindikasikan meningkatnya pekerja informal. Peningkatan upah minimum provinsi akan meningkatkan jumlah pekerja informal, sehingga tingkat pengangguran terbuka akan turun. Pendidikan (PEND) memiliki hubungan positif dan signifikan dalam mempengaruhi tingkat pengagguran terbuka pada
(
= 0,05) dan tingkat
confidence interval 95%. Pendidikan (PEND) berhubungan positif dengan tingkat pengangguran. Pendidikan yang digunakan adalah data jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan merupakan total D I, D II, D III, dan universitas. Sehingga saat pendidikan naik 1% tingkat pengangguran terbuka akan naik sebesar 25,38%. Berdasarkan data BPS persentase pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan sepanjang tahun 2004-2010 untuk katagori tidak atau belum pernah sekolah atau belum tamat SD, SD, dan SLTP mengalami penurunan pada tahun 2008-2010. Sementara itu, persentase pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan sepanjang tahun 2004-2010 untuk katagori SMTA, diploma I/II/III/akademi, dan universitas mengalami peningkatan pada tahun 2008-2010. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan lulusan pendidikan untuk katagori SMTA, diploma I/II/III/akademi, dan universitas. Ketika jumlah penduduk yang berpendidikan tinggi meningkat, pengangguran terbuka justru akan meningkat karena telah terjadi ekspansi pendidikan tinggi. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa peningkatan pendidikan tinggi berhubungan positif terhadap tingkat pengangguran terbuka (Suryadarma, Suryahadi, Sumarto, 2005). Produk domestik regional bruto (PDRB) pada sektor pertanian (SEK1) signifikan dan positif terhadap tingkat pengangguran terbuka. PDRB sektor
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
70
pertanian signifikan dan memiliki arah hubungan positif pada model dengan tingkat signifikansi 95%. Ketika produk domestik regional bruto pada sektor pertanian meningkat sebesar 1%, tingkat pengangguran terbuka akan naik sebesar 11,18%. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, dimana PDRB sektor pertanian memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka. PDRB sektor pertanian yang berhubungan positif dengan tingkat pengangguran terbuka provinsi di Indonesia disebabkan oleh PDRB sektor pertanian signifikan dalam pertumbuhan tenaga kerja di perdesaan, namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan tenaga kerja di perkotaan (Suryadarma, Suryahadi, Sumarto, 2007). Dimana berdasarkan jumlah dan persentase desa menurut provinsi, provinsi yang memiliki persentase desa paling rendah adalah Provinsi DKI Jakarta, Bali, DI. Yogyakarta, dan Sumatera Barat (Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, BPS). Sementara itu, provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka paling rendah sepanjang tahun 2003 hingga 2009 adalah Provinsi Bali. Selanjutnya, total penduduk usia 15 tahun ke atas yang berkerja menurut provinsi terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Produk domestik regional bruto per kapita (lnpdrbkap) tidak signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor lain yang lebih mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka provinsi di Indonesia. Produk domestik regional bruto (PDRB) pada sektor manufaktur (SEK2) signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka. PDRB sektor manufaktur signifikan dan memiliki arah hubungan negatif dengan tingkat signifikansi 99%. Ketika produk domestik regional bruto pada sektor manufaktur meningkat sebesar 1%, tingkat pengangguran terbuka akan turun sebesar 36,75%. Sebab berdasarkan tren PDRB sektor manufaktur tahun 2003-2009 yang meningkat, pada rentang tahun yang sama pekerja disektor manufaktur juga mengalami peningkatan. Selanjutnya, deskripsi tren tingkat pengangguran terbuka provinsi di Indonesia juga menunjukkan tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan. Arah signifikansi dari hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis bahwa
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
71
PDRB sektor manufaktur memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat pengangguran terbuka provinsi di Indonesia (Suryadarma, Suryahadi, Sumarto, 2007).
Variabel yang menjelaskan karakteristik pengangguran dari sisi demografi, yaitu usia 40-44 memiliki arah hubungan yang negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka pada
( = 0,05) dan tingkat confidence interval
95%. Ketika persentase angkatan kerja usia 40-44 meningkat sebesar 1%, tingkat pengangguran terbuka turun sebesar 23,93%. Angkatan kerja usia 40-44 memiliki hubungan positif karena pada usia 40-44 penduduk telah berada pada posisi kerjanya dan merupakan usia dimana seseorang mencapai puncak karir. Sehingga, apabila jumlah penduduk usia 40-44 yang termasuk angkatan kerja menurun berarti telah terjadi pemutusan hubungan kerja atau merupakan sinyal berkurangnya tenaga kerja pada angkatan kerja. 5.4
Analisis Intersep Terdapat perbedaan rata-rata nilai intersep antar provinsi yang ditunjang
dengan nilai F probailita 0,000 (0,000 < 0.05) yang signifikan dengan tingkat keyakinan 95%, beda nilai intersep ditunjukkan pada Tabel 5.5. Nilai rata-rata tingkat pengangguran terbuka dari Provinsi NAD dapat dilihat melalui besaran _cons = 73,378, yaitu ada rata-rata 73,378 tingkat pengangguran terbuka. Sedangkan besaran nilai rata-rata untuk Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar _cons + _I2 = 73,378 + 2,7434 = 76, 121, sehingga nilai rata-rata intersep tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Utara adalah 76,121. Selanjutnya dengan cara yang sama diperoleh nilai rata-rata intersep Provinsi Lampung, yaitu sebesar 66,340. Kemudian nilai rata-rata intersep Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 77,355. Begitu juga untuk mengetahui nilai rata-rata intersep provinsi berikutnya hingga Provinsi Papua dengan nilai rata-rata intersep sebesar 66,013. Probabilita z pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa provinsi secara rata-rata berbeda sigifikan atau tidak terhadap tingkat pengangguran terbuka, dikatakan signifikan jika nilai probabilita z kurang dari alpha ( Probabilita z < 0,05).
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
72
Tabel 5.5 Analisis Intersep Provinsi NAD
Koefisien
Probabilita z
_cons
73.37824
0.000
Sumatera Utara
2
2.743371
0.005
Sumatera Barat
3
-1.582817
0.019
Riau
4
-1.745646
0.109
Jambi
5
-6.321235
0.000
Sumatera Selatan
6
-1.224797
0.140
Bengkulu
7
-11.08993
0.000
Lampung
8
-7.037434
0.000
DKI Jakarta
9
3.977453
0.019
Jawa Barat
10
12.32211
0.000
Jawa Tengah
11
2.382346
0.094
DI. Yogyakarta
12
-6.288187
0.000
Jawa Timur
13
.0329516
0.977
Bali
14
-9.076295
0.000
Kalimantan Barat
15
-2.869524
0.000
Kalimantan Tengah
16
-8.799289
0.000
Kalimantan Selatan
17
-4.659911
0.000
Kalimantan Timur
18
8.305133
0.000
Sulawesi Utara
19
-.1939563
0.820
Sulawesi Tengah
20
-9.560199
0.000
Sulawesi selatan
21
-.189148
0.830
Sulawesi Tenggara
22
-7.028844
0.000
NTB
23
-8.678003
0.000
NTT
24
-13.05281
0.000
Maluku
25
-3.353896
0.004
Papua
26
-7.364975
0.000
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor
yang menentukan tingkat pengangguran terbuka pada tingkat provinsi di Indonesia, khususnya pengaruh tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dijelaskan melalui karakteristik pengangguran terbuka, yaitu persentase jumlah angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D I, D II, D III, dan universitas. Selain itu, usia angkatan kerja juga digunakan untuk menjelaskan tingkat pengangguran terbuka pada skala provinsi. Sementara itu, tarif pajak marjinal digunakan untuk melihat pengaruh PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Kemudian, produk domestik regional bruto dan upah minimum provinsi digunakan untuk menjelaskan variasi pengangguran terbuka pada tingkat provinsi. Penulis menggunakan metode OLS untuk mengetahui hasil estimasi dari pengaruh faktor-faktor yang menentukan tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat pengangguran terbuka, khususnya tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi pada skala provinsi. Dengan menggunakan data panel 26 provinsi pada tahun 2003 hingga 2009 hasil estimasi menunjukkan bahwa tarif pajak marjinal (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), pendidikan (PEND), PDRB sektor pertanian (SEK1), PDRB sektor manufaktur (SEK2), dan angkatan kerja usia 40-44 (usia 4044) signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Tarif pajak penghasilan berpengaruh positif dan signifikan pada
( =
0,10) dan tingkat confidence interval 90% terhadap tingkat pengangguran terbuka. Peningkatan tarif pajak sebesar 1% akan meningkatkan pengangguran terbuka sebesar 0,0395%. Upah minimum provinsi memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada
( = 0,01) dan tingkat confidence interval 99% terhadap tingkat
pengangguran terbuka. Selanjutnya, jumlah angkatan kerja yang memiliki pendidikan D I, D II, D III, dan universitas juga berpengaruh positif dan
73
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
signifikan terhadap tingkat pengangguran. Peningkatan pendidikan sebesar 1% akan meningkatkan pengangguran terbuka sebesar 25,38%. Kemudian, PDRB sektor pertanian (SEK1) signifikan mempengaruhi pengangguran terbuka dan memiliki pengaruh yang positif. Meningkatnya PDRB sektor pertanian sebesar 1% akan meningkatkan pengangguran terbuka sebesar 11,18%. Sedangkan,PDRB sektor manufaktur (SEK2) signifikan pada
( = 0,01) dan tingkat confidence
interval 99% mempengaruhi pengangguran terbuka dan memiliki pengaruh yang negatif. Berkurangnya PDRB sektor manufaktur sebesar 1% akan meningkatkan pengangguran terbuka sebesar 36,75%. Angkatan kerja usia 40-44 berpengaruh negatif dan signifikan pada alpha ( = 0,05) dan tingkat confidence interval 95% terhadap tingkat pengangguran terbuka. Tarif pajak marjinal akan menurunkan permintaan tenaga kerja, sehingga pada keseimbangan pasar tenaga kerja yang baru terdapat sejumlah pengangguran yang meningkat. Sementara itu, penetapan upah minimum provinsi akan menurunkan tingkat pengangguran terbuka, yang berbeda dengan kondisi upah minimum yang dihadapi pada pasar tenaga kerja kompetitif. Hubungan yang negatif ini disebabkan oleh tingkat kepatuhan yang belum sempurna dan indikasi terdapat peningkatan pekerja informal. Sehingga, arah pengaruh hubungan upah minimum provinsi terhadap tingkat pengangguran terbuka tidak dapat didefinisikan secara langsung bahwa untuk mengurangi tingkat pengangguran, upah minimum provinsi ditetapkan setinggi mungkin. Variabel independen selanjutnya yang signifikan mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka adalah PDRB sektor pertanian memiliki arah hubungan yang positif terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hal ini disebabkan oleh PDRB sektor pertanian signifikan terhadap pertumbuhan pekerja di perdesaan namun tidak di perkotaan, sedangkan sebagian besar penduduk dan pekerja berada di perkotaan. Kemudian, PDRB sektor manufaktur memiliki pengaruh hubungan positif dengan tingkat pengangguran terbuka. Meningkatnya PDRB sektor manufaktur menyebabkan pekerja pada sektor manufaktur meningkat pada 2003-2009. Sehingga, peningkatan PDRB sektor manufaktur akan menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Variabel independen terakhir yang signifikan mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang termasuk
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
angkatan kerja dengan kriteria usia 40-44. Penduduk pada rentang usia ini sudah memiliki pekerjaan. Sehingga apabila persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja usia 40-44 meningkat, tingkat pengangguran terbuka akan turun. Untuk itu, struktur demografi seperti usia dalam menganalisis pengangguran tingkat provinsi perlu untuk dilakukan.
6.2
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang penulis alami dalam penulisan skripsi ini antara lain
sebagai berikut. •
Untuk melihat pengaruh tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi terhadap tingkat pengangguran akan lebih memberikan hasil yang representatif bila dilakukan pada skala nasional. Namun, karena keterbatasan data penulis menganalisis berdasarkan skala provinsi.
•
Perubahan tarif pajak akan lebih dapat dilihat pengaruhnya jika tahun penelitian diteliti dari tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003. Dimana pada tahun 2000 terjadi perubahan undang-undang PPh Pasal 21 orang pribadi yang mulai berlaku pada 2001.
•
Karena keterbatasan akses data penerimaan PPh Pasal 21 orang pribadi berdasarkan provinsi, penelitian ini tidak menggunakan tarif pajak efektif sebagai
analisis
(Average
Tax
Rate)
untuk
memperbandingkan
pengaruhnya dengan tarif pajak marjinal.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
6.3
Saran Terdapat
enam
variabel
yang
signifikan
mempengaruhi
tingkat
pengangguran terbuka, yaitu tarif pajak marjinal (MTR), upah minimum provinsi (lnUMP), pendidikan (PEND), PDRB sektor pertanian (SEK1), PDRB sektor manufaktur (SEK2), dan angkatan kerja usia 40-44 (usia 4044). Maka saran yang dapat penulis berikan diantaranya adalah sebagai berikut. •
Tarif pajak marjinal yang berhubungan positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka menunjukkan bahwa tarif pajak penghasilan orang pribadi dapat dijadikan instrumen untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka oleh pembuat kebijakan.
•
Penetapan
upah
minimum
provinsi
dapat
mengurangi
tingkat
pengangguran terbuka. Untuk itu, pembuat kebijakan dapat menggunakan kebijakan upah minimum provinsi sebagai suatu instrumen dalam mengurangi tingkat pengangguran terbuka. •
Angkatan kerja dengan lulusan pendidikan D I, D II, D III, dan universitas menunjukkan cepatnya ekspansi pendidikan dan terdapat transisi dari waktu belajar ke waktu berkerja penuh, utamanya pada angkatan kerja usia 20-24. Sehingga dibutuhkan kesempatan kerja yang cukup untuk mengatasi tingkat pengangguran berpendidikan ini.
•
Produk domestik regional bruto pada sektor pertanian berhubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka. Diperlukan peran dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan seperti pemerintah daerah untuk menjawab apakah sektor pertanian pada daerahnya diproduksi di daerahnya atau tidak.
•
Produk domestik regional bruto pada sektor manufaktur memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Hal ini digambarkan dengan tren data peningkatan PDRB sektor manufaktur pada 2003-2009, dimana pada saat yang sama pekerja pada sektor manufaktur juga mengalami peningkatan. Sehingga PDRB sektor
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
manufaktur patut diperhatikan dalam membuat kebijakan yang ditujukkan untuk mengurangi tingkat penganguran terbuka provinsi di Indonesia. •
Persentase angkatan kerja usia 40-44 dapat menjadi sinyal bagi pembuat kebijakan mengenai jumlah tingkat pengangguran terbuka. Berdasarkan kesimpulan dan saran, rekomendasi yang penulis berikan
untuk penelitian selanjutnya, diantaranya adalah seperti di bawah ini. •
Penelitian pada skala nasional secara mikro, seperti meneliti pengaruh pajak terhadap tingkat pengangguran pada skala nasional ditingkat rumah tangga dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis pengaruh yang lebih sempurna bagi penelitian selanjutnya.
•
Penggunaan jenis pajak lainnya seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dapat mendefinisikan pengaruh pajak terhadap tingkat penganguran secara lebih baik.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Bingley, Paul, Gauthier Lanot. “The incidence of income tax on wages and labour supply,” Journal of Public Economics 83 (2002): 173-194. Blomquist, S., Selin, H. “Hourly wage rate and taxable labor income responsiveness to changes in marginal tax rates,” Journal of Public Economics. (2010) 1-12. Bohringer, Christoph, Stefan Boeters, dan Michael Feil. “Taxation and unemployment: an applied general equilibrium approach,” Economic Modelling 22 (2005): 81-108. Borjas, George J. 2008. Labor Economics. McGraw-Hill: United States. Byrne, David dan Eric Strobl. “Defining Unemployment in Developing Countries: evidence from Trinidad and Tobago,” Journal of Development Economics 73 (2004): 465-476. Cooper, A. G. B, “Negative Income Tax and Unemployment.” The Journal of the Operational Research Society 34 (September 1983): 875-884. Cruces, Guillermo, Sebastian Galiani, dan Susana Kidyba. “Payroll taxes, wages and employment: Identification through policy changes,” Labour Economics 17 (2010): 743-749. Dhanani, Shafiq. “Unemployment and Underemployment in Indonesia, 19762000: Paradoxes and Issues,” International Labour Organization (2004): 1-41. Dye, Richard F. “Payroll Tax Effect on Wage Growth,”Eastern Economic Journal 11 (April-Juni, 1985): 89-100. Ehrenberg, Ronald G. Modern Labor Economics. (7th ed.). Addison Weasley Longman: United States of America.
78
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
79
Gujarati, Damodar N. 2003. Gujarati Basic Econometrics (4th ed.). McGraw-Hill: United States. Gruber, Jon dan Emmanuel Saez. “The Elasticity of Taxable Income: Evidence and Implications,” Journal of Public Economics 84 (2002): 1-32. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2003. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2004. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2005. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2006. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2007. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Keadaan Pekerja di Indoneasia Februari 2009. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Kupets, Olga. “Determinants of Unemployment Duration in Ukraine,” Journal of Comparative Economics 34 (2006): 228-247. MaCurdy, Thomas. “Work Disincentive Effects of Taxes: A Reexamination of Some Evidence,” The American Economic Review 82 (Mei, 1992): 243249. Mankiw, N. Gregory. 2007. Principles of Economics. (4th ed.). Thomson: USA. Musgrave, R. A. 1989. Theory of Public Finance. Mc Graw Hill-Kogakusha: Tokyo.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
80
Pissarides, Christoper A., “The impact of employment tax cuts on unemployment and wages; The role of unemployment benefits and tax structure.” European Economic Review 42 (1998): 155-183. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2010. Badan Pusat Statistik: Jakarta, Indonesia. Pratomo, Devanto, “The Effect of Changes in Minimum Wage.” International Research Journal of Finance and Economics 62 (2011):1-13. Purwanti, Evi Yulia. “Disinsentif Berkerja Karena Pajak Penghasilan,” Dinamika Pembangunan: 1 No.2 (Desember, 2004): 81-94. Rochjadi, Achmad dan Jane H. Leuthold. “The Effect of Taxation on Labor Supply in a Developing Country: Evidence from Cross-Sectional Data,”Economic Development and Cultural Change 42 (Januari, 1994): 333-350. Rosen, Harvey S. 2005. Public Finance. (7th ed.). Mc Graw Hill: United States. Sicat, Gerardo P, dan Arvind Virmani. “Personal Income Taxes in Developing Countries,” The World Bank Economic Review 2, No. 1 (Januari 1988): 123-138. Stiglitz, Joseph E. 1999. Economics of the public sector. (3rd ed.). Norton and company: New York. Suryadarma, Daniel, Asep Suryahadi, dan Sudarno Sumarto. “Reducing Unemployment in Indonesia: Results from a Growth-Employment Elasticity Model,” SMERU Working Paper, (Januari 2007): 1-33. Suryadarma, Daniel, Asep Suryahadi, dan Sudarno Sumarto. “The Measurement and Trends of Unemployment in Indonesia: The Issues of Discouraged Workers,” SMERU Working Paper, (Juli 2005): 1-28. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
81
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 tentang Pajak Penghasilan. Waluyo, Didik Budi. 2010. Memahami Undang Undang dan Peraturan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pasal 21. DBW Tax Center/PT Warta Mitra Mandiri: Jakarta. Zavodny, Madeline. “The Effect of The Minimum Wage on Employment and Hours,” Labour Economics 7 (2000): 729-750.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
Lampiran 1: Hasil Estimasi Hasil Estimasi
. xtset provinsi tahun panel variable: time variable: delta:
provinsi (unbalanced) tahun, 2003 to 2009 1 unit
. reg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044
Source |
SS
df
MS
Number of obs =
-------------+------------------------------
F( 10,
181
170) =
6.85
Model |
479.148047
10
47.9148047
Prob > F
=
0.0000
Residual |
1189.13983
170
6.99494015
R-squared
=
0.2872
Adj R-squared =
0.2453
Root MSE
2.6448
-------------+-----------------------------Total |
1668.28787
180
9.26826596
=
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0634194
.0417684
1.52
0.131
-.0190322
.145871
lnump |
-.5725149
.8997753
-0.64
0.525
-2.348686
1.203657
lnpdrbkap |
-1.228701
.4696542
-2.62
0.010
-2.155807
-.3015961
pend |
.3313788
.1104306
3.00
0.003
.1133869
.5493706
sek1 |
-.0315775
.0249988
-1.26
0.208
-.0809254
.0177705
sek2 |
.1280289
.0242624
5.28
0.000
.0801344
.1759233
sek3 |
.0155757
.061525
0.25
0.800
-.1058757
.1370271
usia2024 |
.2520386
.103791
2.43
0.016
.0471533
.4569238
usia3034 |
.3116817
.150051
2.08
0.039
.0154785
.6078848
usia4044 |
-.0953895
.1859836
-0.51
0.609
-.4625242
.2717452
_cons |
26.03104
11.04909
2.36
0.020
4.219959
47.84212
------------------------------------------------------------------------------
82
Universitas Indonesia
Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
83
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan) . xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,fe
Fixed-effects (within) regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3990
Obs per group: min =
6
between = 0.2310
avg =
7.0
overall = 0.1287
max =
7
F(10,145)
=
9.63
Prob > F
=
0.0000
within
corr(u_i, Xb)
= -0.8950
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0207727
1.90
0.059
-.0014923
.0806205
lnump |
-4.279369
.6520756
-6.56
0.000
-5.56817
-2.990568
lnpdrbkap |
-.0935606
.4416964
-0.21
0.833
-.9665556
.7794344
pend |
.253861
.1116975
2.27
0.025
.0330954
.4746266
sek1 |
.1118757
.0531606
2.10
0.037
.006806
.2169455
sek2 |
-.3675065
.0885798
-4.15
0.000
-.542581
-.192432
sek3 |
-.101853
.1243385
-0.82
0.414
-.347603
.143897
usia2024 |
.0861987
.05966
1.44
0.151
-.0317169
.2041143
usia3034 |
.0104715
.080775
0.13
0.897
-.1491771
.1701201
usia4044 |
-.2393919
.1074566
-2.23
0.027
-.4517756
-.0270082
_cons |
70.24867
8.615105
8.15
0.000
53.22126
87.27608
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
6.007889
sigma_e |
1.1929826
rho |
.96206594
(fraction of variance due to u_i)
-----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0:
F(25, 145) =
27.62
Prob > F = 0.0000
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
84
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,re
Random-effects GLS regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3109
Obs per group: min =
6
between = 0.0744
avg =
7.0
overall = 0.1120
max =
7
within
Random effects u_i ~ Gaussian
Wald chi2(10)
=
64.37
corr(u_i, X)
Prob > chi2
=
0.0000
= 0 (assumed)
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0494068
.0225177
2.19
0.028
.0052729
.0935406
lnump |
-3.875743
.6161297
-6.29
0.000
-5.083335
-2.668151
lnpdrbkap |
-.0387294
.41882
-0.09
0.926
-.8596014
.7821427
pend |
.3064526
.1074612
2.85
0.004
.0958325
.5170727
sek1 |
.0030194
.0351128
0.09
0.931
-.0658005
.0718393
sek2 |
.0269484
.0407278
0.66
0.508
-.0528766
.1067734
sek3 |
-.0030897
.086632
-0.04
0.972
-.1728853
.166706
usia2024 |
.0898989
.0645472
1.39
0.164
-.0366113
.2164092
usia3034 |
.0768873
.0862804
0.89
0.373
-.0922193
.2459938
usia4044 |
-.2432593
.1161459
-2.09
0.036
-.4709011
-.0156174
_cons |
58.58939
8.321979
7.04
0.000
42.27861
74.90017
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
2.0851851
sigma_e |
1.1929826
rho |
.75339506
(fraction of variance due to u_i)
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
85
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan) . **CHOWTEST . **TOLAK H0 DAN TIDAK MENOLAK H1: FE
. **LM TEST . xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,re
Random-effects GLS regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3109
Obs per group: min =
6
between = 0.0744
avg =
7.0
overall = 0.1120
max =
7
within
Random effects u_i ~ Gaussian
Wald chi2(10)
=
64.37
corr(u_i, X)
Prob > chi2
=
0.0000
= 0 (assumed)
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0494068
.0225177
2.19
0.028
.0052729
.0935406
lnump |
-3.875743
.6161297
-6.29
0.000
-5.083335
-2.668151
lnpdrbkap |
-.0387294
.41882
-0.09
0.926
-.8596014
.7821427
pend |
.3064526
.1074612
2.85
0.004
.0958325
.5170727
sek1 |
.0030194
.0351128
0.09
0.931
-.0658005
.0718393
sek2 |
.0269484
.0407278
0.66
0.508
-.0528766
.1067734
sek3 |
-.0030897
.086632
-0.04
0.972
-.1728853
.166706
usia2024 |
.0898989
.0645472
1.39
0.164
-.0366113
.2164092
usia3034 |
.0768873
.0862804
0.89
0.373
-.0922193
.2459938
usia4044 |
-.2432593
.1161459
-2.09
0.036
-.4709011
-.0156174
_cons |
58.58939
8.321979
7.04
0.000
42.27861
74.90017
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
2.0851851
sigma_e |
1.1929826
rho |
.75339506
(fraction of variance due to u_i)
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
86
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xttest0
Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects
tpt[provinsi,t] = Xb + u[provinsi] + e[provinsi,t]
Estimated results: |
Var
sd = sqrt(Var)
---------+-----------------------------
Test:
tpt |
9.268266
3.044383
e |
1.423208
1.192983
u |
4.347997
2.085185
Var(u) = 0 chi2(1) = Prob > chi2 =
208.86 0.0000
. **MENOLAK H0 DAN TIDAK MENOLAK H1: RE
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
87
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. **HAUSMAN . xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,fe
Fixed-effects (within) regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3990
Obs per group: min =
6
between = 0.2310
avg =
7.0
overall = 0.1287
max =
7
F(10,145)
=
9.63
Prob > F
=
0.0000
within
corr(u_i, Xb)
= -0.8950
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0207727
1.90
0.059
-.0014923
.0806205
lnump |
-4.279369
.6520756
-6.56
0.000
-5.56817
-2.990568
lnpdrbkap |
-.0935606
.4416964
-0.21
0.833
-.9665556
.7794344
pend |
.253861
.1116975
2.27
0.025
.0330954
.4746266
sek1 |
.1118757
.0531606
2.10
0.037
.006806
.2169455
sek2 |
-.3675065
.0885798
-4.15
0.000
-.542581
-.192432
sek3 |
-.101853
.1243385
-0.82
0.414
-.347603
.143897
usia2024 |
.0861987
.05966
1.44
0.151
-.0317169
.2041143
usia3034 |
.0104715
.080775
0.13
0.897
-.1491771
.1701201
usia4044 |
-.2393919
.1074566
-2.23
0.027
-.4517756
-.0270082
_cons |
70.24867
8.615105
8.15
0.000
53.22126
87.27608
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
6.007889
sigma_e |
1.1929826
rho |
.96206594
(fraction of variance due to u_i)
-----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0:
F(25, 145) =
27.62
Prob > F = 0.0000
. estimates store fe
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
88
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,re
Random-effects GLS regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3109
Obs per group: min =
6
between = 0.0744
avg =
7.0
overall = 0.1120
max =
7
within
Random effects u_i ~ Gaussian
Wald chi2(10)
=
64.37
corr(u_i, X)
Prob > chi2
=
0.0000
= 0 (assumed)
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0494068
.0225177
2.19
0.028
.0052729
.0935406
lnump |
-3.875743
.6161297
-6.29
0.000
-5.083335
-2.668151
lnpdrbkap |
-.0387294
.41882
-0.09
0.926
-.8596014
.7821427
pend |
.3064526
.1074612
2.85
0.004
.0958325
.5170727
sek1 |
.0030194
.0351128
0.09
0.931
-.0658005
.0718393
sek2 |
.0269484
.0407278
0.66
0.508
-.0528766
.1067734
sek3 |
-.0030897
.086632
-0.04
0.972
-.1728853
.166706
usia2024 |
.0898989
.0645472
1.39
0.164
-.0366113
.2164092
usia3034 |
.0768873
.0862804
0.89
0.373
-.0922193
.2459938
usia4044 |
-.2432593
.1161459
-2.09
0.036
-.4709011
-.0156174
_cons |
58.58939
8.321979
7.04
0.000
42.27861
74.90017
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
2.0851851
sigma_e |
1.1929826
rho |
.75339506
(fraction of variance due to u_i)
------------------------------------------------------------------------------
. estimates store re
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
89
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. hausman fe re
---- Coefficients ---|
(b)
(B)
|
fe
re
(b-B)
sqrt(diag(V_b-V_B))
Difference
S.E.
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0494068
-.0098426
.
lnump |
-4.279369
-3.875743
-.4036258
.2135108
lnpdrbkap |
-.0935606
-.0387294
-.0548312
.140305
pend |
.253861
.3064526
-.0525916
.03047
sek1 |
.1118757
.0030194
.1088563
.0399141
sek2 |
-.3675065
.0269484
-.3944549
.0786615
sek3 |
-.101853
-.0030897
-.0987633
.0891905
usia2024 |
.0861987
.0898989
-.0037003
.
usia3034 |
.0104715
.0768873
-.0664158
.
usia4044 |
-.2393919
-.2432593
.0038673
.
-----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg
Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic
chi2(10) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) =
22.78
Prob>chi2 =
0.0116
(V_b-V_B is not positive definite)
. **TOLAK H0 DAN TIDAK MENOLAK H1: FE
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
90
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. **UJI BLUE
. **MULTICOLINEARITY
. corr tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044 (obs=181)
| tpt mtr sek3 usia2024 usia3034 usia4044
lnump lnpdrb~p
pend
sek1
sek2
-------------+-------------------------------------------------------------------------------------------------tpt |
1.0000
mtr |
0.0975
1.0000
lnump |
-0.0237
0.1567
1.0000
lnpdrbkap |
0.1805
0.3130
0.3996
1.0000
pend |
0.2908
0.1051
0.3073
0.4320
1.0000
sek1 |
-0.1946
-0.1375
-0.1558
-0.4677
-0.2887
1.0000
sek2 |
0.3718
0.0094
-0.2015
0.3360
0.0888
-0.1203
1.0000
sek3 |
-0.1317
-0.1123
-0.0638
-0.4157
0.0449
0.8369
-0.1678
usia2024 | 0.1067 1.0000
0.1496
0.0589
0.3774
0.1631
0.0036
0.0166
-0.0142
-
usia3034 | 0.2032 0.1947
0.1290 1.0000
0.1573
0.1305
0.4668
0.1924
-0.1475
-0.0705
-
usia4044 | 0.0773 -0.1292
0.0681 0.4109
0.1439 -0.2688 1.0000
0.1119
-0.0866
-0.0596
0.1645
-
1.0000
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
91
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. corr mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044 (obs=181)
| mtr lnump lnpdrb~p usia2024 usia3034 usia4044
pend
sek1
sek2
sek3
-------------+----------------------------------------------------------------------------------------mtr |
1.0000
lnump |
0.1567
1.0000
lnpdrbkap |
0.3130
0.3996
1.0000
pend |
0.1051
0.3073
0.4320
1.0000
sek1 |
-0.1375
-0.1558
-0.4677
-0.2887
1.0000
sek2 |
0.0094
-0.2015
0.3360
0.0888
-0.1203
1.0000
sek3 |
-0.1123
-0.0638
-0.4157
0.0449
0.8369
-0.1678
1.0000
usia2024 | 1.0000
0.0589
0.3774
0.1631
0.0036
0.0166
-0.0142
-0.1067
usia3034 | 0.1947 1.0000
0.1573
0.1305
0.4668
0.1924
-0.1475
-0.0705
-0.2032
usia4044 | 0.1292 0.4109
0.1439 -0.2688 1.0000
0.1119
-0.0866
-0.0596
0.1645
-0.0773
-
. **TERDAPAT MULTICOLINEARITY ANTARA SEK3 DAN SEK1
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
92
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtserial tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044
Wooldridge test for autocorrelation in panel data H0: no first-order autocorrelation F(
1,
25) = Prob > F =
38.827 0.0000
. **TOLAK H0 DAN TIDAK MENOLAK H1: AUTOCORRELATION
. tset
provinsi tahun panel variable: time variable: delta:
provinsi (unbalanced) tahun, 2003 to 2009 1 unit
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
93
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044,fe
Fixed-effects (within) regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3990
Obs per group: min =
6
between = 0.2310
avg =
7.0
overall = 0.1287
max =
7
F(10,145)
=
9.63
Prob > F
=
0.0000
within
corr(u_i, Xb)
= -0.8950
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0207727
1.90
0.059
-.0014923
.0806205
lnump |
-4.279369
.6520756
-6.56
0.000
-5.56817
-2.990568
lnpdrbkap |
-.0935606
.4416964
-0.21
0.833
-.9665556
.7794344
pend |
.253861
.1116975
2.27
0.025
.0330954
.4746266
sek1 |
.1118757
.0531606
2.10
0.037
.006806
.2169455
sek2 |
-.3675065
.0885798
-4.15
0.000
-.542581
-.192432
sek3 |
-.101853
.1243385
-0.82
0.414
-.347603
.143897
usia2024 |
.0861987
.05966
1.44
0.151
-.0317169
.2041143
usia3034 |
.0104715
.080775
0.13
0.897
-.1491771
.1701201
usia4044 |
-.2393919
.1074566
-2.23
0.027
-.4517756
-.0270082
_cons |
70.24867
8.615105
8.15
0.000
53.22126
87.27608
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
6.007889
sigma_e |
1.1929826
rho |
.96206594
(fraction of variance due to u_i)
-----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0:
F(25, 145) =
27.62
Prob > F = 0.0000
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
94
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtgls tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044 i. provinsi
Cross-sectional time-series FGLS regression
Coefficients:
generalized least squares
Panels:
homoskedastic
Correlation:
no autocorrelation
Estimated covariances
=
1
Number of obs
=
181
Estimated autocorrelations =
0
Number of groups
=
26
Obs per group: min =
6
avg =
6.961538
max =
7
Wald chi2(35)
=
1282.23
Prob > chi2
=
0.0000
Estimated coefficients
Log likelihood
=
36
= -268.6969
-----------------------------------------------------------------------------tpt |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0185925
2.13
0.033
.0031235
.0760048
lnump |
-4.279369
.5836368
-7.33
0.000
-5.423276
-3.135462
lnpdrbkap |
-.0935606
.395338
-0.24
0.813
-.8684088
.6812876
pend |
.253861
.0999742
2.54
0.011
.0579151
.4498069
sek1 |
.1118757
.0475811
2.35
0.019
.0186185
.205133
sek2 |
-.3675065
.0792829
-4.64
0.000
-.5228981
-.2121148
sek3 |
-.101853
.1112885
-0.92
0.360
-.3199745
.1162684
usia2024 |
.0861987
.0533984
1.61
0.106
-.0184602
.1908576
usia3034 |
.0104715
.0722973
0.14
0.885
-.1312285
.1521716
usia4044 |
-.2393919
.0961785
-2.49
0.013
-.4278983
-.0508855
2.743371
.9816796
2.79
0.005
.8193142
4.667427
| provinsi | 2
|
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
95
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan
3
|
-1.582817
.67274
-2.35
0.019
-2.901363
-.2642712
4
|
-1.745646
1.090368
-1.60
0.109
-3.882728
.3914373
5
|
-6.321235
1.046353
-6.04
0.000
-8.372049
-4.27042
6
|
-1.224797
.8300568
-1.48
0.140
-2.851679
.4020842
7
|
-11.08993
1.364556
-8.13
0.000
-13.76441
-8.415446
8
|
-7.037434
1.68202
-4.18
0.000
-10.33413
-3.740735
9
|
3.977453
1.68947
2.35
0.019
.6661528
7.288754
10
|
12.32211
2.372001
5.19
0.000
7.67307
16.97114
11
|
2.382346
1.421144
1.68
0.094
-.4030461
5.167737
12
|
-6.288187
1.011537
-6.22
0.000
-8.270763
-4.305611
13
|
.0329516
1.12226
0.03
0.977
-2.166637
2.232541
14
|
-9.076295
.8285948
-10.95
0.000
-10.70031
-7.452279
15
|
-2.869524
.768993
-3.73
0.000
-4.376723
-1.362325
16
|
-8.799289
1.259736
-6.99
0.000
-11.26833
-6.330253
17
|
-4.659911
.9042432
-5.15
0.000
-6.432195
-2.887627
18
|
8.305133
1.926472
4.31
0.000
4.529316
12.08095
19
|
-.1939563
.8504956
-0.23
0.820
-1.860897
1.472984
20
|
-9.560199
1.373348
-6.96
0.000
-12.25191
-6.868486
21
|
-.189148
.8808833
-0.21
0.830
-1.915648
1.537352
22
|
-7.028844
1.151999
-6.10
0.000
-9.28672
-4.770968
23
|
-8.678003
1.271589
-6.82
0.000
-11.17027
-6.185734
24
|
-13.05281
1.520846
-8.58
0.000
-16.03362
-10.07201
25
|
-3.353896
1.163443
-2.88
0.004
-5.634203
-1.073589
26
|
-7.364975
1.386247
-5.31
0.000
-10.08197
-4.647981
73.37824
7.698717
9.53
0.000
58.28903
88.46745
| _cons |
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
96
Lampiran 1: Hasil Estimasi (Lanjutan)
. xtreg tpt mtr lnump lnpdrbkap pend sek1 sek2 sek3 usia2024 usia3034 usia4044, fe ro
Fixed-effects (within) regression
Number of obs
=
181
Group variable: provinsi
Number of groups
=
26
R-sq:
= 0.3990
Obs per group: min =
6
between = 0.2310
avg =
7.0
overall = 0.1287
max =
7
F(10,25)
=
43.85
Prob > F
=
0.0000
within
corr(u_i, Xb)
= -0.8950
(Std. Err. adjusted for 26 clusters in provinsi) -----------------------------------------------------------------------------| tpt |
Robust Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------mtr |
.0395641
.0205042
1.93
0.065
-.0026651
.0817934
lnump |
-4.279369
.6177778
-6.93
0.000
-5.551706
-3.007032
lnpdrbkap |
-.0935606
.2133027
-0.44
0.665
-.5328657
.3457446
pend |
.253861
.1076686
2.36
0.027
.0321134
.4756086
sek1 |
.1118757
.0539104
2.08
0.048
.0008453
.2229062
sek2 |
-.3675065
.1042039
-3.53
0.002
-.5821185
-.1528945
sek3 |
-.101853
.1037721
-0.98
0.336
-.3155756
.1118695
usia2024 |
.0861987
.0550676
1.57
0.130
-.0272152
.1996126
usia3034 |
.0104715
.0923497
0.11
0.911
-.1797263
.2006694
usia4044 |
-.2393919
.099196
-2.41
0.023
-.44369
-.0350939
_cons |
70.24867
8.014388
8.77
0.000
53.74273
86.75461
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u |
6.007889
sigma_e |
1.1929826
rho |
.96206594
(fraction of variance due to u_i)
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
97
Lampiran 2: Data
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
98
Sumber: BPS, Indonesia
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
99
Lampiran 2: Data (Lanjutan)
!"!# $%&' $'(%!)
Sumber: CEIC
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
100
Lampiran 2: Data (Lanjutan)
*
!"!# $'(%!) (+$ &'"!,
SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU
!"
!"
#
!"
!"
!"
#
#
#
#
#
!"
!"
!"
!"
!"
# !" #
!" #
# #
Sumber: Keadaan Pekerja di Indonesia, BPS
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
101
Lampiran 2: Data (Lanjutan)
!$%- !.!/
!$.%,!"
) !0!"
!"!# +$0+,
SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU
Sumber: BPS dan Nota Keuangan RI (telah diolah kembali)
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
102
Lampiran 3: Perhitungan Tarif Pajak Marjinal
Tarif Pajak Marjinal (MTR) PPh Pasal 21 Orang Pribadi
Diperoleh melalui perhitungan gross up rata-rata upah bersih (RUB)
Rata-rata upah bersih
RUB dijadikan per tahun
(RUB) per bulan
(RUB x 12 bulan)
RUB per tahun ditambah dengan PTKP*
Tarif*
Upah setelah
15%
dikali 100/85
10%
dikali 100/90
5%
dikali 100/95
ditambah PTKP*
Upah setelah ditambah PTKP* dikalikan dengan tarif*
Rata-rata upah kotor (RUK)
RUK – PTKP* = PKP x Tarif** = Pajak Terhutang
Tarif Pajak Marjinal = T = (Tn – Tn-1) I (In – In-1)
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
103
Lampiran 3: Perhitungan Tarif Pajak Marjinal (Lanjutan)
Keterangan: •
RUK (Rata-rata Upah Kotor) Rata-rata upah Kotor = (Rata-rata upah bersih per tahun + PTKP) x Tarif* o PTKP*: Asumsi untuk PTKP, pasangan menikah dengan satu orang yang memiliki penghasilan dan memiliki tiga anak. Asumsi ini mengikuti asumsi yang digunakan Sicat dan Virmani (1988), yaitu mengikuti ratarata struktur keluarga di negara berkembang. Sehingga, penghasilan kena pajak (PTKP) dapat diketahui. UU No. 17 Tahun 2000
UU No. 36 Tahun 2008
(berlaku 1 Januari 2001)
(berlaku 1 Januari 2009)
Wajib pajak Wajib
Rp 2.880.000
pajak Rp 1.440.000
yang kawin Isteri
Wajib pajak Wajib
Rp 15.840.000
pajak Rp 1.320.000
yang kawin tidak Tidak mendapat Isteri
berkerja
pengurangan
tidak Tidak mendapat
berkerja
pengurangan
penghasilan. Jumlah anak 3 Rp
penghasilan.
4.320.000 Jumlah anak 3 Rp 3.960.000
(Rp 1.440.000 x orang
orang
(Rp 1.320.000 x
3 anak)
Jumlah PTKP
Rp 8.640.000
3 anak) Jumlah PTKP
Rp 21.120.000
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
104
Lampiran 3: Perhitungan Tarif Pajak Marjinal (Lanjutan)
o Tarif* diperoleh dari ilustrasi perhitungan (tanpa PTKP) dibawah ini: Rata-rata upah bersih (RUB) Provinsi Riau pada tahun 2003 adalah Rp 10.754.712. Kemudian, RUB berada pada lapisan penghasilan dengan tarif PPh Pasal 21 OP 5%. Maka tarif untuk menghitung ratarata upah kotor (RUK) adalah sebagai berikut. RUK x 5% = Pajak RUK – Pajak = RUB 100% - 5% = 95% 95%
=
RUB
100% 95%
RUK = Rp 10.754.712
100%
RUK
95% RUK = Rp 10.754.712 x 100% RUK = Rp 10.754.712 x 100% 95%
RUK = Rp 11.320.749,47 Pengecekan Pajak
= RUK x 5% = Rp 11.320.749,47 x 5% = Rp 566.037,4743
maka RUB = Rp 11.320.749,47 – Rp 566.037,4743 = Rp 10.754.712
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
105
Lampiran 3: Perhitungan Tarif Pajak Marjinal (Lanjutan)
o Selanjutnya Tarif* untuk tarif PPh Pasal 21 OP 15% maka (Rata-rata upah bersih per tahun + PTKP) x 100/85, untuk tarif 10% maka (Rata-rata upah bersih per tahun + PTKP) x 100/90, dan untuk tarif 5% maka (Rata-rata upah bersih per tahun + PTKP) x 100/95. o Tarif**: Tarif yang berlaku sesuai dengan undang-undang, berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak. UU PPh No. 17 Tahun 2000 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2001) Lapisan PKP
Tarif Pajak
s.d. Rp 25.000.000
5%
diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000
10%
diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000
15%
diatas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000
25%
diatas Rp 200.000.000
35%
UU No. 36 Tahun 2008 (Mulai berlaku pada 1 Januari 2009) Lapisan PKP
Tarif Pajak
s.d. Rp 50.000.000
5%
diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000
15%
diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000
25%
diatas Rp 500.000.000
30%
o Mengikuti penelitian Sicat dan Virmani (1988) untuk menghilangkan kompleksitas pengurangan seperti biaya jabatan, pensiun, dan tunjangan hari tua tidak digunakan dalam perhitungan.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
106
Lampiran 4: Upah Minimum Provinsi
Efek Upah Minimum terhadap Tenaga Kerja
Sumber: Borjas, George J. 2008. Labor Economics. McGraw-Hill: United States.
Upah minimum adalah penetapan suatu standar minimum yang harus dibayarkan oleh para pengusaha atau pelaku industri kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya (Mankiw, 2007). Pemerintah menentukan upah minimum melalui suatu peraturan. menggambarkan model ekonomi standar yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dari upah minimum terhadap tenaga kerja. Pada awalnya, pasar kompetitif tenaga kerja berada pada keseimbangan dengan tingkat upah w* dan tenaga kerja E*. yang ditunjukkan
Kemudian, pemerintah mengenakan upah minimum sebesar
oleh garis putus-putus upah tertinggi. Selanjutnya, diasumsikan bahwa upah minimum ini berlaku secara umum, sehingga semua pekerja yang berada pada angkatan kerja terkena peraturan. Ketika pemerintah menetapkan upah terendah pada tingkat
, kurva permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja bergerak dan
tenaga kerja turun ke titik
yang ditunjukkan dengan jumlah tenaga kerja yang
diminta ED. Sehingga, sebagai akibat dari upah minimum beberapa pekerja akan kehilangan pekerjaannya dan menjadi pengangguran pada ditunjukkan sebesar ( E*-
). Kemudian tingkat upah yang tinggi untuk mempekerjakan pegawai
menimbulkan penambahan pegawai sebesar ES – E* yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja tidak dapat menemukan pekerjaan dan akan menambah jumlah Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
107
Lampiran 4: Upah Minimum Provinsi (Lanjutan)
pengangguran. Oleh karena itu, pengenaan upah minimum dapat memberikan pengaruh pada tenaga kerja berupa meningkatnya jumlah pengangguran. Sehubungan
dengan
pengaruh
upah
minimum
terhadap
jumlah
pengangguran Zavodny (2000) menguji efek peningkatan upah minimum terhadap jam kerja dan tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan OLS dalam melakukan estimasi. Data yang digunakan adalah upah minimum, rata-rata jam kerja dari pekerja usia 16-19, tingkat pengangguran, dan tenaga kerja. Zavodny (2000) menemukan bahwa ketika upah minimum meningkat, tingkat tenaga kerja menurun namun tidak mempengaruhi jam kerja. Upah Minimum Provinsi
Sumber: CEIC database (telah diolah kembali)
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
108
Lampiran 4: Upah Minimum Provinsi (Lanjutan)
Berdasarkan upah minimum provinsi tertinggi pada tahun 2009 berada pada Provinsi Papua, yaitu sebesar 1.216.100 rupiah. Upah minimum tertinggi kedua dan ketiga masing-masing berada pada Provinsi Nanggro Aceh Darusalam dan Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan, upah minimum provinsi terendah berada pada Provinsi Jawa Timur, yaitu sebesar 570.000 rupiah. Pratomo (2011) dalam penelitiannya menuliskan bahwa kebijakan upah minimum di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada awal 1970-an, namun pelaksanaannya tidak efektif pada periode sebelumnya. Lebih lanjut, Pratomo (2011) menjelaskan sejarah upah minimum yang mulai digunakan sebagai instrumen penting bagi kebijakan pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir 1980-an, sebagai akibat dari tekanan internasional yang berkaitan dengan bukti pelanggaran standar perburuhan internasional yang disepakati di Indonesia, khususnya pada sektor yang berorientasi ekspor. Pada saat itu terdapat perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia memberikan keluhan melalui organisasi serikat perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) tentang upah mereka yang rendah dan kondisi kerja yang buruk. Selanjutnya, Pratomo (2011) menuliskan kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk menjadi lebih peduli tentang kebijakan pasar tenaga kerja, termasuk upah minimum, dengan meningkatkan tingkat upah minimum tiga kali lipat secara nominal pada akhir 1980-an dalam rangka untuk menyesuaikan dengan biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) (Suryahadi et al, 2003 dan Rama, 2001). Upah minimum di Indonesia diatur berdasarkan ketentuan bulanan. Biasanya, upah minimum Indonesia diatur untuk pekerja penuh-waktu dengan standar 40 jam kerja per minggu. Namun, upah minimum fleksibel dan dapat disesuaikan untuk pekerja paruh waktu yang berkerja kurang dari 40 jam per minggu secara rata-rata. Selain itu, kebijakan upah minimum secara hukum diterapkan pada semua pekerjaan yang dibayar tanpa mempertimbangkan ukuran perusahaan dan sektor kegiatan. Berdasarkan peraturan baru, setelah tahun 2001 selama era desentralisasi, pemerintah di tingkat provinsi menetapkan upah
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011
109
Lampiran 4: Upah Minimum Provinsi (Lanjutan)
minimum terendah untuk seluruh kawasan, sedangkan daerah kabupaten dan kota (pemerintah tingkat yang lebih rendah) memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum di atas tingkat upah provinsi, tetapi tidak lebih rendah dari tingkat upah minimum provinsi.
Universitas Indonesia Analisa determinan ..., Isniati Hidayah, FE UI, 2011