Tulisan ini dikumpulkan oleh penulis dari berbagai sumber ditambah dengan pengetahuan penulis, semoga bermanfaat bagi mahasiswa pada khususnya dalam mengukuti matakuliah Komunikasi Data.
Perkembangan Teknologi Informasi saat ini sangat cepat yang diimbangi dengan perubahan bisnis perusahaan, dimana saat ini setiap perusahaan atau institusi menggunakan suatu solusi IT contohnya saja penggunaan TI dalam bidang Komunikasi Data. Ada banyak perusahaan baik yang menjadikan IT sebagai senjata utama atau hanya sebagai tools menggunakan komunikasi data untuk mengintegrasikan sistem mereka dalam satu jaringan yang terpusat. Secara Garis besar teknologi Komunikasi data dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu komunikasi data berbasis Satelite, Wireless, dan Teresterial. Penjelasan berikut penulis mencoba untuk menjelaskan beberapa teknologi yang digunakan dalam komunikasi data. Teknologi Satelite VSAT = Very Small Aperture Terminal
VSAT kependekan dari Very Small Aperture Terminal, sebuah terminal yang digunakan dalam komunikasi data satelit, suara dan sinyal video, tidak termasuk broadcast televisi. VSAT terdiri dari dua bagian, sebuah transceiver yang ditempatkan di luar (out doors) yang dapat langsung terjangkau oleh satelit dan sebuah alat yang di tempatkan di dalam ruangan yang menghubungkan transceiver dengan alat komunikasi para pengguna, PC misalnya. Transceiver menerima dan mengirim sinyal ke transponder satelit di langit. Satelit mengirim dan menerima sinyal dari sebuah ground station komputer yang berfungsi sebagai hub untuk sistem tersebut. Masing-masing komputer pengguna terhubungkan oleh hub ke satelit, membentuk sebuah topologi bintang (star topology). Hub tersebut mengatur keseluruhan operasional network. Agar sebuah komputer pengguna dapat melakukan komunikasi dengan lainnya, transmisinya harus terhubung dengan hub yang kemudian mentransmisikan kembali ke satelit, setelah itu baru dikomunikasikan dengan komputer pengguna VSAT yang lain. Sebenarnya piringan VSAT tersebut menghadap ke sebuah satelit geostasioner. Satelit geostasioner berarti satelit tersebut selalu berada di tempat yang sama sejalan dengan perputaran bumi pada sumbunya. Satelit geostasioner mengorbit selalu pada titik yang sama di atas permukaan bumi, katakanlah di atas Monas, maka dia akan selalu berada di atas sana dan mengikuti perputaran bumi pada sumbunya. Sistem ini mengadopsi teknologi TDM dan TDMA. Umumnya konfigurasi VSAT adalah seperti bintang. Piringan yang ditengah disebut hub dan melayani banyak piringan lainnya yang berlokasi di tempat yang jauh. Hub berkomunikasi dengan piringan lainnya menggunakan kanal TDM dan diterima oleh semua piringan lainnya. Piringan lainnya mengirimkan data ke hub menggunakan kanal TDMA. Dengan cara ini diharapkan dapat memberikan koneksi yang baik untuk hubungan data, suara dan fax. Semua lalu lintas data harus melalui hub ini, bahkan jika suatu piringan lain hendak berhubungan dengan piringan lainnya. Hub ini mengatur semua rute data pada jaringan VSAT.
Frame TDM selalu berukuran 5.760 byte. Setiap frame memiliki 240 sub-frame. Setiap subframe adalah 24 byte. Panjang waktu frame tergantung pada data rate outbound yang dipilih. TDMA selalu pada 180 ms. TDMA disinkronisasi untuk memastikan bahwa kiriman data yang berasal dari stasiun yang berbeda tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya. satelit komunikasi. Kinerja yang utama dari pada sistem satelit untuk aplikasi ini adalah Receive G/T, EIRP dan Linieritas Penguat Daya. Besarnya nilai G/T dan EIRP akan sangat menentukan sekali besarnya ukuran terminal VSAT, yang pada akhirnya menentukan nilai ekonomisnya. Namun penambahan EIRP dan G/T akan menyebabkan harga satelit menjadi naik. Oleh karena itu penentuan karakteristik payload transponder merupakan salah satu kunci sukses agar sistem multimedia dapat berjalan dengan baik. Pada bagian selanjutnya kita akan membahas tentang kerakteristik dari pada payload transponder satelit yang merupakan inti dari pembahasan ini. Sistem satelit yang banyak dipakai pada saat ini adalah satelit yang non regenerative yaitu hanya melakukan fungsi merelay tanpa ada pemrosesan sinyal baik itu modulasi dan demodulasi. Penggunaan sistem satelit regenaratif akan menyebabkan harga dari satelit itu akan naik dikarenakan teknologi yang dipergunakan untuk aplikasi di ruang angkasa belum banyak dipakai untuk mencapai nilai ekonomisnya.
Di Amerika pada awal 80-an muncul teknologi komunikasi satelit dengan antena kecil, yang mampu menghubungkan point to multipoint atau sebaliknya multipoint to point. Teknologi itu terkenal dengan sebutan VSAT (Very Small Aperture Terminal).
VSAT masuk pertama ke Indonesia tahun 1989 seiring dengan bermunculnya bank-bank swasta yang sangat membutuhkan sistem komunikasi online seperti ATM (Automated Teller Machine). Pemanfaatan VSAT di Indonesia termasuk yang pertama di Asia Tenggara, yang dipelopori oleh perusahaan swasta nasional PT Citra Sari Makmur (CSM) dengan lisensi PT TELKOM. CSM mulai beroperasi awal 1990 dengan memanfaatkan satelit PALAPA. Saat ini selain CSM ada 3 operator VSAT swasta yaitu Lintasarta, Elektrindo Nusantara dan Rintis Sejahtera (Primacom). Pangsa pasar terbesar masih dikuasai CSM. Di luar itu masih ada 2 operator yang hanya melayani kalangan sendiri, Dwi Mitra (kelompok Garuda Indonesia) dan BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Keuntungan dengan VSAT 1. Koneksi dimana saja. Tidak perlu LOS dan tidak ada masalah dengan jarak, 2. Jangkauan cakupannya yang luas baik nasional, regional maupun global. 3. Pembangunan infrastrukturnya relatif cepat untuk daerah yang luas, dibanding teresterial. 4. Komunikasi dapat dilakukan baik titik ke titik maupun dari satu titik ke banyak titik secara broadcasting, multicasting 5. kecepatan bit akses tinggi dan bandwidth lebar. VSAT bisa dipasang dimana saja selama masuk dalam jangkauan satelit, 6. Handal dan bisa digunakan untuk koneksi voice, video dan data, dengan menyediakan bandwidth yang lebar 7. jika ke internet jaringan akses langsung ke ISP router dengan keandalannya mendekati 100% 8. Sangat baik untuk daerah yang kepadatan penduduknya jarang dan belum mempunyai infrastuktur telekomunikasi. 9. harga relatif mahal karena menyewa dengan sebuah provider
Kerugian VSAT 1. untuk melewatkan sinyal TCP/IP, besarnya throughput akan terbatasi karena delay propagasi satelit geostasioner. Kini berbagai teknik protokol link sudah dikembangkan sehingga dapat mengatasi problem tersebut. Diantaranya penggunaan Forward Error Correction yang menjamin kecilnya kemungkinan pengiriman ulang. 2. Waktu yang dibutuhkan dari satu titik di atas bumi ke titik lainnya melalui satelit adalah sekitar 700 milisecond, sementara leased line hanya butuh waktu sekitar 40 milisecond. Hal ini disebabkan oleh jarak yang harus ditempuh oleh data yaitu dari bumi ke satelit dan kembali ke bumi. Satelit geostasioner sendiri berketinggian sekitar 36.000 kilometer di atas permukaan bumi. 3. Curah Hujan yang tinggi, Semakin tinggi frekuensi sinyal yang dipakai maka akan semakin tinggi redaman karena curah hujan. Saat ini band frekuensi yang banyak dipakai untuk aplikasi broadcasting adalah S-band, C-Band dan Ku-Band. Untuk daerah seperti Indonesia dengan curah hujan yang tinggi penggunaan Ku-band akan sangat mengurangi availability link satelit yang diharapkan. Sedangkan untuk daerah daerah sub tropis dengan curah hujan yang rendah penggunaan Ku-Band akan sangat baik. Pemilihan frekuensi ini akan berpengaruh terhadap ukuran terminal yang akan dipakai oleh masing masing pelanggan. 4. Rawan sambaran petir gledek 5. Sun Outage, Sun outage adalah kondisi yang terjadi pada saat bumi-satelit-matahari berada dalam satu garis lurus. Satelit yang mengorbit bumi secara geostasioner pada garis orbit geosynchronous berada di garis equator atau khatulistiwa (di ketinggian 36.000 Km) secara tetap dan mengalami dua kali sun outage setiap tahunnya. Energi thermal yang dipancarkan matahari pada saat sun outage mengakibatkan interferensi sesaat pada semua sinyal satelit, sehingga satelit mengalami kehilangan komunikasi dengan stasiun bumi, baik headend/teleport maupun ground-segment biasa. 6. Debu Meteroit, 7. Seringkali menembakan gas hydrazine (H2Z) agar rotasi satelit agar satelit stabil di orbit, satelit perlu beberapa kali di kalibrasi agar tetap pada orbitnya.
Band
Frequency
Extremely Low Frequency (ELF)
0
to
3 KHz
Very Low Frequency (VLF)
3 KHz to
30 KHz
Radio Navigation & maritime/aeronautical mobile Low Frequency (LF) Medium Frequency (MF) AM Radio Broadcast Travellers Information Service
9 KHz to 540 KHz 30 KHz to 300 KHz 300 KHz to 3000 KHz 540 KHz to 1630 KHz 1610 KHz
High Frequency (HF) Shortwave Broadcast Radio
3 MHz to
30 MHz
5.95 MHz to 26.1 MHz
Very High Frequency (VHF)
30 MHz to 300 MHz
Low Band: TV Band 1 - Channels 2-6
54
MHz to
88 MHz
Mid Band: FM Radio Broadcast
88
MHz to 174 MHz
High Band: TV Band 2 - Channels 7-13
174
MHz to 216 MHz
Super Band (mobile/fixed radio & TV) Ultra-High Frequency (UHF)
216
MHz to 600 MHz
300 MHz to 3000 MHz
Channels 14-70
470
MHz to 806 MHz
L-band:
500
MHz to 1500 MHz
Canada DARS
1452 MHz to 1492 MHz
Personal Communications Services (PCS)
1850 MHz to 1990 MHz
Unlicensed PCS Devices
1910 MHz to 1930 MHz
S-band for DARS
2310 MHz to 2360 MHz
microwave TV
2500 MHz to 2700 MHz
Superhigh Frequencies (SHF)
3 GHz to 30.0 GHz
C-band & big-dish 6-10'
3600 MHz to 7025 MHz
X-band:
7.25 GHz to
Ku-band & small-dish 1-4'
10.7 GHz to 14.5 GHz
Ka-band
17.3 GHz to 31.0 GHz
Extremely High Frequencies (EHF) (Millimeter Wave Signals) Additional Fixed Satellite
8.4 GHz
30.0 GHz to 300 GHz 38.6 GHz to 275 GHz
Infrared Radiation
300 GHz to 810 THz
Visible Light
810 THz to 1620 THz
Ultraviolet Radiation
1.62 PHz to
30 PHz
X-Rays
30 PHz to
30 EHz
Gamma Rays
30 EHz to 3000 EHz
Satellite signals (at C-band and Ku-band frequencies) are converted down to L-band in the focal point of many dish antennas by a Low-Noise Block Down-Converter (LNB). In the United States, the receivers for domestic satellites usually use the conversion shown below. The Direct Broadcast Satellite receivers (Dish, Directv) use a different format. [What are the frequency limits of the microwave bands designated with letters such as C, Ku and L?]
L-band
C-band
Ku-band
Freq. (MHz) Freq. (MHz) Channel Freq. (MHz) 950
4200
11700
970
4180
24
11720
990
4160
23
11740
1010
4140
22
11760
1030
4120
21
11780
1050
4100
20
11800
1070
4080
19
11820
1090
4060
18
11840
1110
4040
17
11860
1130
4020
16
11880
1150
4000
15
11900
1170
3980
14
11920
1190
3960
13
11940
1210
3940
12
11960
1230
3920
11
11980
1250
3900
10
12000
1270
3880
9
12020
1290
3860
8
12040
1310
3840
7
12060
1330
3820
6
12080
1350
3800
5
12100
1370
3780
4
12120
1390
3760
3
12140
1410
3740
2
12160
1430
3720
1
12180
1450
3700
12200
This conversion is valid when the local oscillator frequency is 5150 MHz for C-band and 10750 MHz for Ku-band.
Spectrum L-band : 202 satellites :
L band is a fequency range between 390MHz and 1.55GHz which is used for satellite communications and for terrestrial communications between satellite equipment.
S-band : 296 satellites : operates in the S-band portion of the RF spectrum of 1,700 to 2,300 MHz.
S band is a frequency range from approximately 1.55 to 5.2GHz which is used for Digital Audio Radio Satellite (DARS) satellite radio
C-band : 164 satellites Ku-band : 416 satellites : operates in the Ku-band portion of the radio frequency spectrum between 15,250 MHz and 17,250 MHz. The Ku-band carrier frequencies are 13.755 GHz from the TDRS to the orbiter and 15.003 GHz from the orbiter to the TDRS Ka-band : 12 satellites : C-Band :
satelit telekomuniaksi di Indonesia beroperasi memanfaatkan pita frekuensi C atau C band. Pita frekuensi pada kisaran 3,4 GHz-4,2 GHz itu terbukti paling tangguh dalam menghadapi halangan hujan dan cuaca seperti yang sering terjadi di Indonesia dan daerah tropis lainnya. C-Band lebih tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan KU-Band KU BAND
Ka-Band Komunikasi yang biasa digunakan untuk siaran tv, dll
DVB Mengenal Standar DVB Pendahuluan Pada saat ini dapat dikatakan bahwa seluruh mata rantai broadcasting mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir proses transmisi ke end-user umumnya masih dilakukan secara analog. DVB (Digital Video Broadcast) adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV digital hingga ke end-user. Upaya pengembangan DVB sebagai standard global untuk penyiaran televisi digital baik melalui satelit maupun terestrial berawal dari pembentukan DVB Project pada tahun 1993. DVB Project beranggotakan sekitar 250 institusi yang berasal dari 30-an negara dan terdiri dari broadcaster, manufaktur, network operator, badan regulasi dan institusi akademik. Project DVB tidak menjalankan fungsi sebagai regulator melainkan bekerja berdasarkan aspek bisnis dan komersial. Dalam perkembangan selanjutnya Project DVB telah berhasil mengembangkan serangkaian spesifikasi DVB yang tidak terbatas pada video broadcasting namun juga telah merambah hingga ke aplikasi dan layanan multimedia. Tulisan ini akan mencoba memberikan sekelumit gambaran tentang standard DVB. Mengingat keluasan dan kedalaman standard DVB, tulisan ini tidak mungkin dapat mencakup semuanya. Bagi pembaca yang berminat mengetahui lebih mendalam tentang DVB dapat membaca berbagai referensi yang tersedia, diantaranya melalui http://www.dvb.org maupun http://www.etsi.org. Mengapa DVB DVB dikembangkan berdasarkan latar belakang pentingnya sistem broadcasting yang bersifat terbuka (open system) yang ditunjang oleh kemampuan interoperability, fleksibilitas dan aspek komersial. Sebagai suatu open system, maka standard DVB dapat dimanfaatkan oleh para vendor untuk mengembangkan berbagai layanan inovatif dan jasa nilai tambah yang saling kompatibel dengan perangkat DVB dari vendor lain. Selain itu program digital yang dikirimkan berdasarkan spesifikasi DVB dapat ditransfer dari satu medium transmisi ke medium transmisi lain dengan murah dan mudah. Pendekatan yang dilakukan oleh DVB adalah dengan memaksimalkan perangkat eksisting dan sistem umum yang tersedia di pasar komersial. Dengan teknologi digital, DVB dapat memanfaatkan penggunaan bandwidth secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya hanya dapat digunakan untuk satu program TV analog, dengan menggunakan DVB dapat digunakan untuk menyiarkan 8 kanal TV digital. Selain penambahan kapasitas kanal TV, pada media transmisi terestrial dapat diperoleh kualitas gambar yang lebih baik dan bahkan pada media kabel TV, DVB-C menawarkan layanan interaksi two-way. Salah satu keputusan mendasar yang diambil dalam menetapkan standard DVB adalah pemilihan MPEG-2 sebagai "data containers". Dengan konsepsi tersebut maka transmisi informasi digital
dapat dilakukan secara fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis informasi apa yang akan disimpan dalam "data container" tersebut. Pemilihan MPEG-2 untuk sistem koding dan kompresi dilakukan karena terbukti bahwa MPEG-2 mampu memberikan kualitas yang baik sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Dari sudut pandang komersial, pengadopsian MPEG-2 yang merupakan standard eksisting dan proven sangat menguntungkan karena memungkinkan DVB untuk berkonsentrasi pada upayanya dalam menemukan cara untuk mengemas paket data MPEG-2 melalui media transmisi yang berbeda-beda termasuk satelit, kabel, SMATV, LMDS, maupun terestrial. Chip-sets untuk keperluan coding dan decoding MPEG-2 telah tersedia secara komersial sehingga harga decoder di pasar komersial berharga murah. Walaupun demikian karena MPEG-2 yang terdapat pada dokumen ISO bersifat generik, maka Projek DVB mengembangkan dokumen yang berisikan pembatasan terhadap sintaks dan parameter MPEG-2 serta rekomendasi nilai yang digunakan dalam aplikasi DVB. Layanan DVB masa depan akan terdiri dari berbagai jenis program yang dikembangkan melalui sejumlah kanal transmisi. Agar IRD dapat ditune untuk layanan tertentu secara otomatis melalui sistem navigasi yang user friendly maka DVB menambahkan alat bantu navigasi DVB-SI (Service Information) yang merupakan perluasan Programme Specific Information (PSI) dari MPEG-2. Service information pada DVB berfungsi sebagai header terhadap kontainer MPEG sehingga receiver dapat mengetahui apa yang diperlukan untuk mendecode sinyal. Selain itu, MPEG-2 memungkinkan desain decoder yang fleksibel seiring peningkatan kualitas pada sisi encoding. Setiap peningkatan unjuk kerja baru karena pengembangan sistem encoding akan secara otomatis direfleksikan pada kualitas gambar dari decoder. Transmisi Standard DVB dapat diterapkan untuk berbagai media transmisi mulai dari satelit (DVB-S), Kabel (DVB-C) ataupun gelombang radio terestrial (DVB-T). Standard DVB-S adalah produk pertama project DVB yang memungkinkan pengiriman sinyal DVB melalui satelit. Dokumen tersebut menggambarkan berbagai tools untuk keperluan pengkodingan kanal termasuk implementasi modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK). Sistem channel coding dan modulasi DVB pada sistem Cable (CATV) digambarkan pada dokumen standard DVB-C. Dokumen ini menjadi dasar pengembangan lebih jauh bagi spesifikasi [DVB-CS yang menggunakan, (Satellite) Master Antenna TV (SMATV). DVB juga mengatur penggunakan media transmisi terrestrial dalam spesifikasi DVB-T. Pemanfaatan gelombang mikro untuk pengiriman sinyal DVB melalui MMDS (Multichannel Microwave Distribution System) dibedakan menjadi dua spesifikasi: untuk MMDS pada frekuensi diatas 10 GHz (DVB-MS) menggunakan spesifikasi DVB-S sedangkan untuk Frekuensi dibawah 10 GHz (DVB-MC) terutama didasarkan pada DVB-C. Conditional Access System CAS (Conditional Access System) adalah subsistem yang berfungsi sebagai kontrol akses terhadap program atau layanan sehingga yang dapat menerima layanan hanyalah user yang sudah mendapat otorisasi. CAS terdiri dari beberapa blok diantaranya mekanisma untuk mengacak program atau layanan, Subscriber Management System (SMS), Subscriber Authorization System (SAS) dll. SMS pada dasarnya adalah data base yang berisi informasi pelanggan suatu layanan, sedangkan SAS berfungsi meng-encrypt dan mengirimkan code-words yang memungkinkan IRD dapat mendescrambler suatu program. DVB Project tidak membuat CAS sebagai bagian dari standard DVB. Namun DVB mengembangkan suatu Common Scrambling Algorithm, yaitu tools untuk mengacak Transport Streams atau Program Elementary Streams. DVB membebaskan penggunaan jenis CAS yang sesuai dengan kebutuhan operator dari beberapa vendor anggota DVB yang menawarkan produk komersialnya secara kompetitif. Disamping standard DVB memungkinkan terjadinya cross-medium interoperabillity yang
memungkinkan berbagai media delivery berbeda dapat saling berinteroperasi, salah satu aspek dari interoperability adalah bahwa semua perangkat yang DVB-compliant dari vendor yang berbeda dapat dengan mudah saling terhubung dalam satu mata rantai broadcast. Walaupun demikian integrated receiver-decoders (IRD) yang menggunakan teknologi Conditional Access yang berbeda mungkin tidak selalu dapat saling berinteroperasi. Ada dua pendekatan yang dilakukan DVB untuk terjadinya interoperasi di antara berbagai CAS yang berbeda yaitu : •
•
SimulCrypt, dalam hal ini beberapa program provider melakukan negosiasi komersil sehingga memungkinkan pengguna yang telah memiliki IRD dengan CAS proprietary yang embedded di dalamnya dapat menikmati layanan dari CAS yang berbeda karena adanya supply informasi proprietary yang diperlukan. Multicrypt, berbagai teknologi CAS dapat berada pada satu platform IRD yang sama sehingga dapat menerima program yang dibroadcast secara simultan dari beberapa program yang CASnya berbeda.
Interactivity Sistem DVB mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan return path antara IRD dan Service Provider melalui modul Subscriber Management System. Untuk keperluan return path ini diperlukan modem dan jaringan telepon atau cable TV return path atau bahkan satelit uplink. Return path ini dapat digunakan untuk mengirimkan sinyal balik dari user seperti pada aplikasi televoting, games playing, tele-shopping, and tele-banking, dan juga untuk mengirimkan command browsing pada website internet. Walaupun keterbatasan bandwidth untuk return path tersebut tidak cocok untuk mengirimkan citra video bergerak dari rumah ke broadcaster, pengembangan tahap berikutnya diperkirakan akan memungkinkan hal tersebut terjadi. Selain itu DVB juga menawarkan sejenis interaktifitas tanpa memerlukan return path yaitu penyediaan beragam program pilihan sesuai dengan pilihan user. Banyak layanan yang ditawarkan dalam DVB akan membutuhkan beberapa bentuk interaksi antara pengguna dan program provider atau operator network. Interaksi tersebut bisa berupa transmisi sekelumit perintah tapi mungkin juga memerlukan interaksi cukup intensif seperti yang terjadi pada komunikasi melalui internet. TV interaktif diidentifikasi sebagai salah satu kunci penting yang akan menguasai sistem transmisi digital di masa mendatang. Berbagai anggota DVB telah mengembangkan rencana komprehensif pengenalan TV interaktif sejak tahun 1997. Terjadinya konvergensi dalam area ini memungkinkan terjadinya titik balik pada masa depan dunia broadcasting. Berbagai spesifikasi return channel DVB telah dipublikasikan oleh ETSI termasuk didalamnya DVB-RCC (Cable) dan DVB-RCT (Telephone or ISDN) yang merupakan komplemen dari DVB-NIP (Network Independent Protocols) yang berdasarkan kepada MPEG-2 DSM-CC (Digital Storage Media –Command and Control). DVB memungkinkan terjadinya interaksi tersebut dan menspesifikasikan dua jenis tools untuk keperluan tersebut. Yang pertama adalah tools interatif yang bersifat network-independent yang dapat dianggap sebagai layer 2 atau tiga pada protocol stack ISO/OSI yang diturunkan dari protokol Digital Storage Media Command Control (DSM-CC) dari MPEG. Kelompok kedua yaitu berhubungan dengan layer yang lebih rendah (layer 1 atau dua) dari model OSI/ISO yang berupa tools interaktif yang bersifat network-dependent. Ada beberapa spesifikasi yang telah dikembangkan antara lain melalui Public Switched Telephone Networks (PSTN) dan Integrated Services Digital Networks (ISDN). Selain itu juga dikembangkan solusi komprehensif untuk interaksi melalui jaringan CATV, Hybrid Fibre Coaxial (HFC), Terrestrial Systems, Satellite Master Antenna Television Systems (SMATV), LDMS, VSAT, DECT, dan GSM. Interoperability
Sistem DVB didesain dengan memanfaatkan secara maksimal berbagai elemen umum yang ada di pasar komersial. Hal tersebut memungkinkan starndard digunakan dalam mendistribusikan sinyal tanpa harus melakukan proses rumit dalam proses decoding dan coding ulang dari satu medium ke medium lain. Interoperability di antara standard memungkinkan pabrikan untuk mencapai skala ekonomi. Kebanyakan elemen yang sama digunakan dalam semua sisytem. Diagram berikut menggambarkan rangkaian yang umum terdapat pada DVB IRD. Pengembangan DVB Hasil yang telah dicapai DVB Project berupa berbagai dokumen komprehensif baik yang bersifat teknis maupun non-teknis, menggambarkan solusi yang diperlukan oleh para pemain di pasar untuk mendayagunakan teknologi digital dalam bidang broadcasting. Sejak diterimanya DAVIC (Digital Audio-Visual Council) sebagai badan pusat koordinasi untuk aspek-aspek konvergensi media digital, DVB telah bekerja sama dalam hal menentukan solusi teknis dan operasional dalam pengembangan berbagai media transmisi multimedia. Banyak diantara sistem DVB yang diterima sebagai standard DAVIC. Apa yang dilakukan oleh DVB dan DAVIC telah meluas dari hanya sekedar aspek broadcasting menuju ke arah pengembangan end-to-end interoperability. Sistem DVB dengan MPEG-2 sebagai inti skema koding video, audio dan data dapat digunakan untuk mengemas semua macam format yang digunakan untuk keperluan multimedia baik berupa teks, citra, grafik, dan berbagai tipe citra bergerak memungkinkan ekstensi multimedia ditambahkan pada saat kemunculannya, namun yang patut diperhatikan adalah bahwa kunci pokok dari DVB adalah 'broadcasting", sehingga fokus dari pengembangan DVB adalah untuk pasar broadcasting komersial. Sistem DVB tergolong teknologi baru bagi vendor, broadcaster maupun network providers. Salah satu kekuatan dari teknologi DVB terletak pada kenyataan bahwa DVB memungkinkan transmisi sejumlah desar data pada kecepatan tinggi secara pointto-multipoint dengan cara yang aman dari kemungkinan kesalahan transmisi. Untuk memungkinkan transmisi data yang dimaksud termasuk kemungkinan pengulangan transmisi data yang sama pada interval waktu yang tetap atau tak tetap maka DVB telah mengembangkan spesifikasi untuk data broadcasting. Walaupun DVB project telah mencapai tahap kematangannya namun berbagai aktivitas pengembangan terus berlanjut diantaranya, pengembangan solusi DVB untuk membroadcast High Definition TeleVision (HDTV), Spesifikasi untuk Digital Satellite News Gathering (D-SNG), Spesifikasi untuk interface yang akan menghubungkan dunia sinyal DVB dengan jaringan PDH, ATM dan SDH yang dikelola oleh para operator jaringan telekomunikasi, dll.
SCPC sistem Single Channnel Per Carrier
Beberapa istilah dalam komunikasi satelit: C-BAND: Frekuensi komunikasi satelit yang berada pada rentang 3.4 GHz sampai 7 GHz. Frekuensi downlink berada pada rentang 3.7 sampai 4.2 GHz. Digunakan untuk komunikasi voice dan data publik. Ku-BAND: Frekuensi satelit yang berada pada rentang 12 GHz sampai 14 GHz. Digunakan untuk broadcast TV, DBS, and direct-to-home television. Ka-BAND: Frekuensi satellite pada 30GHz uplink dan 20 GHz downlink. Digunakan untuk kebutuhan masa depan. V-BAND: Frekuensi yang lebih tinggi dari Ka-BAND, beroperasi pada 40 sampai 50 GHz. X-BAND: Frekuensi radio yang berada pada rentang 7 GHz dan 8 GHz, yang digunakan untuk kepentingan militer Amerika. VSAT: Very small aperture terminal. Ground segment atau stasiun bumi berukuran kecil, umumnya antara 3 feet to 6 feet (0.9 meter to 1.8 meter) dalam diameter. XIPS: Xenon Ion Propulsion System. Sistem propulsi (motor bakar) yang digunakan pada satelit untuk mempertahankan posisinya supaya geostasioner. XIPS secara signifikan lebih efisien dibanding sistem propulsi lainnya dan mengurangi berat satelit keseluruhan. TRANSPONDER: Jalur frekuensi dari satelit dengan bandwidth, uplink dan downlink serta arah spot beam tertentu.
Sistem Komunikasi Satelit Orbit Rendah 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi selular akhir-akhir ini telah cukup merebak, termasuk di Indonesia. Kini sudah sangat terbiasa kita melihat seorang manajer membawa sebuah handheld berjalan hilir mudik dikantornya atau sedang mengendarai mobilnya. Bagi mereka banyak juga yang merasa cukup dengan pager atau sebagian lain merasa lebih tepat bila membawa keduanya. Tetapi seorang pekerjan supermarket di Hongkong nampaknya lebih menyukai CT-2 handheld, karena mungkin lebih murah biaya langganannya, walaupun untuk itu ia harus mengorbankan tidak dapat dipanggil dari luar. Akhir-akhir ini PT RATELINDO telah memperkenalkan pelayanan fixed service dengan teknologi selular. jadi, bagi mereka yang telah mengajukan pasang baru kepada TELKOM namun karena sesuatu hal ia belum bisa dilayani, maka lebih baik segera memutuskan untuk menjadi pelanggan RATELINDO agar segera bisa mempunyai akses telekomunikasi. Ilustrasi di atas menggambarkan apa yang disebut sebagai teknologi wirreless-access, yakni teknologi radio yang menggantikan kabel lokal (local loop), sedemikian hingga dalam daerah cakupan tertentu seseorang masih bisa berkomunikasi sekalipun dalam keadaan bergerak. Teknologi wireless yang disebut di atas adalah berdasarkan sistem jaringan radio terestrial, yang terdiri atas stasiun-stasiun basis radio yang terpola dalam sel-sel, yang satu dengan yang lainnya terkait dengan suatu pusat intelijen, dan seluruh jajaran jaringan ini terhubung dengan jaringan telepon tetap (Public Switched Telephone Network = PSTN). Tentu saja daerah cakupan radio-sel tersebut sangat terbatas. Untuk daerah-daerah di luar cakupan, tentunya seorang pelanggan yang ingin berkomunikasi tidak dapat dilayani. Perkembangan teknologi nampaknya tidak berhenti sampai disini,. Dalam menjangkau daerah yang amat jauh dari perkotaan, misalnya daerah pedesaan maupun daerah terpencil lainnya, termasuk di tengah laut, maka orang merekayasa sistem wireless access yang lain dengan menggunaka teknologi satelit. Dalam hal ini ada dua kemungkinan, pertama menggunakan LEO (Low Earth Orbit Satellites) dan ke dua dengan GEO (Geosynchronous Orbit Satellites). Para ahli telekomunikasi, khususnya ahli jaringan lebih menyukai untuk menganggap LEO/GEO ini sebagai salah satu bentuk dari wireless access, tetapi orang-orang satelit menganggap bahwa LEO/GEO ini sebagai salah satu bentuk Mobile Satellites Services (MSS).
Sistem Wireless dengan Satelit Sistem komunikasi satelit LEO (Low Earth Orbit) merupakan pengembangan terakhir sistem komunikasi satelit bergerak yang sekarang sudah ada, seperti INMARSAT, AMSC. Sistem komunikaasi satelit bergerak (mobile communications satellites) yang beroperasi sekarang ini menggunakan satelit ang beredar 36.000 km di atas permukaan bumi dan mempunyai waktu edar sekitar 24 jam. Ditambah dengan lintasan yang berimpit dengan bidang katulistiwa, dari suatu titik bumi, satelit kelihatan seolah-olah bergerak (GEO= Geostationary Earth Orbit). Dengan sistem GEO dikembangkan : a)
Fixed Satellite Service (contohnya PALAPA INTELSAT, dll) yang memungkinkan terjalinnya suatu hubungan komunikasi dan pertukaran informasi yang sangat handal antara dua titik, tidak peduli apakah informasi tersebut berupa suara (telepon), data maupun video (televisi). b) Satelit Komunikasi Bergerak (Mobile Communications Satellites), yaitu digunakan untuk memberikan jasa pelayanan komunikasi bagi pemakai yang bergerrak, baik di darat, di laut, maupun di udara. Contohnya ialah INMARSAT. Dengan tingkat pencapaian teknologi yang ada saat ini, sistem GEO ini baru dapat memberikan pelayanan kepada pemakai jasa satelit melewati terminal yang relatif masih mahal dan berukuran transportabel (briefcase size), seperti terminal INMARSATM. Jenis Informasi yang dilewatkannya pun baru suara dan data, dengan kecepatan lebih rendah. Terasa bagi pemakai bahwa terminal ini masih merupakan investasi yang mahal di samping biaya per menitnya juga masih tinggi. Yang diinginkan ialah suatu terminal yang ringan seperti cellular handset type terminal dengan biaya sewa komunikasi terjangkau. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan ekonomi, lintasan GEO ini terasa semakin penuh, sehingga semakin susah untuk mendapatkan "slot" untuk menempatkan satelitnya. Sejalan dengan kemampuan teknologi , orang berpaling lagi ke sistem satelit, yang beredar dengan orbit rendah (LEO= Low Earth Orbit Satellites). Karena orbitnya rendah, waktu edarnya lebih cepat (2 sampai 3 jam) sehingga dari suatu titik di permukaan bumi, satelit kelihatan bergerak dan mengalami waktu-waktu terbit dan terbenam (lihat gambar -1). Maka untuk menjamiin kelangsungan hubungan, perlu diorbitkannya beberapa satelit (sistem satelit), yang diletakkan di angkasa dengan pola tertentu sesuai dengan misi yang diembannya. Susunan demikian disebut konstelasi sistem LEO. Contohnya ialah IRIDIUM dengan 66 satelit yang terletak pada 6 bidang orbit polar dengan 11 satelit pada masing-masing garis edar. Keuntungannya adalah karena jaraknya dekat, ditambah dengan sistem Vocaded, terminal di bumi bisa berukuran kecil menjadi handheld. Dengan antena yang agak omni, terminal dapat menangkap sinyal satelit dari saat terbit sampai terbenam dalam lintasannya, atau sampai ia dapat menangkap sinyal satelit LEO berikutnya. Namun, untuk keperluan penjejakan satelit, hanya stasiun pengendali (gateway) yang perlu mempunyai antena dengan kemampuan tracking. Sesuai dengan sifat alamiahnya, baik LEO, GEO maupun MEO ( Medium Earth Orbit dengan ketinggian antena LEO dan GEO) masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan seperti terlihat dalam Tabel-1. Kekurangan LEO ialah jumlah satelitnya, umumnya lebih banyak untuk mencakup daerah tertentu, dibandingkan MEO atau GEO, yang berarti biaya investasi maupun operasionalnya lebih tinggi. Pada ketinggian edar LEO, umur satelit menjadi berkurang dibandingkan ketinggian MEO atau GEO. Namun seperti telah diuraikan sebelumnya, satelit LEO mampu memberikan daya pancar pada permukaan bumi lebih tinggi dari pada MEO atau GEO, sehingga terminal tipe handheld dapat bekerja. Disamping itu secara teoritis jumlah sel dalam suatu daerah cakupan bisa lebih banyak, yang berarti juga kapasitasnya bisa lebih banyak.
Dengan demikian, sifat yang menonjol dari sistem LEO adalah terminal yang kecil dan "mobile" dengan cakupan global yang memenuhi kebutuhan para pengusaha pada saat ini. Dengan perkembangan teknologi, harganya pun tidak begitu mahal, yaitu harga terminal hanya US $ 1500,- dan biaya pulsa adalah US$ 0.30 s.d. US$ 3.00 permenit. Dari segi penggunaannya, sistem-sistem LEO dapat dibagi dalam dua sistem: a.
Sistem yang dapat beroperasi dengan mem"bypass" jaringan telekom yang ada. Dalam group ini hanya IRIDIUM yang baru dapat digolongkan kedalamnya (lihat gambar-2). b. Sistem yang bekerja melalui jaringan telekom yang ada. Sehingga dapaat dianggap sebagai perluasan sistem-sistem Cellular ataupun jaringan telekom yang ada (lihat Gambar-3). Dalam group ini termasuk : Global Star, Ellipsat, Constellation dan Odessy. Tidak ada yang aneh dalam desain kedua sistem ini., karena masing-masing ditujukan untuk pasar yang sesuai. IRIDIUM akan menarik pasar-pasar segmen atas (CEO global companies, Luxury pleasure boats, kedutaan-kedutaan, dsb), sedang Global Star dan lainlain, manrik kalangan dunia usaha menengah keatas. Namun demikian persentase terbesar hubungan komunikasi dari setiap pelanggan, adalah hubungan lokal dan interlokal. Dalam group kedua ini, Aries dan Odessy hanya menawarkan jasanya di Amerika Serikat. Namun bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kehadiran sistem LEO tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh pangsa pasar selular dan traveller, namun juga cocok untuk daerah terpencil dan daerah pedesaan, yang membutuhkkan akses ke dalam jaringan PSTN. Dengan cara tradisional, bisa saja untuk daerah tertentu-karena kondisi geografisnya-biaya akses ke PSTN mahal serta implementasinya relatif lebih lama. Dengan sistem LEO yang tepat, akses ke PSTN bisa dalam waktu yang amat singkat dan biaya bisa lebih murah. Tetapi dengan sistem LEO, seperti juga dengan sistem INMARSAT, hanya dapat dilewatkan sinyal yang kecepatannya relatif rendah. LEO tidak/belum difikirkan untuk menggantikan fixed satellite service yang kecepatan bitnya umumnya cenderung tinggi.
II. Peta Per-LEO-an Dunia 2.1 IRIDIUM a. Mulai dicanangkan tahun 1987 dan sekarang sudah cukup jauh dalam konsep dan proses implementasi dan diperkirakan akan mulai operasi secara komersial tahun 1998. b. Sistem ini punya kelebihan yaitu dapat menghubungkan mobile dengan mobile di manapun di muka bumi ini, dan dengan mem-bypass jaringan-jaringan telekomunikasi yang ada (PSTN). c. Dengan jumlah gateway station yang terbatas (sekitar 10 buah dikawasan ini), pemilik gateway mempunyai beberapa hak khusus. Gateway yang ditawarkan di kawasan ini adalah : Jepang, Cina, Hongkong, Thailand, Philipina, Singapura, Indonesia dan Australia.
2.2 GLOBAL STAR a. Global Star didesain untuk hubungan mobil dengan mobil, dan mobil dengan fixed station melalui jaringan telekomunikasi yang ada (PSTN). Jadi, sistem ini ditujukan untuk meluaskan jangkauan SISKOM yang ada, baik mobil maupun fixed, untuk mencakup daerah-daerah yang remote. b. Harga investasi dan biaya pembicaraan cukup rendah serta gateway dapat didirikan dimana saja. c. Akan mulai operasi secara komersial pada tahun 1997 (lihat Tabel -2) 2.3 INMARSAT P21 a. Masih pada tahap konsep * Baru menentukan akan memilih sistem MEO. * Pengembangan secara bertahap dari INMARSAT-M baru kemudian ke INMARSAT-p. b. Secara tentative, operasi komersial dimulai tahun 1998 juga. c. Dari segi probabilitas diperkirakan proyek P-21 akan lebih banyak pendukungnya, mengingat INMARSAT sudah beroperasi selama 12 tahun, serta INMARSAT-p ini dapat dianggap sebagai penambahan jenis jasa. d. Hampir semua anggotanya bisa berpartisipasi dalam pembuatan satelit, penyediaan terminal dan lain-lain, seperti yang berlaku pada INMARSAT sekarang. e. P-21 diperkirakan juga memerlukan investasi sebesar 2 BUS, dan INMARSAT hanya menganggap IRIDIUM sebagai saingan utama. 2.4 ELLIPSAT a. Ellipsat mempunyai lintasan elliptis yang daerah operasinya boleh dikatakan sudah merupakan lintasan MEO. b. Untuk cakupan global, sistem ini hanya memerlukan 18 satelit. c. Pada saat sekarang, kapasitasnya masih terbatas karena lintasan yang cukup tinggi. Ini juga terlihat dari biaya pulsa sebesar US$ 0.60 per menit. d. Ellipsat mempunyai satu konstelasi satelit yang mencakup hanya daerah equatorial. e. Ellipsat sudah mempunyai partner di Indonesia yaitu Maharani Group. f. Sistem ini juga akan beroperasi sekitar 1997. 2.5 Sistem LEO lainnya Sebenarnya masih ada sistem LEO lainnya seperti : ARIES (Constelation Comm.) dan Odessy (TRW). Namun, kelihatannya mereka belum menawarkan secara serius ke Indonesia. Secara garis besar, perbandingan antara sistem-sistem LEO ini diperlihatkan dalam tabel-3 - dalam word 95.
III. Pemakai Potensial Sistem Leo di Indonesia 3.1 STKB-Nasional
a. Jumlah pelanggan STKB pada tahun 2000 diperkirakan akan mencapai 450.000 s.d. 600.000 pelanggan (lihat Tabel-4). b. STKB Nasional pada tahun 2000 diperkirakan belum akan mencakup seluruh wilayah Indonesia karena kebutuhan investasi yang besar, terutama Indonesia Bagian Timur. Sehingga sistem LEO mempunyai kesempatan untuk menawarkan kapasitasnya kepada ketiga penyelenggara STKB Nasional (EN-CPS-TELEKOMUNIKASI.HRP), sehingga daerah operasi mereka segera mencapai cakupan Nasional. Selain itu perluasan daerah cakupan untuk daerah-daerah yang marginal pun akan lebih menguntungkan dengan LEO daripada membangun Repeater Station Terrestrial. c. Jadi, prospek penggunaan jasa LEO di bidang STKB Nasional ini cukup tinggi. d. Dalam skala internasional, pada saat sekarang jumlah pelanggan sudah mencapai 15 juta dan diperkirakan pada tahun 2000 akan mencapai 100 juta (lihat tabel-5), sedangkan di ASIA jumlah sekarang sudah mencapai sekitar 3 juta (lihat tabel -6) yang diperkirakan juga akan meningkat secara tajam. 3.2 Paging Nasional a. Konsesi sebagai penyelenggara sudah diberikan kepada beberapa perusahaan. b. Sama halnya seperti pada STKB Nasional, cakupan Nasional dapat segera diwujudkan dengan bantuan sistem LEO ini. Dengan demikian, perluasan daerah jangkauan segera terlaksana dan diharapkan akan dapat mendorong pertambahan jumlah pelanggan. c. Prospek penggunaan jasa LEO dalam Paging Nasional ini akan cukup tinggi, mengingat juga bahwa biaya perpanggilannya akan jauh lebih rendah daripada biaya pembicaraan (lihat tabel-4). 3.3 Trunking Nasional a. Konsesi penyelenggara sudah diberikan kepada tiga perusahaan TELEKOMINDO.KOPEGTEL.EN). b. Sama halnya seperti pada STKB Nasional dan Paging Nasional, cakupan nasional sistem trunking ini segera dapat diwujudkan dengan bantuan sistem LEO ini. Hal ini diharapkan dapat membantu perluasan pemakaian jasa trunking. c. Penggunaan jasa LEO dalam sistem Trunking Nasional ini juga akan cukup tinggi, dengan pelanggan-pelanggan perusahaan angkutan jarak jauh, bus-bus untuk turis, dll. 3.4 PT TELKOM Dari rencana PT TELKOM sampai tahun 2003, penetrasi telepon secara Naasional baru akan mencapai kira-kira 3.5 telepon per 100 penduduk ( lihat tabel-7 ). Untuk daerahdaerah Indonesia bagian Timur dan daerah-daerah terpencil, diperkirakan jumlah telepon masih akan sangat rendah. Sehingga diperkirakan, untuk daerah-daerah yang sangat terpencil, penggunaan terminal LEO- apalagi dari sistem yang lebih murah-masih cukup feasible. Biaya telepon dari Jayapura ke Jakarta sudah sama dengan biaya telepon IRIDIUM (US$3 per menit). Sistem LEO akan diproyeksikan dapat memberikan solusi bagi kebutuhan telekomunikasi pedesaan, maupun sebagai komplementer terhadap selular. Dengan demikian, paduan antara LEO dan selular merupakan sistem dengan daya
kemampuan penetrasi pasar yang tinggi. karena Handheld, kemungkinan sistem LEO masih jauh lebih murah dibanding VSAT yang beroperasi dengan PALAPA. Sehingga ada daerah-daerah yang sangat remote yang akan memakai terminal LEO. Namun, perlu diingat bahwa sistem LEO ini, karena lebar pitanya relatif sempit, dan juga karena batasan link-budget, hanya terbatas untuk sinyal suara dengan kecepatan sekitar 2.4 s.d. 4.8 kb/s, jauh dibawah kemampuan VSAT yang akan mampu-sesuai dengan perkembangan teknologi-menyalurkan sinyal-sinyal kecepatan tinggi (64 kb/s.2 Mb/s, ..). 3.5 INDOSAT Untuk hubungan Luar Negeri ini, INDOSAT mungkin dapat menawarkan jasa-jasa tambahan kepada langganan-langganan yang membutuhkan, terutama bagi mereka yang mobilitasnya tinggi dan termasuk "High Income Group", melewati jasa LEO terutama sistem IRIDIUM yang tidak mengenal batas negara. Bagi sistem tipe GLOBAL STAR, sistem LEO hanya akan merupakan perpanjangan tangan PSTN untuk menggapai pemakai di luar jangkauan aksesnya. Sambungan ke luar negeri baru mungkin dengan terlebih dahulu melewati PSTN PT TELKOM serta GATEWAY internasional. 3.6 Komunikasin Kapal a. Sistem LEO juga dapat menawarkan kapasitasnya kepada INMARSAT ini. b. Sistem LEO juga dapat ditawarkan secara langsung ke kapal-kapal pantai dan kapalkapal ikan. Mengingat terminal INMARSAT yang sekarang masih mahal, jasa-jasa LEO ini akan dapat dimanfaatkan oleh kapal-kapal kecil yang banyak beroperasi di Indonesia dan kapal-kapal sungai. 3.7 Pemakai Lain-lain Bermacam-macam penggunaan lain dari LEO tergantung pada kebutuhan, regulasi dan ekonomi dari bisnis ini. Batasnya adalah imajinasi.
Dr. Ir. Arifin Nugroho adalah anggota Tim Ad-hoc Direktorat Rekayasa PT Telkom dan juga sebagai dosen di STT Telkom Bandung Ir. Tiur Simandjuntak adalah Ahli Telekomunikasi dati PT Ramatelindo.
TELKOM-1 : Satelit Indonesia Generasi Millenium Ketiga di Kawasan Asia-Pasifik Satelit tersebut berbentuk paralel epipedum dengan ukuran kira-kira 1.8m x 1.8m x 3.0 m dan dindingnya terbuat dari bahan graphite epoxy composite. Pada kedua sisinya yang saling berhadapan (Timur dan Barat) terpasang masing-masing sebuah antena parabola dari bahan kevlar dengan diameter 2.159m, sedangkan pada kedua sisi lainnya (UtaraSelatan) tergantung dua panel surya masing-masing empat sektor dari bahan Galium Arsenid dan Silikon effisiensi tinggi yang secara total dapat memberikan daya sebesar 4.5 kW pada akhir umurnya. Dengan sistem stabilisasi tiga sumbu, pesawat tersebut tak henti-hentinya berfungsi sebagai repeater di atas ekuator pada posisi 108 derajat BT, menerima dan mengirimkan kembali jutaan bit informasi per detik dari/ke puluhan ribu stasiun bumi VSAT (Very Small Apperture Terminal ) yang terletak dalam cakupannya. Satelit tersebut melaju dengan kecepatan 10.728 km/jam tetapi dengan ketinggian orbit sekitar 36000 km, satelit tersebut serasa diam relatif terhadap bumi. Skenario di atas merupakan imajinasi prognosis terhadap gambaran yang Insya Allah bakal menjadi kenyataan, dan menandai pula suatu titik balik bagi bisnis telekomunikasi di Indonesia dalam menapaki awal abad ke-21. Konsep Satelit TELKOM-1 milik PT TELKOM ini dirancang untuk menjawab kebutuhan pelanggan yang siap bertarung dan bersaing dalam era informasi, di mana kesuksesan karier maupun bisnis seseorang diukur dari seberapa jauh ia mempunyai akses informasi. Memang satelit ini bukan sekelas Satelit ACeS yang dapat melayani ratusan ribu handphone, dan bukan sekelas Spaceway atau Teledesic yang bakal mampu memberikan akses puluhan ribu VSAT pada frekuensi Ka Band dengan kecepatan bit tinggi 2-6 Mb/s. Tetapi bagi bangsa yang sedang membangun seperti Indonesia serta sebagian besar negara ASEAN, TELKOM-1 dapat berbuat banyak, khususnya dalam menjelang era informasi. Salah satu ciri khas yang menonjol dari rekayasa TELKOM-1 terletak kepada daya pancar yang cukup besar (daya pancar isotopis 41 dBW). Untuk memberikan layanan VSAT Internet dengan kemampuan TCP/IP secara receive only seperti layanan DirecPC dari HNS (Hughes Networks System), maka untuk setiap transponder Extended C Bandnya dapat dioperasikan untuk melayani 50.000 pelanggan dengan kecepatan akses hingga 400 kbps. Sedangkan jika digunakan untuk layanan yang sama secara asimetrik jumlah pelanggan yang sama dapat disupport oleh 2 transponder. Jika dimanfaatkan untuk layanan basic rate ISDN, yaitu 64 kbps, akan dapat memberikan layanan VSAT untuk sebanyak 12.000 terminal per transpondernya. Dengan 12 buah transponder, akan diperoleh 144.000 VSAT yang memungkinkan setiap orang untuk dapat mengoperasikan akses internet kecepatan tinggi setingkat ISDN melalui satelit TELKOM-1, tak peduli dimanapun ia berada asal masih di dalam lingkupan atau
footprintnya. Cakupan Satelit Telkom-1 meliputi seluruh Indonesia dan Asia Tenggara, hingga ke Hongkong, Taiwan, Papua Nugini dan Australia Utara. kemampuan seperti ini adalah suatu permulaan yang baik bagi tumbuhnya minat akan informasi yang sangat penting bagi masyarakat modern.
Sebagai wahana penerus misi dari satelit Palapa B2R, maka 24 transponder yang dimiliki TELKOM-1 akan melanjutkan fungsi 24 transponder Palapa B2R dengan lebih baik karena daya pancarnya berlipat 3 kali lebih kuat, sehingga secara operasional akan diperoleh marjin yang cukup, yang berarti kualitas pelayanan kepada pelanggan lebih baik.
Turning point Sejak awal, founding fathers republik ini perlu mendapat acungan jempol. Bukan saja mereka telah berhasil menerapkan konsep negara kesatuan dalam kehidupan sosial politik bangsa Indonesia, lebih-lebih lagi adalah keberanian generasi penerus ditahun 70-an untuk memutuskan penggunaan wahana satelit yang telah menjadi komponen strategis dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik bangsa. Dengan luasnya daerah cakupan yang sulitnya geografis Indonesia, temuan teknologi satelit geostasioner yang dicontohkan aplikasinya oleh sistem Intelsat maupun Westar serta Anik, telah memberikan ilham kepada para penentu keputusan waktu itu untuk meluncurkan satelit geostasioner Palapa A, pada 17 Agustus 1976, yang dinobatkan sebagai satelit domestik ketiga sesudah Amerika Serikat dan Canada. Beberapa saat sesudah momen yang bersejarah itu, seluruh ibukota kabupaten di Indonesia sudah dapat menjangkau siaran TV nasional, suatu elemen perekat bangsa yang
tak bisa dipungkiri. Dengan sistem Single Channnel Per Carrier (SCPC) serta sistem Pre Assigned, seluruh ibukota propinsi dan kabupaten dengan cepat terhubung oleh sistem komunikasi satelit. Fungsi tersebut masih berlanjut hingga 20 tahun kemudian, bahkan jumlah stasiun bumi yang terpasang pada sistem Palapa B (ada 2 satelit) telah mencapai 20 ribu! Tak terbayangkan, bahwa kemudahan-kemudahan kehidupan ekonomi seperti perbankan, sangat amat tergantung kepada sistem satelit, yang menggunakan terminalterminal kecil VSAT dan satelit untuk dapat bertransaksi data kepada komputer-komputer jarak jauh yang juga terhubungkan dengan stasiun bumi. Demikian pula transaksi data penerbangan dan perjalanan pariwisata, data kependudukan, data-data ekonomi, politik dan sosial, hampir semuanya sangat tergantung kepada keberadaan satelit. Namun bagi Indonesia ketergantungan tersebut nampaknya tidak akan berakhir. Pertama, jaringan telekomunikasi nasional yang digelar PT TELKOM sangat mengandalkan sistem satelit. Kanal-kanal satelit (jumlahnya lebih dari 20 transponder pada akhir 1998, yang berarti sekitar 10000 sirkuit) sangat memegang peranan untuk menghubungkan sentralsentral SLJJ yang tersebar, khususnya di luar Jawa dan terutama di Indonesia bagian Timur. Untuk meningkatkan availability dari jaringan, maka hampir seluruh link terrestrial (seperti gelombang mikro maupun serat optik) perlu link kontingensi, menjaga bila terjadi sesuatu dengan keberadaan link-link tersebut. Trend tersebut akan semakin bertambah sesuai dengan kebutuhan kanal yang meningkat dari tahun ketahun. Kedua, penggunaan teknologi satelit sebagai jaringan akses, khususnya untuk akses internet/ intranet atau multimedia, akan menjadi semakin menarik mengingat kemampuan akses pada pita lebar yang dapat dilayani oleh satelit. Erat dalam kaitan ini ialah distance learning bagi angkatan kerja Indonesia untuk memperoleh kesempatan meningkatkan keterampilan dan akses kepada informasi. Dalam rangka peningkatan mutu pengajaran dan mutu pendidikan sudah selayaknya Indonesia secara lebih intensif menggunakan wahana satelit, utamanya dalam menjemput abad informasi yang penuh dengan kompetisi ini. Ketiga, untuk melayani pelanggan yang tempatnya sangat terisolasi dan terpencil dari kota besar, dimana solusi wired line maupun wireless technology terasa amat mahal, maka satelit akan tetap merupakan suatu wahana alternatif. Generasi Satelit TELKOM Dengan keputusan menggeluti kembali teknologi serta bisnis satelit dalam porfolio manajemen dan bisnisnya, maka timbul euphoria yang baru di lingkungan TELKOM untuk memandang bidang satelit ini sebagai suatu bidang bisnis yang tak terpisahkan dari agenda utama PT TELKOM, dan bahkan menempatkannya sebagai suatu alat produksi strategik perusahaan. Tahun 1999 ini akan segera diluncurkan sebuah satelit pengganti Palapa B2R, yang disebut satelit TELKOM-1, dengan performansi yang jauh di atas satelit pendahulunya(Lihat Tabel). Sistem ini akan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk menjawab kebutuhan akses kecepatan tinggi secara komplementer terhadap akses kabel
tetapi dengan penggelaran yang lebih cepat. Termasuk dalam pelayanan ini ialah pelayanan akses multimedia berbasis satelit dengan berlabel Telkomnet Turbo. Tabel : Perbandingan Sistem Satelit Domestik Indonesia. Nama
Palapa-A
Palapa-B
Palapa-C
Telkom-1
Type
HS-333
HS-376
HS-601
LM-A2100
Kapasitas
12 24 34 36 Transponder Transponder Transponder Transponder
EIRP
30 dBW
33 dBW
37 dBW
38/41 dBW
G/T
1 dBK
1 dBK
1 dBK
1 dBK
Reliability
0.7
0.7
0.75
0.8
Life Time
7 Tahun
9 Tahun
12 Tahun
15 tahun
Peluncur
Delta 2914
Space Shuttle
Ariane-4
Ariane-5
Gambaran Visual
Palapa A
Palapa-B
Palapa-C
Telkom-1
Di Telkom, konsolidasi sumberdaya manusia bidang teknologi dan bisnis satelit tengah dikerjakan, termasuk memberikan kesempatan training, serta sekolah (post graduate) untuk memperdalam bidang tersebut. Beberapa insinyur muda dikirim ke pabrik-pabrik satelit untuk magang, dengan target untuk memperoleh kecakapan industrial. Secara total kekuatan SDM satelit TELKOM memang masih harus ditingkatkan kembali disaat saat mendatang, terutama dari segi marketing serta merging strategy, mengingat bahwa satelit selalu mempunyai kecenderungan untuk melingkupi berbagai negara dalam satu cakupan. Wahana satelit, karena alamiahnya, sangat memungkinkan berkembangnya cakupan bisnisnya untuk merambah pasar regional atau internasional, terutama pelayanan akses satelit. Contohnya ialah satelit PCS / mobile yang selalu bersifat global, seperti Iridium, Globalstar, AceS, dst., maupun untuk pelayanan-pelayanan informasi digital kecepatan tinggi seperti Spaceway, Teledesic dlsb. Adalah juga merupakan suatu hal yang wajar bila TELKOM membenahi secara terkonsolidasi, upaya-upaya pengembangan sistem-sistem satelitnya yang ada untuk diperbaharui dengan pendekatan teknologi, pasar serta bisnis akses satelit dimasa-masa mendatang.
http://www.goes.noaa.gov/ http://www.weather.gov/sat_tab.php?image=ir http://www.lyngsat.com/
Teresterial Wireless