Tradisi Pengelolaan Sampah Bagi Keluarga Kota Medan Oleh: Neliwati1 Abstrak Penelitian ini menghasilkan tiga temuan yaitu : Pertama, persepsi positif masyarakat terhadap pengelolaan sampah dimana terdapat masyarakat yang benar-benar melalui kesadarannya sendiri mengelola sampah yang terutama berasal dari rumahnya sendiri. Kedua, Sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah menunjukkan sikap yang baik dan tidak baik. Ketiga, Perilaku yang ditunjukkan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan secara bersama-sama berupaya untuk mengelola sampah dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Term Kunci : Tradisi, Sampah, Keluarga, Pengelolahan Pendahuluan Sampah adalah sesuatu yang tidak asing lagi di telinga kita, yang merupakan fenomena yang sering kita lihat dalam keseharian, terutama pada masyarakat Kota Medan. Pada hampir seluruh tempat di kota Medan dapat dilihat adanya kecenderungan sampah yang sangat mengganggu lingkungan sekitar kita terutama sangat mengganggu kesehatan masyarakat. Inilah kenyataan yang harus kita terima dan hampir merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam keseharian masyarakat kota Medan. Fenomena sampah yang berserakan banyak dijumpai, di pasar-pasar, di jalan umum bahkan sampai pada rumah-rumah tinggal sekitar masyarakat. Bahkan yang lebih ironis lagi, sampah sangat banyak terlihat pada tempat-tempat yang tidak selayaknya seperti : pada parit-parit, sungai yang menyebabkan pencemaran lingkungan bahkan dapat terjadinya banjir. Sampah merupakan kotoran; bisa sesuatu yang tak terpakai dan dibuang; semua barang yang dibuang karena dianggap tak berguna lagi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sampah adalah dapat berbentuk barang bekas, barang buangan, barang tidak berguna, barang kotor dan lain-lain. Seharusnya dimanfaatkan, diolah dikelola sesuai dengan prosedur 3R Reduce (mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah), Reuse (menggunakan kembali barang yang biasa dibuang), dan Recycle (mendaur ulang sampah). Dalam kenyataannya, pengelolaan pengolahan sampah dalam kehidupan sehari-hari tidak seperti yang diharapkan. Sampah banyak dijumpai dimana-mana tanpa adanya pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Sampah sering menjadi barang tidak berarti 1 Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sumatera Utara, juga staff peneliti pad Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN SU, Menyelesaikan S2 pada Universitas Negeri Padang Sumatera Barat dan kini sedang menyelesaikan Disertasi Program S3 di UIN SU Medan
bagi manusia, sehingga menyebabkan sikap acuh tak acuh terhadap keberadaan sampah. Orang sering membuang sampah sembarangan, seolah-olah mereka tidak memiliki salah apapun. Padahal membuang sampah merupakan perbuatan tidak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini masih tetap menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia adalah pembuangan sampah. Sampah-sampah itu diangkut oleh truk-truk khusus dan dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah disediakan tanpa diproses untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar dimana lingkungan menjadi kotor dan sampah yang membusuk akan menjadi bibit penyakit pada kemudian hari. Jika sampah dapat dikelola dengan baik, walaupun terbukti sampah itu dapat merugikan, tetapi ada sisi manfaatnya. Hal ini karena selain dapat mendatangkan bencana bagi masyarakat, sampah juga dapat diubah menjadi barang yang bermanfaat. Kemanfaatan sampah ini tidak terlepas dari penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menanganinya dan juga kesadaran dari masyarakat untuk mengelolanya. Membuang sampah sembarangan sudah bukan menjadi hal yang aneh lagi di Indonesia. Membuang sampah sembarangan sudah menjadi budaya dan tradisi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sangatlah kecil. Masyarakat tidak menyadari bahwa sebenarnya sampah adalah salah satu penyebab wabah penyakit dan sebagai salah satunya penyebab bencana di negara ini. Masyarakat dengan mudahnya membuang sampah di sembarang tempat.Kurangnya ketersediaan wadah penampung sampah, membuat masyarakat menjadi sembarangan membuang sampah, dan kali adalah salah satu lokasi yang paling sering jadi tempat pembuangan. Tidak sedikit masyarakat yang membuang sampah di selokan dan di sungai, padahal hal tersebut akan membuat selokan dan sungai menjadi tersumbat dan akhirnya pada musim hujan akan menyebabkan banjir karena aliran air tersumbat oleh sampah-sampah yang menggunung. Padahal bila sudah terjadi bencana yang ada hanyalah saling lempar-melempar kesalahan. Tidak ada yang merasa bahwa sebenarnya semuanya adalah hasil dari perbuatan diri-sendiri. Padahal masih ada bagian-bagian dari sampah yang masih bisa diolah dan dipergunakan kembali. Masalah sampah tidak hanya sekedar hanya bagaimana mengolah atau mengelola sampah saja, tetapi juga terkait dengan masalah budaya atau tradisi dan kebiasaan masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya tidak peduli tentang sampah, suka buang sampah sembarangan, dan cenderung mementingkan diri sendiri. Paradigma yang salah ini mungkin merupakan salah satu penyebab kenapa banyak program tentang sampah yang tidak berhasil. Merubah paradigma masyarakat tentang sampah menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari upaya-upaya penanganan sampah secara terpadu. Tradisi membuang sampah sembarangan pada masyarakat merupakan fenomena yang unik dan perlu mendapat kajian mendalam terutama dalam bidang penelitian. Pada dasarnya, menurut penulis, masyarakat sudah mengetahui dan memahami dampak dan akibat yang akan terjadi karena membuang sampah tidak pada tempatnya dan sampah tidak dikelola dengan baik. Namun, seperti sudah merupakan tradisi dan kebiasaan pada masyarakat untuk selalu membuang
sampah secara sembarang, tidak memilih dan memilah tempat mana yang cocok dan sesuai dalam pembuangan sampah tersebut. Karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Tradisi Pengelolaan Sampah bagi Keluarga Kota Medan”. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada tradisi Pengelolaan Sampah bagi Keluarga Kota Medan, dengan sub fokus penelitian : Persepsi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan, Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan, dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana Persepsi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan ? 2. Bagaimana Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan ? 3. Bagaimana Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan ? Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tentang tradisi pengelolaan sampah bagi keluarga kota Medan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Persepsi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan. 2. Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan. 3. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan Siginifikansi Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoiritis,dapat bermanfaat dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan sampah dan dampaknya bagi masyarakat kota. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Pemerintah Daerah Kota Medan, agar senantiasa memperhatikan masalah sampah yang ada di kota Medan. Hal inidapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : mengadakan penyuluhan epada masyarakat tentang bahaya membuang sampah sembaran, memberikan pelatihan kepada masyarakat dalam memanfaatkan limbah sampah keluarga yang berada pada masayrakat kota Medan. 2. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama, agar senantiasa selalu memberikan pengarahan sekaligus mengajak warga masyarakat kota Medan dalam setiap kesempatan ceramahnya untuk menyadarkan masyarakat akan dampak negatif dan bahayanya jika membuang sampah sembarangan. 3. Masyarakat sekitar kota Medan, khususnya Jalan Pancing I Lingkungan III Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung, agar benar-benar memahami dan menyadari akibat yang ditimbulkan jika sampah tidak dikelola dengan baik. Kajian Teoritis Pengertian Sampah telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Untuk memahaminya, ditelaah beberapa pengertian sampah. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Dalam pengertian lain sampah adalah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan
bersifat padat, ada yang mudah membusuk terutama terdiri dari zat-zat organik, seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan sebagainya. Sedangkan yang tidak membusuk dapat berupa kertas, plastik, karet, logam, kaca, dan sebagainya. 2 Sehubungan dengan hal di atas, maka Leonardo, mengatakan bahwa limbah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan masyarakat, orang awam menyebutnya dengan sampah. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan menurut Riyadi sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak dapat digunakan lagi, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Selanjutnya Widyadmoko mendefinisikan sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga yang terdiri dari berbagai macam jenis sampah.3 Dalam kajian teori ini, akan dijabarkan secara jelas masalah tentang pengelolaan sampah melalui sistim 3R (Reduce, Reuse dan Recycle). Menurut Tandjung, sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemilik semula. Sedangkan menurut Radyastuti bahwa sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai”.4 Sampah menurut asal zat yang dikandungnya, secara garis besar sampah dibagi menjadi dua kelompok yaitu sampah organic dan sampah anorganik. Sampah organic adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, misalnya plastic, kertas, kaca, kaleng, dan besi. Sampah anorganik banyak yang sulit hancur dan sulit diolah. Untuk mengolah sampah ini memerlukan biaya dan teknologi tinggi. Kedua, dilihat dari sumbernya; sampah ini bisa dibedakan menjadi tiga macam, yakni sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, sampah industry, meliputi buangan hasil proses indutri, dan sampah makhluk hidup adalah jenis benda buangan dari makhluk hidup.5 Sampah anorganik yang terbagi menjadi sampah rumah tangga, sampah industri, dan sampah makhluk hidup. Intensitas pencemarannya sangat tinggi dan selanjutnya menimbulkan kerugian untuk masyarakat, sampah rumah tangga misalnya setiap hari kita diposisikan sebagai produsen sampah yang senantiasa memproduksi sampah terus-menerus. Sampah bermanfaat jika dimanfaatkan dengan baik dan merugikan jika dibiarkan tanpa ada pengelolaan yang baik. Dampak negatif dari pengelolaan sampah yang tidak tepat akan menyebabkan beberapa kerugian. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan pencemaran baik pencemaran udara, air di dalam dan atas permukaan, tanah, serta munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Pencemaran di berbagai elemen akan terjadi, sampah yang menumpuk menyebabkan pencemaran udara, sampah yang dibuang sembarangan di sungai menyebabkan pencemaran air, membuang sampah anorganik seperti plastic dan kaleng akan menyebabkan pencemaran tanah karena benda tersebut sulit diuraikan oleh bakteri pengurai tanah. Pencemaranpencemaran itu nantinya akan membuat kerugian bagi masyarakat sendiri karena 2 http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/pkolokium/article/view/833,
diakses pada 3 Juni 2015 jam
22.43 wib 3
Ibid.
4http://dokumen-makalah.blogspot.co.id/2014/12/limbah-rumah-tangga.html,
12.30 wib 5
Ibid.
diakses pada 20 Juni 2015, jam
menyebabkan beberapa penyakit. Pola hidup kotor dengan membuang sampah yang tidak tepat yang kedepannya akan menyebabkan kerugian yang fatal bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Jika sampah dikelola dan diolah dengan baik, akan menghasilkan manfaat positif bagi masyarakat. Lingkungan menjadi bersih, pencemaran dapat diminimalisir, dapat tercipta beberapa barang yang bermanfaat bagi manusia jika di daur ulang. Sampah bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk organic, selain itu juga bisa diolah menjadi energi bio arang, biomass dan energi untuk listrik. Lebih jauh sampah dapat dijadikan barang-barang aksesoris, barang fungsional dan sebagai bahan bangunan. Pengelolaan yang baik salah satunya dengan cara daur ulang, daur ulang adalah penggunaan kembali material/barang yang sudah tidak terpakai untuk menjadi produk lain. Langkah-langkahnya adalah pemisahan; pisahkan barang/material yang dapat didaur ulang dengan sampah yang harus dibuang ke penimbunan sampah. Pastikan barang/material tersebut kosong dan akan lebih baik jika dalam keadaan bersih. Penyimpanan; simpanlah barang/material kering yang sudah dipisahkan tadi dimasukkan ke dalam boks/kotak tertutup tergantung jenis barangnya, misalnya boks untuk kertas bekas, botol bekas, dll. Pengiriman/penjualan, barang/material yang terkumpul dijual ke pabrik yang membuthukan material tersebut sebagai bahan baku atau dijual jenis ini akan terus bertambah seiring dengan barang kehidupan sehari-hari yang digunakan. Keberadaan sampah di kehidupan sehari-hari tak lepas dari tangan manusia yang membuang sampah sembarangan, mereka menganggap barang yang telah dipakai tidak memiliki kegunaan lagi dan membuang dengan seenaknya sendiri. Kurang kesadaran akan pentingnya kebersihan menjadi factor yang paling dominan, di samping itu kepekaan masyarakat terhadap lingkungan harus dipertanyakan. Mereka tidak mengetahui bahaya apa yang akan terjadi apabila tidak dapat menjaga lingkungan sekitar. Pengelolaan sampah yang baik harus memenuhi 3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle sampai sekarang masih menjadi cara terbaik dalam mengelola dan menangani sampah dengan berbagai permasalahannya. Penerapan sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah di samping mengolah sampah menjadi kompos atau meanfaatkan sampah menjadi sumber listrik (PLTSa; Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Justru pengelolaan sampah dengan sistem 3R (Reuse Reduce Recycle) dapat dilaksanakan oleh setiap orang dalam kegiatan sehari-hari. Kunci suskses pengelolaan sampah juga meliputi ; 1) Kredibilitas para pengambil kebijakan; 2) Mekanisme implemetasi yang efisien termasuk insentif terhadap pasar; 3) Perhatian yang signifikan terhadap pasar daur ulang; 4) Keterlibatan masyarakat; 5) Komitmen yang berkelanjutan terhadap kualitas yang tinggi terhadap semua operasi fasilitas pengelolaan sampah; 6) Evaluasi yang efektif terhadap strategi atau opsi yang dipilih. Yang tak kalah pentingnya, pengelolaan sampah memerlukan payung hukum yang jelas. Kalau tidak pengelolaan sampah akan tetap buruk. Dan ini bisa menjadi petaka yang menyeramkan. Solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, diperlukan peran serta dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, diperlukan
juga partisipasi dan dukungan pemerintah untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan dengan menitikberatkan terhadap masalah sampah yang telah menjadi permasalahan utama.6 Sampah adalah barang buangan. Sampah adalah materi sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses yang merupakan konsep buatan manusia. Sampah merupakan masalah bagi orang di seluruh dunia ini karena sampah merupakan suatu barang yg tidak terpakai lagi. Seiring dengan semakin tingginya populasi manusia, maka produksi sampah juga akan semakin tinggi. Hal itu tidak bisa dielakkan. Sampah sebagai materi sisa jelas sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak memiliki nilai ekonomi, sedangkan kesadaran masyarakat sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya juga masih rendah. Masalah lainnya dari sampah adalah penanganan sampah. 7 Selama ini sampah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan pemerintah sendiri kekurangan dana, teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengangan sampah itu sendiri. Biaya retribusi yg selama ini di bayar oleh masyarakat diakui oleh pemerintah hanya menutupi 10% dari biaya penanganan sampah. Tempat pembuangan sampah (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) serta tong-tong sampah selama ini selalu ditolak keberadaannya oleh masyarakat.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi sosial budaya. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengkaji secara mendalam persepsi, sikap dan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan sampah di kota Medan. Sedangkan pendekatan fenomenologi dilakukan untuk melihat fenomena masayarakat secara alamaiah berdasarkan kajian sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi tentang tradisi pengelolaan sampah di kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat dalam ruang lingkup keluarga yang berada di kota Medan yang dibatasi pada Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung. Pemilihan lokasi ini berdasarkan asumsi peneliti bahwa akhir-akhir ini sering terjadi dampak dari pembuangan sampah secara sembarangan dengan terjadinya pencemaran lingkungan dan banjir. Hampir pada setiap turun hujan, daerah sekitar kecamatan Medan Tembung terjadi banjir. Daerah yang selalu banjir adalah pada Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Masyarakat yang diteliti adalah seluruh masayarakat pada lingkungan III yang terdapat pada Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung. Waktu Penelitian antara sekitar bulan Mei s/d Agustus 2015. Dalam proses menentukan subjek penelitian, maka peneliti menggunakan teknik snowball sampling, yaitu sampel bola salju. Hal ini dikarenakan peneliti belum mengetahui secara pasti siapa dan berapa orang yang akan terjaring dalam pengumpulan data penelitian. Peneliti hanya mengandalkan seorang tokoh masyarakat sebagai informan kunci (Key Informant). Berdasarkan informasi dari informan kunci tersebut, maka peneliti akan menjaring banyak subjek penelitian lainnya yang berkitan dengan masalah dan judul penelitian ini. Sehingga pada akhirnya, peneliti mendapatkan informasi tentang siapa-siapa 6
Ibid. http://banyakkali.blogspot.com/2011/03/sampah-dan-permasalahannya.html, diakses pada 22 Mei 2015 jam 02.56 wib 8Ibid. 7
saja yang dapat dijadikan subjek penelitiannya. Untuk memperkuat data hasil penelitian, peneilti juga mengambil rujukan dari beberapa orang tokoh masyarakat, yaitu : Setiap Kepala Lingkungan yang ada pada kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Adat. Instrumen Pengumpulan Data Penelitian Miles dan Huberman 9 menyatakan bahwa pengumpulan dan analisa data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara sirkuler. Sejalan dengan itu, McMillan dan Shumacher10 juga menyatakan bahwa pengumpulan dan analisa data kualitatif berlangsung secara interaktif dan overlapping, karenanya tidak disebut sebagai prosedur tetapi strategi pengumpulan dan analisis data. Lebih lanjut, menurut McMillan dan Schumacher11, dalam semua pengumpulan data kualitatif, fase-fase penelitian secara relatif sama, yaitu dimulai dari: (1) fase perencanaan, (2) fase permulaan mengumpul data, (3) fase mengumpulkan data dasar atau pokok, (4) fase mengakhiri pengumpulan data, dan (5) fase melengkapi data. Dengan memodifikasi fase-fase di atas, maka strategi utama yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini dibagi kepada 3 fase, yaitu: (1) Pada fase perencanaan, strategi yang digunakan adalah studi dokumen atau telaah literatur. Strategi ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pemahaman teoritik tentang tradisi pengelolaan sampah bagi keluarga kota Medan (2) Pada fase pengumpulan data pokok, strategi pengumpul data yang digunakan adalah: (a) studi dokumen dan telaah literatur berkenaan dengan tradisi pengelolaan sampah bagi keluarga kota Medan, dan (b) wawancara dengan Lurah Indrakasih kecamatan Medan Tembung Kota Medan, para Kepala Lingkungan (Kepling), para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokokh adat, dan masyarakat sekitar lokasi penelitian untuk menjaring data pokok yang berkenaan dengan ttradisi pengelolaan sampah bagi keluarga kota Medan (3) Pada fase melengkapi data, maka strategi pengumpul data yang digunakan adalah wawancara mendalam (indefth interview) dengan teknik semi terstruktur (semi-structured interview). Aktivitas ini dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu: (a) melengkapi data yang masih memerlukan informasi tambahan, baik dari para kyai, kepala madrasah, ustaz/ustazah, maupun santri dan alumni pesantren, dan (b) memverifikasi data yang masih memerlukan kejelasan untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran atau penarikan kesimpulan. Analisis Data Analisis data adalah sebuah proses sistematik yang bertujuan untuk menyeleksi, mengkategori, membanding, mensintesa, dan menginterpretasi data untuk membangun suatu gambaran komprehensif tentang fenomena atau topik yang sedang diteliti. Karena itu, sebagaimana dinyatakan Merriam12, analisis data merupakan proses memberi makna terhadap suatu data. Data diringkas atau dipadatkan dan dihubungkan satu sama lain ke dalam sebuah 9
Mathew B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Thetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Perss, 1992), h. 21. 10 James H. McMillan dan Michael Schumacher, Research in Education: A Conceptual Introduction, h. 35. 11 Lihat ibid., h. 405-407. 12 Sharan B. Merriam, Case Study Research in Education: A Qualitative Approach (San Francisco: Jossy-Bass Publishers, 1988), h. 127.
narasi sehingga dapat memberi makna kepada para pembaca. Proses itu, menurut Taylor dan Bogdan13 adalah “to come up with reasonable conclussions and generalizations based on a preponderance of the data”, yaitu menarik sejumlah kesimpulan dan generalisasi yang rasional berdasarkan sekumpulan data yang telah diperoleh. Menurut McMillan dan Schumacher14 proses analisa data kualitatif pada dasarnya berlangsung secara berulang (cyclical) dan terintegrasi ke dalam seluruh tahapan penelitian. Analisis data sudah dilakukan peneliti sejak penelitian berlangsung hingga masa akhir pengumpulan data. Karena itu, ketika menganalisis data penelitian ini, peneliti berulang-alik bergerak dari data diskriptif ke arah tingkat analisis yang lebih abstrak, kemudian kembali lagi pada tingkat abstraksi sebelumnya, memeriksa secara berulang analisis dan interpretasi yang telah dibuat, bernegosiasi kembali ke lapangan untuk memeriksa secara cermat data-data yang masih memerlukan tambahan informasi, dan demikian seterusnya. Secara khusus, dalam konteksnya dengan penelitian ini, peneliti mengadaptasi analisa data kualitatif sebagaimana disarankan oleh Mc.Millan dan Schumacher15, yaitu: Inductive analysis, yakni proses analisis data yang dilakukan dengan mengikuti langkahlangkah cyclical untuk mengembangkan topik, kategori, dan pola-pola data guna memunculkan sebuah sintesa diskriptif yang lebih abstrak. Dalam proses mengembangkan topik, peneliti beranjak dari informasi atau data dasar yang bersumber dari dokumen, literatur, dan wawancara mendalam untuk selanjutnya dibaca secara cermat dan diidentifikasi bagian-bagian tertentu yang bisa memunculkan suatu topik. Sebuah topik merupakan kumpulan dari sejumlah potongan data yang bisa diikat dengan sebuah tema atau makna yang sama. Masing-masing topik tersebut ditulis dalam suatu kolom pada komputer (seperti sebuah indeks), kemudian diperiksa berulang kali untuk menghindari duplikasi dan adanya topik yang saling tumpang tindih. Setelah proses di atas selesai, peneliti kemudian mengembangkan topik ke dalam sejumlah kategori. Categorizing adalah mempersatukan unit-unit yang kelihatannya memiliki content yang sama ke dalam satu kategori sementara. Setelah kategorisasi selesai dilakukan, peneliti kemudian menganalisis hubungan antara kategori yang telah dibuat untuk memunculkan pola-pola data. Karena sebuah pola merupakan a relationship among categories 16 , maka proses pemolaan dilakukan dengan memperhatikan asumsi-asumsi teoritis. Pola-pola pokok yang telah dibuat tersebut selanjutnya peneliti gunakan sebagai kerangka untuk melaporkan temuan dan menyusun laporan penelitian. Interim analysis, yakni melakukan analisis yang sifatnya sementara selama pengumpulan data. Menurut McMillan dan Schumacher, 17 hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat berbagai keputusan dalam pengumpulan data dan mengidentifikasi topik dan pola-pola yang muncul secara berulang. Dalam analisis ini, tehnik yang peneliti gunakan adalah mengadopsi strategi yang disarankan McMillan dan Schumacher, yaitu: (1) meninjau semua data yang 13
S.J. Taylor dan R. Bogdan, Introduction to Qualitative Research Methods (New York: Willey, 1984), h.139. James H. McMillan dan Michael Schumacher, Research in Education: A Conceptual Introduction, h. 463. 15 Ibid. 16 Ibid., h.476. 17 Ibid., h 466. 14
telah dikumpulkan yang berkaitan dengan topik. Penekanan yang diberikan di sini bukanlah pada makna topik, tetapi pada upaya memperoleh sebuah perspektif global mengenai jajaran topik-topik data, (2) mencermati makna-makna yang berulang yang bisa dijadikan sebagai tema atau pola-pola utama. Tema-tema bisa didapatkan dari telaah dokumen atau literatur dan percakapan dalam latar sosial dengan kyai, kepala madrasah, ustaz, atau santri dan alumni pesantren. Untuk membuat tema, peneliti memberi komentar terhadap temuan dari studi dokumen dan literatur dan mengelaborasi hasil wawancara, dan (3) berfokus kembali pada topik studi untuk analisis data tertentu. Karena kebanyakan data kualitatif bersifat terlalu luas, maka peneliti mempersempit fokus analisis data hanya pada topik yang diteliti. Tehnik Penjaminan Keabsahan Data Validitas dimaknai sebagai tingkat dimana berbagai konsep dan interpretasi yang dibuat peneliti memiliki kesamaan makna dengan makna-makna yang dipahami subjek atau partisipan penelitian. Dalam konteksnya dengan penelitian ini, ada 3 (tiga) strategi yang peneliti gunakan untuk menjamin validitas data penelitian, yaitu: Pertama, berlama-lama atau memperpanjang waktu dalam mengumpul data di lapangan (prolonged data collection), hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa mendapatkan sebanyak mungkin bukti-bukti yang menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan yang sebenarnya. Kedua, melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisa data. Hal ini dilakukan untuk mengecek data, dengan menyilang informasi dari sumber data yang berbeda, khususnya antara hasil wawancara dengan dokumen atau sebaliknya guna menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan. Ketiga, Member checks, yaitu membawa data dan interpretasi data tersebut kembali kepada partisipan dan menanyakan kepada mereka apakah data dan penafsiran terhadap data yang peneliti buat sudah benar atau sudah sesuai dengan makna sebagaimana dipahami partisipan. Temuan Penelitian Persepsi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan. Persepsi masyarakat dalam pengelolaan sampah dimulai dari adanya pengamatan melalui proses hubungan melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, dan merasakan serta menerima sesuatu hal yang kemudian seseorang menseleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi yang diterimanya menjadi suatu gambaran yang berarti. Pengamatan ini terjadi dipengaruhi oleh pengalaman masyarakat pada masa lampau dan sikap seseorang dari individu. Persepsi berlangsung secara individual dan tidak bisa berlangsung secara kolektif. Persepsi ini bisa berubah sesuai perkembangan pengalaman, perubahan kebutuhan, dan sikap dari seseorang baik laki-laki maupun perempuan. Terjadinya persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Pengalaman masa lalu (terdahulu) dapat mempengaruhi seseorang karena manusia biasanya akan menarik kesimpulan yang sama dengan apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan. 2. Keinginan dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam hal membuat keputusan. Manusia cenderung menolak tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.
3. Pengalaman dari teman-teman, di mana mereka akan menceritakan pengalaman yang telah dialaminya. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi seseorang.18 Berdasarkan temuan data penelitian, terdapat persepsi dari masyarakat Kkelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Lubis sebagai berikut: “Kalo saya ditanya tentang bagaimana pendapat saya tentang pengeloaan sampah, yah..saya masa bodoh aja karena sampah yang saya punya juga nggak banyak. Jadi langsung saja saya bakar sampah tersebut, selesaikan ibu. Saya tidak perlu lagi membayar uang orang yang mengutip sampah. Kan lumayan, kalo uangnya saya alihkan untuk keperluan yang lainnya.” Ketika peneliti mengamati daerah sekitar rumah Ibu Lubis tersebut seakan tak percaya dimana sebenarnya ibu Lubis membakar sampahnya karena areal rumahnya tidak terdapat bak sampah, tempat sampah dan memang rumahnya cenderung kecil. Hal ini kemudian peneliti tanyakan langsung kepadanya dan beliau menimpalinya sebagai berikut : “Masalah sampah saya ini bukan urusan orang lain tapi urusan saya. Coba ibu lihat, di depan pagar rumah saya kan masih ada tempat untuk saya tumpuk sampah saya terus kalo ada waktu saya bakar tapi kalo belum ada waktu ya nggak apalah. Karena inikan urusan saya, karena sampah ini sampah saya ., yach… terserah saya mau diapakan..” Selain persepsi atau pendapat yang dikeluarkan bu Lubis, peneliti kembali ingin mendengar ungkapan masyarakat lain tentang bagaimana cara mereka dalam mengelola sampah, khususnya sampah rumah tangga yang setiap harinya selalu mereka buang atau merka bakar atau dengan cara yang lainnya. Persepsi lain diungkapkan oleh bu Wati seperti di bawah ini : “Saya paling tidak suka kotor bu. Jadi kalo masalah sampah saya masukkan ke tempat sampah. Itu dia bu, keranjang sampah yang saya beli dengan uang saya sendiri. Biasanya petugas sampahlah nanti yang memungutnya. Namun jika lama kali datangnya petugas sampah, maka saya bakar sampah itu bu. Itupun membakarnya saya cari waktu biar tidak mengganggu kenyamanan tetangga lainnya, atau bahkan nantinya terjadi polusi. Makanya bu, biasanya malam hari saya membakar sampah bu.” Terdapat persepsi yang berbeda dari subyek penelitian terdahulu tentang pengelolaan sampah ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh pak Anto sebagai berikut : “Kalo saya, tak sempat membakar sampah makanya setiap habis subuh saya kumpulkan sampah dan saya buang di tempat pembuangan sampah sementara yang sudah disediakan pemerintah berupa bak sampah. Ya walaupun agak jauh, tetapi saya puas karena sampahnya langsung diangkut oleh petugas kebersihan atau petugas sampah setiap harinya. Lagi pula bu, kalo untuk membakar sampah di rumah, saya nggak punya lahan. Untuk menunggu petugas sampah yang datang mengambilnya, saya nggak sabar karena petugasnya datang tidak tentu bahkan yang seringnya dalam sebulan dia dua kali datangnya, sementara sampah di rumah saya sudah menumpuk.
18
Gaspersz, Vincent. Manajemen Bisnis Total dalam Era Globalisasi. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia, 1997., h.35
Makanya, saya usahakan membuangnya sehabis subuh di tempat pembuangan sampah sementara yang sudah disediakan pemerintah bu..” Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terdapatnya perbedaan persepsi antar subjek penelitian dikarenakan perbedaan dalam budaya, kebiasaan, pengalaman masa lalu dan tingkat pendidikan. Jika dianalisis lebih jauh dari ketiga persepsi tentang pengelolaan sampah tersebut, maka persepsi negatif ditampilkan oleh bu Lubis yang menurutnya urusan sampah adalah urusan pribadi bukan urusan masyarakat sekitar rumah dimana dia tinggal. Artinya, persepsi tersebut mengindikasikan bahwa Ibu Lubis kurang mampu menjaga perasaan dan kenyamanan dalam hubungan bertetangga dengan orang lain. Karena itu, maka apa yang dipersepsikan oleh bu Lubis cenderung terkesan agak egois. Sedangkan pendapat atau persepsi yang diungkapkan oleh bu Wati adalah persepsi positif karena beliau benar-benar berusaha menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempat yang dibelinya secara mandiri. Selain itu pula, bu Wati percaya jika sampah yang sudah dimasukkannya ke keranjang sampah nantinya akan dipungut oleh petugas sampah. Selanjutnya, persepsi yang dijelaskan oleh pak Anto tentang bagaimana pengelolaan sampah, beliau juga tidak mau menumpuk sampah di rumahnya dan juga tidak mau membakarnya karena lahan untuk membakar sampah tidak ada. Dengan idenya, pak Anto membuang sampah ke tempat pembuangan sampah sementara. Selain itu, untuk menghindari omongan masyarakat yang mungkin cenderung tidak suka dengan perilakunya, maka beliau membuang sampah setelah sholat subuh. Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kota Medan Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.19 Selanjutnya, Gagne mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari penulis yang berbeda. 20 Namun demikian, jika dicermati hampir semua batasan sikap memiliki kesamaan pandangan, bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia. Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech, Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas.21 Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapatpendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam 19 http://ayhiieanita.blogspot.co.id/2012/11/psikologi-sikap-dan-perkembangan_740.html, diakses pada 23 Agustus jam 05.00 wib 20 Ibid. 21 Ibid.
manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu : a. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. b. Kebudayaan. B.F. Skinner dalam Azwar (2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. c. Orang lain yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. d. Media mass. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. e. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.22 Sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah di Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung diawali dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Nasution sebagai berikut : “Saya selalu mendukung program pemerintah tentang kebersihan. Apalagi, di dalam ajaran Islam dijelaskan dalam kandungan Hadits Rasulullah SAW bahwa kebersihan itu adalah sebahagian dari Iman. Karena itu, saya akan selalu berusaha untuk membersihkan sekitar rumah dan daerah dimana saya tinggal dengan melalui berbagai kegiatan seperti gotong royong dan sebagainya. Walaupun memang, di kelurahan indrakasih ini rawan banjir karena aliran airnya sudah penuh dengan sampah bahkan sudah ditutup dengan beton/semen, tetapi saya tetap bersikap positif untuk selalu menjaga lingkungan agar tetap bersih”. Lain halnya dengan Ibu Lubis, ketika peneliti menanyakan sikapnya tentang pengelolaan sampah sebagai berikut :
22
Ibid.
“ Saya memang setuju dengan program pemerintah untuk mengelola sampah dengan baik. Tetapi yang saya lebih utamakan adalah sampah yang berasal dari rumah saya, karena menurut saya setiap orang punya tanggungjawab dan kewajiban untuk mengelola sampah yang miliknya dan bukan sampah milik orang lain. Jadi, jika ada kepling menghimbau untuk ada acara gotong royong dalam kebersihan terutama mengutip dan mengeruk sampah dari selokan sepanjang areal Pancing 1 ini, maka saya tidak bersedia dan menolaknya. Karena itu bukan kewajiban saya. Bahkan saya lihat, ada orang yang aliran air di parit depan rumahnya dibersihkan, eh dianya malah nggak ikut membersihkannya”. Masih mengenai masalah sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah, Ibu Linda menjelaskan kepada peneliti melalui wawancara dengannya sebagai berikut : “Apapun program pemerintah kalo yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan hidup terutama bersih dari sampah, saya sangat mendukung. Karena itu, walaupun nggak disuruh pak Kepling untuk kerja gotong royong dalam membersihkan parit dan selokan dari sampah, setiap harinya saya selalu membuang sampah yang ad di dalam parit sekitar rumah saya. Karena saya khawatir jika dibiarkan sampah menumpuk di dalam parit maka kan menggangu kesehatan. Apalagi di gang saya ini banyak anak-anak yang selalu mengorek-ngorek parit. Jadi, kalo paritnya bersih dari sampah kan mereka tidak terkena masalah penyakit.” Berdasarkan data hasil wawancara dengan para responden dan subjek penelitian tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkannya bahwa mengenai sikap masyarakat di kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung ini sebahagian ada yang mendukung kegiatan pengelolaan ssampah secara bersama untuk menjaga kebersihan seluruh lingkungannya dimana dia tinggal. Namun, ada pula yang hanya mau mengelola sampah untuk rumahnya sendiri, walaupun sudah pernah ada himbauan dari Kepala Linngkungan setempat. Sebagaimana dijelaskan dalam teori sebelumnya bahwa sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam mengelola sampah sangat bergantung pada pengalaman pribadi, adanya orang lain yang dianggap penting, emosi dalam diri dan sebagainya. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di kota Medan Secara biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing.23 Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 23
wib
http://deslanikn.blogspot.com/2011/07/teori-perilaku-psikologi.html, diakses pada 17 Agustus 2015, jam 06.34
Bentuk-bentuk perilaku yaitu :24 1. Perilaku tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Adapun jenis-jenis perilaku adalah : 1. Perilaku Refleksif Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya kedip mata bila kena sinar; gerak lutut bila kena sentuhan palu; menarik tangan apabila menyentuh api dan lain sebagainya. Perilaku refleksif terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus yang diterima organisme tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak sebagai pusat kesadaran yang mengendalikan perilaku manusia. Dalam perilaku yang refleksif, respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus diterima oleh reseptor, begitu langsung respons timbul melalui afektor, tanpa melalui pusat kesadaran atau otak. Perilaku ini pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Hal ini karena perilaku refleksif merupakan perilaku yang alami, bukan perilaku yang dibentuk oleh pribadi yang bersangkutan. 2. Perilaku Non-Refleksif Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran/otak. Dalam kaitan ini, stimulus setelah diterima oleh reseptor langsung diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran, dan kemudian terjadi respons melalui afektor. Proses yang terjadi didalam otak atau pusat kesadaran inilah yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis. Pada perilaku manusia, perilaku psikologis inilah yang dominan, merupakan perilaku yang dominan dalam pribadi manusia. Perilaku ini dapat dibentuk, dapat dikendalikan. Karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pada manusia, dapat dilihat secara internal dan eksternal. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini :25 1) Jenis Ras/ Keturunan Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid 24 25
Ibid. Ibid.
antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri ramah, senang bergotong royong, agak tertutup/pemalu dan sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula. 2) Jenis Kelamin Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. 3) Sifat Fisik Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman. 4) Kepribadian Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya. 5) Intelegensia Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan. 6) Bakat Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya. Adapun faktor eksternal, terdiri dari hal-hal yang berasal dari : 1) Pendidikan Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah. 2) Agama Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yangdiajarkan oleh agama yang diyakininya. Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua. 4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya. 5) Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan temuan data penelitian, maka dapat dilihat beragam perilaku yang ditampilkan oleh subjek penelitian . Data tentang perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah dapat dijaring melalui instrumen observasi dan wawancara. Melalui observasi, peneliti dapat mengindikasikan bahwa masyarakat Pancing 1 Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung Kota Medan selalu berupaya untuk membersihkan sampah melalui tempat-tempat seperti parit, drainase, sekaligus melakukan proses pembakaran sampah jika sampahnya sudah menumpuk dan tidak ada tempat pembuangan sampah lainnya. Kegiatan pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan pribadi ataupun kolektif. Secara pribadi, masyarakat melakukan pembersihan lingkungan setiap harinya terutama di sekitar rumahnya masing-masinng. Sedangkan secara bersama-sama pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan gotong royong yang rutin dilaksanakan setiap minggunya. Daerah Pancing I Linngkungan III Kelurahan Indrakasih ini selalu menjadi langganan banjir jika hujan turun secara terus-menerus. Banyak hal yang menjadi faktor terjadinya banjir, diantaranya adalah parit yang tidak terlalu dalam ukurannya sehingga dengan mudahnya ketika hujan tiba air tersebut tumpah keluar badan jalan sehingga menyebabkan banjir. Selain itu pula, banyaknya drainase (saluran air) yang sudah dibeton dan disemen terutama yang ditempati oleh orang China. Sehingga dengan adanya fenomena ini maka slit sekali masyarakat mengeruk tanah atau sampah yang ada di drainase tersebut. Dalam kegiatan mengantisipasi bahaya banjir tersebut, ada sebahagian masyarakat yang tidak mau memilih jalan keluar lain dan tidak sanggup bertahan sehingga pada akhirnya mereka pindah rumah ke tempat-tempat yang tidak terkena banjir jika turunnya hujan. Namun terdapat juga masyarakat yang masih bertahan tinggal di daerah Pancing 1 tersebut. Disamping ada masyarakat yang berperilaku positif dengan mengelola sampah untuk menghindari banjir, ada pula masyarakat yang berperilaku negatif dengan tidak mau ikut berupaya membuang sampah dan membersihkan lingkungan sekitar rumahnya. Mengenai masalah ini, peneliti dapat mengilustrasikannya lewat hasil wawancara dengan Ibu Puput sebagai berikut : “Saya bu, bukannya tidak mau ikut membersihkan sampah dan kerja gotong royong, tetapi untuk apalah saya ikut kegiatan tersebut kalaupun toh pad akhirnya nanti pas datang hujan, daerah ini banjir juga. Yang saya mau adalah perbaikan total seluruh saluran air yang tersumbat, baik di parit-parit maupun di drainase yang lainnya. Daerah Pancinng 1 ini sudah harus dibenerin dan dibersihkan seluruh saluran airnya. Coba Ibu lihat, dangkalnya parit yang ada disini sehingga ketika hujan turun, air akan
tertumpah ke badan jalan. Inilah yang menyebabkan bajir. Selain itu pula, ada masyarakat yang tidak mau membersihkan rumahnya dari sampah padahal sudah menumpuk sampah di depan rumahnya yang menghalangi orang untuk jalan di sekitar rumahnya tersebut. Saya berharap kepada pemerintah kota untuk ikut andil dalam hal ini. Jadi, kalaupun kita berusaha mengelola lingkungan agar bersih dari sampah maupun parit yang airnya tidak jalan karena banyaknya sampah dan tanah, tetapi kalau tidak ada andil pemerintah memberikan bantuan lebih intensif, maka sia-sialah usaha kita disini bu”. Perilaku masyarakat yang cenderung positif dan negattif kemungkinan dikarenakan pola pikir masyarakat berdasarkan pengalaman hidupnya dan latar belakang pendidikannya. Sebahagian besar warga masyarakat Pancing 1 Lingkungan 3 Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung ini bermata pencaharian sebagai tukang bangunan dan buruh cuci. Disamping itu pula ada yang berprofesi sebagai guru dan dosen, tetapi jumlahnya tidak banyak. Karena itu, peneliti berasumsi bahwa perilaku yang ditampilkannya akan sangat cenderung berpengaruh dari faktor-faktor yang berasal dalam diri masyarakat maupun yang terdapat di luar diri masyarakat. Penutup Berdasarkan temun hasil penelitian, peneliti menyimpulkan sebagai berikut : 1. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah dapat dilihat dari dari dua persepsi yang berbeda, yaitu persepsi positif. Dimana terdapat masyarakat yang benar-benar melalui kesadarannya sendiri mengelola sampah yang terutama berasal dari rumahnya sendiri. Pengelolaan sampah dapat dilakukan secara dengan membersihkan lingkungan rumahnya dari tumpukan sampah. Selain itu pula dengan jalan membakar sampah tersebut agar tidak terlalu lama berada di dalam keranjang sampah. Terdapat pula masyarakat yang membuang sampah rumah tangganya ke tempat pembuangan sampah sementara. Tetapi ada pula yang memberikan persepsi negatif, dimana terdapat masyarakat yang tidak mau segera mengelola sampah walaupun sudah menumpuk di depan jalan sehingga akan menghambat lalu lintas kendaraan karena banyaknya sampah yang berserakan tersebut. Persepsi ini dimunculkan antara lain karena faktor pengalaman masa lalu, atau pengalaman dari teman-temannya. 2. Sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah menunjukkan sikap yang baik dan tidak baik. Masyarakat yang bersikap baik akan selalu mendukung pentingnya kebersihan dalam keseharian. Lingkungan yang bersih akan dapat menyehatkan warga sekitarnya dan sebaliknya lingkungan yang kotor akan menyebabkan mudahnya timbul penyakit. Dukungan masyarakat dalam mengelola sampah dapat dilakukan secara mandiri ataupun bersama-sama dengan warga lainnya dalam kegiatan gotong royong. Sementara masyarakat yang memiliki sikap negatif cenderung akan mengelola dan membersihkan sampah hanya sekitar rumahnya saja, karena dia berpendapat bahwa masing-masing warga sudah harus wajibmembersihkan sampah yang ada di sekitar rumahnya saja. Sedangkan yang berasal dari luar rumahnya bukan kewajibannya. 3. Perilaku yang ditunjukkan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan secara bersama-sama berupaya untuk mengelola sampah dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Perilaku masyarakat tersebut sebagai cerminan adanya usaha masyarakat
untuk membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya, baik dilakukan secara pribadi maupun secara bersama-sama. Dalam hal ini terdapat warga yang berharap adanya keikutsertaan pemerintah kota Medan untuk menuntaskan permasalahan banjir yang sering terjadi di daerah ini. Daftar Bacaan Gaspersz, Vincent. Manajemen Bisnis Total dalam Era Globalisasi. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia, 1997. Gilbert, dkk dalam Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, (Jakarta: Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 1998) Hadiwijoto, S, Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. (Jakarta:Penerbit Yayasan Idayu, 1983), James H. McMillan dan Michael Schumacher, Research in Education: A Conceptual Introduction. Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo, Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, (Jakarta : Salemba Empat., 2005). Mathew B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Thetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Perss, 1992). Robbbins dan Judge, Perilaku Organisasi, Buku 1 dan 2, (Jakarta : Salemba Empat, 2007). Sarwono, Sarlito Wrawan, Psikologi Social.( Jakarta Balai Pustaka, 2002). Setyobroto, Sudibyo, Psikologi Suatu Pengantar, edisi ke-dua, (Jakarta : Percetakan Solo, 2004). Sharan B. Merriam, Case Study Research in Education: A Qualitative Approach (San Francisco: Jossy-Bass Publishers, 1988). S.J. Taylor dan R. Bogdan, Introduction to Qualitative Research Methods (New York: Willey, 1984). Walgito, Bimo, Psikologi Social Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2003). http://dokumen-makalah.blogspot.co.id/2014/12/limbah-rumah-tangga.html, diakses pada 20 Juni 2015, jam 12.30 wib http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/pkolokium/article/view/833, diakses pada 3 Juni 2015 jam 22.43 wib http://banyakkali.blogspot.com/2011/03/sampah-dan-permasalahannya.html, diakses pada 22 Mei 2015 jam 02.56 wib http://nurkhairat.blogspot.co.id/2013/03/sikap-dan-perilaku-sosial.html, diakses pada 25 Juli 2015, jam 4.55 wib http://parlentekefa.blogspot.co.id/, diakses pada 28 Juli 2015, jam 04.55 wib https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan, diakses pada 10 Agustus 2015 jam 12.52 wib http://pemkomedan.go.id/new/hal-medan-tembung.html, diakses pada 6 Agustus 2015 jam 03.45 wib http://ayhiieanita.blogspot.co.id/2012/11/psikologi-sikap-dan-perkembangan_740.html, diakses pada 23 Agustus jam 05.00 wib http://deslanikn.blogspot.com/2011/07/teori-perilaku-psikologi.html, diakses pada 17 Agustus 2015