5
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Lidah Buaya Tanaman lidah buaya (Aloe vera ) berasal dari Afrika. Aloe vera berasal dari kata Alloeh dalam bahasa Arab berarti sangat pahit, Vera berasal dari kata verus yang berarti betul-betul. Menurut Wahyono dan Koesnandar (2002), di Indonesia dikenal sebagai lidah buaya, di Malaysia disebut jadam dan di Prancis, Jerman dan lain-lain disebut Aloe. Aguilar dan Brink (1999), menyatakan terdapat tiga jenis lidah buaya yang umum dibudidayakan, yaitu : Curacao aloe ( Aloe barbadensis Miller), Cape aloe ( Aloe ferox Miller) dan Socotrine aloe ( Aloe chinensis Baker). Lidah buaya Pontianak dikategorikan sebagai Aloe vera chinensis Baker karena dideskripsikan oleh Baker pada tahun 1877. Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, ber totol putih saat masih muda, mempunyai duri lunak di bagian pinggir, batang pendek dan akar tipe serabut yang pendek berada di sekitar permukaan tanah (Wahid, 2000; Wahjono dan Koesnandar, 2002). Daun lidah buaya mengandung cairan kuning (aloin) yang berlendir mencapai 30% (Duryatmo dan Raharjo, 1999). Hagen (2001) menambahkan bahwa daun lidah buaya mempunyai kandungan gizi yang sama dengan kandungan sayuran hijau lainnya. Secara kimia, lidah buaya terdiri dari 90% air, 4% karbohidrat dan sisanya terdiri atas mineral dan 17 macam asam amino (Kurnianingsih, 2004). Jenis kandungan asam amino lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Sudarto (1997) lidah buaya dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 0 – 1500 m dpl, keasaman (pH) yang diinginkan 5.5 - 6.0, suhu optimum berkisar 16 - 33°C, curah hujan 1000 - 3000 mm/tahun. Pada jenis tanah latosol, podsolik, andosol atau regosol dengan drainase yang baik tanaman dapat berproduksi secara maksimal (Balittro, 1986).
6
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan gambut (Kurnianingsih, 2004; Tatipata, 2005; Wasonowati, 2005 dan Wentasari , 2005).
Tabel 1. Jenis asam amino yang terkandung dalam tanaman lidah buaya
Jenis asam amino Kandungan (ppm)
Jenis asam amino
Kandungan (ppm)
Histidin
48.61
Methionina
26.54
Asam glutamat
41.68
Lisina
26.38
Prolina
38.18
Sistina
23.80
Serina
36.54
Valina
21.57
Asam aspartat
36.23
Treonina
21.45
Phenil alanina
35.98
Isoleusina
15.79
Glisina
33.62
Arginina
10.28
Alanina
31.29
Leusina
5.21
Tirosina
26.63
Sumber : Kurnianingsih (2004)
Tanaman ini merupakan tanaman serofit tahunan yang efisien dalam penggunaan air untuk pertumbuhannya sehingga dapat tumbuh di daerah basah atau kering dengan daya adaptasi yang tinggi (Sudarto, 1997). Berdasarkan metabolisme CO2 tanaman lidah buaya digolongkan sebagai tanaman CAM (Crassulaceae Acid Metabolism). Salisbury dan Ross (1995), Loveless (1991) bahwa tanaman CAM dapat memfiksasi CO2 pada malam hari dan melakukan fotosíntesis pada siang hari dengan stomata tertutup. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa tanaman lidah buaya efisiensi dalam penggunaan air dengan cara menurunkan transpirasi lebih rendah dari fotosíntesis.
7
Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Pemberian naungan dilakukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Naungan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Darjanto (1983), naungan bukanlah faktor yang berdiri sendiri tetapi pengaruhnya terdiri dari berbagai faktor seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban.
Cahaya Selain curah hujan, unsur cuaca dan iklim yang sangat penting dalam sistem produksi tanaman adalah cahaya dan suhu. Variasi lingkungan yang berhubungan dengan perubahan dari variabel diatas dapat mempengaruhi produktifitas tanaman. Radiasi surya merupakan sumber energi utama bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan jumlah total radiasi surya yang diterima oleh tanaman (Buhr dan Sinclair, 1998). Cahaya yang sampai ke tanaman mempengaruhi tanaman dalam tiga hal yaitu mempengaruhi : (a) laju pertumbuhan; (b) laju transpirasi; (c) pada titik kritis pertumbuahan cahaya yang tinggi dapat menyebabkan terbakar (Squire, 1993). Januwati dan Muhammad (1997) menambahkan pengaruh intensitas penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding pengaruh dari perubahan dalam mutu penyinaran. Menurut Gardner et al. (1991), cahaya yang diserap selama siang hari oleh permukaan tanaman budidaya dibagi dalam beberapa kegiatan :75 % - 85 % digunakan untuk menguapkan air, 5 % - 10 % menjadi cadangan bahang dalam tanah, 5 % - 10 % lainnya menjadi bahan pertukaran bahan dengan atmosfir bumi melalui proses konveksi dan 1 % - 5 % berfungsi dalam proses fotosintesis. Pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pemberian naungan 50% merupakan intensitas cahaya terbaik untuk pertumbuhan dan hasil (Evita, 2000). Penambahan cahaya empat jam pada umur 30 hari setelah tanam memberikan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman mentha yang terbaik (Rosman et al., 2004). Pemberian naungan sebelum dan sesudah pembungaan
8
menghasilkan jumlah biji pertangkai dan berat biji gandum varietas lumai 22 lebih rendah dibandingkan varietas yannong 15 (Wang et al., 2003).
Suhu Faktor lingkungan lain yang penting
dapat mempengaruhi produksi
tanaman adalah suhu. Suhu ekstrim di lahan dapat membatasi tipe-tipe tanaman yang dapat tumbuh dan waktu tanam yang sesuai untuk tumbuh. Suhu yang lebih hangat dan meningkat hingga optimum menyebabkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Buhr dan Sinclair, 1998). Laju perkembangan tanaman berkorelasi tin ggi dengan suhu. Jumlah buku, tinggi tanaman, dan laju perkembangan lainnya berkorelasi positif dengan akumulasi panas daripada dengan fotosintesis (Boote dan Gardner, 1998). Tanaman Gloxinia yang tumbuh dalam stadia vegetatif dan generatif berada di lingkungan dataran rendah lebih cepat berbunga dibandingkan dengan tanaman Gloxinia yang stadia vegetatif dimodifikasi lingkungan dataran tinggi dan dan stadia generatifnya modifikasi lingkungan dataran rendah (Sanjaya, Prasetio, Sutater, 1992).
Kelembaban Chang (1968) mengemukakan bahwa kelembaban nisbi yang tinggi memberikan dua pengaruh terhadap tanaman : 1) uap air yang terdapat diudara dapat diserapnya, 2) meningkatkan laju fotosintesis sehingga laju pertumbuhan meningkat akibat pertumbuhan akar dan efisiensi penyerapan air lebih baik. Kelembaban udara yang rendah dapat meningkatkan kehilangan kandungan air tanaman akibat evaporasi melebihi kapasitas tanaman untuk menggantikannya dengan air yang ada, sehingga akan terjadi pelayuan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hasil pembibitan dipercepat pertumbuhannya
ketika dilakukan pada ruang yang dirancang spesifik dimana kelembaban relatif dipertahankan pada level 65% dan faktor-faktor lingkungan lainnya dikontrol pada level optimum (Esmay dan Dixon, 1986). Pertumbuhan Blue Blazer
9
ageratum, Pink Cascade petunia dan semaian. Double Eagle marigold dapat meningkat dua sampai lima kali lipat bila kelembaban relatif ditingkatkan dari 40% menjadi 65% pada suhu 18 oC di malam hari dan 24 oC pada siang hari. Namun demikian peningkatan kelembaban relatif sampai 90% tidak berpengaruh nyata pada kultivar -kultivar tersebut. Kelembaban nisbi = 70% memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan dan mutu planlet kelapa sawit di prapembibitan (Subronto, 1997).
Adaptasi Tanaman terhadap Cahaya Tanaman yang mendapat cekaman cahaya dapat menyebabkan energi cahaya yang diabsorbsi lebih besar dari pada energi yang digunakan dalam fotosintesis dan berpengaruh terhadap pigmen -pigmen klorofil. Hasil penelitian Adams et al. (1996) menyatakan bahwa rasio klorofil a/b tanaman Crassula argentea pada kondisi naungan menunjukkan angka lebih kecil dari pada tanpa naungan. Hasil penelitian Allard, Nelson dan Pallardi, (1991); Kephard, Buxton and Taylor, (1992), memperlihatkan bahwa rumput-rumputan merespon naungan dengan mengurangi bahan kering untuk mempertahankan luas daun, panjang batang dan pertumbuhan akar. Lukitariati et al. (2000) yang melakukan penelitian pada tanaman manggis mendapatkan pertumbuhan semai manggis yang lebih baik dengan naungan daripada tanpa naungan. Secara genetik tanaman yang tahan terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Mohr dan Schoofer, 1995). Berdasarkan hal di atas maka Smith (1983) mengelompokkan tanaman menjadi tiga bagian yaitu : tanaman suka cahaya (sun plant), tanaman suka naungan (shade plant) dan tanaman toleran naungan. Levitt, (1980) menambahkan ada dua mekanisme adaptasi tanaman terhadap
cekaman
lingkungan yakni mekanisme penghindaran (avoidance) dan mekanisme toleransi (tolerance).
10
Tanaman di bawah naungan biasanya menunjukkan perubahan morfologi anatomi dan fisiologi sebagai respon adaptasi terhadap penyinaran (Hidema et al, 1992). Karakter morfologi dan anatomi yang berkaitan dengan toleransi naungan adalah karakter daun seperti luas daun, ketebalan daun dan bentuk daun (Sahardi, 2000) dan tangkai bunga (Widiastoety, Prasetio dan Solvia, 2000).
Daun
cenderung menjadi lebih tipis dan lebih luas ( Fitter dan Hay, 1991), Taiz dan Zeiger, (1991) mengemukakan bahwa penipisan daun ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan ukuran sel palisade, di mana sel-selnya mengecil sehingga hanya berbeda sedikit ukurannya dengan sel bunga karang. Sebaliknya kondisi terang, sel-sel palisade lebih panjang dibandingkan sel-sel bunga karang. Selain itu daun-daun yang ternaungi memiliki sel-sel spongi (bunga karang) yang bentuknya tidak beraturan. Hal ini menyebabkan banyaknya rongga udara dan air yang terbentuk. Akibatnya pancaran cahaya menjadi baik dan mempertinggi jumlah cahaya yang bisa mencapai sel Karakter fisiologi tanaman yang dipengaruhi oleh naungan antara lain : kandungan karbohidrat pada fase pembungaan menurun, N terlarut pada buku padi dan N total pada daun dan batang meningkat (Chaturvedi, 1996; Supriyono, 1999; Soverda, 2002).
Pupuk Kandang dan Peranannya bagi Tanaman Pupuk dalam pertanian modern digunakan untuk menyediakan hara tanaman, agar diperoleh hara tanaman pada tingkat yang cukup, membantu tanaman bertahan pada kondisi cekaman, untuk mengelola kesuburan tanah yang optimum dan meningkatkan kualitas tanaman. Pupuk yang sering digunakan dalam pertanian ada dua macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari perubahan atau penguraian bagian tanaman atau hewan. Salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air seni, amparan dan sisa makanan ternak (Soepardi, 1983), komponen utama adalah kotoran padat dan air seni.
11
Menurut Abdulrachman et al (2001), pengaruh pupuk kandang terhadap sifat fisik tanah adalah menurunkan berat isi tanah, meningkatkan permeabilitas air tanah, dan peningkatan bahan organik tanah. Selanjutnya Simanjuntak (1997); Leomo (1998) menyatakan pupuk kandang dapat meningkatkan total pori tanah, air tersedia dan kemantapan agregat tanah. Pupuk kandang mempunyai susunan kimia yang berbeda- beda dari satu tempat ke tempat lain tergantung jenis ternak, umur dan keadaan ternak, sifat dan jumlah amparan, cara penanganan penyimpanan sebelum digunakan (Soepardi, 1983), jenis pakan (Tisdale dan Nelson, 1995). Penelitian Santoso (2003) pada tanaman lidah buaya menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Urnemi (2003) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P dan herbal dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun dan bobot basah tanaman jinten. Melati dan Andriyani (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang ayam dosis 10t/ha meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi kedelai organik. Sudiarto et al (2002), aplikasi pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, bobot basah tanaman dan bobot basah daun katuk. media organik PHC (peanut husk charcoal) menghasilkan luas daun tanaman mentimun terbaik (Chulaka et al., 2004).