TINJAUAN PUSTAKA Rumput Meksiko Rumput Meksiko (Euchlaena mexicana Schrad) berasal dari Amerika Tengah, rumput ini termasuk rumput potong yang tumbuh tegak, batang dan daunnya lebar mirip tanaman jagung. Ketinggian tanaman mencapai 2,5–4 m, tanaman ini termasuk berumur pendek (annual), sistem perakarannya dalam dan luas, tumbuh baik pada daerah-daerah lembab atau tanah yang subur dengan ketinggian 0-1200 m dari permukaan laut dan curah hujan tidak kurang dari 1000 mm/tahun (Departemen Pertanian, 1985). Tanaman ini ditanam di Amerika Tengah dan Selatan untuk dibuat silase atau sebagai hijauan pakan ternak, sedangkan di Philipina rumput ini dapat menghasilkan 70 ton/ha/thn bahan segar dengan pemotongan 4-5 kali dan pembiakannya dapat dilakukan dengan pols atau stek (Reksohadiprodjo, 1994). Pemotongan sebaiknya pada saat tanaman mencapai tinggi 1,5 m. Rumput ini umumnya dikembangkan sebagai rumput potongan. Rumput Meksiko (Euchlaena mexicana Schrad) dapat tumbuh pada struktur tanah berat (AAK, 1983). Menurut Susetyo et al. (1969) kandungan zat nutrisi rumput Meksiko (Euchlaena mexicana Schrad) berdasarkan analisis bahan kering meliputi protein kasar, lemak kasar, BETN berturut-turut adalah pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa Zat Nutrisi pada Rumput Meksiko (Euchlaena mexicana Schrad) Zat nutrisi
Kandungan (%)
Protein kasar
9,16
Lemak kasar
2,43
BETN
47,33
Sumber: Susetyo et al. (1969)
Pembiakan Vegetatif Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama (Na’iem, 2000). Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah pembangunan kebun benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara seksual serta perbanyakan tanaman terseleksi (Khan, 1993). Perbanyakan
3
tanaman secara vegetatif dilakukan karena tanaman ini tidak mempunyai biji serta pada perbanyakan tanaman secara generatif sering terjadi penyimpangan sifat dari induknya dan banyak terdapat kelemahan lainnya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu dengan cara stek, cangkok, rundukan, dan kultur jaringan. Perbanyakan tanaman dengan cara stek pemberian nama stek berdasarkan bagian tanaman yang digunakan untuk dibuat stek, misalnya pada stek batang, bahan yang digunakan adalah batang tanaman. Perbanyakan tanaman secara vegetatif banyak digunakan karena selain sifatnya sama seperti induknya, perbanyakan tanaman secara vegetatif juga dapat menghasilkan variasi-variasi baru, misalnya jambu dengan rasa buah yang lain (Wudianto, 1994). Pembiakan Dengan Stek Stek merupakan cara perbanyakan tanaman dengan cara pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, tunas, batang, dan daun dengan tujuan bagian tersebut akan membentuk akar. Perbanyakan tanaman dengan cara stek dilakukan untuk mendapatkan tanaman baru yang sama sifatnya dengan tanaman induknya, seperti sifat ketahanan terhadap serangan penyakit, keindahan bunga, buah, rasa buah, dan sebagainya. Selain tekniknya mudah dilakukan, perbanyakan tanaman dengan cara stek memperoleh tanaman yang sempurna, dimana tanaman telah mempunyai akar, batang, dan daun dalam waktu yang relatif singkat. Pemotongan stek yang baik pada saat tanaman sedang tidak mengalami pertumbuhan dan kelembapan udara yang tinggi, biasanya pada awal musim hujan (Wudianto,1994). Potongan stek apabila terlalu pendek akan menyebabkan stek cepat kering, sehingga cadangan makanan untuk tunas yang akan tumbuh akan berkurang. Apabila pemotongan stek terlalu panjang maka pertumbuhan tunasnya lambat (Susanto dan Kurniati, 1994). Rumput-rumput gajah ditanam dengan bahan penanaman stek atau pols. Penanaman dengan stek memberikan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pols. Penanaman yang baik dilakukan pada permulaan musim hujan (Jayadi, 1991). Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek adalah keseimbangan karbohidrat (KH) dan senyawa yang mengandung nitrogen (Rochman dan Haryadi, 1973). Ruas yang terlalu panjang membuktikan bahwa stek tersebut masih muda. Batang yang masih muda kurang baik untuk ditanam sebagai bibit, sebab kandungan 4
karbohidrat atau energi pertumbuhannya rendah (AAK, 1983). Keberadaan zat makanan yang mengandung nitrogen seperti nitrat, amonium dan asam amino dapat meningkatkan perakaran stek (Thimann, 1989). Mikroorganisme Mikroorganisme penyebab terjadinya kerusakan pada makanan dapat hidup pada tanah, udara, dan air selain itu juga mampu bertahan pada berbagai lingkungan baik itu pada suhu, tekanan, pH, tingkat osmosis (larutan gula dan garam), serta kadar air yang ekstrem. Mikroorganisme merupakan organisme yang tidak dapat dilihat secara kasat mata, oleh sebab itu diperlukan alat untuk melihat mikroorganisme yaitu mikroskop (Adawyah, 2007). Mikroorganisme akan terhambat aktivitas dan pertumbuhannya pada suhu pendinginan (Susanto dan Kurniati, 1994). Mikroorganisme yang terdapat pada tanah yaitu bakteri, aktinomiset, cendawan,
alga,
protozoa,
bakteriofag,
dan
virus.
Mikroorganisme
yang
mendominasi dan jumlahnya separuh dari biomassa mikroba di dalam tanah adalah bakteri, jumlahnya mencapai 10-100 juta bakteri dalam setiap gram tanah. Semakin dalam suatu tanah maka populasi dari bakteri akan semakin menurun. Faktor yang mempengaruhi populasi bakteri di dalam tanah adalah pemupukan, pH, penambahan bahan organik, dan praktik pertanian. Populasi cendawan di tanah jumlahnya lebih sedikit di bawah bakteri. Pada tanah yang asam populasi cendawan lebih dominan, karena pada lingkungan yang asam bakteri tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga pemanfaatan substrat alami dalam tanah dapat dimonopoli oleh cendawan. Cendawan selain hidup pada lingkungan yang asam juga dapat tumbuh di lingkungan netral dan basa. Ada beberapa cendawan yang dapat hidup pada pH diatas 9. Indikasi tanah yang baik untuk ditanami tanaman yaitu banyak mengandung cendawan, karena bersifat aerobik dan pada tanah yang tinggi jumlahnya akan menurun (Rao, 1994). Pada penyimpanan benih, mikroorganisme dapat masuk melalui kerusakan pada kulit benih sehingga mempermudah dalam merusak benih. Benih yang disimpan pada udara dengan RH yang sangat tinggi, akan mempengaruhi perubahan berat benih karena terjadi perubahan kadar air pada benih, selain itu juga karena pertumbuhan mikroorganisme dan respirasi yang terjadi pada benih (Kuswanto, 2003).
5
Pengawetan Pengawetan pada ikan, buah, dan bahan pangan lainnya awalnya dilakukan untuk mengurangi pembusukan yang menyebabkan bahan pangan tidak dapat disimpan lebih lama. Bahan pangan yang disimpan, agar tidak terjadi pembusukan perlu dilakukan proses pengolahan dengan tujuan
untuk menghentikan atau
menghambat aktivitas mikroorganisme perusak atau enzim yang dapat menurunkan kualitas dari bahan pangan tersebut (Adawyah, 2007). Pengawetan dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba dan menghentikan aktivitas dari mikroba. Selain itu, pengawetan dilakukan untuk menghentikan aktivitas enzim, sehingga masa simpan dari suatu produk makanan atau tumbuhan dapat bertahan lebih lama (Desrosier, 2008). Penyimpanan benih perlu dilakukan karena tidak semua benih dapat segera digunakan pada usaha tani. Hal ini disebabkan kelebihan produksi benih sehingga harus disimpan hingga musim tanam berikutnya pada masa penyimpanan perlu dipertahankan dengan meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan benih, semakin rendah kadar air maka laju respirasi pada benih akan semakin rendah sehingga benih dapat disimpan lebih lama karena laju detoriorasinya lambat. (Kuswanto, 2003). Perlakuan Pengawetan Stek Pengawetan stek dilakukan agar pada saat pendistribusian stek tidak terkontaminasi dengan mikroba, sehingga pada saat stek tersebut ditanam dapat tetap tumbuh dengan baik. Cara yang dapat digunakan untuk mengawetkan stek adalah gula, refrigerator, lilin, dan silica gel . Gula Tumbuhan yang kekurangan zat makanan dimana kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Kegunaan respirasi digolongkan menjadi dua, yaitu menyediakan energi untuk membangun materi yang berhubungan
dengan
pertumbuhan.
mempertahankan jaringan (Tolbert dan
Kedua,
menyediakan
energi
untuk
Zelitch, 1983). Pada pengawetan bahan
pangan kadar gula di dalam jaringan yang cukup tinggi dapat mencegah
6
pertumbuhan mikroba pembusuk (Desrosier, 2008). Sukrosa merupakan sumber energi pada sel fotosintesis dan mudah di bawa melalui floem menuju jaringan yang sedang tumbuh (Salisbury dan Ross, 1992a). Mesin Pendingin (Refrigerator) Teknik
pengolahan
pengawetan
dengan
pembekuan/pendinginan
menyebabkan berkurangnya kadar air pada bahan pangan dan menghentikan aktivitas mikroorganisme tertentu penyebab pembusukan (Budiyanto, 2002). Selain untuk menghentikan aktivitas mikroorganisme, teknik pengolahan pengawetan dengan pendinginan dilakukan untuk menghambat aktivitas enzim pertumbuhan yang bersifat sementara. Menurut Desrosier (2008), aktivitas enzim tergantung pada suhu. Sistem enzim hewan cenderung mempunyai kecepatan reaksi optimum pada suhu sekitar 98ºF (37ºC), sedangkan sistem enzim tanaman cenderung pada suhu yang sedikit lebih rendah. Organisme yang hidup mempunyai suhu optimum bagi pertumbuhannya. Suhu yang lebih rendah dapat menghambat metabolisme. Suhu rendah mendekati titik beku air, sangat efektif dalam mengurangi laju respirasi yang terjadi. Pengendalian suhu merupakan suatu cara yang positif untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pembusuk. Tempat penyimpanan pada teknik penyimpanan benih, sebaiknya pada suhu rendah, karena semakin rendah suhu ruang penyimpanan benih maka semakin lambat laju deteriorasi yang menyebabkan benih lebih lama disimpan (Kuswanto, 2003). Lilin Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah dengan melapisi permukaan luar kulit buah menggunakan lilin. Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan mengkilapkan kulit buah untuk menambah daya tarik konsumen. Pelapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan terhadap buah (Pantastico,1986). Selain itu pertumbuhan cendawan di atas permukaan awetan buahbuahan dapat dicegah dengan meniadakan oksigen, dengan cara melapisinya dengan parafin (Desrosier, 2008). Pengawetan buah dengan menggunakan lilin bertujuan
7
untuk menggantikan beberapa lilin alami yang terlepas setelah pencucian dan operasi pembersihan, serta membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran (Kitinoja dan Kader, 2002). Struktur permukaan berlilin dari kutikula membantu memperlambat kehilangan air dari daun, batang, bunga, buah dan biji. Lapisan pelindung ini untuk mengurangi laju transpirasi pada tumbuhan agar tidak berlangsung sangat cepat yang dapat mengakibatkan tumbuhan akan mati (Salisbury dan Ross, 1992b). Silika Gel Silika gel berbentuk butiran dari bentuk lain silikon dioksida yang dibuat secara sintetis, selain itu dapat menyerap air dan gas dengan mudah hingga 40% dari berat silika sendiri karena memiliki struktur yang berongga besar (Kurniawan, 2008). Silika gel dapat digunakan hingga waktu yang tidak terbatas, karena silika gel dapat digunakan kembali setelah penuh dengan uap air (Weintraub, 2002). Ketersediaan Karbohidrat dan Nitrogen Karbohidrat dan nitrogen merupakan zat yang penting untuk pertumbuhan stek tanaman, oleh sebab itu ketersediaannya harus dipertahankan di dalam stek. Pengendalian faktor kehilangan dari karbohidrat dan nitrogen perlu dilakukan terutama pada saat penyimpanan (Edi, 2001). Kebutuhan akan karbohidrat sangat penting untuk pertumbuhan, hal ini terbukti adanya penyimpanan karbohidrat yang terdapat pada daun, ranting, dan akar. Karbohidrat yang disimpan sebagian besar tumbuhan adalah pati. Pati disimpan oleh tumbuhan tahunan yaitu sebelum dan selama masa dormansi, dan digunakan kembali untuk pertumbuhan pada musim berikutnya. Pati disimpan dalam bentuk butiran yang tidak mudah larut dalam air. Pati disimpan pada musim dingin dan digunakan lagi pada pertumbuhan musim semi berikutnya (Salisbury dan Ross, 1992a). Pada penyimpanan benih, kebutuhan CO2 dan nitrogen diperlukan pada kemasan benih agar dapat menghambat laju respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam benih menjadi lambat dan laju deteriorasi ikut menjadi lambat (Kuswanto, 2003). Respirasi Stek atau produk vegetatif lainnya dalam penyimpanan tetap melakukan aktivitas fisiologis yaitu proses pernafasan atau respirasi. Respirasi adalah suatu 8
proses pelepasan energi kimia molekul-molekul organik didalam mitokondria (Salisbury dan Ross 1992b). Menurut Salisbury dan Ross (1992b) salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses biokimia respirasi adalah ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kekurangan nutrisi, yang kandungan pati, fruktan atau gulanya rendah, melakukan laju respirasi yang rendah. Laju respirasi pada tumbuhan akan lebih cepat apabila tersedia gula. Respirasi merupakan peristiwa pembakaran senyawa seperti pati, gula, protein, lemak, dan asam organik dengan bantuan oksigen untuk menghasilkan CO2, air dan energi serta molekul lain yang digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa. Adapun reaksi kimia sederhana respirasi adalah sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O + energi
Skema diatas menjelaskan bahwa sumber energi yang digunakan adalah glukosa kemudian penyerapan oksigen yang menghasilkan karbondioksida, air, dan energi (Fritz dan Roy, 1983). Laju respirasi pada penyimpanan benih, perlu diperhatikan karena terjadi respirasi saat masa penyimpanan maka semakin besar terjadi perombakan cadangan makanan. Perombakan cadangan makanan menyebabkan benih mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan pada saat proses perkecambahan (Kuswanto, 2003). Proses respirasi pada pasca panen sayuran dan buah-buahan, dapat dilihat pada bagian dalam pembungkus plastik terdapat titik-titik embun. Embun yang muncul merupakan indikasi adanya aktivitas metabolik jaringan yaitu respirasi, sehingga proses respirasi perlu diperhitungkan selama masa penyimpanan untuk tetap menjaga kualitas produk (Goldsmidt, 1997). Defoliasi Defoliasi ialah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah, baik oleh manusia ataupun oleh renggutan hewan itu sendiri sewaktu ternak digembalakan. Defoliasi dilakukan 40 hari sekali pada musim hujan dan 60 hari sekali di musim kemarau untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan cukup kandungan gizi. Semua itu hanya bisa dilaksanakan, apabila pemeliharaan itu baik (AAK, 1983).
9
Kebutuhan Hijauan Pakan Masyarakat peternak termasuk petani peternak, telah terbiasa dan tidak asing lagi menggunakan hijauan sebagai bahan pakan ternak. Akan tetapi sampai sejauh mana pengertian mereka dalam hal memilih mutu dan perlakuan terhadap hijauan, agar
bahan
tersebut
kontinuitasnya
terjamin,
umumnya
belum
terkuasai
(AAK,1983). Hujan
Tanah
Air sungai Kelembababan tanah : air tanah Air Zat hara di dalam tanah
matahari
hijauan
Nilai gizi tanaman
pemupukan
Management ternak Kotoran (feces) dan air seni
Hewan
Gambar 1. Diagram Pengaruh Lingkungan terhadap Tanaman Hijauan Sumber: AAK (1983).
Menurut AAK (1983), pemenuhan hijauan pakan ternak yang bermutu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Mutu serta produktivitas hijauan, disamping ditentukan oleh sifat pembawaan dari hijauan, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu: keadaan tanah atau daerah, pengaruh iklim, dan perlakuan manusia (management) (Gambar 1). Pengadaan penyelidikan tentang prospek pengembangan tanaman pakan ternak merupakan hal yang sangat penting untuk
10
mengetahui dampak dari harga dan ketentuan lain seperti faktor teknologi, populasi dan pendapatan produksi serta konsumsi tanaman pakan (Hutabarat dan Ranawana, 2003). Dormansi Tumbuhan pada kondisi suhu mendekati titik beku hanya sedikit yang metabolismenya berfungsi aktif. Tumbuhan pada kondisi seperti itu menjadi dorman atau kuisen, yaitu tetap hidup tetapi aktivitas metaboliknya rendah. Suhu berperan mengendalikan kelangsungan hidup tumbuhan di daerah dingin. Kondisi dorman sangat berperan untuk kelangsungan hidup tumbuhan di daerah dingin. Pemberian giberelin dapat mengakhiri terjadinya dormansi pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1992b). Menurut Kuswanto (2003) pada penyimpanan benih, kondisi dorman sangat membantu dalam mempertahankan lama masa simpan. Penyimpanan benih dilakukan karena tidak semua benih siap untuk berkecambah. Benih membutuhkan waktu tertentu untuk dapat berkecambah secara alami atau membutuhkan perlakuan khusus agar dapat berkecambah.
11