BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Peripheral Arterial Disease (PAD) 1. Pengertian Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah gangguan vaskular yang disebabkan oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli, yang mengganggu struktur maupun fungsi aorta dan cabang viseralnya serta arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah (Bakal et al. American College of Cardiology Foundation/American Heart Association, 2011). Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri terutama pada arteri distal dan aorta. Yang paling umum adalah gejala Intermitten Claudication (Hennion and Siano, 2013). PAD juga dikenal sebagai aterosklerosis, sirkulasi yang buruk, atau pengerasan pembuluh darah. PAD berkembang dari waktu ke waktu pada tingkat variabel dalam setiap individu tergantung pada daerah sirkulasi dan riwayat kesehatan dan keluarga. Tanda-tanda dan gejala PAD mungkin tidak muncul sampai waktu yang lama. Bagi banyak orang, indikasi terkena PAD tidak akan muncul sampai arteri menyempit 60% atau bahkan lebih (Vienna et al, VA. Vascular Disease Foundation, 2012). Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailikia.
12
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
13
Jadi penyakit arteri perifer meliputi ke empat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah keluar dari aortoilikia (Price and Wilson, 2005). Penyakit arteri perifer atau PAD dapat mengenai arteri besar, sedang maupun kecil, antara lain thromboangitis obliterans penyakit Buerger’s, fibromuskular displasia, oklusi arteri akut, penyakit Raynaud, arteritis Takayasu, frostbite dan lain lain (Antono D dan Ismail D, 2006). 2. Etiologi Penyebab terbanyak penyakit arteri pada usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Insiden tertinggi timbul pada dekade ke enam dan tujuh. Prevalensi penyakit aterosklerosis perifer meningkat pada kasus dengan
diabetes
mellitus,
hiperkolesterolemia,
hipertensi,
hiperhomosisteinemia dan perokok (Antono D dan Ismail D, 2006). Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis di sana-sini, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arteri femoralis dan poplitea (80-90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40-50%). Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
14
arteri, tempat yang turbulensinya meningkat, memudahkan terjadinya kerusakan tunika intima. Pembuluh darah distal lebih sering terkena pada pasien usia lanjut dan diabetes melitus (Antono dan Hamonanganl, 2014). Pada pasien Diabetes Melitus (DM) terjadi kondisi stres oksidatif yang menyebabkan progresifitas disfungsi endotel yang dan terjadinya aterosklerosis semakin emningkat, hal inilah yang menyebabkan terjadinya PAD. Hiperglikemia akan menyebabkan kelebihan pembebasan dari asam lemak bebas, dan insulin resisten. Semua ini akan membahayakan dengan kejadian efek-efek metabolit pada sel endotel. Aktivasi dan sistem akan memperburuk sel endotel, memperhebat vasokontriksi, meningkatkan peradangan dan cenderung terjadi thrombosis (Joshua, 2012). Disfungsi endotel dan kondisi aterosklerosis yang terjadi akibat hiperglikemia menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sampai ke perifer (Joshua, 2012). Pengecilan lumen mengakibatkan sirkulasi sampai ke perifer menurun, defisit sirkulasi ini menyebabkan penurunan dari Score Ankle Brachial Index (ABI) sampai dibawah 0,9. Menurut American Heart Association (AHA), kecilnya score ABI menandakan terjadinya defisit sirkulasi perifer sehingga terjadi PAD pada pasien tersebut (Bakal et al. American Heart Association, 2012). Keterbatasan aliran darah pada arteri dapat menimbulkan kondisi iskemia karena terdapat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan. Sementara itu, adanya stenosis atau sumbatan pada arteri menyebabkan ketidakmampuan kebutuhan tersebut terpenuhi. Pada PAD,
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
15
arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap stimulus untuk vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi pada aterosklerosis tidak dapat melepaskan substansi vasodilator seperti adenosin serta NO dalam jumlah yang normal. Jika aterosklerosis atau stenosis terjadi sedemikian parah hingga tidak menyebabkan tidak tercukupinya suplai darah atau oksigen bahkan pada saat istirahat, akan terjadi kegawatan pada tungkai karena berpotensi besar terjadi nekrosis jaringan dan gangren (Lilly LS, 2011). Peripheral Arterial Disease (PAD)/ penyakit arteri perifer mempengaruhi tungkai delapan kali lebih sering dibandingkan lengan karena aliran darah arteri ke tungkai kurang berkembang dengan baik dalam hubungannya dengan massa otot, ekstremitas bawah lebih sering mengalami aterosklerosis. Terdapat empat tahap kekurangan aliran darah pada ekstremitas bawah (iskemia) : Tabel 2.1. Klasifikasi Iskemia ekstremitas bawah Klasifikasi iskemia ekstremitas bawah I
Asimtomatik
II
Klaudikasio Intermiten
III
Nyeri malam hari/saat istirahat
IV
Kehilangan jaringan (ulserasi/gangren)
Sumber : Douglas et al, 2014
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
16
a. Iskemia asimtomatik Iskemia ekstremitas bawah yang bermakna secara hemodinamik didefinisikan sebagai indeks tekanan pada pergelangan kaki terhadap score Ankle Brachial Index (ABI) yang nilainya <0,9 pada saat istirahat. Sebagian besar pasien ini asimtomatik, baik karena mereka memilih untuk tidak pergi terlalu jauh atau karena toleransi latihan mereka terbatas akibat komorbiditas yang lain. b. Klaudikasio intermiten (Intermitten Claudication) Klaudikasio intermiten adalah rasa nyeri yang dirasakan pada tungkai saat berjalan akibat insufisiensi arteri dan merupakan gejala yang umum dijumpai pada PAD. Nyeri umumnya timbul di betis sebagai akibat adanya penyakit femoropopliteal, namun dapat juga dirasakan di paha atau bokong, pada obstruksi proksimal (aortiliaka). Pasien mendeskripsikannya sebagai rasa ketat atau nyeri seperti kram yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu yang relatif konstan; jarak menjadi semakin pendek apabila mendaki, di suhu dingin, atau setelah makan. Nyeri sepenuhnya menghilang setelah beberapa menit istirahat, namun kembali muncul pada saat berjalan. Terdapat dua tipe lain klaudikasio: 1. Klaudikasio
neurogenik
akibat
kelainan
neurologis
dan
muskoloskeletal pada tulang belakang bagian lumbal 2. Klaudikasio vena akibat obstruksi aliran keluar vena yang berasal dari tungkai, terjadi akibat trombosis vena.
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
17
c. Nyeri malam hari/saat istirahat Pasien berbaring di tempat tidur, tertidur namun kemudian terbangun 1-2 jam kemudian dengan nyeri hebat pada kaki, biasanya pada telapak kaki. Nyeri disebabkan perfusi yang buruk akibat hilangnya efek gravitasi yang menguntungkan saat pasien berbaring, serta penurunan frekuensi jantung, tekanan darah, dan curah jantung yang terjadi saat pasien tidur. Pasien seringkali merasa lebih baik bila menurunkan tungkainya dalam posisi tergantung di tepi tempat tidur atau jika pasien bangun dan berjalan. Namun, nyeri akan kembali muncul saat pasien kembali berbaring di tempat tidur sehingga pasien sering memilih tidur di kursi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema dependen, peningkatan tekanan interstisial jaringan, dan selanjutnya penurunan perfusi jaringan yang berakibat perburukan rasa nyeri. d. Kehilangan jaringan (ulserasi/gangren) Pada pasien dengan PAD ekstremitas bawah yang berat, luka kecil sekalipun pada kaki akan sulit untuk sembuh. Kondisi tersebut memungkinkan bakteri untuk masuk dan menyebabkan timbulnya gangren/ulserasi. Hal ini biasanya akan berkembang dengan cepat dan tanpa adanya revaskularisasi akan dengan cepat mengakibatkan amputasi bahkan kematian. (Douglas et al, 2014).
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
18
3. Faktor Risiko Menurut (Vienna VA et al. Vascular Disease Foundation, 2012), seorang individu yang berisiko untuk menderita Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah sebagai berikut: a. Merokok Merokok adalah faktor risiko yang mendukung untuk terjadinya PAD. Seseorang yang merokok tidak hanya menempatkan diri pada risiko untuk mengembangkan penyakit arteri tetapi juga melemahkan upaya pengobatannya. b. Diabetes Mellitus Individu dengan diabetes berada pada risiko lebih besar untuk mengembangkan terjadinya PAD karena efeknya pada pembuluh darah. c. Mempunyai riwayat Penyakit Jantung Seorang individu yang mempunyai riwayat keluarga penyakit jantung adalah indikator untuk mengembangkan terjadinya PAD. d. Hipertensi (tekanan darah tinggi) Ketika tekanan darah tetap tinggi, lapisan dinding arteri menjadi rusak. Banyak pasien PAD juga memiliki tekanan darah tinggi. e. Umur Di Amerika Serikat, orang-orang 50 tahun atau lebih tua berisiko lebih besar untuk terjadinya PAD. PAD mempengaruhi baik
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
19
pria dan wanita, namun terjadi sedikit lebih banyak pada pria. Berikut adalah faktor umur dan risiko terjadinya PAD: Tabel 2.2. Faktor Usia Penderita PAD Umur
Risiko Terkena PAD
40-59 tahun
3%
60-69 tahun
8%
Di atas 70 tahun
19%
Proses penuaan secara alami menyebabkan pembuluh darah orang tua lebih rentan mengalami aterosklerosis. Sel-sel radang, sel endotel dan sel otot polos pembuluh darah pada orang tua berbeda dibandingkan sel-sel pada orang dengan usia lebih muda (Wang and Martin, 2012). Penuaan menyebabkan perubahan dalam potensi poliferasi sel, proses apoptosis dan kerusakan DNA. Jumlah NO dan respon vaskular terhadap NO menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan NO menyebabkan gangguan relaksasi pada pembuluh darah (Al-Shaer et al, 2006). Sel endotel dan sel otot pembuluh darah pada orang tua mensekresi sitokin proinflamasi yang menyebabkan inflamasi persisten pada pembuluh darah. Lapisan intima dan media pembuluh darah pada proses penuaan terus mengalami remodeling berupa peningkatan deposisi kolagen dan degenerasi elastin sehingga pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan menjadi kaku (Wang and Martin, 2012).
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
20
f. Tingginya kadar homosistein Merupakan tingginya kadar asam amino di dalam darah. Beberapa studi penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar homosistein yang tinggi berhubungan dengan risiko terjadinya PAD. Meskipun mekanisme yang menyebabkan aterosklerosis tidak dikenal secara detail, serangkaian faktor risiko telah terbukti mempengaruhi dan mempercepat terjadinya (Gottsäter, 2008) : a. Merokok : Faktor risiko besar untuk terjadinya penyakit arteri perifer adalah merokok. b. Diabetes Mellitus c. Hipertensi (tekanan darah tinggi) d. Kadar lipid yang tinggi di dalam tubuh e. Umur : risiko terjadinya PAD meningkat dimulai pada usia 50, terutama pada penderita diabetes atau seseorang yang mempunyai riwayat perokok. f. Jenis kelamin: jenis kelamin mempengaruhi terjadinya PAD, lebih banyak pria daripada wanita menderita claudication intermitten. g. Gangguan mobilitas h. Obesitas.
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
21
4. Tanda dan Gejala Menurut Vienna VA et al, kebanyakan orang tidak memiliki gejala PAD, tetapi bagi banyak orang, gejala terlihat pertama PAD adalah kram menyakitkan otot-otot kaki selama berjalan yang disebut klaudikasio intermiten (Claudication Intermitten). Ketika seseorang istirahat, kram hilang. Sakit kaki ini dapat cukup parah sehingga seseorang sulit untuk berjalan normal. Beberapa individu tidak akan merasa kram atau sakit tapi mungkin merasa mati rasa, kelemahan atau berat pada otot (Vienna VA et al. Vascular Disease Foundation, 2012). Kurang dari 50% pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang lambat atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah claudication intermitten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktivitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat (Antono D dan Ismail D, 2006). Secara khas, klaudikasio intermiten terjadi bersamaan dengan aktivitas fisik, yaitu saat kebutuhan metabolisme meningkat, dan mereda setelah beristirahat beberapa menit. Lokasi nyeri berhubungan erat dengan lokasi penyakit arteri; segmen arteri yang terserang selalu terletak di sebelah proksimal dari daerah otot iskemik. Misalnya, klaudikasio intermiten pada panggul dapat berhubungan dengan penyakit aortoilikia, sementara penyakit iliaka eksterna atau pembuluh darah femoralis
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
22
komunis akan berkaitan dengan nyeri paha atau betis (Price and Wilson, 2005). Nyeri yang timbul saat istirahat menunjukkan adanya penyakit oklusif yang lanjut. Nyeri iskemik pada waktu istirahat secara khas timbul di bagian distal kaki dan jari-jari kaki dan dirasakan sebagai gabungan parestesia dan rasa tidak enak. Tetapi, nyeri ini dapat memburuk dan terusmenerus. Nyeri biasanya timbul pada posisi telentang dan akan memburuk terutama pada malam hari sehingga dapat membangunkan pasien. Peningkatan nyeri ini terjadi karena aliran darah yang melewati lesi ini bergantung pada tekanan, oleh sebab itu, sangat sensitif terhadap pengaruh gravitasi (Price and Wilson, 2005). Lokasi klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan atau sumbatan. Pada penyakit aortoilikia (sindrom Leriche) memberikan gejala rasa tak nyaman pada daerah bokong, pinggang, dan paha. Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pembuluh darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering terjadi pada tungkai bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah, sering kali menjadi berat timbul iskemia kritis tungkai bawah (critical limb iskhemia) (Antono D dan Ismail D, 2006). Gejala klinis yang khas adalah nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki. Sering kali gejala tersebut muncul pada malam hari ketika sedang tidur dan membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemia berat nyeri
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
23
dapat menetap walaupun sedang istirahat. Kira-kira 25% kasus iskemia akut disebabkan oleh emboli. Sumber emboli biasanya dapat diketahui. Paradoksikal emboli merupakan salah satu penyebab yang tidak dapat terlihat dengan cara angiografi disebabkan karena lesi ulseratif yang kecil atau karena defek septum atrial. Penyebab terbanyak kedua penyakit arteri perifer iskemia akut adalah thrombus (Antono D dan Ismail D, 2006). Klasifikasi Peripheral Arterial Disease (PAD) berdasarkan progresifitas perjalanan gejala klinis menurut Fontaine dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Klasifikasi Fontaine Peripheral Arterial Disease (PAD) Fontaine Peripheral Arterial Disease (PAD) Stadium I Asimptomatik Stadium II Intermitten Claudication Stadium III Nyeri saat istirahat/nyeri pada malam hari Stadium IV Nekrosis/gangrene Sumber : Johnston. Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2006 Pemeriksaan fisik yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap, suhu kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian dapat terjadi gangren dan ulkus. Jika tungkai diangkat/elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki, akan menjadi pucat (Antono D dan Ismail D, 2006). Alir balik vena juga membaik jika kaki diangkat, dengan demikian mengurangi waktu penarikan oksigen dari darah dalam jalinan kapiler
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
24
ekstremitas bawah. Selain itu, pengurangan tonus simpatik pada waktu tidur menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan arteri, yang akan memperburuk perfusi perifer. Menggantungkan kaki atau berjalan dapat memberikan sedikit penyembuhan. Peningkatan tekanan hidrostatik pada posisi menggantung dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kolateral dan menambah aliran darah ke distal (Price and Wilson, 2005). Penyakit arteri yang bermakna pada ekstremitas bawah ditandai oleh perubahan warna kulit pada perubahan postural. Peninggian anggota gerak menimbulkan warna pucat, yang diikuti oleh kemerahan atau rubor bila kaki menggantung. Warna pucat akibat elevasi diakibatkan oleh pengaruh gravitasi yang menurunkan tekanan arteri dan menurunkan pula volume darah dalam jalinan kapiler. Bila anggota gerak diturunkan sampai berada di bawah jantung dan tekanan perfusi meningkat, warna akan kembali semula. Rubor timbul akibat hiperemia reaktif atau dilatasi vaskular maksimal sebagai respons terhadap hipoksia jaringan. Vena-vena anggota gerak yang menggantung juga membutuhkan waktu lebih lama untuk terisi, akibat gangguan aliran masuk arteri (Price and Wilson, 2005). Perubahan jaringan berikut ini disebabkan oleh iskemia kronik dan berat pada ekstremitas bawah: (1) perubahan trofik kulit dan kuku, berupa penebalan kuku dan kulit mengering; (2) rambut tubuh rontok, terutama di bagian dorsal kaki dan jari-jari kaki; (3) timbul perbedaan suhu antara daerah-daerah yang lebih dingin (karena perfusi yang buruk) dan daerahdaerah yang lebih hangat (karena perfusi cukup);dan (4) pengecilan otot
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
25
tungkai dan jaringan lunak. Dapat pula diamati perubahan sensasi dan kekuatan otot (Price and Wilson, 2005). Iskemia berat akan mencapai klimaks sebagai ulserasi dan gangren. Ulkus iskemik biasanya bermula dari jari-jari kaki atau tumit dan meluas ke proksimal. Gangren menunjukkan adanya kematian jaringan atau nekrosis. Gangren dapat dibedakan menjadi gangren kering atau gangren basah, bergantung pada derajat gangguan perfusi dan nekrosis pada seluruh bagian. Jika obstruksinya tidak total, daerah nekrosis bercampur baur dengan daerah edema dan peradangan sehingga menimbulkan gangren basah. Kumpulan manifestasi klinis terlihat pada oklusi progresif aorta terminalis (sindrom Leriche) yaitu hilang atau berkurangnya denyut femoralis; klaudikasio intermiten pada bokong, pinggul, atau paha; dan hilangnya potensi seksual (Price and Wilson, 2005). Menurut (Vienna VA et al, 2012 dan Gottsäter, 2008), pada pasien dengan PAD yang lebih parah, aliran darah ke kaki dan kaki dapat menyebabkan terasa terbakar/ sakit nyeri di kaki dan jari-jari kaki saat beristirahat. Rasa sakit akan terjadi terutama pada malam hari sambil berbaring datar. Gejala-gejala lainnya yaitu: a. Nyeri saat berjalan, yang sering hilang ketika orang berhenti dan
beristirahat (Gottsäter, 2008). b. Pendinginan kulit di daerah tertentu dari betis atau kaki. c. Kulit pada telapak kaki atau kaki bagian bawah lebih mulus dan
mengkilat
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
26
d. Perubahan warna pada kulit dan hilangnya rambut. e. Kelemahan otot (Gottsäter, 2008). f.
Luka pada kaki dan telapak kaki yang tidak kunjung sembuh.
g. Gangren (Gottsäter, 2008).
Tabel 2.4. Gambaran Klinis Klaudikasio arteri, neurogenik, dan vena Patologi
Lokasi nyeri
Lateralitas
Awitan
Gambaran yang meringankan
Arteri Stenosis atau oklusi utama ekstremitas bawah Otot, biasanya otot betis, namun dapat mengenai paha dan bokong Unilateral jika femoropopliteal dan bilateral jika penyakit aortoiliaka Bertahap setelah berjalan sejauh jarak yang menimbulkan keluhan klaudikasio Saat berhenti berjalan, nyeri menghilang seluruhnya dalam 1-2 menit
Neurogenik Kompresi akar nervus lumbar atau kauda ekuina (stenosis spinal) Terasa nyeri, mungkin terasa kesemutan dan baal
Vena Obstruksi aliran keluar vena akibat oklusi vena iliofemoral Pada seluruh tungkai, terasa penuh
Seringkali bilateral
Hampir unilateral
Umumnya segera setelah berjalan atau berdiri
Bertahap, dari sejak mulai berjalan
Elevasi tungkai
Warna
Normal atau pucat
Membungkuk ke depan dan berhenti berjalan. Duduk dapat menghilangkan seluruh gejala Normal
Temperatur
Normal atau dingin
Normal
Edema Denyut
Tidak ada Berkurang atau tidak ada
Tidak ada Normal
Mengangkat tungkai lurus
Normal
Mungkin terbatas
seluruh
Sianosis, terkadang tampak vena varikosa Normal atau meningkat Selalu ada Ada, tetapi sulit untuk dirasakan karena terdapat edema Normal
Sumber : Douglas, Nicol and Robertson (2014).
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
27
Uraian yang telah di jelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa gejala klinis Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah sebagai berikut : 1. Nyeri saat berjalan dan membaik dengan istirahat 2. Nyeri atau rasa ketidaknyamanan seperti kram, rasa terikat, ngilu, pegal 3. Mati rasa pada kaki 4. Kelemahan atau merasa berat pada otot 5. Mudah terasa lelah ketika berjalan 6. Perubahan warna kulit (menjadi pucat atau sianosis) 7. Kulit betis sampai telapak kaki terasa lebih dingin 8. Kuku pada kaki menebal 9. Kulit mengering pada daerah kaki 10. Jika terdapat luka pada kaki, lukanya tak kunjung sembuh
B. Ankle Brachial Index (ABI) 1. Pengertian Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki dengan tekanan darah sistolik lengan. ABI sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer dan untuk menilai keparahan oklusi arteri dalam kaki (Sugawara et al, 2011). Menurut American Heart Association (AHA), ABI adalah perbandingan tekanan darah sistolik yang diukur pada arteri pergelangan kaki (dorsalis pedis dan tibia posterior) dan arteri brachial. ABI juga
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
28
disebut dengan ankle arm index, ankle brachial blood pressure index, ankle arm ratio atau Winsor index (Bakal et al. American Heart Association, 2012). ABI adalah prosedur penilaian pembuluh darah non-invasive untuk mengidentifikasi pembuluh darah besar dengan membandingkan tekanan darah sistolik. Pengukuran ABI dilakukan dengan menggunakan doppler, spygmomanometer dan tekanan dari manset untuk mengukur tekanan sistolik dari brachial dan ankle, untuk mengetahui perfusi arteri ke ekstremitas bawah (Lippincott Williams and Milkins, 2012). 2. Indikasi dan kontraidikasi Indikasi seseorang dilakukan pengukuran score ABI yaitu sebagai berikut (Lippincott Williams and Wilkins. WOCNS, 2012),: a. Dicurigai Lower Extremity Arterial Disease (LEAD). b. Intermitten Claudication (IC) c. Usia diatas 50 tahun dengan riwayat penggunaan tembakau (merokok). d. Diabetes mellitus. e. Penderita dengan terapi kompresi atau luka debridemen. Kontra indikasi seseorang dilakukan pengukuran score ABI sebagai berikut: Tidak boleh dilakukan pada keadaan (Lippincott Williams and Wilkins WOCNS, 2012): a.
Trombosis vena dalam dianjurkan memakai duplex ultrasound.
b. Score ABI > 1.3 dianjurkan dengan Toe Brachial Index (TBI).
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
29
c. Sakit yang luar biasa di kaki bagian bawah/kaki. d. Nyeri berat terkait dengan luka pada ekstremitas. 3. Cara Pemeriksaan Tekanan darah sistolik diukur pada arteri brachial dan arteri pergelangan kaki (dorsalis pedis dan tibia posterior) dengan prosedur sebagai berikut (Lippincott Williams and Wilkins. WOCNS, 2012): a. Pengukuran Tekanan Brachial (1) Setelah periode istirahat 5-10 menit, palpasi nadi brachial. (2) Tempatkan manset 2-3 cm diatas fossa cubital di lengan. (3) Olesi jelly pada nadi brachial. (4) Tempatkan tip doppler pada nadi bracial sampai nadi terdengar jelas. (5) Kembangkan manset 20-30 mmHg diatas titik nadi tidak terdengar. (6) Turunkan tekanan manset 2-3 mmHg/detik, catat pembacaan manometer pada saat nadi pertama terdengan catat sebagai nilai sistolik. (7) Bersihkan jelly pada lokasi nadi. (8) Ulangi prosedur pengukuran pada lengan lainnya. (9) Jika perlu pengukuran ulang, tunggu 1 menit. (10) Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap lengan untuk menghitung score ABI. b. Pengukuran Tekanan Ankle (1) Palpasi nadi tibia posterior.
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
30
(2) Tempatkan manset 2-3 cm diatas malleolus. (3) Olesi jelly pada nadi tibia posterior. (4) Tempatkan tip doppler pada tibia posterior sampai nadi terdengar jelas. (5) Kembangkan manset 20-30 mmHg diatas titik nadi tidak terdengar (6) Turunkan tekanan manset 2-3 mmHg/detik, catat pembacaan manometer pada saat nadi pertama terdengar dan catat sebagai nilai sistolik. (7) Bersihkan jelly pada lokasi nadi. (8) Ulangi prosedur pengukuran pada lengan lainnya. (9) Jika perlu pengukuran ulang, tunggu 1 menit. (10) Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap kaki untuk menghitung ABI. 4. Perhitungan ABI Membagi tekanan sistolik dari dorsalis pedis atau tibialis posterior untuk setiap pergelangan kaki dengan tekanan sistolik brakialis kanan dan kiri untuk mendapatkan ABI untuk setiap kaki (Lippincott Williams and Wilkins. WOCNS, 2012).
ABI kanan =
ABI kiri = 5. Nilai Normal ABI Nilai normal ABI dapat diketahui pada tabel dibawah ini:
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
31
Tabel 2.5. Interpretasi ABI ABI
STATUS PERFUSI
>1.3
Tinggi
>1.0
Normal
>0.9
LEAD
≤ 0.6 s/d 0.8
Borderline
≤ 0.5
Iskemia berat
≤ 0.4
Iskemia kritis, ekstremitas terancam
Sumber : Lippincott and Wilkins. WOCNS, 2012) 6. Faktor yang berhubungan dengan score ABI Faktor-faktor yang relevan dalam penelitian ABI antara lain (Lippincott Williams and Wilkins. WOCNS, 2012): a. Diabetes dengan peningkatan risiko penyakit arteri ekstremitas b. Artritis c. Celulitis d. Edema ekstremitas bawah, limphadema dan obesitas e. Trauma atau pembedahan di ekstremitas bawah f. Tidak dijumpainya arteri dorsalis pedis/tibia posterior g. Luka di kaki atau perubahan integritas kulit h. Penggunaan tembakau, kopi atau alkohol i. Hipertensi.
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
32
C. Kerangka Teori Skema 2.1. Kerangka Teori Peripheral Arterial Disease (PAD)
a.
Faktor Risiko PAD : Merokok
b. Diabetes Mellitus c. d. e. f. g. h.
Gejala PAD : Nyeri saat berjalan dan membaik dengan istirahat 2. Nyeri atau rasa ketidaknyamanan seperti kram, rasa terikat, ngilu, pegal 3. Terasa mati rasa pada kaki 4. Kelemahan atau merasa berat pada otot 5. Mudah terasa lelah ketika berjalan 6. Perubahan warna kulit (menjadi pucat atau sianosis) 7. Kulit betis sampai telapak kaki terasa lebih dingin 8. Kuku pada kaki menebal 9. Kulit mengering pada daerah kaki 10. Jika terdapat luka pada kaki, lukanya tak kunjung sembuh 1.
Mempunyai riwayat jantung Hipertensi Umur ≥50 tahun Kadar lipid yang tinggi Gangguan mobilitas Obesitas
Ankle Brachial Index (ABI): 1.
2. 3.
Keterangan :
Score ABI 0.6-0.9 = terkena penyakit arteri perifer ringan Score ABI >0.4-0.6 = terkena penyakit arteri sedang Score ABI <0.4 = terkena penyakit arteri perifer berat
: tidak di teliti
: di teliti
Sumber: Lippincott Williams and Wilkins (WOCNS) 2012, Gottsäter 2008, Vienna VA et al (Vascular Disease Foundation) 2012.
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
33
D. Kerangka Konsep Diabetes Mellitus (DM)
Gejala Peripheral Arterial Disease (PAD)
Score Ankle Brachial Index (ABI) Skema 2.2. Kerangka Konsep
E. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang harus di uji validitasnya secara empiris (Sostroasmoro dan Ismael, 2011). Maka hipotesis pada penelitian ini adalah : Ha : Terdapat hubungan antara gejala klinis Peripheral Arterial Disease (PAD) terhadap Score Ankle Brachial Index (ABI). Ho : Tidak terdapat hubungan antara gejala klinis Peripheral Arterial Disease (PAD) terhadap Score Ankle Brachial Index (ABI).
Hubungan Score Ankle..., DWI LISTIONO, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016