TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah pada awalnya didasarkan pada karakteristik individu seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk (misalnya tanah aluvial). Pada akhir tahun 1880 ahli geologi Rusia bernama Dokuchaev, adalah orang pertama yang menyarankan klasifikasi secara ilmiah yang didasarkan pada kombinasi dari karakteristik tanah dalam kaitannya dengan proses pembentukan tanah. Sistem ini mengalami pengembangan hingga tahun 1938 kemudian diubah pada tahun 1949 di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1961 dipublikasikan approximation ke 7 dan didistribusikan ke seluruh dunia sebagai panduan dalam taksonomi tanah (Miller and Donahue, 1994). Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara membedakan sifatsifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah ke dalam kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dengan cara ini maka tanah yang mempunyai sifat yang sama dapat dimasukkan ke dalam satu kelas yang sama, dan demikian pula sebaliknya. Klasifikasi tanah sangat erat kaitannya dengan pedogenesis atau proses pembentukan tanah karena proses yang berbeda akan menghasilkan tanah yang berbeda pula (Hardjowigeno, 2003). Klasifikasi tanah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu klasifikasi secara alami (taksonomi) dan klasifikasi secara keteknikan. Klasifikasi alami adalah klasifikasi yang didasarkan atas sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan sama sekali dengan tujuan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan gambaran besar terhadap sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah yang dimiliki masing-masing kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. Sedangkan klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman semusim dan dalam praktiknya juga dihubungkan dengan klasifikasi kemampuan lahan dan klasifikasi kesesuaian lahan (Sutanto, 2005). Menurut Buol Hole dan McCracken (1980), klasifikasi tanah dimaksudkan untuk berbagai hal yaitu : 1. Menata atau mengoorganisasi pengetahuan tentang tanah 2. Memudahkan mengingat sifat dan perilaku tanah 3. Mengetahui hubungan antar individu tanah 4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan yang lebih praktis, antara lain menaksir sifat dan produktivitasnya; menentukan lahan yang buruk, baik, atau terbaik; menentukan areal untuk penelitian atau kemungkinan ektrapolasi hasil penelitian di tempat lain 5. Mempelajari hubungan dan sifat tanah baru. Klasifikasi tanah mencakup berbagai tingkat kategori yang dicirikan oleh kriteria sesuai dengan prinsip taksonomi. Makin luas daerah berlakunya makin tinggi tingkat kategorinya. Sifat yang dipergunakan untuk membedakan satuan kategori rendah harus mempunyai manfaat bagi penggunaan tanah. Sifat untuk membedakan satuan kategori tingkat tinggi sebaiknya dapat menggambarkan proses-proses genesa tanah. Satuan utama klasifikasi tanah kategori tingkat rendah adalah seri, dan satuan tingkat tinggi adalah ordo. Oleh karena itulah kedua satuan ini yang mendapat perhatian istimewa dan mempunyai nama nama khusus. Selain itu sifat yang dipergunakan untuk tingkat satu dapat pula dipergunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
tingkat
kategori
lainnya,
sudah
tentu
dalam
batas
yang
berbeda
(Darmawijaya, 1990). Dalam penyusunan suatu klasifikasi tanah biasanya, digunakan beberapa ketentuan atau asas yang digunakan sebagai dasar. Ada beberapa asas yang digunakan dalam klasifikasi tanah yaitu : a. Asas genetik (genetic principle) Dalam asas genetik ini, sifat tanah pembeda adalah sifat yang terbentuk sebagai hasil dari proses pembentukan tanah atau sifat yang mempengaruhi pembentukan tanah. b. Asas sifat pembeda makin bertambah (principle of accumulating differentia) Dalam asas ini sifat tanah pembeda semakin bertambah semakin mendekati kategori yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada kategori rendah tanah tidak hanya dibedakan berdasar sifat tanah pembeda, tetapi juga digunakan pembeda yang lebih tinggi. c. Asas menyeluruh kategori taksonomi (principle of wholeness of taxonomic categories) Setiap individu tanah harus diklasifikasikan pada masing kategori berdasarkan atas sifat tanah pembeda yang telah dipilih untuk kategori tersebut. Setiap sifat pembeda yang telah dipilih harus dapat mengklasifikasikan semua individu populasi tersebut. d. Pembatas asas bebas (ciling of independence principle) Sifat tanah yang digunakan sebagai pembeda untuk tanah tingkat kategori tanah, tidak dapat digunakan tapi sebagai faktor pembeda untuk kategori yang lebih rendah (Hardjowigeno,1993).
Universitas Sumatera Utara
Suatu sistem klasifikasi tanah juga harus memiliki dasar pemikiran sebagai berikut : - Dasar klasifikasi harus jelas untuk setiap kategori/setiap tingkat, misalnya pembeda yang dipergunakan diuraikan dengan jelas - Pembagian akan menjadi lengkap pada setiap tingkat, misalnya semua klas terbagi lagi menjadi subklas -
Suatu klas akan selalu dibagi menjadi subklas yang non- overlapping
(Abdullah, 1991). Taksonomi Tanah Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru yang dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975) menggunakan 6 kategori yaitu ordo, sub ordo, great group, sub group, family dan seri. Sistem ini merupakan sistem yang baru mengenai cara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi mengenai horizon penciri ataupun sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis tanah. Dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri) uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detail (Rayes, 2007). Sistem Taksonomi Tanah (Soil Taxonomy, USDA) merupakan sistem klasifikasi tanah internasional, diperkenalkan pada tahun 1975 dan berkembang cepat. Hampir setiap 2 tahun sekali diadakan perbaikan dan diterbitkan dalam buku pegangan lapang Keys to Soil Taxonomy. Sistem ini dibangun oleh para pakar tanah dunia, terstruktur baik, bertingkat, sistematis dan komprehensif. Dasar klasifikasi tanah dengan pendekatan morfometrik, dimana sifat penciri horison
Universitas Sumatera Utara
dan
sifat
tanah
lainnya
terukur
secara
kuantitatif
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Dasar penyusunan sistem Taksonomi Tanah adalah bersifat logik, sistematik, komprehensif dan kuantitatif. Logik artinya sistem ini dibangun atas dasar logika, sesuai dengan teori genensis. Sistematik berarti teratur urutannya dalam kerangka klasifikasi. Komprehensif artinya sistem klasifikasi dibangun melalui pembahasan seluas dan sebanyak mungkin pengetahuan yang terkait. Kuantitatif berarti penciri dan pembeda klasifikasi dalam identifikasi dan penamaan tanah didasarkan kisaran nilai yang pasti (Rachim dan Arifin, 2011). Sesuai dengan sistem klasifikasi tanah yang sifatnya tidak statis, sistem ini memungkinkan menampung perubahan - perubahan akibat berkembangnya ilmu pengetahuan, baik di bidang tanah itu sendiri atau ilmu - ilmu lain yang terkait. Sistem ini juga telah dikukuhkan untuk digunakan secara nasional dalam survei dan pemetaan tanah pada Kongres Nasional HITI V di Medan, dan diteguhkan pada Kongres yang sama (ke VII) di Serpong (Rachim dan Arifin, 2011). Sifat umum dari taksonomi tanah adalah : 1. Taksonomi tanah merupakan sistem multikategori. 2.Taksonomi tanah harus memungkinkan modifikasi karena adanya penemuan penemuan baru dengan tidak merusak sistemnya sendiri. 3.Taksonomi tanah harus mampu mengklasifikasikan semua tanah dalam suatu landscape dimanapun ditemukan. 4.Taksonomi tanah harus dapat digunakan untuk berbagai jenis survei tanah. Kemampuan penggunaan Taksonomi Tanah untuk survei tanah harus dibuktikan
Universitas Sumatera Utara
dari
kemampuannya
untuk
interpretasi
berbagai
penggunaan
tanah
(Hardjowigeno, 1993). Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke kategori terendah, sebagai berikut : 1. Ordo Terdiri dari 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri serta jenis (sifat) dari horison penciri tersebut. 2. Sub Ordo Terdiri dari 64 taksa. Faktor pembeda adalah keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban, bahan induk utama, pengaruh vegetasi yang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanahtanah organik). 3. Great Group Terdiri dari 317 taksa. Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim suhu dan kelembaban, ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain seperti plinthite, fragipan dan duripan. 4. Sub Group Jumlah taksa masih terus bertambah yaitu > 1400 taksa. Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat inti dari great group (subgroup Typic), sifat-sifat tanah peralihan ke great group peralihan ke great group lain, sub ordo atau ordo, sifat tanah peralihan ke bukan tanah).
Universitas Sumatera Utara
5. Family Jumlah taksa dalam family juga masih terus bertambah yaitu > 8000 taksa. Faktor pembedanya adalah sifat tanah yang penting untuk pertanian. Sifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk family antara lain adalah : sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada kedalaman 50 cm. 6. Seri Jumlah seri tanah di Amerika saja lebih besar 19.000. Faktor pembedanya adalah : jenis dan susunan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat kimia dan mineral dari masing horison. Kategori ordo tanah sampai great group disebut kategori tinggi sedangkan kategori sub group sampai seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor pembeda meningkat dari kategori rendah ke kategori tinggi (Hardjowigeno, 1993). Taksonomi Tanah 2014 Menurut Taksonomi Tanah 2014 terdapat 8 epipedon penciri yaitu : Mollik, Antropik, Umbrik, Folistik, Histik, Melanik, Okrik dan Plagen. A. Epipedon Mollik Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna ≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa > 50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. B. Epipedon Antropik Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda adanya gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 < 250 ppm.
Universitas Sumatera Utara
C. Epipedon Umbrik Epipedon umbrik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna ≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa < 50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. D. Epipedon Folistik Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan tahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik. E. Epipedon Histik Epipedon Histik merupakan suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahunnormal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik. F. Epipedon Okrik Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering, value dan kroma (lembab) ≥ 4. Epipedon okrik juga mencakup horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik. G. Epipedon Plagen Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia setebal 50 cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Biasanya epipedon plagen mengandung artefak seperti pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh kedalamannya.
Universitas Sumatera Utara
Pada taksonomi tanah 2014, terdapat 20 horison bawah penciri yaitu : horison Agrik, Albik, Anhydrit, Argilik, Duripan, Fragipan, Glosik, Gipsik, Kalsik, Kandik, Kambik, Natrik, Orstein, Oksik, Petrokalsik, Petrogipsik, Placik, Salik, Sombrik dan Spodik. A. Horison Agrik Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah tereluviasi nyata. B. Horison Albik Pada umumnya Horison Albik terdapat di bawah horison A, tetapi mungkin juga berada pada permukaan tanah mineral. Horison ini merupakan horison eluvial dengan tebal 1 cm dan mempunyai 85% atau lebih bahan andik. C. Horison Anhydrit Horison Anhydrit adalah suatu horison di mana Anhydrit (CaSO4) terakumulasi melalui neotransformasi atau transformasi dengan nyata. D. Horison Argilik Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Horison tersebut mempunyai sifat adanya gejala iluviasi liat. D. Horison Duripan Horison Duripan merupakan horison bawah permukaan yang tersemen oleh silika iluvial < 50 persen volume pecahan kering udara terurai dalam air atau selama direndam cukup lama dengan HCl.
Universitas Sumatera Utara
E. Horison Fragipan Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah lemah. F. Horison Glosik Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison argilik, kandik atau natrik dimana liat dan senyawa oksida besi bebasnya telah dipindahkan. G. Horison Gipsik Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya lebih dari 15 cm. H. Horison Kalsik Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata. I. Horison Kandik Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat tinggi dan KTK rendah (<16 cmol/kg). J. Horison Kambik Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut. K. Horison Natrik Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh natrium.
Universitas Sumatera Utara
L. Horison Orstein Horison Orstein tersusun dari bahan spodik, berada didalam suatu lapisan yang 50% atau lebih (volumenya) tersementasi dan memiliki ketebalan 25 cm atau lebih. M. Horison Oksik Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat tanah andik dan KTK rendah (< 16 cmol/kg). N. Horison Petrokalsik Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras. O. Horison Petrogipsik Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm atau lebih dimana gypsum sekundernya telah sampai horison tersemen atau mengeras. P. Horison Placik Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik. Q. Horison Salik Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung garam mudah larut. R. Horison Sombrik Horison Sombrik adalah horison bawah permukaan tanah yang terbentuk di bawah drainase bebas. Horison ini berwarna gelap, mempunyai sifat-sifat seperti
Universitas Sumatera Utara
epipedon umbrik dengan mengandung iluviasi humus yang berasosiasi dengan Al atau yang terdispersi dengan natrium. S. Horison Spodik Horison Spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari bahan spodik. Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, ordo tanah terdiri atas 12 ordo yaitu : A. Gelisol Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah. B. Histosol Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm. C. Spodosol Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik. D. Andisol Ordo tanah yang mempunyai sifat andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya. E. Oksisol Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah. F. Vertisol. Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang
Universitas Sumatera Utara
kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. G. Aridisol Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih. H. Ultisol Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm. I. Mollisol Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar 50% atau lebih pada keseluruhan horison. J. Alfisol Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian. K. Inceptisol Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen, umbrik, mollik serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral. L. Entisol Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison penciri lain. (Soil Survey Staff, 2014).
Universitas Sumatera Utara