BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Data analisis tanah ultisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa sifat tanahnya bergantung dari bahan induk (batu liat atau batu pasir). Ultisol memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat. Reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH nya 4.1- 4.8). Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis umumnya rendah sampai sedang, dan lapisan bawahnya sangat rendah, dengan ratio C/N tergolong rendah. Kandungan P potensial sangat rendah, dan K potensial bervariasi sangat rendah sampai rendah di semua lapisan tanah. Jumlah basa dapat tukar tergolong sangat rendah di semua lapisan. KTK tanah di semua lapisan termasuk rendah dan KB sangat rendah, kecuali lapisan atas termasuk rendah sampai sedang. Dengan demikian potensi kesuburan ultisol dinilai sangat rendah sampai rendah (Damanik dkk, 2010). Konsepsi pokok dari Ultisol adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa dkk, 2006). Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umunya
Universitas Sumatera Utara
tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Foth, 1994). Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman kurang dari 1.8 m dari permukaan tanah adalah < 35%. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk density antara 1.3-1.5, dan permeabilitas lambat
hingga sedang
(Hardjowigeno, 2003). Sedangkan menurut Prasetyo et al. (2005) yaitu bahwa reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 3.1−5.0). Sifat lain dari tanah ini dapat dilihat dari sifat kimianya yang ditandai dengan kejenuhan basa yang rendah, kapasitas tukar kation yang rendah, bahan organik sedang sampai rendah, kandungan unsur hara yang rendah dan mempunyai pH yang rendah (Munir, 1996). Pupuk Organik Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan (http://www.ifoam.org).
Universitas Sumatera Utara
Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto, 2005). Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan hasil akhir berbentuk padat. Pupuk organik padat merupakan makanan bagi tanah karena mempunyai sifat fisik yang sangat menguntungkan bagi kesuburan tanah seperti kapasitas tukar kation, daya serap, dan daya ikat air. Kapasitas tukar kation (KTK) yang relatif tinggi pada pupuk organik akan membantu melepaskan ion-ion tanah yang terikat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, kehilangan ion akibat pencucian oleh air hujan yang biasa terjadi pada pemupukan kimia dapat dikurangi. Manfaat pupuk organik padat yaitu menambah kesuburan tanaman, memeperbaiki kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah, pemakaiannya aman bagi manusia, tidak mencemari lingkungan. Pupuk organik padat mengandung unsure hara makro (N, P, K) dan unsur mikro (Ca, Mn, Fe, Mn, Bo, S, Zn, dan Co) serta merangsang mikroorganisme tanah yang menguntungkan seperti rhizobium, mikoriza, dan bakteri pengurai fosfat atau kalium. Contoh
Universitas Sumatera Utara
pupuk organik padat yaitu dapat berupa humus, kompos, kotoran hewan, atau pupuk hijau (Effi, 2003). Pupuk organik cair adalah zat penyubur tanaman yang berasal dari bahanbahan organik dan berwujud cair. Contoh pupuk cair diantaranya pupuk kandang cair, biogas, dan pupuk yang mengandung efektif mikroorganisme seperti Bio Sugih. Kandungan tiap jenis pupuk organik berbeda-beda jadi harus sesuai dengan tujuan pemberian pupuk. Manfaatnya yaitu untuk menyuburkan tanaman, untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah, untuk mengurangi dampak sampah organik di lingkungan sekitar. Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus yaitu bahan organik basah atau bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buah dan sisa sayuran (wortel, labu, sawi,selada, kulit jeruk, pisang, durian, kol). Semakin besar kandungan selulosa dari bahan organik (C/N ratio) maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini kaya nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Wirlirik, 2010). Pemberian pupuk organik disamping meningkatkan kandungan unsur hara juga mampu memperbaiki struktur tanah, membuat agregat atau butiran tanan menjadi besar atau mampu menahan air sehingga aerase di dalamnya menjadi lancar dan dapat meningkatkan perkembangan akar (Foth, 1994). Pupuk cair hanyalah larutan yang mengandung satu atau lebih bentuk bentuk hara yang larut air. Bahan yang sama dengan yang digunakan dalam pembuatan pupuk cair telah ditambahkan ke dalam tanah selama bertahun-tahun dengan melarutkannya dalam air irigasi dan sebagai komponen pupuk kering. Keuntungan penggunaan pupuk cair di atas tanah kering meliputi (1)
Universitas Sumatera Utara
penghematan tenaga dalam penanganan dimana dapat digunakan pompa dan pipa, (2) kemudahannya untuk menyemprot daun, dan (3) kemudahannya untuk ditambahi pestisida (Foth, 1994). Rumput Laut (Sargassum polucystum) Rumput laut mempunyai prospek yang baik untuk bahan pupuk organik karena keistimewaannya yang kaya hara mikro dan teristimewa zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang dikandungnya antara lain auksin, sitokinin, giberilin, asam absisat dan etilen. ZPT tidak hanya dapat meningkatkan produksi, tetapi juga meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan serangan serangga, serta memperbaiki struktur tanah (Basmal, 2009). Rumput laut tidak hanya dapat digunakan sebagai bahan pangan tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk organik karena rumput laut banyak mengandung trace mineral (Fe, B, Ca, Cu, Cl, K, Mg dan Mn) dan juga zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti auksin, sitokonin, dan giberelin yang berguna untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. Kandungan zat pengatur tumbuh (ZPT) tersebut banyak terdapat pada thallus (batang) rumput laut dan juga di dalam SAP (konsentrat cair yang mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) dan mineral yang berasal dari dalam thallus/xylemcells tanaman) rumput laut (Basmal, 2009). Berdasarkan hasil penelitian R.Duthie (2009), hasil produksi dengan penggunaan pupuk cair rumput laut pada tanaman Gandum mengalami peningkatan sebanyak 19 %. Salah satu jenis rumput laut yang tumbuh hampir di seluruh perairan Indonesia adalah Sargassum. Jenis ini termasuk dalam divisi Thallophyta, kelas Phaeophyceae, bangsa Vocales, suku Sargassaceae, marga Sargassum, jenis
Universitas Sumatera Utara
Sargassum sp. Bentuk luar tumbuhan ini telah terlihat adanya akar, batang, buah yang mana bagian-bagian ini bukanlah merupakan organ tumbuhan sebenarnya tetapi hanya berupa talus. Kekerasan talus juga beraneka ragam ada yang lunak atau seperti tulang rawan ada yang keras karena mengandung kapur (Sugiarto, 1978). Kandungan kimia yang umum terdapat dalam rumput laut adalah pigmen fotosintetik seperti klorofil dan karotenoid, steroid dan triterpen, terpenoid lain seperti monoterpen, sesquiterpen, diterpen, asam lemak, lipid, hidrokarbon dan asetilena, fenol, tirosin, floroglusinol, resorsinol, dan vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, biotin, miasin, tokoferol dan vitamin lainnya, polisulfida, polisulfat, mineral-mineral. Selain itu rumput laut mengandung polisakarida yaitu agar-agar, karaginan dan alginat. Bahan baku pembuatan agar-agar dan karaginan adalah alga (ganggang) merah, sedangkan bahan baku untuk pembuatan alginat adalah ganggang coklat (Lobban, 1981). Alga dapat digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung bahanbahan mineral seperti potasium dan hormon seperti auxin dan sytokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah. Pemanfaatan alga sebagai pupuk organik ditunjang pula oleh adanya sifat hydrocolloids pada alga laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah (Basmal, 2009). Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari. Hasil penelitian memaparkan berdasarkan hasil uji antara pupuk rumput laut baik padat, cair, maupun campuran keduanya dengan
Universitas Sumatera Utara
urea diketahui kondisi tanaman yang menggunakan pupuk rumput laut lebih subur. Dalam uji coba penyemprotan pupuk rumput laut dilakukan dua kali selama masa tanam. Secara umum, tanaman yang diberi pupuk rumput laut menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Sedangkan tanaman yang diberi pupuk urea memiliki batang yang mudah rebah dan patah, daun berwarna hijau tua, urat daun terasa halus, serta mudah sobek (Anonim.2010). Unsur N, P, K Immobilisasi nitrogen merupakan pemanfaatan N anorganik (NH4+, NO3atau NO2-) oleh mikroba atau tanaman sehingga tidak tersedia di dalam tanah. Istilah immobilisasi juga digunakan untuk proses pengikatan NH4+ pada kisi mineral tertentu di dalam tanah seperti mineral illite dan vermiculite (disebut juga dengan
fiksasi
ammonium),
terikat
pada
kompleks
pertukaran
kation
(Hanafiah, 2009). Unsur N berpengaruh terhadap indeks luas daun (leaf area indeks), dimana pupuk yang mengandung N dibawah optimal maka akan menurunkan luas daun. Pupuk cair rumput laut mengandung N, P dan K dalam jumlah sedikit sehingga tidak menyediakan hara untuk meningkatkan pertumbuhan dan bobot kering tajuk tanaman (Hakim dkk, 1986). Tingkat pelapukan bahan organik (C/N) juga perlu diperhatikan. Untuk merombak bahan organik yang belum melapuk, mikroorganisme tanah banyak membutuhkan N, dimana N tentu di ambil dari N tanah, sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
kompetisi antara tanaman yang tumbuh diatasnya dengan jasad-jasad renik yang membutuhkan N (Hasibuan, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi nitrifikasi. Faktor utama adalah ketersediaan ammonium. jika dekomposisi dan N mineralisasi rendah atau jika NH4+ diambil oleh tanaman maupun N diimmobilisasi organisme heterotroph tinggi maka laju nitrifikasi akan rendah. Pada pertanian yang mempergunakan cara konvensional (pemupukan) akan mengakibatkan ketersediaan NO3-N di dalam tanah lebih tinggi disbanding pada pertanian organic maupun pertanian terpadu (Hanafiah, 2009). Bahan organik di dalam tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui dekomposisinya yang menghasilkan asam organik dan CO2. Asam organik akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dalam larutan tanah. Dengan demikian konsentrasi ion Al, Fe dan Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang sehingga diharapkan P tersedia akan lebih banyak. Dengan kata lain, kecepatan pelepasan P dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia adalah sangat bergantung pada pH tanah dan bahan organik (Santoso, 1998). Dari pelapukan bahan organik akan dihasilkan asam humat, asam fulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat juga mengikat logam seperti Al dan Fe, sehingga mengurangi kemasaman serta pengikatan P sehingga P akan lebih tersedia. Anion-anion organik seperti sitrat, asetat, tartrat dan oksalat yang dibentuk selama pelapukan bahan organik dapat membantu pelepasan P yang diikat oleh hidroksida-hidroksida Al, Fe, dan Ca dengan jalan bereaksi dengan Al, Fe, dan Ca membentuk senyawa kompleks (Hakim, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pada tanah masam umumnya ketersediaan unsur Al, Fe dan Mn larut lebih besar dimana ion ini dapat mengikat ion fosfat. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Fe dan Al larut akan menghasilkan hidroksi fosfat yang tidak larut. Dalam hal ini ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH- dari koloid tanah atau mineral dengan reaksi sebagai berikut : Al3+ + H2PO4 + 2H2O Larut
2H+ + Al(OH)2H2PO4 Tidak Larut
Pada kebanyakan tanah masam konsentrasi ion-ion Fe dan Al jauh melampaui konsentrasi ion H2PO4 . Karena itu, reaksi di atas bergerak ke kanan membentuk fosfat tidak dapat larut. Dengan demikian hanya tertinggal sejumlah kecil ion H2PO4 yang dapat tersedia bagi tanaman dalam keadaan tanah masam (Buckman dan Brady, 1982). Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor berikut: (1) pH tanah ; (2) besi, alumunium dan mangan yang dapat larut ; (3) terdapatnya mineral yang mengandung besi, alumunium dan mangan ; (4) kalsium tersedia dan mineral kalsium ; (5) jumlah dan dekomposisi bahan organik ; (6) kegiatan mikroorganisme. Empat faktor pertama saling berhubungan, karena efeknya sebagian besar tergantung pada pH (Buckman dan Brady, 1982). Unsur hara kalium diambil tanaman dalam bentuk ion K+. Senyawa K hasil pelapukan mineral, di dalam tanah dijumpai jumlah yang bervariasi tergantung jenis bahan induk pembentuk tanah, tetapi karena unsure ini mempunyai ukuran bentuk terhidrasi yang relative besar dan bervalensi 1, maka unsure ini tidak kuat dijerap muatan permukaan koloid, sehingga mudah mengalami pelindian (leaching) dari tanah (Hanafiah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kalium peka terhadap pencucian terutama pada tanah-tanah dengan kapasitas tukar kation dan/kapasitas anion yang rendah, sumber kalium untuk tanah berasal terutama dari pupuk dan mineral-mineral kalium (Henry, 1989). Tanaman Sawi Sawi (brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berdaun lonjong, halus, tidak memiliki bulu-bulu dan tidak berkrop. Tanaman ini sudah dikenal oleh masyarakat sebagai sayuran daun. Tanaman ini sebenarnya bukan khas dataran tinggi karena dapat ditanam baik di dataran rendah maupun tinggi. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Karenanya, tanaman ini dapat di tanam sepanjang tahun asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman (Setiawan, 1995). Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl (Hartoyo, 2010). Suhu udara akan mempengaruhi laju pertumbuhan tunas dan persentase serta laju perkecambahan benih. Perkecambahan benih umumnya optimum pada kisaran suhu antara 25°C sampai 30°C. Suhu optimum untuk perkecambahan biji tidak selalu sama dengan suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman tersebut selanjutnya (Lakitan, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Caysin membutuhkan asupan unsur hara N, P dan K yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya. Menurut Haryanto (2003), dosis pemupukan yang biasa diberikan untuk tanaman caysin adalah 100 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCl. Dengan pemberian dosisi pupuk yang tepat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hara caysin sehingga pertumbuhan tanaman tersebut dapat optimal. Dalam hal konsumsi sayuran organik lebih menyehatkan dibandingkan dengan sayuran yang diberi pupuk anorganik/kimia dimana intensitas pemberian pupuk tersebut mungkin lebih dari dosis yang dianjurkan sehingga dampak kepada kesehatan sangat berpengaruh dan sistem pertanian organik dalam penelitian ini adalah dengan memberi pupuk cair organik rumput laut untuk melihat efektifitas dari sistem tersebut terhadap tanah dan tanaman.
Universitas Sumatera Utara