II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
2.1.1. Definisi Pertanian Organik Definisi pertanian organik yang dikenal pada saat ini dikeluarkan oleh IFOAM dan Departemen Pertanian Amerika Serikat. Menurut IFOAM (FAO, 1998) dalam Dinarti, 2005, tujuan dan prinsip dari pertanian organik serta prosesnya berdasarkan sejumlah prinsip penting dan ide-ide, yaitu : a) Memproduksi makanan dengan gizi berkualitas tinggi; b) Mengedepankan siklus biologis di dalam sistem pertanian, meliputi mikro organisme, flora dan fauna tanah, ternak dan tanaman; c) Menginteraksikan suatu kehidupan yang konstruktif dengan sistem dan siklus yang alami; d) Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang; e) Memproduksi dan menggunakan air yang sehat dan menjaga air, sumber air dan kehidupannya; f)
Membantu konservasi tanah dan air;
g) Menggunakan sejauh mungkin, sumber daya lokal yang dapat diperbaharui yang dikelola dalam sistem pertanian bekerja sejauh yang bisa dilakukan, dalam sistem tertutup yang menyediakan bahan organik dan unsur hara bagi tanaman; h) Bekerja yang mungkin menggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang yang berasal dari dalam maupun luar sistem pertanian; i)
Meminimalkan semua bentuk polutan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang dilakukan;
j)
Mempertahankan keragaman genetik di dalam sistem pertanian dan di sekitarnya, termasuk melindungi tanaman dan habitat liarnya;
k) Memberikan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman bagi pekerja memperhatikan pengaruh sosial dan ekologis dari sistem yang diterapkan; l)
Menghasilkan produk non-pangan dari bahan-bahan yang dapat di daur ulang yang sepenuhnya dapat dihancurkan secara alami;
10
m) Memperkuat fungsi asosiasi pertanian organik; n) Memajukan keseluruhan rantai pertanian yang bertanggung jawab secara sosial maupun ekologis. Departemen Pertanian Amerika Serikat pada tahun 1980 juga mengeluarkan definisi tentang pertanian organik sebagai suatu sistem produksi yang menghindarkan atau sebagian besar tidak menggunakan pupuk sintetis, pestisida, hormon tumbuh, pakan ternak tanpa zat additive. Menurut BSN (2010), sistem pertanian organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan
daya
adaptasi
terhadap
keadaan/kondisi
setempat.
Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem. 2.1.2. Budidaya Padi Organik Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional (non organik). Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar (Andoko, 2010). Menurut PPHP Deptan (2005) beberapa berbedaan antara budidaya pertanian organik dan non organik adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam budidaya padi secara organik : 1) Pemilihan verietas Tidak semua varietas padi cocok digunakan unuk budidaya organik. Benih nonhibrida
lebih
cocok
digunakan
untuk
tanaman
organik
karena
dapat
mempertahankan keanekaragaman hayati dan secara teknis memungkinkan untuk ditanam secara organik karena dapat berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Benih hibrida biasanya dipakai untuk budidaya non organik karena sangat tergantung kepada penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
11
Tabel 2. Perbedaan Sistem Budidaya Pertanian Organik dengan Pertanian Non Organik Proses Persiapan benih Pengolahan tanah
Persiapan bibit Penanaman
Pengairan Pemupukan dan pengendalian hama serta gulma Panen dan Pasca Panen
Pertanian non organik
Pertanian organik
Berasal dari rekayasa genetika
Berasal dari pertumbuhan yang alami Maksimalisasi pengolahan tanah Minimalisasi pengolahan dan melalui mekanisasi pertanian mekanisasi pertanian yang yang berakibat pemadatan tanah memacu pertumbuhan dan matinya beberapa organisme organisme dan menjaga aerasi tanah Bibit diperlakukan dengan bahan Bibit diperlakukan dengan kimia sintesis alami Monokultur, rotasi tanaman Multikutur, rotasi bertahap, hanya dari satu jenis tanaman kombinasi tanaman dalam dan tidak ada kombinasi satu luasan lahan. Penanaman tanaman habitat predator dan pengendalian hama. Tanaman pupuk hijau, pestisida hayati dan obat-obat alami Dapat menggunakan air dari Menggunakan air yang bebas mana saja bahan kimia sistetis Dominasi penggunaan pupuk Penggunaan pupuk organik, kimia dan pestisida pengendalian hama berdasarkan keseimbangan hayati Produk mengandung residu Tidak diperlakukan bahan bahan kimia dan menggunakan kimia dan sehat untuk bahan kimia sintesis konsumen
PPHP, (2005)
2) Pembenihan Beberapa hal yang dilakukan pada tahap pembenihan yaitu: (a) seleksi benih yang diperlukan agar hasil panen dapat maksimal. Ciri-ciri benih yang bermutu adalah jenisnya murni, bernas, kering, sehat bebas dari penyakit dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki serta memiliki daya kecambah yang tinggi mencapai 90%; (b) kebutuhan benih, menurut Purwono dan Purnawati (2009) kebutuhan benih untuk padi sawah berkisar antara 20-25 kg/hektar; (c) penyiapan tempat pembenihan, bagian sawah yang akan digunakan untuk perbenihan dicangkul sedalam kira-kira 30 cm dan selanjutnya dihaluskan sampai lumer,
12
dipinggir tempat perbenihan dibuat parit yang dapat digunakan untuk mengeluarkan kelebihan air, sebaiknya lahan yang akan digunakan diberi pupuk kandang agar tanah menjadi subur dan benih dapat tumbuh dengan subur; (d) mengecambahkan benih, benih yang telah diseleksi direndam dalam air bersih selama 1- 2 hari, tujuannya agar memudahkan proses perkecambahan dan sekaligus dapat memisahkan benih yang bagus dengan yang jelek, benih yang bagus akan tenggelam dalam air, sedangkan yang kurang bagus biasanya akan mengapung, selanjutnya benih yang terpilih di hamparkan di atas lantai dan ditutup dengan karung goni basah atau dapat juga dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat; (e) menyebarkan benih, benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati-hati ke permukaan persemaian, usahakan benih tersebar secara merata dan tidak tumpang tindih serta tidak terbenam dalam tanah karena akan dapat menyebarkan terinfeksi patogen. 3) Penyiapan lahan Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu dan perataan. Sebelum pengolahan tanah, lahan harus direndam air selama lebih kurang 7 (tujuh) hari. Menurut Purwono dan Purnawati (2009) kedalaman lapisan olah berkisar 15 β 20 cm, namun menurut Andoko (2010) untuk tanaman padi organik, kedalaman lapisan olah yang terbaik adalah mencapai 30 cm. 4) Penanaman Menurut Andoko (2010), syarat benih yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama penyakit serta jenisnya seragam. Jarak tanam yang umum digunakan petani di Indonesia adalah 25 cm x 25 cm dan 30 cm x 30 cm. Jumlah bibit yang ditanam berkisar 3 β 4 batang perlubang. 5) Penyulaman Penyulaman adalah penggantian tanaman yang tidak tumbuh, rusak atau mati dengan yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam.
13
6) Pengolahan tanah ringan Tujuan pengolahan tanah ringan adalah agar terjadi pertukaran udara yaitu oksigen masuk ke dalam tanah dan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anerobik di dalam tanah dapat menguap. Pengolahan tanah ringan dilakukan sekitar 20 hari setelah tanam. Alat yang digunakan adalah sorok yaitu semacam garpu kayu bergerigi paku yang sudah ditumpulkan selebar kira-kira 15 cm dan bertangkai. Ujung sorok diarahkan ke tanah sekitar tanaman dengan gerakan maju mundur sambil sedikit ditekan. 7) Penyiangan Penyiangan dimaksudkan untuk membuang tanaman liar yang tumbuh disekitar tanaman padi agar keberadaannya tidak menyaingi tanaman padi. Dalam pertanian non organik, biasanya tanaman liar diatasi dengan penggunaan herbisida kimia, namun untuk pertanian organik, dilakukan dengan penyiangan yaitu dengan cara pencabutan tanaman liar tersebut. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur empat minggu, kedua umur 35 hari dan ketiga umur 55 hari. 8) Pemasukan dan pengeluaran air Penggenangan sawah dilakukan sejak awal pertumbuhan, pembentukan anakan, masa bunting dan pembungaan. Pengeringan sawah dilakukan ketika menjelang bunting dan masa pemasakan biji. 9) Pemupukan Perbedaan padi organik dan non organik terletak pada penggunaan pupuk. Tanaman organik menggunakan pupuk organik sedangkan tanaman padi non organik
menggunakan
pupuk
kimia.
Pertanian
non
organik
cenderung
menggunakan pupuk kimia yang meningkat dari tahun ketahun, berbeda dengan pertanian organik yang penggunaan pupuknya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada pengolahan tanah pertama biasanya yang digunakan pupuk organik baik untuk pertanian organik maupun non organik. Pada tanaman organik, pupuk dasar yang digunakan dapat berasal dari pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha. Pupuk kandang dapat diganti dengan pupuk fermentasi atau bokashi dengan dosis 1,5 β 2 ton/ha. Pemupukan pertama jika dengan pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha jika dengan kompos fermentasi sebanyak
14
0,5 ton/ha. Pada tanaman organik pemupukan kedua dan ketiga menggunakan pupuk organik cair. Dosis pemupukan disesuaikan dengan keadaan tanaman. 10) Pemberantasan hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman organik dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan) dan pestisida organik. 11) Panen Waktu panen ditentukan oleh jenis verietas yang ditanam, karena setiap verietas memiliki umur panen yang berbeda. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah sehingga mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus. Padi dikatakan siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80%. 2.2.
Analisis Pendapatan Usahatani
2.2.1. Pengertian Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahatani meningkat (Rahim dan Hastuti, 2007).
Soekartawi
(2002) dalam Rahim dan Hastuti, (2007) disebutkan bahwa usahatani bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki (yang dikuasasi) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output). Menurut Rifai dalam Hernanto, (1988), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Berdasarkan
pengertian di atas, suatu usahatani dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Adanya lahan dalam luasan dan produk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakannya usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan
15
ternak dan tempat keluarga tani bermukim; (b) Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur, dan lain- lain; (c) Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot, traktor, pompa air dan lain- lain; (d) Adanya pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lainlain; (e) Adanya kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalanya usahatani dan menikmati hasil usahataninya. Menurut Rahim dan Hastuti, (2007), usahatani dapat diklasifikasikan menurut cara mengusahakannya, sifat dan corak, pola serta tipe usahatani. Berdasarkan cara mengusahakan usahatani dibedakan atas usahatani perorangan, usahatani kolektif dan usahatani kooperatif. Usahatani perorangan dilakukan secara perorangan dan faktor produksi dimiliki secara perorangan, sehingga orang tersebut bebas mengembangkan kreasinya dalam menentukan pupuk, bibit, pestisida dan sebagainya. Usahatani kolektif dilakukan secara bersama-sama atau kelompok dan faktor produksi seluruhnya dikuasai kelompok sehingga hasilnya dibagi oleh anggota kelompok tersebut. Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Berdasarkan sifat dan corak usahatani dibedakan atas usahatani subsisten dan komersial. Subsisten berarti bahwa hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya tanpa melalui peredaran uang. Dalam kenyataan, subsisten murni tidak ada, sehingga hasil panen yang lebih 70% untuk kebutuhan sendiri dapat dimasukkan dalam kagetori ini. Komersial merupakan usahatani yang keseluruhan hasilnya dijual ke pasar atau melalui perantara ataupun langsung ke konsumen.
Berdasarkan pola
usahatani dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam pola usahatani yaitu khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih usahatani, namun dengan batasan yang masih tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih cabang usahatani yang batasnya tidak tegas.
Berdasarkan tipe usahatani, didasarkan jenis
tanaman yang akan ditanam misalnya usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura (buah dan sayuran), usahatani perkebunan dan lain sebagainya.
16
2.2.2. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani sama dengan biaya usahatani yang merupakan pengorbanan yang dilakukan produsen (petani) untuk mengelola usahanya guna mendapatkan hasil yang maksimal (Rahim dan Hastuti, 2007). Menurut Soekartawi (1986) dalam Purba, (2005) menyatakan bahwa pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit, contohnya pajak, sewa tanah, alat pertanian, bunga pinjaman dan lain sebagainya. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh, misalnya biaya untuk sarana produksi (saprodi). Penentuan biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan tersebut. Misalnya sewa lahan adalah biaya variabel dalam kaitannya dengan keputusan petani untuk menyewa tambahan lahan, tetapi lahan yang sudah disewa dan digunakan adalah biaya tetap. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut : π
πΉπΆ =
ππ ππ₯π π=1
Keterangan : FC = Fixed cost Xi = Banyaknya input ke-i Pxi = Harga dari variabel xi (input) Biaya total atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak tetap atau variabel cost (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut : TC = πΉπΆ + ππΆ Keterangan : TC = Total cost FC = Fixed cost VC =Variabel cost
17
Menurut Soekartawi dalam Rahim dan Hastuti, (2007), analisis usahatani dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis finansial (financial analysis) dan analisis ekonomi (economics analysis).
Analisis finansial menggunakan data riil yang
sebenarnya dikeluarkan, sedangkan dalam analisis ekonomi data yang digunakan berdasarkan harga bayangan.
Harga bayangan (shadow prices) adalah harga yang
menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. 2.2.3. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antar produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dikatakan dalam rumus sebagai berikut : ππ
= π π₯ ππ¦ Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y Menurut Soekartawi (2002) dalam Purba (2005) menyebutkan bahwa penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Hastuti (2007),
untuk
menghitung penerimaan usahatani beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) Perhitungan produksi pertanian harus hati-hati karena tidak semua produksi pertanian dipanen secara serentak. Untuk tanaman padi hal ini tidak berlaku karena biasanya padi dipanen secara serentak. b) Penerimaan petani juga harus dihitung dengan baik karena mungkin hasil produksi tidak dijual sekaligus dengan harga yang berbeda-beda. Analisis ini akan didasarkan harga rata-rata yang berlaku pada tahun penelitian dilakukan c) Petani yang digunakan sebagai responden harus diwawancara dengan teknis yang baik untuk membantu mengingat kembali produksi dan hasil penjualan. Pemilihan waktu dalam setahun terakhir biasanya sering dipakai oleh para peneliti untuk memudahkan perhitungan.
18
2.2.4. Pendapatan Usahatani Pemenuhan kebutuhan hidup rumahtangga usahatani dicukupi dari pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) dalam Purba (2005) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau menjual unsurunsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan dan lain sebagainya. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) : ππ = ππ
β ππΆ Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Pendapatan usahatani yang diharapkan adalah yang memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Pengukuran keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani dapat memberi gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat dievaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Analisis pendapatan usahatani diperlukan sebagai informasi untuk mengetahui keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. 2.2.5. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis) Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Purba (2005), pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Rahim dan Hastuti, (2007)
19
analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dapat dinyatakan dengan rumus : a=
R C
Keterangan : a = R/C ratio R = Total Penerimaan C = Total Biaya Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan. Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. 2.3.
Sistem Sertifikasi Organik Sertifikasi merupakan cara untuk memberikan jaminan produk yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sesuai dengan SNI sistem pangan organik, sertifikasi didefinisikan sebagai prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi ini bertujuan untuk melindungi konsumen sekaligus produsen dari perdagangan yang tidak fair, pemalsuan produk dan penggunaan label yang tidak benar. Dalam kenyataan yang ada di lapangan ada beberapa bentuk penjaminan yang dilakukan produsen untuk produk organik yang dihasilkannya yaitu Self-claim, Second-
20
party certification dan Third-party certification, Group certification and Internal Control Systems, Participatory Certification atau Participatory Guarantee System (PGS) (Sulaeman, 2009). a.
Self-claim Kebanyakan pemasaran pangan organik yang dilakukan oleh produsen di
Indonesia dimulai dengan pola penjaminan self claim (pernyataan diri) mengenai status organik produk yang dihasilkannya. Penjaminan seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keluasan distribusi produk. Produsen dengan pola penjaminan self claim biasanya membuka diri terhadap kunjungan konsumen ke lahan budidaya (farm visit) atau pengolahan pangan organiknya untuk mengantisipasi terbatasnya pemasaran. Apabila pola self claim dilakukan dengan sistematik dan dilengkapi dengan sistem dokumentasi yang cukup baik mengenai apa yang dilakukan dalam menghasilkan pangan organik, maka pola tersebut dapat dianggap sebagai first-party certification (sertifikasi pihak pertama). Produk yang dijamin dengan pola self claim dan first-party certification tidak dapat mencantumkan logo Organik Indonesia. Biasanya produsen menuliskan kata βorganikβ pada kemasan produk tersebut. b.
Second-party certification Pola pengakuan ini dilakukan oleh dua pihak yang melakukan kerjasama dan
perjanjian perdagangan, dimana pihak pembeli memberikan pengakuan terhadap produk yang dihasilkan mitra/pemasoknya. Biasanya pihak kesatu melakukan penilaian terhadap kinerja pihak produsen.
Pihak penjamin dengan pola second-party
certification biasanya menerbitkan surat pernyataan atau klaim bahwa produk tersebut organik. Produk dikemas menggunakan suatu merek tertentu dan dicantumkan kata βorganikβ. c.
Third-party certification Third-party certification adalah pola sertifikasi yang dilakukan pihak ketiga
berupa lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi pangan organik. Proses sertifikasi yang dilakukan sudah terstandarisasi dan pihak produsen harus menyiapkan sejumlah dokumen pendukung untuk proses tersebut. Produk yang telah disertifikasi berhak mencantumkan logo/label organik di kemasannya.
21
2.4.
Konsep Internal Control System (ICS) Sistem Pengawasan Internal (Internal Control System/ICS) merupakan sistem
penjaminan mutu yang terdokumentasi yang memperkenankan lembaga sertifikasi mendelegasikan inspeksi tahunan semua anggota kelompok secara individual kepada lembaga/unit dari operator yang disertifikasi. Lembaga sertifikasi melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal yang dilakukan kelompok, untuk memastikan sistem berjalan dengan baik dan efisien. Evaluasi dilakukan dengan mengecek sistem dokumentasi ICS, kualifikasi staf dan melakukan inspeksi ulang ke beberapa petani. Tahapan dasar ICS meliputi: 1.
Memiliki organisasi tani/produsen kecil.
2.
Memiliki struktur dan mekanisme internal organisasi, seperti: aturan internal kelompok, keanggotaan, sanksi, standar internal, pelatihan, pengawasan mutu, personil, dan lain-lain.
3.
Mengidentifikasi petani, apabila petani belum memahami mengenai prinsip-prinsip organik, maka perlu menumbuhkan kesadaran mengenai hal tersebut.
4.
Merekrut personel yang berkualitas dan memastikan bahwa mereka telah menerima pelatihan pertanian organik dan ICS.
5.
Mulai mengembangkan formulir dan prosedur ICS secara tertulis yang sesuai dengan kondisi lokal.
6.
Melakukan pengawasan mutu internal secara berkala
7.
Mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, organisasi tani/produsen
8.
Secara bertahap meningkatkan kualitas dokumen ICS (prosedur, formulir, dan sebagainya) dan penerapannya oleh staf ICS. Sistem sertifikasi dengan pola ICS memungkinkan sertifikasi untuk wilayah
yang cukup luas sehingga peta lahan menjadi bagian penting dalam menilaian yang dilakukan oleh inspektor eksternal.
Peta lahan merupakan sumber informasi yang
sangat penting tentang keadaan suatu wilayah pertanian, sehingga dapat dilihat batasbatas wilayah yang berpotensi menimbulkan kontaminasi dan juga sumber pengairan yang ada. Produk yang seratus persen organik merupakan hal yang sangat sulit dihasilkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi keorganikan suatu produk, terutama
22
lingkungan sekitar dan sumber air. Dalam pertanian organik yang terpenting adalah bagaimana mengendalikan faktor-faktor tersebut agar sesuai dengan standar yang diacu, sehingga tindakan perbaikan yang berkelanjutan perlu dilakukan dan semuanya harus terdokumentasi dengan baik. Koordinator ICS diperlukan untuk dapat menjalankan ICS sebagaimana yang diharapkan. Pemilihan personil koordinator ditentukan oleh anggota kelompok yang dapat berasal dari pengurus Gapoktan. Tidak ada persyaratan baku yang ditetapkan untuk posisi ini, hanya saja agar dapat berjalan tentu diperlukan adanya kemampuan personil setidaknya dalam pengelolaan administrasi, melatih dan mampu melakukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan program sertifikasi. Koordinator ICS merupakan kontak person yang akan terlibat dengan lembaga sertifikasi eksternal. Inspektor internal merupakan pengawas lapangan yang berasal dari kelompok tani yang akan melakukan pengawasan kepada kelompok lain yang bukan kelompoknya.
Inspektor internal ini mempunyai persyaratan minimal yaitu harus
memahami sistem pertanian organik dan sistem prosedur yang sudah ditetapkan ICS sehingga orang-orangnya harus terlatih dan yang utama lagi tidak ada konflik kepentingan. Tugas dari inspektor internal adalah melakukan pengawasan secara berkala dan dapat juga sewaktu-waktu jika diperlukan terhadap anggota yang menjadi bagian pengawasannya. Hasil dari pengawasan inspektor ini, harus dilaporkan kepada komisi persetujuan untuk dapat ditentukan status keorganikannya. Komisi persetujuan yang akan memutuskan posisi anggota kelompok berdasarkan hasil audit inspektor internal dengan turut melibatkan pakar atau tim teknis. Menurut Setyowati (2008) dalam pengembangan ICS, yang perlu direfleksikan adalah perjalanan proses penguatan organisasi yang menjadi kunci utama dari keberhasilan pengorganisasian petani maupun pengorganisasian produk yang akan dipasarkan. Orientasi pasar juga harus dipertimbangkan, baik pasar lokal, nasional, maupun internasional, karena rangkaian pengorganisasian produk dan arah pemasaran akan berpengaruh pada strategi dalam menjalankan ICSnya. Pengorganisasian petani dalam ICS harus kuat, karena tanpa kesolidan kelompok dan mekanisme kelompok yang baik, maka kerja ICS tidak akan dapat dilakukan secara
23
maksimal, karena komitmen dari semua anggota dan pengurus menjadi ukuran keberhasilan penjaminan mutu produk yang dilakukan sehingga konflik internal bisa teratasi. Oleh karena itu penerapan ICS di kelompok harus diawali dengan pemahaman tentang ICS itu sendiri, menyusun organisasi ICS, membangun mekanisme organisasi, tujuan ICSnya, wilayah pengorganisasian ICS, basis pengorganisasiannya, pilihan komoditinya, pasar produk yang dituju, penyusunan standar proses produksi organik, serta spesifikasi produknya. Sikap responden terhadap penerapan ICS dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan perseptual dengan skala likert. Menurut Sugiyono (2001) dalam Widyanto (2006), skala likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Singarimbun dan Effendi dalam Widyanto (2006), juga menyebutkan bahwa salah satu cara yang paling sering digunakan dalam menentukan skor adalah dengan menggunakan skala likert. Skala nilai yang diberikan dalam Skala likert dapat memberikan makna yang dapat diukur. Pengujian yang bersifat positif misalnya, nilai yang lebih besar dapat diartikan memiliki penilaian yang lebih bagus dan sebaliknya. Persepsi anggota dari masing-masing kelompok dianalisis menggunakan biplot. Biplot tergolong dalam analisis eksploratif dimensi ganda yang dapat menyajikan secara simultan segugus objek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik dua dimensi sehingga ciri-ciri peubah dan objek pengamatan serta posisi relatif antar objek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis (Jollife 1986) dalam Nuryanti 2003. Analisis biplot dapat diinterpretasikan sebagaimana diuraikan berikut ini: 1.
Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin panjang vektor peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi.
2.
Nilai cosinus sudut antara dua vektor peubah menggambarkan korelasi kedua peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara dua peubah maka semakin positif tinggi korelasinya. Apabila sudut yang dibuat tegak lurus maka kolerasi keduanya rendah, dan sebaliknya jika sudutnya tumpul (berlawanan arah) maka korelasinya negatif.
3.
Posisi objek yang searah dengan suatu vektor peubah diinterpretasikan sebagai besarnya nilai peubah untuk objek yang searah dengannya. Semakin dekat letak
24
objek arah yang ditunjuk oleh suatu peubah maka semakin tinggi peubah tersebut ke objek itu, sedangkan jika arahnya berlawanan, maka nilainya rendah. 4.
Kedekatan letak/posisi dua buah objek diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat dua objek. Semakin dekat letak dua objek maka sifat yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubahnya semakin mirip.