3
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan membentuk sistem perakaran yang berada sedalam 10-30 cm di bawah permukaan tanah (Nasir, 1987 dan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001). Akar tanaman gandum berdiameter 300-700 µm (Cannel dan Jackson, 1981). Batang tanaman gandum tegak dan berbentuk silinder. Batang tanaman gandum membentuk tunas anakan dalam suatu rumpun. Selain itu, batang gandum juga bersifat tunggal dan glabrus, beruas pendek (berjumlah enam ruas) serta buku-bukunya berongga (Stoskoff, 1985 dan Nasir, 1987). Daun terdiri dari tangkai pelepah, helai daun, dan ligula dengan dua pasang daun telinga pada dasar helai daun. Daun gandum berbentuk pipih, pita, dan sempit dengan panjang 20-37 cm. Pelepah daun melekat pada buku menyelubungi batang (Stoskoff, 1985 dan Nasir, 1987). Helaian daun gandum tersusun dalam setiap batang dimana setiap daun membentuk sudut 180° dengan daun lainnya. Daun telinga berwarna pucat atau kemerah-merahan, sedangkan lidah daun tidak berwarna, tipis, halus, dan berujung bulu-bulu (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001). Daun yang sudah tua akan mengering dan melengkung ke bawah (Stoskoff, 1985). Pembungaan pada tanaman gandum bersifat majemuk (Stoskoff, 1985). Kumpulan bunga gandum (spikelets) bertumpuk satu sama lain pada malai. Tiap spikelet terdiri dari beberapa bulir dan kulit ari (lemma dan palea). Tiap bulir mempunyai batang yang sangat kecil yang disebut rachilla. Pada dasar spikelet, terdapat glume yang umumnya halus. Umumnya, tiap spikelet menghasilkan dua sampai tiga biji (kernel) (Phoelman dan Sleper, 1995). Ujung bulir membentuk rambut yang panjang bervariasi dan berfungsi sebagai penahan kekurangan air bila terjadi kekeringan. Bentuk bulir gabah mulai dari lonjong hingga agak bundar (Nasir, 1987). Dalam
4 lemma dan palea terdapat tiga anther dan dua stigma dengan sebuah ovarium. Lemma, palea, dan keseluruhan alat kelamin tersebut merupakan satu kesatuan bunga (Phoelman dan Sleper, 1995).
Ekologi Tanaman Gandum Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah penyebaran cukup luas mulai dari daerah tropika sampai daerah lintang tinggi (Handoko, 2007). Tanaman herba setahun ini dapat tumbuh optimal pada suhu 4-31°C dengan suhu optimum 20°C di daerah subtropis (Aqil et al., 2011). CIMMYT (1984) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh baik pada suhu dibawah 28°C pada kelembaban relatif 40%, sedangkan pada kelembaban relatif 80% tanaman gandum hanya dapat bertahan pada suhu dibawah 23°C. Suharti (2001) menyatakan bahwa gandum di Indonesia mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut. Curah hujan efektif yang diperlukan selama pertumbuhan tanaman gandum adalah 640-890 mm/tahun. Tanaman yang termasuk dalam famili poaceae ini membutuhkan lama penyinaran selama 9-12 jam/hari dengan intensitas penyinaran lebih dari 60% untuk dapat berfotosintesis (Direktorat Budidaya Serealia, 2008). Tekstur tanah yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang memiliki jalur fotosintesis bersiklus C3 ini adalah lempung berdebu atau lempung liat. Namun, gandum juga dapat tumbuh pada tanah bertekstur pasir hingga liat dengan sistem drainase yang baik dan solum tanah yang dalam (Tobing, 1987). Ketersediaan hara pada awal pertumbuhan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan secara optimal. Nasir (1987) menyatakan bahwa tanaman gandum memerlukan hara nitrogen dalam jumlah yang banyak pada awal dan pertengahan pertunasan untuk memperbanyak jumlah malai per rumpun dan pengisian bulir pada fase generatif. Ketersediaan hara nitrogen yang cukup dapat meningkatkan kadar protein butiran gandum. Handoko (2007) menambahkan bahwa hara nitrogen hanya mempengaruhi pemunculan anakan pada dataran bersuhu tinggi.
5 Gandum merupakan salah satu tanaman yang secara relatif sedikit membutuhkan air. Kebutuhan air relatif tanaman gandum adalah 330-392 mm (Schlehuber dan Tucker, 1967). Faktor kemasaman tanah tidak menjadi faktor pembatas pada pertumbuhan tanaman gandum. Bland (1972) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh optimum pada tanah dengan pH antara 5.5-7.5.
Pemuliaan Tanaman Gandum Pemuliaan tanaman merupakan ilmu dan seni untuk merakit pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting dari populasi tanaman menjadi bentuk yang unggul bagi manusia. Pemuliaan tanaman bertujuan untuk menghasilkan varietas dengan sifat-sifat (agronomi, morfologi, fisiologi, dan biokimia) yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan (Chaudhari, 1971). Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa kegiatan pemuliaan gandum ditujukan untuk mendapatkan kultivar yang secara seragam berpotensi hasil tinggi dan beradaptasi luas pada berbagai kondisi lingkungan. Secara
alami,
tipe
penyerbukan
tanaman
monokotil
ini
adalah
penyerbukan sendiri (self-pollinated). Penyerbukan silang hanya terjadi 1-4%. Pembungaan dimulai pada sepertiga bagian tengah malai kemudian menyebar secara bersamaan ke arah ujung dan pangkal malai. Bunga-bunga bermekaran pada pertengahan pagi menjelang siang. Kemampuan reseptif stigma berkisar antara 4-13 hari, sedangkan viabilitas pollen hanya sekitar 30 menit saja. Kondisi masak fisiologis dicapai apabila kandungan kelembaban dari keseluruhan bulir yang terbentuk telah menurun antara 25-35% (Ginkel dan Villareal, 1996).
Adaptabilitas Tanaman Gandum Adaptabilitas merupakan kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan pertumbuhannya. Ukuran dasar adaptabilitas adalah besar kecilnya interaksi genotipe x lingkungan. Namun dengan analisis interaksi belum dapat menggambarkan dengan baik tentang tanggapan yang dinamis suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda-beda. Apalagi bila genotipe yang diuji
6 dalam jumlah banyak, maka peringkat masing-masing genotipe akan berubahubah dari lingkungan ke lingkungan dan dari musim ke musim sehingga menyulitkan penafsiran (Soemartono dan Nasrullah, 1988). Berdasarkan tanggapan genotipe terhadap lingkungan, Soemartono dan Nasrullah (1988) mengelompokkan kemampuan adaptasi tanaman menjadi dua yaitu kelompok yang menunjukkan kemampuan adaptasi pada lingkungan luas (interaksi genotipe x lingkungan kecil) dan kelompok yang menunjukkan kemampuan adaptasi sempit atau beradaptasi secara khusus dan berperagaan baik pada suatu lingkungan, tetapi berperagaan buruk pada lingkungan yang berbeda (interaksi genotipe x lingkungan besar). Mekanisme perubahan pada tingkat selular pada tanaman gandum terjadi dalam proses adaptasi tanaman terhadap suhu tinggi. Fokar et al. (1998) menyatakan bahwa perubahan tersebut meliputi terbentuknya heat shock protein (HSPs). Perubahan lainnya adalah dengan meningkatnya asam lemak tidak jenuh dan integritas membran. Perubahan ini akan berdampak pada efektifitas fotosintesis dalam menghasilkan karbohidrat bagi tanaman.
Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik Heritabilitas merupakan parameter genetik yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan karakter yang dimiliki atau suatu pendugaan yang mengukur sampai sejauh mana variabilitas penampilan suatu genotipe dalam populasi terutama disebabkan oleh faktor genetik (Poehlman dan Sleeper, 1995). Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipik yang dinyatakan dalam persen (Allard, 1960). Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase yang berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati nilai 1, nilai heritabilitasnya semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati nilai 0 berarti nilai heritabilitasnya semakin rendah (Poespodarsono, 1988).
Falconer dan Mackay (1996)
menambahkan bahwa nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan sehingga seleksi dapat dilakukan lebih ketat untuk memperoleh kemajuan genetik
7 yang tinggi. Sebaliknya, nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga seleksi harus dilakukan secara longgar. Keragaman genetik dalam populasi seleksi penting diketahui karena seleksi tidak menciptakan keragaman, tetapi berperan atas adanya keragaman (Bari et al., 1974). Koefisien keragaman genetik (KKG) merupakan nisbah besaran simpangan baku genetik dengan nilai tengah populasi karakter yang bersangkutan. Bahar dan Zen (1993) menyatakan bahwa nilai KKG digunakan untuk mengukur keragaman genetik suatu sifat tertentu dan membandingkan keragaman genetik berbagai sifat tanaman. Tingginya nilai KKG menunjukkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi.