II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Tanaman Padi Padi
merupakan tanaman terna semusim, berakar serabut, batang pendek, batang
terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna daun hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang. Sistematika tanaman padi adalah sebagai berikut :
2.2
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monotyledonae
Keluarga
: Gamineae (Poaceae)
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sp.
Fase Pertumbuhan Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman terna semusim yang termasuk dalam golongan
rumput-rumputan. Padi mempunyai umur yang pendek yaitu kurang dari satu tahun, hanya satu kali produksi. Dalam pertumbuhannya tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase pertumbuhan (Rahayu, 2012), yaitu : 2.2.1
Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai)
a. Tahap 0: benih berkecambah sampai muncul ke permukaan Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke 2 atau ke 3 setelah benih disebar dipesemaian, daun pertama menembus
5
keluar melalui koleoptil. Akhir tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal akar memanjang. b. Tahap 1: pertunasan Tahap pertunasan mulai benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk, sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan satu daun setiap 3 sampai 4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18 hari siap untuk di tanam pindah.
Bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang
berkembang dengan cepat. c. Tahap 2: anakan Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas aksial pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada 25 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder, anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang. d. Tahap 3: pemanjangan batang Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap 2 dan 3. Anakan
terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. 2.2.2 a.
Reproduksi (pembentukan malai sampai pembungaan)
Tahap 4: pembentukan malai sampai bunting Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase reproduksi.
Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut berbulu putih panjang 1,0 sampai 1,5 mm muncul pada ruas buku utama, kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Dapat terlihat dengan membelah batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. b.
Tahap 5: keluar malai Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera.
Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. c.
Tahap 6: pembungaan Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi
proses pembuahan. Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup, serbuk sari jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan
berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada tahap pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan non produktif. 2.2.3 a.
Pematangan (pembungaan sampai gabah matang)
Tahap 7: gabah matang susu Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan
larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan atau menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau. b.
Tahap 8: gabah setengah matang Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan
akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun dibagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman kelihatan menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. c.
Tahap 9: gabah matang penuh Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas
mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. 2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Padi Menurut Rahayu (2012), syarat tumbuh tanaman padi adalah tumbuh di daerah tropis atau subtropis pada 45º LU sampai 45º LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan
musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 mdpl dengan temperature 22-27ºC sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 mdpl dengan temperature 19-23ºC. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah, menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm, dan keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. 2.4
Pupuk Phonska dan Urea Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk, yang terdiri atas berbagai zat penambah
unsur hara alami. Komposisi pupuk phonska yang mendasar terdiri atas Nitrogen (N): 15%, Fosfat (P2O5): 15%, Kalium (K2O): 15%. Bentuk pupuk phonska pada umumnya berupa butiran dan berwarna merah muda. Sifat pupuk phonska diantaranya higroskopis artinya pupuk phonska mudah larut dalam air dan diserap oleh tanaman. Pupuk urea anorganik adalah pupuk buatan pabrik, dibuat dari bahan-bahan kimia berkadar hara tinggi.
Pupuk urea merupakan pupuk sintetis dari senyawa anorganik yang
diproduksi oleh pabrik menggunakan bahan-bahan kimia berkadar hara nitrogen (N) tinggi. Pupuk urea termasuk salah satu jenis pupuk higoskopis terutama bentuk prill sehingga lebih mudah menguap di udara. Bahkan pada kelembaban 73%, urea sudah dapat menarik uap air dari udara sehingga mudah larut dalam air serta mudah diserap oleh tanaman. Penyimpanannya juga
harus lebih hati-hati dibandingkan dengan pupuk lain. Simpan di tempat kering tertutup rapat agar lebih tahan lama serta tidak mudah menguap. Urea lebih mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida di dalam tanah. Selain itu juga mudah terbakar oleh sinar matahari. Untuk menghindari penguapan tinggi, pemakaian pupuk ini sebenarnya lebih efektif jika disemprotkan melalui daun namun penggunaannya harus hati-hati. Pemberian berlebih tanpa dosis dapat menyebabkan daun tanaman terbakar (hangus), untuk itu saat melakukan penyemprotan hendaknya menggunakan bentuk tetesan besar (tidak telalu mengkabut). 2.5
Rizobakteri dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Rizobakteri adalah bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman (rizosfer). Bakteri
tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Rizobakteri memperoleh makanan dari eksudat akar yang dikeluarkan oleh akar, seperti asam amino, asam organik, gula, fenolat, dan protein). Beberapa genus rizobakteri yang dikenal meningkatkan pertumbuhan tanaman dan sebagai biokontrol adalah Rhizobium, Bradyrhizobium, Acetobacter, Enterobacter, Azotobacter, Azospirillium, Bacillus, Proteus, Burkholderia, Serratia dan Pseudomonas (Bhawsar, 2011). PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) adalah kelompok bakteri yang menguntungkan
yang
agresif
menduduki
(mengkolonisasi)
rizosfir.
Aktivitas
PGPR
menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung PGPR didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak langsungnya berkaitan dengan kemampuan
menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik (Hutabarat, 2010). PGPR mempunyai peranan ganda di samping menambat N2, juga menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain) menekan penyakit tanaman dengan memproduksi siderofor, glukanase, kitinase, sianida dan melarutkan P dan hara lainnya (Kloepper et al., 1988). Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui bermacam-macam mekanisme, diantaranya fiksasi nitrogen bebas sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman, produksi siderofor yang mengkhelat besi (Fe) dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan sintesis fitohormon (Dewi, 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh PGPR secara tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan terhadap patogen yang dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. Ini termasuk kemampuan dalam memproduksi siderofor yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen, kemampuan dalam mensintesis metabolit anti jamur seperti antibiotik, hidrogen sianida (HCN), yang menekan pertumbuhan patogen jamur, dan kemampuan untuk bersaing secara sukses. Sumbangan lain yang tidak kalah penting dari PGPR adalah mampu menekan pertumbuhan rizobakteri patogen tanaman. Ada dua mekanisme dalam menekannya yaitu memacu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman lebih sehat sehingga tidak mudah diserang oleh patogen dan menghasilkan metabolit tertentu seperti: antibiotik, siderofor dan HCN yang dapat membunuh patogen (Kloepper et al., 1988).
2.6
Rizobakteri Enterobacter cloacae Rizobakteri Enterobacter cloacae memiliki klasifikasi sebagai berikut: kingdom
Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Enterobacter, dan spesies E. cloacae.
Bakteri E. cloacae dapat
menyediakan unsur posfat bagi tanaman dengan berbagai mekanisme yaitu dengan menghasilkan asam organik, dan siderofor yang berperan dalam pengkhelatan Fe
3+
(Mullen, 1998). Glick
(1995), menyatakan bahwa, Enterobacter dapat menghasilkan enzim acetyl-CoA carboxylase (ACC) yang dapat mangurangi pengaruh negatif dari etilen. ACC deaminase berperan mengurangi pembentukan ACC yang merupakan bahan dasar pembentukan etilen dimana etilen mempunyai pengaruh buruk yaitu sebagai antagonis bagi pembentukan fitohormon untuk mencegah pertumbuhan berlebihan dari tanaman. Selain itu ACC yang berlebihan dan diubah menjadi hormon etilen akan dapat menghambat pemanjangan akar (Mullins, 1972). E. cloacae berfungsi juga sebagai antagonis tarhadap jamur Pythium sp., yang menyebabkan penyakit akar pada tanaman mentimun (Giorgieva and Georgiev., 2003). Produksi siderofor yang dihasilkan oleh mikroba ini terjadi pada tanah-tanah yang bereaksi netral sampai basa sehingga kelarutan Fe
3+
rendah yang menyebabkan kondisi kekurangan unsur besi bagi
mikroba patogen tanaman yang secara tidak lansung meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Rizobakteri E. cloacae mampu meningkatkan sintesis hormon pertumbuhan seperti IAA yang disentesis dari tryptophan. Adapun fungsi IAA bagi tanaman adalah dapat mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar serta perkembangan buah. Hormon IAA yang diproduksi E. cloacae di lingkungan rizosfer sebagian masuk ke dalam jaringan akar. Selain memacu perkembangan sel dan akar baru, hormon IAA di
dalam jaringan akar juga merangsang pembentukan enzim ACC sintase yang berperan dalam sintesis ACC (Taghavi et al., 2009). Dalam proses kesetimbangan, sejumlah ACC yang terbentuk akan keluar dari akar yang selanjutnya dirombak oleh bakteri penghasil enzim ACC deaminase menjadi amonia dan αketobutirat. Hidrolisis ACC (salah satu sumber N bagi bakteri pemacu pertumbuhan) secara terus-menerus akan mengurangi jumlah ACC dan etilen di dalam akar, sehingga mengurangi pengaruh negatif etilen bagi perkembangan atau pemanjangan akar tanaman (Husen, 2009). 2.7
Pengertian Benih Bermutu Benih adalah biji yang dipersiapkan untuk tanaman, yang telah melalui proses seleksi
sehingga diharapkan dapat mencapai proses tumbuh yang baik. Benih siap dipanen apabila telah masak. Benih dikatakan masak secara fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat makanan dari benih tersebut tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang umum ditandai dengan perubahan warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk pengumpulan benih adalah segera setelah benih itu masak (Anonim, 1997). Menurut Ance (2011), benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul. Benih berkualits unggul memiliki daya tumbuh yang lebih dari 80% dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (a) memiliki viabilitas atau dapat mempetahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik (berkecambah, tumbuh dengan normal, merupakan tanaman yang menghasilkan benih yang matang), (b) memiliki kemurnian (trueness seeds), artinya terbebas dari kotoran, terbebas dari benih jenis tanaman lain, terbebas dari benih varietas lain dan terbebas pula dari hama dan penyakit.
Benih yang bermutu dapat diuji dengan daya kecambah. Daya kecambah dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, beberapa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan pendapat Ance (2011), bahwa yang dimaksud dengan kemampuan tumbuh secara normal yaitu dimana perkecambahan benih tersebut menunjukkan kemampuan untuk tumbuh yang baik dan normal. 2.8
Metabolisme Perkecambahan Benih dan Daya Kecambah Benih Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-
perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia.
Tahap pertama suatu perkecambahan benih
dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih selanjutnya tahap ketiga merupakan tahap terjadinya penguraian bahanbahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji. Penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama biasanya berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40-60% (Ance, 2011). Pengujian daya kecambah adalah
mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu (Budidarma, 2010). Menurut Ance (2011), teknik pengujiaan daya kecambah dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya ialah sebagai berikut : 1. Pengujian Pada Kertas Digulung Dalam Plastik (PKDP) Dalam pengujian ini digunakan beberapa lembar kertas substratum yang dibasahi secukupnya, misalnya, 5 lembar kertas subtratum, yang selanjutnya dihamparkan diatas alas plastik, benih – benih yang akan diuji (misalnya 100 biji benih) ditata dan ditanam secara teratur pada kertas kertas tersebut. Biasanya dari 8 lembar substratum tersebut diambil 3 lembar yang berisi benih, yang selanjutnya digulung kemudian disimpan di germinator. 2. Pengujian Antar Kertas (AK) Dalam pengujian ini digunakan kertas substratum seperti diatas, selanjutnya biji benih yang akan diuji (jika ukurannya sebesar benih padi sebanyak 100 butir, tetapi jika ukuran benihnya sebesar biji jagung cukup 50 butir saja ) ditata dan ditanam setengah bagian kertas substratum, kemudian dilipat dengan baik agar benih tidak keluar, kemudian masukkan kedalam germinator. 3.Pengujian Pada Kertas (PK) Dalam pengujian ini kertas – kertas dibuat seukuran cawan petri (sebanyak 5 lembar) dibasahi dan diletakkan pada cawan Petri tersebut. Selanjutnya biji–biji benih yang akan diuji ditempatkan diatasnya. Selanjutnya tutup cawan petri dengan pasangannya dan masukkan kedalam germinator.
4. Pengujian Pada Pasir (PP) Bak kayu atau kotak diisi dengan pasir yang telah dibebaskan dari segala kotoran, kemudian dibasahkan secukupnya. Tanam sekitar 400 butir benih dalam 4 kali ulangan, selanjutnyaa disusun pada rak–rak yang tersedia, kelembaban substratum agar terpelihara selama pengujian. 5. Pengujian Dalam Pasir (DP) Perlakuan–perlakuan seperti pada pengujian PP sama dilakukan dalam pengujian ini perbedaan terletak pada penutupan benih. Pengujian PD ini benih – benih setelah ditanam harus ditutup dengan pasir setebal 1–2 cm. Kelembaban substratum tetap harus di pelihara dengan baik. Untuk evaluasi perkecambahan dapat dibagi menjadi 4 kategori yang harus diperhatikan, antara lain : 1. Kriteria untuk kecambah normal diantaranya adalah: a) Kecambah dengan pertumbuhan sempurna, ditandai dengan akar dan batang yang berkembang baik, jumlah kotiledon sesuai, daun berkembang baik dan berwarna hijau, dan mempunyai tunas pucuk yang baik b) Kecambah dangan cacat ringan pada akar, hipokotil/ epikotil, kotiledon, daun primer, dan koleoptil c) Kecambah dengan infeksi sekunder tetapi bentuknya masih sempurna 2. Kecambah di bawah ini digolongkan ke dalam kecambah abnormal : a) Kecambah rusak: kecambah yang struktur pentingnya hilang atau rusak berat, plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh.
b) Kecambah cacat atau tidak seimbang: kecambah dengan pertumbuhan lemah atau kecambah yang struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional. Plumula atau radikula tumbuh tidak semestinya yaitu plumula tumbuh membengkok atau tumbuh kebawah, sedangkan radikula tumbuh sebaliknya. c) Kecambah lambat: kecambah yang pada akhir pengujian belum mencapai ukuran normal. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kecambah benih normal kecambah pada benih abnormal ukurannya lebih kecil. 3. Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan menjadi: a) Benih segar tidak tumbuh: Benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal. b) Benih keras: Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel terhadap gas dan air. 4. Benih Mati Benih mati: Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilapangan, tanaman yang menajdi
induk telah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya. 2.9
Vigor Benih Vigor benih adalah kemampuan tumbuh benih menjadi tanaman berproduksi normal
dalam kondisi sub optimum. Beberapa
kondisi sub optimum dilapang misalnya: kondisi
kekeringan, tanah salin, tanah asam, dan tanah berpenyakit. Benih yang mampu mengatasi kondisi tersebut termasuk lot benih bervigor tinggi (Amira, 2011). Vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, setelah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum. Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari fenotipe kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahananya terhadap berbagai kondisi yang menimpanya (Bewley and Black., 2005). Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedang vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleoptilnya, ketahanan terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon. Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi
lapangan yang beraneka ragam tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik (Bagod, 2006). Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing – masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahannya terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuan tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam multipa. Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat dan mantap. Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Vigor adalah suatu indikator yang menunjukan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor adalah gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologinya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis biokimia (Ance, 2011).