II 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Koperasi Unit Desa (KUD) KUD dibentuk atas dasar kesamaan persepsi dan kebutuhan petani
mengenai kemudahan untuk memperoleh sarana dan prasarana produksi pertanian dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. KUD memusatkan pada skala ekonomi yang besar agar dapat melayani masyarakat luas, sehingga menghasilkan SHU yang besar pula (Ismawan 1996). Pendirian KUD memiliki tujuan untuk melayani berbagai kepentingan masyarakat pedesaan, bersifat serba usaha dengan wilayah kerja mencakup unit desa. KUD berperan sebagai lembaga pelayanan di desa yang dituntut untuk menampung, mengembangkan, dan membina berbagai kegiatan usaha anggotanya secara efektif dan efisien sehingga tujuan KUD dapat tercapai (Suarta 1997). Awal berdirinya KUD hanya mencakup koperasi pertanian, koperasi desa dan koperasi serba usaha di desa-desa, akan tetapi selanjutnya KUD mampu mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain seperti peternakan (Firdaus & Susanto 2004). Keberadaan KUD melalui program yang dikembangkan pemerintah membuat berdirinya koperasi menjadi top down approach. Dukungan kuat dari pemerintah baik dalam bentuk peraturan, perundangan maupun berbagai bentuk fasilitas bukan saja mampu meningkatkan taraf hidup anggotanya tetapi juga sebagai sarana untuk melaksanakan program-program pemerintah. KUD selama ini mendapat perhatian istimewa dari pemerintah karena sebagian kegiatannya merupakan program-program pemerintah (Prawirokusumo 1996). Sipayung (2003) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah sebaiknya diarahkan pada peningkatan kemampuan KUD mengelola dirinya sendiri untuk meningkatkan kemampuan manajerial serta penguasaan keterampilan yang berhubungan dengan unit usaha yang dikelola koperasi sehingga meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Menurut Prawirokusumo (1996), beberapa program pemerintah seperti pengadaan pangan, distribusi pupuk, pinjaman kredit, ditugaskan kepada KUD, dan banyak diantaranya tanpa diimbangi dengan kemampuan organisasi dan manajemennya. Pelaksanaan program pemerintah inilah yang lebih menonjol
sehingga KUD lebih dikenal sebagai kebijaksanaan pemerintah. Sementara peranan anggota baik sebagai pemilik maupun pengguna jasa belum banyak dirasakan. Terkait dengan pengembangan sektor pertanian, pola KUD menyebabkan rendahnya kreativitas para pengurus koperasi dalam menghasilkan berbagai jenis produk komoditas pertanian (Baga 2010). Hal ini menjadi tuntutan dan tantangan yang harus dihadapi untuk membangun koperasi pertanian yang mempunyai basis anggota yang nyata sebagai wadah dan sarana efektif untuk memberdayakan anggotanya, meningkatkan kesejahteraan serta berperan aktif dalam usaha dan pembangunan pertanian secara optimal. 2.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Koperasi Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pengukuran kinerja yang
dilakukan oleh koperasi merupakan tujuan dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Kinerja koperasi yang diukur yaitu kinerja organisasi, kinerja usaha dan kinerja keuangan. Kinerja yang baik diperlukan untuk mendukung kesejahteraan anggota. Program yang akan dilaksanakan koperasi membutuhkan dukungan dari semua unsur yang ada dalam koperasi termasuk kinerja koperasi. Kinerja keuangan pada koperasi masih cenderung dipengaruhi oleh bantuan dan modal dari luar seperti lembaga-lembaga pengembangan swadaya pemerintah maupun semi pemerintah (Purba 2011; Retno 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Ilhami (2011) di Koperasi Keluarga Pegawai ITB menunjukkan bahwa permodalan berasal dari modal sendiri lebih besar dibandingkan dengan modal dari luar. Penelitian yang dilakukan oleh Sipayung (2003) meyatakan bahwa jika ditinjau dari aspek permodalan, pemanfaatan modal luar masih cukup tinggi karena kelemahan KUD dalam menghimpun modal sendiri. Hal ini terkait dengan keterbatasan KUD di dalam menghimpun modal sendiri yang berasal dari anggota serta adanya kesempatan dan peluang bagi KUD untuk menggunakan modal yang berasal dari luar. Tingginya modal yang bersumber dari luar akan berdampak negatif terhadap permodalan KUD karena pada akhirnya menjadi tunggakan sehingga akan meningkatkan beban. Sumber permodalan akan ikut menentukan
kinerja keuangan koperasi tersebut sehingga perlu diperhatikan seberapa proporsi permodalan yang berasal dari luar dan dari dalam koperasi. Kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio. Analisis rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio aktivitas usaha. Rasio likuiditas pengukurannya terdiri dari rasio lancar dan rasio cepat. Rasio solvabilitas pengukurannya terdiri dari rasio modal sendiri dengan total aktiva, rasio modal sendiri dengan aktiva tetap, rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang, rasio total hutang dengan total aktiva, dan rasio hutang dengan total modal sendiri. Rasio rentabilitas diukur dari rasio laba bersih, rasio operasional, rasio tingkat pengembalian modal sendiri, dan rasio tingkat pengembalian investasi. Pengukuran rasio aktivitas usaha terdiri dari rasio perputaran total aktiva, rasio perputaran aktiva tetap, rasio perputaran piutang, dan rasio perputaran persediaan. (Dartiana 2005; Himpuni 2009; Jakiyah 2011; Purba 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011) menggunakan uji Friedman, perbandingan kinerja Koperasi Kelompok Tani (KTT) Lisung Kiwari, gapoktan dan poktan yang dinilai berdasarkan tujuh indikator yaitu: pertemuan atau rapat, keterlibatan anggota dalam mengelola, keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan, keterlibatan anggota dalam kegiatan bersama, usaha berorientasi kepada kepentingan anggota, kemampuan meningkatkan kesejahteraan anggota, dan adanya aktivitas pendidikan, pelatihan, penerangan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus. Terlihat dari tujuh indikator yang dinilai ada beberapa indikator merupakan partisipasi dari anggota. Hal ini menandakan bahwa kinerja koperasi dipengaruhi oleh partisipasi anggota. Kinerja organisasi gapoktan terlihat baik pada indikator keterlibatan anggota dalam mengelola kelompok, keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan, usaha berorientasi kepada kepentingan anggota, kemampuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan adanya aktivitas pendidikan, pelatihan, penerangan untuk meningkatkan kemampuan anggota (Purba 2011). Koswara (2011) melakukan penilaian kerja secara deskriptif, penilaian kinerja dari segi organisasi dikatakan baik terlihat dari telah disusunnya struktur organisasi sesuai
dengan tujuan organisasi, interaksi pengurus dan anggota, dan peningkatan kemampuan anggota melalui penyuluhan dan pembinaan. Penilaian kinerja yang dilakukan Retno (2011) dengan metode analisis deskriptif dan metode Importance Performance Alaysis dengan indikator yang dinilai berdasarkan prinsip-prinsip koperasi yang diterapkan oleh pengurus Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) Cikajang yaitu: adanya peningkatan jumlah anggota tiap tahun, pencatatan keanggotaan koperasi, aturan/tata cara penyelenggaraan rapat akhir tahun yang ketat, audit keuangan, pencatatan simpanan pokok dan wajib milik anggota koperasi, keterkaitan usaha koperasi dengan kegiatan usaha anggota, pemberian bagi hasil yang adil, sanksi bagi anggota yang tidak menaati peraturan, penyelenggaraan RAT koperasi tepat waktu, pendidikan dan pelatihan bagi anggota dan pengurus koperasi, penerangan dan penyuluhan bagi anggota koperasi, ketersediaan media informasi, penyediaan anggaran
bagi
anggota,
kerjasama
usaha
dengan
koperasi
lain
yang
menguntungkan, kerjasama usaha dengan pemasok, penyerapan tenaga kerja oleh koperasi, melakukan pembayaran pajak dan retribusi dan ketersediaan dana pembangunan kerja. Atribut yang menjadi prioritas utama yaitu sanksi bagi anggota yang tidak menaati peraturan, pendidikan dan pelatihan bagi anggota koperasi, dan kerjasama usaha dengan koperasi lain yang sejenis. Kinerja koperasi mengalami peningkatan sesuai dengan volume usaha yang dilaksanakan oleh koperasi. Retno (2011) menyatakan bahwa peningkatan kinerja usaha KPGS Cikajang mengalami peningkatan karena unit-unit usaha yang ada di KPGS Cikajang memperoleh keuntungan cukup besar, terutama unit usaha susu dan simpan pinjam. Pengembangan kinerja usaha dan keuangan KPGS Cikajang meliputi modal luar, modal sendiri, dan volume usaha. Penilaian kinerja yang dilakukan oleh Himpuni (2009) menggunakan analisis Balanced Scoredcard. Penilaian kinerja dilihat dari empat perspektif adalah keuangan, anggota, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan perspektif anggota KUD Sumber Alam memiliki kinerja yang baik, sedangkan perspektif anggota, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan memiliki kinerja cukup baik. Penilaian kinerja yang dilakukan oleh Handayani (2011) dan Jakiyah (2011) menggunakan
analisis Penilaian Tangga Perkembangan (PTP) melihat empat indikator meliputi visi koperasi, kapasitas, sumberdaya dan jaringan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi dalam penelitian ini diacu dari metode yang digunakan pada penelitian Handayani (2011) dan Jakiyah (2011). Faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu visi koperasi, kapasitas, jaringan kerja dan sumberdaya. Perbedaannya yaitu dalam penelitian ini tidak mengukur kinerja koperasi namun hanya mengetahui dari keempat faktor tersebut, faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja koperasi. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja koperasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu partisipasi anggota sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011). 2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Anggota Koperasi Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam mendukung
keberhasilan atau perkembangan suatu organisasi. Berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap
kemampuan
berkembangnya
koperasi
diantaranya:
partisipasi anggota, pengetahuan anggota, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan dan jumlah anggota (Suarta 1997). Anggota merupakan titik awal yang menentukan proses partisipasi berlangsung (Hendar & Kusnadi 2005). Tingginya partisipasi anggota sangat besar pengaruhnya terhadap KUD dalam menjalankan kegiatan usaha untuk mencapai tujuannya (Suarta 1997). Melalui partisipasi segala aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pencapaian tujuan direalisasikan. Partisipasi anggota dapat dikelompokkan menjadi partisipasi anggota terhadap organisasi, usaha, dan permodalan. Partisipasi dalam bidang organisasi dilihat dari kehadiran dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan keaktifan anggota dalam memberikan saran kepada pengurus dan manajemen (Dartiana 2005; Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Partisipasi dalam bidang usaha dilihat dari keaktifan melakukan pembelian terhadap barang yang disediakan oleh koperasi (Dartiana 2005; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Koswara (2011) menambahkan partisipasi dalam bidang usaha yaitu keaktifan anggota dalam memanfaatkan unit usaha raw milk dan pakan konsentrat. Partisipasi dalam bidang permodalan yaitu dilihat dari keaktifan dalam membayar
simpanan wajib, simpanan sukarela, dan simpanan lain-lain (Dartiana 2005; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Partisipasi anggota dapat terlihat jelas dari partisipasi dalam bidang permodalan (Kusumah 1987). Partisipasi anggota yang dinilai rendah yaitu terkait dengan partisipasi dalam bidang permodalan yaitu kesadaran dalam hal membayar iuran wajib dan sukarela (Handayani 2011). Kusumah (1987) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi adalah kondisi sosial dan ekonomi anggota. Kondisi sosial anggota terkait dengan status penguasaan lahan, penyuluhan perkoperasian, dan hubungan dengan pengurus. Kondisi ekonomi yang mempengaruhi partisipasi yaitu luas penguasaan lahan, produktivitas usahatani, pendapatan luar usahatani, ongkos angkut barang, ongkos transport ke kantor KUD, dan keperluan modal luar keluarga. Partisipasi anggota dalam KUD sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial merupakan suatu aktivitas yang timbul sebagai hasil dari dua faktor yaitu faktor internal yang terletak pada inidvidu dan faktor eksternal yang terdapat pada organisasi (Tenang 1993; Azhar 2007). Penilaian partisipasi yang dilakukan oleh Tenang (1993) dan Azhar (2007) adalah dengan menggunakan analisis ChiSquare dan korelasi Rank Spearman. Faktor individu yaitu terkait pengetahuan tentang KUD, luas penguasaan lahan usahatani, status kepemilikan lahan usahatani, pendapatan usahatani, umur anggota KUD dan lama menjadi anggota KUD (Tenang 1993; Azhar 2007). Faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi yaitu persepsi tentang tujuan organisasi, hubungan pengurus dan anggota, pelayanan KUD, dan jarak tempat tinggal anggota dengan KUD (Tenang 1993). Anggota koperasi yang memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan KUD dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap organisasi adalah anggota yang memiliki hubungan baik dengan pengurus koperasi (Tenang 1993; Kusumah 1987). Hubungan yang semakin baik antara pengurus dan anggota cenderung akan meningkatkan partisipasi anggota dalam kegiatan KUD (Tenang 1993; Kusumah 1987). Terdapat hubungan yang positif antara partisipasi dengan pengetahuan petani tentang koperasi, presepsi yang baik terhadap tujuan KUD dan lamanya menjadi anggota (Tenang 1993; Kurnia 2006; Azhar 2007). Faktor
kondisi sosial ekonomi yang semakin baik akan meningkatkan keaktifan anggota dalam melakukan transaksi (Kusumah 1987). Partisipasi anggota dengan jumlah lahan yang dimiliki anggota memiliki hubungan yang negatif. Semakin besar luas lahan atau skala usaha maka akan semakin kecil partisipasi terhadap koperasi (Tenang 1993; Kusumah 1987). Faktor pendapatan luar usahatani berpengaruh negatif terhadap partisipasi anggota, semakin besar perolehan pendapatan luar usahatani maka semakin kurang aktif tingkat partisipasi terhadap KUD (Kusumah 1987). Partisipasi anggota timbul karena manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh oleh anggota. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu manfaat ekonomi yang diperoleh anggota yang akan meningkatkan tingkat partisipasi anggota (Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Alat analisis yang digunakan untuk mengukur korelasi antara manfaat sosial terhadap partisipasi anggota adalah korelasi Rank Spearman (Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Alat analisis yang digunakan untuk mengukur korelasi antara manfaat sosial dan ekonomi terhadap partisipasi anggota adalah korelasi Rank Spearman (Dartiana 2005; Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Manfaat sosial memiliki korelasi positif terhadap partisipasi anggota (Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Semakin tinggi manfaat sosial yang diperoleh anggota maka keinginan untuk berpartisipasi akan semakin tinggi. Manfaat ekonomi memiliki korelasi yang positif terhadap partisipasi anggota (Dartiana 2005; Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Manfaat ekonomi lebih memberikan kontribusi terhadap partisipasi anggota daripada manfaat sosialnya (Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Dartiana (2005) mengukur manfaat ekonomi terhadap tiga jenis partisipasi yaitu partisipasi dibidang organisasi, usaha, dan permodalan. Manfaat ekonomi memiliki nilai korelasi paling kuat terhadap partisipasi permodalan. Semakin tinggi manfaat ekonomi yang diterima anggota maka semakin tinggi partisipasi permodalan. Manfaat ekonomi memiliki nilai korelasi paling lemah terhadap partisipasi dibidang organisasi. Manfaat ekonomi lebih berpengaruh terhadap tingkat partisipasi dibandingkan dengan manfaat sosial yang diterima oleh anggota (Koswara 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota pada penelitian ini yaitu manfaat sosial dan ekonomi bagi anggota. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koswara (2011), Handayani (2011), dan Jakiyah (2011). Partisipasi anggota dalam penelitian ini dilihat dari partisipasi di bidang permodalan, organisasi, dan usaha. Partisipasi dalam bidang permodalan dilihat dari simpanan pokok, wajib, dan sukarela. Partisipasi dalam bidang organisasi dilihat dari kehadiran dalam RAT, pemahaman mengenai koperasi, keaktifan dalam meberikan evaluasi dan saran, kesediaan menjadi pengurus, dan keinginan bergabung menjadi anggota koperasi. Partisipasi dalam bidang usaha yaitu pembelian pakan konsentrat, pembelian kebutuhan di waserda, dan melakukan pinjaman. 2.4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manfaat Sosial dan Ekonomi Bagi Anggota Koperasi Koperasi dalam pergerakannya harus dapat memberikan pelayanan kepada
anggota baik secara sosial maupun ekonomi. Manfaat sosial merupakan manfaat yang diperoleh anggota secara sosial. Manfaat sosial memberikan gambaran adanya sikap kebersamaan dan hubungan harmonis antara setiap manusia. Manfaat ekonomi memberikan gambaran terhadap reaksi anggota terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan oleh koperasi. Anggota akan berpartisipasi secara maksimal jika adanya peningkatan manfaat yang diterima anggota. Manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh anggota dipengaruhi oleh kinerja koperasi dalam memberikan pelayanan dan hubungan dengan anggotanya. Semakin baik kinerja koperasi maka pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Hal ini akan berdampak pada tingginya manfaat sosial dan ekonomi yang diterima anggota (Himpuni 2009; Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Tingginya manfaat sosial dan ekonomi yang diterima oleh anggota akan berdampak pada loyalitas dan partisipasi anggotanya. Semakin tinggi manfaat yang diterima oleh anggota maka akan semakin tinggi loyalitas dan partisipasi anggotanya. Manfaat sosial bagi anggota yang dilakukan oleh Koswara (2011); Jakiyah (2011) adalah kerjasama yang baik dengan pengurus, hubungan baik sesama anggota dan peningkatan pengetahuan. Manfaat sosial lainnya yaitu pembinaan
dan pelatihan dan kepuasan terhadap pelayanan pengurus koperasi (Jakiyah 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) manfaat sosial yang dirasakan anggota adalah adanya pola pertukaran atau resiprocity antar anggota dalam bentuk proses jual beli, mendidik anggota koperasi untuk memiliki semangat sesuai kemampuan demi terwujudnya tatanan sosial yang adil dan beradab, mendorong terbentuknya tatanan sosial yang didasarkan atas kekeluargaan dan persaudaraan, mendorong suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis sehingga hak dan kewajiban setiap anggota lebih terlindungi, dan turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Manfaat ekonomi yang diperoleh anggota antara lain jaminan pemasaran dan harga produk yang dihasilkan, kemudahan memperoleh sarana produksi pertanian, dan kepuasan harga input (Dartiana 2005; Koswara 2011; Handayani 2011; Jakiyah 2011). Jasa simpan pinjam terkait kemudahan memperoleh pinjaman dan tingkat bunga yang rendah juga merupakan manfaat ekonomi yang dirasakan oleh anggota (Jakiyah 2011). Manfaat ekonomi lainnya yang dirasakan anggota yaitu
peningkatan pendapatan setelah menjadi anggota koperasi
(Dartiana 2005; Handayani 2011). Dartiana (2005) menambahkan bahwa manfaat ekonomi yang dirasakan oleh anggota adalah kepuasan terhadap bantuan kredit sapi perah dan kemudahan pembayaran harga input. Hasil penelitian yang dilakukan Dartiana (2005) adalah keberadaan koperasi dirasakan anggota terutama sebagai wadah pengumpul dan pemasaran hasil pertanian. Manfaat sosial yang diperoleh anggota dalam penelitian ini dilihat dari hubungan antar anggota, hubungan anggota dengan pengurus, pelayanan dan fasilitas yang disediakan, dan pembinaan dan pelatihan. Manfaat ekonomi yang diperolah anggota dalam penelitian ini dilihat dari penambahan pendapatan yang dirasakan anggota, kemudahan memperoleh pakan dan kebutuhan di waserda, harga pakan dan kebutuhan di waserda yang ditawarkan oleh koperasi, dan kemudahan memperoleh pinjaman.