TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) TERHADAP JUMLAH SALDO MAKSIMUM YANG DIJAMIN LPS (ANALISIS UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2009)
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Jurusan Muamalah
Oleh: MASRUROH 052311053
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
MOTTO
Artinya : “Dan barang siapa yang dapat mengembalikannya piala raja, maka ia akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku yang menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72)
PERSEMBAHAN Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orangorang yang yang selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang waktu kehidupan ku khususnya buat: o Orang tuaku tersayang ( Bp. H.Imam Busairi dan Ibu Hj.safi atun) yang selalu setia mendo akan, memberi semangat dan motivasi dalam semua hal terutama dalam menyelesaikan studi. o Kakak dan adiku (mba kana, mas amin dan de nuril) keponakanku yang mungil (de hadud) dan beserta seluruh keluarga yang kusayangi yang selalu memberikan semangat untuk ku menjalani setiap hari ku dengan baik. o Seluruh Teman-teman yang selalu bersama-samaku (anis, ima, mba mila, dini, ime, halima, nani, de fia, de is) dalam susah maupun senang dan selalu memberikan semangat untuk meraih cita dan asa. o Seseorang yang selalu berada direlung hatiku yang selalu setia memberikan motivasi dan semangat untuk selalu menjalani hari-hariku dengan optimis dan tidak berputus asa o Seluruh temen-temen MUA angkatan 2005 kalian adalah teman senasib dan seperjuangan o Temen-temen kos pak Toni yang selalu memberiku semangat dan do a o Seluruh pembaca yang budiman dan pecinta ilmu pengetahuan
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis
menyatakan
bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah
ditulis
orang
lain
atau
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak
berisi
satupun
pikiran-pikiran
orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 8 Desember 2010 Deklarator,
Masruroh
ABSTRAK
Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998. Kepercayaan terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan. Maka dari itu pemerintah merasa perlu menetapkan Undang-Undang No. 7 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan. Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan penjamin simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Berdasarkan hal tersebut diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah mengapa dana tertinggi yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar dua miliar rupiah dan bagaimana pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perspektif hukum Islam. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Dengan metode analisisnya adalah metode deskriptif. Hasil penelitian didapat bahwa adanya batasan nilai yang dijamin hingga dua miliar rupiah yaitu untuk mengurangi beban anggaran pemerintah serta mengurangi moral hazard dari pihak bank dan masyarakat, bentuk dan pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh lembaga penjamin simpanan diperbolehkan karena pada prinsipnya, umat Islam terikat dengan syarat-syarat yang mereka tetapkan kecuali selama syarat itu tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, maka lembaga penjamin simpanan selaku lembaga yang memiliki kekuatan dan kecakapan dalam melakukan suatu perbuatan hukum sudah dianggap sah untuk menjadi penjamin.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan alam dengan segala keindahanya, atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita sang Revolusioner nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang selalu menunggu syafaatnya. Berkenaan dengan selesainya skripsi ini, yang berjudul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) TERHADAP JUMLAH SALDO MAKSIMUM YANG DIJAMIN LPS (ANALISIS UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2009), yang disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar sarjana dalam ilmu Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbgai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih : 1. Bapak Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 2. Ketua Jurusan Muamalah IAIN Walisongo Semarang Bapak Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum atas persetujuan penelitian. 3. Bapak Moh. Arifin, S.Ag. M.Hum. selaku pembimbing I, serta Ibu Maria Anna Muryani, SH. M.H. selaku pembimbing II, yang telah membimbing proses
penulisan skripsi ini terima kasih atas arahan, bimbingan, masukan dan motivasinya serta saran-saranya hingga skripsi ini selesai. 4. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang beserta karyawan-karyawanya atas bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah sekaligus penulisan skripsi ini. 5. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan IAIN Walisongo, terimakasih atas pinjaman bukunya. 6. Kedua orang tua kami yang tercinta, yang telah memberikan dukungan serta do’anya dan semuanya yang tak ternilai, kakak dan adikku, dan sahabatsahabatku yang selalu mendukung dan mendo’akan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam penyusunan dan penulisan, sehingga saran dan kritik yang konstruktif saya harapkan, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 8 Desember 2010
Masruroh
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ..................................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................................
v
HALAMAN DEKLARASI ..........................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRAKSI ..........................................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................................
viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ..............................................................................
1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
7
C. Tujuan Penelitian........................................................................................
8
D. Telaah Pustaka............................................................................................
8
E. Metode Penulisan .......................................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ................................................................................
11
BAB II TINJAUAN UMUM JAMINAN DALAM KONSEP ISLAM (KAFALAH) A. Pengertian Kafalah .....................................................................................
15
B. Dasar Hukum Kafalah ..............................................................................
18
C. Rukun Dan Syarat Kafalah .........................................................................
20
D. Macam-Macam Akad Kafalah ....................................................................
22
E. Pelaksanaan Kafalah...................................................................................
26
F. Hukum Kafalah ..........................................................................................
27
G. Aplikasi Kafalah Dalam Perjanjian Modern................................................
28
BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2008 A. Latar Belakang Berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan ..........................
30
B. Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................................................
34
1. Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .........................................
34
2. Pelaksanan Penjaminan Terhadap Simpanan Nasabah Bank ................
44
3. Simpanan Yang Dijamin .....................................................................
46
4. Pembayaran Klaim Penjaminan ...........................................................
48
5. Likuidasi Bank Gagal Oleh LPS .........................................................
51
C. Simpanan Yang Dijamin Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2009 .................................................................................
BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Analisis Mengenai Mengapa Dana Tertinggi Yang Dijamin Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Terhadap Tabungan Dan Deposito Nasabah Hanya Sebesar Rp. 2.000.000.00,00
53
(Dua Miliar Rupiah) ...................................................................................
54
B. Analisis Terhadap Bagaimana Pelaksanaan Penjaminan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dalam Perspektif Hukum Islam .............................................................................................
65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................
69
B. Saran ..........................................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Stabilitas
industri
perbankan
dimaksud
sangat
mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998. Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan. Dewasa ini telah terjadi krisis keuangan secara global, yaitu bentuk akibat dari krisis keuangan yang dialami oleh Negara yang berpengaruh di jagad raya ini yaitu Amerika Serikat. Krisis tersebut mengakibatkan banyak Negara terkena imbas yang dialami oleh Amerika Serikat karena mereka mengikuti sistem ekonomi yang sama.
Krisis ekonomi yang menimpa negara Amerika Serikat mengguncang ekonomi global. Perusahaan-perusahaan besar banyak yang ambruk, bankbank internasional dan pemerintah diberbagai Negara mengucurkan dana dalam jumlah besar ke pasar uang untuk meredakan guncangan krisis. Sementara ribuan orang kini terancam jadi pengangguran karena banyak perusahaan besar yang terancam tutup.1 Krisis ini tentunya mempengaruhi stsabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan. Hal ini juga berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan untuk menitipkan uangnya. Sehingga, mereka yang menitipkan uangnya di bank akan berbondong-bondong menarik uang yang mereka titipkan dengan tujuan agar tidak turut serta dalam menanggung resiko apabila bank tersebut mengalami kerugian (collaps). Kondisi global tersebut mengancam sistem keuangan nasional, dan keadaan seperti ini menjadi syarat ancaman sistem keuangan Negara seluruh dunia, terutama sistem perbankan mengalami tekanan. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan mengalami tekanan. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia merupakan titik inti dalam usaha pemeliharaan dalam stabilitas perekonomian. Dalam perbankan basis yang paling mendasar adalah kepercayaan. Setiap bank yang didirikan punya modal yang amat sedikit dibandingkan aset mereka yang begitu besar. Ini bisa terjadi karena bank tersebut memang hanyalah lembaga antara bagi pihak-pihak yang mempunyai kelebihan uang, dan menjadi deposan dengan pihak yang 1
http://www.era muslim.com,Krisis ekonomi di AS, pertanda tamatnya sistem kapitalis, diakses pada tanggal 29 Maret 2010
memerlukan uang menjadi debitur. Seandainya kepercayaan lembaga antara ini tidak berfungsi baik, bahkan lembaga ini turut bermain maka akibatnya bukan hanya sekedar bank yang rugi tapi seluruh eksistensi kelembagaanya menjadi hilang. Dengan begitu lembaga yang harus menjadi lembaga yang memobilisasikan dana terhenti fungsinya. Terhentinya fungsi ini akan amat mempengaruhi target-target pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi hanya bisa mempengaruhi investasi, dan investasi hanya bisa terjadi bila mobilisasi dana berlangsung dengan efisien dan efektif.2 Salah satu cara dalam meningkatkan tingkat kepercayaan dalam masyarakat pada perbankan adalah diberikan kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan. Yang mana pengaturan itu diterapkan bermaksud berpihak kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa yakin bahwa dana yang mereka titipkan pada bank menjadi aman dan tidak hilang. Bentuk kepastian hukum yang diberikan kepada pemerintah adalah memberikan aturan yang membatasi usaha perbankan dalam negeri. Sejarah pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menerangkan pada tahun saat terjadinya krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan likuidasinya 16 bank mengakibatkan turunya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi,
pemerintah
mengeluarkan
beberapa
kebijakan
diantaranya
memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk
2
Sjahrir, Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, Jakarta:Yayasan Obor, 1998. hlm. 20
simpanan masyarakat (blanket guarante). Hal ini ditetapkan dalam keputusan presiden no.26 tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank perkreditan rakyat.3 Jaminan yang diberikan pemerintah tentang pengembalian dana masyarakat yang dititipkan dan diinvestasikan melalui bank disamping dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan ternyata ada juga dampak jeleknya yaitu timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpanannya dijamin secara penuh oleh pemerintah. Banyak Negara sepakat bahwa salah satu pendekatan yang diperlukan untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat adalah dengan memberikan jaminan yang eksplisit bagi nasabah penyimpan. Akan tetapi sebelum pembentukan suatu lembaga penjamin yang permanen, diperlukan langkah-langkah pembaruan sistem perbankan sebagai prasyarat agar sistem tersebut dapat berjalan efektif.4 memfasilitasi
pendirian
lembaga
Alasan dasar bagi pemerintah untuk penjamin
simpanan
(LPS)
adalah
kepercayaan pada industri perbankan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pada sistem perbankan yang diawasi secara baik dapat menimbulkan terjadinya kebangkrutan bank, dan kebangkrutan itu sendiri 3
http;//www.lps.go.id, sejarah pendirian, diakses pada tanggal 29 maret 2010 Salah satu unsur penting dalam memberikan jaminan adalah kecepatan menyelesaikan klaim nasabah atas simpanan yang ada apabila bank dimaksud pailid atau dilikuidasi. Cepat lambatnya penyelesaian simpanan tersbut mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Sistem penjaminan tidak langsung sering kali mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat karena tidak tegas status simpanan mereka apabila suatu bank dicabut ijin usahanya oleh pemerintah atau karena bank tersebut pailit atau dilikuidasi. 4
dapat diprediksi dan merupakan kejadian dapat dicegah. Selain itu, kesetaraan sosial juga merupakan pertimbangan. Perlindungan nasabah kecil dari bankir yang tidak bertanggung jawab merupakan suatu pendekatan yang adil dan tepat. Pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap bank telah menciptakan hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya menjadi penting. Hal ini terjadi karena bank memiliki status yang unik ditengah masyarakat selain bank sebagai sandaran suatu kepercayaan ia juga menempati posisi khusus sebagai tempat yang aman. Disamping itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya bank juga terlibat dalam masalah-masalah internal perusahaan dan individu sehingga peran bank telah melampaui hubungan tradisional antara kreditur dan debitur. Dengan karakteristik demikian itu, maka hubungan antara bank dengan nasabah adalah hubungan kepercayaan. Hal itu lebih diperjelas lagi dalam praktek perbankan modern yang melibatkan struktur yang sangat kompleks dan sering kali menyebabkan bank berperan sebagai penasehat keuangan (financial adviser) bagi nasabahnya sehingga menciptakan hubungan kepercayaan dan kerahasiaan (confidentiality), dengan demikian maka bank memiliki kewajiban untuk mengungkapkan (a duty to disclose) seluruh fakta material pada nasabahnya, apabila bank memiliki pengetahuan yang mungkin sangat penting bagi nasabah.5
5
http;//www.lps.goid/v2/home.ph, diakses pada tanggal 18 juni 2010
Kebijakan pemerintah mengenai program penjaminan selanjutnya dituangkan dalam UU RI No.10 tahun 1998 tentang perbankan yaitu dalam pasal 37B yang bunyinya “Bahwa setiap bank wajib menjamin dana dalam masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan”. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana yang dimaksud dibentuklah lembaga penjamin simpanan (LPS) dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.6 Kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi perubahan kondisi ekonomi setelah ditetapkannya Undang-Undang RI No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jumlah saldo yang dijamin turut berubah-ubah bertahap mengikuti dengan kondisi yang terjadi, yaitu jumlah saldo nasabah yang dijamin pada program penjaminan yang diberikan pemerintah. Suatu statemen yang terjadi diantaranya saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah: 1. Seluruhnya, sejak tanggal 22 september 2005 sampai dengan 21 maret 2006 2. Paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), sejak tanggal 22 maret 2006 sampai dengan 21 september 2006. 3. Paling tinggi sebesar Rp. 1. 000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sejak tanggal 22 september 2006 sampai dengan 21 maret 2007.
6
UU RI No. 10 tahun 1998 dan penjelasanya.
4. Paling tinggi sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sejak tanggal 22 maret 2007. Pada masa krisis ini ditetapkan lagi UU RI No. 7 Tahun 2009 7yang isinya yaitu syarat perubahan jumlah saldo yang dijamin. Perubahan jumlah yang sekarang menjadi Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) adalah suatu bentuk usaha pemerintah agar dapat menstabilkan sistem ekonomi pada saat terjadi tekanan akibat krisis global. Begitu pula dalam Islam yaitu usaha Abu Qotadah seorang pemimpin pada waktu itu menjamin terbayarnya hutang pada seorang yang sudah meninggal dunia, agar jenazahnya dapat segera dishalati peristiwa itu disebut akad kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua atau yang ditanggung bank.8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang terkait dengan Tinjauan Hukum Islam Terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang No.3 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka permasalahan tersebut dapat dirumuskan:
7
Undang-Undang No. 7 Tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang No. 3 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 8 http;//www.kamushukum.com, diakses tanggal 29 maret 2010
1. Mengapa dana tertinggi yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar Rp. 2.000.000.000,00? 2. Bagaimana pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perspektif hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan penulisan skripsi ini penulis mempunyai beberapa tujuan pokok, yaitu: 1. Untuk mengetahui mengapa dana tertinggi yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap dana dan deposito nasabah hanya sebesar Rp. 2.000.000.000,00 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perspektif hukum Islam.
D. Telaah Pustaka Telaah pustaka dalam penelitian ini meliputi kajian tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Permasalahan tentang lembaga penjamin simpanan sudah pernah dibahas oleh Sdr. Abdul Aziz mahasiswa Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, dalam skripsinya dengan judul Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurut UndangUndang RI No. 24 Tahun 2004 dalam perspektif hukum Islam terkait pasal 4 dan 5 UU RI No. 24 Tahun 2004. Sedangkan dalam skripsi ini penulis lebih
memfokuskan mengenai batasan jumlah jaminan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurut UU RI No. 7 tahun 2009 dengan dana tertinggi yang dijamin oleh LPS terhadap tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dalam perspektif hukum Islam. Karya ilmiah dengan judul Pentingnya keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan, yang disampaikan oleh Dr, Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M yang diselenggarakan oleh inti sarana informatika. Didalam karya ilmiah tersebut bahwa keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sangat mempengaruhi perkembangan suatu perbankan dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pada akhirnya akan menciptakan industri yang kokoh.9
E. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk kedalam penulisan kepustakaan (library research) dan merupakan penelitian hukum normatif, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode kualitatif yakni, pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis secara deduktif atau induktif untuk dapat memberikan gambaran secara jelas jawaban atas permasalahan yang ada. Pada akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif.
9
http://www. Makalah lps. Go.id, diakses pada tanggal 28 November 2010.
2. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data penelitian adalah subyek dari mana data yang diperoleh. Secara umum dalam penelitian biasanya sumber data dibedakan dalam data primer dan data skunder. a. Sumber data primer yaitu: informasi yang langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan data sumber.10 Yaitu bahan-bahan hukum Islam, yang terdiri dari Al-Qur’an, AsSunnah, dan fiqh-fiqh muamalah mu’tabarah. Sedangkan bahan hukum positif diambil dari UU RI No. 24 tahun 2004 tentang LPS dan UU RI No. 7 tahun 2009 tentang penetapan PERPU No. 3 tahun 2008 tentang perubahan atas UU RI No. 24 tahun 2004 tentang LPS menjadi Undang-Undang. b. Sumber data sekunder yaitu informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya.11Diambil dari hukum Islam diantaranya fiqh muamalah, ushul fiqh, dan karya-karya cendekiawan muslim dan fatwa ulama mengenai hal tersebut. Sedangkan bahan hukum positifnya diambil dari pendapat-pendapat para ahli hukum yang disusun dalam satu buku. 3. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang terkait mengenai ditetapkannya Undang-Undang RI No. 7 tahun 2009 10
Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa, 1993. hlm. 42 11 Ibid, hlm. 43
tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu merupakan study dokumentasi diantaranya: a. UU RI No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 2008 perubahan atas UU RI No. 24 tahun 2004 tentang LPS. c. PP No. 66 tahun 2008 tentang besarnya nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan. d. UU RI No. 7 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 3 tahun 2008 perubahan atas UU RI No. 24 tahun 2004 menjadi Undang-Undang. 4. Metode Analisis Data Alat analisis yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif yaitu suatu metode pemecahan masalah dengan mengumpulkan data yang tertuju pada masalah sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisis, dan diinterpretasikan kemudian disimpulkan.12
F. Sistematika Penulisan Pada dasarnya sistematika penulisan skripsi ini adalah menguraikan tentang hubungan-hubungan logis dari masing-masing isi yang ada dalam bab-bab skripsi. Sistem penulisan ini merupakan suatu cara mengolah dan menyusun hasil penelitian atau studi kajian dari data-data dan bahan-bahan 12
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 10, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. hlm. 214
yang disusun menurut ukuran tertentu, sehingga nantinya dapat dijadikan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami sebagai karya intelektual. Pada bagian ini pula penulis antara bab satu dengan bab lainya diupayakan dapat relevansi kajian untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan. Untuk mempermudah
mendapatkan dalam
gambaran-gambaran
pembahasan,
maka
yang
secara
jelas
global
serta
gambaran
sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB. I
PENDAHULUAN Memuat tentang latar belakang masalah, pokok-pokok masalah, tujuan penulisan skripsi, tinjauan pustaka, metode penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB. II
TINJAUAN UMUM JAMINAN DALAM KONSEP ISLAM (KAFALAH). Bab kedua merupakan patokan yang menjadi dasar bagaimana hukum Islam menjelaskan pokok bahasan pada bab ketiga yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak keluar dari ajaran Islam yang menjelaskan tentang teori-teori penjaminan dalam Islam yang mengemukakan dalil Al-Qur’an, sunnah, dan teori mengenai pengertian,
dasar
hukum,
syarat-syarat,
rukun,
macamnya, dan aplikasinya dalam perjanjian modern.
macam-
BAB. III
PELAKSANAAN
PENJAMINAN
OLEH
LEMBAGA
PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO.
7
TAHUN
2009
TENTANG
PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG NO. 3 TAHUN 2008 Bab ketiga merupakan hasil dari penelitian masalah yang terjadi pada kondisi yang sesungguhnya diantaranya menyajikan datadata diberlakukannya Undang-undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencakup peran lembaga tersebut, dan pelaksanaan penjaminan setelah ditetapkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2009.
BAB. IV
ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Bab keempat merupakan analisis terhadap bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai: a. Dana tertinggi yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap tabungan dan deposito nasabah yang hanya sebesar Rp. 2.000.000.000,00 b. Analisis terhadap bentuk pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perspektif hukum Islam.
BAB. V
PENUTUP Bab kelima merupakan kesimpulan yang disimpulkan dari hasil analisis pada bab sebelumnya dan juga saran-saran yang digagas berdasarkan hasil analisis pada bab tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM JAMINAN DALAM KONSEP ISLAM (KAFALAH)
A. Pengertian Kafalah Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga yang memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.13 Al-kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan). Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan al-kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama baik utang barang maupun pekerjaan. Menurut Iman Taqiyyudin yang dimaksud dengan kafalah adalah mengumpulkan satu beban dengan beban lain. Menurut Hasbi Ash Shidiqi al-kafalah ialah menggabungkan dzimah kepada dzimah lain dalam penagihan.14 Menurut syariah, kafalah adalah suatu tindak penggabungan tanggungan orang yang menanggung dengan tanggungan penanggung utama terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan. Kafalah terlaksana dengan adanya penanggung, penanggung 13
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008,
14
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 189
hlm.247
utama, pihak yang ditanggung haknya, dan tanggungan. Penanggung atau disebut kafil adalah orang yang berkomitmen untuk melaksanakan tanggungan.15 Syarat untuk menjadi kafil adalah harus baligh, berakal sehat, memiliki kewenangan secara leluasa dalam menggunakan hartanya dan ridha terhadap tindak penanggungnya.16 Penanggung utama adalah orang yang berhutang, yaitu pihak tertanggung. Sebagai pihak tertanggung tidak disyaratkan harus baligh, sehat akalnya, kehadirannya, tidak pula keridhaanya terkait penanggungan, tetapi penanggungan boleh dilakukan terhadap anak kecil yang belum baligh, orang gila, dan orang yang sedang tidak ada berada di tempat. Tetapi pihak penanggung tidak boleh menuntut baik siapapun yang ditanggungnya, jika dia telah menunaikan tanggunganya tapi tindakannya itu dianggap sebagai perbuatan sukarela, kecuali dalam kasus jika penanggungan dilakukan terhadap anak kecil yang diperlakukan untuk melakukan perdagangan, dan perdagangannya itu atas perintahnya.17 Sedangkan pihak yang ditanggung haknya adalah orang yang memberi hutang. Terkait pihak tertanggung haknya ini disyaratkan harus diketahui oleh pihak yang menanggung, karena manusia berbeda-beda sifatnya dalam menyampaikan tuntutan dari segi toleransi dan ketegasan, sementara tujuan merekapun bermacam-macam dalam menyampaikan tuntutan. Dengan demikian tidak ada tindak kecurangan dalam penanggungan. Namun demikian tidak disyaratkan mengetahui pihak tertanggung. Adapun tanggungan adalah
15 16
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta: Cakrawala Publising, 2009, hlm. 386 Karena ia tidak diharuskan untuk menanggung kewajiban pada mulanya kecuali dengan
ridhanya. 17
Ibid, hlm. 387
berupa jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan yang harus dilaksanakan atas nama pihak tertanggung.18 Kafil adalah orang yang berkewajiban melakukan makful bihi (yang ditanggung). Ia wajib seorang yang mubaligh, berakal berhak penuh untuk bertindak dalam urusan hartanya, rela dengan kafalah, sebab segala urusan hartanya berada ditanganya. Kafil tidak boleh orang gila dan tidak boleh pula anak kecil, sekalipun ia sudah bisa membedakan sesuatu. Kafil ini disebut dengan sebutan dhamin (orang yang menjamin), za’im (penanggung jawab), hammil (orang yang menanggung beban), dan qobil (orang yang menerima). Dan yang dimaksud dengan ashil adalah orang yang berhutang, yaitu orang yang ditanggung. Untuk ashil tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaanya dengan kafalah. Tetapi cukup kafalah ini dengan anak kecil, orang gila dan orang tidak hadir. Kafil tidak boleh kembali kepada seseorang dari mereka ini, kecuali pada keadaan dimana kafalah dilakukan buat anak kecil yang diijinkan berdagang, yang perdaganganya itu atas perintahnya. Makful lahu adalah orang yang menghutangkan. Disyaratkan penjamin mengenalnya. Karena manusia itu tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dimaksudkan untuk kemudahan dan kedisiplinan. Dan tuntutan untuk itu berbeda-beda. Sehingga tanpa adanya hal itu jaminan dianggap tidak benar.
18
Ibid, hlm. 387
Dan
tidak
disyaratkan
dikenalnya
madmun’anhu
(yang
ikhwalnya
ditanggung). Dan yang dimaksud dengan makful bihi adalah orang, atau barang, atau pekerjaan, yang wajib dipenuhi oleh orang yang hal ikhwalnya ditanggung (makful anhu).19
B. Dasar Hukum Kafalah Kafalah disyaratkan oleh Allah SWT terbukti dengan firman-Nya:
Artinya : “Ya’qub berkata: “aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali.”(QS. Yusuf : 66)20 Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:
Artinya : “Dan barang siapa yang dapat mengembalikannya piala raja, maka ia akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku yang menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72)21
19
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 248-250 20 Al-Qur’an dan terjemahanya, Departemen Agama RI, hlm. 327 21 Sayid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009 hlm. 329
. 22
(
)
Artinya : “Bahwa Nabi SAW tidak mau shalat mayit pada mayit yang masih punya hutag, maka berkata Abu Qatadah: “shalatlah atasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung hutangnya, kemudian Nabi menyalatinya.” (HR. Bukhari)
: .
.. :
.
: 23
(
).
Artinya: “Dari Jabir r.a. beliau berkata: “seorang lelaki diantara kami meninggal dunia, lalu setelah kami memandikannya, mewangikannya, dan mengkafaninya, kemudian kami membawanya kepada Rasulullah SAW, lalu kami berkata: “Engkau shalati dia. Lalu setelah dia melangkah beberapa langkah, kemudian beliau bertanya: “apakah dia mempunyai hutang?” kami menjawab: “dua dinar” lalu beliau pergi. Setelah hutangnya ditanggung oleh Abu Qatadah, lalu kami mendatangi beliau lagi. Lalu Abu Qatadah berkata: “hutangnya dua dinar itu menjadi tanggungan saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “wajib bagi kamu hutangnya itu dan orang mati itu sudah bebas dari utang dua dinar itu”. Kata Abu Qatadah: “ya” lalu beliau shalati dia. Diriwyatkan oleh Muhammad Abu Daud dan An Nasa’i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim”.
22 23
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari vol.3, hlm.183. As San’ni, Subulus Salam , Indonesia. Abu Bakar Muhammad, hlm. 218
C. Rukun Dan Syarat Kafalah Rukun kafalah terdiri atas sighat kafalah (ijab qabul), makful bih (objek tanggungan), kafil (penjamin), makful’anhu (tertanggung), makful lahu (penerima hak tanggungan). a. Sighat kafalah bisa diekspresikan dengan ungkapan yang menyatakan adanya kesanggupan untuk menanggung sesuatu, sebuah kesanggupan untuk menunaikan kewajiban. Seperti ungkapan “aku akan menjadi penjagamu” atau “saya akan menjadi penjamin atas kewajibanmu atas seseorang” atau ungkapan lain yang sejenis. Ulama tidak mensyaratkan kalimat verbal yang harus diungkapkan dalam akad kafalah, semuanya dikembalikan
pada
akad
kebiasaan.
Intinya,
ungkapan
tersebut
menyatakan kesanggupan untuk menjamin sebuah kewajiban. b. Makful Bihi. Objek pertanggungan harus bersifat mengikat terhadap diri tertanggung, dan tidak bias dibatalkan tanpa adanya sebab syar’i. Selain itu objek tersebut harus merupakan tanggung jawab penuh pihak tertanggung. Seperti menjamin harga atas pihak transaksi barang sebelum serah terima, menanggung beban hutang yang bersifat mengikat terhadap diri seseorang. Selain itu, nominal objek tertanggung harus jelas, tidak diperbolehkan menanggung sesuatu yang tidak jelas (majhul). Namun demikian sebagian ulama fiqh membolehkan menanggung objek pertanggungan yang dijamin oleh Rasulullah, “Barang siapa dari orangorang
mukmin
yang
meninggalkan
tanggungan
hutang,
maka
pembayarannya menjadi kewajibanku”. Berdasarkan hadis ini, nilai objek
pertanggungan yang dijamin oleh Rasulullah bersifat majhul, dengan demikian diperbolehkan. c. Kafil. Ulama fiqh mensyaratkan seorang kafil haruslah orang yang berjiwa filantropi, orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan orang lain. Selain itu, ia juga orang yang baligh dan berakal. Akad kafalah tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang-orang safih ataupun orang yang terhalang untuk melakukan transaksi. Karena bersifat charity, akad kafalah harus dilakukan oleh seorang kafil dengan penuh kebebasan, tanpa adanya paksaan. Ia memiliki kebebasan penuh guna menjalankan pertanggungan. Karena dalam akad ini, kafil tidak memiliki hak untuk merujuk pertanggungan yang telah ditetapkan. d. Makful’Anhu. Syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung (makful’anhu)
adalah
kemampuannya
untuk
menerima
objek
pertanggungan, baik dilakukan oleh diri pribadinya atau orang lain yang mewakilinya. Selain itu makful’anhu harus dikenal baik oleh pihak kafil. e. Makful lahu. Ulama mensyaratkan makful lahu harus dikenali oleh kafil, guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah untuk memenuhinya. Selain itu, ia juga disyaratkan untuk menghadiri majlis akad. Ia adalah orang yang baligh dan berakal, tidak boleh orang gila atau anak kecil yang belum berakal. f. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan pada sesuatu yang berarti sementara.24
24
Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 191
D. Macam-Macam Akad Kafalah Kafalah jiwa Kafalah jiwa atau juga dikenal dengan kafalah wajah adalah komitmen penanggung untuk menghadirkan sosok pihak tertanggung kepada orang yang ditanggung haknya. Kafalah ini dapat dinyatakan dengan perkataan, “aku menanggung fulan, badannya, atau wajahnya, atau aku dhamin, atau za’im” atau semacamnya. Ini dibolehkan jika pihak yang ditanggung kehadirannya menanggung hak orang lain. Tidak disyaratkan harus mengetahui kadar yang ditanggung oleh pihak tertanggung, karena penanggung hanya menanggung badan bukan harta. Adapun jika kafalah berkaitan dengan hudud (hukum yang telah di tetapkan sanksinya dalam syariat) yang telah ditetapkan Allah, maka kafalah tidak dapat dibenarkan, baik itu hudud tersebut sebagai hak Allah SWT, seperti hudud yang berkaitan dengan khamer, maupun hak manusia, seperti hudud yang berkaitan dengan tuduhan zina.25 Kafalah Harta Kafalah atau penanggungan terhadap harta adalah kafalah yang mengharuskan penanggung untuk menunaikan tanggungan yang berkaitan dengan harta. Kafalah harta terdiri dari tiga macam yaitu: 1. Kafalah hutang. Yang dimaksud dengan kafalah hutang adalah komitmen untuk melunasi hutang yang berada dalam tanggungan orang lain. Syarat-syarat hutang yang ditanggung:
25
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 5, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, hlm. 389
a. Hutang itu harus sudah berlaku pada saat penanggungan, seperti hutang pinjaman, harga penjualan, upah, dan mahar. Jika hutang itu belum
berlaku,
maka
penanggungannya
tidak
sah,
sebab
penanggungan sesuatu yang tidak wajib tidak sah. Sebagaimana jika penanggung mengatakan “Juallah kepada fulan, dan aku yang menanggung harganya, atau beri dia pinjaman dan aku yang menanggung pengambilannya.” b. Hutang harus diketahui tidak sah penanggungan terhadap sesuatu yang tidak diketahui, karena ini merupakan kecurangan. Seandainya penanggung mengatakan “aku menanggung untukmu apa yang ada dalam tanggungan fulan.” Padahal keduanya tidak mengetahui besarannya, maka penanggungan ini tidak sah.26 2. Kafalah terhadap barang atau kafalah penyerahan. Yaitu komitmen untuk menyerahkan barang tertentu yang ada di tangan orang lain. Seperti mengembalikan barang yang diambil secara zalim kepada orang yang mengambilnya, dan menyerahkan barang yang dibeli kepada pembelinya. Dalam kafalah ini disyaratkan dalam barang tersebut harus dijamin wujudnya kepada penanggung utama, sebagaimana terkait barang yang diambil secara zalim. Jika barang itu tidak dijamin, seperti pinjaman dan titipan, maka kafalahnya tidak sah. 3. Kafalah terhadap sesuatu yang terkait dan muncul kemudian. Maksudnya kafalah terhadap sesuatu yang kemudian muncul pada harta yang dijual
26
Ibid, hlm. 391
dan berkaitan dengannya (garansi), seperti bahaya yang disebabkan oleh sesuatu yang sudah ada pada transaksi jual beli. Maksudnya adalah penanggungan dan penjaminan terhadap hak pembeli dihadapan penjual jika ternyata barang yang dijual dimiliki oleh orang lain. Sebagaimana jika ternyata yang dijual adalah barang milik orang selain penjual, atau barang yang digadaikan.27 Jika penanggungan telah menunaikan tanggungan atas nama pihak tertanggung berupa hutang, maka dia dapat menuntut balik pihak tertanggung selama penanggungan dan pelunasan itu dengan izinnnya, karena dia mengeluarkan hartanya pada apa yang digunakannya dengan izinnya. Ini termasuk ketentuan yang telah disepakati oleh empat imam terkemuka. Namun mereka berbeda pendapat terkait apabila penanggung menjamin hak atas nama orang lain atas perintahnya, dan dia telah menunaikanya. Syafi’i dan Abu Hanifah berkata, “dia dianggap sebagai orang yang menanggung dengan suka rela dan tidak boleh menuntut balik pihak tertanggung.” Pendapat yang masyhur dari Malik adalah bahwa ia boleh menuntut balik tanggungan tersebut. Ibnu Hazm berkata, “Penanggung tidak boleh menuntut balik terkait apa yang telah ditunaikanya, baik itu dengan perintah pihak tertanggung maupun tanpa perintahnya, kecuali jika pihak tertanggung meminta pinjaman kepadanya.” Ketentuan-ketentuan hukum terkait kafalah, yaitu:
27
Ibid, hlm. 392
a. Begitu yang ditanggung tidak ada atau hilang, maka penanggung harus menjamin dan tidak boleh keluar dari kafalah kecuali dengan pelunasan hutang darinya atau pihak penanggung utama (tertanggung), atau dengan adanya pembebasan oleh pemberi hutang sendiri dari hutang, atau mengundurkan diri dari kafalah, dan tidak berhak mengundurkan diri, karena itu adalah haknya. b. Pihak yang ditanggung haknya maksudnya pemberi hutang, berhak untuk membatalkan kesepakatan kafalah secara sepihak meskipun orang yang ditanggung hutangnya atau penanggung tidak ridha. Namun sebaliknya, pihak tertanggung dan penanggung tidak berhak untuk membatalkan kesepakatan kafalah secara sepihak28 Jenis-jenis Kafalah a. Kafalah bi an-Nafs Adalah jaminan si penjamin. Keterangan: Bank sebagai juridical personality dapat memberikan jaminan untuk maksud-maksud tertentu. b. Kafalah bi al-Mal Adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Keterangan: Bentuk kafalah ini merupakan medan yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan fee tertentu.
28
Ibid, hlm 393
c. Kafalah bit Taslim Jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin dikembalikannya barang sewaan pada akhir masa kontrak. Keterangan: hal ini dapat dilakukan dengan leasing company terkait atas nama nasbah dengan mempergunakan depositnya di bank dan mengambil fee atasnya. d. Kafalah al-Mujazah Adalah jaminan untuk tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu atau dihubungkan dengan maksud-maksud tertentu. e. Kafalah al-Mualah Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah dimana, jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan-tujuan tertentu. Keterangan: dalam dunia perbankan modern jaminan jenis ini biasa disebut performance bonds (jaminan prestasi). 29
E. Pelaksanaan Kafalah Al kafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk, yaitu (a) munjaz (tanjiz), (b) mu’allaq (ta’liq), dan (c) mu’aqqat (tauqit). Mujaz (tanjis) ialah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seorang berkata “saya tanggung si fulan dan saya jamin si Fulan sekarang”, apabila akad penanggungan terjadi, maka penanggungan itu mengikuti akad
29
2000.
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah, UII Perss, Yogyakarta:
hutang, apakah harus dibayar seketika itu , ditangguhkan atau dicicil, kecuali disyaratkan pada penanggungan. Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seorang berkata “jika kamu menghutangkan kepada anakku, maka aku yang akan membayarnya” atau jika kamu ditagih pada A, maka aku yang akan membayarnya” seperti firman Allah:
Artinya: “Dan barang siapa yang dapat mengembalikan piala raja, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72)30
Mu’aqqat (tauqit) adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang “bila ditagih pada bulan ramadhan, maka aku menanggung pembayaran utangmu,” apabila akad telah berlangsung maka madmun lah boleh menagih kepada kafil (orang yang menanggung beban) atau kepada madmun ‘anhu atau makful ‘anhu (yang berhutang).
F. Hukum Kafalah Apabila orang yang ditanggung tidak ada atau ghaib, kafil berkewajiban menjamin. Dan tidak dapat keluar dari kafalah kecuali dengan jalan memenuhi hutang darinya atau dari asfil. Atau dengan jalan orang yang menghutangkan menyatakan bebas untuk kafil dari hutang, atau ia 30
Al-Qur’an dan terjemahanya, Departemen Agama RI, hlm. 329
mengundurkan diri dari kafalah, dia berhak mengundurkan diri karena itu persoalan haknya. Adapun menjadi hak makful lahu atau orang yang menghutangkan memfasakh akad kafalah dari pihaknya, sekalipun orang yang makful ‘anhu dan kafil tidak rela. Karena memfasakh ini bukan milik makful ‘anhu dan bukan si kafil.31 Ulama fiqh menyatakan bahwa dalam akad kafalah seorang kafil tidak diperkenankan mengambil fee (upah) atas jasa pertanggungan yang telah diberikan kepada makful ‘anhu. Dengan alasan akad kafalah merupakan akad tabarru’ (charity program), bukan akad komersial yang berhak untuk mendapatkan kompensasi. Namun sebagian ulama menyatakan barang siapa melakukan usaha yang bermanfaat bagi orang lain, maka ia berhak menerima kompensasi baik dipersyaratkan atau tidak. Tidak diragukan lagi bahwa akad kafalah adalah akad yang bermanfaat, sehingga ia berhak mendapatkan kompensasi. Walaupun tidak dipersyaratkan oleh kafil. Hal ini disandarkan pada hadist Nabi SAW yang menyatakan bahwa barang siapa berbuat kebajikan maka ia berhak mendapat kompensasi. 32
G. Aplikasi Kafalah Dalam Perjanjian Modern Dalam perkembangannya konsep kafalah sekarang ini dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, semakin bervariasi dan pihak yang terlibat juga 31 32
Fiqh Sunah 13, hlm.164 Ibid, Dimyaudi Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, hlm. 251-252
semakin banyak. Salah satunya adalah program penjaminan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh LPS dan bank Indonesia. Dalam program ini Bank Indonesia dan LPS secara bersama-sama melakukan upaya untuk melindungi hak para nasabah penyimpan dana jika sewaktu-waktu terjadi likuidasi pada bank yang bersangkutan. Dalam program ini pihak yang terlibat tidak hanya terdiri dari tiga orang, akan tetapi terdiri dari banyak pihak dengan tugas yang berbeda-beda pula. Namun unsur yang terkandung dalam program penjaminan itu tidaklah berbeda jauh dengan unsur yang terkandung dalam akad kafalah. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW:
. Artinya : “Rasulullah SAW. Memerintahkan kepada kami untuk menebus beberapa tawanan muslim, supaya kamu memberikan sesuatu kepada peminta-minta yang muslim, kemudian beliau bersabda: barang siapa yang meninggalkan harta peninggalannya itu untuk ahli warisnya, dan barang siapa yang mati meninggalkan hutang, maka wajib atas saya melunasinya dan wajib atas semua (orang yang mati) yang diambil dari baitul mal orang-orang muslim.”
33
As San’ani, Subulus Salam, Indonesia. Abu Bakar Muhammad, hlm.221.
BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2008
A. Latar Belakang Berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbakan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional, karena demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat mempengaruhi
stabilitas
ekonomi
secara
keseluruhan
sebagaimana
pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998.34 Pengalaman yang terjadi yaitu stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas sistem perekonomian secara total. Beberapa peristiwa pada penghujung tahun 1997 diantaranya likuidasi 16 bank yang diikuti dengan krisis moneter dan perbankan pada tahun 1998 telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan Indonesia menurun, hingga terjadi penarikan dana masyarakat dari sistem perbankan (bank runs) dalam jumlah yang sangat signifikan. Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional sekaligus guna menghambat melemahnya nilai tukar rupiah, pemerintah
34
Penjelasan Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2004
memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Sejak tahun 1998 hingga Febuari 2004 program penjaminan pemerintah dilaksanakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Badan ini menangani pelaksanaan penjaminan pemerintah terhadap kewajiban 52 bank yang dibekukan operasi atau kegiatan usahanya sejak 1998. Pada saat BPPN berakhir tugasnya pada 27 Febuari 2004, pelaksanaan program penjaminan pemerintah dialihkan kementeri keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2004, pelaksanaan program penjaminan pemerintah ini, menteri keuangan diberi kewenangan untuk membentuk unit pelaksana penjaminan pemerintah dalam lingkungan Departemen Keuangan. Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 27 Febuari 2004 Menteri Keuangan membentuk Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3). Dalam pelaksanaanya penjaminan yang sangat luas tersebut memang terbukti dapat menghentikan arus penarikan dana masyarakat dari sistem perbankan dan secara perlahan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Namun demikian luasnya ruang
lingkup penjaminan tersebut telah memberi anggaran Negara dan dapat menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat. Pengelola bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara nasabah tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpananya dijamin secara penuh oleh pemerintah. Dengan demikian program penjaminan atas seluruh kewajiban bank kurang mendorong terciptanya disiplin pasar. Selain itu, penerapan jaminan secara luas ini berdasarkan kepada Keputusan Presiden kurang dapat memberikan kekuatan hukum sehingga menimbulkan permasalahan dalam penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk Undang-Undang.35 Untuk mengatasi hal tersebut diatas dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan mengamanatkan untuk membentuk suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.36 Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Rebuplik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasrkan Undang-undang tersebut dibentuklah LPS suatu lembaga
independent
yang
berfungsi
menjamin
simpanan
nasabah
menyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. 35
http://www.lps go/id/v2/home.ph, diakses pada tanggal 22 Maret 2010 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 2009 tentang perbankan 36
Terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga berawal dari diperlukanya suatu lembaga yang dapat mengatur dan mengelola program penjaminan, krisis moneter yang terjadi pada masa berakhirnya zaman orde baru membuat banyak lembaga keuangan diluar Indonesia campur tangan, termasuk IMF yaitu lembaga moneter nasional yang ikut berperan terciptanya program penjaminan lembaga tersebut merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk memberi jaminan bank-bank dalam negeri, karena pada saat krisis tersebut akan terjadi banyak kerugian yang akan menimbulkan keruntuhan (collaps) pada perbankan, kerugian tersebut yang menyebabkan banyak kreditur tak terbayarkan. Rekomendasi tersebut ditindak lanjuti pemerintah Indonesia pada UU RI No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yaitu dengan memberikan jaminan atas kewajiban pembayaran bank umum dan BPR, wewenang itu dilaksanakan oleh BPPN bersama dengan
Bank
Indonesia. 37 Kebijakan program penjaminan yang dilakukan oleh pemerintah pada awal ini bersifat tak terbatas berawal berdampak meningkatnya beban anggaran Negara dan berpotensi menimbulkan moral hazard, dampak tersebut memberi indikator bahwa program penjaminan selama itu tidak efektif dan harus dibentuk lembaga yang khusus menangani program penjaminan, kemudian rencana tersebut dilaksanakan dengan didirikanya Lembaga Penjamin Sinpanan pada tanggal 22 september 2004. LPS mempunyai dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam 37
Umi Salamah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penjaminan Bank Indonesia Atas Dana Nasabah Bank Likuidasi”, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenanganya.38 Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) turut
meyakinkan
masyarakat yang menabung atau menitipkan uangnya untuk berinvestasi dalam usaha perbankan, sehingga sistem perbankan dapat menjalankan usahanya lebih baik lagi, karena lebih banyak uang yang dikelola oleh bank maka lebih leluasa bank untuk menyalurkan pada jasa-jasa perbankan lainya, hal ini termasuk tugas lembaga penjamin simpanan untuk menjalani simpanan nasabah penyimpan dalam menjalankan fungsinya yaitu merumuskan dan menetapkan
penjaminan
simpanan
serta
melaksanakan
penjaminan
simpanan.39
B. Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 1. Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan badan hukum independent yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.24 tahun 2004.40 Yang dimaksud dengan independensi LPS mengandung arti bahwa dalam
pelaksanaan
tugas
dan
wewenangnya,
LPS
tidak
bisa
dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk pihak pemerintah kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas di dalam Undang-undang ini. Mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor
38
http://.lps.go.id/v2/home.php?link=publikasi&pub.id=284, diakses pada tanggal 29 juli
39
Undang-Undang RI No. 24 tahuh 2004 Ibid, pasal 2
2010 40
perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masingmasing otoritas yang berwenang. Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksudkan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut. Namun pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun. Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas dan penyelesaian bank yang dicabut ijin usahanya, khususnya dalam rangka penjualan/pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk pemerintah.41 Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Setiap bank yang beroperasi di Indomesia diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan dibank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito berjangka42 serta sejenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu.43 Dalam menjalankan fungsinya LPS turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. 44
41
Penjelasan Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2004 pasal 2 ayat (3) Tabungan ialah simpanan yang penarikanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Giro yaitu simpanan yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/bilyet. Sertifikat deposito yaitu simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpananya dapat dipindah tangankan. 43 Ibid, pasal 8 ayat (1) 44 Ibid, pasal 5 42
Pasal 37B Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia. Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan mengalami rush
sebagai konsekuensi dari runtuhnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Pendirian lembaga penjamin simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu irrational run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk memberikan kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam
jumlah
besar.
Keterbatasan dalam
penyimpanan dana cash ini adalah karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkan oleh bank tersebut. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya, nasabah biasanya menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank dimaksud, sekalipun bank tersebut sebenarnya sehat. Sedangkan resiko
sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan. Lembaga penjamin simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Disamping itu LPS juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktek pemberian pinjaman dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank. Oleh sebab itulah keberadaan LPS sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan meyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan sekalipun kondisi keuangan bank memburuk. Peran LPS dalam sistem perbankan didasarkan pada beberapa pertimbangan: a. Dalam pertumbuhan perekonomian suatu Negara, peranan sektor finansial yang stabil sangat penting dan inti dari kestabilan sektor finansial adalah stabilitas sistem perbankan domestik. Peranan penting sektor perbankan itu dapat dilihat dalam aspek sistem pembayaran yang memungkinkan terjadinya transaksi perdagangan. Disamping itu bank melakukan penghimpunan dana secara lebih efisien dan untuk seterusnya
disalurkan
kepada
masyarakat.
Sebaliknya,
dana
masyarakat yang disimpan dibank sangat menentukan eksistensi dan keuntungan suatu bank.
b. Untuk mencegah terjadinya erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank yang dapat mengakibatkan terjadinya rush yang sudah tentu dapat membahayakan bank secara individual dan sistem perbankan secara keseluruhan. c. Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dan komputer telah mengakibatkan terjadinya global market pada sektor keuangan. Dalam global market dana bebas bergerak dari satu Negara ke Negara lain. Kalau pemilik dana percaya pada sistem perbankan nasional, maka ia dapat menanamkan dananya diluar negeri (capital fligh) yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kekuatan yang produktif dari suatu negara.45 Lembaga penjamin simpanan juga bertugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS bersama dengan menteri keuangan, Bank Indonesia, dan LPP merumuskan kebijakan penyelesaian bank gagal. b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaianpenyelesaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik,
LPS
merumuskan dan menetapkan kebijakan yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan penyelesaian bank gagal yang
45
http://www.lps.go.id/v2/home.ph. diakses pada tanggal 23 Juni 2010
tidak berdampak sistemik setelah dinyatakan dalam LPP sebagai tidak dapat disehatkan lagi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.46 c. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik, LPS melaksanakan kebijakan dan merumuskan pelaksanaan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik setelah diputuskan oleh komite koordinasi.47 Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan. b. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta. c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank. e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d. f. Menetapkan syarat, tatacara, dan ketentuan pembayaran klaim. g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak
bagi
kepentingan dan/atau
atas
nama
LPS,
guna
melaksanakan sebagian tugas tertentu.
46
Yang dimaksud dalam penyelesaian bank gagal atau dalam istilah perbankan disebut (bank resolution) adalah menyelamatkan bank gagal atau tidak menyelamatkan bank gagal. 47 Ibid, UU RI No. 24 tahun 2004. pasal 5
h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan, dan i.
Menjatuhkan sanksi administratif. 48 LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan bank gagal
dengan kewenangan: a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham. b. Menguasai dan menngelola aset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan. c. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank, dan d. Menjual, dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. Peranan LPS juga dibantu oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) dengan membina pemberitahuan dari LPP mengenai bank bermasalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang perbankan, LPS juga melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinansi menyerahkan penyelesaianya kepada LPS.49 Bank-bank umum yang dinyatakan tidak sehat oleh LPP akan diambil alih oleh LPS dan untuk disehatkan. Pengambil alihan bank tersebut oleh Lembaga Penjamin 48 49
Ibid, UU RI No. 24 tahun 2004, pasal 6 Ibid, pasal 21 ayat (1) dan (2)
Simpanan dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan bagi para nasabah, beberapa waktu lalu diberitakan bahwa Bank Century Tbk diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), untuk selanjutnya tetap beroperasi sebagai bank devisa penuh yang melayani berbagai kebutuhan jasa perbankan bagi para nasabahnya.50 Peranan LPS untuk menyehatkan usaha perbankan tidak hanya mengambil alih bank-bank tersebut tetapi juga mengambil kebijakan melikuidasi bank-bank tidak sehat, hal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi resiko, karena bank yang tidak sehat mengakibatkan banyaknya beban tangungan yang akan diterima pemerintah khususnya LPS akan melakukan pembayaran klaim yang lebih besar apabila bank tersebut akan menjadi pailit. Setelah dilikuidasipun munculnya masalah akan terjadi, resiko likuidasi bank akan bermacam-macam, baik resiko yang berkaitan dengan finansial maupun sosial, namun yang perlu mendapatkan
perhatian
adalah
bagaimana
melakukan
dengan
meminimisasi resiko, dampak negatif yang dapat terjadi karena likuidasi adalah macetnya roda perekonomian secara global. Upaya pemerintah untuk melakukan penyehatan dunia perbankan nasional agar perekonomian nasional stabil, upaya tersebut salah satunya melalui likuidasi bank yaitu yang menjadi sebab nasabah akan kehilangan dananya, jika upaya likuidasi tersebut tidak dibarengi dengan penjaminan
50
[email protected], diakses pada tanggal 30 Juli 2010
terhadap dana nasabah melalui skim penjaminan seperti yang saat ini dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Tindakan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai peraturan perundang-undangan. Bank Indonesia, melalui mekanisme sistem pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of last resort yaitu merupakan peran tradisional bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidak stabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai lender of last resort mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis, fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik, pada kondisi normal fungsi lender of last resort dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih
memiliki
kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lender of last resort, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard.51 LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi pengawasanya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau penjualan bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
51
www.bi.go.id, diakses pada tanggal 10 September 2010
Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan pengamanan lain harus segera dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian Nasioanal, tindakan penanganan yang dilakukan oleh LPS yang didasarkan pada Keputusan Komite Koordinasi. Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independent, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu status hukum, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas LPS serta hubunganya dengan organisasi lain diatur secara jelas dalam undang-undang. Peran lembaga penjamin simpanan saat ini adalah sebagai pelindung hukum bagi nasabah, karena sebelum berlakunya undangundang no. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan belum diatur secara tegas mengenai penjaminan ini. Untuk itu diperlukan pemaparan tentang norma yuridis terhadap hubungan dan kedudukan lembaga penjamin simpanan dengan bank, tanggung jawab Lembaga Penjamin Simpanan dengan bank dan nasabah bank, kewajiban bank agar mendapat perlindungan dari Lembaga Penjamin Simpanan.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS bertanggung jawab membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Hal ini disebabkan yang melakukan kegiatan usaha adalah sebagai peserta penjaminan. 2. Pelaksanan Penjaminan Terhadap Simpanan Nasabah Bank Pelaksanaan penjaminan oleh lembaga penjamin simpanan terhadap masyarakat dilakukan dengan mewajibkan kepada bank-bank umum dan bank-bank perkreditan rakyat menjadi peserta penjaminan yang diadakan oleh pemerintah, tetapi tidak semua nasabah dalam bank-bank tersebut terjamin oleh penjaminan yang dikelola oleh lembaga penjamin simpanan, karena ada juga bank yang tidak terdaftar ke Lembaga Penjamin Simpanan. Bentuk pelaksanaan penjaminan yang mewajibkan semua bank-bank umum dan bank perkreditan rakyat pada pasal 8 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2004 yaitu setiap bank yang melakukan kegiatan usaha diwilayah Negara Repoblik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan, kewajiban bank menjadi peserta penjaminan sebagaimana dimaksud tidak termasuk Badan Kredit Desa.52 Peraturan untuk mewajibkan semua bank umum dan bank perkreditan rakyat menjadi peserta penjaminan dibarengi dengan sanksi
52
UU RI No. 24 Tahun 2004, pasal 8 ayat (1) dan (2)
administatif dan pidana terhadap mereka yang melanggar ketentuan yang wajib dilaksanakan bank, 53 sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) UU RI No. 24 Tahun 2004 berupa denda administratif dan/atau bunga. Sedangkan sanksi pidana dapat dikenakan kepada pihak yang terafiliasi apabila seseorang tersebut tidak memenuhi kewajiban bank sebagai peserta penjaminan, menyebabkan bank tidak memenuhi ketentuan, dan tidak bekerja sama dengan LPS dalam memberikan data atau informasi untuk proses rekonsiliasi dan verivikasi.54 Bank sebagai peserta penjaminan LPS juga harus menyampaikan pernyataan direksi, komisaris, dan pemegang saham kepada LPS. Mereka juga harus membayar konstribusi kepesertaan dan membayar premi penjaminan.55 Lembaga Penjamin Simpanan menjamin simpanan maksimum sebesar Rp. 2 miliyar rupiah untuk setiap nasabah pada satu bank. LPS menjamin simpanan nasabah bank maksimum Rp. 2 miliyar rupiah tersebut meliputi pokok dan bunga atau bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (join account), untuk
53
rekening
gabungan
(join
account),
saldo
rekening
yang
Ibid, pasal 29 ayat (1) Ibid, pasal 94-95 55 http//www.tempo.co.id/hg/ekbis/2004/08/24/brk,20040824-17,id.html. diakses pada tanggal 30 Juli 2010 54
diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorate dengan jumlah pemilik rekening. Rekening gabungan
(join
account),
saldo
rekening
yang
diberhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan yang dibagi secara prorate dengan jumlah pemilik rekening sesuai dengan ketentuan lebih lanjut dari pasal 11 atau 5 Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pada pasal 25 peraturan LPS No. 1/2006 diatur bahwa dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukan bagi kepentingan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan.
3. Simpanan Yang Dijamin Lembaga penjamin simpanan memberikan jaminan kepada nasabah berupa jaminan terhadap dana yang dititipkan pada bank, dana tersebut yang meliputi giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan bentuk itu.56 Bentuk lain yang dipersamakan dengan itu maksudnya ialah dana yang dititipkan pada bank yang berdasarkan prinsip syariah yang meliputi: a. Giro berdasarkan prinsip syari’ah b. Tabungan berdasarkan prinsip wadhi’ah57 c. Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah58 muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah 59yang resikonya ditanggung oleh bank
56 57
UU RI No. 24, pasal 10 Wadhi’ah (titipan) mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta
d. Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah60 atau prinsip mudharabah muqayyadah yang resikonya ditangung oleh bank, dan/atau e. Simpanan berdasarkan prinsip syari’ah lainya yang ditetapkan oleh LPS
setelah
mendapatkan
pertimbangan
Lembaga
Pengawas
Perbankan Simpanan yang dijamin LPS merupakan simpanan dibank yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain. Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank, saldo tersebut berupa: a. Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah b. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi pokok nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga c. Nilai sekarang pertanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki komponen diskonto Saldo yang dijamin ntuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank
58
Mudharabah yaitu akad antara pemilik modal (harta) yang mengelola modal tersebut dengan syarat keuntungan diperoleh kedua belah pihak sesuai kesepakatan 59 Mudharabah muqoyyadah yaitu mudharabah yang terbatas mudharib tidak bebas menggunakan modal menurut kehendaknya tetapi harus dengan syarat-syarat tertentu, missal harus berdagang barang-barang tertentu 60 Mudharabah muthlaqoh yaitu memberikan kebebasan kepada mudharib
tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account), untuk rekening gabungan saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorate dengan jumlah pemilik rekening. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah: a. Seluruhnya sejak tanggal 22 september 2005 sampai dengan 1 maret 2006 b. Paling tinggi sebesar Rp. 5. 000.000.000,00 (lima miliar rupiah), sejak tanggal 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006 c. Paling tinggi sebesar Rp. 1. 000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sejak tanggal 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007 d. Paling tinggi sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sejak tanggal 22 Maret 200761 e. Pada tanggal 13 Oktober 2008 ditetapkan paling tinggi sebesar Rp. 2. 000.000.000,00 (dua miliar rupiah).62
61 62
http//www.bankmandiri.co.id/lps.aspx, diakses pada tanggal 28 Juni 2010 PP RI No. 66 Tahun 2008
4. Pembayaran Klaim Penjaminan Lembaga penjamin simpanan melaksanakan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan bank yang dicabut izin usahanya sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. LPS wajib membayar klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya 63 b. LPS berhak memperoleh data nasabah penyimpanan dan informasi lain yang diperlukan pertanggal pencabutan izin usaha dari LPP dan/atau bank dalam rangka penghitungan dan pembayaran klaim penjaminan64 c. LPS wajib menentukan simpanan yang layak bayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verivikasi atas data yang diperlukan tersebut selambatlambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usaha bank dicabut65 d. LPS mulai membayar simpanan yang layak dibayar selambatlambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak verivikasi dimulai.66 e. Dalam rangka rekonsiliasi dan verivikasi data nasabah yang layak dibayar, pemegang saham, dewan komisaris, direksi, dan pegawai bank yang dicabut izin usahanya, serta pihak lain yang terkait dengan bank
63
UU RI No. 24 Tahun 2004, pasal 16 ayat (1) Ibid, ayat (2) 65 Ibid, ayat (3). Data dan informasi yang diterima LPS untuk menentukan simpanan yang layak dibayar dapat berasal dari berbagai sumber, yang dimaksud dengan simpanan yang layak dibayar adalah simpanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan 66 Ibid, ayat (4) 64
dimaksud, wajib membantu memberikan segala data dan informasi yang diberikan oleh LPS67 f. LPS mengumumkan tanggal dimulainya pengajuan klaim penjaminan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian yang berperedaran luas68 g. Jangka waktu pengajuan klaim penjaminan oleh nasabah penyimpanan kepada LPS adalah 5 (lima) tahun sejak izin bank dicabut69 h. Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonsiliasi, verifikasi, penetapan kelayaka simpanan, serta tata cara pengajuan dan pembayaran klaim penjaminan ditetapkan dengan peraturan LPS70 i. Pembayaran klaim penjaminan dapat dilakukan secara tunai dan/atau dengan alat pembayaran lain yang setara dengan itu j. Setiap pembayaran klaim penjaminan dilakukan dalam mata uang rupiah k. Klaim penjaminan dari simpanan dalam mata uang asing dibayarkan dalam bentuk ekuivalen rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia71 l. Alat pembayaran klaim penjaminan dan krus tengah yang digunakan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan LPS.72 67
Ibid, ayat (5). Yang dimaksud pihak lain dalam ketentuan ini adalah mantan komisaris, mantan direksi, dan mantan pegawai bank yang bersangkutan 68 Ibid, ayat (6) 69 Ibid, ayat (7). Apabila nasabah penyimpan mengajukan klaim setelah 5 tahun sejak izin usaha bank dicabut, maka hak nasabah penyimpan untuk memperoleh pembayaran klaim da LPS menjadi hilang. Simpanan nasabah tersebut selanjutnya diperlakukan sama dengan simpanan yang tidak dijamin dan diselesaikan dalam mekanisme likuidasi. 70 Ibid, ayat (8) 71 UU RI No. 24 Tahun 2004, pasal 17 ayat (1), (2), (3), dan (4)
Dalam hal nasabah penyimpanan pada saat yang bersamaan mempunyai kewajiban kepada bank, maka pembayaran klaim penjaminan dilakukan setelah kewajiban nasabah penyimpan kepada bank terlebih dahulu diperhitungkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Klaim
penjaminan
dinyatakan
tidak
layak
bayar
apabila
berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: a. Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank b. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar, dan/atau c. Nasabah penyimpanan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.73 5. Likuidasi Bank Gagal Oleh LPS Dalam rangka melakukan likuidasi bank gagal yang dicabut izin usahanya, LPS melakukan tindakan sebagai berikut: a.
Melakukan kewenangan dalam melaksanakan penyelesaian dan penanganan bank gagal
b. Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talanngan pesangon pegawai sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan c.
Melakukan tindakan yang diperlakukan dalam rangka pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai, dan
72 73
Penjelasan pasal 17 ayat (4 ) UU RI No. 24 Tahun 2004, pasal 16
d. Memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menyatakan status bank dalam status bank likuidasi, berdasarkan kewenangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a. Tim likuidasi: a. Anggota tim likuidasi sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang b. Dalam hal diperlukan salah satu anggota direksi, dewan komisaris, atau pemegang saham lama dapat ditunjuk sebagai anggota tim likuidasi Keputusan yang harus dilaksanakan setelah proses pembubaran, yaitu pembubaran bank tersebut wajib: a. Didaftarkan dalam daftar perusahaan dan dipanitera pengadilan negeri yang meliputi tempat kedudukan bank yang bersangkutan b. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia dan dua surat kabar yang mempunyai peredaran luas c. Diberitahukan kepada instansi yang berwenang. Kepengurusan bank setelah likuidasi: a. Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi. b. Dengan terbentuknya tim likuidasi, tanggung jawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi dilaksanakan oleh tim likuidasi. c. Dalam melaksanakan tugasnya, tim likuidasi berwenang mewakili bank dalam likuidasi, dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank tersebut. Status pengurus bank dalam likuidasi:
a. Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksi dan dewan komisaris bank dalam likuidasi menjadi non aktif. b. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris serta pegawai dan mantan pegawai bank dalam likuidasi berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh tim likuidasi. c. Pemegang saham, direksi dan dewan komisaris serta pegawai bank dalam likuidasi dilarang secara langsung atau tidak langsung menghambat proses likuidasi.74 Pelaksanaan likuidasi bank oleh tim likuidasi wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal pembentukan tim likuidasi dan dapat diperpanjang oleh LPS paling 2 kali masing-masing paling lama satu tahun. Pengawasan terhadap proses likuidasi bank tersebut dilakukan oleh LPS. Setelah pelaksanaan likuidasi apabila terjadi sengketa, maka sengketa dimaksud diselesaikan melalui pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
C. Simpanan Yang Dijamin Menurut Undang-undang RI No. 7 Tahun 2009 Pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 2009 terjadi perubahan terhadap Undang-undang RI No. 24 Tahun 2004, yaitu terdapat tambahan syarat diubahnya jumlah batas maksimal saldo nasabah karena terjadi krisis
74
Ibid, pasal 43
keuangan secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional termasuk perbankan. Bunyi tambahan ayat dalam pasal 11 yaitu: Pada huruf d. terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan. (3) dalam hal situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf d sudah teratasi, besaran nilai simpanan yang dijamin dapat disesuaikan kembali. Simpanan yang dijamin setelah adanya krisis global diubah menjadi dua miliar rupiah, kebijakan tersebut dituangkan oleh pemerintah dalam peraturan pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 yang berbunyi: “nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang semula berdasarkan pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditetapkan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratrus juta rupiah), berdasarkan peraturan pemerintah diubah menjadi paling banyak Rp. 2. 000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Analisis dalam Bab ini berupaya untuk menjawab permasalahan mengapa dana tertinggi yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah), dan bagaimana pelaksanaan penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perspektif hukum Islam. A. Analisis Mengenai Mengapa Dana Tertinggi Yang Dijamin Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Terhadap Tabungan Dan Deposito Nasabah Hanya Sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa industri perbankan. Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesediaan masyarakat menempatkan dana dibank sehingga dapat digunakan oleh bank untuk membiayai kegiatan produktif. Menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan telah menimbulkan masalah signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi juga terhadap perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya kerugian ekonomi dan kemudian diikuti dengan munculnya gejolak social dan politik yang harus dibayar mahal. Untuk mengantipasi timbulnya hal tersebut maka pemerintah menetapkan Undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Pasal 37B Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia.75 Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Industri perbankan mengalami rush sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi telah mengakibatkan
hilangnya
kepercayaan
masyarakat
terhadap
industri
perbankan. Pendirian lembaga penjamin simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu irrational run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk memberikan kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar. Keterbatasan dalam penyimpanan dana cash ini adalah karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkan oleh bank tersebut. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya, nasabah biasanya menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank dimaksud, sekalipun bank tersebut
75
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, pasal 37B
sebenarnya sehat. Sedangkan resiko sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan. Lembaga Penjamin Simpanan dibentuk selain untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia setelah terjadinya beberapa peristiwa yang diikuti dengan krisis moneter dan perbankan, juga ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem perbankan. Sebagaimana tertera pada Undang-undang RI No. 24 tahun 2004, LPS merupakan suatu lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Sejak beroperasinya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhitung tanggal 22 September 2005, banyak pihak khususnya kalangan perbankan hanya melihat satu sisi saja dari fungsi LPS. Pada umumnya LPS hanya dipersepsikan sebagai Lembaga Penjamin Simpanan dengan cara memungut premi dan mengeluarkan tingkat suku bunga penjaminan (SBP). Sosialisasi LPS memang belum berjalan secara optimal, padahal sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2004 fungsi LPS adalah (1) menjamin simpanan nasabah penyimpan, dan (2) turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenanganya.76 Untuk mewujudkan amanat dari UU LPS tersebut maka LPS bertugas untuk (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas perbankan dan
76
Pasal 4 UU RI No. 24 Tahun 2004, Sinar Grafika, Jakarta: 2005
(2) merumuskan, menetapkan dan melaksanakan penanganan bank gagal baik yang berdampak sistemik maupun tidak sistemik.77 Karena kedudukanya yang strategis, maka sesuai Undang-undang setiap bank yang melakukan usaha diseluruh wilayah Republik Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan, yang tidak termasuk dalam program penjaminan adalah Badan Kredit Desa.78 Program penjaminan yang dilaksanakan LPS adalah hanya berupa simpanan yaitu giro, sertifikat deposito, tabungan79 dan yang dipersamakan dengan itu.80 Sebagai peserta LPS setiap bank peserta wajib membayar premi penjaminan
dan biaya keanggotaan. Untuk premi penjaminan ditetapkan
sebesar 0,1% yang dihitung dari saldo rata-rata simpanan setiap periode (Januari s/d Juni dan Juli s/d Desember), sedangkan untuk keanggotaan dipungut sebesar 0,1 % yang dihitung dari modal dan hanya sekali saja disaat bank yang bersangkutan menjadi peserta LPS.81 Setelah ditetapkannya Undang-undang RI No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka jumlah saldo yang dijamin turut berubah-ubah mengikuti kondisi yang terjadi sebagaimana kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, pada awal tanggal 22 Desember 2005 sampai 21 Maret 2006 yang dijamin adalah keseluruhan saldo nasabah, namun jumlah 77
Ibid, pasal 5 UU No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Ibid, pasal 8 79 Giro adalah simpanan yang pernarikanya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek. Tabungan adalah simpanan yang penarikanya dapat dilakukan menurut syaratsyarat tertentu. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpananya dapat dipindah tangankan 80 Yang dimaksud bentuk lainya adalah bentuk-bentuk simpanan didalam bank syariah atau apabila ada bentuk simpanan baru ynag dipaersamakan dengan simpanan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia 81 Ibid, pasal 13 78
saldo yang dijamin berubah dengan batasan tertinggi 5 miliar terhitung sejak tanggal 22 Maret 2006 hingga 21 September 2006. Perubahan ini berlanjut dengan diberlakukannya saldo tertinggi yang dijamin 1 miliar sejak 22 September 2006 sampai 21 Maret 2007. Selanjutnya saldo tertinggi yang dijamin berubah menjadi 100 juta sejak tanggal 22 Maret 2007. Perubahan tentang saldo nasabah yang dijamin belum berhenti. Hal ini terbukti dengan ditetapkannya Undang-undang RI No 7 tahun 2009 sebagai jawaban atas krisis global yang melanda akhir-akhir ini. Jumlah saldo nasabah yang dijamin sekarang adalah Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Jumlah dana tersebut dinaikkan dari sebelumnya seratus juta untuk setiap nasabah dalam satu bank. Tahapan tersebut diatas sangat jelas menunjukkan bahwa era blanket guarantee sudah mulai berakhir sejak 22 September 2005 dan menuju kearah limited guarantee pada Maret 2006. Perubahan
tersebut
sedikitnya pasti akan berpengaruh kepada perbankan dalam menjalankan bisnisnya, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana dampaknya bagi perbankan sekitarnya pada saat maksimum simpanan yang dijamin menjadi Rp. 2.000.000.000,00. Dalam jangka waktu tertentu bisa diatasi secara ad hoc misalnya dengan cara mencegah simpanan agar dana yang sudah tersimpan tidak lari, jadi kalau ada nasabah yang mempunyai simpanan berupa deposito Rp. 3.000.000.000,00, maka agar tetap dijamin sepenuhnya bisa saja dilakukan perubahan kepemilikan rekeningnya menjadi tiga rekening dengan nama yang berbeda.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan membuka tiga rekening di tiga bank yang berbeda, namun jika cara ini yang dipilih akan terjadi redistribusi dana dari bank yang satu ke bank yang lain secara resiprokal (timbal balik) atau secara tergantung kepercayaan nasabah penyimpan kepada banknya. Sudah barang tentu hal ini akan merepotkan kedua belah pihak, disatu sisi bank kekurangan sejumlah dana simpanan disisi lain pihak nasabahnya direpotkan secara tehnis karena harus berurusan dengan tiga bank. Kebijakan tersebut merupakan sebuah bentuk usaha pemerintah untuk menstabilkan sistem ekonomi ditengah-tengah tekanan krisis global. Disamping itu, hal ini mengisyaratkan bahwa pemerintah memahami gejolak yang mungkin terjadi lagi terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum, disamping itu LPS juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan meyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan sekalipun kondisi keuangan bank memburuk. Pengawasan dan pengaturan adalah instrument penting untuk menekan bank dalam pengambilan risiko. Bila hal ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya akan dapat mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian, maka system perlindungan nasabah (deposit
protection system) seperti Lembaga Penjamin Simpanan yang dilengkapi dengan pengaturan dan pengawasan effektif dapat mengurangi risiko sistemik meskipun tidak dapat menghilangkanya sama sekali. Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan dapat lebih berhasil apabila sistem perbankan berjalan baik, kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan yang efektif dapat memberikan konstribusi terhadap stabilitas sistem keuangan suatu Negara, terlebih jika sistem yang ada merupakan bagian dari suatu pengamanan keuangan yang disusun secara baik. Sebagai contoh gejolak bank century. Krisis global yang saat ini sedang terjadi dibelahan bumi ini mengancam kondisi perekonomian Indonesia, terutama pihak nasabah yang sangat dirugikan setelah nasabah ini menarik dananya ternyata bank tidak dapat memenuhinya. Likuidasi bank century yang cenderung tidak dapat dipertahankan tersebut mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional semakin berkurang. Stabilitas sistem perekonomian saat ini yang baru kondusif sejak terjadinya krisis moneter pada awal tahun 1998 akan mulai terguncang lagi, jika kepercayaan nasabah terhadap bank mulai luntur, Karena hal itu akan semakin menyebabkan bank collaps. Lembaga Penjamin Simpanan selaku pemerintah menjamin berbagai bentuk simpanan, diantaranya adalah tabungan dan deposito. Yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh bank, dan yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan nasabah pada
bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara nasabah dan bank yang bersangkutan. Bentuk penjaminan yang dilakukan LPS terhadap dana nasabah sebagai kreditur masih belum berjalan seimbang dengan sistem jaminan yang dilakukan pihak bank sebagai pihak kreditur dalam transaksi pemberian hutang atau kredit kepada masyarakat. Dalam
pertimbangan
pemberian
kredit
sebuah
bank
mempertimbangkan pertimbangan collateral yaitu jaminan dalam mencari data untuk meyakinkan nilai kredit. Pada pertimbangan collateral wujudnya yaitu apa jaminan yang dapat diberikan masyarakat pada saat mengajukan kredit pada bank. Jaminan itu, berupa jaminan fisik dan non fisik. Sebagai contoh jaminan fisik yaitu berupa tanah, rumah atau bangunan dan barang berharga lainya. Sedangkan jaminan non fisik yaitu berbentuk jaminan keyakinan tentang prospek dan ketentuan keuangan serta karakter yang dapat dipertanggungjawabkan. Jaminan non fisik lain adalah jaminan orang dan penjamin itu disebut avalist. Namun yang lazim disebut jaminan atau yang banyak diminta oleh pihak bank pada transaksi pemberian kredit kepada masyarakat adalah jaminan dalam bentuk fisik. Hal ini dikarenakan bank Indonesia melarang pemberian kredit tanpa jaminan atau disebut dalam secured loans, pemberian kredit dengan jaminan tersebut yang dipakai oleh seluruh bank. 82 Jelas, harga dari jaminan yang menjadi pertimbangan bank itu
82
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, hlm. 175
lebih besar dari pada uang yang akan dipinjamkan, meski perjanjian hutang tersebut dilakukan dalam kondisi perekonomian yang stabil. Dalam aturan yang lain yaitu dalam pasal 1131 KUH Perdata berbunyi: “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”83
Praktek penjaminan yang dilakukan pemerintah Indonesia bisa dikatakan menyelamatkan kepercayaan nasabah kepada bank yang dilikuidasi. Hal ini terbukti dengan dijaminnya dana nasabah, sehingga nasabah tidak perlu merasa khawatir akan kehilangan dana yang dititipkan jika bank tempat dimana mereka menitipkan dananya itu dilikuidasi. Dengan ketentuan umum, bahwa dana tertinggi yang dijamin adalah sebesar 2 miliyar rupiah. Pembatasan jumlah saldo yang dijamin oleh pemerintah sebesar 2 miliyar rupiah bukanlah tanpa alasan dan pertimbangan. Namun disisi lain, bagaimana dengan dana nasabah yang melebihi batas tertinggi dana yang dijamin? Pembatasan yang dilakukan tentunya akan merugikan nasabah yang telah menitipkan uangnya. Bagaimana tidak, jika si A memiliki saldo lebih dari batas dana tertinggi yang dijamin, dan diluar kehendak bank dimana ia menitipkan dananya mengalami kerugian atau tidak sehat lantas likuidasi, siapa yang akan menanggung selebihnya? Dalam hal ini tidak lain adalah nasabah.
83
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Jaminan Hukum Perorangan, hlm. 45
Ada semacam kekhawatiran bahwa dengan ditetapkanya Undangundang No. 7 Tahun 2009 tentang batasan jumlah dana yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp. 2.000.000.000,00 akan menyebabkan pelarian nasabah simpanan dari bank kecil ke bank besar, atau dari bank besar ke bank asing. Kekhawatiran tersebut tidak bisa diabaikan tetapi jangan dijadikan ketakutan yang berlebihan. Kita pernah mengalami masa dimana simpanan sama sekali tidak ada yang menjamin, tetapi kenyataanya bank tetap tumbuh dan berkembang. Jadi kembali lagi kepada sampai sejauh mana perbankan dapat menumbuh kembangkan kepercayaan dimata para nasabah dan masyarakat luas. Saat ini dana penjaminan di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp. 2.000.000.000,00 terbilang paling tinggi bila dibandingkan dengan Negara tetangga, bahkan Malaysia dan Australia berencana memangkas dana penjaminanya di LPS lebih rendah pada Januari 2011, Lembaga penjamin simpanan dalam sebuah program jaminan bersifat terbatas. Karena tujuan LPS di negara manapun dibuat untuk memberikan jaminan, kepastian keamanan, dan kenyamanan para nasabah kecil. Keberadaan LPS merupakan jawaban perlunya reformasi sistem penjaminan yang semula berisifat blanket guarantee menjadi limited guarantee. Tentunya ada alasan mengapa terjadi reformasi program penjaminan simpanan. Alasan yang paling mudah dapat diterima mengapa program penjaminan menjadi dibatasi adalah untuk menghindari adanya moral hazard (tindakan tidak terpuji yang disengaja) para oknum pemilik
dana besar yang sekaligus mempunyai bank. Dengan model seperti itu, oknum-oknum tersebut
bisa saja
membangkrutkan banknya dengan
memberikan pinjaman kepada groupnya, sementara simpanannya tetap terjamin. Diperlukan adanya reformasi dalam proses berfikir (paradigma) bahwa pembatasan penjaminan simpanan bukan berarti simpananya menjadi sama sekali tidak terjamin. Yang terjadi adalah perubahan bentuk penjaminan dimana semula seluruhnya oleh LPS beralih bebannya menjadi oleh LPS dan bank yang bersangkutan. Dengan adanya pembatasan penjaminan, maka diperlukan kiat yang kreatif bagaimana agar perbankan tetap dapat dipercaya. Inti kepercayaan itu sendiri akan bermuara kepada kepercayaan kepada pengelola dan pemiliknya. Kalau itu bisa diberikan kepada masyarakat, maka bank tidak merasa perlu khawatir akan ditinggalkan nasabahnya. Keberadaan LPS dikaitkan dengan prospek perbankan tentunya sangat terkait dengan fungsi LPS. Dengan adanya LPS, maka bank dapat menjadi terlindungi karena semuanya telah menjadi peserta LPS. Artinya ada jaminan yang jelas dan pasti kepada nasabah simpanan bahwa uang aman disimpan di bank. Demikian pula halnya apabila terjadi bank yang bermasalah dan dikatagorikan gagal, maka telah ada sistem dan kelembagaan yang menanganinya yaitu LPS. Itu semua tentunya akan memberikan sinyal bahwa bank sebagai industri kepercayaan akan tetap terjamin.
B. Analisis Terhadap Bagaimana Pelaksanaan Penjaminan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dalam Perspektif Hukum Islam Pelaksanaan penjaminan oleh lembaga penjamin simpanan (LPS), sesuai dengan pasal 9 Undang-undang No. 24 Tahun 2004 sebagaimana yang dimaksud pada pasal 8,84setiap bank wajib: a. Menyerahkan dokumen sebagai berikut: 1. Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank 2. Salinan dokumen perizinan bank 3. Surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) yang dilengkapi dengan data pendukung. 4. Surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank. 85 b. Membayar konstribusi kepesertaan sebesar 0,1% (satu per seribu) dari modal sendiri (ekuitas) bank pada akhir tahun fisikal sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru.86
84
Setiap bank yang melakukankegiatan usaha diwilayah RI wajib menjadi peserta penjaminna. 85 Pemegang saham adalah pemegang saham pengendali sebagaimana yang dimaksud peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. 86 Konstribusi kepesertaan hanya dibayar satu kali pada saat bank menjadi peserta penjaminan.
c. Membayar premi penjaminan. Premi penjaminan dibayarkan dua kali dalam satu tahun untuk pembayaran periode 1 januari sampai dengan 30 juni, pembayaran periode 1 juli sampai dengan 31 desember.87 Melihat dari bentuk penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurut perspektif Islam diperbolehkan ini sesuai dengan kaidah ushuliah fiqhiyah dijelaskan bahwa:
. “Kemaslahatan bagi manusia atau kebaikan bagi umat”. Pada prinsipnya, umat Islam terikat dengan syarat-syarat yang mereka tetapkan kecuali selama syarat itu tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Maka lembaga penjamin simpanan selaku lembaga yang telah memiliki kekuatan dan kecakapan dalam melakukan suatu perbuatan hukum sudah dianggap sah untuk menjadi penjamin. Penjaminan yang dilakukan oleh lembaga penjamin simpanan dapat disamakan dengan kafalah. Hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat dan pelaksanaannya. Sebagaimana yang tertera dalam 1694 KUH perdata: penyimpanan dana para nasabah yang disimpan di bank, baik dalam bentuk tabungan, giro, deposito pada awalnya adalah perjanjian penitipan, bahwa barang titipan tersebut apabila digunakan dan dinikmati hasilnya oleh yang
87
Nilai yang dijamindiharapkan dapat melindungi seluruh simpananyang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia. 88 Muslih Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, hlm. 137
dititipi maka pihak yang dititipi harus mengganti lengkap dengan hasil yang telah disepakati.89 Lembaga Penjamin Simpanan merupakan lembaga wujud kepedulian atau tanggung jawab pemerintah dalam menjamin atau menanggung dana nasabah pada saat bank tersebut dicabut ijin usahanya atau likuidasi. Hal ini berarti pelaksanaan penjaminan sejalan dengan apa yang disebutkan dalam akad kafalah, yakni pemerintah muslim wajib menanggung hutang orang yang mati dalam keadaan menanggung beban hutang. Apabila tidak dilaksanakan, maka dia akan menanggung dosa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori, dijelaskan:
:
.
. (
).
“Yahya bin Bukhair menceritakan, telah bercerita Laits dari ‘Uqail ibn Syihab dari Abi Salamah dari Abi Hurairah r.a, Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu saat ditanyakan kepada beliau seorang laki-laki yang telah meninggal dan masih memiliki hutang. Lalu Rosulullah bertanya: apakah dia meninggalkan uang lebih untuk melunasinya? Apabila dikatakan bahwa dia meninggalkan uang, maka Rosul bersedia menshalatinya, jika tidak maka Rosulullah memerintahkan kepada orang-orang muslim: shalatilah teman kalian ini. Kemudian ketika Allah membukakan bagi Rosulullah beberapa kota, Rosulullah bersabda: saya lebih layak dengan orang-orang mukmin dari pada diri mereka sendiri. Barang siapa dari orang mukmin yang meninggal
89 90
KUH perdata CD-ROM Hadits, Kutub al-Tis’ah.
dengan dililit hutang, maka saya wajib melunasinya, dan jika masih meninggalkan harta maka itu untuk ahli warisnya.” (H.R. Bukhari). Dengan kata lain tidak ada dalil yang mengharamkan pelaksanaan penjaminan oleh LPS selama tidak ada tindakan yang menyimpang dari syarat dan ketentuan dalam hukum Islam.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Adanya
batasan
nilai dana
yang
dijamin
tersebut
hingga
Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yaitu untuk mengurangi beban anggaran pemerintah untuk mengurangi moral hazard dari pihak bank dan masyarakat. Tetapi ada nilai lebih adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai badan penjamin simpanan adalah bahwa nasabah tidak perlu merasa khawatir akan kehilangan dananya jika bank tersebut mengalami collapse (hingga dilikuidasi) karena dana nasabah yang dititipkan dibank akan dijamin hingga maksimal sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) 2. Mengenai pelaksanaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurut hukum Islam diperbolehkan. Dimana usaha LPS selaku pemerintah untuk menanggung dana nasabah pada saat bank dimana nasabah menitipkan uangnya mengalami keruntuhan atau likuidasi dan dicabut izin usahanya sesuai dengan akad kafalah yang mewajibkan pemerintah untuk menanggung orang yang meninggal yang masih menanggung beban atau hutang. Disamping itu pula, tidak ada dalil yang mengharamkan selama tidak ada tindakan atau pelaksanaan yang menyimpang dari Hukum Islam.
B. Saran Berdasarkan uraian dan pembahasan bab-bab sebelumnya maka, penulis menggagas beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi
nasabah
tidak
perlu
merasa
khawatir
untuk
menitipkan
uangnya/menabung di bank, karena dana nasabah telah dijamin oleh LPS. Dimana LPS menanggung atau membayar dana nasabah bank yang dilikuidasi atau dicabut izin usahanya. 2. Bagi nasabah yang merasa dirugikan karena memiliki dana diatas dana tertinggi yang dijamin, masih ada kesempatan untuk mendapatkan kembali dana yang disimpan sepenuhnya dengan memprosesnya secara hukum. 3. Bank selaku pemegang kendali sistem perekonomian nasional, hendaknya melakukan usaha dan manajemen yang baik, sehingga meminimalkan terjadinya kerugian dan likuidasi yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa, 1993. Al-Qur’an dan terjemahanya, Departemen Agama RI. Ari Kunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Dimyaudin, Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar. Hasan, Qadir A, Mu’amal Hamidy, Imron MA, Umar Fanany, Terjemahan Nailul Auuthar Himpunan Hadis-hadis Hukum Jilid 4, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993. Kansil, C.S.T, Praktek Hukum Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1983. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, (PPHIMM) Krugman, Paul R, Obstfeld, Maurile, Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara: Jakarta, 1999. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Muhammad, Abu Bakar, Terjemahan Subulussalam III, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995. Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Pers, 2002. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000. Nawawi, Ismail, Fiqh Muamalah (Hukum Perdata Islam Dan Perilaku Ekonomi Islam), Surabaya: Pustaka VIV Grafika, 2009. Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: Kurnia Esa, 1985.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, Jakarta: Cakrawala Publishing. Shiddieqy ash-Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992. Sjahrir, Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Suparno Gatot, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan, 1996. Syafi,I Antonio, Muhammad, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia institute, 1999. Taqiyyudin Abu Bakar Ibn Muhammad, Kifayat al-Akhyar, Bandung: PT AlMa’arif. Undang-Undang Hukum Perdata. UU RI. No. 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan PERPU No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS. UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No. 7, Sinar Grafika: 2007 UU No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Sinar Grafika: 2005. PERPU NO.3 Tahun2008 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 dan Penjelasanya. PP NO.66 Tahun 2008 Tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan dan Penjelasanya. http://www.bankmandiri.co.id/lps.aspx http://www.eramuslim.com http://
[email protected] http://www.kamushukum.com http://www.lps.go.id http://www.tempo.co.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Masruroh
Tempat/tanggal lahir : Kendal/ 10 Maret 1987 Alamat
: Jln. Ky Mukhibin 2/II No.1 Brangsong Kendal
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Jenjang pendidikan
:
1.SD N.02 Purwokerto
Tahun lulus 1999
2.SLTP N.1 Brangsong
Tahun lulus 2002
3.SMA Futuhiyyah
Tahun lulus 2005
4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
Tahun lulus 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 8 Desember 2010 Penulis,
Masruroh NIM. 052311053
BIODATA MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama
: Masruroh
Tempat/Tanggal Lahir : Kendal / 10 Maret 1987 Alamat
: Jln. Ky. Mukhibin 2/II No.1 Brangsong Kendal
Nama orang tua Bapak
: H. Imam Busairi
Ibu
: Hj. Safi’atun
Alamat
: Jln. Ky. Mukhibin 2/II No.1 Brangsong Kendal
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya .
Semarang, 8 Desember 2010 Penulis,
Masruroh NIM.052311053
.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG BESARAN NILAI SIMPANAN YANG DIJAMIN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan telah terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan, dipandang perlu untuk menaikkan besaran nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan; b. ebahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420); 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4902);
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BESARAN NILAI SIMPANAN YANG DIJAMIN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pasal 1 Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang semula berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan ditetapkan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diubah menjadi paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 2 Ketentuan mengenai nilai simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku untuk simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku. Pasal 3 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 144.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG BESARAN NILAI SIMPANAN YANG DIJAMIN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN I. UMUM Adanya ancaman krisis keuangan global yang dapat mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diantisipasi agar tidak terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran. Untuk itu, besaran nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan perlu dinaikkan sehingga meningkatkan rasa aman masyarakat terhadap simpanannya di perbankan. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengantisipasi dampak dari krisis keuangan global. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4903.