RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 27/PUU-XII/2014 Tugas Dan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Untuk Mengambilalih Dan Menjalankan Segala Hak Dan Wewenang Pemegang Saham Dalam Penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik I.
PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif KUASA HUKUM Eri Hertiawan, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Februari 2014.
II.
OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
III.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 3. Pasal 1 angka 3 juncto Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan: "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk" - antara lain - "menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945". 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin berdasarkan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, oleh adanya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang hendak diuji dalam permohonan pengujian ini. Kerugian konstitusional yang dimaksudkan adalah hilangnya pengakuan, jaminan, perlindungan serta kepastian hukum bagi Pemohon dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Selain itu, ketentuan-ketentuan tersebut juga dapat menghambat hak Pemohon untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara melalui tugas dan fungsi Pemohon yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. IV.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: − Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya. − Pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank. − Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Lembaga Penjamin Simpanan menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam waktu 1 (satu) tahun berikutnya. − Pasal 38 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Lembaga
Penjamin Simpanan menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya. − Pasal 42 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Lembaga Penjamin Simpanan menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya. − Pasal 85 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 (2) Dalam hal LPS mengalami kesulitan likuiditas, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah. (3) Ketentuan mengenai tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : − Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. − Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. V.
ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, dalam menangani dan menyelamatkan Bank Gagal, Pemohon secara langsung telah diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk mengambilalih segala hak dan kewenangan pemegang saham (pemegang saham lama) pada Bank Gagal yang diselamatkan. Secara lebih spesifik, berdasarkan Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, Pemohon telah diberikan wewenang serta kewajiban untuk menjual seluruh saham pada Bank Gagal yang diselamatkan. Dengan adanya frasa “wajib menjual seluruh saham Bank” dalam ketentuan-ketentuan di atas telah jelas bahwa Pemohon telah diberikan tugas dan kewenangan untuk menjual seluruh saham Bank Gagal yang diselamatkan, baik saham milik Pemohon yang berasal dari penyertaan modal maupun saham milik pemegang saham lama pada Bank Gagal yang diselamatkan. 2. Namun demikian, dalam Pasal 45 Undang-Undang Pasar Modal terdapat frasa yang dapat menghambat atau menghalangi Pemohon dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk menjual seluruh saham pada Bank Gagal, khususnya saham milik pemegang saham lama yang tercatat di bursa. Artinya dalam konteks penanganan Bank Gagal, apabila pemegang efek/pemegang saham lama tidak memberikan perintah/ persetujuan tertulis (tidak memberikan surat kuasa) kepada Pemohon, maka Kustodian tidak dapat mengeluarkan saham/efek tersebut sekalipun terdapat permintaan dari pihak lain (in casu Pemohon) yang telah diberikan kewenangan berdasarkan Undang-Undang untuk menjual saham/efek tersebut. 3. Supaya adanya jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap Pemohon dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, maka ketentuan Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan harus ditafsirkan atau dimaknai bahwa apabila pada tahun ke-5 (pada Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik) atau tahun ke-6 (pada Bank Gagal berdampak sistemik) Pemohon menjual saham Bank Gagal di bawah tingkat pengembalian yang optimal, maka tindakan tersebut merupakan tindakan yang sah dalam rangka menjalankan kewajiban hukum Pemohon serta tidak dapat dituntut. VI.
PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa “Pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya” ditafsirkan atau dimaknai bahwa pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya bukan hanya pihak yang diberikan wewenang berdasarkan surat kuasa oleh pemegang rekening/pemegang saham, melainkan juga pihak yang secara langsung diberikan wewenang berdasarkan undang-undang (in casu Pemohon berdasarkan UndangUndang Lembaga Penjamin Simpanan); 3. Menyatakan bahwa Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang ketentuan tersebut ditafsirkan atau dimaknai bahwa apabila pada tahun ke-5 (pada Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik) atau tahun ke-6 (pada Bank Gagal yang berdampak sistemik) nilai penjualan saham Bank Gagal berada di bawah tingkat pengembalian yang optimal, maka tindakan penjualan yang dilakukan oleh Pemohon merupakan tindakan yang sah dalam menjalankan kewajiban hukum dan tidak dapat dituntut; 4. Menyatakan frasa “sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank” dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga frasa
“sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank” dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 5. Menyatakan kata “dapat” pada Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan oleh karenanya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 6. Menyatakan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang ketentuan tersebut ditafsirkan atau dimaknai bahwa yang harus diatur dalam Peraturan Pemerintah bukan hanya mengenai tingkat likuiditas, melainkan juga mengenai tata cara pemberian pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, Pemohon mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).