TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN Wahyu Rima Agustin1), Rahajeng Putriningrum2), Yani Eko Hargyowati3) 1
Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen Program Studi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3 Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2
ABSTRAK Kecemasan merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety disorders. Seperti kecemasan pada pasien penyakit ginjal kronik stadium terminal sering dianggap sebagai kondisi yang wajar terjadi. Penyakit ginjal kronik (PGK) stadium terminal menyebabkan pasien harus menjalani hemodialisis. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien yang dilakukan tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitik pada 44 pasien hemodialisa, variabel yang diamati : tingkat kecemasan pasien sebelum dan setelah dilakukan tindakan hemodialisa. Analisis data dengan wilcoxon test. Tingkat kepuasan pasien sebelum dilakukan tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang 36 responden (81,8%). Tingkat kecemasan pasien setelah dilakukan tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang sebanyak 22 responden (50%) dan kecemasan ringan 22 responden (50%). Terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan setelah dilakukan tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Kata Kunci : tingkat kecemasan, tindakan hemodialisa. ABSTRACT Anxiety is a natural emotion experienced by every person as a normal reaction to threat. However, if this condition takes a long period of time (maladaptive), it will turn into anxiety disorders. The anxiety experienced by patients with end-stage renal failure is often considered to be normal. In fact, this last stage of renal failure requires hemodialysis. This research aims at figuring out the anxiety levels of hemodialysis patients at dialysis center of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen. This research belongs to quantitative research with analytical and descriptive research design. Samples of 44 hemodialysis patients were taken. Some variables observed included the anxiety levels of the patients before and after undergoing hemodialysis. The data were then analyzed using Wilcoxon test. The research findings indicate that most patients with a total number of 36 respondents (81.8%) experience moderate anxiety before undergoing hemodialysis. Meanwhile, this anxiety level diminishes to moderate and mild levels with a number of 22 respondents (50%) respectively after undergoing the hemodialysis. In conclusion, the findings prove that there exists difference between anxiety levels of patients at dialysis center of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen before and after undergoing hemodialysis. Keywords : anxiety levels, hemodialysis 1. 1
2. PENDAHULUAN Cemas merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety disorders. Beberapa hasil penelitian bahkan menengarai bahwa gangguan cemas juga merupakan komorbiditas (James. C, et, al, 2005). Cemas merupakan hal yang akrab dalam hidup manusia. Cemas bukanlah hal yang aneh karena setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan dengan berbagai variannya. Cemas sangat berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu objek atau keadaan. Keadaan emosi ini dialami secara subjektif, bahkan terkadang objeknya tidak jelas. Artinya, seorang dapat saja menjadi cemas, namun sumber atau sesuatu yang dicemaskan tersebut tidak tampak nyata. Cemas ini dapat terlihat dalam hubungan interpersonal (Asmadi, 2008). Berdasarkan etiologi, gangguan cemas dapat disebabkan oleh faktor genetik, gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian, dan penyakit fisik. Beberapa gangguan cemas, yaitu gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma (post traumatic stress disorder/PTSD), dan gangguan kecemasan umum. Keluhan yang dirasakan penderita juga bermacammacam, seperti rasa khawatir, gelisah, sulit tidur, takut mati, sulit membuat keputusan, dan sebagainya (James. C, et, al, 2005).
2
Dampak dari cemas berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi. Dampak dari kecemasan fisik yaitu penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan respirasi. Dampak kecemasan psikologis yaitu insomnia, kontak mata kurang, kurang istirahat, iritabilitas, takut, nyeri perut, diare, mual, kelelahan, gangguan tidur, gemetar, anoreksia, mulut kering. Dampak kecemasan interpersonal yaitu bloking dalam pembicaraan dan sulit berkonsentrasi (Baroroh, 2011). Kecemasan pada sakit fisik lainnya, seperti halnya kecemasan pada pasien penyakit ginjal kronik stadium terminal sering dianggap sebagai kondisi yang wajar terjadi. Penyakit ginjal kronik (PGK) stadium terminal menyebabkan pasien harus menjalani hemodialisis, oleh karena penyakit ginjal kronik (PGK) itu sendiri, biaya hemodialisis yang cukup mahal mengakibatkan kecemasan maupun depresi pada pasien bertambah, sehingga sangat dibutuhkan dukungan sosial terhadap para penderita ini (Njah. M, et al, 2005). Adanya kompleksitas masalah yang timbul selama hemodialisis akan berdampak terjadinya kecemasan pada pasien. Gangguan psikiatrik yang sering ditemukan pada pasien dengan terapi hemodialisis adalah depresi, kecemasan, hubungan dalam perkawinan, serta ketidakkepatuhan dalam diet dan obatobatan. Keterbatasan pola atau kebiasaan hidup dan ancaman kematian. Oleh karena itu banyak pasien dan keluarganya memerlukan dukungan secara emosional untuk mengahadapi kecemasan tentang penyakitnya (Sudirman, 2014).
Menurut data di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, jumlah pasien rata-rata tiap bulan terdapat 50 pasien hemodialisa. Fenomena di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap 6 orang pasien hemodialisa, 5 orang pasien hemodialisa berdasarkan gambaran secara fisik terdapat peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan peningkatan respirasi, gambaran secara psikologis terlihat kontak mata kurang, pasien mengatakan nyeri perut, mual, gemetar, anoreksia, mulut terasa kering, takut dan cemas dengan tindakan hemodialisa yang akan dilakukan, sesekali bloking dalam pembicaraan. Tingkat kecemasan meningkat di ruang hemodialisa terjadi selama tindakan hemodialisa pertama, pasien hemodialisa mengatakan takut dan cemas akan tindakan yang akan dilakukan karena melihat begitu banyak mesin yang mengeluarkan bunyi nyaring serta dengan banyaknya selang dan kabel yang dihubungkan antara mesin dan tubuhnya, termasuk dalam tingkat kecemasan sedang. 1 orang mengatakan tidak takut dan tidak cemas dengan tindakan hemodialisa karena sudah menjalani tindakan hemodialisa lebih dari tiga kali. Berdasarkan data di atas maka penelitian tentang kecemasan pada pasien hemodialisa perlu dilakukan penelitian. 3. METODE PENELITIAN a. Lokasi Tempat penelitian di ruang hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, pada novemberdesember 2015. b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang dilakukan tindakan hemodialisa di ruang
hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Berdasarkan rata-rata jumlah pasien hemodialisa bulan Juni-Agustus 2015 sebanyak 50 pasien, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini menurut rumus n = N/1+N(d2) adalah 44 responden, teknik sampel yang digunakan adalah cara accidental sampling c. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila juga disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain (Sugiyono, 2013). d. Alat ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), merupakan alat ukur manajemen perilaku kecemasan yang di adaptasi dari barat, dan telah banyak dipakai di Indonesia. e. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.Pengumpulan data dengan
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), peneliti memberi penjelasan tentang cara-cara pengisian, kemudian membagikan kepada pasien sebelum tindakan hemodialisa, sesudah tindakan hemodialisa peneliti kembali membagikan kuesioner, kemudian diisi saat itu juga sehingga data yang diperoleh adalah data primer.
3
f. Pengolahan data Pengolahan data komputer dengan
menggunakan
langkah-langkah editing, coding, entry dan tabulasi (Notoadmodjo, 2012). Analisa data yang digunakan analisis univariat terhadap
tiap variabel dari hasil penelitian untuk menghasilkan distribusi dan presentase. Analisis bivariat untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kecemasan rata-rata antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan hemodialisa. Uji statistik pada penelitian ini adalah wilcoxon test (Dahlan, 2014). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat tingkat kecemasan pasien sebelum tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang 36 responden (81,8%), kecemasan ringan sebanyak 6 responden (13,6%) dan kecemasan berat 2 responden (4,5%). Tingkat kecemasan pasien sesudah tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang 22 responden (50%) dan kecemasan ringan 22 responden (50%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai rata-rata tingkat kecemasan responden sebelum tindakan hemodialisa sebesar 1,91 dan sesudah tindakan hemodialisa sebesar 1,50. Hasil uji wilcoxon test tersebut apabila z hitung > z tabel atau – z hitung < - z tabel (4,025 < -1,645, maka Ho ditolak atau dengan taraf signifikansi 5% atau nilai ρ value < 0,05 yang berarti ada perbedaan tingkat kecemasan pasien hemodialisa sebelum dan sesudah tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Kecemasan merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), 4
maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety disorders. Beberapa hasil penelitian bahkan menengarai bahwa gangguan cemas juga merupakan komorbiditas. Seperti halnya pada sakit fisik lainnya. Kecemasan seperti halnya pada pasien penyakit ginjal kronik stadium terminal disebabkan karena pasien harus menjalani hemodialisis, oleh karena penyakit ginjal kronik (PGK) itu sendiri, biaya hemodialisis yang cukup mahal mengakibatkan kecemasan maupun depresi pada pasien bertambah (Njah. M, et al, 2005). Kompleksitas masalah yang timbul selama hemodialisis akan berdampak terjadinya kecemasan pada pasien. Keterbatasan pola atau kebiasaan hidup dan ancaman kematian. Oleh karena itu banyak pasien dan keluarganya memerlukan dukungan secara emosional untuk mengahadapi kecemasan tentang penyakitnya (Sudirman, 2014). Untuk mempertahankan hemostasis pada kelangsungan tubuh di perlukan filtrasi yang baik salah satunya adalah ginjal, pada penelitian yang dilakukan terdapat pasien yang menjalani tindakan hemodialisa akut dan kronik dengan tingkat kecemasan yang bervariasi. Tingkat kecemasan di pengaruhi oleh bagaimana pasien menjalani tindakan hemodialisa. Pada pasien yang baru menjalani tindakan hemodialisa rata-rata yang di dapatkan adalah tingkat kecemasan berat karena pada periode awal pasien merasa berputus asa dan tidak dapat sembuh seperti sedia kala. Setelah terapi berkelanjutan pasien mulai dapat beradaptasi dengan baik serta tingkat kecemasan mulai sedang dan ringan (Watilisna, 2015). Hasil penelitian konsisten pula dengan penelitian yang di lakukan oleh Rahman (2013) dalam penelitian ini ada hubungan
antara tindakan hemodialisis dengan tingkat kecemasan pasien di ruangan hemodialisa RSUD Labuang Baji Pemprov Sulawesi Selatan. Hasil analisis bivariat uji chi- square didapatkan ada hubungan anatara tindakan hemodialisis dengan tingkat kecemasan dengan nilai p = 0,027 lebih kecil dari α = 0,05 (p < 0,05). Peneliti berasumsi adanya perbedaan tingkat kecemasan pasien hemodialisa sebelum dan sesudah dilakukan tindakan hemodialisa, rata-rata tingkat kecemasan responden sebelum tindakan hemodialisa sebesar 1,91 dan sesudah tindakan hemodialisa sebesar 1,50 dikarenakan, sebelum tindakan hemodialisa pasien belum mengetahui prosedur tindakan yang akan dilakukan, kekhawatiran akan tindakan dan prognosa pengobatan, sesudah dilakukan tindakan hemodialisa pasien hemodialisa sudah mulai mengerti prosedur tindakan yang dilakukan dan sudah mulai beradaptasi dengan tindakan hemodialisa sehingga tingkat kecemasan pasien hemodialisa menjadi berkurang.
5. KESIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan 1) Tingkat kecemasan pasien sebelum tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang 36 responden (81,8%), kecemasan ringan sebanyak 6 responden (13,6%) dan kecemasan berat 2 responden (4,5%). 2) Tingkat kecemasan pasien sesudah tindakan hemodialisa sebagian besar memiliki kecemasan sedang 22 responden (50%) dan kecemasan ringan 22 responden (50%). 3) Hasil uji wilcoxon test didapatkan nilai ρ value = 0,000 < 0,05 yang berarti ada perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan
setelah dilakukan tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. b. Saran 1) Sebagai rujukan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan keperawatan yaitu menurunkan kecemasan pasien yang dilakukan tindakan hemodialisa. 2) Sebagai bahan literatur diperpustakaan atau sumber data, sumber informasi yang dapat dijadikan dokumentasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan topik yang sama. 3) Sumber data untuk memotivasi pelaksanaan penelitian tentang kecemasan pasien hemodialisa yang lebih baik dimasa yang akan datang. 4) Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam bidang perawatan pasien yaitu tingkat kecemasan pasien yang dilakukan tindakan hemodialisa. 6. DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural keperawatan Konsep Aplikasi kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Baroroh. (2011). Intervensi Keperawatan : NANDA-NIC-NOC (NNN). Based on NIC and NOC book. Proses Dokumentasi Keperawatan (semester 2) PSIK FIKES UMM April 2011.
5
Dahlan. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Deskriptif, Bivariat dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. Seri 1 Edisi 6. Jakarta : Epidemiologi Indonesia. James, C, et, Statement Disorder Consensus Anxiety. J (suppl 11).
al. (2005). Consensus on Generalized Anxiety from the International Group on Depression and Clin Psychiatry 2005, 62
Njah. M, e, al. (2005). Anxiety and Depression in the Hemodialysis Patient. Nephrologie. 2005, 22 (7) : 353-7. Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Ardi Mahasatya. Rahman. (2013). Hubungan Tindakan Hemodialisais Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Di Ruangan Hemodialisa Rsud. Labuang Baji Pemprov Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosisi Volume 4Nomor 5 Tahun 2014. ISSN : 23021721. Sudirman. (2014). Hubungan Tindakan Hemodialisa dengan Tingkat Kecemasan Pasien di Ruangan Hemodialisa RSUD Labuang Baji Pemprov Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosisi Volume 4 nomor 5 tahun 2014. ISSN : 23021721. Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta. Wartilisna.(2015). Hubungan Tindakan Hemodialisa Dengan Tingkat Kecemasan Klien Gagal Ginjal Di 6
Ruang Dahlia RSUP Prof Dr.R.D.Kandou Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 1. Februari 2015.