The Meaning of Being Eldest Child Life Frater Vina Sri Rahayu Undergraduate Program, Faculty of Psychology Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id
Keywords: meaning of life, first child, Frater.
ABSTRACT Not all first-born child can perform two roles at once in life. This study aims to determine the factors that make firstborn decided to become a seminarian (prospective priests who are still was educated at a seminary high). In addition, the study aims for know the meaning of life eldest son who became brothers and know the process of finding the meaning of life. The research approach used in this study is qualitative approach with a Case Study. Data collection methods with non-participant observation and depth interviews. In a match data, used triangulation of sources, triangulation method, triangulation observations and triangulation theory. After doing the research found that subjects made his life as a grace from God, and therefore subject always make him to appreciate what God gave him. Subject view successes and failures, strengths and weaknesses in his life as something that is not integral. Subjects found the desire to become a priest when the subject find the experience of faith with a view that was stabbed in sheep symbol church when the subject is sitting grade 4 elementary school built. Subject mean symbols such as a sacrifice, and hope that the subject can gives himself to sacrifice for others. Therefore, when subject graduated junior high schools, the subject continued seminary education and a Brother to continue his hopes to become a priest. The ban which comes from the parents of the decision subject to subject continuing education seminary is not an obstacle for the subject to out of seminary education, a subject increasingly to understand and accept that he should continue his ideals. This makes the subject later in his life. It can be found meaning in life when the subject entered the seminary, the subject fell wake up and isolated, but for this subject are just some of the consequences on the life choices that have been done. In life on the homestead, subject began to discover the meaning of life. Living subjects defined as grace given from God to the subject,
therefore, subject always working develop responsibility for the grace of his life as such. Subjects felt his life meaningful when the subject to see other people happy. Subject to realize the meaning of life that has been gained with develop the talents he has, which is playing music. Subjects continued practice and many of the tunes that will be used to track accompanist in his ministry in the Churches. Subjects had to be pleased with him that now, because for subject of its existence as a Brother to this day is as a form of liability subject to the grace that God has given him.
Makna Hidup Anak Sulung yang Menjadi Frater Disusun oleh : Vina Sri Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Tidak semua anak sulung dapat menjalankan dua peran sekaligus dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat anak sulung memutuskan untuk menjadi frater (calon imam yang masih menempuh pendidikan di seminari tinggi). Selain itu penelitian itu bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup anak sulung yang menjadi frater dan mengetahui proses penemuan makna hidupnya. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan bentuk Studi Kasus. Metode pengumpulan data dengan observasi non partisipan dan wawancara mendalam. Dalam mencocokan data, digunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi pengamatan dan triangulasi teori. Setelah dilakukan penelitian didapatkan bahwa subjek menjadikan hidupnya sebagai rahmat dari Tuhan, maka dari itu subjek selalu membuat dirinya menghargai apa yang diberikan Tuhan untuknya.Subjek menemukan keinginannya untuk menjadi Pastor ketika subjek menemukan pengalaman iman dengan melihat simbol domba yang ditusuk di gereja ketika subjek duduk dibangun kelas 4 Sekolah Dasar. Subjek mengartikan simbol tersebut sebagai sebuah pengorbanan, dan berharap subjek dapat memberikan dirinya untuk berkorban bagi orang lain. Larangan yang datang dari orang tua subjek atas keputusan subjek untuk meneruskan pendidikan seminari tidak menjadi halangan bagi subjek untuk keluar dari pendidikan seminari, subjek semakin memahami dan menerima bahwa dirinya harus meneruskan cita-citanya. Pada saat subjek memasuki kehidupan di seminari, subjek merasa jatuh bangun dan terisolasi, namun bagi subjek ini hanya sebagian dari konsekuensi atas pilihan hidup yang telah dijalaninya.Dalam kehidupannya di wisma, subjek mulai menemukan makna hidupnya. Hidup subjek dimaknai sebagai rahmat yang diberikan dari Tuhan untuk subjek, oleh karena itu subjek selalu berupaya mengembangkan hidupnya sebagai tanggungjawab atas rahmat tersebut. Subjek merasa hidupnya bermakna ketika subjek melihat orang lain bahagia. Subjek merealisasikan makna hidup yang telah diperolehnya dengan mengembangkan talenta yang dimilikinya, yaitu bermain musik. Subjek sudah senang dengan menjadi dirinya yang sekarang, karena bagi subjek keberadaannya sebagai Frater hingga sekarang ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban subjek terhadap rahmat yang telah diberikan Tuhan padanya. Kata kunci : Makna Hidup, Anak Sulung, Frater Praja
BAB I
makna hidupnya. Dalam menjalani
PENDAHULUAN
sebuah profesi pasti manusia akan
A. Latar Belakang Masalah
menempuh konsekuensi atas profesi yang digelutinya. Misalnya saja,
Setiap
individu
senantiasa
psikolog yang akan dicabut izin
menginginkan dirinya menjadi orang
prakteknya jika melanggar kode etik
yang berguna dan berharga bagi
psikolog. Begitu juga untuk profesi
keluarganya,
sebagai Frater, dimana para Frater
lingkungan
dan
masyarakatnya, serta bagi dirinya
mempunyai
sendiri. Ia mendambakan dirinya
menjalankan kaul yang harus ditaati
sebagai orang yang bertanggung
dalam
jawab,
bagi
seorang imam katolik. Frater adalah
dirinya sendiri, serta menjadi orang
sebutan untuk calon imam yang
yang mampu menentukan sendiri apa
masih belajar di seminari tinggi
yang akan dilakukanya dan apa yang
(Hauken, 2004)
sekurang-kurangnya
prosesnya
paling baik bagi dirinya sendiri dan lingkunganya.
Hal
itu
tentunya
konsekuensi
untuk
untuk
menjadi
Kaul atau janji diikrarkan oleh
anggota-anggota
ordo
atau
diajukan sesuai dengan kebebasan
kongregasi rohaniwan/ wati dengan
manusia untuk menentukan mengapa
berprofesi.
ia harus tetap hidup. Menurut Frankl
mempersembahkan diri kepada Allah
(1959), manusia memiliki kebebasan
dengan
berkehendak
menggabungkan diri dengan lembaga
(freedom
of
will),
dimana kebebasan yang diambil
Mereka
perantaraan
Gereja
dan
hidup bakti (Hauken, 2004).
adalah kebebasan yang bertanggung
Tiga kaul tersebut adalah
jawab. Jika tidak demikian maka
kaul kemiskinan, dimana para Frater
manusia itu belum dapat menemukan
diminta untuk berjani mengikuti
makna hidup dalam kehidupannya.
semangat kemiskinan. Kaul kedua
Mencari
pekerjaan
atau
adalah kaul kemurnian, dimana para
menentukan profesi apa yang akan
Frater
diambil
juga
kemurniannya. Kaul ketiga adalah
termasuk dalam upaya pencarian
kaul ketaatan, dimana para Frater
oleh
seseorang
diminta
untuk
menjaga
diminta
untuk
peraturan
mentaati
yang
dibuat
segala oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
kongregasinya. Dalam
sebuah
episode
A. Pengertian Kebermaknaan
kehidupannya, para Frater itu juga memiliki
keluarga.
Hidup
Dalam
Prihastiwi
keluarganya, akan terjadi masalah-
Charlys,
masalah yang akan menghambat
pengertian
Frater
kebermaknaan
secara
individu
dalam
(dalam
2007)
memberikan mengenai hidup,
meneruskan perofesinya yang tetap
merupakan
bergantung pada gereja. Setiap orang
penghayatan individu terhadap
tua
apa yang telah dilakukan sebagai
menginginkan
anaknya
suatu
yaitu kualitas
mendapatkan sebuah kehidupan yang
upaya
layak,
potensinya, merealisasikan nilai-
yang
nantinya
dapat
mengaktualisasikan
meneruskan kehidupan orang tuanya.
nilai
Hal ini yang menimbulkan konflik
kehidupan yang penuh kreatvitas
dalam
dalam rangka pemenuhan diri.
kehidupan
para
Frater.
dan
tujuan
melalui
Terlebih mereka yang menjadi anak
Menurut Yaloem (dalam
sulung, dimana anak sulung adalah
Bastaman, 1996), makna hidup
anak yang dilahirkan pertama kali
adalah
dalam keluarga (Foner & Still, dalam
mengenai makna alam dunia,
Anggraeni, 2005)
mengenai hidup antar manusia
Dengan
demikian,
mereka
suatu
pemeriksaan
yang sesuai dengan pola-pola
memberanikan diri menjadi seorang
yang
kohesi.
Ditambahkan
Frater yang membaktikan dirinya
bahwa pengertian tentang makna
bagi gerejanya. Hal tersebut dapat
hidup mengandung tujuan hidup,
membuat ia membaktikan dirinya
yakni hal-hal yang perlu dicapai
pula untuk keluarganya.
dan dipenuhi.
B. Pengertian Frater Frater adalah sebutan atau
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
panggilan untuk calon imam yang masih belajar di seminari tinggi
(Hauken
dalam
Ensiklopedi Gereja, 2004). Roy
Djakarya
Dalam (1992)
mengemukakan Frater itu adalah sebutan untuk calon imam yang karena
yakin
bahwa
dipanggil
dirinya
Tuhan,
mau
menyerahkan diri seutuhnya dan seumur
hidupnya
demi
pengabdian
kepada
seluruh
gereja-Nya.
Oleh
tahbisan
imamatnya, jajaran
A. Pendekatan Penelitian
ia
masuk
dalam
hirarki
Gereja
untuk
menggembalakan umat Allah.
pendekatan
penelitian yang
ini,
digunakan
metode kualitatif, dengan bentuk studi kasus. Menurut Moleong (2004) studi kasus adalah studi yang berusaha memahami isu-isu yang rumit atau objek dan dapat memperluas menambah
pengalaman kekuatan
atau
terhadap
apa yang telah dikenal melalui hasil penelitian yang lalu.
B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini
C. Pengertian Anak Sulung Forer dan Still (dalam Anggraeni,
2005)
mengemukakan sulung
adalah
dilahirkan
bahwa
anak
anak
yang
pertama
Jumlah subjek dalam penelitian studi kasus ini adalah 1 (satu) orang.
C. Teknik Pengumpulan Data
Hadibroto, dkk. (2003) bahwa
anak
sulung yaitu anak tunggal yang beralih posisi setelah munculnya anak kedua.
yang menjadi Frater.
dalam
keluarga.
Mengemukakan
adalah seorang anak sulung
Metode
pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan observasi.
Penelitian
1. Wawancara Menurut Denzin (dalam
ini
menggunakan Observasi non-
Moleong, 2004) wawancara
partispan.
Observasi
adalah pertukaran percakapan
partisipan
adalah
dengan tatap muka dimana
berada di luar subjek yang
seseorang
diamati dan tidak ikut dalam
memperoleh
informasi yang lain.
peneliti
kegiatan-kegiatan
Wawancara
yang
subjek
non-
yang
lakukan.
Dengan
digunakan dalam penelitian
demikian peneliti akan lebih
ini adalah wawancara dengan
leluasa
pedoman terstandar terbuka,
kemunculan
dimana dalam bentuk ini,
yang terjadi (Sukandarrumidi,
pedoman wawancara ditulis
2004).
mengamati tingkah
laku
secara rinci, lengkap dengan aitem
pertanyaan
penjabaran
dalam
dan
BAB IV
bentuk
HASIL
kalimat tanya. 1. Faktor-faktor yang membuat 2. Observasi
seorang anak sulung menjadi
Observasi istilah
bahasa
berarti
merupakan latin
“melihat”
dan
Memperhatikan. observasi kegiatan secara
yang
diarahkan
Subjek memiliki pengalaman iman
terhadap
simbol-simbol
Istilah
domba yang ditusuk, roti dan
pada
anggur sejak subjek duduk di
memperhatikan akurat,
seorang Frater
mencatat
bangku tersebut
empat
SD.
diartikan
Simbol sebagai
fenomena yang muncul dan
pengorabanan
mempertimbangkan
untuk manusia. Subjek ingin
hubungan antar aspek dalam
menjadi
fenomena
pengorbanan
(Poerwandari, 1998).
tersebut
Tuhan
serupa Tuhan
Yesus
dengan Yesus.
Duncant (dalam Sundari, 2001),
menyatakan
bahwa
kebermaknaan suatu
hidup
penghayatan
bermakna
yang
secara
Ketika
subjek
adalah
dewasa,
subjek
hidup
pilihan
untuk
sadar
pendidikannya
tumbuh mengambil meneruskan
di
seminari.
dipahami melalui pengalaman-
Selama menjalani kehidupan
pengalaman hidup yang penting,
sebagai seorang Frater, subjek
penciptaan
suatu hasil karya
tidak berada di rumah, melainkan
tertentu yang berharga dan sikap
tinggal di wisma. Ketika subjek
yang tegar dalam menghadapi
berada di wisma, subjek dapat
kesedihan dan penderitaan yang
menjalankan jadwal dan tugas
tidak dapat dielakkan. Dengan
yang diberikan oleh pimpinan
demikian, dalam kehidupannya
wisma dengan baik, di sisi lain
subjek
berupaya
subjek
hidupnya
komunikasinya dengan keluarga
memenuhi
yang tinggal berjauhan dengan
telah
menemukan melalui
makna upaya
keinginannya.
tetap
bisa
menjaga
subjek. Subjek sempat merasa terisolasi krena keberadaannya di
2. Gambaran Makna Hidup Anak
wisma, namun hal ini tidak
Sulung yang Menjadi Seorang
membuat subjek terus menerus
Frater
mengasingkan
Subjek terlahir di keluarga yang harmonis. sulung,
sederhana Sebagai subjek
dan anak tumbuh
tinggal.
Subjek
kelebihan
dan
sebagai
tanggungjawab
menjadikan
dijadikan
panutan
bagi
memaknai kelemahannya
sesuatu
terpisahkan.
dapat
yang
Subjek
bencana
adiknya. Anak sulung bagi
anugerah
dari
subjek hanya panggilan bagi
didinya.
suatu keluarga.
tidak selalu
kelemahannya
sebagai
anak yang terlahir pertama di
dari
lingkungan sekitar wisma subjek
menjadi anak yang penuh dan
dirinya
melainkan
Tuhan
untuk
Subjek memaknai kegagalan sebagai
sarana
Tuhan
untuk
berbicara padanya serta sebagai
pada
sarana untuk belajar kea rah yang
menyetujui
lebih
meneruskan
baik,
sedangkan
keberhasilan
dimaknai
sebagai
sarana
mengembangkan
subjek untuk
diri
dengan
awalnya
seminari. komunikasi baik,
tidak
subjek
untuk
pendidikan Namun
dengan
yang
berjalan
subjek
mampu
potensi dan kemampuan yang
menjelaskan kepada orang
dimilikinya.
tuanya
Untuk
menjalankan
kehidupannya yang baik, subjek selalu
melakukan
segala
bahwa
subjek
memiliki keinginan tersebut dari kecil.
hal
Ketika
subjek
masuk
secara total. Hal ini adalah nilai
seminari, subjek dihadapkan
terpenting dalam hidup subjek.
pada
Dengan
demikian,
subjek
menjalankan
kehidupannya
sebagai
anak
menjadi
Frater,
sulung
yang
subjek
melakukannya
total
sehingga
harus
Subjek
merasa jatuh bangun dalam menghayatinya.
Subjek
merasa
dengan
terisolasi
kehidupannya di wisma.
dengan
subjek
meninggalkan yang
ketika
triprasetya.
tidak
b) Tahap Penerimaan Diri
tanggungjawab dilakukan
Pada awalnya, subjek
baik
merasa berat dalam menjalani
sebagai seorang anak sulung
hidupnya dengan memenuhi
maupun sebagai Frater.
semangat yang ada dalam triprasetya,
3 Proses Penemuan Makna Hidup
Dalam keinginannya,
seutuhnya
menjalani
menjadikan
dirinya
subjek
menghayati
hidup
menemukan hambatan dalam
semangat-semangat
mengupayakan
triprasetya.
pemenuhan
keinginan. Orang tua subjek
sejalan
dengan itu subjek menerima diri
a) Tahap Derita
namun
untuk dapat dengan
c) Tahap Penemuan Makna
dai Tuhan yang harus ia kembangkan.
Hidup Subjek
dapat
Usaha merealisasikan
menemukan makna hidupnya
makna hidup yang dimiliki
dengan
subjek
mengupayakan
hubungan yang baik dengan
pemahaman
orang
terhadap
lain.
Bagi
subjek,
dengan berbagi pengalaman
terlihat
dari
diri
subjek
potensi
yang
dimilikinya, yaitu bermusik.
dengan orang lain, subjek dapat
menemukan
makna
hidupnya.
e) Tahap
Kehidupan
Bermakna
Dalam tugasnya,
menjalankan
subjek
Subjek
menjalani
telah
hidupnya dan merasa bahagia
menemukan makna hidupnya,
atas kehidupannya menjadi
hidup
seorang
subjek
dikatakan
Frater.
Bastaman
adalah rahmat dari Tuhan
(1996) mengatakan bahwa
untuknya
tahap kehidupan bermakna
Dalam
proses
ini,
adalah
penghayatan
hidup yang bermakna bagi
bermakna
subjek adalah ketika subjek
kebahagiaan.
dapat
menjalani hidupnya sebagai
melihat
orang
lain
bahagia.
seorang
dan
yang
mencapai
Subjek
Frater
tetap
untuk
mempertanggungjawabkan rahmat Tuhan yang telah
d) Tahap Realisasi Makna Subjek merealisasikan makna hidup
hidupnya apa
dengan
adanya
dan
mengembangkan kemampuan dan
bakatnya.
diberikan oleh Tuhan.
BAB V PENUTUP
Karena
kemampuan dan bakat yang dimilikinya adalah pemberian
A. Kesimpulan
Berdasarkan
analisi
data
Kegagalan dimaknai sebagai
wawancara dan observasi yang ada,
sarana Tuhan berbicara padanya
maka dapat disimpulkan sebagai
dan sebagai sarana untuk dirinya
berikut
belajar kea rah yang lebih baik, serta
keberhasilan
dimaknai
sarana
untuk
1. Gambaran Anak Sulung yang
sebagai
Menjadi Frater
mengembangkan dirinya.
Sebagai anak yang diterlahir di
Subjek
merasa
dalam
keluarga yang harmnis, terbuka dan
hidupnya sebagai anak sulung
selalu menjaga komunikasi yang
yang menjadi frater bukan alasan
baik, subjek tidak pernah merasa ada
bagi dirinya untuk meninggalkan
perbedaan
salah
terhadap
perlakuan dirinya
orang
dan
tua
adiknya.
satu
tanggungjawabnya.
Subjek ingin menjadi pribadi
Penanaman makna tentang anak
yang
total,
yakni
dapat
sulung oleh orang tua yang dianggap
menjalankan kedua peran dengan
memiliki tugas, kewajiban dan hak
baik.
yang sama membuat subjek dapat menjadi seorang kakak yang sangat
2. Faktor-Faktor yang Membuat
peduli dengan keberadaan adiknya.
Seorang Anak Sulung Menjadi
Pilihan hidup subjek sebagai
Seorang Frater
frater akhirnya dapat dimengerti oleh orangtuanya.
Kelebihan
Pengalaman
iman
subjek
dan
sejak duduk di bangku kelas empat
kelemahan subjek sebagai sesuaatu
Sekolah Dasar terhadap simbol –
yang tidak terpisahkan. Subjek tidak
simbol yang ada di Gereja adalah
menjadikan
awal
kelebihannya
sebagai
dari
ketertarikan
subjek
anugerah dan kekurangannya sebagai
terhadap dunia seminari. Keinginan
bencana,
subjek Harapan subjek yang besar
melainkan
subjek
memaknai keduanya sebagai sebuah
terhadap
anugerah
seminaris sedikit terhalangi oleh
hidupnya.
dan
kekuatan
bagi
ketertarikan
dunia
rasa sakit hati subjek yang saat itu dikeluarkan dari kegiatan Putra
Altar oleh seorang Pastor akibat
b. Tahap Penerimaan Diri
kesalahan teman subjek. Kejadian tersebut
tidak
subjek
menjadi
menjadikan
lantas
membuat
marah
masalah
dan
tersebut
Walaupun terasa berat, tapi subjek mampu menerima diri
seutuhnya
menghayati
semagat
sebagai batu sandungan, melainkan
triprasetya yang lebih banyak
subjek terus bangkit dan berusaha
mengharuskan subjek berada
dapat menjadi Pastor yang adil.
jauh dari keluarganya.
Proses Penemuan Makna
c. Tahap
Hidup Anak Sulung yang Menjadi
Hidup
3.
untuk
Penemuan
Makna
Subjek
Frater a. Tahap Derita
menemukan makna hidupnya
Halangan terbesar
dapat
dalam
subjek
ketika subjek menjalankan
proses
hidupnya
sebagai
memilih jalan hidupnya untuk
frater.
meneruskan pendidikan di
hidupnya adalah rahmat dari
seminari
Tuhan untuknya, subjek telah
orang sejalan
adalah
tuanya
kehendak
yang
dengan
tidak
Dengan
seorang
menyadari
menemukan makna hidupnya.
harapan
subjek. Orang tua subjek
d. Tahap realisasi Makna
merasa takut subjek tidak
Subjek
dapat
berkembang
ketika
makna
merealisasikan
hidupnya
subjek berada di seminari.
hidup
Subjek merasa jatuh bangun
mengembangkan kemampuan
ketika
menghayati
dan bakat yang dimlikinya,
semangat-semangat yang ada
yaitu dengan bermusik serta
dalam
menciptakan lagu.
merasa dirinya wisma.
harus
triprasetya.
Subjek
terisolasi
ketika
berada
di
dalam
apa
dengan
adanya
e. Tahap Hidup Bermakna
dan
subjek merasa bahwa seorang
Frater
memiliki
2. Untuk peneliti selanjutnya Peneliti
selanjutnya
rahmat dari Tuhan yang lebih
diharapkan meneliti makna hidup
dari pada orang lain. Hal ini
anak tunggal dari berbagai etnis
membuat
yang menjadi seorang frater. Hal
rasa
subjek
memiliki
tanggungjawab
menjalankan
untuk
ini cukup menarik untuk diteliti.
hidupnya
sebagai seorang Frater hingga
DAFTAR PUSTAKA
sekarang.
B. Saran
1. Frater sebagai anak sulung Setiap Frater sebagai anak sulung
yang
ingin
mencapai
kehidupan bermakna memiliki proses yang panjang dan tidak jarang memiliki hambatan dari orang
tua.
Jadi
para
Anggraeni, R. (2005). Perbedaan Kemandirian Anak Sulung dan Anak Bungsu Pada Remaja Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Bastaman. (1996). Kumpulan Makalah: Seminar Meraih Makna Hidup dalam Penderitaan. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Frater
sebagai anak sulung hendaknya terbuka dengan orang tua atas harapan dan tujuannya menjadi
Bastaman. (1996). Meraih HIdup Bermakna : Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta : Universitas Paramadina
Frater, terbuka kepada Pembina satau
pembimbing
rohani,
sehingga orang tua dan Pembina atau pembimbing rohani dapat
Charlys. (2007). Makna Hidup Pada Biarawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
memberikan saran yang tepat untuk mengatasi segala masalah dalam kehidupan di wisma.
Djakarya,R. (1992). 100 Tanya JAwab Mengenai Imam Diosesan, Imam Praja, Imam Sekuler dan Imam Keuskupan. Jakarta : Obor
Frankl, V. E. (1959). Man Search For Meaning : An Introduction To Logotherapy. Washington : Washington Press Hadibroto, I., dkk. (2003). Misteri Perilaku Anak Sulung, Tengah, Bungsu dan Tunggal. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Hauken, A. (2004). Ensiklopedi Gereja. Jakarta : Yayasan Cipta Loka Caraka Heru
Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Hurlock, E. B. (1997). Personality development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD. Moleong, L. J. (2004). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pranataseputra. (1990). Apa dan Siapakan Para Imam Praja, Imam Diosesan Itu? : Sebuah Perkenalan dengan Imam Praja dan Karyanya di Keuskupan Agung Jakarta.
Jakarta : Keuskupan Agung Jakarta Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius Soekoto, L. (1985). Kamu Adalah Saksiku : Sebuah Pedoman Iman. Jakarta : Para Wali Gereja Regio Jawa