PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TAMBAN (Sardinella albella Valenciennes, 1847) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA The Growth and Exploitation of Tamban (Sardinella albella Valenciennes, 1847) in Malacca Strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai North Sumatra Laily Dirda Fitrianingsih1), Miswar Budi Mulya2), Ani Suryanti3) 1
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2 Staff Pengajar Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara 3 Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT The high demand society of tamban (Sardinella albella) was effect fishermen makes fishing effort too much without control. This study has the objective on accesing the growth and exploitation rates of tamban in Malacca Strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai. This study was held in three months, which are from March until May 2015. The data analysis use the ELEFAN I method (Electronic Lenght Frequencys Assesment Tool) which packed in FISAT II (FAO-ICLARM Fish Stock Assesment Tool).The samples of tamban are 721 which consist of 465 male tamban and 256 female tamban. The growth pattern of tamban is negative allometric. The range of condition factor are 0,630 – 1,633. The range of length frequency distribution are 147 - 152 mm, the size group is dominating are 167 - 171 mm for male tamban and 157 - 167 mm for female tamban. The estimation of Von Bertalanffy growth parameter of male tamban are L∞ = 211,89 mm with K = 0,230 per year and t0 = -2,615 years, and female tamban are L∞ = 211,05 mm with K = 0,550 per year and t0 = -0,604 years. Total mortality (Z) is 1,31 per year,the estimation natural mortality (M) is 0,49 per year. It shows the estimation of exploitation rates are 0,65 per year. Keywords: growth, exploitation rates, Sardinella albella, Malacca Strait. PENDAHULUAN Selat Malaka termasuk salah satu kawasan keanekaragaman hayati yang amat penting (hotspot) di dunia yang dinamakan Sunda hotspot. Selat Malaka berbatasan dengan Thailand Selatan, Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, Borneo, membentuk Paparan Sunda (Sundaland) yang memiliki 5 % spesies tumbuhan endemik di dunia dan 2,6 % vertebrata (Gerke dan Evers, 2009). Perairan Selat Malaka juga mempunyai
potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar atau cukup banyak. Selat Melaka adalah salah satu wilayah yang juga mempunyai sumberdaya perikanan paling beragam di dunia. Sumberdaya perikanan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya. Sumberdaya ikan yang dibagi dalam ikan pelagis (pelagis kecil dan pelagis besar), ikan demersal dan cumi-cumi.Sumberdaya ikan pelagis adalah jenis-jenis ikan yang
hidup di permukaan atau dekat permukaan perairan. Sumberdaya ikan pelagis kecil yang paling umum ditangkap antara lain adalah ikan layang, kembung, selar, tamban, teri dan lain-lain. Informasi yang diterima dari nelayan di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai banyak dijumpai ikan pelagis kecil yaitu ikan tamban. Ketersedian ikan tamban (Sardinella albella) di daerah ini masih sangat banyak, sehingga secara ekonomis ikan tamban masih tergolong ikan ekonomis rendah sehingga pada saat nelayan mendapat hasil tangkapan dalam jumlah yang besar, harga ikan tamban hanya mencapai Rp.3000/kg. Ikan tamban di daerah ini ditangkap nelayan dengan menggunakan gillnet dengan mesh size 3,8 cm dan ukuran dari jaring yang digunakan adalah panjang 6 meter dan lebar 11 meter. Nelayan di perairan ini menggunakan kapal dengan ukuran ratarata 2 GT dengan jarak daerah penangkapan hanya 2 mil dari bibir pantai. Rendahnya nilai ekonomis ikan tamban terkadang dianggap tidak menarik untuk dikaji atau diteliti. Rendahnya nilai ekonomis ikan tamban juga sering menjadi alasan tidak tersedianya data di instansi terkait mengenai ikan ini. Kajian mengenai pertumbuhan danlaju eksploitasi ikan tamban ini merupakan salah satu langkah awal yang dapat dilakukan dalam upaya pengumpulan informasi dasar biologi ikan tamban. Hubungan panjangbobot ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam menduga pertumbuhan ikan. Pengukuran panjang dan bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi panjang dan bobot tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktivitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjangbobot juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness,
yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Mulfizar, dkk., 2012).Manik (2009) menyatakan bahwa hubungan panjangdan bobot dengan pertumbuhan dan kondisi ikan, dimaksudkan untuk mengukur variasi panjang dan bobot tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Maret sampai dengan Mei 2015. Lokasi pengambilan sampel ikan dilakukan di Perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Gambar 1). Analisis sampel dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Petanian, Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gillnet yang berfungsi untuk menangkap ikantamban (Sardinella albella), penggaris untuk mengukur panjang ikan, timbangan analitik untuk menimbang bobot ikan, GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik koordinat pada stasiun sampling, refraktometer digunakan untuk mengukur
salinitas air, thermometer untuk mengukur suhu air, Secchi diskuntuk mengukur kecerahan air, Cool box untuk wadah sampel, kapal berukuran 2 GT. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tamban sebagai sampel penelitian, bahan untuk mengukur DO yaitu MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, dan amilum.
Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram) L = Panjang ikan (mm) a dan b = konstanta
Prosedur Pengambilan Sampel Pengambilan sampel ikan tamban dilakukan selama 3 bulan mulai dari Maret sampai dengan Mei 2015 sebanyak 3 kali dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan sekali. Ikan tamban diambil secara acak dari 3 titik atau stasiun. Jarak antar stasiun yaitu masingmasing ±1 mil. Pengambilan ikan menggunakan alat tangkap gillnet dengan mesh size 3,8 cm. Gillnet diturunkan ke perairan, setelah 1,5 – 2 jam gillnet diangkat ke atas perahu. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30-100 ekor perstasiun pengambilan sampel yang dikumpulkan dalam 3 cool box. Sampel ikan diukur panjang dan ditimbang bobotnya kemudian sampel ikan dibedah diamati gonadnya untuk membedakan ikan jantan dan betina setelah itu dicatat dalam tabulasi data.
Log W = log a + b log L
Analisis Data Hubungan Panjang dan Bobot Tubuh Hubungan panjang dengan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Analisis pertumbuhan panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tamban di alam. Untuk mencari hubungan antara panjang dan bobot tubuh ikan digunakan persamaan sebagai berikut (Effendie, 1979): W = aLb
Kemudian dilakukan transformasi kedalam logaritma, menjadi persamaan linier atau garis lurus sehingga berbentuk persamaan menjadi:
Hubungan panjang bobot, dihitung dengan rumus regresi linier seperti berikut ini: Y = a + bx Keterangan : Y : berat ikan (gram) x : panjang ikan (cm) a dan b : bilangan yang harus dicari Uji t dilakukan terhadap nilai b untuk mengetahui apakah b=3 (isomertik) atau b≠3 (allometrik). Faktor Kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan tamban termasuk pertumbuhan isometrik (b=3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie, 1997): a. Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan menggunakan rumus: KTL = 105 W L3 b. Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b≠3), maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumusnya: Kn = W aLb
Keterangan : K : Faktor Kondisi W : Bobot Ikan (g) L : Panjang Ikan (mm) a dan b : Konstanta Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Langkah-langkah membuat sebaran frekuensi bagi segugus data yang benardengan cara tentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan dengan menggunakan rumus K = 1 + 3,3 log n. Tentukan wilayah data tersebut dan bagilah wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selangnya. Tentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya. Tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya. Daftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya. Tentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata-ratakan limit kelas atau batas kelasnya. Tentukan frekuensi bagi masingmasing kelas, selanjutnya jumlahkan kolom frekuensi dan periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan (Walpole, 1982). Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0 (Umur Teoritis) Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford-Walford. Metode Ford Walford merupakan metode sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari parameter Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama Effendie (2002). Sedangkan nilai dugaan t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy. Lt = L∞ (1 – e-K(t-t0))
Keterangan: Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan) L∞ = Panjang asimtot (min) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) t0 = Umur teoritis ikan pada saat panjangnya sama dengan nol Laju Eksploitasi Pendugaan laju eksploitasi ikan tamban dilakukan dengan penentuan parameter-parameter pertumbuhan yang telah dihitung sebelumnya. Setelah nilai ini diketahui, maka dilakukan pendugaan laju mortalitas (Z) berdasarkan persamaan Beverton dan Holt (Sparre dan Venema, 1998). Z=K* Keterangan : Z : Laju eksploitasi total K : Koefisien pertumbuhan L∞ : Panjang asimtitot L : Panjang rata-rata ikan L′ : Panjang ikan terkecil Pendugaan laju mortalitas alami menggunakan rumus empiris Pauly (1983) diacu oleh Spare dan Vanema (1998): Log M = 0,0066 – 0,279 (log L∞) + 0,6543 (log K) + 0,643 (log T) Keterangan : M : Mortalitas Alami L∞ : Panjang Asimtot K : Koefisien Pertumbuhan T : Rata-rata Suhu Perairan Nilai Z dan M digunakan untuk menduga laju kematian ikan akibat penangkapan (F) dengan menggunakan persamaan: F=Z–M Berdasarkan nilai tersebut maka laju eksploitasi ikan (E) dapat diduga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: E = F / (F + M)
Keterangan : E = laju eksploitasi F = koefisien kematian penangkapan M = koefisien kematian alami Ketentuan: 1. Jika E > 0,5 menujukkan tingkat eksploitasi tinggi (overfishing). 2. Jika E < 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal. 3. Jika E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal (Sparre dan Venema, 1998). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan Panjang Bobot Ikan Tamban (Sardinella albella) Sampel ikan tamban yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 721 ekor (3 bulan) dengan jumlah jantan sebanyak 465 ekor dan jumlah betina sebanyak 256 ekor. Hubungan panjang bobot ikan tamban dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Hubungan panjang bobot ikan tambanjantan
Gambar 3. Hubungan panjang bobot ikan tamban ikan tambanbetina
Gambar 2 dan Gambar 3 dapat menjelaskan bahwa nilai “b” untuk ikan tamban jantan berkisar antara 2,568 – 3,127 dan ikan tamban betina berkisar 2,229 – 2,923. Ikan tamban betina di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai memiliki nilai b < 3, sedangkan ikan tamban jantan pada bulan mei nilai b > 3, setelah dilakukan perhitungan regresinya Thit > Ttab, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang tubuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot tubuh. Faktor Kondisi Ikan Tamban (S. albella) Hasil perhitungan faktor kodisi (FK) ikan tamban jantan maupun betina berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berada dalam kisaran 0,630 – 1,633, nilai tersebut menunjukkan ikan tambanKecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai bentuk pipih (kurus). Nilai yang hampir sama juga terdapat pada penelitian yang dilakukan Sari dkk. (2013) di Perairan Karas Tanjung Pinang dengan nilai faktor kondisi ikan tembang (Sardinella fimbriata) di daerah ini masih dalam kisaran 0,959 – 1,019 (pipih) dengan pola pertumbuhan allometrik negatif. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Effendie (1997) bahwa nilai K pada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2 – 4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara 1 – 2. DistribusiSebaran Frekuensi Ikan Tamban (S. albella) Ukuran panjang minimum dan maksimum ikan tamban yang diamati adalah 102 – 191 mm. Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa distribusi sebaran frekuensi ikan tamban tertinggi bulan Maret pada kisaran 167 – 171, bulan April 147 – 151, bulan Mei 157 – 167.
Lt = 211,05*(1-e(-0,55(t+0,603525)))
Gambar 4. Sebaran frekuensi panjang ikan tamban di perairan Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Maret – Mei 2015 Parameter Pertumbuhan Ikan Tamban (S. albella) Hasil dari analisis plot Ford-Walfrod didapatkan nilai parameter pertumbuhan (K dan L∞) dan t0ikan tamban, baik jantan maupun betina yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.
Parameter pertumbuhanikan tamban hasil analisis dengan metodeELEFAN dalam program FISAT II
Parameter Pertumbuhan L∞ (mm) K (t-1) t0
Jantan
Betina
211,89 0,23 -2,62
211,05 0,55 -0,60
Nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan persamaan Von Bertalanffy ikan tamban, yaitu Lt = 211,89*(1e(0,23(t+2,61513))) untuk ikan jantan dan Lt = 211,05*(1-e(-0,55(t+0,603525))) untuk ikan betina. Berdasarkan persamaan-persamaan Von Bertalanffy tersebut, grafik pertumbuhan ikan tamban dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5. Grafik pertumbuhan (Lt) ikan tamban betina
Lt = 211,89*(1-e(0,23(t+2,61513)))
Gambar 6. Grafik pertumbuhan (Lt) ikan tamban jantan Laju Eksploitasi Ikan Tamban (S. albella) Hasil analisis laju mortalitas total (Z) pada ikan tamban diperoleh 1,31 pertahun terdiri atas mortalitas alami (M) ikan tamban diperoleh 0,49 pertahun, dan mortalitas akibat penangkapan (F) adalah 0,82 pertahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi (E) sebesar 0,65 pertahun. Pembahasan Hubungan Panjang Bobot Ikan Tamban (Sardinella albella). Hasil pada Gambar 2 dan Gambar 3menunjukkan analisis hubungan panjang bobot ikan tamban jantan dari bulan Maret sampai Mei adalah W = 0,00002L2,899 dengan kisaran nilai b sebesar 2,568 – 3,127 dan ikan tamban betina adalah W = 0,0005L2,229 dengan kisaran nilai b sebesar 2,229 – 2,923. Nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (α=0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan tamban memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif, artinya pertambahan
panjanglebih cepat dari pertambahan bobot (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang hidup di Teluk Pelabuhan Ratu, yang memiliki pola pertumbuhan Isometrik dengan nilai b 2,86 – 3,12 (Syakila, 2009) yang artinya pertambahan panjang dan berat seimbang (Effendie, 1997). Perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya kondisi lingkunagn, perbedaan lokasi penangkapan dan proses fisiologi ikan itu sendiri. Penjelasan ini sesuai dengan pernyataan Jennings, dkk. (2001) dalam Mulfizar, dkk. (2012) menyatakan secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling. Faktor Kondisi Ikan Tamban (S. albella) Analisis hubungan panjang bobot ikan tamban di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dengan hasil perhitungan faktor kondisi (FK) berkisar 0,630 – 1,633, hal ini berarti ikan tamban dalam kondisi baik karena rata-rata nilai faktor kondisi ikan ini adalah 1,33. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa nilai tersebut menunjukkan contoh ikan pada pengamatan dalam kondisi baik (kurang pipih), dengan ketentuan nilai faktor kondisipada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2 – 4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara1 – 2. DistribusiSebaran Frekuensi Ikan Tamban (S. albella) Ukuran minimum ikan tamban di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 102 mm dan ukuran maksimumnya 191 mm. Hasil berbeda pada penelitian Syakila (2009) yang melaporkan bahwa panjang minimum dan maksimum ikan sebanyak 978 ekor dengan kisaran panjang
122 mm – 166 mm di perairan Teluk Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat, Aswar (2011) sebanyak 1.181 ekor dengan kisaran panjang 130 mm – 274 mm di perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan dan Sari, dkk. (2013) sebanyak 1500 ekor dengan kisaran panjang 103 – 165 mm di TPI pelantar KUD Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau.Perbedaan ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi pengambilan sampel dan perbedaan kondisi lingkungan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie(1997) spesies ikan yang sama tapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula. Parameter Pertumbuhan Ikan Tamban (S. albella) Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan tamban jantan adalah Lt= 211,89(1(0,23(t+2,61513)) e ) dan ikan tamban betina adalah Lt = 211,05(1-e(-0,55(t+0,603525))). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai adalah 191 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan tamban. Koefisien pertumbuhan (K) ikantamban jantan di Perairan Selat Malaka adalah 0,23 per tahun, dan ikan tamban betina adalah 0,55 per tahun. Penelitian yang pernah dilakukan, ikan di KUD Tanjung Pinang memiliki nilai K sebesar 2,569 per tahun dan L∞ = 166 mm (Sari, dkk., 2013). Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie 1997). Kurva pertumbuhan ikan tamban dengan memasukkan data umur (tahun) dan data panjang teoritis (mm) ikan, secara
teoritis panjang total ikan adalah 211 mm dan pertambahan laju pertumbuhan ikan tamban jantan mulai berhenti pada saat berumur 65 bulan atau kurang lebih 5 tahun dan ikan tamban betina pada saat berumur 40 bulan atau kurang lebih 3 tahun. Azis (1989) dalam Sari, dkk. (2013) menjelaskan bahwa kurva pertumbuhan panjang ikan yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotnya dimana ikan bertambah panjang lagi. Laju Eksploitasi Ikan Tamban (S. albella) Hasil analisis laju mortalitas ikan tambandiperoleh laju mortalitas total (Z) ikan tamban 1,31 pertahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0,49 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,82 pertahun. Nilai dugaan laju eksploitasi (E) dari penelitian ini sebesar 0,65 pertahun, nilai tersebut menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan Z yang diperoleh Sari, dkk. (2013) di Tanjung Pinang yaitu 11,01 pertahun, Aswar (2011) di perairan Laut Flores yaitu 1,85 pertahun dan Syakila (2009) di Teluk Pelabuhan Ratu yaitu 8,522 pertahun. Tingginya tingkat mortalitas total, menunjukkan bahwa bekurangnya stok ikan tamban di perairan bukan hanya disebabkan oleh besarnya tekanan penangkapan, tetapi juga akibat kematian alami. Laju mortalitas alami (M) dari penelitian ini sebesar 0,49 pertahun dengan suhu perairan berkisar pada 29 ºC – 33 ºC menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan M yang diperoleh Syakila (2009) di Teluk Pelabuhan Ratu yaitu 1,146 pertahun dengan suhu perairan berkisar 27 ºC – 30 ºC. Nilai M sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, dalam hal ini adalah besarnya nilai ratarata suhu perairan. Rasyid (2010) menyatakan bahwa ikan pelagis kecil cenderung memiliki kemampuan beradaptasi pada kisaran suhu 28 ºC –
30 ºC dan kecenderungan penangkapan optimal berada pada kisaran 29 ºC – 30 ºC. Laju mortalitas penangkapan (F) dari penelitian ini sebesar 0,82 pertahun. Laju mortalitas penangkapan ini jauh lebih besar dibandingkan laju mortalitas alami yaitu 0,49. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tamban lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Sari, dkk. (2013) di Tanjung Pinang dengan nilai F 9,32 dan nilai M 1,69. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua (Sparre & Venema 1998) karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) menunjukkan bahwa faktor kematian ikan tamban di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai diakibatkan oleh kedua faktor yaitu mortalitas alami dan mortalitas akibat penangkapan, namun lebih besar diakibatkan oleh kegiatan penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1998), mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan dan usia tua. Nilai dugaan laju eksploitasi (E) ikan tamban di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 0,63. Nilai laju eksploitasi (E) ikan tamban melebihi nilai optimum yaitu 0,5 menunjukkan adanya tekanan penangkapan yang tinggi atau kondisi tangkap lebih (overfishing) terhadap stok ikan tamban di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ernawati dan Mohammad (2010) yang menjelaskan
bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tamban (S. albella) Penangkapan terhadap sumberdaya ikan tamban terjadi tekanan penangkapan yang tinggi atau berada pada kondisi tangkap lebih (overfhising) dengan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,65 per tahun dan melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0,5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi sehingga stok ikan tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, hal ini menyebabkan total hasil tangkapan yang lebih rendah (Sparre dan Venema, 1999). Hal penting yang dapat dilakukan dalam rencana pengelolaan sumberdaya ikan tamban adalah perlunya peranan penting dari tempat pelelangan ikan (TPI) di Kecamatan Tanjung Beringin untuk dapat mengawasi kegiatan perikanan tangkap dan sangat disarankan untuk mencatat data keseluruhan hasil tangkapan dari nelayan di perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Hendrik (2013) bahwa peranan TPI Kecamatan Tanjung Beringin dalam pemasaran hasil perikanan di Kecamatan Tanjung Beringin hanya 33,8 % saja. Diharapkan sarana dan prasarana yang terdapat di TPI dapat digunakan sebagaimana peruntukannya. Peunurunan populasi, penyebaran ukuran yang tidak merata dan kepunahan yang disebabkan oleh mortalitas alami dan aktivitas penangkapan dengan kisaran nilai laju eksploitasi sebesar 1,31 juga dapat dihindari dengan pengaturan penangkapan dengan cara mengurangi penangkapan dan jumlah unit kapal penangkapan. Langkah ini dilakukan agar daya pulih kembali sumberdaya ikan tamban sesuai kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambilkesimpulan sebagai berikut: 1. Pola pertumbuhan ikan tamban di Perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai adalah allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobot dengan nilai b untuk jantan berkisar antara 2,568 – 3,127 dan ikan betina berkisar 2,229 – 2,923. Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan tamban jantan adalah Lt= 211,89(1-e(-0,23(t+2,61513))) dan ikan tamban betina adalah Lt = 211,05(1-e(-0,55(t+0,603525))). Faktor kondisi ikan tamban dalam kisaran 0,630 – 1,633. 2. Laju mortalitas total (Z) sebesar 1,31 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 0,49 dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,82 sehingga diketahui bahwa kematian ikan tamban di Perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi (E) sebesar 0,65 dan sudah melebihi nilai optimum (overfishing). Saran Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan disarankan untuk dilakukan analisis aspek reproduksi dan pola rekruitmen agar dapat diketahui musim pemijahan ikan tamban sehingga dapat diduga musim penangkapan ikan tamban. Ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Aswar. 2011. Struktur Populasi dan Tekanan Eksploitasi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba.
[Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar. Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Ikanyang Tertangkap di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh.Jurnal Depik. 1(1):1 – 9. Rasyid, A. (2010). Distribusi Suhu Permukaan pada Musim Peralihan Barat – Timur Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde.Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan (Torani). 20 (1): 1 – 7.
Ernawati, Y. dan M. K. Mohammad. 2010. Pengaruh Laju Eksploitasi terhadap Keragaan Reproduktif Ikan Tembang (Sardinella gibossa) di Perairan Pesisir Jawa Barat. Juranal Biologi Indonesia. 6 (3): 393 – 403
Sari, R., T. Efrizal dan A. Zulfikar.2013. Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Berbasis Panjang Berat di Perairan Karas yang di Daratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Kota Tanjung Pinang. University of Maritim Raja Ali Haji. Kepulauan Riau.
Gerke, S. dan H. D. Evers.2009. Perkembangan Wilayah Selat Malaka. Cenpris Working Paper. Universiti Sains Malaysia. Malaysia.
Sparre, P. dan S. C. Venema. 1998. Introduction to Tropical Fish Stock Assessement. FAO Fisheries Tehnical Paper. Roma.
Hendrik. 2013. Peranan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam Pemasaran Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Berkala Perikanan Terubuk. 41 (1): 102 – 108
Syakila, S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Manik, N. 2009. Hubungan Panjang–Berat dan Faktor Kondisi Ikan Layang (Decapterus russelli) dari Perairan Sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara. UPT Loka Konservasi Biota Laut Bitung – LIPI. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 35 (1): 65 – 74. Mulfizar, Z. A. Muchlisin dan I. Dewiyanti. 2012. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Tiga Jenis
Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta