Analisis Perencanaan Obat Jamkesmas dengan Metode Kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013 1),
Nabila Modeong1, Madania2, Nur Rasdianah3 Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG 2,3) Dosen Jurusan Farmasi, FIKK, UNG E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Analisis kombinasi ABC dan VEN digunakan untuk mengelompokkan obat dalam kategori VA, VB, VC, EA, EB, EC, NA, NB, NC untuk menetapkan prioritas dalam pengadaan obat agar dana yang digunakan efisien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis perencanaan obat jamkesmas dengan metode kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan dari 193 item obat di instalasi farmasi rumah sakit umum daerah Dr. M. M. Dunda diperoleh data untuk kriteria VA 2 item (1,03%), kriteria VB 3 item (1,55%), kriteria VC 11 item (5,69%), kriteria EA 13 item (6,73%), kriteria EB 17 item (8,80%), kriteria EC 136 item (70,46%), kriteria NA 1 item (0,51%), kriteria NB 2 item (1,03%) dan kriteria NC 7 item (3,62%). Kata Kunci : Analisis kombinasi ABC dan VEN, Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M.Dunda. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1997/Menkes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depkes, 2006:1). Instalasi farmasi harus bertanggung jawab terhadap pengadaan, distribusi dan pengawasan seluruh produk obat yang digunakan di rumah sakit (termasuk perbekalan kesehatan dan produk diagnostik), baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap (Hamid, 2005). Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah untuk memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini tentunya menjadi tugas yang besar bagi instalasi farmasi rumah sakit untuk melaksanakan semua kegiatan dan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri yang terdiri atas pelayanan paripurna mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian mutu dan distribusi. Maka dari itu hal utama yang perlu diperhatikan adalah *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
perencanaan obat. Karena dari semua kegiatan kefarmasian di rumah sakit, perencanaan merupakan kegiatan pertama yang akan dilaksanakan dan merupakan salah satu fungsi yang menentukan keberhasilan kegiatan selanjutnya di instalasi farmasi yang nantinya akan bermanfaat bagi kelancaran pelayanan di rumah sakit. Suatu perencanaan yang baik idealnya diikuti dengan analisis data dengan metode kombinasi ABC dan VEN. Dimana dengan analisis ABC dapat teridentifikasi jenis-jenis obat yang membutuhkan biaya terbanyak dan analisis VEN dapat menggolongkan obat sesuai dengan kebutuhan terapi, berdasarkan kriteria VEN yang ada dengan merujuk pada formularium rumah sakit. Penelitian sebelumnya tentang evaluasi perencanaan obat berdasarkan metode ABC di IFRS Dr. M. M. Dunda tahun 2012, didapatkan hasil analisis ABC dari tiga jalur pelayanan obat yaitu Reguler, Jamkesmas dan Askes. Jalur pelayanan reguler 36 item obat kelas A dengan nilai pemakaian sebesar Rp 559.041.771, kelas B 72 item obat dengan nilai pemakaian sebesar Rp 159.857.548 dan kelas C 210 item obat dengan nilai pemakaian sebesar Rp 790.409.701. Untuk jalur pelayanan jamkesmas 15 item obat kelas A dengan nilai pemakaian sebesar Rp 812.261.525, kelas B 19 item obat dengan nilai pemakaian Rp 214.521.551 dan 136 item obat kelas C dengan nilai pemakaian Rp 104.499.162. Sedangkan untuk jalur pelayanan obat askes 27 item obat kelas A dengan nilai pemakaian Rp 822.237.902, kelas B 38 item obat dengan nilai pemakaian Rp 231.289.048 dan 186 item obat dalam kelas C dengan nilai pemakaian sebesar Rp 105.410.975 (Modeong, 2012:37-38). Di rumah sakit umum daerah Dr. M. M. Dunda masih ada masalah tentang kekosongan obat. Hal ini sering kali karena keterlambatan dari pihak PBF dalam pengiriman obat atau stok yang kosong pada saat pemesanan. Pasien dengan kartu jaminan kesehatan jamkesmas yang jumlahnya banyak sering kali mengeluh karena mereka harus menebus obat yang kosong di apotek luar rumah sakit sedangkan dengan kartu jamkesmas mereka berharap semua obatnya gratis. Selain itu di rumah sakit umum daerah Dr. M. M. Dunda belum ada analisis perencanaan obat dengan metode kombinasi ABC dan VEN yang bisa membantu dalam hal pengadaan obat dengan melihat aspek ekonomi dan aspek medik sesuai kebutuhan rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik meneliti judul “Analisis Perencanaan Obat Jamkesmas dengan Metode Kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2013”. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis perencanaan obat jamkesmas dengan metode kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
*Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Waktu dan Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo yang dilaksanakan pada bulan Mei – Juni tahun 2014. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo. Subjek dalam penelitian ini yaitu : 1. Pegawai bagian Umum dan Administrasi serta bagian Perencanaan untuk memperoleh izin penelitian, profil rumah sakit dan data-data yang diperlukan untuk penelitian. 2. Apoteker kepala instalasi farmasi dan seluruh staf instalasi farmasi yang dapat memberikan informasi serta data-data perencanaan tahun 2013 yang diperlukan dalam penelitian. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian diperoleh dari dua jenis yaitu data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan atau observasi langsung dan wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dari data di Instalasi Farmasi, Bagian Umum dan Administrasi, Bagian Perencanaan rumah sakit, serta beberapa referensi. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah analisis kombinasi ABC dan VEN, meliputi nilai pemakaian obat (aspek ekonomi), nilai kumulatif dan persen, analisis ABC, kemampuan terapi obat (aspek medik), kriteria VEN, dan analisis kombinasi ABC dan VEN. Definisi Operasional 1. Nilai pemakaian obat (aspek ekonomi) adalah anggaran yang digunakan untuk pembelian obat selama 1 tahun. 2. Nilai kumulatif dan persen dihitung untuk mendapatkan nilai presentasi dari obat sehingga dapat dikelompokkan ke dalam analisis ABC. 3. Analisis ABC adalah analisis yang mengidentifikasi jenis-jenis obat yang membutuhkan biaya atau anggaran terbanyak karena pemakaian atau harganya yang mahal dengan cara dikelompokkan. Kelompok A merupakan obat yang menyerap anggaran 70% dengan jumlah obat tidak lebih dari 20%. Kelompok obat B menyerap anggaran 20% dengan jumlah obat sekitar 10-80%. Sedangkan kelompok obat C menyerap anggaran 10% dengan jumlah obat sekitar 10-15%. 4. Kemampuan terapi obat untuk tiap penyakit dan kondisi pasien perlu dilihat. Obat-obat yang digunakan untuk kondisi pasien yang kritis dan memerlukan reaksi obat yang cepat dan obat yang digunakan untuk pasien yang dalam masa perawatan atau penyembuhan penyakit untuk dikelompokkan ke dalam kriteria VEN. 5. Kriteria VEN berdasarkan aspek terapi yang dibutuhkan yaitu kelompok obat V (vital) adalah obat yang harus ada dan diperlupakan untuk menyelamatkan kehidupan. Kelompok obat E (esensial) adalah obat yang terbukti menyembuhkan penyakit. Sedangkan kelompok obat N (nonesensial) adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri. *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
6. Analisa kombinasi ABC dan VEN merupakan pengelompokan jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori C. Analisis ini digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat agar sesuai dengan anggaran yang tersedia dan kebutuhan terapi di rumah sakit, dimana anggaran yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Tahap Penelitian Proses pengumpulan data diambil dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dan dilakukan analisis isi. Data sekunder dikelompokkan berdasarkan analisis kombinasi ABC dan VEN. Analisa kombinasi ABC dan VEN digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dengan kebutuhan pelayanan medik melalui pengelompokkan obat, terutama obat-obatan yang digunakan berdasarkan dampak terhadap kesehatan. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menulis harga obat per satuan. 2) Menghitung nilai pemakaian obat (Rp) a. Dikalikan harga beli obat per satuan dengan nilai pemakaian obat selama satu tahun. b. Diurutkan dari jumlah pemakaian terbesar hingga terkecil. 3) Menghitung nilai kumulatif a. Untuk mendapatkan nilai kumulatif yang pertama diambil dari nilai pemakaian obat yang terbesar. b. Untuk mendapatkan nilai kumulatif yang kedua, nilai kumulatif pertama ditambahkan dengan nilai pemakaian obat yang kedua. 4) Menghitung persentasi Dibagikan nilai kumulatif dengan jumlah nilai pemakaian obat (Rp). 5) Dikelompokkan berdasarkan nilai pemakaian obat. Diurutkan dari nilai pemakaian terbesar sampai yang terkecil. a. Kelompok A menunjukkan 70% dari total pemakaian obat (Rp). b. Kelompok B menunjukkan 20% dari total pemakaian obat (Rp). c. Kelompok C menunjukkan 10% dari total pemakaian obat (Rp). 6) Melihat kemampuan terapi tiap obat untuk penyakit dan kondisi pasien. 7) Dikelompokkan berdasarkan kriteria VEN. 8) Dilakukan analisa kombinasi ABC dan VEN dan dikelompokkan dalam kategori VA, VB, VC, EA, EB, EC, NA, NB dan NC. Sehingga dapat diketahui prioritas untuk pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dari hasil analisis dengan metode kombinasi ABC dan VEN terhadap perencanaan obat untuk jalur pelayanan Jamkesmas di IFRS Dr. M. M. Dunda, diperoleh hasil sebagai berikut. *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
1. Analisis ABC Dari 193 item obat jamkesmas, dikelompokkan besarnya jumlah pemakaian dengan sistem 70 – 20 – 10. Pengelompokan obat berdasarkan nilai pemakaian selama 1 tahun dalam analisis ABC di IFRS Dr. M. M. Dunda, didapatkan hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 4.1 Pengelompokkan Obat Jamkesmas dengan Analisis ABC Kelas A B C Jumlah
Jumlah Item Obat 16 21 156 193
Jumlah Nilai Pemakaian (Rp) 1.963.442.399,560.060.085,265.674.461,2.789.176.945,-
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel diatas dapat disajikan dalam grafik berikut ini :
Jumlah Item Obat
Grafik Analisis ABC 200 265.674.461
150 100 50 1.963.442.399
560.060.085
A A Kelas
B B Kelas
0 C C Kelas
Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis ABC terdapat 16 item obat yang termasuk dalam kelas A dengan nilai pemakaian sebesar Rp 1.963.442.399, untuk obat kelas A ini menyarap anggaran 70%. Kelas B 21 item obat dengan nilai pemakaian sebesar Rp 560.060.085, dan menyerap anggaran 20%. Obat yang termasuk ke dalam kelas C menyerap anggaran 10% dengan jumlah item obat 156 dan nilai pemakaian sebesar Rp 265.674.461. Jumlah item obat jamkesmas ada 193 yang jumlah nilai pemakaiannya Rp 2.789.176.945 selama 1 tahun. 2. Analisis VEN Dari 193 item obat jamkesmas, dikelompokkan berdasarkan kriteria VEN dengan melihat kemampuan terapi obat untuk tiap penyakit dan kondisi pasien yaitu obat vital, essensial dan nonessensial. Maka diperoleh hasil dalam analisis VEN di IFRS Dr. M. M. Dunda yang dapat dilihat dalam tabel berikut : *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Tabel 4.2 Pengelompokkan Obat Jamkesmas dengan Analisis VEN Jumlah Item Obat 16 167 10 193
Kriteria V E N Jumlah
Persentasi (%) 8,29 86,52 5,18 100%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel diatas dapat disajikan dalam grafik berikut ini :
Jumlah Item Obat
Grafik Persentasi Analisis VEN 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
86,52 %
8,29 %
Kriteria V
5,18 %
Kriteria E
Kriteria N
Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis VEN terdapat 16 item obat (8,29%) yang termasuk dalam kriteria V (Vital), obat yang termasuk dalam kriteria ini adalah obat yang dapat menyelamatkan kehidupan. 167 item obat (86,52%) dalam kriteria E (Esensial), obat kriteria esensial adalah obat yang terbukti dapat menyembuhkan penyakit, dan kriteria N (Nonesensial) ada 10 item obat (5,18%), obat dalam kriteria nonesensial adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri. 3. Analisis Kombinasi ABC dan VEN Dari 193 item obat jamkesmas, dikelompokkan dalam kategori VA, VB, VC, EA, EB, EC, NA, NB, NC untuk menetapkan prioritas dalam pengadaan obat agar dana yang digunakan efisien. Didapatkan hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut :
*Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Tabel 4.3 Pengelompokkan Obat Jamkesmas dengan Analisis Kombinasi ABC dan VEN Kriteria VA VB VC EA EB EC NA NB NC Jumlah
Jumlah Item Obat 2 3 11 13 17 136 1 2 7 193
Persentasi (%) 1,03 1,55 5,69 6,73 8,80 70,46 0,51 1,03 3,62 100%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel diatas dapat disajikan dalam grafik berikut ini :
Grafik Analisis Kombinasi ABC dan VEN Jumlah Item Obat
160 70.46 %
140 120 100 80 60 40 20 0
1.03 %
1.55%
5.69 %
6.73 %
8.80 % 0.51%
1.03 %
3.62%
Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria VA VB VC EA EB EC NA NB NC
Berdasarkan data dari kombinasi analisis ABC dan VEN diperoleh hasil untuk kriteria VA 2 item (1,03%), kriteria VB 3 item (1,55%), kriteria VC 11 item (5,69%), kriteria EA 13 item (6,73%), kriteria EB 17 item (8,80%), kriteria EC 136 item (70,46%), kriteria NA 1 item (0,51%), kriteria NB 2 item (1,03%) dan kriteria NC 7 item (3,62%). Pembahasan Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kepala instalasi tentang perencanaan yang ada di IFRS yaitu perencanaan dilakukan untuk menentukan jenis dan jumlah kebutuhan obat. Perencanaan obat dibuat oleh petugas IFRS setiap bulan yang didasarkan pada kebutuhan obat periode sebelumnya, dengan melihat jumlah kunjungan dan kebutuhan pasien. Jadi perencanaan di IFRS Dr. M. M. Dunda menggunakan metode konsumsi. Setelah kebutuhan obat selesai dibuat, permintaan kebutuhan obat diserahkan pada bagian pengadaan. *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Selanjutnya bagian pengadaan rumah sakit melakukan pembelian langsung pada PBF. Dana yang digunakan untuk pengadaan obat adalah dana dari rumah sakit sendiri karena rumah sakit mengelola keuangan dengan belanja obat dan memperoleh keuntungan dari penjualan obat tersebut. Jalur pelayanan obat pada tahun 2013 di rumah sakit Dr. M. M. Dunda ada 3 yaitu ASKES, Jamkesmas dan Umum/ regular. Data sekunder yang diperoleh berupa profil rumah sakit, profil instalasi farmasi dan data stok opname (SO) IFRS Dr. M. M. Dunda tahun 2013 yang memuat data pemakaian obat beserta harga belinya yang diperlukan dalam pengolahan data analisa ABC. Data yang digunakan untuk membuat analisis ABC adalah data pemakaian obat selama periode bulan Januari - Desember 2013. Sedangkan data untuk analisis VEN juga memerlukan data stok opname untuk mengetahui daftar obat yang digunakan di rumah sakit, DOEN, formularium rumah sakit dan ISO. Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2010:7). Perencanaan obat sangat mempengaruhi ketersediaan obat di rumah sakit, sebab perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit agar tidak terjadi kekosongan maupun kelebihan obat. Selain itu dalam pengadaan obat, kita juga harus melihat anggaran yang tersedia untuk pembelian obat. Apabila kebutuhan obat tidak direncanakan dengan baik maka akan terjadi kekosongan yang akan mempengaruhi pelayanan serta kenyamanan pasien di rumah sakit dan kelebihan obat akan menyebabkan kerusakan dan merugikan anggaran yang dipakai untuk obat tersebut. Metode perencanaan yang digunakan di rumah sakit umum daerah Dr. M. M. Dunda adalah metode konsumsi yaitu berdasarkan pemakaian obat periode sebelumnya. Masalah yang sering terjadi adalah kekosongan obat karena keterlambatan dari pihak PBF dalam pengiriman obat atau obat tidak tersedia di PBF pada saat pemesanan, apabila pada saat pengadaan obat dan anggaran yang tersedia tidak mencukupi maka pihak rumah sakit melakukan utang ke PBF dan nanti dibayarkan pada waktu yang telah disepakati bersama. Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit demi upaya memenuhi permintaan dan kebutuhan pasien di rumah sakit. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi (Depkes, 2010:11). Di rumah sakit umum daerah Dr. M. M. Dunda tidak ada evaluasi dengan analisis kombinasi ABC dan VEN terhadap perencanaan yang telah dibuat, hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi. Evaluasi disini menggunakan metode kombinasi analisis ABC dan VEN agar obat yang diadakan adalah benar-benar obat yang paling dibutuhkan untuk penanggulangan penyakit dan dapat dilihat nilai investasi dari tiap item obat. Sehingga pengadaan obat dapat dikendalikan sesuai kebutuhan dan anggaran untuk pengadaan obat yang tersedia di rumah sakit. *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Kementerian Kesehatan RI, 2011:4). Pada penelitian kali ini diambil data pemakaian obat dari jalur pelayanan jamkesmas karena untuk jalur pelayanan ini memakan anggaran yang besar untuk pengadaan obatnya karena jumlah pasien dengan kartu jaminan kesehatan ini banyak. Untuk jalur pelayanan Jamkesmas semua obat yang diresepkan oleh dokter harus terpenuhi sementara di rumah sakit masih sering terjadi kekosongan obat, maka pasien harus menebus obat diluar apotek rumah sakit dan tentunya obat tersebut harus dibayar, sedangkan dengan kartu jamkesmas pasien berharap semua obatnya gratis. Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat memakan anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal (Depkes RI, 2010:11). Setelah dilakukan analisis ABC dapat dilihat bahwa obat yang masuk dalam kelas A lebih sedikit dibandingkan dengan obat yang masuk dalam kelas B dan kelas C, tetapi obat yang masuk dalam kelas A menyerap anggaran hingga 70% dari total anggaran keseluruhan, kelas B 20% dan kelas C 10%, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suciati dan Adisasmito tahun 2005 di instalasi farmasi rumah sakit Karya Husada Cikampek Jawa Barat tentang analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis, diperoleh hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 2.6 dimana obat yang masuk dalam kelas A sedikit tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi karena harganya mahal dan pemakaiannya banyak. Obat yang termasuk dalam kelas A adalah kelompok obat yang sangat kritis sehingga perlu dikontrol secara ketat dan dilakukan monitoring secara terus menerus. Untuk obat yang masuk dalam kelas B meskipun pengendaliannya tidak seketat kelas A namun laporan penggunaan dan sisa obatnya harus tetap dilaporkan. Hal ini perlu dilakukan agar pengendalian persediaan selalu dapat terkontrol. Sedangkan untuk kelas C terdapat lebih banyak item obat namun tidak berdampak bagi aktivitas gudang dan keuangan karena harganya yang murah dan pemakaian yang sedikit, bahkan terdapat 7 item obat yang tidak ada pemakaian selama 1 tahun, jika dilihat dari data yang diperoleh maka obat-obat ini dapat menjadi prioritas utama untuk dikurangi jika dana yang tersedia tidak cukup untuk permintaan kebutuhan obat. Tetapi setelah dilakukan konsultasi dengan kepala IFRS, 7 item obat tersebut bukan tidak ada pemakaian selama 1 tahun tetapi data pemakaiannya dimasukkan pada daftar pemakaian obat ASKES karena saat pembelian obat-obat tersebut menggunakan nota pembelian ASKES untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Sebaliknya obat-obat sama yang digunakan pada pasien ASKES dan jamkesmas yang harganya relatif sama dipesan sekaligus pada daftar pembelian obat jamkesmas sehingga jika dilihat dari jumlah nilai pemakaian obat jamkesmas selama 1 tahun yaitu Rp2.789.176.945 terkesan rumah sakit boros menggunakan anggaran padahal jumlah itu sudah termasuk dengan pembelian obat ASKES maupun reguler/ umum. *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Pada lampiran 8 dapat dilihat obat-obat yang termasuk dalam kriteria vital, esensial dan nonesensial dimana obat-obat ini dikelompokkan ke dalam masingmasing kriteria dengan melihat DOEN dan indikasi obat atau kemampuan terapi obat untuk tiap penyakit dan kondisi pasien yang ada di rumah sakit. Sedangkan untuk obat-obat yang tidak termasuk di dalam DOEN dapat dilihat dalam formularium rumah sakit, karena obat-obat yang tidak termasuk dalam DOEN tetapi dibutuhkan dalam pelayanan kebutuhan pasien dapat ditambahkan dalam daftar obat formularium rumah sakit karena kebutuhan tiap rumah sakit yang berbeda. Penentuan kriteria ini juga dikonsultasikan dengan kepala IFRS yang mengetahui penggunaan tiap obat di rumah sakit untuk pasien dengan kondisi kritis maupun pasien yang dalam masa perawatan. Sehingga dapat diketahui prioritas dalam pengadaan obat di rumah sakit berdasarkan data yang diperoleh untuk dampak tiap obat pada kesehatan. Karena obat yang masuk kriteria V atau vital (harus tersedia) adalah obat yang harus ada dan diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan. Kriteria E atau esensial (perlu tersedia) adalah obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi penderitaan pasien. Sedangkan, kategori N atau nonesensial (tidak prioritas untuk disediakan) adalah berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri atau obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis. Analisis ini digunakan untuk mengoreksi aspek terapi, yaitu menggolongkan V, E, dan N. Kategori V atau vital adalah obat yang harus ada dan diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan. Kategori E atau esensial adalah obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasien. Sedangkan, kategori N atau nonesensial adalah berbagai macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri atau obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis (Bogadenta, 2012:161). Dari data analisis VEN yang diperoleh dari rumah sakit Dr. M. M. Dunda yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dimana jumlah item obat kriteria E lebih besar dari pada obat kriteria V dan N, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suciati dan Adisasmito tahun 2005 di instalasi farmasi rumah sakit Karya Husada Cikampek Jawa Barat tentang analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 2.7 dimana kelompok obat Y (E) lebih besar jumlah item obatnya dibanding kelompok obat X (V) dan kelompok obat Z (N). Hal ini karena kriteria obat E terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi penderitaan pasien. Obat yang termasuk kriteria E stoknya harus selalu tersedia dalam jumlah yang banyak karena digunakan untuk kondisi pasien dalam penyembuhan dan perawatan serta digunakan oleh semua pasien yang ada di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap. Berbeda dengan kriteria V yang jumlah item obatnya sedikit namun harus selalu tersedia karena digunakan untuk menyelamatkan kehidupan, namun persediaannya juga tidak boleh terlalu banyak karena dikhawatirkan tidak terpakai, tetapi harus tetap terkontrol dan tersedia agar pada saat dibutuhkan oleh pasien dalam kondisi kritis obat tersedia. Untuk kriteria obat N hanya sedikit item obat yang masuk kriteria ini dan tidak berbahaya jika persediaannya habis karena hanya digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri atau obat yang diragukan manfaatnya dan mahal namun tidak memiliki kelebihan manfaat *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
dibanding obat yang sejenis, namun obat-obat dalam kriteria ini dapat menjadi pilihan sekunder jika obat yang diperlukan kosong walau harganya mahal. Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan cara analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) dan analisis ABC (Maimun, 2008:42). Setelah dilakukan analisis ABC dan analisis VEN, selanjutnya dilakukan analisis kombinasi ABC dan VEN. Dalam analisis kombinasi ini obat dikelompokkan dalam kategori VA, VB, VC, EA, EB, EC, NA, NB, NC untuk menetapkan prioritas dalam pengadaan obat agar dana yang digunakan efisien. Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan status N harusnya masuk kategori C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2010:14). Dari analisis kombinasi ABC dan VEN yang dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dimana kriteria EC lebih banyak dibandingkan kriteria yang lain karena obat dalam kriteria ini paling banyak diperlukan untuk penanggulangan penyakit tetapi tidak memerlukan biaya yang banyak untuk pengadaannya. Klasifikasi harus ditentukan terutama berdasarkan dampak obat bagi kesehatan masyarakat. Harga harus menjadi pertimbangan sekunder dan efek obat harus memiliki pengaruh yang minimal (Quick dkk, 1997:630). Hasil dari analisis kombinasi ABC dan VEN untuk obat jamkesmas ini diharapkan dapat membantu rumah sakit dalam menentukan dan menyusun rencana kebutuhan obat. Karena berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis ABC dapat diketahui anggaran yang digunakan untuk pembelian obat jamkesmas selama 1 tahun, kiranya anggaran ini tidak akan jauh berbeda dengan anggaran pengadaan obat untuk tahun berikutnya. Sedangkan hasil analisis VEN dapat diketahui obat-obat yang dibutuhkan untuk penanganan kondisi pasien dengan melihat kemampuan terapi obat. Jadi dalam pengadaan obat dapat dilihat mana obat yang memang dibutuhkan karena efeknya bagi keselamatan pasien dan dapat memberikan nilai investasi yang tinggi bagi rumah sakit, dan obat-obat yang paling banyak dibutuhkan untuk penanggulangan penyakit terbanyak serta obatobat yang dapat menjadi prioritas atau pilihan yang dapat dikurangi pengadaannya karena pemakaiannya yang sedikit atau obat yang mempunyai kesamaan manfaat. Sehingga anggaran yang tersedia dapat lebih diefisienkan untuk pengadaan obat yang banyak dibutuhkan agar kekosongan obat dapat dikurangi dan pelayanan farmasi dirumah sakit dapat dioptimalkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis kombinasi ABC dan VEN terhadap daftar obat jamkesmas di IFRS Dr. M. M. Dunda dari 193 item diperoleh data untuk kriteria VA 2 item (1,03%), kriteria VB 3 item (1,55%), kriteria VC 11 item (5,69%), kriteria EA 13 item (6,73%), kriteria EB 17 item (8,80%), kriteria EC 136 item (70,98%), kriteria NA 1 item (0,51%), kriteria NB 2 item (1,03%) dan kriteria NC 7 item (3,62%). *Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Saran 1. Diharapkan agar RSUD Dr. M. M. Dunda membentuk suatu tim perencanaan obat terpadu yang terdiri dari kepala instalasi farmasi, dokter-dokter, kepala bidang perencanaan, kepala bidang pengadaan dan kepala bagian keuangan, sehingga dalam menyusun rencana kebutuhan obat dapat mengacu pada anggaran yang tersedia untuk setiap tahunnya dan kebutuhan untuk terapi. 2. Diharapkan bagi RSUD Dr. M. M. Dunda untuk mempertimbangkan dalam hal menetukan obat-obat yang perlu dibeli agar tidak terjadi pemborosan anggaran untuk obat yang ternyata tidak terlalu dibutuhkan dalam pengobatan dan menggunakan anggaran tersebut untuk obat-obat yang sering digunakan agar kekosongan maupun kelebihan obat yang terjadi dapat diminimalkan sehingga pelayanan obat untuk pasien dapat lebih baik. 3. Diharapkan RSUD Dr. M. M. Dunda mengadakan evaluasi perencanaan dengan metode kombinasi analisis ABC dan VEN agar pengadaan dan pengawasan obat dengan prioritas sesuai hasil analisis, yang bertujuan efisiensi penggunaan dana dan efektivitas efek terapi obat terhadap pasien. 4. Untuk penelitian selanjutnya kiranya dapat menganalisis dengan metode kombinasi analisis ABC dan VEN di IFRS Dr. M. M. Dunda pada tahun 2014 untuk pasien peserta BPJS Kesehatan karena daftar obat yang ada tentunya berbeda dengan daftar obat sebelumnya yang ada 3 jalur pelayanan kesehatan karena tahun 2014 sudah berlaku BPJS kesehatan yang semua obat terdapat dalam 1 daftar rencana kebutuhan obat. Tentunya dengan skala kebutuhan obat yang lebih banyak dana harus lebih efisien agar anggaran tetap terkendali untuk nilai investasi rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan pasien. DAFTAR PUSTAKA Bogadenta, Aryo. 2012. Manajemen Pengelolaan Apotek. D-Medika. Jogjakarta. Departemen Kesehatan RI. 2006. Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Hamid, T. B. J. 2005. Elemen Pelayanan Minimum Di Rumah Sakit. http://simkes.jogjamedia.net/def_menu.php. 6 Maret 2014 (01:44). Kementerian Kesehatan RI. 2011. Jendela Data dan Informasi Kesehatan. http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Jamkesmas.pdf. 18 Juli 2014 (09:42).
*Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Maimun, Ali. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder point terhadap Nilai Persediaan dan turn over ratio di IFRS Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Modeong, Nabila. 2012. Evaluasi Perencanaan Obat Berdasarkan Metode ABC di Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2011. KTI. Program Studi D-III Farmasi. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Quick, J., D, J. R. Rankin, R. O. Laing, R. W. O’Connor, H. V. Hogerzeil, M. N. G. Dukes, dan A. Garnett. 1997. Managing Drug Supply. Kumarin Press. USA. Suciati, S dan Adisasmito, W. B. B. 2005. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis. http://Jurnal-Manajemen-PelayananKesehatan-pdf.com. 6 Mei 2012 (04:32).
*Nabila Modeong, 821412131, **Madania, S.Farm., M.Sc., Apt, ***Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.