Ternak sapi ”Gaduh” Eva Yaumi Ifada
Pendahuluan Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Januari 2009 selama dua minggu di Rowo, Petungkriyono, Pekalongan. Dalam penelitian ini saya mengambil tema peternakan. Di dusun Rowo mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani tidak bisa lepas dari hewan ternak yaitu sapi. Hewan ternak sangat membantu pertanian mereka. Misalnya saja untuk membajak sawah, mereka membutuhkan tenaga sapi. Selain bertani, disana juga ada yang berladang. Hasil bertani dan berdagang oleh masyarakat Rowo selain untuk di konsumsi sendiri, juga dijual. Rowo adalah sebuah dusun yang secara administrative yaitu bagian dari kelurahan Tlogopakis, kecamatan Petungkriyono, kabupaten Pekalongan, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis dusun ini terletak di daerah pegunungan Kendheng. Untuk menuju dusun tersebut dapat menggunakan alat transportasi semacam mobil pick up yang disana disebut dengan “Doplak”. Jalan untuk menuju kesana sangat terjal yaitu berbatu dan penuh lika-liku cukup tajam serta jalan yang naik turun cukup curam. Alat transportasi ini terbuka bagian belakang, jadi colt yang mempunyai bagian belakangnya berbentuk bak terbuka serta diberi jeruji besi di pinggir kiri kanan dan sebuah besi yang melintang di tengah. Jeruji besi tersebut mempunyai fungsi untuk melindungi keamanan saat kendaraan itu berjalan. Penumpang dapat berpegangan pada jeruji besi yang ada di pinggir kiri maupun kanan. Doplak juga untuk mengangkut hasil sawah dan hewan ternak untuk dijual menuju ke Pasar. Doplak merupakan alat transportasi yang sangat vital disana. Nama pasti mempunyai asal-usul, seperti kenapa dusun yang saya tempati itu diberi nama dusun Rowo. “Pada suatu pagi saya dan keluarga bapak Kadus berada di dapur sambil menyeduh teh hangat dan pisang goreng yang masih hangat. Mas Har adalah putera pertama bapak Kadus 1
bercerita sedikit tentang terjadinya Rowo. Pada tahun 1940 an, menurut sejarah Rowo terjadi karena pada saat masa penjajahan Belanda disini dipakai tempat pengungsian. Pertamanya, pengungsian ada di Kambangan dan kemudian ditempati oleh para tentara. Sebagian warga pindah untuk mengungsi di Rowo. Menurut kejadiannya, dahulu kala Rowo bekas sawah. Dan menurut legendan ceritanya, Ular suka hidup di Rowo.” Lain dengan cerita dari Pak Kadus yang mengatakan bahwa lahirnya Kyai Sareman tanpa pusar. Beliau lahir di dusun Tlagapakis sekitar jam 7-8 pagi. Sebelum Kyai Sareman lahir sudah ada Kyai Kesrak Mojosuto. Jenazah Kyai Kesrak dikubur di sembarang tempat yaitu di dusun Tlagapakis di tanah Pak Arjo. Goyangan kebo Sareman menghasilkan rowo. Kyai Sareman membuka rowo ini dengan membuat hutan serta membuka dusun Kambangan, Rowo, dan Tlagapakis. Masyarakat Rowo mempunyai kebudayaan yang bisa dibilang unik yaitu masyarakat Rowo terbiasa buang air besar di Sungai. Di dusun rowo hampir semua warga tidak mempunyai water close dan kamar mandi yang layak. “Tetapi saat saya tinggal beberapa pekan disana pada tahun 2008, sudah ada salah satu warga yang mempunyai kloset di dalam rumahnya yaitu rumah Pak Slamet. Beliau adalah adik Pak kadus saat itu. Rumahnya ada disamping rumah Pak Kadus. Kebetulan saya saat itu tinggal di rumah Pak Kadus. Saya sempat juga buang air besar di Rowo yaitu semacam kolam untuk ternak ikan Lele.” Di Rowo tersebut dibuat jamban yang terbuat dari bilik bambu untuk penutup kanan kiri badan. Untuk masalah air di Rowo tidak ada masalah. Sumber daya air sangat melimpah, sampai-sampai musim kemarau air pun juga masih melimpah. Tidak ada satupun masyarakat Rowo yang mempunyai sumur, karena mereka semua memanfaatkan air dari mata air pegunungan. Air disana jernih dan dingin sekali. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, air juda dimanfaatkan untuk budi daya ikan yang ada di kolam semacam rowo, pengairan sawah dan PLTA. Untuk masalah listrik, di Rowo belum memadai. Padahal listrik adalah kebutuhan pokok dan memainkan peran yang penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Saat ini
masih
banyak penduduk Indonesia tinggal di daerah yang tidak terjangkau jaringan listrik karena lokasi yang sangat sulit ditempuh, misalnya di Petungkriyono. Belum semua masyarakat memasang PLN, karena mahalnya biaya pemasangan. Mereka sudah merasa tercukupi dengan batuan kincir
2
air. Satu kincir biasanya digunakan oleh tiga kepala keluarga. Kincir air itu dibuat pertama kali oleh mahasiswa UGM pada tahun 1980-an. Potensi tenaga air besar yang berasal dari air terjun bias dimanfaatkan sebagai sumber energi alternative lain sebagai pembangkit tenaga listrik yang disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air. Daya listrik yang didapatkan berasal dari ketinggian air terjun dikombinasikan dengan volume per second flow dan gravitasi : Daya Listrik = Ketinggian x Folw x Gravitasi ( Sahabat Alam, 2008). Pembangkit listrik tenaga kincir air ini juga ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar. Kincir air dapat mengubah kehidupan desa Rowo menjadi lebih baik dan berkembang. Aktifitas pembangunan bisa terkonsentrasi dengan fasilitas listrik yang mendukung. Mutu kehidupan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat juga lebih baik yang mana energi memilki peranan yang sangat besar. Pola pemukiman masyarakat Rowo yaitu nuclear family. Jadi satu rumah rata-rata terdiri dari bapak, ibu, dan anak. Biasanya setelah menikah, mereka membuat rumah sendiri. Ada juga yang tetap tinggal serumah dengan orang tuanya meski sudah menikah, tetapi mereka membuat dapur sendiri. Jadi satu bangunan rumah mempunyai dua dapur. Jarak rumah antar rumah satu dengan rumah sebelahnya kira-kira hanya satu meter atau terpisahkan oleh jalan. Bangunan rumah hampir seragam, yaitu terbuat dari kayu atau bata-bata (Clifford Geertz, 1986). Dilihat dari struktur bangunan rumah mereka, masyarakat yang mempunyai struktur bangunan terbuat dari batu bata yaitu tergolong kelas ekonomi atas. Struktur bangunan yang terbuat dari kayu tergolong masyarakat kelas ekonomi bawah. Kondisi alam di Rowo sangat mempengaruhi struktur bangunan rumah yang dibangun berbentuk panggung bertiang yang terbuat dari kayu. Rata-rata rumah penduduk dibangun bertiang dengan jarak satu meter dari permukaan tanah. Selain untuk menghindari dari gangguan dan serangan binatang buas dan berbisa. Di sekitar Rowo masih terdapat hutan lebat yang di dalamnya banyak binatang buas. Misalnya saja harimau atau macan tutul dan bintang berbisa yaitu ular. Hutan belantara di Rowo yaitu sebagian besar berisi pohon kayu jati. Banyak petani yang memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi para masyarakat. Mata pencaharian di Rowo sebagian besar yaitu bertani, dan ternak sapi. Pada lahan
3
pertaninan disana banyak ditanami padi, cabe, loncang, ubi, jagung. Untuk ternak sapi, biasanya masyarakat Rowo memelihara sejak kecil. Terkadang yang dipelihara itu bukan hewan ternak sendiri, melainkan milik orang lain yang digaduhkan kepada mereka. Pada masyarakat petani disana, peran suami yang berkaitan dengan pekerjaan sawah yaitu menyangkul tanah, menyebar bibit peranan, menyabit padi, mengangkut potongan padi yang telah dikumpulkan oleh isteri atau perempuan lain yang bekerja membantunya. Selain itu juga mengangkut gabah ke tempat penyimpanan. Kegiatan selain bertani juga beternak dan berkebun. Ada pula yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pegawai. Untuk peran isteri yaitu biasanya pada pagi hari sekitar jam 09.00 mengantar nasi ke sawah untuk suaminya. Nasi dan sayur serta lauk pauk dimasukan ke dalam rantang. Ceret tidak lupa dibawa untuk air putih atau wedang teh. Isteri juga terkadang membantu para suami, apabila pekerjaan rumah sudah selesai semua. Misalnya, menanam benih padi, menyiangi tanaman padi, menjaga tanaman padi yang sedang berbuah dari gangguan burung-burung, menjemur padi, dan menumbuk padi. Claude Meillasoux menggambarkan masyarakat yang disebutnya masyarakat petani seperti yang masih menjadi ciri komuniti-komuniti pedesaan, dengan
ciri-ciri yaitu, 1)
penggunaan energi manusia dalam kerja pengolahan lahan, 2) penggunaan alat produksi individual yang memerlukan sedikit investasi tenaga kerja, 3) pembagian kerja non-metodik tapi lebih pada alokasi tugas-tugas antar anggota sel-sel reproduktif, 4) aksesibilitas pada lahan dan bahan mentah, dan 5) pemenuhan kebutuhan sendiri dalam arti komuniti memproduksi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan bekal ciri-ciri ini, Meillasoux membatasi petani sebagai orang yang hidup di lahan melalui kerja pertanian. Pengolahan lahan pertanian merupakan kegiatan dominan dalam arti menentukan semua organisasi sosial dalam komuniti serta mempengaruhi secara kuat kegiatan-kegiatan lain di luar pengolahann lahan (Meillasoux 1980: 160). Pada intinya, Meillasoux memasukkan semua komuniti sebagai komuniti petani selama adanya kegiatan produksi yang bertumpu pada pengolahan lahan. Definisi petani ini cukup memadai untuk memahami kegiatan produksi internal komuniti semata-mata dengan abai terhadap hubungan komuniti dengan satuan politik dan ekonomi yang lebih luas. Petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata
4
pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Secara umum, petani bertempat tinggal di pedesaan dan sebagian besar di antaranya, terutama yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kehidupan petani identik dengan kehidupan pedesaan. Petani dapat dibedakan menjadi dua konsep yaitu farmer dan peasant. Konsep mengenai farmer atau petani pengusaha adalah petani kaya yang memiliki tanah luas dan memiliki banyak buruh atau tenaga kerja yang bekerja untuk mendapatkan upah darinya. Hasil lahan pertaniannya terutama adalah untuk dijual. Pengolahan lahan sudah menggunakan peralatan teknologi modern, seperti mesin bajak, traktor, rice milling, dan lainlain. Sementara konsep mengenai peasant adalah petani kecil. Petani kecil ini merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ada beberapa ciri-ciri petani yang tergolong sebagai peasant yaitu mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten, dan kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dab pelayanan lainnya (Soekartawi 1986:1). Dua ciri yang menonjol pada peasant adalah kecilnya pemilikan dan penguasaan sumberdaya serta rendahnya pendapatan yang diterima. Berbeda dengan Menurut Marzali 1999, petani ditinjau dari proses perkembangan tingkat sosio-kultural masyarakat manusia, maka dapat dibagi dalam tiga ciri-ciri khusus. Pertama, secara umum petani berada di antara masyarakat primitif dan kota (moderen). Kedua, petani adalah masyarakat yang hidup menetap dalam komunitas pedesaan. Ketiga, dipandang dari sudut tipe produksi, termasuk di dalamnya teknologi dan mata pencaharian, maka petani berada pada tahap transisi antara petani primitif dan petani moderen (farmer). Petani primitif dan petani (peasant) perbedaannya pada teknologi yang digunakan. Petani primitif menggunakan peralatan sederhana seperti tugal dan golok, sedangkan petani (peasant) menggunakan cangkul (pacul), garu dan bajak. Perbedaan pada tingkat ini belum dipandang sebagai hal penting. Perbedaan penting adalah bagaimana hubungan kedua tipe petani itu dengan kota. Pada artikel Komunitas Petani dalam Paguyuban Tani Andalan Indonesia dikatakan setidaknya terdapat tiga konsep tentang petani yang pada umumnya masih berbeda. Pertama,
5
istilah petani menunjuk kepada penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apa pun kerjanya. Kedua, pandangan yang lebih terbatas dibanding konsep pertama, seperti dalam tulisan James C. Scott. Menurutnya definisi petani tidak mencakup seluruh penduduk pedesaan, tetapi hanya menunjuk kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Artinya petani adalah orang yang bercocok tanam (melakukan budidaya) di lahan pertanian (Scott, 1976). Ketiga, pandangan yang mengikuti Wolf, menurutnya petani adalah segolongan orang yang memiliki sekaligus menggarap lahan pertanian guna menghasilkan produk yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, bukan dijual (Wolf, 1985). Berbagai konsep petani tersebut, mengisyarakatkan bahwa petani tidak lepas dari komunitas. Istilah komunitas pun mempunyai makna beragam, setiap segi-segi pengertiannya mempunyai arti yang sama penting. Redfield dalam Koentjaraningrat (1990) mengatakan bahwa, umumnya antropolog memandang komunitas dari sudut pandang ekologis. Dari sudut pandang ini komunitas didefinisikan sebagai satuan sosial yang utuh dan terikat pada sistem ekologi yang bulat. Keterikatan pada tempat ini kemudian dikenal dengan sebutan kesatuan hidup setempat, yaitu yang lebih terikat pada ikatan tempat kehidupan daripada ikatan lain seperti kekerabatan, kepercayaan dan sejenisnya. Tinjauan aspek ekologis menekankan pada segi ruang (spasial) dari komunitas. Sehingga penting memperhatikan batas-batas ruang komunitas. Berkaitan dengah hal itu Sanders (1958) membagi komunitas menjadi empat tipe. Pertama, komunitas pedesaan yang terisolir dan relaltif mampu mencukupi kebutuhan sendiri. Kedua, komunitas kota kecil dan ketiga, komunitas urban serta yang keempat, sub-komunitas metropolitan. Dari keempat jenis komunitas tersebut, biasanya komunitas pedesaan yang banyak menarik perhatian. Umumnya hal ini dikarenakan komunitas pedesaan lebih memiliki sifat isolasi dan swadaya dibandingkan dengan komunitas lainnya. Keluarga Bapak Kadus Rowo merupakan keluarga luas karena terdiri dari 2 kepala keluarga, yaitu keluarga Bapak Kadus dan keluarga Mas Har. Mas Har yaitu putera kedua dari perkawinan bapak dan ibu Kadus. Keluarga luas adalah istilah kesatuan social atau kelompok yang terdiri dari semua orang laki-laki dan perempuan karena mempunyai ikatan keturunan atau perkawinan yang dihitung secara unilineal. Rumah Bapak Kadus dihuni oleh 6 manusia yaitu 2 pasang suami isteri, dan 2 anak dari hasil perkawinan puteranya. Tipe-tipe keluarga petani
6
kebanyakan dijumpai yaitu keluarga luas daripada keluarga inti dimana pekerjaan bercocok tanam
dan
pekerjaan-pekerjaan
kejuruan
yang
dilakukan
secara
sambilan
memang
memungkinkan dan memerlukan penggunaan tenaga kerja yang lebih bayak. Menurut Eric 1983, keluarga luas mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh keluarga inti, tetapi keluarga luas sendiri juga harus membayar untuk kelebihan-kelebihannya itu. Kelurga luas menimbulkan ketegangan-ketegangan yang tidak begitu nampak dalam keluarga inti. Pertama, ada ketegangan-ketegangan yang tidak dapat dielakkan antara generasi yang satu dengan generasi-generasi berikutnya, yang menyangkut masalah pengalihan peranan-peranan mengambil keputusan dalam rumah tangga. Perangkat ketegangan-ketegangan yang kedua adalah yang menyangkut hubungan di antara kakak dan adik. Ketgia, di dalam unit seperti itu ada ketegangan-ketegangan antara kaum lelaki dan kaum wanita. Kaum wanitanya biasanya berasal dari luar, dari keluarga-keluarga lain yang tinggal di unit-unit pertanian lain.
Sejarah ternak Sapi di Rowo Menurut Wikipedia, istilah "hewan" adalah sebutan bagi satu kelompok organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia atau Metazoa (satu jenis makhluk hidup di alam semesta). Istilah "ternak" , ditujukan kepada kelompok hewan selain unggas dan mamalia, yang dipelihara oleh manusia dan telah mengalami domestikasi, yaitu proses pengadopsian hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia. Pengertian sederhananya , domestikasi merupakan proses "penjinakan" yang dilakukan terhadap populasi (bukan individu) hewan liar, dengan cara: seleksi, pemuliaan (perbaikan keturunan), serta perubahan perilaku/sifat dari organisme yang menjadi objeknya. Sedangkan istilah "Sapi", diartikan sebagai satu jenis hewan liar di eropa, yang hidup sebelum tahun 1627. Hewan ini dahulu dikenal sebagai Auerochse atau Urochse, istilah dari bahasa jerman yang berarti "sapi kuno", (nama ilmiahnya adalah : Bos primigenius). Seiring berjalannya waktu, Auerochse perlahan-lahan mulai di-domestikasi oleh manusia sampai akhirnya dapat dipelihara. Keturunan dari Auerochse inilah yang nantinya disebut sebagai "sapi" dan diternakkan di tempat khusus (tidak dibiarkan berkelana di alam terbuka), dan hasilnya digunakan sebagai sumber bahan pangan, (susu dan daging) 7
sumber bahan baku industri
(kulit,tulang, tanduk), atau sebagai pembantu pekerjaan manusia, seperti membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak Meskipun banyak jenisnya, sapi digolongkan menjadi satu spesies, anggota dari familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Bovinae mencakup berbagai kelompok hewan, yang tersebar di 10 genus hewan berkuku jari berukuran medium hingga besar. Selain sapi, yang termasuk dalam subfamilia ini adalah : bison, kerbau air, yak, dan antelope. Spesies ini hadir melalui proses evolusi selama 5-8 juta tahun, yang kemudian menyebar. Kelompok pertama yang menyebar adalah kerbau, lalu banteng, bison, dan yak. Istilah "peternakan" ditujukan kepada "usaha" pemeliharaan ternak, yang merupakan bagian dari kegiatan pertanian. Di seluruh dunia, jenis hewan yang diternakkan ada berbagai macam, tergantung pada faktor -faktor seperti iklim, permintaan konsumen, daerah asal, budaya lokal, dan topografi. Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Peternakan sapi di Rowo sudah dikembangkan sejak dulu kala. Dengan modal awal hanya sebagai buruh / merawat sapi milik orang lain, orang sini menyebutnya nggaduh. Sistem yang terjadi disini apabila kita menggaduh 1 sapi hingga besar, lalu dituker dengan 2 pedet / anak sapi dan kita mendapat upah ½ sapi. Sapi yang 1 dikembalikan oleh pemilik sapi tersebut dan 1 sapinya dirawat kita hingga besar agar bisa dituker 2 pedet. Jika sudah begitu, kita akan mendapat 1 sapi. Selain itu ada juga yang memperoleh sapi dengan membeli / warisan dari orangtua. Di dusun Rowo umumnya mendapatkan sapi dari bekerja menjadi buruh sapi. Hampir 100% warga Rowo merawat sapi dan dijadikan sebagai aset kekayaan. Untuk saat ini, harga sapi besar sekitar 8 jutaan. Warga sini umumnya merawat sapi jenis simmental atau sering disebut metal, tetapi ada juga 1 / 2 orang yang merawat sapi jawa. Hal ini dikarenakan harga sapi metal di pasaran lebih mahal dan memiliki selisih harga 1 hingga 2 juta daripada sapi jawa. Di dusun Rowo sapi yang besar tidak dijual, tetapi dikenal dengan istilah dilambang, yaitu sapi yang besar dan dianggap memenuhi syarat umur 2 tahun atau lebih dapat dituker hingga 2 pedhet umur 5 bulan dengan kisaran harga 4 jutaan. Selain proses lambang, sapi juga dijual sendiri di Pasar.
8
Namun hal ini memerlukan uang yang banyak untuk menyewa doplak sekitar 250 ribu sekali jalan. Penjualan sapi digelar di Pasar Tambaan, Banjarnegara dan di Kajen. Pasar Hewan Banjarnegara yang berada di Desa Petambakan, Kecamatan Madukara, menjadi daerah tujuan pembeli hewan ternak dari berbagai daerah. Setiap hari pasaran yang biasanya jatuh pada Senin, Selasa, dan Jumat. Pada setiap hari pasaran, hewan yang didatangkan ke pasar itu bisa mencapai 500 ekor sapi dan 300 ekor kambing. Setengah dari jumlah itu biasanya terjual. Kebanyakan didatangkan dari sejumlah kecamatan di Banjarnegara saja, sedangkan para pembelinya banyak dari kabupaten tetangga, seperti Wonosobo, Banyumas, Kebumen, Cilacap, dan Purbalingga. Pak Kadus bercerita suasana di Pasar Hewan, arus lalu lintas di jalan raya BanjarnegaraKarangkobar yang tepat berada di muka pasar tersebut menjadi macet. Apalagi pada saat hari pasaran yang ramai, kemacetan di jalur tersebut kerap merepotkan. Meski kemacetan yang terjadi tidak terlalu lama, terus terang suasana yang seperti itu membuat kenyamanan para penjual dan pembeli sedikit terganggu. Jika datangnya terlalu siang, doplak kami terpaksa parkir di kanan kiri jalan. Kendaraan pikap bak terbuka yang sering disebut dengan doplak berbagai ukuran dan truk yang pengangkut hewan ternak sapi dan kambing tidak bisa ditampung di area parkir pasar tersebut. Lahan parkir yang telah disediakan ternyata hanya cukup untuk sekitar 30 armada truk dan doplak. Padahal, jika pada hari pasaran tiba, jumlah kendaraan yang datang bias hingga mencapai 140 armada. Area parkir memang sebuah fasilitas penunjang bagi masyarakat yang berkunjung ke pasar hewan. Pengunjung semakin nyaman memanfaatkan pasar hewan, jika kendaraan yang dibawa bisa diparkir dengan aman. Apalagi, para pembeli tak sedikit yang berasal dari luar kota. Biasanya rombongan Pak Kadus berangkat dari Rowo menuju ke Pasar Kewan pukul 04.00 pagi atau lebih tepatnya setelah mereka selesai menunaikan ibadah solat Subuh. Jenis-jenis sapi antara lain yaitu metal, rambon, basrah, jawa, kobis, sarrol, blandong, dan jawa wetan. Ada 5 jenis sapi unggulan yaitu metal, sarolis, brahman, kobis, dan brangus. Dikalangan peternak populer dengan nama sapi metal , padahal sapi tersebut bernama asli Simmental. Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus, berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan
9
tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagianmuka dan lutut kebawah serta ujung ekor ber warna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800 kg. Secara genetik, sapi Simmental atau Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi danmetabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur. Proses perawatan sapi warga di dusun Rowo ini bekerja sama dengan perhutani yang bersifat mutualisme atau saling menguntungkan. Hal ini ditunjukan melalui pihak perhutani memberikan lahan untuk ditanami rumput gajah sebagai makanan sapi, sedangkan pihak perhutani mendapatkan keuntungan dari dirawatnya hutan pinus pemerintah. Para peternak mencari makan hewan ternaknya dimasing-masing lahan. Makanan sapi selain rumput gajah biasanya juga diberi kombor ( campuran dari katul, air, garam, dan ketela ). Bahkan pada saat musim kering damen juga diberikan sebagai makanan ternak. Pemberian Pakan Anak Sapi atau Pedet diharapkan semaksimal mungkin mendapatkan asupan nutrisi yang optimal. Nutrisi yang baik pada saat masih pedet akan memberikan nilai positif saat lepas sapih, dara dan siap jadi bibit yang prima. Sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Menurut Imron 2009, untuk dapat melaksanakan program pemberian pakan pada pedet, ada baiknya kita harus memahami dulu susunan dan perkembangan alat pencernaan anak sapi. Perkembangan alat pencernaan ini yang akan menuntun bagaimana langkah-langkah pemberian pakan yang benar. Sejak lahir anak sapi telah mempunyai 4 bagian perut, yaitu : Rumen (perut handuk), Retikulum (perut jala), Omasum (perut buku) dan Abomasum (perut sejati). Pada awalnya saat sapi itu lahir hanya abomasum yang telah berfungsi, kapasitas abomasum sekitar 60 % dan menjadi 8 % bila nantinya telah dewasa. Sebaliknya untuk rumen semula 25 % berubah menjadi 80 % saat dewasa. Waktu kecil pedet hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan secara bertahap anak sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah serat kasar dan bertekstur lembut) dan selanjutnya belajar menkonsumsi rumput. Selain itu diberikan juga vitamin ( obat ) untuk memberikan hasil yang terbaik dalam
10
masa pertumbuhan, biasanya diberi vitamin sanbe dan kalbasen. Proses pemberian vitamin, tablet vitamin dihaluskan dan dimasukan ke dalam putren / jagung muda lalu diberikan sapi untuk dimakankan. Harga setiap tablet vitamin yaitu 5 ribu, sedangkan harga katul untuk mengombor diperkirakan Rp 200/kg. Katul biasanya dibei ditempat penggilingan beras. Apabila sapi sakit dapat diperiksa oleh mantri sapi yang bernama Mawardi dan bertempat tinggal diMuddal. Biasanya penyakit pada sapi yaitu Jembrana. Ciri-ciri sapi yang terkena penyakit ini adalah keluarnya lender dari hidung dalam jumlah berlebihan. Pada awalnya lender encer, tetapi lama kelamaan mengental. Penyakit ini disebabkan virus, sehingga bisa menular sapi yang lainnya dan jika tidak ditangani dengan cepat bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini umumnya menyerang sapi –sapi yang kondisi tubuhnya yang lemah. Pada sapi-sapi yang kondisinya baik, penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya. Jadi untuk sapi yang sakit sebaiknya ditempatkan pada kandang sendiri, tidak digabung dengan sapi yang sehat lainnya. Untuk pencegahannya, bias dilakukan vaksinasi oleh Pak Mantri. Seekor hewan mengutarakan kesakitannya dengan bermacam-macam sikap sakit. Misalnya pada kaki. Kata Pak Slamet, “sikil sapi nggih saged pincang. Kadang nggeh madarane ingkang sakit, mangeh ngoten sapi gelisah ubek dewe ngoten tapi ubek e niku lungguh nek mboten nggih teturon. Sapi nggih saged mumet, mangek sapine lemes trs ngoten.” Pada suatu hari tepatnya pada pagi hari, saya ikut Pak Slamet ke kandang sapi. Pak Slamet memeliki 2 ekor sapi yaitu sapi semental dan sapi jawa. Yang sapi semental berkelamin jantan dan berumur 7 bulan jika dijual seharga 4,5juta. Dan yang sapi jawa berkelamin betina dan juga berumur 7 bulan, tetapi jika dijual hanya seharga 3,5 juta. Kedua sapi milik Pak Slamet tersebut masih tergolong “pedet”. Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari lahir hingga disapih merupakan bagian penting dalam kelangsungan suatu usaha peternakan sapi perah. Kesalahan dalam penanganan dan pemeliharaan pada pedet muda dengan umur 0-3 minggu dapat menyebabkan pedet mati lemas saat lahir, lemah, infeksi dan sulit dibesarkan. Manajemen pemeliharaan pedet yang optimal sejak lahir sangat diperlukan untuk memperoleh sapi yang mempunyai produksi dan produktifitas yang tinggi yang siap
11
menggantikan sapi yang sudah tidak berproduksi lagi, baik sebagai induk maupun pemacek. Pemeliharaan pedet mulai dari penanganan kelahiran, pemberian identitas, pola pemberian pakan, pemantauan terhadap pertumbuhan dan pertambahan bobot badan, pencegahan dan penanganan terhadap penyakit, serta kebersihan dan fasilitas kandang hingga pedet berumur 8 bulan, sangat mempengaruhi keberhasilan tercapainya pedet sebagai calon bibit unggul pada usaha ternak. Menurut Muljana (1996), pedet yang harus dipelihara terus setiap tahunnya untuk peremajaan adalah 30% dari jumlah populasi induk. Badan kedua sapi milik Pak Salmet yaitu badan sapi semental lebih besar daripada badan sapi jawa. Besar kurusnya sapi terjadi oleh bermacam-macam sebab antara lain yaitu makanan yang kurang, makanan yang bermutu rendah, adanya penyakit pencernaan. Kulit sapi semental bewarna kuning, sedangkan sapi jawa bewarna putih. Kandang sapi milik Pak Slamet tertutup dan semua kandang sapi di dusun Rowo memang tertutup, karena menghindar dari lalat. Lalat dapat menyebabkan sapi bergerak-gerak, orang sini menyebutnya gigar. Di dalam kandang sapi juga ada marmut. Waktu pemberian makan sapi yaitu sehari 2x. Pertama jam 06.00 pagi dan yang kedua jam 11.00 siang. Porsi makan sapi 1 pikul atau rembat keranjang rumput untuk sekali makan. Porsi minum sapi, 1 ember air untuk 1 hari, biasanya pada jam 11.00 siang setelah makan jam kedua. Biasanya setelah makan atau sapi kenyang, sapi tersebut melet-melet dan orang sini menyebutnya gayem. Sapi mengeluarkan kotoran 1 hari 5x. Tetapi kadang masyarakat setempat memanfaatkan hutan jati yang ada di sekitar wilayahnya untuk pangan hewan ternaknya. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pangan. Walaupun para masyarakat kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh masyarakat untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Misalnya, mencari kayu jati di dalam hutan tersebut yang gunanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sapi memiliki banyak fungsi, bahkan hingga kotorannya. Ternyata kotoran sapi pun menguntungkan. Salah satu cara meningkatkan hasil pertanian dengan mengurangi biaya produksi pertanian. Dengan menghemat pengeluaran, hasil yang diperoleh otomatis akan
12
meningkat. Misalnya, tlenong sapi bisa dijadikan rabuk ( pupuk kandang ), sedangkan air seni sapi juga dapat menjadi obat mujarab bagi kesuburan tanaman cabe dan lainnya. Dari kotoran ini juga dapat menghasilkan uang apabila dijual. Biasanya kotoran sapi ( rabuk ) dapat dijual kepada petani dengan harga 100 ribu hingga 150 ribu/ kandang. Penggunaan pupuk kandang sudah cukup lama di identikkan dengan keberhasilan program pemupukan dan pertanian berkelanjutan. Hal ini tidak hanya karena dapat memasok bahan organik, tetapi karena berasosiasi dengan tanaman pakan, yang pada umumnya meningkatkan perlindungan dan konservasi tanah. Kondisi ekonomi yang cukup berat bagi petani disatu pihak dan usaha mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah di pihak lain. Disini petani diharuskan mempertimbangkan kembali semua bentuk pembenah organik yang tersedia setempat, yaitu pupuk kandang.
13
Pemakaian pupuk pada waktu yang bersamaan, misalnya pada awal musim hujan oleh petani, mengakibatkan sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga sebagian petani tidak sanggup membeli, akibatnya tanaman tidak dipupuk, produksi tidak optimal. Perlu ada trobosan guna untuk mengurangi biaya produksi pertanian, salah satu diantaranya adalah pembuatan pupuk kandang. Memanfatkan limbah pertanian untuk digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk kandang seperti jerami, daun-daunan, rumput, kulit kopi, serbuk gergaji, bahan tersebut mudah didapat dan tersedia dilahan pertanian. Teknik pembuatan pupuk kandang ada 2 macam yaitu teknik pembuatan terbuka dan tertutup. Pada masyarakat Rowo menggunakan teknik pembuatan pupuk terbuka. Ada beberapa langkah untuk membuat pupuk kandang secara terbuka yaitu tentukan suatu lokasi di dekat kandang sebagai tempat pembuatan pupuk kandang kemudian tempat tersebut dibersihkan, tempat kotoran sapi dibuat berbentuk segi empat atau persegi panjang sesuai dengan kebutuhan, buat galangan dari tanah di sekeliling tempat pembuatan pupuk kandang untuk mencegah masuknya air atau rembesan air ke dalam tumpukan kotoran sapi, buat naungan sederhana berupa atap dari bahan yang murah seperti daun rumbia atau dedaunan kering lainnya untuk mencegah masuknya air dari atas pada waktu hujan, kotoran sapi dan sisa pakan ditimbun ke dalam tempat kompos yang telah disediakan, dan terkahir pupuk kandang dibiarkan selama sekitar 3 bulan dan setelah itu barulah digunakan untuk memupuk tanaman. Kotoran ternak sapi selain dapat dibuat pupuk juga bisa dijadikan abu terlebih dahulu, sebelumnya dilakukan pengeringan dan pembakaran. Misalnya pada tanaman padi adakalanya tumbuh tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Kondisi pertumbuhannya kerdil, tidak merata, belum masa panen daun telah berwarna kuning, bercak-bercak coklat dan akhirnya mati. Kondisi tanaman padi tersebut mirip dengan gejala kekurangan unsur nitrogen, keracunan zat besi, ataupun mirip terserang suatu penyakit, maka kondisi seperti tersebut sangat merugikan petani Walaupun berbagai perlakuan telah dicoba, yaitu pemupukan sesuai jenis, waktu, dosis sesuai anjuran serta pengaturan pengairan, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Keadaan tersebut dapat dikendalikan dengan cara dari persemaian atau mulai awal tanam oleh petani, yaitu dengan
14
melakukan pemberian abu dari kotoran ternak sapi. Pembakaran kotoran sapi dikatakan berhasil jika sudah berubah bentuk menjadi abu berwarna putih. Setelah dingin abu hasil bakaran segera dikemas dalam sak untuk menghindari kehilangan abu oleh tiupan angin. Manfaat dan kegunaan pupuk abu, jika penampilan tanaman padi daunnya menguning walupun pupuk buatan telah diberikan sesuai rekomendasi, dengan solusi pupuk abu kotoran ternak sapi membuat tanaman padi hijau kembali. Kalau penampilan tanaman padi normal walupun pupuk buatan telah diberikan dan ditambah dengan pupuk abu, penampilan tanaman padi semakin baik. Cara penggunaan abu yaitu pemberian abu pada tanaman padi dapat dilakukan saat awal tanam atau pada persemaian dengan cara disebar. Pemberian cukup hanya dilakukan satu kali saja pada lahan yang telah siap ditanami. Kondisi tanah yang baik untuk disebar abu adalah macak-macak dan dipastikan selama dua hari setelah pemberian abu kondisi air tidak mengalir. Untuk sistem perkandangan yaitu Pedet yang lahir dalam kondisi sehat serta induk sehat di satukan dalam kandang bersama dengan induk, diberi sekat agar pergerakan pedet terbatas. Diharapkan pedet mendapat susu secara ad libitum, sehingga nutrisinya terpenuhi. Selain itu pedet dapat mulai mengenal pakan yang dikonsumsi induk yang kelak akan menjadi pakan hariannya pedet tersebut setelah lepas sapih. Perlakuan ini haruslah dalam pengawasan yang baik sehingga dapat mengurangi kecelakaan baik pada pedet atau induk. Bagi pedet yang sakit, pedet dipisah dari induk dan dalam perawatan sampai sembuh sehingga pedet siap kembali di satukan dengan induk atau induk lain yang masih menyusui. Selama pedet dalam perawatan susu diberikan oleh peternak sesuai dengan umur dan berat badan (Imron, 2009).
Sapi dan tabungan masa depan Disini sapi tidak digunakan untuk membajak, karena sawah disini masih dipacul dikerjakan secara manual. Sapi biasanya laku keras saat bulan Dzulkaedah, Ramadhan, dan Syawal. Harga sapi melambung tinggi pada bulan itu. Biasanya orang banyak mencari jenis sapi Jawa yang berkulit putih, berkelamin laki-laki. Karena dagingnya lebih enak daripada sapi semental dan harganya lebih murah. Bibit sapi yang unggul dapat dilihat dari bentuk tubuhnya yaitu panjang, tinggi, igonya kuwung tidak nglempet jadi sapi glinding, bulunya mepet ( jika 15
kulitnya putih ya putih mulus ), dan jika diberi makan rumput langsung makan. Adapun manfaat kulit sapi yaitu berguna untuk membuat sepatu. Harga jual kulit sapi 25ribu/kg. Biasanya 1 kulit sapi Jawa beratnya 10 kg, sedangkan kulit sapi Semental beratya 30 kg. Pembersihan kandang jika musim hujan sisa makanan rumput dibiarkan digunakan sebagai alas sapi saat tidur agar kulit sapi tetap bersih. Dan jika musim kemarau sisa makanan rumput sapi dibuang dan kulit sapi dibersihkan dengan cara disikat atau digosok. Sapi bersura jika laper. Untuk sapi berkelamin betina bersuara saat sedang birahi minta kawin. Sapi tersebut mogok makan dan bergerak terus selama 2 hari bisa juga lebih. Sapi merupakan aset kehidupan penting bagi warga Rowo. Selain sebagai tabungan atau aset kekayaan dapat juga digunakan warga Rowo untuk modal hajatan dan pembangunan rumah. Pemilikan sapi di Rowo hingga 100 ekor sapi lebih. Misalnya pada keluarga Pak Kadus yaitu saat hajatan dan pembangunan rumah pada anak pertamanya, modalnya dari kepemilikan sapi. Jadi saat itu juga sapi dijual untuk mendapatkan uang untuk modal tersebut. Bagi sebagian orang bentuk investasi tidak hanya harus membeli reksadana, saham ataupun membuka deposito di bank. Ada bentuk-bentuk investasi lain yang juga diminati masyarakat seperi menaruhnya dalam bentuk emas maupun tanah, namun bagi sebagian warga di pedesaan, investasi yang paling menjanjikan adalah dengan beternak sapi. Sapi memang dapat menjadi sebuah investasi yang menggiurkan, Sebagian dari masyarakat yang beternak sapi, selain sebuah aktivitas hobi juga sebagian merupakan sebuah investasi jangka panjang karena nilainya yang bisa terus bertambah. Di beberapa daerah, seperti Rowo, jumlah sapi yang dimiliki seseorang menentukan status sosial dalam masyarakatnya. Situasi seperti ini bisa dimengerti mengingat harga seekor sapi cukup tinggi. Di Rowo harga sapi dittentukan dengan kualitas sapi dan berat badannya. Masyarakat Rowo memang menekuni dalam hal beternak sapi, karena kekayaan mereka ada di kuantitas sapi yaitu banyak sedikitnya sapi yang dimilikinya. Tanggung jawab atas sapi yang dirawatnya sangat besar, baik itu sapi dari warisan orang tua, milik sendiri, atau milik orang lain. Umumnya masyarakat sana apabila meninggal tidak meninggalkan harta berbentuk uang, tetapi meninggalkan sapi untuk anak-anaknya. Setiap pergantian generasi tua oleh seorang anggota dari generasi baru dapat menancam 16
eksistensi rumahtangga petani dalam susunannya yang lama. Maka ada aturan-aturan khusus yang mengatur pergantian itu. Yang sangat penting yaitu aturan-aturan mengenai warisan, yang mengatur peralihan sumber-sumber daya dan penguasaan atasnya dari generasi tua ke generasi muda. Pada dasarnya ada dua sitem waris. Pertama yaitu system waris yang menyangkut pengalihan sumber-smber daya kepada ahli waris tunggal, atau (system warisan yang tidak dapat dibagi). Kedua, system-sistem waris yang menyangkut lebih dari satu orang ahli waris, yang dinamakan system warisan yang dapat dibagi (Wolf 1983:125). Harta warisan adalah harta yang berasal dari orang tua dan tetap menjadi milik suami atau isteri itu masing-masing. Harta bisa berbentuk uang atau benda. Di Rowo warisan yaitu berupa sapi, anaknya pasti diberi sapi untuk pawitan atau modal awal. Sapi tersebut untuk dirawat agar berlipat ganda atau dijual dan uangnya untuk membuat rumah atau beli tanah. Pak Kadus mempunyai 1 sapi yaitu sapi Semental berkelamin laki-laki dan berumur 5 bulan. Modal awal diberi orangtua dan beli sendiri. Pertama beli harga 100ribu pada tahun 80an yaitu pedhet yang bibitnya unggul, jika sekarang harganya sekitar 6 jutaan. Sebagian besar masyarakat Rowo menjadikan sapi sebagai investasi atau tabungan. Tetapi mereka sendiri tidak tahu apabila sapi itu salah satu investasi dalam hidupnya. Seperti itu harap maklum, karena mereka masyarakat yang tinggal di daerah agak terisolir tidak banyak tahu tentang istilah macam begitu. Namun masyarakat sana menyebutnya dengan kegiatan jaga-jaga, mereka belum mengenal istilah “investasi”. Minimalnya pengetahuan yang mereka punya susah akan mengerti apa itu investasi. Tidak semua masyarakat Rowo memiliki tabungan di Bank. Akses untuk menuju ke Bank saja kurang memadai bahkan bisa dikatakan susah. Adanya investasi yang berupa sapi saja sudah bagus untuk menunjang kehidupan mereka. Investasi yang mereka miliki merupakan tabungan atau simpanan praktis, karena berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari mereka yaitu memelihara sapi untuk memenuhi kebutuhan yang mendadak. Mereka menebutnya dengan jagijagi menawi sewanci-wanci mbetahaken arto. Seperti penggalan perbincangan saya dengan Pak Kadus : Saya
: sapi dingge tabungan nggeh pak ? (sapi digunakan tabungan ya pak)
Pak Kadus
:mboten mbk, Sapi niku dingge jagi-jagi menawi sewanci-wanci mbetahaken arto 17
(tidak mbk, Sapi itu digunakan untuk jaga-jaga apabila sewaktu-waktu butuh uang) Penggalan diatas menujukkan bahwa masyarakat Rowo ketika menghadapi kebutuhan yang mendadak dan memerlukan uang dalam jumlah yang lumayan banyak, mereka akan menjual hewan ternaknya yaitu sapi. Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen” Investasi adalah sebagai pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi,1997:248). Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa investasi yang dilakukan memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya demi berjalannya operasional. Jadi sapi yang mereka pelihara itu sebagai tabungan yang akan mereka jual ketika mereka butuh uang. Misalnya, pada tahun ajaran baru. Mereka akan menjual sapinya dengan harga yang lebih murah, karena harus mengeluarkan uang untuk membayar uang sekolah anaknya. Berbeda ketika mereka akan membeli sapi yaitu dengan harga yang lebih mahal, karena petani membutuhkan hewan ternak untuk kembali mereka jadikan tabungan atau investasi. Proses pembelian dilakukan ketika urusan pembayaran uang sekolah lunas terbayar.
Sistem gaduh sebagai pemerataan kekayaan Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang bertujuan untuk mencapai suatu kondisi peternakan yang tangguh, yang dicirikan dengan kemampuan mensejahterakan para petani peternak dan kemampuannya dalam mendorong pertumbuhan sektor terkait secara keseluruhannya. Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Peternakan yang tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemauan yang kuat dari peternak itu sendiri agar mencapai tujuan yang diinginkan. Keberhasilan yang ingin dicapai akan memacu motivasi peternak untuk terus berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus dan bahkan bisa menjadi mata pencaharian utama. Usaha ternak sapi dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontibusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, 18
hal ini dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumuhan berat badan ternak dan tambahan pendapatan keluarga. Salah satu upaya untuk mempercepat proses pembangunan peternakan khususnya untuk menaikan hasil perekonomian di dusun Rowo adalah melalui program penyebaran pengembangan hewan ternak kepada para peternak, dengan sistem yang dianut yaitu pola gaduhan yang diarahkan kepada pemilikan ternak, sesuai dengan SK Mentri Pertanian No.146/Kpts/HK.050.2/93, tentang pedoman umum pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah. Melalaui kebijakan ini, populasi dan produksi hasil ternak diharapkan dapat meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak di Rowo. Khususnya di desa Rowo, beternak sapi sudah merupakan kegiatan turun-temurun. Sumberdaya alamnya juga mendukung kegiatan beternak sapi, seperti tersedianya padang penggembalaan serta limbah tanaman sayuran seperti loncang, ko, dan umbi-umbian. Selain diberi hijauan, selama penggemukan 14 bulan, ternak sapi juga diberi dedak, ampas tahu, maupun konsentrat buatan pabrik. Garam dapur, daun serai, ubi, batang jagung, dan batang pisang juga diberikan sebagai campuran pakan. Setiap 3 bulan sekali, sapi diberi satu bungkus obat nafsu makan “Gayemi” isi 15 gram, dan 5 butir minyak ikan untuk menambah nafsu makan, vitamin 1 pak isi 3 butir dan obat cacing “Canxecan”. Ini menunjukkan bahwa peternak sangat berpengalaman dalam memelihara sapi. Setiap pemodal menggaduhkan sapi kepada peternak yang sudah dikenal baik. Dari sisi peternak, sistem gaduh dapat menambah pendapatan, mengisi waktu luang dengan kegiatan hobi yang sudah turun-temurun tanpa harus me-nyediakan modal. Dari sisi pemodal, sistem gaduh juga dapat menambah pendapatan, dan menopang usaha utamanya sebagai pedagang daging di pasar. Pada awal kerjasama gaduhan, telah disepakati beberapa persyaratan antara lain yaitu seluruh biaya penggemukan ditanggung peternak, mulai dari biaya kandang, penyediaan hijauan, pakan konsentrat sampai kepada obat-obatan, pemilik modal menyediakan sapi yang akan digemukkan, dan memasarkan sapi hasil penggemukan, dan peternak pengganduh memperoleh bagian antara 50% sampai 60% dari nilai tambah sapi selama penggemukan, dan sisanya menjadi bagian yang diterima pemilik modal. Kegiatan penyebaran ternak merupakan kegiatan yang saling 19
terkait dan terus-menerus. Hasil keturunan ternak gaduhan disebarkan kembali kepada peternak, sehingga jumalah peternak penggaduh secara konseptual akan terus bertambah. Di Petungkriyono ada dua jenis bentuk gaduh. Cara yang pertama adalah upah yang diterima oleh pemelihara sapi dari pemilik sapi adalah berbentuk uang. Misalnya, A mempunyai sapi dengan harga 5 juta rupiah dan pihak B adalah pemeliharanya. Setelah setengah tahun kemudian sapi tersebut sudar besar dan dijual dengan harga 7 juta rupiah. Uang modal sebanyak 4 juta rupiah diserahkan kepada si A, kemudian keuntungan 2 juta rupiah tersebut dibagi sama rata antara A dan B, A 1 juta dan B 1 juta. Sedangkan cara yang kedua, bentuk upah yang diterima oleh pemelihara sapi dalam bentuk sapi. Misalnya, A mempunyai sapi (x) kemudian dipelihara oleh B. Setelah satu tahun lebih sapi (x) beranak (xx). Satu tahun kemudian sapi (x) mempunyai anak (xxx) dan sapi (xx) mempunyai anak (xxxx). Sapi (x), (xxx), dan (xxxx) adalah hak si A sedangkan upah merawat bagi si B adalah sapi (xx) (Igih 2009 : 217). Cara yang kedua ini apabila dihitung secara rupiah akan muncul hasil sebagai berikut : Tafsiran keuntungan tunai yang diperoleh pemilik sapi: Sapi awal (X) tidak dihitung karena terhitung modal awal pemilik Sapi ketiga (XXX)
Rp 6.000.000,-
Sapi keempat (XXXX)
Rp 6.000.000.-
Keuntungan Bruto
Rp 12.000.000.-
Biaya kawin suntik @ Rp 100.000.- X 3
Rp
Keuntungan netto
300.000,-
Rp 11.700.000,-
Tafsir keuntungan yang diperoleh perawat sapi: Sapi kedua (XX)
Rp 6.000.000.-
Kedua cara itu apabila dibandingkan antara cara yang pertama dan cara yang kedua, memang berbeda. Bedanya yaitu terdapat pada selisihnya. Sesuai dengan hukum ekonomi, 20
semakin lama waktu kita berinvestasi, semakin banyak pula hasil investasi kita. Beberapa Pengembangan
pengertian Ternak
di
dalam
Pemerintah
buku
Petunjuk
(SK
Pelaksanaan
Direktorat
Penyebaran
Jendral
dan
Peternakan
No.50/HK.050/KPST/2/93 Tahun 1993), yang dimaksud dengan sistem gaduhan adalah sistem penyebaran ternak dari pemerintah kepada ternak dari pemerintah kepada peternak dan dalam kurun waktu tertentu, maka peternak harus mengembalikan ternak pengganti hasil keturunan dari ternak yang pernah diberikan kepadanya dan tidak dinilai dengan uang. Penggaduh adalah peternak yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu memelihara ternak gaduhan. Ternak pokok adalah ternak bibit yang diserahkan kepada penggaduh untuk dikembangbiakan. Ternak setoran adalah ternak keturunan hasil pengembangan ternak dari pemerintah yang diserahkan oleh penggaduh sebagai kewajiban pengembalian gaduhan sesuai peraturan. Salah satu sistem permodalan usaha ternak yang ada di tengah-tengah masayarakat di mana pemodal memberikan sejumlah modal yaitu berupa uang maupun hewan ternak kepada pengelola dan nanti kalau ada keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan atau perjanjian bersama. Sistem bagi hasil seringkali menimbulkan permasalahan dalam prakteknya karena ada salah satu pihak yang berusaha berlaku curang. Sistem bagi hasil lebih mengedepankan sikap saling percaya akan tetapi untuk zaman sekarang rasanya sulit menemukan kerjasama dengan sistem tersebut karena semakin menipisnya rasa kepercayaan. Kami menyarankan kepada pihak pemodal kalau memilih kerjasama dengan sistem bagi hasil untuk selalu memantau perkembangan usaha minimal satu bulan sekali. Tidak mengapa anda dikatakan sebagai orang yang tidak gampang percaya kepada orang lain daripada modal kita dan tak tahu jalan penyelesaiannya. Keuntungan yang diperoleh dari usaha peternakan tidak hanya sekedar keuntungan ekonomi dalam bentuk uang cash. Dari segi lingkungan usaha peternakan sapi ikut melestarikan lingkungan karenamenghasilkan pupuk organik yang berguna bagi rehabilitasi lahan. Dari segi sosial, usaha peternakan sapi ikut menyerap tenaga kerja dan menyediakan daging sumber protein yang sangat dibutuhkan bagi perbaikan kualitas umberdaya manusia. Dari segi religi, peternakan sapi ikut menyediakan hewan kurban yang sangat diperlukan umat Muslim. Oleh karena itu, ada ataupun tidak ada program pemerintah untuk mengembangkan peternakan sapi,
21
masyarakat Rowo memiliki kewajiban untuk melestarikan usaha peternakan sapi, baik terjun langsung sebagai peternak, atau melalui sistem bagi hasil. Seiring berjalannya waktu, kehidupan masyarakat Rowo semakin membaik. Dalam artian khusunya dari segi ekonomi, kekayaan yang dimilikinya semakin meningkat. Misalnya, apabila rajin dalam merawat sapi milik orang. Sedikit demi sedikit upah hasil gaduh dikumpulkan dan akhirnya menjadi seekor sapi.
KESIMPULAN Peternakan dan pertanian apabila digabungkan akan mendapat hasil yang cukup bagus kenapa karena peternakan dan pertanian bisa berinteraksi dan saling mendukung mungkin bisa juga di sebut simbiosis mutualisme hubungan yang saling menguntungkan karena dengan pertanian secara otomatis akan menghasilkan pakan ternak yang melimpah baik dalam bentuk rumput dan biji-bijian yang dapat di gunakan sebagai makanan ternak, sedangkan dengan memelihara ternak sapi ini secara otomatis disamping mendapatkan hasil dari penjualan ternak kita juga mendapatkan kotoran yang dapat digunakan untuk pupuk kandang sehingga petani dapat menekan biaya produksi untuk pembelian pupuk kimia. Tetapi sebagai kendala didaerah Rowo masih banyak yang tidak mampu membeli ternak denga harga yang relatif tinggi dulu di Rowo pernah terlaksana program yang cukup membuat warga masyarakat lega dengan system bantuan dari Pemerintah yaitu sistem gaduh sapi seorang petani yang tidak mempunyai sapi di beri sapi indukan dari pemerintah yang siap untuk beranak tetapi dengan syarat setelah sapi itu beranak maka indukan itu di serahkan kepada petani lain yang belum mempunyai ternak sedangkan anak dari indukan itu menjadi hak milik bagi petani tersebut dan itu berjalan terus menerus sehingga seluruh warga di kampung itu akan mendapatkan semua. Program-program yang seperti inilah yang diharapkan sehingga masyarakat tidak malas untuk berusaha, menjadikan mutifasi untuk membangun masyarakat yan adil dan makmur.
22
Daftar Pustaka Geertz, Clifford.1986 Mojokuto: Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa. Jakarta: PT Temprint. Sumber : Wikipedia Muljana, Wahyu. 1982. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Semarang : Aneka Ilmu. Imron, Muhammad. 2009. Manajemen Pemeliharaan Pedet. http://betcipelang.info. Maisa, Igih Adisa. 2009. “Gaduh: Memelihara Sapi dengan Cara Bagi Hasil”. dalam Tim Penelitian Lapangan 2009. Jaringan Kekerabatan Dan Kepentingan Ekonomi Petani: Studi Kasus Desa Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Yogyakarta : Antropologi Budaya FIB-UGM. Mulyadi.1997. Akuntansi Manajemen.Jakarta:Salemba Empat. Soekartawi, et al., Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil (Jakarta: UI Press, 1986). PETANI: SUATU TINJAUAN ANTROPOLOGIS. Oleh: Eric R. Wolf Penerbit: CV Rajawali, Jakarta, l983. Komunitas Petani Diposkan oleh Paguyuban Tani Andalan Indonesia | Kamis, 15 April 2010 |
23