PEM ERTNTAH KABUPATEN LAMONGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
NOMOR
i7
TAHUN 2OI2
TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,
bahwa perkemb€rngan pembangunan Kabupaten Lamongan saat ini mengalami peningkatan dan
Menimbang
b.
c.
d.
perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengartrh terhadap kelestarian Cagar Budaya ; bahwa Cagar Budaya di Kabupaten Lamongan merupakan kekayan budaya yang harus dilestarikan demi pemupukan jati diri bangsa dan kepentingan nasional danlatau daerah ; bahwa untuk menjaga kelestarian Cagar Budaya di Kabupaten Lamongan diperlukan pengaturan terhadap perlindungan dan pemeliharaan serta hal-hal yang terkait dengan pelestarian cagar budaya ; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
maka guna kepastian hukum dalam rangka perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya
di Kabupaten
Lamongan perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelestarian Cagar Budaya.
Mengingat
:
1.
2.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; Undang-Undang Nomor 12 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Diumumkan dalam Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1e50);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32oel;
2
4.
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor l4O, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2OOT Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor a833);
6.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor L25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
7.
8.
9.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48aal ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2OlO tentang Benda Cagar Budaya (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OIO Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2OlL tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2}ll Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 523a1;
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2OO5 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a593); 10.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2OO7 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO7, Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a7371; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 20lt tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; t2. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2OLL tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2OLL-2O15 (Lembaran Daeerah Kabupaten Lamongan Tahun 2}ll Nomor 1) ; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2OLL tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lamongan Tahun
2OLL-2O31
(Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2OlI Nomor 15);
3
14. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2Ol2 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2OO*2O25 (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2Ol2 Nomor
1).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DAN BUPATI LAMONGAN
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG
PELESTARIAN
CAGAR BUDAYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang disebut dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan. 2. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah adalah Dewan Perwakilan Ralryat Daerah Kabupaten Lamongan. 3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ; 4. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan. 5. Cagar Budaya, adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan atau lingkungan cagar budaya didarat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahltan, pendidikan, agama, danf atau kebudayaan melalui proses penetapan. 6. Tim Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya. 7. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum. 8. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 9. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding danlatau tidak berdinding, dan beratap. 10. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan pras€rrana untuk menampung kebutuhan manusia.
4
11. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagzrr budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 12. Lingkungan Cagar Budaya adalah kawasan disekitar atau disekeliling cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian bangunan cagar
budaya dan/atau kawasan tertentu yang berumur sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun serta dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 13. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan
t4.
cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Konservasi, adalah segenap proses pengelolaan cagar budaya agar makna budaya yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik dengan tujuan untuk melindungi, memelihara dan memanfaatkan dengan cara preservasi, pemugaran atau demosili.
15. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari
kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan
16. 17.
18.
19.
20. 21.
22.
23.
cara
penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari. Preservasi adalah pelestarian suatu cagar budaya dengan cara mempertahankan keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Rehabilitasi adalah pelestarian suatu benda, bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara mengembalikan kedalam keadaan semula. Restorasi adalah perubahan terhadap benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan/atau lingkunga.n cagar budaya dengan cara yang lebih baik. Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu benda, bangunan, dan/atau tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru, sesuai informasi kesejarahan yang diketahui. Adaptasi adalah pengembalian cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. Revitalisasi adalah kegiatan pengembalian yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaikan fungsi rLrang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. 24. Demosili adalah upaya pembongkaran atau perombakan suatu benda, bangunan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan membahayakan dengan pertimbangan dari aspek keselamatan dan keamanan dengan melalui penelitihan terlebih dahulu dengan dokumentasi yang lengkap.
5
BAB II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Pelestarian cagar budaya berdasarkan asas
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
pancasila; bhinneka tunggal ika; kenusantaraan ; keadilan ; ketertiban dan kepastian hukum kemanfaatan; keberlanjutan ; partisipasi ; dan transparansidanakuntabilitas.
:
;
Pasal 3 Pelestarian cagar budaya bertujuan
a.
b. c. d.
:
mempertahankan keaslian cagar budaya. yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya; melindungi dan memelihara cagar budaya dari kerusakan yang disebabkan tindakan manusia maupun proses alam; memanfaatkan benda, bangunan, struktur, dan situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagai kekayaan cagar budaya untuk dikelola sebaik-baiknya demi kepentingan pembangunan dan citra daerah serta tujuan wisata; melestarikan warisan budaya bangsa, meningkatkan harkat dan
martabat bangsa serta memperkuat kepribadian bangsa dan mempromosikan warisan budaya bangsa. Pasal 4
Sasaran pelestarian cagar budaya adalah
a. b.
:
meningkatkan kesadaran masyarakat da pemilik akan pentingnya pelestarian, perlindungan dan pemelihaiaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya; memberikan dorongan dan dukungan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam upaya pelestarian, perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan terhadap potensi benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya untuk kepentingan sejarah, pengetahuan, kebudayaan, sosial dan ekonomi. Pasal 5
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi
a. benda cagar budaya; b. bangunan cagar budaya; c. struktur cagar budaya ; d. situs cagar budaya ; e. lingkungan cagar budaya.
:
6
BAB III KRITERIA, TOLOK UKUR DAN PENGGOLONGAN Pasal 6 (1)
Benda, bangunan, atau struktur ditetapkan sebagai benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya berdasarkan kriteria :
a. b. c. d. e. f. g. h. i. (2)
umur; estetika; kejamakan; kelangkaan; nilai sejarah; memperkuat kawasan; keaslian; keistimewaan; dan latau tengeran.
Situs dan lingkungan ditetapkan sebagai situs cagar budaya dan lingkungan cagar budaya berdasarkan kriteria a. umur; b. keaslian; c. nilai sejarah; d. kelangkaan; danf atau e. ilmu pengetahuan.
:
Pasal 7
(1)
Tolok ukur dari kriteria benda, bangunan, dan struktur cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (1), adalah: a. umur berkenaan dengan batas usia benda, bangunan, dan struktur cagar budaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun; b. estetika berkenaan dengan aspek rancangan arsitektur yang menggambarkan suatu zaman dan gaya/langgam tertentu; c. kejamakan berkenaan dengan benda, bangunan-bangunan, struktur atau bagian dari Daerah yang dilestarikan karena mewakili kelas atau jenis khusus benda dan bangunan yang cukup berperan; d. kelangkaan berkenaan dengan dengan jumlah yang terbatas dari jenis atau fungsinya, atau hanya satu-satunya di lingkungan atau wilayah tertentu; e. nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan daerah, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya serta nilai arsitektural yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat Nasional dan/atau Daerah; f. memperkuat kawasan berkenaan dengan benda, bangunan, struktur atau bagian Daerah yang karena potensi dan/atau keberadaannya dapat mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya; g. keaslian berkenaan dengan tingkat perubahan dari benda,
bangunan, struktur cagar budaya baik dari aspek struktur, material, tampang benda dan/atau bangunan maupun sarana dan prasarana lingkungannya;
7
h. i.
keistimewaan berkenaan dengan sifat istimewa dari benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya ; tengeran atau landmark berkenaan dengan keberadaan sebuah benda, bangunan danf atau struktur, baik tunggal atau jamak dari benda, bangunan dan/atau struktur atau lansekap yang menjadi simbol atau karakter suatu tempat atau lingkungan cagar budaya.
(2) Tolok ukur dari situs dan lingkungan cagar budaya
sebagimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), adalah : a. umur berkenaan dengan usia lingkungan terbangun, paling sedikit seusia benda, bangunan danlatau struktur yang telah ditetapkan atau diduga sebagai benda dan/atau bangunan cagar budaya; b. keaslian adalah keberadaan situs cagar budaya atau lingkungan cagar budaya yang masih asli, baik lengkap maupun tidak lengkap; c. nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan kota Lamongan, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan/atau Daerah untuk memperkuat jati diri bangsa; d. kalangan berkenaan dengan tatanan tapak atau tatanan situs atau lingkungan yang jarang ditemukan; e. ilmu pengetahuan, berkenaan dengan ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan situs cagar budaya atau lingkungan cagar budaya. Pasal 8
Berdasarkan kriteria dan tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu : a. golongan A, adalah benda, bangunan dan/atau struktur bangunan cagar budaya yang harus dipertahankan dengan cara preservasi; b. golongan B, adalah benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara restorasi, rehabilitasi atau rekonstruksi; c. golongan C, adalah benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara revitalisasi atau adaptasi; d. golongan D, adalah benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya yang keberadaannya dapat membahayakan keselamatan penggunaan maupun lingkungan sekitarnya, sehingga dapat dibongkar dan dapat dibangun kembali sesuai dengan aslinya dengan cara demosili. Pasal 9
Berdasarkan kriteria dan tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, situs cagar budaya dan lingkungan cagar budaya dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : a. golongan I, adalah situs cagar budaya atau lingkungan cagar budaya yang secara fisik masih lengkap dan memenuhi seluruh criteria;
8
b.
c.
golongan II, adalah situs cagar budaya atau lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal memenuhi kriteria umur, keaslian dan nilai sejarah; golongan III, adalah situs cagar budaya atau lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal memenuhi kriteria umur dan keasliannya. Pasal 10
Ketentuan mengenai pelaksanaan penggolongan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.
BAB IV TUGAS, TANGGUNGJAWAB DAN WEWENANG Pasal 1 1
Pelestarian benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkung€rn cagar budaya di Daerah menjadi tugas dan tanggungiawab Pemerintah Daerah. Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugas dan tanggungiawab
dimaksud dalam Pasal 1 1, Pemerintah Daerah berwenang
sebagimana :
a. menetapkan prosedur dan tata cara serta melakukan inventarisasi terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkung"., yang diduga seba{ai cagar budaya; b. menetapkan prosedur dan tata cara pelaporan penemuan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan yang diduga sebagai cagar budaya;
c. menetapkan benda, bangunan, struktur, situs d.
dan/atau
lingkungan sebagai cagar budaya berdasarkan berita acara hasil penelitian Tim Cagar Budaya ; melakukan penelitian berdasarkan kriteria untuk penggolongan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya;
e. melakukan pendaftaran
(2)
terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya; f. mengatur perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya; g. memberikan izin kegiatan pemugaran, pembongkaran dalam rangka demosili terhadap benda, bangunan, status, situs dan/atau lingkungan cagar budaya; h. melakukan pengawasan terhadap perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan keberadaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
kewenangan
Pemerintah Daerah sebagimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
9
BAB V HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal 13 (1) (21
(3)
(4)
Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati
keberadaan cagar budaya. Setiap orang mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran serta dalam pelestarian cagar budaya. setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pelestarian cagar budaya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Setiap orang berhak memperoleh kompensasi atas penemuan cagar budaya. Pasal 14
(1) (2)
Setiap orang berkewajiban menjaga cagar budaya serta mencegah dan menanggulangi kerusakan cagar budaya. setiap orang yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan cagar budaya wajib memelihara kelestarian dan mencegah kerusakan cagar budaya. BAB VI PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
Bagian Kesatu Penguasaan Pasal 15 (1)
Dalam rangka pelestarian cagar budaya di Daerah, benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan/atau lingkungan cagar budaya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
(2)
Penguasaan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah wajib melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pemilikan Pasal 16
(1)
Setiap orang dapat memiliki benda, bangunan, struktur, situs
dan/atau lingkungan cagar budaya. (2)
(3)
Pemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap memperhatikan fungsi sosial dan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dan peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku. Pengalihan pemilikan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya dapat dilakukan dengan mengutamakan pengalihannya kepada Pemerintah Daerah dengan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
(4)
(s)
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat mengambil alih benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya, maka pengalihan dapat dilakukan dengan orang lain. Pengalihan pemilikan kepada orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat mengubah penggolongan benda, bangunan,
struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang
telah
ditetapkan. Bagian Ketiga Pengelolaan
Pasal 17 (1) (2)
(3)
(4)
Setiap orang dapat melakukan pengeloalaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya. Pengelolaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapatizin dari Kepala Daerah. Pemerintah Daerah dapat melakukan pengelolaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya apabila pemilik cagar budaya tersebut tidak mampu melakukan pengelolaan/ pelestarian. Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas dasar persetujuan pemilik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Keempat Pemanfaatan Pasal 18
(1)
(21
(3)
Setiap orang dapat melakukan pemanfaatan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tetap memperhatikan kelestarian benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya. Setiap pemanfaatan terhadap cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kepala Daerah. Pasal 19
(1)
(2)
(3)
Setiap orang yang menempatkan dan/atau mendirikan bangunan pada lokasi cagar budaya harus menyesuaikan situasi dan kondisi cagar budaya yang ada. Penempatan dan/atau pendirian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus serasi dengan lingkungan baik bentuk, ketinggian dan nilai arsitekturnya. Penempatan dan/atau pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus rnendapatkan izin terlebih dahulu dari Kepala Daerah.
11
Pasal 20 (1)
Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 diajukan kepada Kepala Daerah melalui pejabat yang
ditunjuk
Kepala Daerah dalam memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 28 harus mendapat pertimbangan lebih dahulu dari Tim Cagar Budaya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara/mekanisme dan syarat izin diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah. (21
BAB VII INVENTARISASI DAN PENEMUAN
Bagian Kesatu Inventarisasi Pasal 21 (1)
(2) (3) (4)
Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan inventarisasi terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang diduga sebagai cagar budaya. Setiap orang dapat melakukan inventarisasi benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya. Kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan setelah memperoleh rekomendasi dari Kepala Daerah. Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilaporkan secara berkala setiap 1 (satu) bulan sekali kepada Kepala Daerah.
(s)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kedua Penemuan
Pasal22 (1)
Setiap orang yang menemukan atau mengetahui ditemukannya benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungarl yang diduga sebagai cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya, wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah paling lambat 3o (hari) hari
(2)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
sejak ditemukan atau mengetahui ditemukannya.
ayat
(1)
Pemerintah Daerah melalui Tim Cagar Budaya melakukan penelitian. (3) sejak diterimanya laporan dan selama dilakukannya penelitian terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang ditemukan diberikan perlindungan sebagai cagar budaya. (4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah menentukan benda, dan/atau bangunan, dan/atau struktur, dan/atau situs, dan/atau lingkungan cagar budaya atau bukan cagar budaya berdas'arkan pertimbangan Tim Cagar Budaya, dengan menetapkan : a. pemilikan oleh Negara dengan pemberian imbalan yang wajar;
t2
b. c.
(5)
(6)
pemilikan sebagian dari benda, danfatau bangunan, dan/atau struktur, dan/atau situs, dan/atau lingkungan cagar budaya
oleh penemu;
penyerahan kembali kepada penemu, apabila terbukti benda, struktur, situs, dan/atau lingkungan bangunan, dan/ atau bangunan dan/atau lingkungan tersebut bukan sebagai cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya ; Pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan, penelitian dan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. BAB VIII PENDAFTARAN Pasal 23
(1) setiap orang yang memiliki benda, bangunan, struktur, situs, dan/atau lingkungan cagar budaya yang memenuhi kriteria dan tolak ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan pasal T wajib (2)
(3) (4)
mendaftarkan sesuai ketentuan peraturan perulndang-undangan yang berlaku. Pendaftaran benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pemilikan;
b. c. d.
penguasaan; pengalihan hak, dan pemindahan tempat. Pendaftaran benda, bangun€Ln, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dibebani biaya pendaftaran. Pendaftaran benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Kepala Daerah melalui instansi yang membidangi dengan dilengkapi data mengenai :
a. identitas pemilik; b. riwayat pemilikan benda dan/atau bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya; dan jenis, jumlah, bentuk serta ukuran benda dan/atau bangunan c. dan/atau lingkungan cagar budaya. Pasal24 (1) (2)
(3)
Pemilik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), diberi bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya tersebut : a. dialihkan pemiliknya; atau b. dipindahkan ke lain daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya diatur dalam
Peraturan Kepala Daerah.
13
BAB IX PENETAPAN DAN PEMBERIAN TANDA CAGAR BUDAYA Pasal 25 (1)
(2)
(3)
Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagai cagar budaya didasarkan pada kriteria, tolok ukur dan penggolongan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9. Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagai cagar budaya harus melalui pertimbangan dari Tim Cagar Budaya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya diatur
dalam Peraturan Kepala Daerah. (4) Tim cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dibentuk oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD. (5) Kepala Daerah melalui pejabat yang ditunjuk memberitahukan
tentang penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud dapa ayat (2) kepada pemilik cagar budaya dimaksud. Pasal 26
(1)
(2t
Setiap orang yang memiliki, mengetahui atau mengelola benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya wajib memasang tanda benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang mudah dilihat oleh umum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. BAB X PELESTARIAN Pasal 27
(1) (2)
Setiap orang wajib melindungi cagar budaya. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongErn cagar budaya yang telah ditetapkan. Pasal 28
(1) {21
(s)
Setiap orang wajib memelihara cagar budaya.
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongan cagar budaya yang telah ditetapkan. Dalam rangka pemeliharaan terhadap cagar budaya yang secara fisik mengalami penurunan kualitas dapat dilakukan pemugaran. Pasal 29
(1) (21
(3)
Setiap orang dapat melakukan pemugaran cagar budaya. Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongan cagar budaya yang telah ditetapkan. Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kepala Daerah.
l4 Pasal 30
Benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan membahayakan keselamatan manusia dan/atau lingkungan dapat dilakukan demosili atau pembongkaran. (2) Demosili atau pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izi terlebih dahulu dari Kepala Daerah.
(1)
Pasal 31 (1)
(2t
Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 3O diajukan kepada Kepala Daerah melalui pejabat yang ditunjuk. Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 harus mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Tim Cagar Budaya. Pasal 32
(1)
Dalam rangka pelestarian cagar budaya setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola cagar budaya diberikan bantuan atau kompensasi.
(2)
(3)
Pemilik, penghuni dan/atau pengelola cagar budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat diberi kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan atau kompensasi dan/atau insentif pembangunan lainnya diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. Pasal 33
(1)
(21
(3)
Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola cagar budaya wajib melindungi, memelihara dan melestarikan cagar budaya tersebut. Pemilik, penghuni dan/atau pengelola cagar budaya wajib melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud Pasal ayat (2), maka kewajiban tersebut dapat dialihkan kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain yang pemanfaatan atas cagar budaya tersebut dilakukan dengan kesepakatan bersama. Pasal 34
(1) Apabila pemilik, penghuni dan/atau pengelola benda, bangunan,
dan/atau struktur cagar budaya dengan sengaja menelantarkan benda dan/atau bangunannya sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan berkewajiban untuk memulihkan keadaan benda, bangunan dan/atau strukturnya seperti semula.
15
(2)
(3)
Pemilik, penghuni dan/atau pengelola situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang melakukan pelestarian situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diwajibkan memulihkan situs dan/atau lingkungan menjadi keadaan semula dengan biaya sendiri. Benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah mengalami pemulihan tetap mempunyai golongan sama seperti sebelumnya. Pasal 35
Konservasi atau pelestarian benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya golongan A dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. b. c. d.
benda, bangunan dan/atau struktur dilarang dibongkar dan/atau
diubah; apabila kondisi benda, bangunan, dan/atau struktur buruk, roboh, terbakar atau tidak layak berdiri, dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun seperti semula sesuai dengan aslinya; pemeliharaan dan perawatan benda, bangunan dan/atau struktur harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang sama dengan mempertahankan detail ornament yang sama; dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian atau perubahan fungsi sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku tanpa mengubah bentuk aslinya; dan
e. di dalam persil atau lahan benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya dimungkinkan adanya benda, bangunan dan/atau struktur tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan benda, bangunan dan/atau struktur utama. Pasal 36
Konservasi atau pelestarian benda, bangunan, danf atau struktur cagar budaya golongan B dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. benda, bangunan dan/atau struktur dilarang dibongkar kecuali apabila kondisi fisik benda, bangunan dan/atau struktur buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak, sehingga dapat ditakukan pembongkaran; b. dalam keadaan benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya sudah tidak utuh lagi maka apabila dilakukan pembangunan harus sesuai dengan bentuk aslinya dan tidak boleh membongkar bagian benda, bangunan dan/atau struktur yang masih ada; c. pemeliharaan dan perawatan benda, bangunan, danf atau struktur
d. e.
cagar budaya harus dilakukan tanpa mengubah tampang benda, bangunan dan/atau struktur, warna dan detail serta ornament benda dan/atau bangunan; dalam upaya restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang bagian dalam, sepanjang tidak mengubah struktur utama benda dan/atau bangunan; dan di dalam persil atau lahan benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya dimungkainkan adanya benda dan/atau bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan benda, bangunan danlatau struktur utama.
16
Pasal 37
Konservasi atau pelestarian benda, bangUnan dan/atau lingkungan cagar budaya golongan C dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. perubahan benda, bangunan dan/atau struktur dapat dilakukan dengan syarat tetap mempertahankan tampang benda, bangunan dan/atau struktur utama termasuk warna, detail dan ornamennya; b. warna, detail dan ornamen dari bagian benda, bangunan dan/atau struktur yang diubah disesuaikan dengan arsitektur benda, bangunan, dan/atau struktur aslinya; c. penambahan benda, bangunan dan/atau struktur di dalam tapak atau persil hanya dapat dilakukan dibelakang benda, bangunan, dan/atau struktur cagar budaya dan harus disesuaikan dengan arsitektur benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya dalam keserasian tatanan tapak; dan d. fungsi benda, bangunan, dan/atau struktur dapat diubah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Pasal 38 (1)
(2)
Benda, bangunan dan/atau struktur cagar budaya yang keberadaannya dapat membahayakan keselamatan lingkungan sekitarnya dapat dilakukan demosili. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tatacara pelaksanaan demosili sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. BAB XI PENGHARGAAN Pasal 39
(1)
Kepala Daerah dapat memberikan penghargaan kepada pemilik, penghuni, dan/atau pengelola benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya dimaksud.
(2)
Bagi yang telah berulangkali mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan dapat diangkat/dinyatakan sebagai warga Daerah teladan dalam hal
(3)
pelestarian benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan pengangkatan sebagai warga teladan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturari Kepala Daerah. BAB xII PENGAWASAN Pasal 40
(1) (2)
Pengawasan terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah melalui pejabat yang ditunjuk. Untuk rnelaksanakan tugas sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), pejabat yang ditunjuk berwenang mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang menyangkut benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya.
t7
(3) Guna menunjang tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, Kepala Daerah dapat membentuk Tim Pengawasan Cagar Budaya. BAB XIII TIM CAGAR BUDAYA Pasal 41
(1) Untuk membantu Pemerintah Daerah dalam rangka (2)
pelestarian
cagar budaya di Daerah, dibentuk Tim Cagar Budaya. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 5 orang, yang terdiri dari : a. 1 (satu) orang dari unsur Pemerintah Daerah ; b. 1 (satu) orang dari unsur akademisi ; c. 1 (satu) orang dari perwakilan asosiasi profesi ; d. 1 (satu) orang dari perwakilan asosiasi pengembang ; e. 1 (satu) orang dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan pelestarian.
(3) Susunan keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap Anggota, dan Anggota.
(41
(5) (6)
Tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD. Masa bakti tim adalah 3 (tiga) tahun dan dapat ditunjuk kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Keanggotaan Tim Cagar Budaya dapat diganti atau diubah apabila yang bersangkutan : a. meninggal dunia ; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri ;
c. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagai
anggota tim. Pasal 42
Keanggotaan Tim Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. memiliki integritas dan komitmen yang kuat terhadap tugas dan wewenang berkaitan dengan pelestarian cagar budaya ; b. menguasai dan memahami lingkup cagar budaya ; c. memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pelestarian cagar budaya ; d. memiliki jejaring yang luas dengan berbagai pemangku kepentingan. Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pembentukan Tim Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. BAB xIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 44 Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menerapkan sanksi administrasi berupa :
18
a.
b. c.
teguran ; penghentian kegiatan pencabutan izin.
;
Pasal 45 (1)
(2)
(3)
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi administrasi berupa teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a, apabila terdapat kegiatan penyelenggaraan pengelolaan, pemugaran, dan/atau pemulihan cagar budaya yang menggErnggu ketertiban umum dan/atau lingkungan sekitar. Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat : a. ketentuan hukum yang dilanggar ; b. uraian fakta yang menggambarkan suatu tindakan pelanggaran ; c. hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak pelanggar ; d. tindakan Pemerintah Daerah yang akan dilakukan jika pelanggar tidak mematuhi teguran ; e. hal-hal yang dianggap perlu dan relevan yang ditujukan untuk menghentikan tindakan pelanggaran. Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan tindakantindakan tertentu untuk menghentikan pelanggaran tanpa didahului dengan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila : a. keadaan yang sangat mengancam keselamatan umum dan/atau lingkungan (force mqjeure) ; b. pihak pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan menanggulang, bahaya, dan kerugian yang akan ditimbulkan. Pasal 46
(1)
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi administrasi berupa penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, apabila : a. kegiatan yang dilakukan dapat menyebabkan kerusakan pada
benda, bangunan, struktur, situs, dan/atau lingkungan cagar
(2)
(3)
(4)
budaya ; b. belum memiliki izin dan/atau menyalahi iz:-r:r. Penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan Keputusan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dan ditindaklanjuti dengan penyegelan. Pemilik, penghuni dan/atau pengelola/pemanfaat yang tidak mematuhi atau tidak menghentikan kegiatannya sejak diterimanya keputusan tentang penghentian kegiatan dapat dikenakan uang paksa. Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) atas keterlambatan per-hari untuk mematuhi perintah penghentian kegiatan. Pasal 47
(1)
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi administrasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c, apabila pemegang izin tidak mematuhi persyaratan dan/atau mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19
(2)
(3)
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan keputusan pencabutan izin oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. Keputusan pencabutxr izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat secara jelas dan tegas mengenai : a. alasan-alasan hukum sehingga dilakukan pencabutan ; b. uraian fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran ; c. akibat hukum dari pencabutan izin. Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. BAB XV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 49 (1)
(2)
Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran Peraturan Daerah. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
b. c. d. e. f. g. h. i. J.
k.
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran peraturan Daerah ; melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ; meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ; menJruruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan rulangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e ; memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ; memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; menghentikan penyidikan ; melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
20
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 50 (1)
(2t
(3)
setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 14, pasal 22 ayat (ll, Pasal 23_ayat (1), Pasal 26 ayat (1), pasal 33 ayat (1), dipid"rr" i".rg"r, pidana kurungan paling lama 6 (enam) buian atau- denda pa[ng banyakRp.50.ooo.ooo,O0(1imapuluhjutarupiah). Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud- pada ayat (1), tidak mengurangi ketentuan pidana dalam Undang-undatg No*o. 11 Tahun 2OlO tentang Cagar Budaya. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 51
Pada saat Peraturan Daerah
ini mulai berlaku, setiap orang yang belum mendaftarkan benda, bangunan, struktur, situs dan/atai "ling:kungan budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 23, wajib *..ra.ft.rkan 9tg* kepada Pejabat yang ditunjuk oreh Kepala Daerah paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan ls* Peraturan Daerah
ini
Kabupaten Lamongan.
dengan penempatannya .dalam Lembaran Daerah
Ditetapkan di Lamongan pada tanggal ?8
2012
BUPATI
ONGAN ttd
Diundangkan di L,amongan pada tanggal 29 Januari 2Ol3 SEKRETARIS D
UPATEN LAMONGAN, ttd
iun
EFENDT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2OI3 NOMOR 2
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
NOMOR
IE
TAHUN 2012
TENTANG
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
I.
UMUM
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengzrmanatkan bahwa "negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayarrya" sehingga kebudayaan
Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan. Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesarbesarnya kemakmuran ralgrat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan br.ldaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya.
Warisan budaya bendawi (tangible) dan bukan bendawi (intangible) ya.:rrg bersifat nilai-nilai merupakan bagian integral dari kebudayaan secara menyeluruh. Pengaturan Peraturan Daerah ini menekankan Cagar Budaya yang bersifat kebendaan. Walaupun demikian, juga mencakup nilai-nilai penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk Cagar Budaya. Tidak semua warisan budaya ketika ditemukan sudah tidak lagi berfungsi dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (liuing societgl. Terbukti cukup banyak yang digunakan di dalam peran baru atau tetap seperti semula. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai monument mati (dead monument)dan yang sifatnya sebagai monumen hidup (liuirug monument). Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancarnan pernbangu.nan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan kebijakan yang tegas dari Pemerintah untuk menjamin eksistensinya. Ketika ditemukan, pada umumnya warisan budaya sudah tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat (dead monument).
Namun, adapula warisan budaya yang masih berfungsi seperti semula (liuing monument). Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan kedua jenis Cagar Budaya tersebut, terutama pengaturan mengenai pemanfaatan monumen mati yang diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selain itu, pengaturan mengenai pemanfaatan monumen hidup juga harus memperhatikan aturan hukum adat dan norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat pendukungnya. Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis. Pelestarian Cagar Budaya pada masa yang akan datang menyesuaikan dengan paradigma yang berorientasi pada pengelolaan kawasan, peran serta masyarakat, desentralisasi pemerintahan, perkembangan, serta tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Paradigma baru tersebut mendorong dilakukannya penJrusun€rn Peraturan Daerah yang tidak sekadar mengatur pelestarian Benda Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain secara keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu,
seperti benda, bangunan dan struktur, situs dan/atau kawasan/lingkungan, Di samping itu, nama Cagar Budaya juga
mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan arti dalam memaknai Peraturan Daerah ini. Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas. Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal
11
Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16
Ayat
(1)
Cukup jelas. ayat (2)
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah pada prinsipnya Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs
Cagar Budaya yang dimiliki oleh
seseorang
pemanfaatannya tidak |ranya berfungsi untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan rlmum, misalnya untuk kepentingan ilmu pengetahrr.an, teknologi, pendidikan, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan. Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas. Pasal
2
1
Cukup jelas. Pasal 22
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Penelitian dilakukan oleh instansi yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas bidang kebudayaan.
Ayat
(3)
Ayat
(a)
Cukup jelas.
huruf a Pemberian imbalan dapat berupa uang atau benda pengganti yang bermanfaat bagi pemilik. Ketentuan ini tidak berlaku apabila pengalihannya berlangsung secara hibah. huruf b Cukup jelas.
huruf
c
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Ayat
(6)
Cukup jelas. Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal24 Cukup jelas. Pasal 25
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(a)
Ayat
(5)
Tim Cagar Budaya minimal terdiri dari ahti arsitektur, ahli sejarah, ahli hukum, tokoh masyarakat, BP3 S Trowulan dan bersertifikat. Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas. Pasal 28
Cukup jelas. Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 31
Cukup jelas. Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Cukup jelas. Pasal 35
Cukup jelas. Pasal 36
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan Ornamen adalah ragam hias. Huruf d Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
Cukup jelas. Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan akademisi adalah orang-orang yang memiliki keahlian
dibidang arkeologi, antropologi, geologi, geografi, arsitektur, paleoantropologi dan biantropologi, fisika, ilmu metalurgi dan filologi.
Huruf c Cukup je1as. Huruf d Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Ayat
(6)
Cukup jelas. Pasal 42
Cukup jelas. Pasal 43
Cukup jelas. Pasal 44
Cukup jelas. Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas. Pasal 48
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Cukup jelas. Pasal 52
Cukup jelas.