TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINA Oleh I.M. Sulastiningsih Peneliti pada Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Email :
[email protected]
I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia memiliki sumber daya bambu yang cukup potensial. Sumber daya bambu yang cukup melimpah tersebut perlu ditingkatkan pemanfaatannya agar dapat memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemanfaatan bambu di Indonesia saat ini pada umumnya untuk mebel, barang kerajinan, supit dan konstruksi ringan. Bambu yang digunakan untuk mebel biasanya berbentuk bulat atau kombinasi antara bambu bulat dan anyaman dimana masih ada kulitnya. Menurut Widjaja (2001) bambu di Indonesia terdiri atas 143 jenis. Di Jawa diperkirakan hanya ada
60 jenis bambu. Di antara jenis-jenis yang ada di Jawa, 16
jenis tumbuh juga di pulau-pulau lainnya ; 26 jenis merupakan jenis introduksi, namun 14 jenis di antaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor dan Cibodas. Di Indonesia bambu dapat dijumpai baik di daerah pedesaan maupun di dalam kawasan hutan. Semua jenis tanah dapat ditanami bambu kecuali tanah di daerah pantai. Pada tanah ini kalaupun terdapat bambu, pertumbuhannya lambat dan batangnya kecil. Tanaman bambu dapat dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit dengan lereng curam sampai landai (Sastrapraja, et.al, 1977). Masalah serius yang dihadapai oleh industri pengolahan kayu di Indonesia saat ini adalah kekurangan bahan baku kayu khususnya yang berasal dari hutan alam. Hal ini terjadi karena kecepatan pemanfaatan kayu tidak seimbang dengan kecepatan pembangunan tegakan baru. Di samping itu kebutuhan kayu untuk mebel, bahan bangunan dan keperluan lain terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Oleh karena itu perlu dicari bahan substitusi kayu khususnya sebagai bahan mebel dan bangunan. Bambu yang termasuk tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek (3-4 tahun) merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan substitusi kayu. Sebagai bahan substitusi kayu, bambu harus memiliki 1
dimensi tebal, lebar dan panjang seperti papan atau balok kayu. Masalah yang timbul dalam pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya. Dengan semakin majunya teknologi perekatan diharapkan dapat mengatasi keterbatasan bentuk dan dimensi bambu sebagai bahan mebel dan bangunan. Bambu yang bentuk aslinya bulat dan berlubang jika akan digunakan sebagai pengganti papan atau balok kayu harus memenuhi persyaratan lebar dan tebal tertentu. Dalam bentuk pipih bambu mempunyai ketebalan yang relatif kecil (tipis) sehingga untuk menambah ketebalannya perlu dilakukan usaha laminasi dengan menggunakan perekat tertentu dan produk yang dihasilkan dikenal sebagai bambu lamina. Bambu lamina adalah suatu produk yang dibuat dari beberapa bilah bambu yang direkat dengan arah serat sejajar. Perekat yang digunakan adalah perekat organik seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, fenol formaldehida atau perekat isosianat. Hasil perekatan tersebut dapat berupa papan atau balok tergantung dari ukuran tebal dan lebarnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu lamina memiliki kekuatan setara dengan kayu kelas kuat III – II bahkan bisa setara dengan kayu kelas kuat I tergantung dari jenis perekat, perlakuan dan proses yang digunakan.
II.
PROSES PEMBUATAN BAMBU LAMINA Bambu yang digunakan untuk membuat bambu lamina harus mempunyai
diameter yang cukup besar dan dinding bambunya tebal sehingga diperoleh bilah bambu yang cukup tebal. Pada prinsipnya proses pembuatan bambu lamina adalah sebagai berikut : 1. Pemotongan bambu Bambu dipotong bagian pangkalnya sepanjang 50 cm - 80 cm ( tergantung kondisi bambu tersebut ) untuk menghilangkan bagian batang bambu yang tidak lurus (cacat) dan panjang ruas yang tidak beraturan. Setelah dipotong bagian pangkalnya, batang bambu tersebut dipotong-potong menjadi beberapa bagian dengan panjang 1,2 m - 2 m tergantung dari kelurusan batang bambu dan tebal dinding bambu. Hasil potongan bambu harus lurus, silindris dan dinding bambunya cukup tebal. 2. Pembuatan bilah bambu Potongan bambu yang telah dipersiapkan dan dipilih kemudian dibuat bilah dengan menggunakan mesin pembelah bambu tertentu (hasil rekayasa Puslitbang 2
Teknologi Hasil Hutan, Bogor tahun 2003).
Pembelahan batang bambu dilakukan
dengan memperhatikan bagian batang bambu yang berdiameter lebih kecil digunakan sebagai acuan lintasan pembelahan. Bilah bambu yang digunakan adalah yang betulbetul lurus pada kedua sisi panjangnya. Bilah bambu yang telah dipilih jika masih terlalu basah kemudian dibiarkan mengering selama 1 minggu dan selanjutnya bilah tersebut diserut pada kedua permukaannya untuk mendapatkan permukaan bilah yang rata. Bilah bambu yang telah diserut kedua permukaannya kemudian dibiarkan mengering atau dikeringkan dengan sinar matahari. 3. Pengawetan bilah bambu
Seperti kita ketahui bahwa bambu mudah sekali diserang oleh bubuk kayu kering karena bambu mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk memperpanjang umur pakainya maka perlu dilakukan pengawetan bambu. Cara pengawetan bambu telah diuraikan dengan jelas oleh Barly (1999). Cara pengawetan yang bisa diterapkan untuk bilah bambu kering adalah proses rendaman dingin atau proses rendaman panas – dingin. Dalam proses pengawetan bilah bambu kering ini, hal yang harus diperhatikan adalah bilah bambu yang akan diawetkan harus siap pakai sehingga setelah diawetkan bilah bambu tersebut tidak memerlukan proses pemotongan lagi. Bilah bambu yang telah diawetkan selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari atau dikeringkan dalam dapur pengering hingga kadar airnya mencapai 10 - 12%. 4. Perekatan bilah bambu kearah lebar
Pada tahap ini perlu dilakukan kegiatan penyiapan perekat. Jenis perekat yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaannya. Jenis perekat yang umum digunakan adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, fenol formaldehida dan perekat isosianat. Perekat dan bahan lain (ekstender, pengisi, pengeras dan air) disiapkan dan ditimbang sesuai dengan komposisi yang dikehendaki. Bahan tersebut selanjutnya diaduk dalam mesin pengaduk perekat dan pengadukan harus merata. Beberapa bilah bambu yang telah disiapkan dan dipilih kemudian direkat kearah lebar dengan menggunakan perekat yang telah disiapkan dengan berat labur sesuai dengan anjuran pabrik pembuat perekat atau berdasarkan hasil penelitian. Bilah bambu (bahan papan) yang telah dilaburi perekat pada bagian sisi panjangnya dan direkat ke arah lebar kemudian dikempa dingin atau dikempa panas dalam waktu tertentu tergantung dari jenis perekat dan anjuran pabrik pembuat perekat yang digunakan. Proses pengempaan 3
dapat dilakukan dengan kempa dingin atau kempa panas tergantung dari mesin yang tersedia. Hasil perekatan tersebut berupa papan-papan bambu tipis ( tebal 10 mm ). 5. Pembuatan bambu lamina Bambu lamina yang dibuat terdiri dari beberapa lapis papan bambu tipis. Jumlah lapisan dapat bervariasi tergantung dari tujuan penggunaan serta pertimbangan teknis dan ekonomis. Komposisi lapisan bambu lamina dapat dikombinasikan dengan kayu atau produk kayu (papan sambung, kayu lapis dll). Pada umumnya bambu lamina untuk lantai terdiri dari 3 lapis. Bambu lamina dibuat dengan merekatkan beberapa buah papan bambu tipis (hasil perekatan bilah bambu kearah lebar) dengan arah serat sejajar. Perekat yang telah dipersiapkan dilaburkan pada permukaan papan yang akan direkat dengan berat labur dan komposisi perekat seperti tersebut pada butir 4 di atas. Bahan bambu lamina tersebut kemudian dikempa dingin atau dikempa panas dalam waktu tertentu sesuai dengan jenis perekat yang digunakan, mesin kempa yang tersedia dan tebal bahan yang dikempa. Bambu lamina yang dihasilkan kemudian dibiarkan selama beberapa waktu untuk proses penyesuaian dengan kondisi lingkungan (conditioning) 6. Pemotongan menjadi ukuran akhir Bambu lamina yang telah dibuat selanjutnya dipotong pada keempat sisinya untuk mendapatkan ukuran yang ditargetkan. Pemotongan harus benar-benar siku untuk mempermudah proses selanjutnya. 7. Pengampelasan Pengampelasan dilakukan untuk menghaluskan permukaan dengan menggunakan mesin ampelas. Pengampelasan dilakukan
bambu lamina pada kedua
permukaan bambu lamina. 8. Finishing Seperti halnya pada produk kayu, penerapan bahan finishing pada produk yang bahan dasarnya bambu lamina bertujuan untuk melindungi produk tersebut dari pengaruh luar yang dapat menurunkan kualitas, memperindah penampilan, memperjelas keindahan corak bambu, mempermudah membersihkannya, dan membuat produk tersebut lebih cepat laku dijual. Bahan finishing yang tersedia di pasaran mempunyai keragaman cukup tinggi, namun demikian bahan finishing yang digunakan untuk bambu
4
lamina harus sesuai dengan sifat bambu tersebut dan film yang dihasilkan harus tahan goresan dan benturan, tahan terhadap tumpahan air dan bahan kimia. Tahap penerapan bahan finishing pada produk dari bambu lamina bervariasi tergantung pada jenis bahan baku/bambu yang akan dilapisi bahan finishing serta penampilan yang diinginkan. Agar diperoleh hasil finishing yang memuaskan, maka tahap pertama yang sangat penting adalah persiapan permukaan. Cacat-cacat yang terdapat pada permukaan papan bambu tidak dapat ditutupi oleh lapisan finishing bahkan sebaliknya akan tampak lebih jelas. Kegiatan utama dalam tahap persiapan permukaan adalah perbaikan cacat dan pengampelasan. Bagian sambungan yang tidak rapat dan cacat terbuka lainnya harus ditutup dengan dempul. Setelah dempul tersebut kering kemudian diampelas sampai rata dan halus. Ratakan seluruh permukaan dengan jalan diampelas. Pengampelasan harus dilakukan dengan arah serat sejajar dan bersihkan seluruh permukaan dari serbuk ampelasan sehingga diperoleh permukaan yang bebas dari kotoran dan debu.
Bersihkan seluruh permukaan (dilap dengan
sepotong kain yang telah dibasahi dengan alkohol atau terpentin) dari seluruh debu dan kotoran yang tersisa. Kegiatan persiapan permukaan yang terakhir ini dilakukan sesaat sebelum penerapan bahan finishing. Jika warna yang dikehendaki adalah warna asli dari bambu, maka tahap berikutnya adalah pengisian (filling) dengan menggunakan filler. Kegiatan ini merupakan sarana untuk mendapatkan permukaan yang benar-benar halus dan rata yang dihasilkan oleh penerapan bahan finishing berikutnya. Oleh karena itu kegiatan ini merupakan tahap yang sangat penting dalam keseluruhan proses finishing dan memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Filler dapat diperoleh dalam bentuk pasta atau cairan dan biasanya diterapkan dengan menggunakan kuas dengan arah gerakan sejajar serat bambu. Segera setelah filler tersebut mulai pudar maka ambillah kelebihannya dengan cara dilap dengan kain katun dengan arah gerakan lurus dan melintang serat atau dengan arah gerakan melingkar pada seluruh permukaan papan agar filler tersebut benar-benar masuk ke dalam pori bambu. Permukaan yang telah diberi filler selanjutnya dibiarkan mengering. Setelah filler tersebut mengeras maka permukaannya harus diampelas sampai halus dan dibersihkan dari serbuk atau debu ampelasan kemudian disimpan di tempat yang bersih untuk penerapan sealer. Tahap berikutnya adalah penyegelan (sealing). Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah sanding sealer. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menutupi permukaan papan bambu dan mencegah terjadinya penyerapan bahan finishing berikutnya yang 5
diterapkan berturut-turut pada permukaan papan bambu tersebut. Setelah sanding sealer yang diterapkan pada permukaan papan bambu kering maka permukaan tersebut harus diampelas dengan kertas ampelas yang halus dan sesudah itu siap untuk dilapisi bahan finishing yang telah dipilih sebagai lapisan atas. Setelah penyegelan, tahap berikutnya adalah penerapan bahan finishing (lacquer) sebagai lapisan atas atau top coat. Cara penerapan bahan finishing ini yang paling baik adalah dengan menggunakan semprotan.
Bahan finshing ( lacquer )
harus diencerkan dengan thinner agar diperoleh kekentalan tertentu sehingga mudah disemprotkan. Banyaknya pelapisan bahan finishing pada produk dari bambu lamina tergantung pada keinginan dan biaya yang tersedia. Karena begitu bervariasinya sifat bahan finishing maka sangatlah penting untuk selalu mengikuti prosedur yang dianjurkan oleh produsen bahan finishing tersebut agar diperoleh kualitas hasil finishing yang baik. Saat ini juga tersedia bahan finishing larut air yang lebih ramah lingkungan. Proses penerapan bahan finishing larut air sama dengan yang larut minyak, perbedaannya adalah pada pengaturan kekentalannya yang dilakukan dengan mengatur perbandingan antara bahan fininshing dengan air. Alat yang biasa digunakan dalam penerapan bahan finishing antara lain adalah kuas, semprotan, mesin pelapis tipe tirai atau tipe rol. Akan tetapi cara atau metode penerapan bahan finishing yang banyak dilakukan di industri mebel adalah dengan cara penyemprotan, sedangkan kuas masih digunakan di industri mebel sekala kecil dan untuk kegiatan perbaikan. Di bawah ini akan dikemukanan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian semprotan. Dalam penggunaan semprotan untuk penerapan bahan finishingada dua komponen yang sangat perlu diperhatikan yaitu unit kompresor dan alat penyemprot itu sendiri. Pada kompresor harus diupayakan agar kapasitasnya (volume udara yang ditekan) melebihi dari volume udara yang diperkukan dan udara yang dikeluarkan bersih, kering serta memiliki tekanan tertentu. Sedangkan pada unit alat penyemprot beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih alat yang tepat adalah : a. Volume udara pada kompresor yang tersedia atau yang diperlukan b. Obyek atau permukaan yang akan disemprot c. Tipe atau system kerjanya (manual atau otomatis) d. Volume dan jenis bahan finishing yang akan diterapkan e. Berat semprotan 6
Agar diperoleh hasil yang memuaskan maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam teknik penerapan bahan finishing dengan semprotan antara lain : a. Agar diperoleh lapisan film yang seragm maka penyemprotan harus tegak lurus pada permukaanyang disemprot, arah gerakannya harus sejajar, kecepatannya seragm dan bagian yang tumpang tindih (spray overlap) berkisar antara 30 – 50%. b. Jarak antara alat penyemprot dengan permukaan yang disemprot jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh, usahakan 20 cm atau sesuai dengan petunjuk pemakaian alat yang digunakan. Jika jaraknya terlalu jauh maka akan terjadi cacat berupa kulit jeruk (orange peel), karena pelarut (solvent) dari bahan finishing banyak yang hilang sehingga bahan finishing yang mencapai permukaan terlalu kering. Jika jaraknya terlalu dekat maka akan terjadi cacat berupa penumpukan bahan finishing dan akhirnya meleleh ke bawah (running atau sagging), sehingga lapisan finishing tidak rata. c. Seluruh bahan dan peralatan yang digunakan harus bersih d. Sangat penting untuk memperhatikan tekanan yang tetap dan konstan e. Picu semprotan pada saat memulai kegiatan dan hentikan pada bagian akhir untuk setiap arah gerakan penyemprotan f. Kecuali untuk obyek yang melengkung, semprotan jangan pernah bergerak melengkung melainkan harus bergerak dalam garis lurus.
III.
FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI BAMBU LAMINA Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan industri bambu
lamina adalah : 1. Persyaratan bahan baku bambu Pada prinsipnya semua jenis bambu dapat digunakan sebagai bahan baku untuk bambu lamina asalkan mempunyai diameter yang cukup besar, dinding bambunya tebal, batang bambu lurus dan pengurangan diameter (taper) yang rendah. Bambu harus cukup tua sehingga tidak mengalami cacat (perubahan bentuk) dalam proses pengeringannya. Dengan kondisi batang bambu yang demikian akan diperoleh rendemen yang relatif tinggi. Beberapa jenis bambu yang sesuai untuk bambu lamina antara lain adalah bambu
7
andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu betung ( Dendrocalamus asper ), bambu mayan ( G. robusta ), dan bambu hitam ( G. atroviolacea ).
2. Tersedianya pasokan bambu secara berkesinambungan Seperti kita ketahui bahwa tanaman bambu milik rakyat pada umumnya luasnya sangat kecil dan tidak dikelola dengan baik.
Oleh karena itu untuk menjamin
kelangsungan industri bambu lamina perlu disediakan tanaman bambu yang cukup luas misalnya tanaman bambu hasil usaha KUHR (Kredit Usaha Hutan Rakyat), tanaman bambu hasil usaha kemitraan, atau tanaman bambu dari suatu perusahaan. Perum Perhutani sebaiknya membangun kelas perusahaan bambu seperti halnya di Cina untuk memasok industri pengolahan bambu. Di samping itu Perum Perhutani dapat menanam bambu pada tepi hutan terutama yang berbatasan dengan desa serta pada daerah tepian sungai sebagai tanaman konservasi tanah. 3. Proses pembuatan bilah Bambu yang bentuknya bulat dan berlubang memerlukan biaya angkut yang tinggi sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu pembuatan bilah bambu jika memungkinkan dilakukan di hutan sehingga dengan alat angkut yang sama dapat diangkut bilah bambu hasil pembelahan ( yang akan diproses lebih lanjut ) dengan volume/berat yang lebih besar dan limbah yang terjadi dapat dikembalikan ke areal hutan bambu. Di samping itu masyarakat di sekitar hutan dapat dilibatkan dalam proses produksi bambu lamina dan pada akhirnya pengembangan pemanfaatan bambu untuk bambu lamina dapat menunjang usaha pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan. 4. Perekat Perekat merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan bambu lamina. Macam dan kualitas perekat sangat menentukan kualitas bambu lamina yang dihasilkan. Pada garis besarnya ada dua macam perekat yaitu perekat interior dan perekat eksterior. Perekat interior adalah perekat yang hanya tahan terhadap lingkungan dalam ruangan, yaitu tidak berhubungan langsung dengan cuaca luar misalnya perekat urea formaldehida. Perekat eksterior adalah perekat yang tahan terhadap pengaruh cuaca luar, yang berarti tahan terhadap pengaruh air yang terus menerus misalnya perekat 8
fenol formaldehida.
Pemilihan macam atau jenis perekat yang digunakan dalam
pembuatan bambu lamina sangat dipengaruhi oleh tujuan penggunaan dan anggaran yang tersedia. Dalam proses perekatan terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan yaitu benda yang direkat (dalam hal ini adalah bilah bambu), perekat (macam dan komposisi perekat) dan kondisi perekatan/pengempaan (suhu, lamanya pengempaan dan besarnya tekanan). 5. Mesin dan Peralatan Dalam mengembangkan industri bambu lamina diperlukan beberapa mesin dan peralatan minimum yang harus tersedia yaitu gergaji potong, alat /mesin pembelah bambu, mesin serut, bak pengawetan, dapur pengering, timbangan, mixer (pengaduk perekat), pelabur perekat, dan mesin kempa (dingin atau panas), kompresor dan mesin ampelas. 6. Finishing Untuk memproduksi produk dengan bahan dasar bambu lamina, dengan kualitas finishing yang tinggi dan biaya minimum serta sedikit yang cacat, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan disamping pemakaian bahan finishing yang berkualitas tinggi serta metode penerapan yang tepat, di antaranya adalah : a. Pencegahan kebakaran di ruang finishing Cara terbaik untuk mencegah terjadinya kebakaran adalah ; bahan-bahan yang mudah terbakar harus disimpan dengan hati-hati, kaleng-keleng yang bocor harus diperiksa, ruangan harus bebas rokok, ventilasi udara harus cukup, buanglah sampah dan kain bekas yang telah penuh dengan bahan finishing, bersihkan tempat penyemprotan dari kelebihan bahan finishing yang disemprotkan dan pasang alat pemadam kebakaran yang memadai. b. Keselamatan kerja bagi operator Untuk melindungi operator atau pekerja dari bahaya yang mengganggu kesehatannya serta kecelakaan yang dapat menimpanya maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut ; Ikuti dan terapkan program keselamatan kerja yang telah dibuat, Desain serta konstruksi bangunan serta peralatan harus sesuai dengan persyaratn yang ditentukan dan sedapat mungkin memberikan kondisi yang sehat dan bersih secara maksimum, alat bantu pernapasan, masker atau pelindung kepala 9
harus selalu dipakai, lantai harus selalu bersih dan gang-gang harus bebas dari hambatan, pakailah cream atau lotion untuk melindungi kulit, jangan pernah membersihkan spray booth atau kipas angin yang sedang dioperasikan, jangan pernah mencoba mengangkat drum yang berisi bahan finishing atau kaleng yang berat tanpa memakai alat bantu dan jangan main-main (bercanda) pada saat menggunakan peralatan yang berbahaya. c. Penerangan yang bagus adalah mutlak Penerangan yang jelek mengakibatkan mata lelah sehingga pekerjaan tidak dapat dilakukan dengan baik dan banyak yang cacat. Untuk mendapatkan refleksi cahaya yang maksimum maka seluruh dinding dan atap harus dicat dengan warna yang terang. d. Penyimpanan dan penanganan bahan finishing Agar diperoleh hasil yang bagus maka bahan finishing harus disimpan dan ditangani dengan baik dan tepat dalam kondisi yang sesuai. Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa hal yang dapat dilakukan adalah ; pakailah bahan finishing yang lama terlebih dahulu, simpanlah bahan finishing dalam ruangan dengan suhu yang sesuai dan jangan diekspose di luar, aduklah bahan finishing secara menyeluruh sebelum dicampur dengan thinner, encerkan bahan finishing secara tepat, gunakan bahan dengan jumlah yang tepat, jangan menghamburkan bahan finishing dan thinner dan hanya menggunakan peralatan yang tepat/baik pada setiap saat.
IV. PENUTUP Tanaman bambu khususnya yang berdiameter besar dan dinding bambunya tebal dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bambu lamina untuk pengganti papan atau balok kayu sehingga dapat diperoleh nilai tambah yang tinggi. Pengembangan industri bambu lamina dapat menunjang usaha pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan. Dalam proses pembuatan bambu lamina kegiatan pembuatan bilah jika memungkinkan dilakukan di hutan atau daerah sekitar hutan sehingga biaya angkutnya murah, limbah yang terjadi dapat dikembalikan ke hutan dan masyarakat sekitar hutan dapat terlibat dalam proses produksi bambu lamina.
10
Sumber daya bambu yang cukup melimpah di Indonesia perlu ditingkatkan pengelolaan dan pemanfaatannya dan diberi perhatian dengan sungguh-sungguh agar dapat memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan industri bambu lamina harus didukung oleh kebijakan pemerintah meliputi penyediaan bahan baku yang berkesinambungan, pengembangan industri serta pemasaran produknya. Di samping itu perlu dilakukan
sosialisasi budidaya bambu kepada
masyarakat luas, dan kegiatan penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan teknologi pembuatan bambu lamina yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Barly. 1999. Petunjuk Teknis Pengawetan Bambu untuk Bahan Konstruksi Bangunan dan Mebel. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Sastrapraja,S., E.A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. Sulastiningsih, I.M., Nurwati & A. Santoso, 2005. Pengaruh lapisan kayu terhadap sifat bambu lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23(1): 15-22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Indonesia. Sulastiningsih, I.M., Nurwati & A. Santoso, 2012. Pengaruh jenis bambu, waktu kempa dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambu lamina. Manuskrip Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Widjaya, E.A. 2001. Identikit Jenis-jenis bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI. Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense, Bogor. Indonesia.
11