PENGARUH ADITIF TERIGU DAN TEPUNG BATANG KELAPA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS VENIR BAMBU LAMINA DENGAN PEREKAT FENOL FORMALDEHIDA
NATHANIA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Nathania. E24053801. Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina dengan Perekat Fenol Formaldehida. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr dan Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si Indonesia memiliki sekitar 125 jenis bambu di antaranya 20 jenis yang sudah dibudidayakan, salah satunya adalah bambu Tali. Sejauh ini penelitian bambu sebagai bahan berlignoselulosa untuk bahan baku produk panel masih terbatas dalam bentuk bambu lapis dan papan partikel menggunakan perekat Fenol Formaldehida, Melamine Formaldehida dan Urea Formaldehida sedangkan papan semen dan papan gypsum menggunakan perekat mineral. Dalam upaya diversifikasi produk panel, maka dilakukan pembuatan venir bambu lamina dari bambu Tali dengan menggunakan perekat Fenol Formaldehida. Tujuan yang ingin dicapai antara lain mendapatkan data kualitas venir bambu lamina dari jenis bambu Tali yang menggunakan perekat Fenol Formaldehida dengan variasi campuran jenis dan kadar zat aditif. Produk yang dibuat dalam penelitian ini berupa venir bambu lamina 11 lapis dengan ukuran (40 x 40 x 1) cm menggunakan jenis bambu Tali, dan perekat Fenol Formaldehida (PF) serta aditifnya berupa tepung terigu dan tepung batang kelapa dengan kadar (0%-10% masing-masing dari berat perekat cairnya) dikempa dengan suhu 1400 C selama 10 menit dengan tekanan 20 kg/cm2. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan Faktorial sebanyak 2 x 4 x 3. Faktor yang di selidiki yaitu jenis zat aditif dan kadar zat aditif. Sifat fisis dan mekanis produk mengacu pada Standar Indonesia dan Jepang untuk Venir Lamina (Laminated Venir Lumber, LVL), sementara karakteristik perekat yang digunakan mengacu pada Standar Indonesia untuk perekat Fenol Formaldehida untuk kayu lapis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik PF yang dibuat memenuhi persyaratan Standar Indonesia. Kualitas produk panel Venir Bambu Lamina hasil penelitian ini memenuhi persyaratan standar Indonesia dan Jepang untuk Produk LVL, dengan hasil yang terbaik diperoleh pada Venir bambu Lamina yang menggunakan zat aditif tepung batang kelapa sebanyak 10 % dalam campuran Fenol Formaldehidanya. Produk hasil penelitian ini termasuk mutu khusus dan tergolong kelas kuat I. Kata kunci : Bambu Tali, Tepung Terigu, Tepung Batang Kelapa, Venir Bambu Lamina, Fenol Formaldehida
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina dengan Perekat Fenol Formaldehida adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Nathania NRP E24053801
PENGARUH ADITIF TERIGU DAN TEPUNG BATANG KELAPA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS VENIR BAMBU LAMINA DENGAN PEREKAT FENOL FORMALDEHIDA
Karya Ilmiah Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Nathania E24053801
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Peneletian
: Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina dengan Perekat Fenol Formaldehida
Nama Mahasiswa
: Nathania
NRP
: E24053801
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui: Komisi Pembimbing, Ketua,
Anggota,
Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr NIP.130687459
Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP. 19580705 198903 1 007
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP. 19611126 198601 1 001 Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 7 Juni 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Handi Kusnandar dan Salma. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU LABSCHOOL RAWAMANGUN dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasisa Baru (SPMB). Penulis masuk Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai Sekretaris UKM Futsal IPB 2007-2009, staf Departemen Kimia Hasil Hutan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2006-2007, Kepala Biro Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2007-2008, staf Public Relation of International Forestry Student Association tahun 2007-2009. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal IPB 2008-2009. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Indramayu–Linggarjati sedangkan Praktek Pengelolaan Hutan di Gunung Walat. Serta melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di CV. RAKABU FURNITURE Solo . Untuk memproleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina dengan Perekat Fenol Formaldehida dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr dan Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si.
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala curahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina Dengan Perekat Fenol Formaldehida. Bambu
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan
memiliki potensi sebagai pengganti kayu. Hal ini didukung oleh beberapa hal yaitu bambu mudah diperoleh, harganya murah, daur hidup relatif pendek (3 - 4 tahun) dan arah sejajar seratnya lebih kuat daripada kayu. Untuk penghematan pemakaian perekat dapat dilakukan dengan pencampuran zat aditif ke dalam perekat. Tujuan dari karya ilmiah ini untuk mengetahui hubungan sifat fisis dan mekanis venir bambu lamina dan memperoleh produk venir bambu lamina terbaik yang dipengaruhi jenis dan kadar zat aditif dengan perekat Fenol Formaldehida. Bahan yang dipakai yaitu bambu tali, perekat Fenol Formaldehida, tepung terigu, dan batang kelapa. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna dalam pengembangan pemanfaatan bambu dan penulis juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Aditif Terigu dan Tepung Batang Kelapa Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Venir Bambu Lamina Dengan Perekat Fenol Formaldehida ini berhasil diselesaikan. Penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr dan Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis. 2. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan RI di Bogor. 3. Kepada para laboran di Lab. Produk Majemuk Litbanghut. 4. Bapak, Ibu, kakak dan segenap keluarga penulis atas dukungan, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis. 5. Rekan-rekan mahasiswa Lab. Bio-Komposit dan angkatan 42 Teknologi Hasil Hutan. 6. Sahabat – sahabat penulis : Ijup, Nila, Widi, Rita, StePFie, Galih Radityo, Rissa Rachmalia, Doris Debora dan lain-lain atas keceriaan dan semangatnya serta kepada Apit, Franco, Angga, Brian, Marthin, dan Opep. Pada Iie yang memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis. Bogor, Agustus 2009 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR………………………..……………………………....
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Tujuan .................................................................................................
2
1.3 Manfaat ...............................................................................................
2
1.4 Hipotesa ...............................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
4
2.1 Venir Bambu Lamina ..........................................................................
4
2.2 Bambu .................................................................................................
4
2.3 Perekat Fenol Formaldehida ...............................................................
5
2.4 Komponen Tambahan (Zat Aditif).......................................................
7
BAB III BAHAN DAN METODE ..................................................................
9
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
9
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................
9
3.3 Rancangan Percobaan ..........................................................................
9
3.4 Metode Penelitian ............................................................................... 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 21 4.1 Karakteristik Bambu ........................................................................... 21 4.2 Kualitas Perekat Fenol Formaldehida ................................................. 21 4.3 Kualitas Panel Venir Bambu Lamina .................................................. 27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 38 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 38 5.2 Saran .................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40 LAMPIRAN ...................................................................................................... 43
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1 Karakteristik perekat Fenol Formaldehida dengan variasi kadar aditif ......22 2 Kekentalan ramuan perekat PF pada beberapa komposisi...............................23 3 Hasil uji rataan sifat fisis dan mekanis venir bambu lamina............................27 4 Analisis sidik ragam kadar air panel venir bambu lamina ...............................28 5 Analisis sidik ragam kerapatan panel venir bambu lamina..............................30 6 Analisis sidik ragam keteguhan rekat uji kering venir bambu lamina .............31 7 Analisis sidik ragam keteguhan rekat uji basah venir bambu lamina ..............33 8 Analisis sidik ragam MOE venir bambu lamina ..............................................34 9 Analisis sidik ragam MOR venir bambu lamina..............................................36
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1 Mekanisme reaksi Fenol Formaldehida ............................................................6 2 Pola penyusunan bilik venir bambu lamina .....................................................14 3 Pembuatan potongan uji per panel ...................................................................15 4 Sampel uji keteguhan tarik sejajar serat...........................................................18 5 Cara pengujian MOE dan MOR.......................................................................19 6 Skema pembuatan panel venir bambu lamina..................................................20 7 Hubungan kadar aditif dan kekentalan ramuan perekat PF .............................24 8 Hubungan kadar aditif dan berat jenis perekat PF ...........................................24 9 Hubungan kadar aditif dan kadar padatan perekat PF .....................................25 10 Histogram nilai derajat keasaman perekat PF................................................26 11 Hubungan kadar aditif dan kadar padatan perekat PF ...................................26 12 Hubungan kadar aditif dan nilai kadar air panel venir bambu lamina ...........28 13 Hubungan kadar zat aditif dengan kerapatan perekat PF...............................29 14 Hubungan kadar aditif dengan nilai keteguhan rekat panel venir bambu lamina .............................................................................................................31 15 Hubungan kadar perekat dan keteguhan rekat bambu lamina .......................32 16 Hubungan kadar zat aditif dan MOE venir bambu lamina ............................34 17 Hubungan kadar zat aditif dan MOR venir bambu lamina ............................35
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Data Uji Kadar Air dan Kerapatan.................................................................44 2 Data Uji Kelenturan Rekat dengan Uji Geser Tarik Sejajar ..........................46 3 Data Uji Modulus Elastisitas dan Modulus Patah..........................................49 4 Data Uji Solid Content Perekat ......................................................................51 5 Data Uji Berat Jenis Perekat ..........................................................................52 6 Gambar Produk Panel Venir Lamina .............................................................53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hasil hutan yang memiliki potensi dan nilai ekonomis tinggi adalah komoditas non kayu yang beraneka ragam jenis, habitus, ekologis dan manfaatnya mempunyai peluang besar dan memberikan kontribusi berarti bagi pembangunan dan pengembangan hutan di Indonesia. Produksi hasil hutan non kayu yang berupa, bambu, kemenyan, jelutung dan gaharu merupakan komoditas yang menjanjikan dalam mendukung program prioritas Departemen Kehutanan di bidang pemberdayaan masyarakat, yang dapat memberikan peluang kerja dan usaha, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Pada tahun 2008 kebutuhan bahan baku industri hanya terpenuhi sebesar 78,3 % dari 46 juta m3 yang direncanakan oleh Departemen Kehutanan (2009). Dalam upaya mengatasi kekurangan bahan baku tersebut perlu dilakukan terobosan antara lain dengan memanfaatkan sumber bahan baku non kayu misalnya bambu. Di Indonesia terdapat sekitar 125 jenis bambu dimana sekitar 20 jenis bambu diantaranya dapat dibudidayakan seperti: bambu Apus, Ampel, Andong, Betung, Kuning, Hitam (Wulung), Talang, Tutul (Loreng), Cendani, Cengkoreng, Perling, Tamiang, Loleba, Batu, Belangke, Sian, Jepang, Gendong, Bali, dan Bambu Tali. Sejauh ini penggunaan bambu banyak digunakan sebagai dinding atau partisi bangunan rumah yang antara lain dalam bentuk anyaman, sementara penggunaan bambu sebagai bahan baku produk panel masih terbatas. Produk- produk panel kayu yang selama ini berkembang di Indonesia pada umumnya dalam bentuk kayu lapis, papan partikel, papan semen, papan gypsum, papan serat, dan venir lamina. Bambu sebagai bahan berlignoselulosa diyakini oleh berbagai pihak dapat digunakan untuk bahan baku produk panel menggantikan bahan baku kayu. Hal tersebut terbukti dari banyaknya hasil- hasil penelitian mengenai hal itu (Erniwati 2008, Morisco 1999, Sulastiningsih 2005).
Dalam upaya diversifikasi produk panel, maka dilakukan pembuatan venir bambu lamina dari Bambu Tali dengan menggunakan perekat Fenol Formaldehida. Dalam penelitian ini aplikasi perekat Fenol Formaldehida pada venir bambu lamina dicampur dengan dua jenis aditif yang berlainan sifatnya. Campuran yang pertama menggunakan tepung batang kelapa bagian dalam yang komponennya sebagian besar mengandung karbohidrat dan tidak memiliki sifat rekat sehingga zat aditif ini lebih bertindak sebagai pengisi. Pemilihan tepung batang kelapa bagian dalam sebagai pengisi karena sampai saat ini batang kelapa bagian dalam itu hanya sebagai limbah. Campuran lain yang digunakan sebagai aditif adalah tepung terigu, dengan pertimbangan bahan tersebut mempunyai sifat rekat sehingga selain bisa menambah kekentalan juga meningkatkan sifat rekatnya, karena mengandung pati dan protein, oleh karenanya lebih bertindak sebagai ekstender.
1.2 Tujuan 1.
Mendapatkan data kualitas venir bambu lamina dari jenis Bambu Tali yang menggunakan perekat Fenol Formaldehida dengan campuran jenis (tepung terigu dan tepung batang kelapa) dan kadar zat aditif (0%; 2,5%; 5%; 10%).
2.
Memperoleh data hubungan antara penggunaan jenis dan kadar zat aditif dengan beberapa sifat fisis dan mekanis venir bambu lamina.
3.
Mendapatkan data penggunaan jenis dan kadar zat aditif yang sesuai untuk mendapatkan venir bambu lamina yang memenuhi persyaratan.
1.3 Manfaat 1.
Memperoleh informasi kesesuaian aplikasi Bambu Tali sebagai bahan baku panel venir bambu lamina.
2.
Memperkaya pemanfaatan bambu Tali agar menjadi komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.
1.4 Hipotesis 1.
Jenis dan kadar zat aditif perekat Fenol formaldehida tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisis mekanis venir bambu lamina (H0).
2.
Jenis dan kadar zat aditif perekat Fenol formaldehida berpengaruh nyata terhadap sifat fisis mekanis venir bambu lamina (H1).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Venir Bambu Lamina Venir lamina (Laminated Veneer Lumber atau LVL) adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun sejajar serat lembaran venir yang diikat dengan perekat. Dalam hal tertentu diperkenankan ada venir silang di bawah venir luar. Pembuatan venir lamina umumnya untuk pengganti kayu gergajian. Oleh karena itu produk venir lamina mempunyai tebal berkisar antara 2 cm sampai 7,5 cm dan dapat berfungsi sebagai papan atau balok. Beberapa keunggulan sifat venir lamina dibandingkan dengan kayu gergajian antara lain mempunyai kekuatan lebih tinggi, dapat diperoleh dalam ukuran yang cukup lebar dan panjang serta kualitasnya lebih baik, seperti tidak mudah berubah bentuk. Di Indonesia venir lamina sudah dibuat sejak perang dunia ke II yaitu di Jawa Tengah dalam bentuk raket dengan unsur penyusunnya berupa venir gergajian tebal 3 mm. Venir lamina dapat juga dibuat dari sisa potongan venir . Produk venir lamina banyak digunakan untuk kaki meja, tangkai payung (Sutigno 1991) atau untuk penggunaan struktural seperti balok dan jembatan, kedua untuk komponen rumah seperti rangka jendela, kusen, pintu, mebel, dan ketiga untuk kayu profil (Sylviani et al. 2002). Produk venir bambu lamina merupakan panel yang pembuatannya diadaptasi dari venir lamina, yang salah satu tujuannya adalah sebagai alternatif pengganti bahan baku kayu guna mengatasi kelangkaan bahan baku untuk produk panel kayu.
2.2 Bambu Pohon Bambu telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan banyak tumbuh di pedesaan, pinggiran sungai sampai di pegunungan. Bambu mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat di pedesaan, karena bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, memiliki batang yang kuat,
ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, dan dikerjakan untuk berbagai keperluan peralatan rumah tangga maupun barang – barang kerajinan. Selain itu bambu relatif ringan mudah dibawa, serta relatif murah dibanding bahan bangunan lainnya, mudah ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu
mempunyai ruas dan buku, hidup merumpun dan terkadang
berbaris membentuk garis pembatas dari suatu wilayah desa. Bambu banyak ditanam oleh masyarakat disekitar rumahnya (perkarangan/kebun) untuk berbagai keperluan. Bambu dapat dimanfaatkan untuk konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, kandang, pipa saluran air, alat-alat rumah tangga serta berbagai bentuk kerajinan dan meubel seperti kursi, meja, tas, ikat pinggang, kap lampu, vas bunga, cangkir, dan alat musik. Salah satu jenis bambu yang banyak tumbuh di Indonesia adalah bambu Tali (Gigantochloa kurzii Gamble (1896), yang berasal dari Burma dan Thailand Selatan. Dewasa ini bambu Tali penyebarannya antara lain di gunung Salak (Jawa Barat), Blambangan (Jawa Timur), Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah. Diperkirakan luas tanaman bambu di Indonesia mencapai 2.104.000 ha yang terdiri atas 690.000 ha luas tanaman bambu di dalam kawasan hutan dan 1.414.000 ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan (Anonim 2005b). Dari sekitar 143 jenis bambu, diperkirakan 60 jenis di antaranya tumbuh di Jawa. Di antara jenis-jenis yang ada di Jawa, 16 jenis tumbuh juga di pulau-pulau lainnya; 26 jenis merupakan jenis introduksi, namun 14 jenis di antaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor dan Cibodas (Widjaja 2001). Menurut Dransfield dan Widjaja (1995), secara kimiawi komponen Bambu Tali terdiri atas holloselulosa 52,1-54,7%, pentosan 19,1-19,3%, lignin 24,8-25,8%, kadar abu 2,7-2,9%, silika 1,8-5,2%. Kelarutan dalam air dingin 5,2%, air panas 5,4-6,45%, alkohol benzena 1,4-3,2% dan NaOH 21,2-25,1%, sementara kadar patinya berkisar 0,24-0,71%.
2.3 Perekat Fenol Formaldehida Menggunakan perekat Fenol dapat menghasilkan produk yang tahan cuaca dan tahan air. Resin-resin Fenolic berkembang secara komersial sejak tahun 1908.
Pembuatan resin Fenol formaldehida secara umum bisa dilakukan dengan reaksi kondensasi menggunakan katalis asam atau basa yang secara berturut-turut produknya dikenal sebagai novolac dan resol. Menurut Pizzi (1983) reaksi pembentukan Fenol formaldehida
a
b
Gambar 1 Mekanisme Reaksi Fenol Formaldehida a. Novolac b. Resol Perekat Fenol Formaldehida dalam aplikasinya seringkali dicampur dengan bahan aditif seperti : filler, ekstender, hardener, solvent, thinner, katalis, preservatives, fortifiers, dan cariers. Bahan-bahan tambahan tersebut diramu dengan perekat utama dengan tujuan meningkatkan kinerja perekat yang bersangkutan selain menurunkan biaya produksi karena faktor pemakaian perekat. Perekat Fenol Formaldehida ini tergolong eksterior, oleh karena itu produk perekatannya juga bersifat tahan terhadap cuaca. 2.4 Komponen Tambahan (Zat Aditif) Dalam aplikasinya, perekat seringkali dicampur dengan bahan lain untuk berbagai tujuan. Bahan tersebut ada yang tidak mempunyai sifat rekat yang
biasanya ditambahkan untuk meningkatkan kekentalan, untuk pelaburan yang lebih memuaskan, dan untuk mengurangi penetrasi contoh bahan yang dimaksud antara lain berupa tepung tempurung kelapa, kaolin, dan serbuk gergaji. Bahanbahan tersebut dikenal sebagai filler (Ruhendi et al. 2007). Pemakaian filler dalam perekat menurut Prayitno (1996) antara lain sebagai bahan molekul perekat, mengurangi penetrasi bahan yang berlebihan, dan menahan molekul perekat sekaligus mengikatnya pada posisi garis rekat selama pengerasan. Kualitas bahan pengisi ini ditentukan oleh bahan bakunya, yang terdiri atas: a.
Kelompok filler organik, yaitu filler yang bersumber pada lignoselulosa atau tumbuh-tumbuhan seperti furfural, kulit tempurung/shell, kulit kayu, bubuk kayu (wood flour) dan sisa (waste) dalam pengolahan pulp dan kertas.
b.
Kelompok filler inorganik, yaitu bahan pengisi yang berasal dari bahan alami bukan tumbuh-tumbuhan seperti mineral, tanah lempung dan lain sebagainya. Penambahan bahan pengisi dalam perekat campuran lebih dari 10% dari
berat perekat akan menyebabkan penurunan keteguhan rekat walaupun hasilnya masih baik (Perry 1947 dalam Rizki 1998). Bahan tambahan lain yang sering digunakan ada pula memiliki kemampuan untuk merekat namun bukan sebagai base yang proporsinya lebih banyak dibanding filler dan fungsi utamanya untuk mengurangi biaya perekat contohnya tepung terigu, tapioka, dan bahan lain yang mengandung pati protein. Bahan tersebut dikenal sebagai ekstender (Ruhendi et al. 2007). Sutigno 1983 dalam Subarna (2000), mengemukakan bahwa tujuan penambahan ekstender pada perekat utama adalah: membantu pengontrolan viskositas adonan perekat, menambah sifat lekat basah (wet tack) perekat, mengurangi kerusakan garis perekat, mengurangi pemakaian perekat murni atau utama,
mengurangi
pelepasan
bahan-bahan
pencemar
lingkungan,
dan
mengurangi biaya perekatan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa persyaratan ekstender ini diatur dalam suatu daftar sebagai berikut : a. Ekstender mempunyai sifat perekat
b. Ekstender dapat dipecah/ditumbuk sampai halus sehingga tidak menimbulkan kesulitan dalam pembuatan adonan perekat seperti pengumpulan bahan dan lain sebagainya c. Seragam/uniform, tidak mendapat perlakuan-perlakuan kimia seperti pencucian d. Tidak mengandung phospat dan bahan yang dapat membuat pencemaran e. Kadar protein maksimum 10%, kadar abu maksimum sebanyak 0,55%, Netral (pH sebesar 6±0,20), ukuran partikel/granula adalah 95% = 100-200 mesh f. Mempunyai kadar serat yang rendah, mempunyai stabilitas viskositas, harga yang sepadan, dan mempunyai tingkat penyerapan air yang rendah = 1:1.
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Gunung Batu, Bogor. Pengambilan bahan baku bambu untuk venir dilakukan di daerah Situ Daun, Cibanteng, Kabupaten Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Bahan baku venir yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schulthes) Kurz). Bahan baku perekat terdiri atas: Fenol kristal teknis, larutan formaldehida 37% (formalin), larutan NaOH 50%, tepung terigu dan tepung batang kelapa masing-masing dengan kehalusan 100 mesh sebagai zat aditif. Peralatan yang dipakai terdiri atas gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, timbangan elektronik, spatula, moisture meter, visco tester, pH meter, oven, piknometer, water bath, tabung reaksi, pipet tetes, kuas, lempengan besi, papan alas, alat kempa panas, kaliper, meteran, mixer, UTM Lohmann, ayakan, mesin gergaji band saw dan alat tulis.
3.3. Rancangan Percobaan Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial dengan model tetap (Sudjana 2000). Perlakuan yang dikenakan dalam percobaan ini berupa jenis zat aditif (faktor A, dua taraf: tepung terigu dan tepung batang kelapa) dan kadar aditif (faktor B, empat taraf : 0% ; 2,5 % ; 5%; dan 10 % masing-masing dari berat perekat cair). Semua perlakuan dibuat dengan ulangan sebanyak tiga kali sehingga banyaknya satuan percobaan adalah 2 x 4 x 3, dengan model matematika yang digunakan adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + Eijk
Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan pada ulangan ke- k yang disebabkan oleh taraf ke- i faktor α (jenis kadar aditif) dan taraf ke- j faktor β (kadar aditif)
i
= Jenis aditif (dua taraf: tepung terigu dan tepung batang kelapa)
j
= Kadar aditif (empat taraf: 0%; 2,5%; 5% dan 10%)
k
= Ulangan 1, 2 dan 3
µ
= Nilai rata-rata sebenarnya
α
= Jenis aditif (faktor A)
β
= Kadar aditif (faktor B)
αi
= Pengaruh jenis aditif pada taraf ke-i
βj
= Pengaruh kadar aditif pada taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor α (jenis aditif) pada taraf ke- i (tepung terigu dan tepung batang kelapa) dan faktor β (kadar zat aditif) pada taraf ke- j (0%; 2,5%; 5% dan 10%) Eijk
= Galat (kesalahan percobaan)
Bila perlakuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji, dilakukan uji beda lanjut dengan metode Duncan.
3.4. Metode Penelitian 3.4.1. Persiapan Bambu Venir bambu terlebih dahulu diukur dimensi, kadar air, dan kerapatannya. Kemudian venir bambu yang sudah kering itu dibentuk menjadi anyaman bambu bilik dan bambu sejajar. Ukuran anyaman bambu bilik adalah 40 cm x 40 cm x 0,1 cm dan ukuran bambu sejajar adalah 40 cm x 40 cm x 0,1 cm. Bambu sejajar dibuat dengan cara penyusunan bilah-bilah bambu ke arah samping dan disatukan dengan memakai selotip kertas pada bagian atas dan bawahnya. Lembaran anyaman bambu tersebut dikeringkan dalam oven untuk mengurangi kadar airnya selama lima hari pada suhu 70 °C. Setelah selesai dioven dibiarkan di ruangan
terbuka selama satu hari. Kemudian lembaran-lembaran anyaman bambu tersebut diuji sifat fisisnya meliputi: kadar air dan kerapatan. a. Kadar Air Penetapan kadar air dilakukan terhadap venir bambu maupun lembaran anyaman bambu yang sudah dalam keadaan kering udara (kadar air 30%), yaitu dengan cara sebagai berikut: masing-masing contoh uji ditimbang berat awalnya (BA), kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 103 ± 2°C. Setelah selesai dioven, sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya, kemudian dioven lagi selama tiga jam secara berulang kali sampai diperoleh berat konstan (BKT). Kadar air dihitung dengan persamaan berikut:
KA =
x 100%
Keterangan : BA
= Berat awal (gram)
BKO = Berat kering oven (gram) KA
= Kadar air (%)
b. Kerapatan Sampel uji dalam kondisi kering udara untuk masing-masing lembaran anyaman bambu ditimbang beratnya (BA). Kemudian sampel tersebut diukur dimensinya meliputi panjang, lebar dan tebal. Kerapatan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Kr =
Keterangan : BA
= Berat awal (gram)
p
= Panjang (cm)
l
= Lebar (cm)
t
= Tebal (cm)
Kr
= Kerapatan kering udara (g/cm³)
3.4.2. Penyiapan Perekat PF dan Ramuannya Perekat Fenol formaldehida dibuat dengan mereaksikan Fenol dengan formaldehida pada nisbah mol P : F = (1 : 2) mol (Memed et al. 1990) , yaitu dengan menimbang sebanyak 991,41 g Fenol teknis kristal yang terlebih dahulu dipanaskan di atas penangas air pada suhu 70 - 80oC sampai cair. Kemudian dibubuhi dengan 1.708,59 g larutan formalin 37% sedikit demi sedikit dan diaduk sampai homogen. Larutan tersebut dikondisikan sampai pH mencapai 11 dengan menambahkan larutan NaOH 50%. Campuran dipanaskan di atas penangas air pada suhu 90oC sambil diaduk setiap 15 menit selama 1 jam. Setelah itu pH diukur, bila kurang dari 10 maka dibubuhi dengan
NaOH 10% sampai pH
sekurang-kurangnya 10. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 100oC selama 1 jam, sambil di uji kelengketannya setiap 15 menit. Untuk mengetahui tingkat kematangannya, dipipet perekat Fenol formaldehida kemudian diteteskan ke dalam tabung reaksi berisi aquades. Perekat PF sudah matang bila tetesan tidak memudar sampai setengah dari volume air dari tabung. Campuran didinginkan hingga mencapai suhu kamar Ditimbang (a gram) dan ditambahkan zat aditif dengan variasi kadar zat aditif (tepung terigu dan tepung batang kelapa) yaitu 0%; 2,5%; 5% dan 10% dari berat perekat cair. Dicampurkan sedikit demi sedikit agar tidak menggumpal kemudian diaduk dengan mixer. Selanjutnya dilakukan pengujian perekat PF mengacu pada SNI (1998) antara lain berat jenis, viscositas (kekentalan), kadar padat perekat (solid content), pH, warna, dan visual. Pengujian dilakukan setelah perekat tercampur zat aditif selama 15 menit untuk mengetahui perubahan karakteristik perekat selama proses masa tunggu perekat. a. Berat Jenis Penetapan berat jenis perekat dilakukan dengan menimbang air dalam piknometer sesuai volumenya kemudian dengan cara yang sama dilakukan
terhadap perekat Fenol formaldehida cair. berat jenis perekat dihitung dengan rumus di bawah ini:
Keterangan : B3 = Berat piknometer + perekat (gram) B2 = Berat piknometer + air (gram) B1 = Berat piknometer (gram)
b. Kekentalan Perekat (Viscositas) Perekat dimasukkan ke dalam bejana sampai tanda batas pada tangkai rotor. Viscotester dinyalakan dan rotor akan berputar. Nilai dibaca jika jarum viscotester sudah menunjukkan nilai konstan. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. c.Kadar Padatan Perekat (Solid content) Kadar padatan perekat dilakukan dengan cara menimbang 1,5 gram perekat (B2) dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya (B1). Dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 130 ± 5°C selama 2 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama ½ jam. Setelah itu ditimbang beratnya (B3). Prosedur diatas diulang hingga dicapai bobot tetap. Kadar padatan dihitung dengan persamaan : SC =
Keterangan : B3
= Berat sampel perekat dalam keadaan kering oven + wadah (gram)
B2
= Berat sampel perekat awal + wadah (gram)
B1
= Berat wadah kosong (gram)
SC
= Kadar padatan (%)
c. Warna Warna perekat bisa langsung diamati setelah perekat tersebut selesai dibuat dengan pencampuran ekstender ke dalam perekat. Pengamatan warna dilakukan berulang kali. e. Derajat Keasaman (pH) Penentuan pH perekat dilakukan dengan pH meter pada perekat yang telah mencapai temperatur ruang. f. Uji Visual Uji visual dilakukan dengan cara menuangkan sedikit perekat Fenol formaldehida di atas kaca datar, lalu contoh ditaburkan hingga membentuk lapisan film yang tipis. Pengamatan dilakukan secara visual adanya butiran padat, partikel kasar, dan benda asing lainnya dengan membedakan gelembung udara yang mungkin terbentuk. 3.4.3. Pembuatan Panel Bambu Lamina 3.4.3.1. Penyusunan anyaman bambu Anyaman bambu bilik disusun sebanyak 11 lapisan seperti yang terlihat pada Gambar 1. tampak samping
tampak depan
lembar bambu sejajar
lembar bambu bilik
Gambar 2 Pola penyusunan bilik venir bambu lamina Keterangan: Lembaran bambu sejajar Lembaran anyaman bambu bilik
3.4.3.2. Aplikasi Ramuan Perekat pada Venir Bambu Lamina Ramuan perekat Fenol formaldehida yang telah mengandung zat aditif (tepung terigu dan tepung batang kelapa) sebanyak 0%; 2,5%; 5% dan 10% dilaburkan secara merata ke lembaran venir bambu yang telah disusun sedemikian rupa dengan memakai kuas dengan berat labur 150 g/m² permukaan. Adapun metode pelaburannya adalah single layer (di satu permukaan) untuk lembaran bambu sejajar dan double layer (di kedua permukaan) untuk anyaman bambu bilik yang diletakkan di bagian dalam panel (core). Venir anyaman bambu bilik disusun sebagai face dan back panel. 3.4.3.3. Masa tunggu perekat Agar perekat menyebar merata di seluruh permukaan dan dapat meresap ke dalam bambu maka diberikan masa tunggu kepada perekat selama 15 menit. Dalam proses masa tunggu ini, panel diberi beban berupa lempengan besi seberat 5 kg agar perekat mempunyai waktu untuk berpenetrasi ke dalam venir bambu. 3.4.3.4. Pengempaan Panel bambu lapis dikempa panas dengan suhu 140 °C, tekanan 20 kg/cm² selama 10 menit. Setelah itu panel dikondisikan pada suhu kamar sekurangkurangnya satu minggu untuk menghilangkan tegangan-tegangan yang terjadi sewaktu pengempaan. 3.4.4. Pengujian Panel 3.4.4.1. Pembuatan Sampel Uji Pembuatan sampel uji kadar air, kerapatan, keteguhan rekat sejajar serat, modulus lentur sejajar serat, modulus patah sejajar serat dan delaminasi mengacu kepada ketentuan standar Indonesia ( Anonim 2000).
A B
D C D
Gambar 3 Pembuatan potongan uji per panel. Keterangan :
E
A
= Sampel uji kadar air (100 mm x 100 mm)
B
= Sampel uji kerapatan (100 mm x 100 mm)
C
= Sampel uji delaminasi (75 mm x 75 mm)
D
= Sampel uji keteguhan rekat sejajar serat (25 mm x 100 mm)
E
= Modulus elastisitas dan modulus patah ((24 h + 50 mm) x 50 mm)
h
= Tebal papan (mm)
3.4.4.2. Pengujian Kadar air Sampel uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya untuk mendapatkan berat awal (BA). Selanjutnya sampel uji tersebut dikeringkan dalam oven 103 ± 2 °C selama 24 jam. Setelah selesai dioven, sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Prosedur diatas diulangi sampai diperoleh berat konstan (BKT). Kadar air contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut: KA =
Keterangan : BA
= Berat awal (gram)
BKO = Berat kering oven (gram) KA
= Kadar air (%)
3.4.4.3. Kerapatan Sampel uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) kemudian dilakukan pengukuran dimensi terhadap panjang, lebar dan tebal. Kerapatan sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : ρ = kerapatan BKU = Berat Kering Udara p = panjang (cm) l = lebar (cm) t = tebal (cm)
3.4.4.4. Delaminasi Untuk uji delaminasi, contoh dipotong berukuran 10 cm x 10 cm. pengujian dilakukan untuk produk yang menggunakan perekat tipe I (eksterior). Sampel uji direbus dalam air mendidih selama empat jam, lalu direndam didalam air dingin selama satu jam dan dikeringkan dalam oven 60 ± 3°C selama 24 jam. Kemudian diamati dan diukur panjang dan lebar garis rekat yang mengalami delaminasi (pengelupasan garis rekat).
3.4.4.5. Keteguhan Rekat dengan Uji Geser Tarik Sejajar Serat Pengujian dilakukan dengan dua metode yaitu dalam kondisi kering dan basah. Kondisi basah artinya contoh uji mengalami perlakuan perendaman dalam air mendidih selama 24 jam, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 20 jam, lalu didihkan lagi selama 4 jam. Sebelum diuji sampel terlebih dahulu direndam dalam air dingin sampai mencapai suhu kamar. Bentuk sampel dari keteguhan rekat ini dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.
100 mm
25 mm
34,5 mm 3 mm
25 mm
3mm
34,5 mm
Gambar 4 Sampel uji keteguhan geser tarik sejajar serat. Nilai keteguhan geser tarik diperoleh dengan persamaan: KTR =
Keterangan: KTR
= Nilai keteguhan rekat (kg/cm²)
B
= Beban tarik (kg)
p
= Panjang bidang geser (cm)
l
= Lebar bidang geser (cm)
3.4.4.5. Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity) dan Modulus Patah (Modulus of Rupture) Sejajar Serat. Sampel dibuat dengan ukuran contoh uji yang datar dimensinya meliputi panjangnya enam kali tebal venir lamina dan lebarnya 4 cm. Disiapkan alat penguji penguji UTM Lohmann. Untuk menguji MOE, sampel uji diletakkan di atas penyangga dan beban diletakan di permukaan sampel uji kemudian diukur besarnya beban yang mampu ditahan oleh sampel uji tersebut sampai batas proporsi. Nilai MOE panel venir bambu lamina dihitung dengan persamaan : MOE =
Keterangan: MOE = Modulus elastisitas (kg/cm²)
ΔP
= Beban hingga batas proporsi (kg)
L
= Panjang batang (cm)
ΔY
= Defleksi (cm)
b
= Lebar sampel uji
h
= Tebal sampel uji (cm)
Pada pengujian modulus patah (MOR), sampel uji diberi beban sehingga mengalami kepatahan. Nilai MOR dihitung dengan persamaan : MOR =
Keterangan : MOR = Modulus patah (kg/cm²) Pmaks = Beban maksimum hingga sampel uji patah (kg) L
= Panjang sampel uji (cm)
b
= Lebar sampel uji (cm)
h
= Tebal sampel uji (cm) BEBAN
2,5 cm
2,5 cm
h L = 24 h + 5 cm Gambar 5 Cara pengujian MOE dan MOR
ANYAMAN
ANYAMAN
BAMBU SEJAJAR
BAMBU BILIK
(Gigantocloa apus)
(Gi
DISUSUN
t l
SESUAI
MODEL LAPISAN
PELABURAN PEREKAT
MASA TUNGGU PEREKAT
KEMPA PANAS Suhu 140°C, tekanan 20 kg/cm² selama 10 menit
PENGKONDISIAN
SIFAT FISIS
PENGUJIAN
SIFAT MEKANIS
Gambar 6 Skema pembuatan panel venir bambu lamina.
)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bambu Dalam upaya mendapatkan kesesuaian aplikasi bahan baku menjadi produk tertentu perlu diketahui karakteristik bahan baku yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan, jenis bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz) yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk lembaran bambu sejajar memiliki kadar air berkisar antara 6,34-7,40 % dengan rata-rata 6,72% dan kerapatan berkisar antara 0,373 – 0,422 g/cm³ dengan rata-rata 0,402 g/cm³, sementara untuk kadar air anyaman bambu bilik berkisar antara 7,74-8,37 % dengan rata-rata 8,05% dan kerapatan anyaman bambu bilik sebesar 0,528 – 0,582 g/cm³ dengan rata-rata 0,561 g/cm³. Tingginya kerapatan lembaran anyaman bambu bilik dibanding lembaran bambu sejajar dikarenakan pada ukuran yang sama jumlah bilah venir bambu pada lembaran anyaman bilik lebih banyak. Venir bambu yang sudah tersedia selanjutnya dibuat venir bambu lamina 11 lapis dengan kombinasi susunan lima lapis venir sejajar serat dan corenya berupa venir anyaman bambu. 4.2. Kualitas Perekat Fenol Formaldehida Dalam penelitian ini digunakan perekat Fenol formaldehida (PF) yang dibuat berdasarkan hasil penelitian Memed et al. (1990) yaitu dengan mereaksikan Fenol dengan formaldehida pada nisbah mol P : F = (1 : 2) mol atau (94 : 162) gram. Dalam pembuatan perekat tersebut digunakan katalis basa (NaOH 50%), dengan reaksi pencampuran dilakukan pada suhu 90ºC selama 1 jam. Selanjutnya setelah dibiarkan sehari pada suhu kamar dilakukan analisis guna mendapatkan data sifat fisik kimia perekat PF yang dihasilkan. Hasil analisis perekat Fenol Formaldehida dengan variasi kadar aditif tercantum pada Tabel 1. Fenol Formaldehida yang dibuat berbentuk cairan berwarna merah kecokelatan, berbau khas fenol. Bila dibandingkan dengan ketentuan SNI (1998) mengenai perekat PF untuk penggunaan kayu lapis, tidak semua sifat perekat hasil
penelitian ini memenuhi persyaratan karena terdapat beberapa parameter uji yang berbeda. Tabel 1 Karakteristik perekat Fenol Formaldehida dengan variasi kadar aditif Nilai Sifat
Kadar Aditif (%)
Hasil Uji
Standar SNI
Terigu
Batang kelapa
0
Cair
cair
2,5
Cair
cair
5
Cair
cair
10
Cair
cair
0
Cokelat kemerahan
Cokelat kemerahan
Merah
2,5
Cokelat kemerahan
Cokelat kemerahan
Kehitaman
5
Merah
Merah
bebas dari
10
Merah tua
Merah tua
0
11
10
2,5
11
10
5
11
10
10
11
13,3
0
3,2
0,8
Kekentalan
2,5
4,4
1,5
(poise)
5
7,8
3
10
11.5
20
0
1,20
1,20
2,5
1,21
1,21
5
1,22
1,21
10
1,23
1,19
0
48,99
42,54
2,5
49,5
43,07
5
52,39
44,03
10
57,46
45,03
0
30 menit
36 menit
2,5
28 menit
30 menit
5
28 menit
28 menit
10
10 menit
10 menit
Bentuk
Kenampakan
pH
Berat Jenis
Kadar
Padatan
(%)
Masa Gelatinasi
Cair
kotoran
10,0 – 13,0
1,3 - 3
1,165 - 1,2
40 - 45
≥ 30 menit
Tabel 2 Kekentalan ramuan perekat PF pada beberapa komposisi Perbandingan Kadar
Kekentalan
Penambahan air
Jenis Ekstender
berat PF
Pengisi
1:2
0
3,2
-
Terigu
1:2
2,5
4,4
-
Terigu
1:2
5
7,8
-
Terigu
1:2
10
11,5
-
Terigu
1:2
0
0,8
-
batang kelapa
1:2
2,5
1,5
-
batang kelapa
1:2
5
3
-
batang kelapa
1:2
10
8
10 ml
batang kelapa
4.2.1 Kekentalan Perekat Berpedoman kepada hasil pengujian kekentalan perekat yang dilakukan pada setiap penambahan aditif diperoleh data sebagai berikut: pada pemakaian terigu diperoleh kekentalan ramuan perekat berkisar dari 0,8 - 20 poise dengan rata-rata 6,73 poise, sedangkan kekentalan perekat PF dengan aditif serbuk batang kelapa berkisar dari 3,2-11,5 poise dengan rata-rata 6,33 poise. Pada Gambar 7 dapat dilihat adanya kenaikan kekentalan (viskositas) perekat yang signifikan seiring dengan penambahan zat aditif. Kekentalan paling tinggi terdapat pada penambahan zat aditif serbuk batang kelapa sebanyak 10 %, sehingga perlu ditambah air agar kekentalannya tidak melebihi dari 18 – 22 poise (Subarna 2000). Peningkatan kekentalan ini wajar, mengingat bahwa dalam zat aditif tepung terigu mengandung karbohidrat (75,9%), protein (11,31%), air (9,57%), dan lemak (1,71%)(Setyarini 2007). Sedangkan pada batang kelapa mengandung: holoselulosa berkisar 69,51 – 80,07%, selulosa berkisar 28,10 – 36,55%, lignin berkisar 26,58-36,35 % , zat ekstraktif larut NaOH (1 %) berkisar 33,61-18,76%, zat ekstraktif larut dalam air panas antara 3,75-8,92 %, zat ekstraktif larut dalam Alkohol Benzena antara 1,88-8,75% dan kadar abu antara
0,75-4,08 % (Wardhani et al. 2004). Dengan demikian, meningkatnya kadar aditif juga akan menaikkan kekentalan. Sehingga diperlukan penambahan air agar dicapai kekentalan yang sesuai (Santoso 1998).
Gambar 7 Hubungan kadar aditif dan kekentalan ramuan perekat PF
4.2.2 Berat jenis Hasil pengujian menunjukkan, berat jenis perekat memenuhi persyaratan SNI (1998) perekat Fenol Formaldehida untuk penggunaan kayu lapis karena nilainya relatif sama (1,2). Penambahan zat aditif secara keseluruhan berkisar dari 1,19 - 1,23. Peningkatan kedua jenis zat aditif memperlihatkan kecenderungan yang berbeda terhadap berat jenis perekat. Penambahan zat aditif tepung terigu akan meningkatkan berat jenis perekat dengan pola persamaan garis regresi linier, dimana penambahan zat tersebut sampai dengan 10% akan meningkatkan berat jenis. Sementara itu, pemakaian zat aditif tepung batang kelapa memperlihatkan peningkatan berat jenis perekat sampai batas tertentu (3%) dengan pola persamaan garis polynomial (Gambar 8).
Gambar 8 Hubungan kadar aditif dan berat jenis perekat PF 4.2.3 Kadar Padatan (Solid content)
Kadar padatan atau sisa penguapan adalah kandungan padatan perekat yang tidak ikut menguap setelah pemanasan pada suhu tertentu (SNI 1998). Kadar padatan PF yang dibuat memenuhi persyaratan SNI untuk Fenol Formaldehida karena nilainya ≥ 36%. Penambahan zat aditif secara keseluruhan meningkatkan kadar padatan perekat PF (42,53 - 57,46%). Peningkatan kadar dari pemakaian kedua jenis zat aditif memperlihatkan kecenderungan yang serupa terhadap kadar padatan, yaitu mengikuti pola persamaan garis regresi linier, dimana kadar padatan akan semakin meningkat dengan bertambahnya zat aditif tersebut sampai dengan 10%. Pemakaian tepung terigu sebagai aditif dalam perekat PF menghasilkan kadar padatan yang lebih tinggi dibandingkan pemakaian tepung batang kelapa. Hal tersebut diduga akan meningkatkan kinerja perekat.
Gambar 9 Hubungan kadar aditif dan kadar padatan perekat PF 4.2.4 Derajat Keasaman Berdasarkan hasil pengujian, derajat keasaman perekat memenuhi persyaratan SNI untuk Fenol Formaldehida karena nilainya ≥ 7. Penambahan zat aditif secara keseluruhan meningkatkan nilai pH berkisar dari
10 – 13,3.
Pemakaian tepung terigu sampai 10% tidak meningkatkan nilai pH perekat, namun pemakaian tepung batang kelapa dengan kadar yang sama mengakibatkan nilai pH meningkat (13,3). Hal ini mengindikasikan bahwa tepung batang kelapa bersifat basa.
Gambar 10 Histogram nilai derajat keasaman perekat PF 4.2.5 Waktu Gelatinasi Masa gelatinasi adalah waktu yang dibutuhkan perekat tergelatinasi setelah mengalami perlakuan tertentu (SNI 1998). Masa gelatinasi PF yang dibuat memenuhi persyaratan SNI untuk Fenol Formaldehida karena nilainya ≥ 30 menit. Penambahan zat aditif secara keseluruhan mempercepat waktu tergelatin perekat PF (36-10 menit). Penurunan waktu tergelatinasi akibat dari pemakaian kedua jenis zat aditif memperlihatkan kecenderungan yang sama mengikuti pola persamaan garis regresi polinomial, dimana waktu tergelatinasi akan semakin singkat dengan bertambahnya zat aditif tersebut sampai dengan 10%.
Gambar 11 Hubungan kadar aditif dan kadar padatan perekat PF
4.3 Kualitas Panel Venir Bambu Lamina Dalam penelitian ini dibuat panel venir bambu lamina yang berdimensi panjang dan lebar ± 40 cm dan tebal sekitar 0,77-0,88 (cm). Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap panel tersebut yang meliputi: kadar air, kerapatan, keteguhan rekat sejajar serat, modulus lentur sejajar serat, modulus patah sejajar serat, dan delaminasi, diperoleh hasil sebagaimana tercantum pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji rataan sifat fisis dan mekanis venir bambu lamina Kadar
Zat Aditif
Zat
Sifat Fisis & Mekanis
Aditif
KA (%)
ρ (g/cm3)
D (cm)
0%
10,49
0,81
2,50%
11,00
5%
MOR
MOE 2
BS 2
(B) 2
BS
(K) 2
(kg/cm )
(kg/cm )
(kg/cm )
(kg/cm )
00,00
165,64
1,05
82,22
105,33
0,88
00,00
149,91
1,15
69,33
105,22
11,11
0,87
00,00
125,43
1,00
65,61
80,11
10%
11,09
0,93
00,00
119,68
1,18
48,89
61,89
0%
10,48
0,81
00,00
162,60
1,03
82,22
105,33
Batang
2,50%
10,08
0,82
00,00
188,31
1,19
23,61
42,13
kelapa
5%
11,77
0,85
00,00
166,30
1,45
22,45
36,34
10%
11,28
0,83
00,00
128,82
1,09
18,24
31,94
2,50
85,00
140
7,00
7,00
Terigu
SNI 2005
14,00
Keterangan : KA
= Kadar air
ρ
= Kerapatan
D
= Delaminasi
BS(B) = Bonding strength (keteguhan rekat)(Uji Basah) BS(K) = Bonding strength (keteguhan rekat)(Uji Kering) MOE = Modulus of elasticity (modulus lentur) MOR = Modulus of repture (modulus patah)
4.3.1 Kadar air Hasil pengujian diperoleh venir bambu lamina menggunakan perekat PF dengan campuran tepung terigu memiliki kadar air (10,48-11,09%, rataaan 10,92%.) yang memenuhi persyaratan JAS (2003) venir lamina yaitu < 14%. Sedangkan venir bambu lamina yang menggunakan aditif tepung batang kelapa dalam perekatnya memiliki kadar air berkisar 10,08-11,77% dengan rata-rata 11,13%. Penambahan zat aditif tepung terigu akan meningkatkan kadar air produk perekatan dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi polynomial. (Gambar 12).
Gambar 12 Hubungan kadar aditif dan nilai kadar air panel venir bambu lamina Namun demikian menurut hasil analisis ragam (Tabel 4) diketahui bahwa perlakuan yang dikenakan seluruhnya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air panel venir bambu lamina, sehingga tidak perlu dilakukan uji beda lanjut.
Tabel 4 Analisis sidik ragam kadar air panel venir bambu lamina Derajat Jumlah
Sumber Keragaman
Bebas
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
Pengaruh Kadar Zat Aditif
Kuadrat
Kuadarat Tengah 0,002
0,002
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
0,002
tn
4,494
8,531
tn
3,239
5,292
3,239
5,292
3
4,039
1,346
1,426
Aditif
3
1,980
0,660
0,699tn
Sisa
16
15,11
0,944
Total
23
21,13
0,919
Pengaruh Jenis dan Kadar Zat
Keterangan : DB : Derajat Bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
* : nyata
** : sangat nyata
tn : tidak nyata
4.3.2 Kerapatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan venir bambu lamina yang menggunakan zat aditif tepung terigu dalam campuran perekatnya berkisar 0,81 - 0,93 g/cm³ ( rata-rata 0,87 g/cm³), sedangkan nilai rataan kerapatan produk yang sama dengan aditif tepung batang kelapa kelapa sebesar 0,83 g/cm³. Terdapat kenaikan kerapatan venir bambu setelah menjadi panel venir bambu lamina, fenomena tersebut wajar mengingat adanya lapisan perekat dan terjadi pemadatan bahan venir bambu lamina akibat pengempaan hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sulastiningsih et al. (2005) yang melakukan penelitian serupa terhadap venir bambu lamina. Penambahan zat aditif tepung terigu akan meningkatkan kerapatan panel dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi linier (Gambar 13).
Gambar 13 Hubungan kadar zat aditif dengan kerapatan perekat PF Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dan 99% (taraf nyata 5% dan 1%) pada Tabel 5 diketahui bahwa jenis zat aditif dan variasi kadar zat aditif perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kerapatan venir bambu lamina, sementara interaksi jenis dan kadar zar aditif berpengaruh nyata.
Tabel 5 Analisis sidik ragam kerapatan venir bambu lamina Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadarat
Tengah
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
0,010
0,010
Pengaruh Kadar Zat Aditif
3
0,016
Zat Aditif
3
Sisa Total
Sumber Keragaman
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
14,279**
4,494
8,531
0,005
7,395**
3,239
5,292
0,009
0,003
4,027*
3,239
5,292
16
0,012
0,001
23
0,047
0,002
Pengaruh Jenis dan Kadar
Keterangan : DB : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
**
*
tn
: Sangat nyata
: nyata
:tidak significant
Uji lebih lanjut dengan cara Duncan mempertegas hasil di atas, dimana pemakaian tepung terigu sebesar 2,5 % dan 5% dalam perekat PF menghasilkan produk dengan kerapatan yang sama.
4.3.3 Keteguhan Rekat Keteguhan rekat menggambarkan kekuatan rekat perekat terhadap bahan yang direkatnya. Berdasarkan hasil pengujian, nilai keteguhan rekat sejajar serat venir bambu lamina yang menggunakan tepung terigu di dalam perekat PF yang diuji dalam kondisi kering berkisar 61,89 -105,33 kg/cm², dengan rata-rata 88,14 kg/cm², sedangkan produk yang sama dengan menggunakan tepung batang kelapa nilainya 31,94 – 105,33 kg/cm², dengan rata-rata 53,94 kg/cm² dan kerusakan bambu seluruhnya 100%. Nilai tersebut lebih tinggi dari LVL (venir kayu) hasil penelitian Sulastiningsih et al. (1993) yang membuat LVL dari kayu campuran dengan nilai rata-rata keteguhan rekat antara 9,4 – 32 kg/cm2 dan kerusakan kayunya rata-rata 66-99%, demikian pula bila dibandingkan dengan produk lamina kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) yang dibuat dengan perekat Lignin Resorsinol Formaldehida dengan masa kempa 8 jam pada suhu kamar, yang berkisar antara 9,54 -78,40 kg/cm2 (Santoso 2004). Dibandingkan dengan bambu lapis struktural (15 lapis), yang keteguhan rekatnya berkisar antara 6,63 – 49,28 kg/cm2 (Monalisa 2008), 6,20-60,89 kg/cm2 (Kusuma 2008) venir bambu lamina ini lebih unggul. Penambahan zat aditif akan meningkatkan keteguhan rekat panel dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi linear (tepung kelapa) dan persamaan garis regresi polinomial (tepung terigu) (Gambar 14).
Gambar 14 Hubungan kadar aditif dengan nilai keteguhan rekat panel venir bambu lamina Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dan 99% (taraf nyata 5% dan 1%) pada Tabel 6 diketahui bahwa jenis aditif, variasi kadar aditif, dan interaksi kedua faktor tersebut masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan rekat venir bambu lamina. Tabel 6 Analisis sidik ragam keteguhan rekat uji kering panel venir bambu lamina Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadarat
Tengah
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
7018,41
7018,41
Pengaruh Kadar Zat Aditif
3
Sumber Keragaman
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
81,10**
4,494
8,531
11574,56
3858,186 44,58**
3,239
5,292
3
3171,132
1057,044 12,21**
3,239
5,292
Sisa
16
1384,592
86,537
Total
23
23148,69
1006,465
Pengaruh Jenis dan Kadar Zat Aditif
Keterangan : DB : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
**
*
tn
: Sangat nyata
: nyata
:tidak significan
Uji lebih lanjut dengan cara Duncan memperlihatkan bahwa pemakaian tepung terigu sebesar 0 % dan 2,5 % dalam perekat PF menghasilkan produk dengan keteguhan rekat yang sama dan memenuhi persyaratan mutu SNI untuk produk yang berperekat Fenol Formaldehida (≥ 10 kg/cm2). Di lain pihak pemakaian tepung batang kelapa 5 % dan 10% menghasilkan keteguhan rekat produk yang tidak berbeda nyata demikian pula pemakaian 2,5 % dan 5 % . Namun seluruhnya masih memenuhi standar SNI (1998). Hasil pengujian pada kondisi basah memperlihatkan keteguhan rekat sejajar serat venir bambu lamina yang menggunakan tepung terigu di dalam perekat PF berkisar 82,22 - 48,88 kg/cm², dengan rata-rata 66,51 kg/cm²,
sedangkan produk yang sama dengan menggunakan tepung batang kelapa nilainya 18,24 - 82,22 kg/cm², dengan rata-rata 36,63 kg/cm². Nilai tersebut lebih tinggi dari LVL (venir kayu) hasil penelitian Sulastiningsih et al. (1993) yang membuat LVL dari kayu campuran dengan nilai rata-rata keteguhan rekat antara 9,4 – 32 kg/cm2. Dibandingkan dengan produk lamina kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) yang dibuat dengan perekat Lignin Resorsinol Formaldehida dengan masa kempa 8 jam pada suhu kamar, yang berkisar antara 5,07-40,70 kg/cm2 (Santoso 2004) Penambahan zat aditif akan meningkatkan keteguhan rekat panel dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi polinomial (Gambar 15).
Gambar 15 Hubungan kadar perekat dan keteguhan rekat bambu lamina Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dan 99% (taraf nyata 5% dan 1%) pada Tabel 7 diketahui bahwa jenis aditif dan variasi kadar aditif masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap kerapatan venir bambu lamina, sementara interaksi jenis aditif dan kadarnya berpengaruh nyata.
Tabel 7 Analisis sidik ragam keteguhan rekat uji basah bambu lamina Derajat Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
5357,584
5357,584
Pengaruh Kadar Zat Aditif
3
8079,288
Zat Aditif
3
Sisa
Total
Sumber Keragaman
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
32,705**
4,494
8,531
2693,096
16,440**
3,239
5,292
1981,005
660,335
4,031*
3,239
5,292
16
2621,08
163,818
23
18038,96 784,303
Pengaruh Jenis dan Kadar
Keterangan : DB : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
**
*
tn
: Sangat nyata
: nyata
: tidak significant
Uji lebih lanjut dengan cara Duncan memperlihatkan bahwa pemakaian tepung terigu maupun tepung batang kelapa sebesar 2,5 % dan 10% perekat PF
menghasilkan produk dengan
dalam
keteguhan rekat yang sama dan
memenuhi persyaratan mutu SNI untuk produk yang berperekat Fenol Formaldehida (≥ 8kg/cm2).
4.3.4 Keteguhan Lentur (MOE) Uji Keteguhan lentur ditujukan guna mengukur kemampuan suatu bahan atau material untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang mengenainya. Nilai MOE venir bambu lamina berkisar 89.930 – 193.109 kg/cm2 dengan produk yang menggunakan campuran perekat PF dan tepung terigu ratarata mencapai 140.165 kg/cm2 sedangkan untuk produk serupa yang menggunakan campuran tepung batang kelapa dalam perekatnya 149.826 kg/cm2. Dibandingkan dengan bambu lapis struktural (15 lapis), yang MOEnya berkisar antara 2.790 – 21.348 kg/cm2 (Monalisa 2008), 9.119 – 22.578 kg/cm2 (Kusuma 2008) venir bambu lamina ini lebih unggul. Demikian pula bila dibandingkan dengan nilai MOE bambu Talinya sendiri sebagai bahan baku (MOE tanpa kulit 58.800
kg/cm2) (Erniwati 2008). Nilai keteguhan lentur venir bambu lamina ditunjukkan dalam Gambar 16. Penambahan kedua jenis zat aditif akan meningkatkan keteguhan lentur dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi polinomial (Gambar 16).
Gambar 16 Hubungan kadar zat aditif dan MOE venir bambu lamina Hasil analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dan 99% (Tabel 8) menunjukkan bahwa jenis aditif dan kadar aditif memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOE bambu lamina, sedangkan interaksi jenis aditif dan kadar aditif tidak berpengaruh nyata. Tabel 8 Analisis sidik ragam MOE venir bambu lamina Derajat Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadarat
Tengah
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
15809955,8
15809955,83
Pengaruh Kadar Zat Aditif
3
46799854,6
Zat Aditif
3
Sisa Total
Sumber Keragaman
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
8,62837**
4,494
8,531
15599951,54
8,513759**
3,239
5,292
5603003,78
1867667,928
1,01929tn
3,239
5,292
16
29317157,7
1832322,358
23
97529972
4240433,564
Pengaruh Jenis dan Kadar
Keterangan : DB : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
**
*
tn
: Sangat nyata
: nyata
: tidak significant
Uji lanjut Duncan kemudian dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar taraf dalam perlakuan. Nilai MOE Venir bambu lamina yang menggunakan PF dengan tepung terigu berbeda nyata dengan tepung batang kelapa, di mana nilai MOE terbesar diperoleh pada pemakaian tepung batang kelapa. Pemakaian tepung terigu sebesar 5 % dan 10% dalam perekat PF menghasilkan produk dengan nilai MOE yang tidak berbeda nyata, demikian pula dengan pemakaian tepung batang kelapa 0 % dan 5%. Bila mengacu kepada SNI (2000), produk hasil penelitian ini memenuhi persyaratan klasifikasi modulus elastisitas 100E karena nilainya minimumnya ≥ 85.000 kg/cm2 dan rata-ratanya ≥ 100.000 kg/cm2.
4.3.5 Keteguhan Patah (MOR) Uji keteguhan patah venir bambu lamina menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh produk tersebut persatuan luas sampai bahan tersebut patah (Haygreen dan Bowyer 1996). Nilai MOR venir bambu lamina berkisar antara 865– 1550 kg/cm3 dengan nilai rataan 1.097 kg/cm3 (tepung terigu) dan 1.189 kg/cm3 (tepung batang kelapa). Dibandingkan dengan bambu lapis struktural (15 lapis), yang MORnya berkisar antara 230,32 – 1.607,90 kg/cm2 (Monalisa 2008), 509,63 – 1.595,25 kg/cm2 (Kusuma 2008) venir bambu lamina ini lebih unggul. Demikian pula bila dibandingkan dengan nilai MOE bambu Talinya sendiri sebagai bahan baku (MOR tanpa kulit 598 kg/cm2) (Erniwati 2008). Penambahan zat aditif akan meningkatkan MOR panel dengan kecenderungan mengikuti persamaan garis regresi polinomial (Gambar 17)
Gambar 17 Hubungan kadar zat aditif dan MOR venir bambu lamina
Berdasarkan perhitungan analisi ragam diketahui bahwa perlakuan jenis zat aditif dan kadar aditif pada selang kepercayaan 95 % dan 99 % memberikan pengaruh nyata terhadap MOR venir bambu lamina (Tabel 9). Pengaruh yang nyata terlihat dari interaksi antara zat aditif dengan kadar aditifnya. Tabel 9 Analisis sidik ragam MOR venir bambu lamina Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadarat
Tengah
Pengaruh Jenis Zat Aditif
1
51403,86
51403,86
2,356513tn 4,494
8,531
Pengaruh Kadar Zat Aditif
3
106314,5
35438,16
1,624596tn 3,239
5,292
Zat Aditif
3
257337,5
85779,16
3,932383* 3,239
5,292
Sisa
16
349016,5
21813,53
Total
23
764072,3
33220,53
Sumber Keragaman
F. Hitung
F . Tabel 0,05
0,01
Pengaruh Jenis dan Kadar
Keterangan : DB : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadarat
KT : Kuadrat Tengah
**
*
tn
: Sangat nyata
: nyata
: tidak significant
Bila berpedoman kepada SNI (2000) produk yang menggunakan perekat PF dengan campuran tepung terigu, MOR nya memenuhi persyaratan klasifikasi mutu khusus karena nilainya ≥ 675 kg/cm2, demikian pula pada produk yang menggunakan campuran tepung batang kelapa dalam perekat PF nya.
4.3.6 Delaminasi Pengelupasan venir pada bagian tepi venir bambu lamina mengindikasikan lemahnya ikatan perekat dengan sirekat pada kondisi kelembaban tinggi. Untuk memperoleh hasil pengujian delaminasi venir bambu lamina dilakukan perendaman contoh uji dalam penangas air yang mendidih selama waktu tertentu. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai delaminasi produk 0% untuk semua faktor perlakuan. Bila mengacu pada ketentuan SNI (Anonim 2000) dan JAS ( Anonim 2003) semua produk venir bambu lamina yang diteliti ini lulus uji, karena
nilai rata-ratanya tidak lebih dari 10% dan panjang delaminasi rata-rata dari 1 garis rekat tidak lebih dari 1/3 panjang garis rekat pada setiap sisi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa bila ditinjau dari perekat yang digunakan panel venir bambu lamina hasil penelitian ini tergolong tipe eksterior, dan bila mengacu kepada SNI 01-6240-2000 tentang Venir Lamina, ditinjau dari nilai MOR nya produk hasil penelitian ini termasuk mutu khusus, sementara berdasarkan jumlah lapisannya tergolong mutu 1 (lebih dari 9 lapis namun kurang dari 12 lapis). Bila dibandingkan dengan produk panel kayu lapis untuk keperluan struktural SNI 01-5008.7-1999 dan JAS (2003), sifat fisis (kadar air dan kerapatan) dan sifat mekanis (MOE dan MOR) serta keteguhan rekat sejajar serat dan delaminasi venir bambu lamina yang diteliti ini hanya memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia untuk penggunaan struktural dengan ketebalan produk 2,4 cm, karena nilai MORnya ≥ 120 kg/cm² (Anonim 2003). Nilai MOR produk yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 1096,70 kg/cm3 (tepung terigu) dan 1189,26 kg/cm3 (tepung batang kelapa). Ditinjau dari nilai keteguhan rekat sejajar serat (26,64 kg/cm²), seluruh produk yang diteliti ini memenuhi persyaratan minimum keteguhan geser tarik kayu lapis struktural (≥ 7 kg/cm²) menurut persyaratan SNI (2003), demikian pula dengan kadar airnya ( 11,13 %) karena nilainya < 14%.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kualitas panel venir bambu lamina dari bambu Tali yang menggunakan perekat Fenol Formaldehida dengan pemakaian kadar aditif berupa tepung terigu maupun tepung batang kelapa seluruhnya memenuhi persyaratan sifat fisis dan mekanis produk panel LVL menurut standar SNI 2000. Pemakaian zat aditif sampai 10% dalam perekat Fenol Formaldehida menghasilkan sifat fisis dan mekanis yang bervariasi pada venir bambu lamina. Penggunaan zat aditif
ke dalam ramuan perekat Fenol formaldehida sampai
dengan 10% masing-masing dari berat perekat cairnya mengakibatkan nilai kadar air produk panel dan kerapatan meningkat sementara pada penambahan kadar 5% meningkatkan Keteguhan Rekat, MOE, dan MOR. Pemakaian kadar aditif sebanyak tersebut di atas memenuhi persyaratan sifat fisis dan mekanis produk panel LVL menurut standar SNI 2000. Berdasarkan nilai MOR yang mengacu kepada SNI 01-6240-2000 tentang Venir Lamina, produk hasil penelitian ini termasuk mutu khusus, sementara berdasarkan jumlah lapisannya tergolong mutu 1. Untuk nilai MOE nya masuk dalam mutu 100E Hubungan antara penggunaan jenis dan kadar zat aditif dengan beberapa sifat fisis dan mekanis venir bambu lamina menghasilkan persamaan garis regresi dengan pola perubahan nilai parameter yang bervariasi: sebahagian mengikuti persamaan garis regresi polinomial (kadar air, keteguhan rekat panel, keteguhan lentur, dan MOR) sementara parameter lainnya mengikuti persamaan garis regresi linier (keteguhan rekat dan kerapatan). Pemakaian jenis dan kadar zat aditif dalam ramuan perekat Fenol Formaldehida mempengaruhi kinerja perekat tersebut terutama dalam hal kekentalan, Solid Content, berat jenis, masa tergelatin, dan derajat keasaman (pH).
Penambahan zat aditif secara umum meningkatkan kekentalan dan solid content, tetapi menurunkan waktu gelatinasinya. Penggunaan zat aditif ke dalam ramuan perekat Fenol formaldehida sampai dengan 10% masing-masing dari berat perekat cairnya mengakibatkan kekentalan meningkat dengan pola persamaan garis regresi eksponensial (tepung terigu) dan polinomial (tepung batang kelapa), sementara pada kadar padatan perekat polanya mengikuti persamaan garis regresi linier. Akan tetapi terhadap waktu gelatinasi penggunaan zat aditif berakibat mempersingkat waktu gelatinasi perekat tersebut. Fenol Formaldehida yang dibuat dengan perbandingan mol P:F = 1:2 dengan katalis basa menghasilkan resin Fenol Formaldehida yang karakteristiknya memenuhi persyaratan SNI (1998) perekat Fenol formaldehida untuk penggunaan kayu lapis.
5.2 Saran 1.
Untuk aplikasi struktural sebaiknya digunakan venir bambu lamina dengan menggunakan zat aditif tepung batang kelapa sebanyak 10 % dalam campuran Fenol Formaldehida.
2.
Mengingat perekat yang digunakan dalam pembuatan produk panel ini mengandung Formaldehida, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar emisi Formaldehida yang dikeluarkan produk tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1998. Perekat Phenol Formaldehida Untuk Penggunaan Kayu Lapis. Standar
Nasional
Indonesia
(SNI
06-4567-1998).
Jakarta:
Badan
Standardisasi Nasional –BSN. ----------. 2000. Venir Lamina. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6240-2000). Jakarta : Badan Standarisasi NASIONAL-BSN -----------. 2003. Japanese Agricultural Standard for Plywood. Tokyo: The Japan Plywood Inspection Corporation. -----------. 2005a. Kayu Lapis untuk Struktural. Jakarta : Badan Standarisasi Indonesia. -----------. 2005b. Global Forest Resources Assesment update 2005. Indonesia Country Report on Bamboo Resources. Forest Resources Assesment Working Paper (Bamboo). FAO, Forest Departement and International Network for Bamboo and Rattan (INBAR), Jakarta, May 2005. -----------. 1998. Phenol Formaldehida Cair Untuk Perekat Kayu Lapis (SNI 064567-1998). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Departemen Kehutanan. 2009. Data Release 2009. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta. www.dephut.go.id [diakses 30 Juli 2009]. Dransfield, S., and E.A. Widjaya. 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 7: Bamboos. Bogor: Yayasan PROSEA.
Erniwati . 2008. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Polyurethane. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. (tidak Diterbitkan) Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar
(terjemahan).
Gadjah
Mada
University
Press.
Yogyakarta.Houwink, R and G. Solomon. 1965. Adhesion and Adhesive. Vol I & II. Elseiver Publishing Company. Amsterdam. Kusuma A, H. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz) dengan Perekat Tanin Resorsinol Formaldehida. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. (tidak diterbitkan). Martawijaya A, I. Kartasujana, Y. I . Mandang, S.A Prawira, K Kadir . 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor : Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Kehutanan. Memed, R., A. Santoso dan P. Sutigno. 1990. Pengaruh Fenol Formaldehida terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis Sengon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 8(3):105-108. Bogor : Badan Litbang Kehutanan. Monalisa. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dengan Variasi Kadar Model Lapisan dan Kadar Ekstender Perekat Tanin [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. (tidak diterbitkan). Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta : Nafiri Ofset. Nugraha PY. 2006. Studi Pembuatan Bambu Lapis dari Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schulttes) Kurz) Dengan Menggunakan Perekat UF dan PF [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pizzi A. 1983. Wood Adhesive, Chemistry and Technology. New York: Marcell Dekker.
Prayitno, T.A., 1996. Perekatan Kayu. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Jogjakarta. Rizki YM. 1998. Pemanfaatan Tepung Kacang Kedelai, Kaolin dan Gypsum dalam Peramuan Perekat Melamin Formaldehida Terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis Tusam. Jatinangor : Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti. (tidak Diterbitkan) Ruhendi S, DN Koroh, FA Syamani, H Yanti, Nurhaida, S Saad, T Sucipto. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Santoso A. 1998. Penelitian Pemanfaatan Tanin sebagai Perekat Kayu Lapis. Prosiding, Seminar Nasional I. MAPEKI 24 Maret 1998. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. hlm 79-89. ----------.2004. Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam
untuk Pembuatan
Kopolimer Lignin Resorsinol Formaldehida sebagai Perekat Lamina, Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.22(3). Hlm 143-153 Setyarini A. 2007. Pengaruh Penambahan Hardener dan Eksender dalam Tanin Resorsinol Formaldehida terhadap Emisi Formaldehida Kayu Lapis. [skripsi]. Bogor : Universitas Nusa Bangsa (tidak diterbitkan). Subarna, O .2000. Pemanfaatan Tepung Biji Durian, Tepung Biji Nangka dan Campurannya Sebagai Ekstender Perekat Urea Formaldehida dalam Pembuatan Kayu Lapis Khaya.
Jatinangor: Fakultas Kehutanan
Universitas Winaya Mukti. (tidak diterbitkan). Sudjana, 2000. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung : Tarsito. Sulastiningsih I.M, R Memed dan P. Sutigno. 1993. Pengaruh Campuran Jenis Kayu Terhadap Sifat Venir Lamina, Jurnal Hasil Penelitian Hasil Hutan 11(8) : 308-312.
-------------- I.M, Nurwati, Karnita Y. 2005. Teknologi Pembuatan Bambu Lamina dan Bambu Lapis. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2005; Bogor, 30 November 2005. Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan. hlm 131-141. Sutigno. 1991. Kayu Majemuk, perkembangan dan masa depannya di Indonesia. Orasi pengukuhan Ahli Penelitian Utama. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Jakarta. Sylviani, A. Santoso dan P. Sutigno. 2002. Profil Sebuah Pabrik Venir Lamina di Jambi. Info Hasil Hutan 9(1):1-11. Wardhani I.Y, Surjokusumo S., Hadi Y.S. dan Nugroho N. 2004. Distribusi Kandungan Kimia Kayu Kelapa (Cocos nucifera L). Bogor: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis.Vol.2 (1) hlm 1-7. Widjaja, EA. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor : Balai Penelitian Botani.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Uji Kadar Air dan Kerapatan KERAPATAN DAN KADAR AIR (Tepung Terigu) Kadar
0%
no
P
Berat
L
T
Kadar Air
Akhir
Berat Awal
8.75
7.57
0.84
43.66
39.48
0.78
10.59
2
7.4
8.1
0.84
41.23
37.23
0.82
10.74
3
7.5
8.23
0.84
43.07
39.11
0.83
10.13
0.81
10.49
1
7.55
7.56
0.8
37.9
34.74
0.83
9.10
2
7.57
7.56
0.77
38.31
34.24
0.87
11.89
3
7.5
7.55
0.77
40.43
36.09
0.93
12.03
0.88
11.00
Rata-rata
5%
1
7.3
7.87
0.77
37.9
34.68
0.86
9.28
2
7.5
7.73
0.77
39.84
35.53
0.89
12.13
3
7.47
7.86
0.8
39.92
35.67
0.85
11.91
0.87
11.11
Rata-rata
10%
(%)
1
Rata-rata
2.50%
Kerapatan
1
7.4
7.4
0.8
39.63
35.41
0.90
11.92
2
7.5
7.42
0.8
41.66
37.56
0.94
10.92
3
7.7
7.42
0.8
43.81
39.67
0.96
10.44
0.93
11.09
Rata-rata
KADAR AIR DAN KERAPATAN ( Tepung Batang Kelapa) KADAR
0%
Penampang (cm)
NO
P
L
Berat (gram) T
Awal
Oven
8.75
7.57
0.84
43.66
39.48
0.78
10.59
2
7.4
8.1
0.84
41.23
37.23
0.82
10.74
3
7.5
8.23
0.84
43.07
39.11
0.83
10.13
0.81
10.49
1
7.53
7.53
0.77
35.53
32.23
0.81
10.24
2
7.53
7.77
0.77
37.36
34.25
0.83
9.08
3
7.53
7.53
0.77
36.22
32.65
0.83
10.93
0.82
10.08
Rata-rata
5%
1
7.33
7.5
0.8
38.25
34.45
0.87
11.03
2
7.37
7.46
0.8
37.34
33.26
0.85
12.27
3
7.45
7.46
0.84
38.94
34.76
0.83
12.03
0.85
11.77
Rata-rata
10%
Kadar air (%)
1
Rata-rata
2.50%
Kerapatan
1
7.35
7.95
0.8
40.14
36.25
0.86
10.73
2
7.32
7.5
0.8
35.57
31.89
0.81
11.54
3
7.59
7.78
0.8
39.34
35.26
0.83
11.57
0.83
11.28
Rata-rata
Lampiran 2 Data Uji Keteguhan Rekat dengan Uji Geser Tarik Sejajar KETEGUHAN REKAT UJI KERING (Tepung terigu) Kadar
0%
No
P
L
Beban Max
B/(P*L)
1
2.4
2.5
636
106
2
2.4
2.5
590
98.33
3
2.4
2.5
670
111.67
Rata-rata
2,5%
105.33
1
2.4
2.5
620
103.33
2
2.4
2.5
624
104
3
2.4
2.5
650
108.33
Rata-rata
5.00%
105.22
1
2.4
2.5
442
73.67
2
2.4
2.5
456
76.00
3
2.4
2.5
544
90.67
Rata-rata
10%
80.11
1
2.4
2.5
480
80
2
2.4
2.5
326
54.33
3
2.4
2.5
308
51.33
Rata-rata
61.89
UJI KETEGUHAN TARIK UJI BASAH (Tepung Terigu)
KETEGUHAN REKAT UJI KERING (Tepung batang kelapa) Kadar
0%
no
P
L
Berat Max
B/(P*L)
1
2.4
2.5
636
106
2
2.4
2.5
590
98.33
3
2.4
2.5
670
111.67
Rata-rata
2.50%
1
2.4
2.4
204
35.42
2
2.4
2.4
280
48.61
3
2.4
2.4
244
42.36
1
2.4
2.4
116
20.14
2
2.4
2.4
244
42.36
3
2.4
2.4
268
46.53
2.4
2.4
160
27.78
2
2.4
2.4
184
31.94
3
2.4
2.4
208
36.11
Rata-rata
2.50%
31.94
L
Beban Max
B/(P*L)
1
2.4
2.5
640
106.67
2
2.4
2.5
420
70
3
2.4
2.5
420
70 82.22
1
2.4
2.5
480
80
2
2.4
2.5
330
55
3
2.4
2.5
438
73
Rata-rata
5%
36.34
1
no P
Rata-rata
42.13
Rata-rata
10%
0%
105.33
Rata-rata
5%
Kadar
69.33
1
2.4
2.5
380
63.33
2
2.4
2.5
434
72.33
3
2.4
2.5
367
61.17
Rata-rata
10%
65.61
1
2.4
2.5
264
44
2
2.4
2.5
280
46.67
3
2.4
2.5
336
56
Rata-rata
48.89
KETEGUHAN TARIK UJI BASAH (Tepung Batang Kelapa) Kadar
0%
NO
P
L
Beban Max
B/(P*L)
1
2.4
2.5
640
106.67
2
2.4
2.5
420
70
3
2.4
2.5
420
70
Rata-rata
2.50%
82.22
1
2.4
2.4
84
14.58
2
2.4
2.4
184
31.94
3
2.4
2.4
140
24.31
Rata-rata
5%
23.61
1
2.4
2.4
180
31.25
2
2.4
2.4
88
15.28
3
2.4
2.4
120
20.83
Rata-rata
10%
22.45
1
2.4
2.4
142.4
24.72
2
2.4
2.4
88.8
15.42
3
2.4
2.4
84
14.58
Rata-rata
18.24
Lampiran 3 Data Uji Modulus Elastisitas dan Modulus Patah Data Modulus Elastisitas dan Modulus Patah (Tepung Terigu) Penampang Kadar
No
L
0%
Beban
(cm)
Max
T
Dfleksi
Kelengkungan (mm) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
4.16
0.84
172 0.15 0.25 0.40
0.55
0.70
0.80
0.90 1.10
1.25
1.40
0.13 171214
1231
2
4.05
0.84
120 0.20 0.30 0.45
0.60
0.80
0.90
1.10 1.25
1.40
1.55
0.15 152416
882
3
4.11
0.84
144 0.30 0.40 0.55
0.70
0.85
0.95
1.15 1.25
1.40
1.55
0.13 173297
1043
165642
1052
1
4.05
0.8
157.6 0.15 0.30 0.45
0.60
0.75
0.90
1.10 1.30
1.40
1.55
0.15 176440
1277
2
4.12
0.8
140.8 0.35 0.50 0.60
0.80
0.95
1.10
1.25 1.45
1.60
1.80
0.16 162602
1121
3
4.21
0.8
136 0.20 0.35 0.50
0.75
1.10
1.20
1.50 1.70
2.10
2.30
0.23 110697
1060
149913
1153
Rata2
5.00% Rata2
MOR
10
Rata2
3%
MOE
1
4.17
0.8
116 0.15 0.35 0.55
0.70
0.85
1.10
1.25 1.45
1.60
1.80
0.18 142802
913
2
4.09
0.77
112 0.20 0.35 0.50
0.70
0.90
1.10
1.30 1.55
1.80
2.10
0.22 133597
970
3
4.15
0.77
132 0.25 0.50 0.70
0.90
1.10
1.35
1.60 1.95
2.30
2.90
0.29
99884
1127
125428
1003
10%
1
4.1
0.77
158 0.25 0.35 0.55
0.75
0.95
1.15
1.35 1.55
1.80
2.10
0.21 139617
1365
2
4.22
0.77
128 0.20 0.40 0.60
0.80
1.10
1.25
1.45 1.75
1.95
2.20
0.22 129481
1074
3
4.11
0.8
137.6 0.20 0.35 0.55
0.75
0.90
1.15
1.30 1.45
1.65
1.80
0.29
89930
1099
119676
1179
Rata2
Data Uji Modulus Elastisitas dan Modulus Patah ( Tepung Batang Kelapa) Penampang Kadar
No
(cm) L
0%
T
Beban Max
Defleksi MOE
Kelengkungan (mm) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
4.25 0.84
172
0.15
0.25
0.40
0.55
0.70
0.80
0.90
1.10
1.25
1.40
0.13
167588
1204
2
4.12 0.84
120
0.20
0.30
0.45
0.60
0.80
0.90
1.10
1.25
1.40
1.55
0.15
149826
867
3
4.18 0.84
144
0.30
0.40
0.55
0.70
0.85
0.95
1.15
1.25
1.40
1.55
0.13
170395
1025
162603
1032
Rata2
2.50% Rata2
MOR
1
4.14 0.77
144
0.15
0.30
0.50
0.60
0.80
0.95
1.10
1.25
1.40
1.60
0.16
181477
1232
2
4.15 0.77
132
0.10
0.30
0.45
0.60
0.70
0.85
0.95
1.15
1.30
1.45
0.15
193109
1127
3
4.21 0.77
144
0.15
0.25
0.45
0.60
0.75
0.85
1.10
1.20
1.30
1.50
0.15
190357
1211
188314
1190
5%
1
4.2
0.8
198.4
0.15
0.30
0.40
0.55
0.75
0.90
1.10
1.20
1.40
1.60
0.16
159505
1550
2
4.1
0.8
165.6
0.15
0.30
0.45
0.60
0.75
0.90
1.10
1.20
1.30
1.45
0.14
186738
1325
3
4.13
0.8
184
0.20
0.35
0.50
0.60
0.80
1.10
1.20
1.30
1.55
1.75
0.17
152667
1462
166303
1446
Rata2
10%
1
4.22
0.8
168
0.15
0.30
0.50
0.65
0.80
0.95
1.15
1.30
1.45
1.60
0.16
158749
1306
2
4.07
0.8
136
0.15
0.35
0.55
0.75
0.95
1.20
1.40
1.60
1.85
2.10
0.21
125410
1096
3
4.31 0.84
125.2
0.20
0.40
0.60
0.80
1.10
1.20
1.40
1.65
1.90
2.10
0.21
102301
865
128820
1089
Rata2
Lampiran 4 Data Uji Solid Content Perekat Terigu Kadar (%) 0% 2.5
Ulangan
Cawan
Kosong Berat
Perekat Berat
Cawan
+
SC
(gr)
(gr)
perekat (gr)
1
41.61
2.19
42.67
48.40
2
39.98
2.44
41.19
49.59
1
86.47
2.15
87.57
51.16
2
49.65
2.55
50.87
47.84
Rata2 48.99 49.50
5 10
1
62.64
2.08
63.73
52.40
2
63
2.1
64.1
52.38
1
72.52
2.39
73.93
58.99
2
66.82
2.45
68.19
55.92
52.39 57.46
Kelapa Kadar
Cawan
(%)
Kosong Berat
Ulangan (gr) 0% 2.5 5 10
perekat Berat
Awal (gr)
Cawan
+ Solid Content Rata-
perekat (gr)
(%)
rata
1
32.47
2.02
33.32
42.078
2
41.54
2
42.4
43
1
66.57
2.08
67.48
43.75
2
62.61
2.1
63.5
42.38
1
69.24
2
70.13
44.5
2
66.76
2.02
67.64
43.56
1
65.18
2.48
66.23
42.34
2
62.96
2.16
63.87
42.13
42.54 43.07 44.03 45.03
Lampiran 5 Data Uji Berat Jenis Perekat Tepung Terigu kadar 0
2.5
5
10
Berat
Berat
Piknometer
Piknometer+
(gr)
air (gr)
1
13.32
23.33
25.42
1.21
2
13.72
23.78
25.78
1.20
1
13.32
23.33
25.51
1.22
2
13.72
23.78
25.8
1.20
1
13.32
23.33
25.55
1.22
2
13.72
23.78
25.96
1.22
1
13.32
23.33
25.66
1.23
2
13.72
23.78
26.18
1.24
Ulangan
Berat
Piknometer
+ Perekat (gr)
BJ
Rata2
1.20
1.21
1.22
1.24
Tepung Batang Kelapa Kadar
0 2,5 5 10
Berat
Berat
Ulangan
Piknometer (gr)
Piknometer + Air (gr)
Berat Piknometer + Perekat (gr)
BJ
Rata2
1
13.27
23.33
25.38
1.20
2
13.63
23.78
25.72
1.19
1
13.36
23.33
25.49
1.22
2
13.7
23.78
25.85
1.21
1
13.32
23.34
25.37
1.20
2
13.67
23.76
25.87
1.21
1
13.4
23.36
25.39
1.20
2
13.71
23.85
25.69
1.18
1.20 1.21 1.21 1.20
Lampiran 6 Gambar Produk Panel Venir Lamina