“TINJAUAN YURIDIS RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PONDOK KELAPA)” Tazkya Putri Amelia. Gemala Dewi. Aad Rusyad Nurdin. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424 Indonesia. E-mail:
[email protected]
Abstrak
Dalam skripsi ini dibahas tentang restrukturisasi pembiayaan murabahah bermasalah pada perbankan syariah khususnya pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa sebagai suatu upaya penyelamatan bagi pembiayaan bermasalah dalam rangka membantu nasabah untuk menyelesaikan kewajibannya antara lain melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional dan untuk mengetahui pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan bentuk hasil penelitian adalah deskriptifanalitis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran dan penjelasan berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah telah terdapat kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan fatwa Dewan Syariah Nasional dan pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kata Kunci: Restrukturisasi, Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Bermasalah.
“Juridical Review on The Restructuring of The Non Performing Murabahah Financing on Syariah Banking in Indonesia (Case Study at PT Bank Syariah Mandiri Branch Office Pondok Kelapa)” Abstract
This research discussed about restructuring of the non performing murabahah financing on syariah banking in particular at PT Bank Syariah Mandiri Branch Office Pondok Kelapa as an attempt to rescue the non performing fincancing conducted by the bank in order to help customers to settle their obligation through rescheduling, reconditioning and restructuring. a broad credit system, there are many risk on the provision of syndicated loans. The purpose of
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
this research are to identify about the suitability of murabaha financing restructuring arrangement wih the provision of the fatwa National Islamic Council and how the implementation of restructuring murabaha financing at PT Bank Syariah Mandiri Branch Offices Pondok Kelapa is it in accordance with the laws and regulations regulations by looking at its implementation in the case of restructuring murabahah financing.. Results from this research are arrangement on murabaha financing restructuring has been in accordance with the provisions of the fatwa National Islamic Council and the implementation of the murabaha financing restructuring on PT Bank Syariah Mandiri Branch Office Pondok Kelapa in accordance with the legislation.
Keywords: Restructuring, Murabaha Financing, Non Performing Financing
PENDAHULUAN
Bank merupakan jantung perekonomian suatu negara karena peranannya sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu negara. Ini tidak terlepas dari fungsi utama bank itu sendiri yaitu sebagai suatu wadah yang dapat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana masyarakat tersebut secara efektif dan efisien. Sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.1 Di dalam Undang-Undang Perbankan disebutkan pula bahwa fungsi utama dari bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.2 Dana yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat digunakan untuk mendukung proses pembangunan nasional. Di dalam Pasal 5 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perubahan atas UndangUndang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa menurut jenisnya bank di Indonesia terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).3 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga memperkenalkan sistem bagi hasil yaitu didalam Pasal
1
Indonesia (1) , Undang-Undang Perbankan, UU No. 10Tahun 1998, LN No. 82 Tahun 1998, TLN No. 3790, Ps. 1 angka 2. 2
Indonesia (2) , Undang-Undang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472, Ps. 3. 3
Indonesia (2), Op.Cit., Ps. 5.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
6 huruf m dan Pasal 13 huruf c yang membahas mengenai pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Kedua pasal tersebut menerangkan bahwa, baik Bank Umum maupun BPR dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah dengan sistem bagi hasil. 4 Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terdapat beberapa perubahan penting di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, antara lain mengenai bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dapat menjalankan kegiatan usaha secara konvensional yaitu berupa Bank Umum dan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Bank Umum Syariah. Dengan dimasukkannya
prinsip
syariah
pada
sistem
perbankan, maka
diharapkan dapat
5
mengakomodasi operasional bank syariah. Namun kedua Undang-Undang tersebut hanya mengatur secara minim ketentuan mengenai Perbankan Syariah sehingga tidak bisa menjadi jawaban terhadap keunikan dan kekhususan Perbankan Syariah. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan hanya secara samar-samar memberikan indikasi mengenai kemungkinan suatu bank memberikan fasilitas perbankan berdasarkan bagi hasil.6 Kelahiran bank syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bunga merupakan riba, sehingga dilarang oleh agama. Prinsip perbankan syariah secara tegas dinyatakan dalam UU No 10 Tahun 1998. Saat ini telah dibentuk pengaturan yang secara khusus dan terperinci mengenai perbankan syariah yaitu dengan dibentuknya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan juga Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Hal ini untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas bagi perbankan syariah dan juga untuk lebih memaksimalkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Selain peraturan perundangundangan tersebut diatas, dibutuhkan suatu fatwa-fatwa terkait pengaturan perbankan syariah dari para ulama dan lembaga-lembaga atau organisasi Islam lainnya yang berkompeten untuk mengeluarkan fatwa-fatwa sebagai suatu pedoman atau petunjuk untuk melaksanakan kegiatan ekonomi syariah, dalam hal ini perbankan syariah. Oleh karena itu pada tahun 1999, 4
Zainul Arifin, Memahami (Jakarta:AlvaBet, 1999), hlm. 169.
Bank
Syariah
Lingkup,
Peluang,
Tantangan,
dan
Prospek,
5
Ibid., hlm. 135.
6
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 122.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN).7 Lembaga ini beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’) serta ahli praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, bank maupun non bank. Fungsi Dewan Syariah Nasional adalah untuk melaksanakan tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat, disamping itu lembaga ini juga bertugas, antara lain untuk menggali, menguji, dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip syariah untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembagalembaga keuangan syariah, serta mengawasi pelaksanaan dan implementasinya. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. 8 Sepertinya halnya bank konvensional, bank syariah berfungsi juga sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.9 Jenis-jenis pembiayaan tersebut dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya pembiayaan menurut tujuan (modal kerja dan investasi) dan jenis pembiayaan menurut jangka waktu (pendek, menengah, dan panjang). Selain itu jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif (mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, dsb) dan dalam bentuk aktiva tidak produktif (qardh). Dari berbagai macam produk pembiayaan perbankan syariah seperti yang telah diuraikan diatas, murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang paling dominan diterapkan dalam praktik perbankan syariah. Dominasi tersebut hampir mencapai 60% dari setiap pembiayaan Islam yang menggunakan akad pembiayaan murabahah. Murabahah merupakan transaksi jual beli antara bank syariah yang bertindak sebagai penjual dan nasabah 7
Ahyar Ari Gayo dan Ade Irawan Taufik, “Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah (Perpektif Hukum Perbankan Syariah),” Jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional, Volume 1 Nomor 2, (Agustus 2012), hlm. 257. 8
Indonesia (3), Undang-UndangPerbankan Syariah, UU No. 21 Tahun 2008, LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867, Ps. 1 angka 7. 9
M. Amin Aziz, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia,(Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, 2005), hlm. 17.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank syariah yang merupakan harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi bank syariah sesuai dengan kesepakatan.10 Akan tetapi dalam pelaksanaan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, tidak selamanya berjalan sesuai yang telah ditetapkan dan disetujui di dalam perjanjian pembiayaan tersebut. Dalam hal nasabah memenuhi seluruh persyaratan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah maka pada masa jangka waktu pembiayaan itu terjadi bukan mustahil terjadi suatu kondisi pembiayaan yang terdapat suatu penyimpangan utama dalam hal pembayaran yang menyebabkan keterlambatan pembayaran atau diperlukannya tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potential loss. Kondisi ini yang disebut dengan pembiayaan bermasalah. Ketidakmampuan debitur membayar utangnya berdampak negatif kepada para nasabah sebagai penyalur dana yang digunakan bank untuk memberikan pembiayaan kepada nasabahnya. Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan. Upaya penyelamatan kredit pada bank umum dapat dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, selain itu upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah pada bank syariah diatur di Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan dengan akad murabahah diatur didalam Pasal 15 ayat 1, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang menyebutkan bahwa pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna, dapat direstrukturisasi dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah diatur secara lebih lanjut di dalam Surat Edaran Bank Indonesia Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPBS/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/18/DPBS/2011. Selain diatur didalam Peraturan Bank Indonesia, restrukturisasi pembiayaan murabahah juga diatur di dalam berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional yaitu antara lain Fatwa DSN No. 46/DSNMUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah, Fatwa DSN No. 47/DSN-MUI/II/2005 10
Ali Zainudin, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 30.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah yang tidak mampu membayar, Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah dan Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah. Restrukturisasi pembiayaan murabahah
merupakan salah satu bentuk untuk
menghindari risiko kerugian terhadap nasabah yang tidak mampu membayar hutangnya. Dengan kata lain restrukturisasi adalah salah satu upaya untuk untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan murabahah dilakukan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau mengalami penurunan kemampuan membayar.11 Mengingat sangat pentingnya upaya yang ditempuh untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah termasuk untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah dengan akad murabahah, karena dana yang disalurkan oleh bank syariah untuk pembiayaan tersebut bukan hanya berasal dari dana bank syariah itu sendiri namun juga berasal dari dana para nasabah yang menitipkan uangnya kepada bank syariah, maka bank syariah harus menjaga dan mempertanggungjawabkan kepercayaan dari para nasabah tersebut yaitu dengan cara merestruktur kembali pembiayaan bermasalah kepada nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar. Hal ini dilakukan karena tujuan dari restrukturisasi pembiayaan adalah agar dana yang disalurkan bank syariah melalui pembiayaan tersebut dapat dikembalikan kepada bank sesuai dengan kesepakatan awal. Untuk melaksanakan restrukturisasi pembiayaan murabahah diperlakukan prosedur-prosedur yang diatur didalam peraturan-peraturan
mengenai
restrukturisasi
pembiayaan
murabahah
tersebut.
Permasalahannya pengaturan restrukturisasi pembiayaan selain diatur didalam Peraturan Bank Indonesia yang merupakan suatu peraturan yang mengikat bagi perbankan, restrukturisasi pembiayaan murabahah juga diatur didalam berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional yang merupakan rujukan yang mengikat pula bagi bank syariah. Penelitian ini dimaksudkan guna mendapatkan penjelasan lebih jauh mengenai kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah yang diatur didalam Peraturan Bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional dan bagaimana pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa.
11
Faisal, ”Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Dalam Mendukung Manajemen Risiko Sebagai Implementasi Prudential Principle Pada Bank Syariah di Indonesia.” Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 (September 2011), hlm. 482.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional? 2. Bagaimanakah pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan dengan akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa?
TUJUAN PENELITIAN Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan dengan akad murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa.
METODE PENELITIAN Suatu penelitian hukum harus dilakukan dengan kegiatan ilmiah yang berdasarkan metode. Selain itu kegiatan ilmiah tersebut harus dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang dilakukan penulis
adalah penelitian kepustakaan
yuridis-normatif, yaitu penelitian dengan cara menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen yang berikaitan dengan substansi penelitian12 Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis terhadap kesesuaian antara pengaturan mengenai restrukturisasi pembiayaan murabahah dan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional serta pelaksanaan restruktursisasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Bentuk penelitan tersebut dipilih oleh penulis untuk memberikan paparan normatif yang berkaitan hukum terkait yang dibahas dalam penelitian ini. Kemudian berdasarkan tipologinya, sifat penelitian kepustakaan ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat suatu individual, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi suatu gejala.13 Dalam penelitian ini penulis menggambarkan 12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 8, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 14. 13
Sri Mamudji, et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet 1, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2005), hlm. 4.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
berbagai teori dan pembahasan mengenai kesesuaian pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional dan bagaimana pelaksanan restrukturisasi pembiayaan dengan akad murabahah pada bank syariah khususnya Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung melalui penelusuran kepustakaan, terutama kepustakaan hukum. Dalam memperoleh data, penulis akan mengambil data melalui berbagai literatur berupa buku teks, jurnal ilmiah, serta jurnal yang diterbitkan oleh pemerintah. Pembahasan dengan data sekunder dilakukan dengan mendatangi perpustakaan, pusat dokumentasi, dan dari bahan pustaka yang dimiliki penulis. Adapun jenis bahan hukum yang digunakan adalah: 1. Bahan hukum primer, yaitu berupa perundang-undangan terkait, seperti UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 tentang Pembiayaan Murabahah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 46/DSN/MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 47/DSN/MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah
Bagi
Nasabah
yang Tidak Mampu Membayar, Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 48/DSN/MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali (Rescheduling) Tagihan Murabahah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 49/DSN/MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 43/DSN/MUI/II/2005 tentang Ganti Rugi (Ta’widh), PBI No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta peraturan pelaksana kedua Peraturan Bank Indonesia tersebut yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan perubahannya yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011 tentang Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa skripsi, tesis, buku, dan jurnal. 3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa jurnal, kamus hukum, surat kabar baik cetak maupun elektronik, dan lain-lain. Sebagai alat pengumpul data, penulis menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen dilakukan dengan menelaah berbagai bahan kepustakaan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya, wawancara dilakukan dengan mewawancarai narasumber dari pihak PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa, yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, dimana penulis tidak menggunakan data dalam bentuk kuantitas (jumlah) melainkan dengan studi dokumen. Jika dipandang dari sudut sifatnya, penulisan ini tergolong dalam penulisan deskriptif-analitis.14 Metode tersebut juga sesuai dengan bentuk penelitian yang berupa yuridis normatif yang menelaah bahan-bahan kepustakaan dengan tataran normatif. Bentuk hasil penelitian yang sesuai berupa deskriptif-analitis, yang mana hasil penelitian ini diharapkan dapat mamberikan gambaran dan penjelasan atas permasalahan yang diteliti
PEMBAHASAN Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: 1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya; 2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank;
14
Ibid., hlm. 10.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: a. penambahan dana fasilitas pembiayaan bank b. konversi akad pembiayaan c. konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah d. konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah.
Restrukturisasi pembiayaan murabahah adalah upaya yang dilakukan oleh bank syariah untuk meminimalkan potensi kerugian yang disebabkan oleh pembiayaan murabahah. Restrukturisasi pembiayaan murabahah merupakan salah satu bentuk untuk menghindari risiko kerugian terhadap nasabah yang tidak mampu membayar hutangnya, dengan kata lain, restrukturisasi salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan.15 Restrukturisasi pembiayaan murabahah dilakukan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar. Restrukturisasi pembiayaan murabahah pada perbankan syariah merupakan salah satu upaya dalam penyelamatan pembiayaan bermasalah dengan akad murabahah. Dasar hukum restrukturisasi pembiayaan murabahah di Indonesia secara umum adalah Pasal 36 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan secara khusus diatur oleh PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, PBI No. 13/9/PBI/2011 tentang tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008, PBI No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, SEBI No. 10/34/DPBS/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, SEBI No. 13/18/DPBS/2011 tentang Perubahan atas SEBI No. 10/34/DPBS/2008, Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/II/2005 ganti rugi (ta’widh), Fatwa DSN No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang potongan murabahah bagi nasabah yang tidak mampu membayar. Fatwa DSN No. 47 /DSNMUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah tidak mampu membayar. Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah, Fatwa DSN No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.
15
Faisal, loc. cit.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Tata cara restrukturisasi pembiayaan murabahah diatur didalam Pasal 15 ayat 1 PBI No. 10/18/PBI/2008 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pada Pasal 15 ayat 1 PBI No. 10/18/PBI/2008 tersebut dijelaskan bahwa Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna, dapat direstrukturisasi dengan cara rescheduling (penjadwalan kembali), reconditoning (persyaratan kembali), dan restructuring (penataan kembali). Namun Pasal 15 ayat 7 PBI No. 10/18/PBI/2008 menyebutkan bahwa tata cara restrukturisasi pembiayaan akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia yaitu Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPBS sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/18/DPBS tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPBS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank syariah juga harus memperhatikan prinsip syariah dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah, artinya bank syariah dalam melakukan restrukturisasi harus memperhatikan beberapa Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Ditinjau dari Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut, restrukturisasi pembiayaan murabahah dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:16 1. Pemberian keringanan Diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 46/DSN-MUI/II/2005. 2. Penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah yang tidak mampu membayar Diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 47/DSN-MUI/II/2005. 3. Penjadwalan kembali (rescheduling) Diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005. 4. Konversi akad Diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005. 5. Ta’widh Diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-MUI/II/2005.
16
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010),
hlm. 719.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Terdapat kesesuaian antara pengaturan yang ada didalam fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia mengenai restrukturisasi penmbiayaan murabahah. Ini bisa dilihat dari kesesuaian ketentua-ketentuan sebagai berikut: 1. Ketentuan Mengenai Potongan Tagihan Murabahah Bagi Nasabah yang Tidak Mampu Membayar Ketentuan mengenai potongan tagihan murabahah diatur di dalam fatwa Dewan Syariah
Nasional
No.
46/DSN-MUI/II/2005
tentang
Potongan
Tagihan
Murabahah. Potongan tagihan murabahah juga diatur didalam Peraturan Bank Indonesia tentang Restrukturisasi Pembiayaan yaitu pada restrukturisasi dengan cara reconditioning. 2. Ketentuan Mengenai Penjadwalan Kembali (Rescheduling) Tagihan Murabahah Ketentuan mengenai penjadwalan kembali tagihan murabahah diatur didalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. Ketentuan ini juga diatur didalam didalam Peraturan Bank Indonesia tentang Restrukturisasi Pembiayaan yaitu pada restrukturisasi dengan cara penjadwalan kembali atau rescheduling. 3. Ketentuan Mengenai Konversi Akad Ketentuan mengenai konversi akad murabahah diatur didalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005 yang menyebutkan bahwa LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah yang tidak dapat menyelesaikan atau melunasi pembiayaan murabahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati namun nasabah tersebut masih prosepektif dengan menghentikan akad pembiayaan murabahah dan membuat akad baru yaitu dapat berupa akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik akad Mudharabah, dan akad Musyarakah. Restrukturisasi pembiayaan murabahah dengan cara menkonversi akad murabahah juga diatur dalam PBI tentang Restrukturisasi Pembiayaan. Mengkonversi akad murabahah dalam melakukan restrukturisasi pembiayaan yang diatur didalam PBI dan SEBI termasuk restrukturisasi pembiayaan dengan cara penataan kembali (restructuring). Restrukturisasi dengan cara penataan kembali (restructuring) pada pembiayaan murabahah dapat dilakukan dengan mengkonversi piutang murabahah menjadi piutang ijarah muntahiya bit tamlik, mudharabah, atau musyarakah, selain itu restrukturisasi dengan cara penataan kembali (restructuring) dapat juga dilakukan dengan melakukan konversi menjadi
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah atau penyertaan modal sementara. 4. Ketentuan Mengenai Ta’widh Ketentuan mengenai ta’widh diatur didalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.43/DSN-MUI/II/2005 tentang Ganti Rugi (ta’widh). Sedangkan ketentuan ganti tugi atau ta’widh dalam Peraturan Bank Indonesia diatur melalui peraturan pelaksananya yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/18/DPbS tanggal 30 Mei 2011 pada butir V mengenai penerapan prinsip syariah yang menyebutkan bahwa ganti rugi ditetapkan sebesar dengan biaya riil yang dikeluarkan bank. Hal ini sesuai dengan ketentuan ganti rugi yang diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa telah terdapat kesesuaian antara pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah yang diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia dengan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional. Hal ini juga ditegaskan didalam Pasal 9 PBI No. 10/18/PBI/2008 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/9/PBI/2011 yang menyebutkan bahwa restrukturisasi pembiayaan dilaksanakan dengan memperhatikan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berlaku. Selain itu tidak adanya pertentangan antara pengaturan mengenai restrukturisasi pembiayaan murabahah yang diatur didalam Peraturan Bank Indonesia dan yang diatur didalam Fatwa DSN disebabkan oleh adanya pengaturan didalam Pasal 26 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa kegiatan usaha dan atau produk dan jasa syariah wajib tunduk kepada Prinsip Syariah yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
Pada dasarnya dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri Cabang Pondok Kelapa didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku yang mengatur mengenai restrukturisasi pembiayaan yaitu antara lain Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 13/9/PBI/2011, Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/34/DPBS/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/18/DPBS/2011 serta fatwa-fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Nasional
MUI
mengenai
restrukturisasi
pembiayaan
murabahah,
namun
dalam
pelaksanaannya, Bank Syariah Mandiri juga memiliki Standar Operasional Prosedur yaitu Surat Edaran Bank Syariah Mandiri Nomor. 09/031/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang Pembiayaan yang harus dipenuhi dalam melakukan restrukturisasi terhadap pembiayaan murabahah.
Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi adalah kualitas
pembiayaan dari kolektibilitas I-V. Syarat dan ketentuan nasabah yang dapat direstrukturisasi pembiayaannya menurut Manager Marketing Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa adalah:17 1. Nasabah yang mengalami penurunan kemampuan bayar 2. Nasabah masih memiliki prospek usaha sehingga memiliki kejelasan memenuhi kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi Pengaturan mengenai restrukturisasi pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri tidak diatur secara khusus melainkan diatur dengan restrukturisasi pembiayaan dengan akad lainnya. Dalam Surat Edaran Bank Syariah Mandiri Nomor. 09/031/2007 tanggal 9 Agustus 2007 tentang Pembiayaan dijelaskan bahwa penanganan pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi didasarkan pada kelayakan pembiayaan dengan memperhatikan risiko dan pendapatan pembiayaan yang akan diterima melalui penyelamatan pembiayaan (rescue). Upaya ini dimaksudkan untuk:18 1. Meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank 2. Menyelamatkan kembali pembiayaan yang ada agar menjadi lancar kembali 3. Memperbaiki kualitas usaha nasabah Sebelum dilakukannya restrukturisasi, bank melakukan penagihan kepada nasabah yang memiliki tunggakan tagihan. Penagihan dapat dilakukan melalui surat, telepon ataupun mendatangi langsung nasabah terkait. Bank lalu melakukan komunikasi yang intens terhadap nasabah untuk mengetahui alasan nasabah tersebut belum bisa membayar angsuran dan mengapa kemampuannya menurun. Setelah itu bank dapat menawarkan restrukturisasi jika nasabah tersebut dirasa memungkinkan untuk melunasi kewajibannya jika diberikan restrukturisasi atas pembiayaannya. Penanganan restrukturisasi pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri dilakukan oleh unit satuan kerja khusus yaitu Divisi Restrukturisasi (DRS).
17
Wawancara, dengan Manager Marketing PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa, Sefudin Suria Hidayat, (Jakarta, 15 Desember 2014). 18
Bank Syariah Mandiri, Surat Edaran Bank Syariah Mandiri tentang Pembiayaan, SEBSM No. 09/031/2007 tanggal 9 Agustus 2007
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa digunakan sistem balloon payment yang tidak diatur didalam peraturan perundang-undangan, namun pada prinsipnya ini tidak melanggar ketentuan restrukturisasi murabahah
dengan cara reconditioning
karena
pelaksanaan restrukturisasi dengan sistem ballon payment ini tetap tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkannya sehingga tetap sesuai dengan prinsip pembiayaan murabahah dimana hanya terdapat satu harga yaitu harga yang disepakati diawal dan tidak boleh berubah pada saat pembiayaan murabahah sedang berlangsung sekalipun dilakukannya restrukturisasi.19 Namun dalam melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan sistem balloon payment PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa harus memerhatikan kesanggupan nasabah dengan menganalisis risiko likuidasi nasabah untuk mengetahui apakah nasabah mampu untuk membayar angsuran dalam jumlah besar diakhir periode angsuran dengan melihat cash flow nasabah dan juga prospek serta proyeksi usaha nasabah. Sehingga diharapkan tidak terjadi kegagalan restrukturisasi pembiayaan akibat penerapan sistem balloon payment ini.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari setelah penulis melakukan pembahasan diatas adalah sebagai berikut: 1. Terdapat kesesuaian antara pengaturan mengenai restrukturisasi pembiayaan yang diatur didalam fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia mengenai restrukturisasi pembiayaan murabahah. Tidak adanya pertentangan ketentuan mengenai restrukturisasi pembiayaan yang diatur didalam Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa DSN karena Pasal 9 PBI No. 10/18/PBI/2008 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/9/PBI/2011 menyebutkan bahwa restrukturisasi pembiayaan dilaksanakan dengan memperhatikan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berlaku. Selain itu Pasal 26 UndangUndang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa kegiatan usaha dan atau produk dan jasa syariah wajib tunduk kepada Prinsip Syariah yang 19
Wawancara, dengan Financing Officer, PT Bank Syariah Mandiri KC Pondok Kelapa, Achmad Zaelani, (Jakarta, 22 Desember 2014).
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. Fatwa tersebut dituangkan didalam Peraturan Bank Indonesia..
2. Pada praktiknya di Bank Syariah Mandiri Cabang Pondok Kelapa, pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan selain didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga ditentukan secara khusus oleh Bank Syariah Mandiri dalam bentuk Standar Prosedur Operasional (SOP) tertentu. Hanya terdapat sedikit perbedaan antara pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa dan pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah yang diatur pada peraturan perundang-undangan, dimana dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa dimungkin untuk dilakukan sistem balloon payment. Hal ini tidak diatur didalam peraturan-peraturan mengenai restukturisasi pembiayaan dan hanya didasarkan pada kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
SARAN Adapun saran yang penulis dapat berikan berkaitan dengan penelitian ini antara lain: 1. Saat ini telah terdapat kesesuaian antara pengaturan restrukturisasi pembiayaan murabahah yang diatur didalam Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa DSN. Diharapkan Dewan Syariah Nasional dalam membuat pengaturan-pengaturan untuk lembaga perbankan khususnya mengenai restrukturisasi pembiayaan tidak hanya memandang aspek syariah saja namun disesuaikan dengan praktik perbankan syariah agar tidak merugikan nasabah karena nantinya pengaturan yang dibuat oleh Dewan Syariah Nasional akan diimplementasikan menjadi Peraturan Bank Indonesia yang merupakan hukum positif.
2. Diharapkan PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa dalam melakukan restrukturisasi pembiayaan tidak menggunakan sistem balloon payment yang memberatkan nasabah. Untuk menghindari masalah tersebut sebaiknya Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa menerapkan restrukturisasi pembiayaan dengan cara rescheduling yaitu memperpanjang jangka waktu nasabah selain mengubah jumlah angsuran (reconditioning). Perpanjangan
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
jangka waktu tersebut dapat disesuaikan dengan perubahan jumlah angsuran yang diberikan saat restrukturisasi. Sehingga diharapkan tidak terjadi kegagalan restrukturisasi pembiayaan akibat penerapan sistem balloon payment.
DAFTAR REFERENSI BUKU Arifin, Zainul. (1999). Memahami dan Prospek. Jakarta: AlvaBet.
Bank
Syariah
Lingkup,
Peluang,
Tantangan,
Aziz, M. Amin. (2005). Mengembangkan Bank Islam di Indonesia. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN. Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum ( cet 1). Jakarta: Badan Penerbit FHUI. Sholihin, Ahmad Ifham. (2010). Buku Gramedia Pustaka Utama.
Pintar
Ekonomi
Syariah. Jakarta:
PT
Sjahdeini, Sutan Remy. (1999). Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2004). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (cet. 8). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Zainudin, Ali. (2007). Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
PERATURAN-PERATURAN Indonesia. Undang - Undang Perbankan, UU Tahun 1998, TLN No. 3790.
No. 10
Tahun
1998,
LN No. 82
________. Undang-UndangPerbankan, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472. ________. Undang-UndangPerbankan Syariah, UU No. 21 Tahun 2008, LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867. Bank Syariah Mandiri. Surat Edaran Bank Syariah SEBSM No. 09/031/2007.
Mandiri tentang Pembiayaan.
JURNAL/ARTIKEL
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Faisal. (September 2011). ”Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Dalam Mendukung Manajemen Risiko Sebagai Implementasi Prudential Principle Pada Bank Syariah di Indonesia.” Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3. Gayo, Ahyar Ari dan Ade Irawan Taufik. (Agustus 2012). “Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah (Perpektif Hukum Perbankan Syariah).” Jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional, Volume 1 Nomor 2. WAWANCARA Wawancara dengan Bapak Sefudin Suria Hidayat Manager Marketing. (2014, Desember). PT Bank Syaria Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Bertempat di Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Senin, 15 Desember 2014, pukul 09.00 WIB. Wawancara dengan Bapak Achmad Zaelani Financing Officer. (2014, Desember). PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Bertempat di Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pondok Kelapa. Senin, 22 Desember 2014, pukul 09.00 WIB.
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015
Tinjauan yuridis..., Tazkya Putri Amelia, FH, 2015