Surat Dari Field Programme Director Yang terhormat Mitra Kerja dan Kolega, Atas nama pengurus dan staf Handicap International (HI) Program Indonesia, di Indonesia, dengan gembira kami sampaikan kepada Anda Laporan Tahunan 2008. Laporan ini adalah untuk memperkenalkan dan menginformasikan kepada Anda tentang kerja HI di Indonesia, terutama di tahun 2008. HI mulai bekerja di Indonesia pada bulan Januari 2005 setelah bencana tsunami yang menyapu daerah pesisir pantai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004. Di bulan Agustus 2005, HI Indonesia menempati kantor nasional di Yogyakarta dengan satu kantor koordinator tingkat provinsi, Banda Aceh, satu kantor proyek di Surakarta (Provinsi Jawa Tengah) dan kantor proyek yang lain di Takengon (Aceh Tengah) setahun berselang. Di tahun 2008, tiga kejadian penting membawa HI Program Indonesia pada situasi saat ini. Kejadian penting yang pertama adalah pergantian Field Programme Director (FPD). FPD sebelumnya, Bpk. Yann Faivre, pindah tugas ke HI Program Mozambik setelah bekerja selama dua tahun di Indonesia. Kejadian penting yang kedua adalah perubahan HI Program Indonesia dari fase tanggap darurat menuju ke fase pembangunan. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa HI memulai kerjanya di Indonesia untuk memberikan respon tanggap darurat atas bencana tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanggap darurat yang kedua dimana HI harus lakukan adalah Gempa Yogyakarta pada bulan Mei 2006. Menyadari kondisi saat ini, HI memutuskan untuk berkomitmen dalam memberikan dukungan terhadap Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kehidupan penyandang cacat melalui peningkatan kapasitas dan meningkatkan partisipasi penyandang cacat di masyarakat dan dengan memperkuat layanan umum dan hak-hak asasi bagi penyandang cacat melalui aktor yang berarusutama. Komitmen ini mengantar HI untuk bekerja di Indonesia dalam kerangka kerja pembangunan. Kejadian penting yang terakhir adalah inisiatif untuk merumuskan strategi tiga tahunan kegiatan untuk Program Indonesia. Strategi tiga tahunan (2009 - 2011) akan dimulai pada semester pertama tahun 2009. Strategi ini menggambarkan komitmen HI untuk memperluas area kerjanya pada domain kegiatan baru, yaitu pendidikan inklusi. Pada saat yang sama, HI masih bekerja pada kegiatan yang sedang berlangsung: rehabilitasi fisik, hak-hak asasi penyandang cacat, inklusi sosial, dan peningkatan kapasitas. Di lain pihak, HI Program Indonesia juga merencanakan untuk memperbesar daerah kerjanya di Indonesia di Kawasan Indonesia Timur, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Flores. Tiga peristiwa penting tersebut adalah keadaan yang menantang bagi HI Program Indonesia karena saat ini adalah fase transisi dengan perluasan kerja dan perpanjangan masa kerja. Dengan dukungan dari mitra kerja HI, kami percaya bahwa kerja kami bisa terlaksana untuk memperbaiki kehidupan penyandang cacat di Indonesia. Sebagai penutup, kami ingin mengucapkan terimakasih kami kepada Pemerintah Indonesia dan institusi pemerintahan yang terkait atas kepercayaan mereka kepada HI dalam memberikan dukungan kepada pemerintah untuk melaksanakan kerjanya dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan rakyat Indonesia, terutama penyandang cacat Indonesia. Kami ingin mengucapkan terimakasih atas dukungan yang diberikan oleh para mitra kerja sampai sekarang. Kami berharap kolaborasi dan kemitraan yang sedang berlangsung akan lebih kuat dalam kerangka kerja yang berkelanjutan di masa depan. Kami ingin mengucapkan penghargaan kami atas kepercayaan yang diberikan penyandang dana yang telah memberikan dukungan kepada kami baik secara keuangan dan teknis. Kami berharap kita bisa berkolaborasi lebih jauh di masa depan untuk mendukung kehidupan penyandang cacat. Terutama sekali, kami juga ingin mengucapkan terimakasih kami kepada seluruh pemangku kepentingan dimana kami harap kita dapat melanjutkan kerjasama di masa mendatang. Terimakasih. Catherine Gillet Field Programme Director Handicap International Program Indonesia
1
Daftar Isi Surat dari Field Programme Director Daftar Isi Daftar Singkatan Profil Handicap International Peta Indonesia dan wilayah kerja Handicap International Proyek Sosial dan Inklusi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Proyek Layanan Rehabilitasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tindak Lanjut Peningkatan Kapasitas Pendidikan dan Layanan Prostetik dan Ortotik di Indonesia Proyek Hak-hak Penyandang Cacat di Indonesia Lembar Keuangan Sumber Daya Manusia
2
3
Profil Handicap International
Handicap International (HI) adalah organisasi non pemerintah yang bekerja di bidang kemanusiaan internasional. HI dibentuk pada tahun 1982, dengan berkantor pusat di Lyon (Perancis). HI saat ini bekerja di lebih dari 60 negara di dunia dan adalah pemenang Penghargaan Nobel tahun 1997 untuk Kampanye melawan Ranjau Darat. Sebagai organisasi non pemerintah, tidak berbasis agama, tidak berbasis pandangan politik, dan nirlaba, HI bekerja berdampingan dengan orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas, dalam konteks apapun, memberikan pendampingan dan dukungan kepada mereka dalam upaya mereka untuk mandiri. HI mengkhususkan diri pada bidang kecacatan dan memiliki jejaring di delapan negara (Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Luksemburg, Switzerland, Inggris, Amerika Serikat) yang menyediakan sumber daya manusia dan keuangan, mengelola proyek dan meningkatkan kesadaran melalui kegiatan-kegiatan HI dan kampanyekampanyenya. Misi Handicap International Handicap International (HI) bukanlah organisasi non pemerintah yang secara khusus untuk pembangunan maupun secara khusus untuk tanggap darurat, tetapi HI melaksanakan mandatnya, dalam konteks apapun, dengan tujuan untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. HI bekerja melalui proyek-proyeknya dan kegiatan-kegiatannya sehingga orangorang dalam situasi yang membuatnya terbatas dapat memulihkan kapasitas mereka untuk bertindak, dengan memperbaiki kondisi kehidupan dan dengan partisipasi sosial yang lebih luas. Tujuan HI adalah untuk meningkatkan kapasitas orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka dan melaksanakan hak-hak asasi mendasar
4
mereka: hak atas kesehatan, pendidikan, bekerja, aksesibilitas, dan keamanan. Sasaran HI adalah untuk mendukung orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas atau rentan, apapun juga penyebabnya dan lingkungan yang mendasari situasi tersebut: Kemiskinan Tanpa inklusi Kebutuhan dalam mendukung sistem sosial dan kesehatan Hak-hak asasi yang belum terpenuhi Bencana alam Konflik Sasaran HI bekerja untuk orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas. Orangorang dalam situasi yang membuatnya terbatas termasuk: Orang dengan kecacatan tetap atau sementara karena gangguan fisik, sensorik atau mental. Orang yang menderita penyakit kronis dengan resiko tinggi kecacatan sebagai akibatnya, terutama AIDS dan diabetes. Orang dengan kesulitan kesehatan mental dan lebih khusus orang yang menderita dari tekanan psikologis. HI bertindak tidak hanya untuk orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas, tetapi juga untuk keluarga mereka dan dengan dukungan langsung terhadap komunitas mereka dan masyarakat. Dalam meningkatkan pendekatan yang inklusi, HI mencoba tidak semata-mata membangun layanan bagi penyandang cacat, tetapi juga memastikan bahwa penyandang cacat memiliki akses pada layanan-layanan yang diperuntukkan bagi semua orang. Strategi Pelaksanaan Kegiatan HI memiliki pendekatan secara menyeluruh untuk orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas dengan bekerja :
pada tingkatan yang berbeda: di masyarakat, tingkat layanan dan sistim dan pada tingkatan lobbying secara menyeluruh, untuk akses yang memfasilitasi pemenuhan bagi mereka pada hak-hak asasi yang mendasar. pada tataran yang berbeda: dari pencegahan kecacatan sampai pada integrasi sosial dan ekonomi orang-orang dalam situasi yang membuatnya terbatas,untuk proses terpadu yang memfasilitasi pemenuhan bagi mereka. pada faktor yang berbeda : faktor personal dan lingkungan Strategi menggunakan dua pendekatan yang membawa pada partisipasi penuh penyandang cacat dan yang menolak segregasi, diskriminasi, dan tanpa adanya inklusi: HI mendukung atau mengembangkan inisiatif yang ditujukan secara langsung pada penyandang cacat atau saat menolak situasi yang membuatnya terbatas, untuk membangun kapasitas dan meningkatkan partisipasi mereka. HI juga mendukung ataumengembangkan kegiatan yangbertujuan pada peningkatan sejauh kecacatan dipertimbangkan dalam proses pembangunan secara umum, yang bertujuan untuk pendekatan yang inklusi dan kesempatan yang sama.
Melibatkan Penyandang Cacat Sejak HI dibentuk HI telah menyadari bahwa dukungan terhadap penyandang cacat membutuhkan lebih dari sekedar perawatan langsung seperti halnya layanan ortopaedi dan rehabilitasi. HI mendukung adanya inklusi terhadap penyandang cacat di semua bidang kegiatan yang memastikan inklusi sebagai warganegara dengan kesempatan yang sama dan akses yang penuh dalam berpartisipasi. Pada akhirnya, HI mencoba untuk memperjuangkan akses bagi penyandang cacat pada hak asasi manusia yang mendasar (hak atas kesehatan, pendidikan, pekerjaan, aksesibilitas, dan keamanan) dan pencegahan kecacatan melalui kampanye berkendara secara aman dan kampanye kesadaran publik. Di seluruh dunia, HI bekerja di bidangbidang berikut ini: Ortopaedi Rehabilitasi Rehabilitasi berbasis masyarakat Pendekatan Masyarakat terhadap Kecacatan dalam Pembangunan / Community Approaches to Handicap in Development (CAHD) Pembangunan inklusi lokal Hak-hak penyandang cacat Pendidikan Inklusi Pemberdayaan ekonomi penyandang cacat Olah raga dan rehabilitasi
5
Proyek Sosial dan Inklusi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam PRAKATA Proyek Advokasi dan Inklusi dimulai tahun 2006 setelah fase darurat tsunami. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendorong perkembangan masyarakat yang inklusi yang berdasarkan pada hak-hak asasi penyandang cacat (penca). Mandat Handicap International (HI) adalah untuk memastikan penca dan keluarga mereka dilibatkan dalam dan mendapatkan manfaat dari rekonstruksi, rehabilitasi dan pembangunan pasca tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menyadari hal ini, proyek inklusi, dengan pendekatan global dilaksanakan, yaitu melalui: peningkatan kesadaran, aksesibilitas, penghidupan/livelihood, dan dukungan terhadap kegiatan organisasi penyandang cacat. KEGIATAN Kegiatan Peningkatan Kesadaran
Kegiatan untuk meningkatkan kesadaran tentang kecacatan diorganisir melalui DIRC (Disability Information Resource Center/Pusat Sumber Informasi Kecacatan). Peran dari pusat informasi ini adalah menyediakan narasumber dan fasilitas bagi penca, untuk menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan kecacatan dan untuk mengadakan sensitisasi bagi masyarakat. Pusat informasi ini di tahun 2007 berganti nama dan menjadi PIDA (Pusat Informasi Difable Aceh). Tempat ini adalah tempat pertemuan bagi organisasi penca dan bagi penca itu sendiri dimana mereka mendapatkan akses komputer, internet, buku-buku, dsb. PIDA dikelola oleh tim yang terdiri atas 5 orang, termasuk 3 penyandang cacat. Di tahun 2008, PIDA memfasilitasi pembentukan kelompok theater yang terdiri atas beberapa penca dan aktor profesional. Skrip menggambarkan tentang cerita seorang gadis muda penyandang cacat yang berjuang untuk diperlakukan sama dan terlibat di dalam masyarakatnya. Pertunjukkan dilaksanakan setiap akhir pekan di desa-desa dimana HI bekerja dan lebih dari 3000 penduduk desa telah disensitisasi perihal kecacatan. Sebagai bagian dari sensitisasi, PIDA mengadakan 2 acara bincang-bincang di 2 radio
6
tiap bulan. Tim PIDA dan orang-orang sebagai narasumber dari luar (penca dan keluarga mereka, guru khusus, anggota organisasi penca, dosen perguruan tinggi, kaum profesional dalam hal pendidikan dan kesehatan, pegawai pemerintahan) mengadakan debat dan dukungan terhadap penyebab dari penyandang cacat. Sejak awal proyek, HI yang berkolaborasi dengan organisasi penca dan penca mengadakan Hari Internasional Penyandang Cacat setiap tanggal 3 Desember untuk mensosialisasikan hak kecacatan pada masyarakat umum dan pemerintah setempat. Sebagai bagian dari strategi peningkatan kapasitas bagi organisasi penca, HI memutuskan untuk melimpahtugaskan kegiatan ini kepada organisasi penca di tahun 2008. Kegiatan terealisasi oleh forum organisasi penca - KPJDA (Komite Pembentukan Jaringan Difabel Aceh) yang bekerja sama dengan seluruh organisasi penca yang aktif di daerah ini. Setelah 2 tahun pelatihan dan peningkatan kapasitas, organisasi penca telah mampu menangani dengan sukses pelaksanaan acara yang berskala besar ini.
Aksesibilitas Lebih dari 2 tahun, sekitar 340 pengambil keputusan dari organisasi rekonstruksi, rehabilitasi dan pembangunan, dinas pemerintah, dan mahasiswa arsitektur telah disensitisasi untuk kepentingan aksesibilitas dan bentuk desain yang universal. Berdasarkan permintaan, dukungan teknis diberikan dengan menghasilkan 64 gedung yang menyertakan bentuk aksesibilitas, dimana pada awalnya tidak direncanakan untuk membangun gedung yang aksesibel. Kampanye “Akses untuk Semua” Tiga kampanye telah dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran tentang hal aksesibilitas di tingkat kota termasuk pameran foto, konferensi pers, art grafitti, dan rally motor organisasi penyandang cacat. Lebih dari 280 fasilitas publik telah diaudit oleh kelompok akses. Peta Aksesibilitas Banda Aceh telah dirancang dengan memberikan daftar gedung-gedung yang ramah akses. Kampanye dilaksanakan atas kerjasama dengan organisasi penca dan pemerintah. Gedung-gedung yang sangat visibel Dukungan Sosial dan Penghidupan / Livelihood
Tiga “model yang sangat visibel untuk aksesibilitas” telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah, berkat dukungan teknis proyek HI, yaitu: contoh tempat pemungutan suara yang aksesibel, aksesibilitas untuk museum di Banda Aceh, dan aksesibilitas untuk Mesjid Oman. Sensitisasi aksesibilitas yang “visibel” secara nyata melalui contoh-contoh tersebut, yang terletak secara strategis di tempat yang ramai di daerah kota. Mitra kerja yang terlibat dalam pekerjaan ini menunjukkan pemahaman mereka tentang isu kecacatan dan menunjukkan komitmen mereka untuk meningkatkan situasi penca menjadi lebih baik. Tim aksesibilitas HI terdiri atas 2 orang arsitek yang bekerja dengan dukungan dari relawan yang adalah para mahasiswa Jurusan Arsitektur, Universitas Syiah Kuala.
Dalam jangka dua tahun, 967 penca telah diidentifikasi oleh 8 Community Disability Workers (CDWs/Pekerja Kecacatan Masyarakat) di 6 kecamatan (Darul Imarah, Sukamakmur, Ingin Jaya, Indra Puri, Mesjid Raya, Seulimum) di Kabupaten Aceh Besar. Peran CDW adalah untuk merujuk penca berdasarkan kebutuhan mereka pada layanan fisioterapi, dukungan penghidupan atau layanan lain yang relevan dan memastikan adanya tindak lanjut setelah rujukan tersebut. Untuk mengubah pengucilan terhadap penca, 7
kegiatan sosialisasi telah dimulai di tingkat masyarakat dengan partisipasi dari organisasi penca, seperti halnya Hari Kemerdekaan yang inklusi, hari inklusi di sekolah-sekolah, pelajaran bahasa isyarat, dan sebagainya. D i ta h u n 2 0 0 8 , k e g i a ta n C D W difokuskan pada pelimpahan tugas kepada pekerja sosial setempat dari Dinas Kesejahteraan Sosial (TKSK/tenaga kesejahteraan sosial kecamatan). Tugas TKSK adalah mencakup semua isu sosial di tingkat masyarakat. Beberapa pelatihan dan kunjungan lapangan telah diorganisir untuk memastikan bahwa penca yang membutuhkan dukungan akan ditindaklanjuti. Pelatihan Organisasi non Pemerintah pada pendekatan inklusi pada penghidupan 120 peserta dari 56 lembaga swadaya internasional dan Indonesia telah diberikan pelatihan tentang bagaimana mengikutsertakan penca dalam program penghidupan mereka. Bila diperlukan, HI memberikan dukungan kepada organisasi non pemerintah lainnya secara teknis dan keuangan untuk mengadaptasi tempat kerja mereka, misalnya pusat pelatihan mereka, kantor mereka, untuk
inklusi yang lebih baik bagi penyandang cacat. Sebagai contoh, kemitraan telah dimulai dengan lembaga keuangan mikro (LKM) setempat, Forum Bangun Aceh. HI membantu secara teknis organisasi ini untuk mengadaptasi pusat pelatihan mereka untuk dibangun kembali agar aksesibel secara menyeluruh bagi penca. Memfasilitasi pelaksanaan proyek penghidupan 252 penca tertarik untuk mengembangkan usaha bagi peningkatan penghasilan yang dilakukan secara perseorangan, melalui pendampingan oleh tiga orang fasilitator dan dipimpin oleh seorang manajer proyek. HI meningkatkan keterlibatan penca dalam kegiatan yang ada. Dalam hal ini, penca telah dirujuk terutama kepada 5 pelaku pemberdayaan ekonomi: ICMC (International Committee for Migration), Rumah Zakat, FBA (Forum Bangun Aceh), Swisscontact melalui pemerintah setempat, KADIN dan UMCOR (United Methodist Committee on Relief). Ketika mereka kurang mampu untuk memenuhi kriteria sebagai pelaku penghidupan, HI menyediakan beberapa dukungan langsung untuk memulai bisnis mereka.
Penyandang Cacat yang Menerima Pelatihan
Jumlah Penyandang Cacat
Pelatihan Kejuruan
8
Persiapan Bisnis
Ketrampilan Bisnis
Soft Skills Lainnya
Kegiatan penghidupan yang utama oleh penca adalah toko kelontong, kios voucher telpon genggam, produksi kerajinan tangan, bengkel motor, mebel, memproduksi roti, bertani dan berternak. Bila diperlukan, penca didukung oleh HI untuk mengadaptasi tempat kerja mereka, seperti halnya alat kerja yang diadaptasi, ram, pegangan tangan, dsb.
Rencana bisnis dalam tahap pengembangan
Bertani
Kegiatan niaga lainnya
Warung kopi
Penjahit
Toko kelontong
Jasa Mebel
Bengkel Mekanik Industri rumahan
Dua wanita penca membuat kerajinan tangan yang didukung oleh HI ikut serta dalam perlombaan Best Women Entrepreneur oleh ILO dan mendapatkan juara 1 dan 2 dan menerima penghargaan dari Gubernur Provinsi NAD. Dukungan untuk Organisasi Penyandang Cacat (Organisasi Penca) Tujuan dari pemberian dukungan kepada organisasi penca adalah untuk meningkatkan kemampuan penca untuk duduk bersama, bertukar pengalaman dan ketrampilan, usaha untuk memenuhi hak-hak mereka dan advokasi menuju perubahan. Organisasi penca telah dilibatkan sebanyak mungkin dalam semua kegiatan yang dilaksanakan oleh HI. Terlebih lagi, pada tahun 2008, 2 sesi peningkatan kapasitas telah diadakan untuk organisasi penca di dalam lingkup kepemimpinan, pengembangan organisasi, penulisan proposal, dan penyelenggaraan kampanye. Sebagai hasilnya 11 urganisasi penca telah mengumpulkan proposal untuk pengembangan proyek advokasi berskala kecil untuk peningkatan hak-hak penca. organisasi
Kios voucher telpon genggam
penca didukung selama keseluruhan proses, terutama dari awal pelaksanaan melalui sistem pemantauan yang difasilitasi oleh 3 fasilitator. DI MASA DEPAN Tahun 2008 adalah tahun yang penuh dengan pencapaian dan sukses untuk inklusi penca di Aceh. Saat ini tantangannya adalah membuat semua realisasi ini berkelanjutan dalam jangka panjang. Di tahun 2009, kegiatan yang dikembangkan akan berfokus pada konsolidasi. Untuk melanjutkan pemberdayaan ekonomi penca, HI akan memperkuat kemitraan dan kolaborasi yang sudah ada dengan institusi micro finance setempat melalui kegiatan peningkatan kapasitas. Sebuah kelompok narasumber tentang aksesibilitas akan dibentuk di dalam Fakultas Arsitektur dari Universitas Syiah Kuala. Aksi peningkatan kewaspadaan pada masyarakat dan pemerintah setempat akan dilaksanakan oleh Organisasi Penca melalui proyek advokasi berskala kecil.
9
Proyek Layanan Rehabilitasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam PRAKATA
KEGIATAN
Rehabilitasi fisik bertujuan untuk meningkatkan dan mengembalikan kemampuan fungsional dan kualitas hidup penca dan impairment. Layanan rehabilitasi fisik meliputi sub bidang yang berbeda, yaitu fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, dan prostetik dan ortotik. HI menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyandang cacat (penca) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam karena adanya struktur yang khusus untuk layanan rehabilitasi yang belum berfungsi maksimal, seperti misalnya di rumah sakit tingkat provinsi dan tingkat kabupaten di provinsi tersebut. Ada dua tujuan utama proyek rehabilitasi HI. Tujuan yang pertama adalah untuk meningkatkan akses penca dan impairment pada layanan rehabilitasi di tiga kabupaten yang dipilih, yaitu Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Bener Meriah. Tujuan berikutnya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan yang ada di tiga kabupaten tersebut dalam kerangka kolaborasi dengan mitra kerja setempat, misalnya IFI (Ikatan Fisioterapis Indonesia) dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Dua mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut telah terwujud. Penyediaan layanan rehabilitasi yang lebih dekat dengan masyarakat adalah mekanisme pertama. Fokusnya adalah di tingkat masyarakat untuk mereka yang cedera, penca, dan keluarga mereka, profesional perawatan medis (dokter, bidan, perawat, dan pekerja sosial) dan masyarakat pada umumnya dengan mengadakan kegiatan peningkatan kesadaran dan kegiatan sensitisasi. Mekanisme yang kedua adalah menyediakan pelatihan bagi fisioterapis, bidan, perawat dan staf dari 12 puskesmas di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Tengah, dan K a b u pa t e n B e n e r M e r i a h d a l a m h a l mengidentifikasi kebutuhan penca dan menyediakan layanan rehabilitasi yang tepat dan rujukan yang tepat pada layanan lain yang relevan.
Kegiatan tahun 2008 difokuskan terutama pada sesi pelatihan di jenjang yang berbeda dan untuk profesional rehabilitasi dan medis dalam cakupan yang luas untuk meningkatkan kualitas layanan rehabilitasi dan untuk meningkatkan identifikasi awal dari penca dalam masyarakat. Selain itu, kegiatan lain juga dilaksanakan di tahun 2008.
10
Sesi Pelatihan HI menyediakan pelatihan untuk lebih dari 120 bidan tentang kecacatan, identifikasi awal dan rujukan untuk layanan rehabilitasi yang tepat di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah.
HI menyediakan pelatihan untuk lebih dari 30 fisioterapis yang bekerja di rumah sakit provinsi di Nanggroe Aceh Darussalam, RSU. “Zainoel Abidin” di Banda Aceh, rumah sakit kabupaten di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Tengah (di Takengon) dan beberapa puskesmas di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Diberikan beberapa topik yang berbeda untuk bahan pelatihan, seperti terapi dan perawatan untuk pasien setelah stroke, anak dengan cerebral palsy, orang yang mengunakan prostesis atau ortosis dan penggunaan yang tepat untuk alat bantu (kruk, tongkat jalan, dan alat bantu jalan).
Dua teknisi khusus dalam produksi prostese dan ortose di bengkel yang berada di rumah sakit provinsi, RSU. “Zainoel Abidin” di Banda Aceh, menerima beberapa sesi pelatihan tentang berbagai topik, untuk meningkatkan kualitas alat bantu yang diproduksi untuk bisa membantu penca dalam situasi yang terbaik. Dua orang yang ditunjuk oleh RSU. “Zainoel Abidin”, Banda Aceh, dikirim ke Politeknik Kesehatan Surakarta mengikuti kuliah teknisi Prostetik dan Ortotik untuk menerima pelatihan secara profesional. Keduanya telah menyelesaikan studinya pada tahun pertama dan saat ini sedang mengikuti kuliah untuk tahun yang kedua. Kegiatan Lainnya Untuk menjangkau sebanyak mungkin orang yang membutuhkan, beberapa kegiatan yang melibatkan banyak orang telah dilaksanakan. Kegiatan yang paling sukses adalah senam stroke, yang dilaksanakan sampai sekarang secara teratur, dan kelompok cerebral palsy (CP) untuk anak-anak dengan CP dan ibu mereka, untuk bermain, mempelajari simulasi dan dalam menghadapi anak-anak CP bertukar pengalaman. Bekerjasama dengan HELP Age, organisasi internasional lain, sesi senam untuk yang manula juga diberikan. Tidak semua puskesmas dimana HI bekerja memiliki fisioterapis. Karena itu, fisioterapis HI memberikan pelayanan untuk orang yang membutuhkannya. Sementara itu, HI juga menyediakan alat bantu secara
perseorangan atau melalui puskesmas, seperti halnya alat bantu jalan, kursi roda, dan kursi toilet. HI juga menyebarluaskan materi dan peralatan bagi puskesmas, selain juga penyediaan layanan fisioterapi. Materi tersebut misalnya kursi terapi, bola gymnastic, alat bermain untuk anak dengan cerebral palsy. Poster yang dibuat oleh HI disebarluaskan untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang prostesis dan ortosis dan dimana bisa memperoleh prostese dan ortose bagi mereka yang membutuhkan. 11
DI MASA DEPAN HI akan melanjutkan kegiatannya yang serupa, seperti halnya kegiatan pelatihan dan kegiatan yang melibatkan banyak orang, di tahun 2009 dengan tujuan utama adalah untuk memperkuat dan mengkonsolidasi hasilnya. Perlu diingat bahwa beberapa hal perlu dilaksanakan untuk meningkatkan akses bagi penca dalam hal layanan rehabilitasi yang berkualitas. Di awal tahun 2009, dengan fokus utamanya terletak pada isu asuransi kesehatan di tingkat provinsi untuk memastikan diikutsertakannya layanan rehabilitasi dalam cakupan asuransi kesehatan. Materi sensitisasi, seperti leaflet dan kalendar, akan dibuat dan diberikan kepada anggota legislatif dan pengambil keputusan yang lain untuk menjadikan mereka sadar tentang topik yang penting ini, sebelum mereka mengambil keputusan terakhir. Selain itu, pertemuan perseorangan dan juga workshop akan diadakan untuk memberikan informasi sebanyak mungkin yang menjelaskan tentang pentingnya keputusan tersebut.
Tahun 2009 juga akan dilaksanakan analisa terhadap kegiatan kita selama ini dan mempersiapkan kegiatan di masa depan karena banyak hal yang masih harus dilaksanakan untuk menjadikan rehabilitasi bagi penca efisien dan aksesibel.
Tindak Lanjut Peningkatan Kapasitas Pendidikan dan Layanan Prostetik dan Ortotik di Indonesia PRAKATA Proyek “Peningkatan Kapasitas untuk Pelatihan dan Materi Ortopaedi di Indonesia” yang berpusat di Surakarta (Jawa Tengah) telah dimulai sejak Oktober 2005 dan berakhir di bulan Desember 2007. Tujuan proyek tersebut adalah untuk menyediakan pelatihan bagi para profesional dan tentang peralatan untuk layanan Prostetik dan Ortotik. Ini memungkinkan penca untuk memiliki akses pada alat bantu yang tepat seperti prostese untuk amputasi khaki di bawah lutut atau ortose untuk poliomyelitis sequels. Tahun 2008 merupakan masa transisi yang bertujuan untuk menindaklanjuti kegiatan sebelumnya dan mengajukan rencana untuk pengembangan kegiatan baru selanjutnya di Indonesia. Kegiatan koordinasi nasional juga ditingkatkan pada tahun 2008. KEGIATAN Kegiatan yang dijelaskan di bawah ini adalah Proyek Peningkatan Kapasitas Prostetik dan Ortotik sebagai kelanjutan kegiatan pada dua tahun yang pertama (2005-2007) yang diadakan di Surakarta.
12
HI memberikan dukungan bagi Politeknik Kesehatan Surakarta untuk tindak lanjut kuliah magang bagi mahasiswa mereka. Terdapat enam pusat rehabilitasi di Indonesia sebagai tempat kuliah magang bagi mahasiswa mereka. Seorang dosen dari Politeknik Kesehatan Surakarta dan tenaga asing HI untuk Prostetik dan Ortotik berkunjung ke-enam tempat tersebut selama satu minggu untuk tiap tempat. Mata kuliah bagi mahasiswa semester 3 dan 4 Politeknik Kesehatan Surakarta telah diajukan oleh tenaga asing HI untuk Prostetik dan Ortotik bagi mahasiswa semester 3 dan 4. Kuliah dimaksudkan agar mahasiswa memiliki pendekatan klinis lebih dalam terhadap pasien, dengan kasus nyata dan memperkenalkan teknologi baru. HI mengadakan tindak lanjut terhadap beberapa mitra kerja yang terlibat dalam tes klinis untuk beberapa komponen baru. Komponen baru untuk prostese KAFO dan Trans tibial sedang dalam proses untuk diujikan di beberapa pusat rehabilitasi. HI menyediakan cetakan baru untuk prostese kaki di Pusat Rehabilitasi YAKKUM di Yogyakarta. Seorang mahasiswa Politeknik Kesehatan Surakarta dikirim ke VietCot, sekolah untuk Prostetik dan Ortotik di Vietnam bulan September 2008 untuk tiga tahun masa kuliah Kategori II. Kegiatan berikut ini adalah beberapa perkembangan untuk melaksanakan kegiatan atau proyek baru dalam lingkup Proyek Peningkatan Kapasitas Prostetik dan Ortotik. HI menaruh perhatian pada implementasi kurikulum Kategori II di Politeknik Kesehatan Surakarta dan dukungan terhadap sepuluh pusat rehabilitasi di Indonesia sebagai tempat kuliah magang untuk mahasiswa Politeknik Kesehatan Surakarta. HI mulai menjalin hubungan dengan rumah sakit di Manado, RSU “Prof. Dr. R.D. Kandou” untuk pengembangan proyek bersama untuk meningkatkan layanan rehabilitasi. Misi tinjauan di Jayapura, Papua memungkinkan HI mengajukan proposal proyek untuk :
memberikan dukungan kepada rumah sakit umum dalam hal rehabilitasi fisik memperkuat sistem rujukan untuk perawatan bagi penca memperkuat layanan sosial untuk peningkatan organisasi penca HI mengirimkan proposal untuk kegiatan bersama dengan pihak Netherlands Leprosy Relief (NLR) untuk peningkatan layanan dan profesional Prostetik dan Ortotik. DI MASA DEPAN HI masih akan mendukung Politeknik Kesehatan Surakarta pada semester pertama di tahun 2009 melalui : tindak lanjut kuliah magang bagi mahasiswa penyelenggarakan kursus baru keikutsertaan dalam kongres tahunan Asian Prosthetics and Orthotics Schools di Bangkok. Kegiatan lain yang dilaksanakan di tahun 2009 di dalam lingkup Proyek Tindak Lanjut Peningkatan Kapasitas Prostetik dan Ortotik adalah: tes klinis komponen pada semester pertama tahun 2009 dimulainya proyek kursi roda untuk korban gempa Yogyakarta yang dikelola bersama RS Orthopaedi “Prof. Dr. Soeharso” Surakarta, dimulai pada bulan Februari 2009. proyek tentang peningkatan layanan dan profesional Prostetik dan Ortotik bekerja sama dengan Netherlands Leprosy Relief (NLR). proyek di Kawasan Indonesia Timur yang tergantung pada perjanjian dengan pihak Pemerintah Republik Indonesia.
13
Proyek Hak-hak Asasi Penyandang Cacat di Indonesia PRAKATA HI Indonesia tetap terus meningkatkan hak-hak asasi penca melalui kegiatan pelatihan, advokasi, penelitian, dan reformasi hukum baik di Jawa dan juga di pulau-pulau besar di Indonesia. Kami bekerja sama dengan organisasi penca dan lembaga swadaya lainnya untuk meningkatkan kesadaran tentang kecacatan sebagai isu hak asasi manusia dan juga Konvensi PBB tentang Hak-hak Asasi Penyandang Cacat, baik di tingkat provinsi maupun tingkat nasional. Hak-hak asasi kecacatan menggambar kan hak-hak asasi penca. Hak-hak asasi adalah standar dasar dimana tanpa hak-hak tersebut orang tidak bisa bertahan atau hidup dalam martabatnya. Standar semacam itu termasuk, misalnya, pangan dan keamanan yang memastikan kemampuannya untuk bertahan, atau pendidikan dan pekerjaan yang memungkinkan seseorang berkembang secara penuh dan produktif sebagai manusia. Penca memiliki hak yang sama seperti orang lain. Hakhak ini adalah melekat dimana penca dapat menuntutnya dari pemerintah dan masyarakat. Pendekatan berbasis hak asasi pada kecacatan mendasari semua kerja kami dalam Field Programme ini. Kami berusaha memberdayakan penca dalam mengambil keputusan tentang diri dan hidup mereka dan melibatkan penca sebagai anggota masyarakat yang terlibat secara utuh. Kami melakukan hal tersebut baik melalui organisasi penca dan juga mengarusutamakan masyarakat sipil dan pejabat pemerintah. KEGIATAN : Pelatihan Dalam kemitraannya dengan PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia), HI melatih perwakilan dari organisasi penca yang berbasis masyarakat tentang prinsip-prinsip hak-hak asasi dan bagaimana mewujudkannya dalam praktek nyata melalui advokasi. Peserta kebanyakan adalah perwakilan yang mayoritas adalah wanita, termasuk penca fisik, tuna netra, dan tuna rungu. Pelatihan ini ditindaklanjuti dengan kesempatan bagi para peserta untuk menyelenggarakan apa yang telah mereka pelajari dengan mengajukan permohonan dana 14
hibah untuk menyelenggarakan proyek advokasi berskala kecil di dalam komunitas mereka. Advokasi Berbasis Masyarakat HI mendukung peserta pelatihan workshop kami dan juga organisasi penca yang lain dengan mendanai proyek berskala kecil yang meningkatkan kesadaran di dalam masyarakat mereka tentang hak-hak asasi penca dalam hal pendidikan. Bulan Maret dan April 2008, 14 kegiatan di beberapa kabupaten dan provinsi terlaksana melalui bincangbincang di radio dan TV, seminar, dan juga pertunjukan teatrikal dan perlombaan. Sebuah dokumentasi tentang pengalaman murid tuna rungu di sekolah umum sebagai bagian dari kampanye ini dinominasikan untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Sebelum Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei banyak organisasi penca menindaklanjuti kampanye mereka dengan melakukan lobby dengan kantor dinas perwakilan di tingkat provinsi dan kabupaten, gubernur, dan bupati, yang menekankan perlunya untuk mereformasi atau mengimplementasikan hukum demi peningkatan akses pada pendidikan inklusi. HI mendukung kegiatan tersebut dengan mengadakan diskusi kelompok kecil tentang hukum yang berlaku dan pemetaan pemangku kepentingan yang relevan.
Penelitian Kami mengangkat inisiatif penelitian tentang situasi penca di Indonesia dalam hubungannya dengan dua hal tematis prioritas bagi penca, yaitu hak atas jaminan kesehatan dan asuransi kesehatan dan hak atas pendidikan. Tim peneliti melaksanakan penelitian lapangan dan mengumpulkan data primernya di Provinsi DI Yogyakarta dan Purbalingga, Provinsi Jawa Timur. Penelitian mereka juga menganalisa sejauh mana hukum tingkat nasional dan daerah memenuhi hak-hak asasi penca dan merekomendasikan bagaimana hukum tersebut bisa direformasi sehingga hukum tersebut bisa melindungi dengan lebih baik sejalan dengan hak-hak asasi terhadap prinsip dan kewajiban dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Cacat. Advo Kit untuk advokasi hak-hak penyandang cacat Melalui umpan balik dari organisasi untuk dan oleh penca, kami mengembangkan sebuah instrumen bagi organisasi penca yang melaksanakan advokasi hak asasi. Advo Kit mencakup bagian tentang hak asasi, strategi advokasi, penggunaan media, advokasi dalam konteks desentralisasi, tips praktis untuk kampanye, dan juga contoh-contoh press release, studi kasus dan materi visibilitas. Setiap Advo Kit juga mencakup salinan Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Cacat dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Sekitar 200 Advo Kit telah didistribusikan kepada mitra kerja organisasi penca di seluruh Indonesia sebelum diadakannya peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat pada tanggal 3 Desember.
hubungannya dengan mandat mereka untuk meningkatkan hak-hak asasi penca sebagai isu penting di masyarakat mereka. DI MASA DEPAN Kami akan tetap melanjutkan melaksanakan asesmen organisasional di tahun 2009, dan akan menggunakan hasil tersebut untuk merancang strategi kami di beberapa tahun mendatang. Kami berharap kami bisa memperoleh pemahaman yang mendalam dari penyandang cacat dari berbagai tipe kecacatan tentang situasi khusus mereka di beberapa daerah yang berbeda di negara ini, dan tentang potensi organisasi mereka untuk mewakili mereka dan mengadvokasi atas nama mereka dalam konteks lokal. Kami harap bahwa pengalaman pembelajaran bersama ini akan membantu HI mengembangkan program dari bantuan teknis dan keuangan yang ditargetkan untuk mitra kerja tingkat lokal yang memampukan mereka untuk mengadakan proyek yang sederhana tetapi inovatif untuk meningkatkan hak-hak asasi penca. Akhirnya, kami harap sejalan dengan usaha ini bersama organisasi penca kami harap bisa mendapatkan cara-cara dimana kami akan lebih mengintegrasikan secara koheren prinsipprinsip hak-hak asasi penca di seluruh kerja kami.
Asesmen Organisasi Pada akhir tahun, kami mulai bekerja dengan beberapa mitra kerja kami dari organisasi penca untuk mengadakan asesmen tentang kapasitas organisasional mereka untuk mengimplementasikan dalam jangka panjang dan lebih berkelanjutan tentang kegiatan advokasi hak-hak asasi. Ini sangat membantu bagi HI dan organisasi penca untuk memahami kapasitas mereka dengan lebih baik, baik tingkat struktural maupun dalam hal
15
Biaya Struktural Nasional Biaya Struktural Provinsi Aceh Proyek Hak-hak Asasi Penyandang Cacat Proyek Dukungan terhadap Prostetik dan Ortotik Surakarta Proyek Rehabilitasi Aceh Proyek Inklusi dan Advokasi Aceh
Biaya Struktural Biaya Operasional
Distribusi Sumber Daya Manusia secara geografis
16