STRATEGI PEMBELAJARAN IPA DALAM KURIKULUM 2013 Oleh : Sugiyanta, M.Pd Widyaiswara LPMP D.I.Yogyakarta e-mail :
[email protected]
Abstrak Pembelajaran sesungguhnya harus mampu membangun makna bagi anak dalam rangka menyongsong tugas kehidupan di masa datang. Kebermaknaan sebuah pembelajaran tergantung instensitas pembelajar (peserta didik) dalam proses belajar. Secara filosofis IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mendasarkan pengembangan ilmunya secara ilmiah. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA Kurikulum 2013 merupakan penegasan atas pendekatan ilmiah dalam belajar.
Kata Kunci : Pendekatan saintifik dalam IPA
Sugiyanta LPMP DIY
Page 0
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keprihatinan atas kondisi pendidikan saat ini telah banyak dirasakan oleh semua pihak. Disadari atau tidak, sesungguhnya kita memang dihadapkan pada kenyataan bahwa, pendidikan telah banyak kehilangan makna. Paling tidak gejala tersebut telah sering kita ketahui dari berbagai media cetak maupun elektronik, atau mungkin bahkan dari keluarga, teman maupun tetangga di sekitar kita. Khususnya dalam praktik pendidikan di sekolah, sesungguhnya tidak disadari pragmatisme sempit memang telah menghantui dunia pendidikan kita. Dari pola-pola mengajar di kelas telah diwarnai dengan berbagai praktik yang tidak terpuji, dimana banyak ditemukan guru lebih bersifat transaksional dan bukan transformatif sebagaimana dikemukakan berbagai penelitian dari Hoetker dan Ahlbrand, yaitu sebagian besar guru ditemukan mendominasi kelas. Demikian pula dikemukakan oleh Marie Hughes tidak sedikit guru yang justru mengecilkan hati siswa, menjadikan siswa tidak percaya diri. ( Barnes, 1975). Praktik pembelajaran selama ini banyak menganut doktrin rasional, dimana dalam aliran ini menempatkan informasi faktual, penggunaan argumen-argumen dan refleksi logik rasional untuk belajar dari pengalaman. Singkatnya belajar telah diformalisasi dalam bentuk pendidikan formal yang sarat dengan materi ajar. Produk akhir dari konsep ini adalah penguasaan materi. Aspek kognisi telah mendominasi dalam praktik dengan doktrin tersebut, sedangkan aspek afeksi dan psikomotorik hanya merupakan unit pendukung (supporting unit) pencapaian kualitas kognisi. Padahal keseimbangan antara ketiga aspek tersebut sesungguhnya adalah bersifat kodrati-alamiah yang merupakan suatu sistem utuh bersifat given (pemberian Tuhan) , yang manusia harus menjaganya agar kehidupan berjalan dengan selaras. Akibatnya jelas dapat ditebak, bahwa ketidaksimbangan tersebut memunculkan masalah baru dalam kehidupan. Oleh karenanya perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi hal tersebut. Beban kurikulum yang berat serta target nilai UN menjadikan para siswa sekarang hanya belajar untuk sekolah (school knowlegde) dan bukan belajar untuk hidup (action knowlegde). Penguasaan materi yang kering makna, tidak diimbangi kemampuan eksplorasi dan elaborasi yang mendalam. Akibatnya siswa hanya bisa menjawab soal ujian dan ilmu yang telah diajarkan sang guru tidak dapat mereka terapkan dalam mengatasi permasalahan hidupnya apalagi untuk berkreasi. Lagi-lagi kemandirian berpikir, bertindak, mengambil keputusan, dan kemampuan untuk selalu
Page 1
belajar dari alam dan lingkungannya tidak dimiliki oleh anak. Hal tersebut diperparah oleh ketidaktahuan para guru bahwa sebagian guru lebih fokus pada peningkatan nilai UN dan tidak fokus pada pengembangan kompetensi generik/kompetensi inti. Padahal materi
ajar
sesungguhnya
hanya
merupakan
objek
belajar
dalam
rangka
mengembangkan kompetensi inti. Dalam kondisi demikian sesungguhnya pendidikan telah gagal mengemban amanah utamanya, yaitu membangun moral dan budi pekerti anak bangsa agar kelak menjadi bangsa yang berbudaya dan bermartabat mampu berkompetisi di dunia global. Uraian di atas memberi gambaran pada kita tentang betapa rapuhnya pendidikan, paling tidak tidak terdapat tiga permasalahan penting dan fundamental yang harus segera diatasi, yaitu 1) pendidikan (pembelajaran) belum mampu membangun nilai (karakter) pada siswa, 2) pembelajaran pada saat ini umumnya tidak memberi kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan diri secara optimal, dan 3). Kemampuan belajar (learn how to learn) tidak dimiliki oleh siswa sehingga tidak mampu membangun kompetensi lulusan. Terkait dengan permasalahan pendidikan di atas, telah banyak ahli pendidikan, praktisi maupun birokrat menyampaikan ide dan gagasannya melalui berbagai artikel maupun buku untuk memperbaiki kondisi tersebut . Tulisan ini merupakan salah satu diantaranya yang akan memberikan rasionalitas perlunya revolusi pembelajaran IPA melalui implementasi kurikulum 2013 yang berkualitas dengan melandaskan pada pembentukan makna pembelajaran bagi masa depan anak. B. Rumusan Masalah Karena luasnya permasalah maka dalam kajian ini akan membatasi pada permasalahan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa penting pendekatan saintifik dlam pembelajaran IPA? 2. Bagaimana penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA pada masa sekarang? 3. Bagaimana implikasi penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA dalam kurikulum 2013 ? C. Tujuan Tujuan dalam kajian ini adalah untuk: 1. Memberikan penguatan daan pemahaman baru dalam pendidikan khsusunya pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA
Page 2
2. Memberikan gambaran ideal pempelajaran IPA melalui penerapan pendekatan saintifik. 3.
Mengkaji implikasi penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA
Page 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemahaman baru tentang pendidikan dan implikasinya dalam pembelajaran IPA Kurikulum 2013 Memang disadari bahwa masalah pendidikan, adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari pendidikan , yaitu bahwa: life is education, and education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman
sepanjang
hidupnya
merupakan
dan
memberikan
pengaruh
pendidikan baginya. Dalam arti sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar- dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol. Agar fungsi tersebut dapat terealisasi dalam praksis pendidikan maka perlu adanya kurikulum yang mampu mengakomodasai kepentingan tersebut. Melalui Permendikbud No.81.1 A Pemerintah memberlakukan kurikulum 2013. Kurikulum diharapkan dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk itu pembelajaran harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber observasi, mampu merumuskan masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah. Di samping itu pembelajaran diarahkan untuk melatih peserta didik berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin) serta mampu kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Tuntutan tersebut perlu adanya terobosan baru dalam pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan penilaian otentik yang menggunakan prinsip penilaian bagian dari pembelajaran. Untuk memperkuat pendekatan
ilmiah
(scientific),
perlu
diterapkan
pembelajaran
berbasis
Page 4
penyingkapan/penelitian
(discovery
/
inquiry
learning).
Untuk
mendorong
kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok
maka
sangat
disarankan
menggunakan
pendekatan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning) dan pembelajaran berbasis projek (project based learning). Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir berkaitan dengan pola pembelajaran, yaitu: (1) berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber / media lainnya);
(3) pembelajaran dirancang secara jejaring (peserta
didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);
(4) pembelajaran bersifat aktif-mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains); (5) belajar kelompok (berbasis tim); (6) pembelajaran berbasis multimedia; (7) pembelajaran berbasis kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; (8) pola
pembelajaran
menjadi
pembelajaran
ilmu
pengetahuan
jamak
(multidisciplines); dan (9) pembelajaran kritis.
B. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA Karakteristik mata pelajaran diatas perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Sesuai dengan karakterisrtik IPA maka, pendekatan yang digunakan perlu
menekankan
pada
keterampilan
proses,
memanfaatkan
lingkungan
masyarakat dan teknologi. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik. 1. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) Sasaran
pembelajaran
dengan
pendekatan
saintifik
mencakup
pengembangan ranah sikap pengetahuan,dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan pemerolehan psikologis yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas: menerima,
menjalankan,
menghargai,
menghayati,
dan
mengamalkan.
Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas: mengingat, memahami. menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sementara itu, keterampilan diperoleh melalui aktivitas: mengamati, menanya, menalar, menyaji, dan mencipta.
Page 5
Menurut McCollum (2009),beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mengajar dengan menggunakan scientific approach adalah guru harus menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melatih melakukan analisis (Push for analysis) dan komunikasi (Require communication). Sudarwan (2013) lebih lanjut menyatakan bahwa pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan aspek-aspek mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan,
dan
mencipta
untuk
semua
mata
pelajaran.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas, maka pendekatan saintifik dilakukan melalui
tahapan:
mengamati,
menanya,
mengumpulkan
informasi,
menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Permendikbud no.59 khususnya dalam lampiran pedoman mata pelajaran Fisika dikemukakan kegiatan 5 M sebagai berikut: a.
Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan melalui kegiatan : melihat, menyimak, mendengar, dan membaca hal yang penting dari suatu benda atau objek. b.
Menanya
Dalam kegiatan ini, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau didengar. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak, pertanyaan yang berkenaan dengan fakta, konsep, dan prosedur. Pertanyaan yang bersifat faktual maupun yang bersifat hipotetik. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakindapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. c.
Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen.
Page 6
d.
Mengasosiasi/ Menalar
Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. e.
Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pada rangkaian kegiatan pembelajaran dapat berupa kegiatan: Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram;
Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis; Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian; Membaca grafik atau tabel atau diagram; Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa, dan presentasi. C. Implikasi
Penerapan
Kurikulum
2013
terhadap
Strategi
dan
Metode
Pembelajaran IPA Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka, dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan bermasyarakat, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan. Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana aksi/tindakan yang sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih dalam bentuk pola urutan langkah-langkah pembelajaran. Tiap-tiap langkah dalam strategi dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan tiap metode dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi pebelajar mandiri sepanjang hayat. dan menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan
Page 7
waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut
pandangan
dasar
bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan peserta
didik
yang
diberikan
kepada
untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.
Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Sedangkan guru memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa peserta didik kepada pemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Hal di atas sesungguhnya telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, diantaranya adalah bahwa efektivitas pendekatan pembelajaran tergantung pada produk dan proses yang diinginkan (M. Amien,1987). Produk berarti menstransfer produk ilmiah (fakta, konsep, generalisasi, prinsip, teori, dan hukum) kepada siswa (Specific transfer of training). Sedangkan proses adalah transfer “science is what scientists do”, meliputi sikap dan nilai (hasrat ingin tahu, jujur, obyektif dsb) . Dalam konteks ini, pembelajaran tak dapat dilepaskan dari tradisi-tradisi ilmu dan segala sesuatu yang mengiringinya. Operasionalisasi metode ilmiah dari pengamatan eksploratif, informasi data, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, kemudian menguji hipotesis dan menarik kesimpulan, yang pada akhirnya membentuk tubuh ilmu sains, semangat, sikap, nilai yang berkembang sampai menhasilkan sebuah ilmu pengetahuan sedapat mungkin harus dipahami dan dialami sendiri oleh subjek belajar. Demikian hal di atas dilebih ditegaskan oleh Bloom (1976) bahwa dalam belajar, fakor yang sangat penting adalah lingkungan dalam kelas untuk belajar. Yaitu mengelola lingkungan belajar anak dan bukan mengelola anak. Di sisi lain pandangan guru, sikap dan keyakinan atau sistem nilai (value system) yang dianut guru akan sangat mewarnai dalam proses tersebut. Sebab pandangan guru merupakan moral, etik, ide atau konsepsi yang berada dibelakang seorang guru
Page 8
yang mendasari kegiatan nyata dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut beberapa model pembelajran dengan pendekatan saintifik. 1. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Pembelajaran
Berbasis
Masalah
(Problem-Based
Learning),
selanjutnya
disingkat PBM, mula-mula dikembangkan pada sekolah kedokteran di Ontario Kanada pada 1960-an (Barrows, 1996). Pendekatan ini dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai mata pelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi. Tahap
Aktivitas Guru dan Peserta didik
Tahap 1 Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah Tahap 2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
2. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based-learning) Pembelajaran
Berbasis
Projek
(Project-based-learning)
adalah
model
pembelajaran yang menggunakan projek/kegiatan sebagai pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. dan memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri
Page 9
maupun berkelompok dalam mengkostruksikan produk nyata. Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Penentuan Projek
2. Perancangan langkahlangkah penyelesaian projek
3. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Projek
6. Evaluasi proses dan hasil projek
5. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek
4. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru
Gambar 1: Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010) 3. Discovery Learning Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui
dilanjutkan
dengan
mencari
informasi
sendiri
kemudian
mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan,
menganalisis,
mengintegrasikan,
Page 10
mereorganisasikan
bahan
serta
membuat
kesimpulan-kesimpulan.
Bruner
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau
pemahaman
melalui
contoh-contoh
yang
ia
jumpai
dalam
kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Tujuan akhir Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut. a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk
menyediakan
kondisi
interaksi
belajar
yang
dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) c. Data collection (pengumpulan data) Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. d.
Data processing (pengolahan data) Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
Page 11
tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara logis e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar
atau
tidaknya
hipotesis
yang
telah
ditetapkan,
dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f.
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Page 12
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan tentang implementasi pendekatan saintifik kurikulum 2013 dalam pembelajaran IPA sebagai berikut: 1. Pendekatan saintifik merupakan nafas ilmu pengetahuan khususnya IPA, karenanya pendekatan saintifik sangat penting dan sesuai dengan metode ilmiah dan karakteristik mata pelajaran IPA. 2. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan berbagai model pembelajaran yang berbasis pada kegiatan 5(lima) M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menganalisi dan mengkomunikasikan. 3. Implikasi penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA dalam kurikulum 2013 memberikan semangat baru bagi guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi pembelajaran.
B. Saran Berdasarkan hasil diatas maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan berbagai metode pembelajaran agar lebih variatif sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Sebelum menerapkan model-model pembelajara dalam pendekatan saintifik perlu dilakukan pemetaan karakteristik kompetensi yang sesuai dengan model yang akan diterapkan 3. Agar
siswa
dapat
termotivasi
untuk
bertanya,
maka
guru
perlu
mengembangkan kualitas bahan ajar atau materi pengamatan yang mampu menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi pada siswa. 4. Agar kemampuan bertanya siswa meningkat, maka guru juga perlu meningkatkan kemampuannya dalam bertanya.
Page 13
DAFTAR PUSTAKA Abdullah.(2001) Tingkah Laku Emosi Kanak-Kanak dan Ekspresi Emosi Ibu Bapak. Jabatan Pendidikan Awal Kanak-Kanak . Fakulti Sains Kognitif dan Pembangunan Manusia Universiti Pendidikan Sultan Idris. Amien,M. (1987), Pembelajaran yang Humanis. Makalah Seminar .IKIP Yogyakarta. Barnes, Douglas (1976) From Comunication to Curriculum.Penguin Books. Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated the Curricula. Palatine, Ilinois: IRI/ Skylight Publishing, Inc. Graham, S. W., Donaldson, J. F., Kasworm, C., & Dirkx,J. (2000). The experiences of adult undergraduate students—what shapes their learning? Retrieved fromhttp://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/detailmini.jsp?_nfpb=true&_& ERICExtSearch_SearchValue_0=ED440275&ERICExtSearch_SearchType_0=n o&accno=ED440275 Johnsen, Berit H. 1998/2000. Et historisk perspektiv på ideeneom en skole for alle (A Historical Perspective on Ideas about a School for All). Oslo, Unipub. Leshin, Cynthia B., (dkk.), Instructional Design Strategies and Tactics, Educational Technology Publications, New Jersey, 1992 Lupton, D. 1998.The emotional self .London: SAGE Publications, Inc. Mezirow(1991). Transformative Learning in Practice: Insights from Community, Workplace and Education, Jossey-Bass Inc Otellini, Paul(2007). Pengajaran Abad 21. (terjemahan) Intel Cooperation. Sharan B.Merriam.(2001) The new update on adult learning theory. San Francisco: Jossey-Bas Taba, Hilda. 1962. Curriculum Development. N.Y., Harcourt, Brace & World, inc. Woolfolk, (1984). Phsychologi for Education. London.UK
Page 14