ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
STUDIES ON AUGMENTATION : RECIRCULATION SLURRY AND EM-4 TO BOOST BIOGAS PRODUCTION FROM Jatropha curcas Linn HUSK CAPSULE IN TWO STAGES DIGESTION Roy Hendroko1, Satriyo K. Wahono2, Ahmad Wahyudi3, Praptiningsih, G.A4., Tony Liwang5, Salafudin6 and Andi Sasmito5 1
Graduate Student – Renewable Energy University of Darma Persada, Jakarta 13450 E-mail : roy
[email protected]
2
Technical Implementation Unit for Development of Chemical Engineering Processes – Indonesian Institute of Sciences, Yogyakarta 55861 E-mail :
[email protected],
[email protected]
3
Faculty of Agriculture and Animal Husbandry, University of Muhammadiyah, Malang 65144 E-mail:
[email protected] 4
Faculty of Agrotechnology, University of Merdeka, Madiun 63131 E-mail :
[email protected]
5
PT Sinarmas Agroresources and Technology Tbk., Jakarta 10350 E-mail :
[email protected] ;
[email protected] 6
Departement of Chemical Engineering, ITENAS, Bandung 40123 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Biofuels are often contrasted with the food and feed demand. Even though, biogas as gaseous biofuel has many benefits, they are recycling waste, minimizing groundwater and river pollution, preventing global warming, renewable energy, producing slurry and sludge which enabled as organic fertilizer and animal feed. Biogas belongs to modern cooking oil and the most efficient biomass conversion energetically. This paper reports the biogas production enhancement efforts made from Jatropha curcas Linn husk capsule with augmentation treatment, as a series of biorefinery research that has been conducted since 2010. The research was conducted at the PT Bumimas Ekapersada research garden, Bekasi, West Java on April – August 2012. A liter glass bottle which filled with glass wool as growth immobilized was used as the methanogenesis digester. The bottle was placed in water bath under 32°C with three replications for 28 days of Hydrolic Retention Time. The augmentation treatment was added with 5% EM-4, 5% F2-EM4 and 50% recirculation methanogenesis slurry to hydrolysis digester. Observation parameters were biogas production, pH, temperature, and acetate acid levels. The results showed that 5% EM-4 and F2-EM4 could increase biogas production by 2.654,53% and 633,76% respectively, while recirculation slurry could increase biogas production by 875,51% compared to control. Key words : Biogas, Jatropha curcas Linn, Husk capsule, Two stages digestion, Augmentation treatment.
PENDAHULUAN
kg sebesar Rp 5 triliun [2]. Kompas, 28 Februari 2013 mengemukakan bahwa Pertamina sejak 2006 merugi Rp 16 triliun sebagai akibat menjual elpiji 12 kg di bawah harga keekonomian [3]. Data mengemukakan ketersediaan Elpiji di dunia tidaklah besar karena hanya dapat dihasilkan dari lebih kurang 8 persen gas alam dan 8 persen dari kilang minyak bumi [4]. Terkait ketersediaan LPG yang relatif terbatas, Aep Saepudin [4] meyarankan menggunakan biogas sebagai
Bahan bakar di dapur-dapur masyarakat Indonesia beranjak dari solid (kayu bakar, arang, dll) ke liqued (kerosin), dan saat ini ke gas (Elpiji - LPG). Namun program konversi LPG tersebut tidak menjadikan Indonesia mandiri energi karena 60,6% LPG yang digunakan di Indonesia berasal dari impor [1]. Bahkan audit laporan keuangan Pertamina tahun 2012, melaporkan kerugian dalam bisnis elpiji 12
91
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
gaseous biofuel. Pertimbangan hal ini antara lain, biogas terkatagori modern cooking oil [5], proses konversi biomassa yang efisien [6 dan 7], berperan dalam minimasi global warming dan tidak bersaing dengan tanaman pangan [8 dan 9], Indonesia kaya biomassa sebagai bahan baku biogas dan penggunaan gaseous biofuel ini relatif luas [10], teknologi relatif sederhana, peralatan skala rumah tangga mampu dibuat di Indonesia, dan iklim tropika di Indonesia mampu menunjang proses anaerobik dengan murah sepanjang tahun [11], mampu meminimasi pencemaran air tanah [12] serta menghasilkan pupuk organik yang kaya nutrisi [13] sebagai bahan pembenah kesuburan tanah. Biogas di Indonesia, lazim menggunakan bahan baku kotoran hewan sapi. Bahan baku ini dipilih karena biomassanya berwujud lumat, membentuk larutan koloid, dan mengandung mikrobia sehingga proses pencernaan anaerobik dapat berlangsung dengan mudah. Namun kotoran hewan sapi tidak tersedia di setiap wilayah dalam jumlah cukup, antara lain karena hewan ternak tidak dikandangkan [14] Suswono [15] menyatakan potensi limbah sebagai sumber bioenergi dan teknologi konservasinya merupakan prioritas dari KEMENTAN RI. Langkah konkrit adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber energi nabati yang digunakan secara in-situ. Telaah data menunjukkan limbah dari Jatropha curcas Linn (JcL) berupa organik adalah big business [16]. Bungkil JcL (seed cake, Jatropha curcas press cake, Jatropha curcas defatted waste) limbah dari pengolahan Crude Jatropha Oil (CJO) akan menjadi bisnis besar sebagai pakan ternak [17]. Limbah pengolahan CJO yang lain adalah kulit/daging buah
(jatropha fruit coat, capsule husk , fruit husk, hulls, shell, fruit shell, peel, fruit encapsulate). Limbah DH-JcL ini sebesar 30 – 80 persen dari berat buah segar/ basah [18 dan 19] atau 8 – 15 persen dari berat kering [20]. DH-JcL tidak direkomendasi sebagai pupuk organik karena C/N rasio tinggi [20]. DH-JcL dinyatakan pula tidak cocok untuk substrat biogas [21,22] karena proses perombakan relatif lambat. Namun sekelompok peneliti [14, 23, 24, dan 25] telah melakukan serangkaian kajian untuk mengatasi permasalahan DH-JcL sebagai substrat biogas. Makalah ini melaporkan kajian lebih lanjut tentang unjuk kerja DHJcL pada digester dua tahap dengan perlakuan augmentasi. Kajian ini bertujuan memacu komoditas JcL di Indonesia yang saat ini terbengkalai. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di laboratorium kebun riset PT Bumimas Ekapersada, Bekasi, Jawa Barat pada bulan April – Agustus 2012. Penelitian menggunakan digester kaca volume satu liter sebagai digester metanogenensis dan volume dua liter sebagai digester hidrolisis yang disusun RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan tiga ulangan dalam water bath 320C, seperti Gambar 1. Sebagai growth immobilized digunakan glass wool sejumlah 40 gram yang dimasukkan ke dalam digester metanogenensis. Bahan penelitian adalah DH-JcL kultivar JatroMas kategori toksik sebagai substrat yang dicampur dengan air perbandingan 1 : 8 untuk perlakuan kontrol. Sebagai stater digunakan inokulum semi buatan [26] yakni slurry dari digester berbahan baku DH-JcL.
Gambar 1. Skematis digester two stage sebagai alat penelitian
92
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
pada suhu hidrolisis 34,300C – 34,570C dan suhu metanogenensis 33,180C – 34,180C. Berdasar acuan pustaka, suhu ideal 0 0 mesofilik 30 C – 35 C [36, dan 37] maka penelitan ini berlangsung pada kondisi ideal. Tabel I mencantumkan pengamatan rataan pH di dua jenis digester pada dua perlakuan augmentasi dibanding kontrol.
Kajian augmentasi terdiri dari dua bagian. Kajian I adalah introduksi EM-4, sebagai stater buatan [26] sejumlah 5% (v/v), dan F2-EM4 sejumlah 5% (v/v) ke digester hirolisis. F2-EM4 dibuat dari 150 liter air + EM-4 1 liter + gula merah 1 kg + urea 50 gram yang ditahan dalam drum selama satu minggu. Kajian II adalah resirkulasi 50% slurry metanogenensis, sebagai stater semi buatan [26] ke digester hidrolisis. Hidrolik retention time digester diatur selama empat minggu. Setiap hari umpan sejumlah empat gram DH-JcL dan 32 ml air dimasukkan dan dikeluarkan dari digester hidrolisis berdasar draw and fill method [27]. Substrat yang keluar dari digester hidrolisis dimasukkan ke digester metanogenensis. Variabel yang diamati adalah volume produksi biogas dengan water displacement method [28], pH dan suhu di effluent dengan pH meter dan termometer digital, kadar gas metana dengan ceinhorn's saccharometer [29], dan kadar asam asetat dengan metode titrasi. Data produksi biogas diolah statistika dengan BNJ 5% dan T test.
Tabel I. Rataan pH di larutan hidrolisis dan metanogenensis pada dua perlakuan augmentasi (EM-4 & F2-EM4) dan kontrol Perlakuan EM-4 F2-EM4 Kontrol
Hidrolisis 6,29 6,56 7,02
Methanogenesis 7,65 7,45 7,47
Tabel I menunjukkan di digester hidrolisis, perlakuan EM-4 menghasilkan rataan pH terendah yakni 6,29 dengan selang pH minimal dan maksimal sebesar 5,30 – 6,73. Temuan pH terendah di perlakuan EM-4 juga diperoleh di penelitian terdahulu [38]. Pada peringkat ke-2 adalah perlakuan F2-EM4 dengan rataan pH 6,56 pada selang 5,5 – 6,8. Kontrol menghasilkan rataan pH tertinggi sebesar 7,02 dengan selang 6,60 – 7,80. Mengacu sejumlah pustaka tercantum pH hidrolisis 5,0 – 7.0 [11], sehingga pH di perlakuan kontrol relatif tidak ideal. Dampak pH akan tampak di pengamatan asam acetat. Sejumlah pustaka mensyaratkan pH di metanogenesis pada selang 6,0 – 8,5 [11]. Berdasar acuan ini maka pH metanogenesis di tabel I terkatagori normal. Namun pH 7,65 di perlakuan EM-4 lebih tinggi (dengan selang 7,02 – 7,43) dibanding perlakuan kontrol dengan rataan pH 7,47 (selang pH 6,17 – 6,95). Di perlakuan F2-EM4 tercatat rataan pH 7,45 dengan selang 5,62 – 6,83. Asam acetat adalah prekursor utama dari pembentukan gas metana [34, 39, dan 40]. Gambar 2 menunjukkan kadar asam acetat sebagai dampak tabel I.
HASIL dan PEMBAHASAN Pustaka mengemukakan bahwa perombakan anaerobik tergantung, antara lain pada diversitas dan jumlah mikrobia [30]. Jumlah dan diversitas mikrobia tersebut dapat ditingkatkan dengan tindakan augmentasi, yakni penambahan mikrobia dari luar sistem [31, dan 32]. Augmentasi diperlukan karena terdapat kemungkinan mikrobia mengalami wash out, yakni terbawa keluar dari digester bersama slurry dan juga mengatasi pertumbuhan mikrobia indigenous yang cenderung lambat Sejumlah pustaka diantaranya [33, 34, dan 35] mengemukakan reaksi hidrolisis berperan utama atau pengendali pada sistem digester dua tahap. Dengan acuan ini maka kajian dilakukan pada tindakan augmentasi pada digester hidrolisis. Kajian terdiri dari dua bagian: Kajian I Penambahan stater buatan [26] berupa mikrobia EM-4 sejumlah 5% (v/v) di digester hidrolisis. Namun menyadari EM-4 relatif mahal maka dengan tujuan efisiensi dikaji pula substitusi mikrobia EM-4 dengan membuat F2-EM4. Penelitian berlangsung
93
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
Gambar 2. Kadar asam asetat di digester hidrolisis dan metanogenesis dengan dua perlakuan augmentasi (EM-4 & F2-EM4) dan kontrol Gambar 3 menunjukkan produksi biogas ml/g VS di digester hidrolisis, tampak bahwa EM-4 dan F2-EM4 menghasilkan produksi relatif sama, dengan kecendrungan F2-EM4 lebih tinggi. Perlakuan kontrol menghasilkan biogas yang terendah. Artinya, augmentasi EM-4 dan F2-EM4 mampu melakukan reaksi fermentasi lebih cepat/ banyak dibanding kontrol. Pustaka [44, dan 45] mengemukakan bahwa produksi gas di digester hidrolisis didominasi CO2 dan H2, (dan relatif kecil CH4). Mengacu pendapat ini maka kajian diutamakan di digester metanogenensis. Pengamatan di digester metanogenensis seperti ditunjukkan di gambar 3, menunjukkan perlakuan EM-4 menghasilkan produksi tertinggi, perlakuan F2-EM4 di peringkat 2, selanjutnya diikuti perlakuan kontrol. Persentase peningkatan produksi perlakuan EM-4 dan F2-EM4 masing-masing sejumlah 2.654,53% dan 633,76% dibanding kontrol. Kenaikan produksi ini lebih tinggi dibanding penelitian terdahulu yang melaporkan kenaikan produksi sebesar 477,16% pada aplikasi EM-4 di substrat co-digestion jerami padi dan limbah sayuran [42] Pengolahan data secara statistika, dicantumkan di tabel II.
Gambar 2 mendukung Tabel I, tampak bahwa perlakuan EM-4 menghasilkan kadar asam acetat tertinggi di digester hidrolisis di hari ke-4 sebagai dampak pH terendah, seperti ditunjukkan di tabel I. Temuan serupa telah dikemukakan dalam penelitian terdahulu [38]. Perlakuan F2-EM4 dan kontrol di digester hidrolisis di hari ke-4 menghasilkan kadar asam acetat yang sama. Tetapi di pengamatan hari-hari selanjutnya tampak kadar asam acetat perlakuan F2-EM4 lebih rendah dibanding kontrol. Artinya reaksi perombakan F2-EM4 lebih tinggi/ cepat dibanding kontrol. Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya [38, 41, 42, dan 43] bahwa EM-4 memperpendek fase adaptasi atau lag phase sehingga dari segi waktu proses pendegradasian akan lebih cepat. Pengamatan di digester metanogenesis, menunjukkan perlakuan EM-4 menghasilkan kadar asam acetat paling rendah. Artinya di digester metanogenensis pada perlakuan EM-4 terjadi perombakan asam acetat ke metana paling banyak. Dengan kondisi asam acetat di digester hidrolisis dan metanogenesis maka akan terjadi produksi biogas paling tinggi di perlakuan EM-4. Gambar 3 menampilkan hal ini
Gambar 3. Produksi biogas dalam perlakuan augmentasi (EM-4 dan F2-EM4) dibanding kontrol di digester hidrolisis (kiri) dan digester metanogenesis (kanan)
94
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
Tabel IV. pH di larutan hidrolisis dan metanogenensis pada perlakuan resirkulasi 50% slurry dan kontrol
Tabel II. Produksi biogas di digester metanogenensis pada perlakuan augmentasi (EM-4 dan F2-EM4) dibanding kontrol Perlakuan EM-4 F2- EM4 Kontrol BNT 5%
Perlakuan Resirkulasi Kontrol
Total produksi gas 247,0505 c 65,8101 b 8,9689 a 34,6436
Tabel III. Kadar CH4 di digester metanogenensis pada perlakuan augmentasi (EM-4 dan F2-EM4) dibanding kontrol Min 75,47 85,50 88,67
Max 93,42 94,47 95,00
Metanogenensis 7,42 6,95
Tabel IV mengungkapkan bahwa perlakuan resirkulasi 50% slurry menghasilkan pH lebih ideal dibanding perlakuan kontrol. pH di digester hidrolisis perlakuan resirkulasi (pH 6,69) lebih asam dibanding perlakuan kontrol (pH 7,02) menunjukkan proses fermentasi lebih banyak terjadi di perlakuan resirkulasi 50% slurry dibanding kontrol. Pada digester metanogenensis di perlakuan resirkulasi terjadi kenaikan pH dari hidrolisis (pH 6,69) ke metanogenensis (pH 7,42) menunjukkan bahwa proses di digester metanogenensis berlangsung seimbang karena asam-asam organik dari proses pengasaman mampu diubah menjadi gas metana oleh archaea metanogen [47, dan 48]. Sebaliknya di perlakuan kontrol, terjadi penurunan pH digester metanogenesis (pH 6,95) dari digester hidrolisis (pH 7,02) sebagai dampak akumulasi asam-asam organik [40, dan 49]. Pengamatan kadar asam acetat sebagai prekursor utama gas metana disajikan di gambar 4.
Tabel II menunjukan antar perlakuan berbeda sangat nyata dan dengan uji BNT 5% produksi gas paling tinggi dicapai di perlakuan EM-4, selanjutnya diikuti oleh perlakuan F2-EM4 di peringkat ke-2. Pengamatan kadar metana di perlakuan augmentasi dibanding kontrol disajikan di tabel III.
Perlakuan EM-4 F2-EM4 Kontrol
Hidrolisis 6,69 7,02
Rataan 87,66 89,48 91,48
Tabel III menunjukkan rataan kadar metana di perlakuan kontrol relatif lebih tinggi dibanding dua perlakuan augmentasi. Rataan kadar CH4 di F2-EM4 lebih tinggi dibanding perlakuan EM4. Temuan ini menarik karena EM-4 mampu memacu produksi biogas (tabel II dan gambar 2), tetapi kadar metananya relatif rendah. Penyebab hal ini membutuhkan kajian lebih lanjut, namun hal serupa dilaporkan di penelitian terdahulu [46]. Kajian II Kajian ini dilaksanakan dengan menambah mikrobia semi buatan [26] yakni slurry digester metanogenesis sejumlah 50% (v/v) yang di resirkulasi ke digester hidrolisis. Penelitian dilaksanakan pada rataan suhu di perlakuan kontrol hidrolisis 0 0 0 31,27 C (selang 27,40 C – 34,30 C), dan di 0 digester metanogenesis 31,79 C (selang 0 0 29,60 C – 34,57 C), sedang rataan suhu di perlakuan resirkulasi di digester hidrolisis dan metanogenesis masing-masing adalah 0 0 33,37 C dan 33,15 C. Pengamatan pH ditunjukkan di tabel IV.
Gambar 4. Kadar asam acetat di digester hidrolisis dan metanogenesis pada perlakuan resirkulasi dan kontrol .
95
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar acetat di digester metanogenensis pada perlakuan resirkulasi 50% slurry menghasilkan kadar acetat terkecil. Hal ini menunjukkan di perlakuan resirkulasi terjadi perombakan asam acetat paling banyak ke gas metana. Temuan serupa dikemukakan di penelitian terdahulu [14, dan 38]. Sebaliknya pada perlakuan kontrol di digester metanogenesis terjadi kenaikan kadar asam acetat di minggu ke-12 dan minggu ke-28. Kenaikan kadar asam acetat ini ditunjukkan dengan angka pH yang relatif lebih rendah seperti ditunjukkan di tabel 4. Dampak hal ini, tampak pada produksi biogas yang ditampilkan di gambar 5.
Tabel V menunjukkan rataan kadar CH4 di digester metanogenesis pada perlakuan resirkulasi 50% slurry (92,29%) relatif sama dibanding kontrol (91,48%), bahkan cenderung lebih tinggi. Fenomena ini tidak terjadi pada perlakuan augmentasi dengan EM-4 dan F2-EM4. Demikian pula tampak kenaikan kadar CH4 dari digester hidrolisis ke metanogenesis relatif lebih besar di perlakuan resirkulasi dibanding kontrol. Artinya tindakan augmentasi dengan resirkulasi 50% slurry metanogenensis ke digester hidrolisis dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas biogas. KESIMPULAN dan SARAN Dari dua kajian augmentasi pada substrat DH-Jcl, dapat disimpulkan : 1. Introduksi tambahan mikrobia dari EM-4, F2-EM4, dan juga resirkulasi slurry digester metanogenensis ke digester hidrolisis mampu meningkatkan produksi biogas. 2. Kenaikan produksi EM-4, F2-EM4, dan resirkulasi dibanding kontrol masingmasing sebesar 2.654,53%, 633,76%, dan 875,51%. 3. EM-4 dan F2-EM4 tidak meningkatkan kadar gas metana.
Gambar 5. Produksi biogas dalam perlakuan resirkulasi 50% slurry dibanding kontrol di digester metanogenesis
Butir 3 membutuhkan kajian lebih lanjut. Demikian pula disarankan kajian resirkulasi slurry metanogenensis ke digester methanogenesis dan/atau resirkulasi kedua digester yakni hidrolisis dan metanogenesis. Kajian alkalinitas dibutuhkan pada resirkulasi slurry untuk menekan kemungkinan dampak negatif terhadap produksi biogas.
Gambar 5 menunjukkan produksi biogas di perlakuan resirkulasi 50% slurry lebih banyak dibanding kontrol. Analisis statistika dengan T test menunjukkan produksi perlakuan resirkulasi slurry (262.47621 ml/gr VS) berbeda sangat nyata dibanding produksi biogas perlakuan kontrol (26.90668 ml/gr VS). Namun dibutuhkan tindakan perhatian karena penelitian terdahulu [38] melaporkan kenaikan pH sebagai dampak resirkulasi slurry secara bertahap menurunkan produksi biogas. Pengamatan kadar gas metana ditunjukkan di tabel V.
DAFTAR PUSTAKA 1. Oktaufik, M.A.M., 2012, Ketergantungan elpiji impor perlu solusi, Harian Kompas, 20 Februari 2012, Hal. 14. 2. Evy, R., 2013, Elpiji menambal kerugian, Harian Kompas, 28 Februari 2013, Hal. 17. 3. Evy, R., 2013, Kenaikan harga elpiji ditunda. Kondisi sosial ekonomi jadi pertimbangan, Harian Kompas, 8 Maret 2013, Hal. 18. 4. Tunggal, N., 2012, LIPI mengoptimalkan biogas, Harian Kompas, 2 Maret 2012, Hal.14.
Tabel V. Kadar CH4 di digester hidrolisis dan metanogenensis pada perlakuan resirkulasi 50% slurry dibanding kontrol Perlakuan Resirkulasi 50% hidro Resirkulasi 50% meta Kontrol hidro Kontrol meta
Min
Max
Rataan
76,00
95,00
85,73
90,25 76,00 88,67
94,47 95,00 95,00
92,29 88,89 91,48
96
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
5. World Bank, 2011, One goal, two paths, achieving universal access to modern energy in East Asia and the Pacific, Washington DC. 6. Sivasamy, A., Zinoviev, S., Foransiero, P., Miertus, S., Langer, F.M., Kaltschmitt, M., Vogel, A., dan Thraen, D., 2007, Bio-fuels technology status and future trends, Technology Assessment and Decision Support Tools. 7. Soerawidjaja, T.H., 2011, Prospek dan potensi teknologi pencernaan anaerobik di dalam perekonomian berbasis nabati, Seminar Nasional Green Productivity II “desa produktif berwawasan lingkungan”. Kadin, Jakarta, 20 April 2011. 8. Warnika, K., 2011, Memasuki era energi baru terbarukan untuk kedaulatan energi nasional, Seminar energi baru dan terbarukan Kadin Indonesia dengan para pelaku industri di Indonesia, Jakarta, 14 Juli 2011. 9. Warnika, K., Potensi peluang dan peranan energi nabati dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional, Simposium dan Seminar Bersama PERAGI - PERHOTI – PERIPI - HIGI mewujudkan kedaulatan pangan dan energi berkelanjutan, Bogor, 1 - 2 Mei 2012. 10. Soerawijaya,T.H., 2011, Rintanganrintangan percepatan implementasi bioenergi, Seminar Kadin “memasuki era energi baru dan terbarukan untuk kedaulatan energi nasional”, Jakarta, 14 Juli 2011. 11. Hendroko, R., 2013, Biogas - bahan ajar mata kuliah teknologi konversi biomassa, Pasca sarjana energi terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta. 12. Bensah, E.C., Atwi, E., dan Ahiekpor, J.C., 2010, Improving sanitation in Ghana – Role of sanitary biogas plants, Journal of Engineering and Applied Sciences 5 (2), 125 – 133. 13. Wahyuni, S., 2011, Biogas energi terbarukan ramah lingkungan dan berkelanjutan, Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke10, Jakarta, 8 – 10 November 2011. 14. Praptiningsih, G. A., Liwang, T., Salafudin, Nelwan, L.O., Sakri, Y., dan Hendroko, R., 2011, Study optimization of jatropha fruit coat hydrolysis phase in two stage anaerobic digestion,
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
97
International Conference and Exhibition on Sustainable Energy and Advanced Materials, Solo Indonesia, 3 - 4 October 2011. Suswono, 2013, Kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan dan energi berbasis pertanian, Makalah kunci Menteri Pertanian Republik Indonesia, Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menuju Kemandirian Pangan dan Energi, Universitas Sebelas Maret, Solo, 17 April 2013. Nolten, W., 2008, Waterland working in synergy with the people and elements of nature, Jatropha Summit, Kuala Lumpur, 16 - 17 February 2008. Jatro Solution, Patent on method for detoxification of Jatropha curcas seed cake, kernel meal and protein isolate. Dikutip pada tanggal 5 April 2011 dari http://www.jatrosolutions.com/index.php ?option=com_content&view=article&id= 91&Itemid=103Iang=en Sotolongo, J.A., Beatón, P., Diaz, A., de Oca, S.M., del Valle, Y., Pavón ,S.G., dan Zanzi, R., Jatropha curcas L. as a source for the production of biodiesel: A Cuban experience. Dikutip pada tanggal 20 Mei 2011 dari http://hem.fyristorg.com/zanzi/paper/W2 257.pdf Hasanudin, U., dan Haryanto, A., 2010, Sustainability assesment of biomass utilization for bioenergy case study in Lampung Indonesia, Abstracts Biomass as Sustainable Energy, The 7th. Biomass Workshop Asia, Jakarta, 29 November – 1 December 2010. Praptiningsih, G.A., Hendroko, R., Liwang, T., dan Salafudin, 2010, Pengamatan awal pertumbuhan dan produktivitas provenan jarak pagar (Jatropha curcas L.) non toksik dibandingkan kultivar harapan Jatromas, Seminar Energi Terbarukan I (SNETI – I), Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 18 – 19 Desember 2010. Makkar, H.P.S., dan Becker, K., 2009, Jatropha curcas, A promising crop for the generation of biodiesel and valueadded coproducts, Eur. J. Lipid Sci. Technol, No. 111, 773 – 787.
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
22. Halford, N.G., dan Karp, A., 2010, Energy Crops, Royal Society of Chemistry, Cambridge, p 213. 23. Salafudin, Hendroko, R., dan Marwan, R., 2010, The effect of organic loading, husk freshness and types of inoculum to the performance Jatropha curcas Linn husk anaerobic digestion, International Conference on Tehnology for New and Renewable Energy (ICTNRE 2010), Jakarta, 1 - 2 December 2010. 24. Praptiningsih, G. A, Liwang, T., Salafudin, Leopold, O. N ., Sakri, T., Satriyo, K.W. , dan Hendroko, R., 2012, Kajian optimasi konsentrasi dan waktu tunda panen di reaktor hidrolisis berbahan baku limbah Jatropha curcas L. dalam pencernaan anaerobik sistem dua tahap, Seminar Nasional Teknik Kimia, Universitas Parahyangan, Bandung, 25 April 2012. 25. Hendroko, R., Liwang, T., Salafudin, Praptiningsih, G. A., Nelwan, L.O., Sakri, Y., dan Satriyo, K.W., 2012, The Modification for Increasing Productivity at Hydrolysis Reactor with Jatropha curcas Linn Capsule Husk as Bio-Methane Feedstocks at Two Stage Digestion, International Conference on Sustainable Energy Engineering and Aplication, Jogya, 6 - 8 Nov 2012. 26. Kamaruddin, A., Abdul, K.L., Siregar, N., Agustina, E., Almansyah, M., Yamin, Edy, H., Purwanto, Y.A., 1995, Energi dan listrik pertanian, Academic Development of The Graduate Program, IPB, Bogor. 27. Velmurugan, B., dan Ramanujam, R.A., 2011, Anaerobic digestion of vegetable wastes for biogas production in a bed-batch reactor, Int. J. Emerg. Sci., No. 1(3), 478 - 486. 28. Budiyono, dan Kusworo, T.D., 2011, Biogas production from cassava starch effluent using microalgae as biostabilisator, Internet. J. of Sci. and Eng., Vol. 2(1), 4 – 8. 29. Schnürer , A., dan Jarvis, A., 2010, Microbiological handbook for biogas plants, Swedish Waste Management U2009:03, Swedish Gas Centre Report 207. 30. Gerardi, M.H., 2003, The microbiology of anaerobic digesters, John Wiley & Sons, Inc., Publication, Hoboken, New Jersey.
31. He Fang, Hu Wenrong, Li Yue Zhong, 2004, Biodegradation mechanisms and kinetics of azo dys 4BS by a micobial consortium, Chemosphere, No.57, 293 - 301. 32. Sastrawidana, I.D.K., dan Sukarta, I.N., 2011, Uji toksisitas air limbah tekstil hasil pengolahan pada reaktor biofilm konsorsium bakteri anaerob – aerob menggunakan ikan nila, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, No. 5(3), 271 – 282. 33. Veeken, A., Kalyuzhnyi, S., Scharff, H., dan Hamelers, B., 2000, Effect of pH and VFA on hydrolysis of organic solid waste, Journal of Environmental Engineering, Vol. 126, No. 12, 1076 – 1081. 34. Hutnan, M., Drtil, M., Derco, J., Mrafkova, L., Hornak, M., dan Mico, S., 2001, Two-step pilot-scale anaerobic treatment of sugar beet pulp, Polish Journal of Environmental Studies, Vol. 10, No. 4, 237 – 243. 35. Adrianto, A., Setiadi, T., Syafilla, M., dan Liang, O.B., 2001, Studi kinetika reaksi hidrolisis senyawa kompleks organik dalam proses biodegradasi anaerob, Jurnal Biosains 6 (1), 1-9. 36. Fry, L.J., 1973, Methane digesters for fuel gas and fertilizer, The New Alchemy Institute, Massachusetts. 37. Wahidah, 2004, Pengaruh variasi baffel, jumlah baffel dan waktu detensi terhadap kinerja anaerobic baffled reactor (ABR) dalam pengolahan limbah domestik khusus grey water, Tesis Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. 38. Salafudin, Praptiningsih, G.A., Liwang, T., Nelwan, L.O., Sakri, Y. dan Hendroko, R., 2011, Study biorefinery capsule husk from Jatropha curcas L. waste crude jatropha oil as source for biogas, World Renewable Energy Congress Indonesia, International Conference and Exhibition on Renewable Energy and Energy Efficiency, Nusa Dua Bali, 17 - 19 October 2011. 39. Veronika,S., 2007, Biogas as renewable energy resource. Dikutip tanggal 24 Desember 2011 dari http://nvwaterloo.weebly.com/uploads/1 /0/8/8/108809/biogas.pdf. 40. Meilany, D., dan Setiadi, T., 2009, Pengaruh pH pada produksi asam organik volatil dari stillage bioetanol ubi
98
ISSN: 2338-2368 Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM 2013
41.
42.
43.
44.
kayu secara anaerobik, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Universitas Diponegoro, Semarang, 27 - 28 Juli 2009 Yulistiawati, E., 2008, Pengaruh suhu dan C/N rasio terhadap produksi biogas berbahan baku sampah organik sayuran, Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Herawati, D.A., dan Wibawa, A.A., 2010, Pengaruh pretreatment jerami padi pada produksi biogas dari jerami padi dan sampah sayur sawi hijau secara batch, Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 4, No. 1. Elisa, S., 2010, Pengaruh rasio EM4 dan urea terhadap pembuatan biogas dari campuran limbah industri tahu dan eceng gondok, Skripsi Politeknik Negeri Sriwijaya. Barıs Calli. Anaerobic reaktor technologies, chapter 7, Marmara University, Department of Environmental Engineering Kadıköy, Istanbul, Turkey. Dikutip tanggal 6 April 2012 dari http://mebig.marmara.edu.tr/Enve424/C hapter7.pdf
45. Deublin, D., dan Steinhauser, A., 2008, Biogas from waste and renewable resources. Wiley- -VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. USA. 46. Santoso, E., 2010, Pengaruh effective micro organism 4 (EM4) pada tekanan gas methana biodigester continous model fixed drum terhadap lama gas mampu terbakar, Skripsi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo. 47. Dennis, A., dan Burke, P.E., 2011, Dairy waste anaerobic digestion handbook, Environmental Energy Company, 6007 Hill street Olympia, W.A 98516. 20p. 48. Lane, A.G., 1980, Process operation and monitoring-pH, redox, volatile fatty acid, alkalinity, inorganic oxygen, oxygen, In Nasional Workshop on Biogas Technology, Kuala Lumpur, 23 – 24 March 1981. 49. Mahajoeno, E., 2008, Pengembangan energi terbarukan dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit, Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
99