STUDI PREFERENSI VARIETAS UNGGUL BERAS PADA KONSUMEN DARI BEBERAPA WILAYAH YANG MEWAKILI KONSUMEN BERAS INDONESIA
SKRIPSI
MUNYATUL ISLAMIAH F24070100
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PREFERENCE STUDY OF HIGH YIELDING VARIETIES OF RICE ON SOME AREAS IN INDONESIA WHICH REPRESENT THE RICE CONSUMERS IN INDONESIA Munyatul Islamiah, Hanifah Nuryani Lioe, and Anton Apriyantono Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 856 9256 7682, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Indonesia is an agricultural country. One of the most important agriculture product is rice which is a staple food for people of Indonesia. Every province in Indonesia has a difference of high yielding variety of rice. It relates to the acceptance and preference of the consumers which are influenced by social environment and origin of area of the consumers where they live. The preference of consumers and the palatability determine quality and sensory characteristic of rice. This study aimed to characterize the sensorial quality of rice, identify preference of consumers to cooked rice, and to relate between the preference and the sensory descriptive of cooked rice. Four domestic high yielding varieties were evaluated by trained sensory panels and 152 peoples who consist of peoples from West Java, West Sumatra, South Sulawesi, and Papua. The result showed that the preference of consumers from West Java and South Sulawesi was influenced by the taste and texture of cooked rice. They less liked taste and texture of cooked rice from Cisokan. Thr preference of these consymers to the taste and texture of Ciherang and Membramo rice was more than those of Cisokan. However, the consumers from West Sumatra less prefered taste, aroma, and texture of cooked rice from Ciliwung. The consumers from Papua less prefered aroma of cooked rice from Ciherang. According to consumers, the sensory characteristics most important to acceptance of cooked rice were pandan aroma, vanilla aroma, nutty aroma, salty, umami, hardness, particle size, and roughness of mass. Using descriptive data, the researcher evaluated predictive models of cooked rice from high yielding varieties’ preference. Data collected here could be useful for Indonesian’s government in developing an understanding of the drivers of high yielding varieties of rice acceptance. Keyword : Indonesia, Cooked rice, Rice, Preference, Sensory descriptive, Consumers, Sensory Characteristic, High yielding variety of rice
Munyatul Islamiah. F24070100. Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia. Dibawah bimbingan Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, M.Si dan Dr. Ir. H. Anton Apriyantono, MS. 2011.
RINGKASAN Beras merupakan makanan pokok yang utama bagi masyarakat Indonesia. Dari tahun ke tahun kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras semakin meningkat sehingga dibutuhkan upaya peningkatan produksi padi. Selain itu, dibutuhkan pula upaya merakit varietas unggul dengan memperhatikan berbagai aspek seperti preferensi konsumen. Hal ini dikarenakan setiap daerah di Indonesia memiliki preferensi atau kesukaan yang berbeda-beda terhadap nasi yang dikonsumsi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui deskripsi atribut sensori nasi dan mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap nasi dari empat varietas unggul yang diujikan dilakukan menggunakan analisis sensori deskriptif dan uji afektif. Analisis sensori deskriptif yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Uji afektif yang digunakan adalah uji rating hedonik. Sampel yang dianalisis sebanyak empat varietas unggul beras, yaitu varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Varietasvarietas tersebut ditentukan melalui studi literatur dengan melihat tingkat produksi dan konsumsi yang paling tinggi di daerah-daerah tersebut. Dalam analisis sensori deskriptif, atribut sensori yang diujikan adalah rasa, aroma, dan tekstur. Hasil uji kuantitatif menggunakan analisis two-way ANOVA yang menunjukkan ada atau tidaknya perbedaan yang nyata pada atribut-atribut tersebut. Adanya perbedaan dilakukan analisis lebih lanjut dengan uji Tukey. Data analisis kuantitatif kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel, spider web, dan grafik biplot. Selain itu, dilakukan analisis korelatif antar atribut sensori tunggal. Pengujian rating hedonik dilakukan oleh panelis tidak terlatih yang asli berasal dari daerah Jawa Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Jumlah panelis yang digunakan sebanyak 151 panelis yang terdiri dari 34 berasal dari Sumatra Barat, 45 dari Jawa Barat, 42 dari Sulawesi Selatan, dan 30 dari Papua. Pengujian dilakukan di dua tempat, yaitu laboratorium dan lapangan. Hasil uji sensori deskriptif secara kualitatif pada sampel nasi menghasilkan atribut rasa yang teridentifikasi antara lain: manis, asin, dan gurih. Atribut aroma yang teridentifikasi meliputi aroma vanila, nutty, buttery, manis, dan pandan. Atribut tekstur yang teridentifikasi adalah kelengketan/adhesif sampel di bibir, kekerasan, kepaduan/kohesif massa sampel, kekasaran, toothpull, dan ukuran partikel nasi saat dikunyah. Atribut yang teridentifikasi dari uji sensori deskriptif secara kualitatif kemudian dilanjutkan dengan deskriptif kuantitatif. Hasil uji kuantitatif menggunakan analisis two-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap atribut rasa manis pada empat varietas unggul beras tersebut. Varietas beras yang memiliki rasa manis paling tinggi adalah varietas Ciliwung, sedangkan yang paling rendah adalah varietas Ciherang. Hasil uji kuantitatif dengan spider web untuk atribut rasa menunjukkan bahwa intensitas atribut rasa asin yang paling tinggi dimiliki varietas Ciliwung. Rasa gurih dari varietas Cisokan dan Membramo memiliki intensitas yang sama, sedangkan intensitas yang paling rendah dimiliki oleh varietas Ciherang. Atribut rasa manis berkorelasi positif dengan rasa gurih dan asin yang masing-masing sebesar 0,512 dan 0,698 dimana semakin tinggi rasa manis yang dirasakan saat menkonsumsi nasi, maka semakin tinggi pula intensitas rasa asin dan gurih yang dirasakan. Pada atribut aroma dihasilkan empat atribut yang memiliki perbedaan nyata dan satu atribut yang tidak berbeda nyata, yaitu aroma vanilla. Intensitas aroma buttery pada varietas Cisokan berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan Ciliwung dimana varietas Cisokan memiliki intensitas aroma buttery terendah. Intensitas aroma nutty berbeda nyata antara varietas Ciliwung, Ciherang, dan Cisokan. Intensitas aroma pandan varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Membramo. Intensitas aroma manis varietas Ciliwung berbeda nyata dengan Cisokan. Hasil uji kuantitatif atribut aroma menunjukkan bahwa varietas Ciliwung dideskripsikan memiliki aroma nutty dan buttery dengan intensitas paling tinggi. Varietas Cisokan dicirikan dengan aroma manis dan buttery yang paling rendah. Varietas Ciherang di karakteristikkan dengan atribut aroma buttery tertinggi dan aroma nutty terendah. Varietas Membramo memiliki intensitas aroma pandan terendah. Pada atribut aroma terdapat korelasi yang tinggi antara aroma nutty dan vanilla yang berkorelasi positif sebesar 0,809. Hal
serupa juga ditunjukkan antara aroma manis dan buttery, antara vanilla dan manis yang secara berturut-turut berkorelasi positif sebesar 0,750 dan 0,644. Aroma vanilla dan pandan yang berkorelasi negatif sebesar 0,674. Hasil uji kuantitatif atribut tekstur menunjukkan bahwa varietas Cisokan didominasi oleh atribut adhesif sampel di bibir dengan intensitas terendah. Varietas Membramo didominasi oleh kohesif dan toothpull dengan intensitas yang paling tinggi. Varietas Ciherang dikarakteristikkan memiliki intensitas adhesif dan kekasaran yang paling tinggi, serta kohesif/kepaduan terendah. Varietas Ciliwung didominasi oleh intensitas atribut kekasaran dan toothpull terendah. Uji atribut tekstur menunjukkan empat atribut yang berbeda nyata antara keempat varietas beras. Adhesif sampel pada varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciherang. Kohesif nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciherang. Kekasaran massa nasi dari varietas Ciherang berbeda nyata dengan Ciliwung. Atribut toothpull pada varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung. Pada atribut tekstur terdapat atribut yang berkorelasi negatif sebesar 0,918, yaitu atribut ukuran partikel dan adhesif. Hal ini berbeda dengan ukuran partikel dan kekerasan yang berkorelasi positif sebesar 0,819. Atribut yang memiliki korelasi negatif diantaranya adalah hubungan antara kekerasan dan adhesif sampel di bibir; toothpull dan kekerasan; kekasaran massa sampel dan kohesif massa sampel yang berturut-turut berkorelasi sebesar 0,734; 0,527; 0,552. Selain itu, terdapat juga hubungan antara toothpull dan kohesif massa sampel yang berkorelasi positif sebesar 0,513. Pengelompokkan pada atribut rasa, aroma, dan tekstur menggunakan PCA menghasilkan adanya tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama terdapat varietas Membramo dan Cisokan yang dideskripsikan dengan atribut adhesif sampel di bibir yang rendah, rasa manis dan gurih yang tinggi. Kelompok kedua terdapat varietas Ciliwung yang dikarakterisasikan dengan atribut aroma manis, vanilla, nutty, dan rasa asin dengan intensitas yang paling tinggi. Selain itu, varietas Ciliwung juga dicirikan dengan atribut toothpull dengan intensitas yang paling rendah. Kelompok ketiga terdapat varietas Ciherang yang dicirikan dengan atribut ukuran partikel dan kekerasan dengan intensitas yang paling rendah. Selain itu, varietas ini juga memiliki kekasaran dan aroma buttery dengan intensitas yang paling tinggi. Hasil uji hedonik menggunakan analisis one-way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% yang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kesukaan konsumen Sumatra Barat dan Jawa Barat pada atribut kepulenan. Kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang dan Membramo berbeda nyata dengn Cisokan, dan Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Sumatra Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung dan Ciherang serta kesukaan terhadap kepulenan dari Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Papua tidak memiliki pengaruh yang nyata, baik pada atribut rasa, aroma, maupun kepulenan. Pengelompokkan preferensi konsumen terhadap sampel menggunakan PCA menghasilkan tiga kelompok. Kelompok pertama terdapat kesukaan konsumen Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang, Membramo, dan Cisokan, meskipun kesukaan terhadap nasi dari varietas Cisokan relatif lebih rendah. Kesukaan kelompok konsumen Papua dicirikan dengan varietas Ciherang dari sisi atribut aroma. Kelompok terakhir terdapat kesukaan konsumen Sumatra Barat yang dicirikan dengan rasa, aroma, dan kepulenan nasi dari varietas Ciliwung. Kesukaan kelompok ini terhadap kepulenan nasi dari Ciliwung relatif lebih rendah. Atribut sensori yang mempengaruhi penerimaan kelompok konsumen Jawa Barat adalah aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran dan ukuran partikel dengan intensitas yang semakin tinggi dan aroma pandan, buttery, rasa asin, dan kohesif dengan intensitas yang semakin rendah. Penerimaan kelompok konsumen Sumatra Barat dalam mengkonsumsi nasi dipengaruhi oleh atribut sensori seperti aroma pandan, kekerasan, adhesif sampel di bibir dengan intensitas yang semakin tinggi dan rasa asin serta ukuran partikel yang semakin rendah. Kelompok konsumen Sulawesi Selatan terhadap nasi dipengaruhi oleh aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran, ukuran partikel yang semakin tinggi dan aroma pandan, buttery, rasa asin, kohesif yang semakin rendah. Faktor sensori yang mempengaruhi penerimaan konsumen dalam mengkonsumsi nasi adalah aroma buttery dan panada, rasa manis, gurih, dan asin, kekerasan, ukuran partikel, adhesif sampel di bibir, dan kekasaran.
STUDI PREFERENSI VARIETAS UNGGUL BERAS PADA KONSUMEN DARI BEBERAPA WILAYAH YANG MEWAKILI KONSUMEN BERAS INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MUNYATUL ISLAMIAH F24070100
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia Nama
: Munyatul Islamiah
NIM
: F24070100
Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik I
Dosen Pembimbing Akademik II
Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, M.Si NIP. 19680809 199702 2 001
Dr. Ir. H. Anton Apriyantono, MS NIP. 19591005 198303 1 003
Mengetahui, Plt. Ketua Departemen ITP
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP. 19610802 198703 2 002
Tanggal Ujian Akhir : 21 September 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan
Munyatul Islamiah F24070100
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, 16 November 1989, sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Juweni dan Siti Munawaroh. Tahun 1995 penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri Lagoa 01 Pagi dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 30 Jakarta Utara hingga tahun 2004. Selepas dari Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 13 Jakarta Utara dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB sebagai mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama masa kuliah penulis aktif dalam berbagai aktivitas kampus, baik kepanitiaan maupun organisasi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain : Archery Institut Pertanian Bogor sebagai anggota pada tahun 2007-2008 dan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) sebagai ketua divisi HIMITEPA Corporation pada tahun 2009-2010. Adapun kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain : NSPC VII (National Student Paper Competition) HIMITEPA tahun 2008, Wisuda FATETA (Fakultas Teknologi Pertanian) 2008, Seminar dan Training HACCP VII tahun 2009, Baur HIMITEPA tahun 2009, IFOODEX (Indonesia Food Expo) HIMITEPA tahun 2009, NSPC VIII HIMITEPA tahun 2009, Pelatihan “Program Warung Sehat Lingkar Kampus” HIMITEPA-SEAFAST IPB tahun 2010. Penulis juga pernah menerima dana hibah dari Dikti pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Flake (Sereal Sarapan) dengan Indeks Glikemik Rendah Berbasiskan Tepung Singkong Termodifikasi dengan Fortifikasi Tepung Sorgum dan Tepung Ubi Jalar” pada tahun 2011. Selama 3 tahun masa perkuliahan penulis juga menerima beasiswa dari Dikti untuk periode 2008-2011. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa penelitian dari Yayasan Omar Taraki Niode tahun 2011. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, M.Si dan Dr. Ir.H.Anton Apriyantono, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Studi Preferensi Varietas Unggul Beras pada Konsumen dari Beberapa Wilayah yang Mewakili Konsumen Beras Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Banyak bantuan, bimbingan, dan dorongan yang diterima penulis dari berbagai pihak sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tuaku, Mama dan Abah, atas cinta, kasih sayang, nasehat, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus. 2. Dr.Ir.Hanifah Nuryani Lioe, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi yang yang telah meluangkan waktunya untuk penulis dan memberikan dukungan serta nasehat yang sangat bermanfaat. 3. Dr.Ir.Anton Apriyantono, MS, selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi atas waktu, saran, motivasi, dan selalu memberi pelajaran yang berharga. 4. Dr.Nancy Dewi Yuliana S.TP MSc, selaku dosen penguji. 5. Ir.Budi Nurtama, MSc, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, yang bersedia meluangkan waktu dan memberi kesempatan kepada penulis untuk konsultasi mengenai analisis data secara statistik. 6. Yayasan Omar Taraki Niode yang telah memberikan bantuan materi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Teman-teman panelis terlatih yang sangat berjasa : Marisa, Lukman Saifatah, Virza M, Anggi Sri Dwijayani, Yufi Sara A, Yanda Genakela Marpaung, Suba Santika, Rohanna Hasibuan, Setyo Wuryastuti, dan Dwi Fitriani yang bersedia meluangkan banyak waktu dan meminjamkan panca indra sebagai “alat” dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. 8. Teman-teman panelis baik dari organisasi mahasiswa daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua yang sangat berkontribusi dalam penelitian ini. 9. Pak Bram dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. 10. Teman satu penelitian : Punjung Renjani, Adi Indra Permana, Adelina Paramita, dan Vita Ayu Puspita atas segala bantuan dan kebersamaan selama penelitian berlangsung. 11. Ibu Sri dan Pak Rojak, laboran yang telah banyak memberikan bantuan, nasehat, dan motivasi. 12. Teman-teman yang membantu langsung dalam penelitian ini : Lia S, Anisa R, Andrew F, Yohana Maria L, Desir Detak I, Puji S, dan Michael D. 13. Teman-teman ITP yang telah banyak memberi kisah selama kuliah, baik kenangan senang maupun sedih : Belinda, Amel, Bertha, Ronald, Eliana, Reggy, Trancy, Dinda, Reni, Vendry, Alya, Dina, Niputu Ayu, Irwan, Cintya DNS, Hanna Mery, Septi, Bu Elmi, Iman, Rojak, Indri, dan teman-teman ITP lain yang tidak bisa disebutkan namanya. 14. Teman-teman kosan Pondok Harmoni : Tiwi, Tari, Dewi, Diska, dan Ela yang telah berbagi kehidupan baik suka maupun duka. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan. Bogor, Oktober 2011 Munyatul Islamiah
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................... x I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................................ 2 C. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 4 A. BERAS ......................................................................................................................... 4 1.Mutu Nasi ................................................................................................................... 4 2.Aroma dan Flavor Nasi ............................................................................................... 5 3.Rasa Nasi .................................................................................................................... 6 4.Tekstur Nasi................................................................................................................ 8 B. VARIETAS UNGGUL BERAS ................................................................................... 10 1.Varietas Unggul Beras di Sumatra Barat .................................................................... 10 2.Varietas Unggul Beras di Jawa Barat ......................................................................... 11 3.Varietas Unggul Beras di Sulawesi Selatan ................................................................ 12 4.Varietas Unggul Beras di Papua ................................................................................ 13 C. PREFERENSI MAKANAN ......................................................................................... 13 D. EVALUASI SENSORI ................................................................................................ 14 1.Quantitative Descriptive Analysis (QDA) .................................................................. 14 2.Uji Afeksi ................................................................................................................. 16 E. PCA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) ............................................................. 17 III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................... 18 A. ALAT DAN BAHAN .................................................................................................. 18 B. METODE PENELITIAN ............................................................................................. 18 1.Penentuan Sampel Beras ........................................................................................... 18 2.Evaluasi Sensori........................................................................................................ 19 3.Pembuatan Nasi ........................................................................................................ 19 4.Analisis Deskriptif .................................................................................................... 19 5.Uji Hedonik .............................................................................................................. 26
iv
6.Analisis Data ............................................................................................................ 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 28 A. PENENTUAN SAMPEL ............................................................................................. 28 B. PEMILIHAN PANELIS ANALISIS DESKRIPTIF ...................................................... 29 1.Seleksi Panelis .......................................................................................................... 29 2.Pelatihan dan Penetapan Nilai Standar ....................................................................... 30 3.Pengujian Atribut Sensori Nasi .................................................................................. 32 C. ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF NASI ........................................................... 33 D. ANALISIS DESKRIPTIF RASA NASI ....................................................................... 33 1.Analisis Kualitatif ..................................................................................................... 33 2.Analisis Kuantitatif ................................................................................................... 34 3.Korelasi Atribut Rasa pada Nasi ................................................................................ 37 E. ANALISIS DESKRIPTIF AROMA NASI.................................................................... 37 1.Analisis Kualitatif ..................................................................................................... 37 2.Analisis Kuantitatif ................................................................................................... 38 3.Korelasi Atribut Aroma pada Nasi ............................................................................. 41 F. ANALISIS DESKRIPTIF ATRIBUT TEKSTUR NASI ............................................... 42 1.Analisis Kualitatif ..................................................................................................... 42 2.Analisis Kuantitatif ................................................................................................... 42 3.Korelasi Atribut Tekstur pada Nasi ............................................................................ 47 G. PENGELOMPOKKAN VARIETAS BERAS PADA ATRIBUT RASA, AROMA, DAN TEKSTUR ................................................................................................................... 48 H. UJI PREFERENSI ....................................................................................................... 50 1.Panelis ...................................................................................................................... 50 2.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sumatra Barat.................................................. 51 3.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Jawa Barat....................................................... 52 4.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sulawesi Selatan.............................................. 54 5.Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Papua .............................................................. 55 6.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciherang........................................................ 56 7.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Cisokan ......................................................... 56 8.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Membramo .................................................... 57 9.Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciliwung ....................................................... 58 I. PENGELOMPOKKAN PREFERENSI KONSUMEN SUMATRA BARAT, JAWA BARAT, SULAWESI SELATAN, DAN PAPUA TERHADAP ATRIBUT AROMA, RASA, DAN KEPULENAN / TEKSTUR .................................................................... 59 J. HUBUNGAN ANTARA ANALISIS DESKRIPTIF DAN UJI PREFERENSI .............. 60 1.Preferensi Kelompok Konsumen Jawa Barat.............................................................. 60 2.Preferensi Konsumen Sumatra Barat.......................................................................... 61 3.Preferensi Konsumen Sulawesi Selatan...................................................................... 62
v
4.Preferensi Konsumen Papua ...................................................................................... 63 V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 65 A. SIMPULAN ................................................................................................................ 65 B. SARAN ....................................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 67 LAMPIRAN ................................................................................................................................... 71
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Deskripsi atribut dan definisi sensori untuk evaluasi sensori flavor nasi ................................ 7 Tabel 2. Beberapa varietas beras di Indonesia berdasarkan kandungan amilosanya ............................. 8 Tabel 3. Deskripsi atribut sensori tekstur pada nasi ............................................................................ 9 Tabel 4. Proporsi penyebaran varietas padi di Pulau Jawa tahun 2008 .............................................. 12 Tabel 5. Bahan dan Konsentrasi Pengujian Rasa Dasar .................................................................... 20 Tabel 6. Bahan dan Karakteristik Bau Pengujian Bau Dasar............................................................. 21 Tabel 7. Konsentrasi larutan uji segitiga rasa ................................................................................... 22 Tabel 8. Bahan dan konsentrasi larutan uji segitiga aroma ............................................................... 22 Tabel 9. Larutan uji rasa dasar dalam uji ranking sederhana ............................................................. 23 Tabel 10. Konsentrasi standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating .................................... 24 Tabel 11. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating ..................... 25 Tabel 12. Standar tekstur yang digunakan untuk pelatihan uji rating ................................................ 26 Tabel 13. Atribut sensori dari empat sampel nasi yang diperoleh dari hasil FGD ............................. 33 Tabel 14. Hasil analisis kualitatif FGD atribut rasa nasi ................................................................... 34 Tabel 15. Data intensitas atribut rasa manis nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang......................................................................................................................... 35 Tabel 16. Data intensitas atribut rasa asin nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang......................................................................................................................... 35 Tabel 17. Data intensitas atribut rasa gurih nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang......................................................................................................................... 36 Tabel 18. Korelasi atribut Rasa (Pearson Correlation) .................................................................... 37 Tabel 19. Hasil analisis kualitatif FGD atribut aroma ....................................................................... 37 Tabel 20. Data intensitas atribut aroma buttery pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang .................................................................................................................. 38 Tabel 21. Data intensitas atribut aroma nutty pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang .................................................................................................................. 39 Tabel 22. Data intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang .................................................................................................................. 39 Tabel 23. Data intensitas atribut aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang .................................................................................................................. 40 Tabel 24. Data intensitas atribut aroma vanilla pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang......................................................................................................................... 40 Tabel 25. Korelasi Atribut Aroma (Pearson Correlation) ................................................................ 41
vii
Tabel 26. Hasil analisis kualitatif FGD atribut tekstur nasi ............................................................... 42 Tabel 27. Data intensitas atribut adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang............................................................................................... 43 Tabel 28. Data intensitas atribut kekerasan pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang......................................................................................................................... 44 Tabel 29. Data intensitas atribut kohesif/kepaduan massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang.............................................................................................. 44 Tabel 30. Data intensitas atribut kekasaran massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang............................................................................................... 45 Tabel 31. Data intensitas atribut Toothpull sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang .................................................................................................................. 45 Tabel 32. Data intensitas atribut ukuran partikel sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang............................................................................................... 46 Tabel 33. Korelasi Atribut Tekstur (Pearson Correlation) ............................................................... 48
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Perkiraan kebutuhan gabah & hasil panen tanaman padi diIndonesia tahun 2006-2025 ..... 1 Gambar 2. Pola konsumen dalam menentukan pilihan makanan ..................................................... 14 Gambar 3. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut rasa manis dan konsentrasi larutan sukrosa sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA .................................................... 31 Gambar 4. Spider Web atribut rasa nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo .................................................................................................................. 36 Gambar 5. Spider Web atribut aroma nasi dari varietas Ciherang,Cisokan,Ciliwung &Membramo... 41 Gambar 6. Spider Web atribut tekstur nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo .................................................................................................................. 47 Gambar 7. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 atribut rasa, aroma, dan tekstur dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. ..................................................................... 50 Gambar 8. Hasil uji hedonik panelis Sumatra Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung.............................................................. 52 Gambar 9. Hasil uji hedonik panelis Jawa Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung ............................................................................. 53 Gambar 10.Hasil uji hedonik panelis Sulawesi Selatan dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung............................................................................................ 55 Gambar 11.Hasil uji hedonik panelis Papua dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung............................................................................................ 56 Gambar 12.Hasil uji hedonik varietas Ciherang yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua .............................................................................. 56 Gambar 13.Hasil uji hedonik varietas Cisokan yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua .............................................................................. 57 Gambar 14.Hasil uji hedonik varietas Membramo yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua .............................................................................. 58 Gambar 15.Hasil uji hedonik varietas Ciliwung yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua .............................................................................. 58 Gambar 16. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 uji hedonik atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. ............................................. 60
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner pre-screening seleksi panelis..................................................................... 72 Lampiran 2. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar ......................................................... 75 Lampiran 3. Scoresheet uji segitiga ............................................................................................... 76 Lampiran 4. Scoresheet Uji Ranking Rasa Dasar ........................................................................... 77 Lampiran 5. Worksheet acuity test seleksi panelis .......................................................................... 77 Lampiran 6a. Scoresheet pelatihan panelis atribut rasa .................................................................... 80 Lampiran 6b. Scoresheet pelatihan panelis atribut aroma ................................................................. 81 Lampiran 6c. Scoresheet pelatihan panelis atribut tekstur ................................................................ 82 Lampiran 7. Scoresheet penentuan standar atribut rasa................................................................... 84 Lampiran 8a. Scoresheet analisis kuantitatif atribut rasa .................................................................. 85 Lampiran 8b. Scoresheet analisis kuantitatif atribut aroma ............................................................... 86 Lampiran 8c. Scoresheet analisis kuantitatif atribut tekstur .............................................................. 88 Lampiran 9. Kurva standar penentuan standar atribut rasa dan aroma ............................................. 90 Lampiran 10. Data intensitas atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang ......................................................................................... 92 Lampiran 11. Scoresheet uji Hedonik .............................................................................................. 93 Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat ................... 94 Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat ........................ 95 Lampiran 14. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan ............... 96 Lampiran 15. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Papua ................................ 97 Lampiran 16. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut rasa ......................................................... 98 Lampiran 17. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut aroma ...................................................... 98 Lampiran 18. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut tekstur ................................................... 100 Lampiran 19. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciherang .................................................. 102 Lampiran 20. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Membramo............................................... 102 Lampiran 21. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Cisokan .................................................... 103 Lampiran 22. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciliwung .................................................. 105 Lampiran 23. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi .................. 106 Lampiran 24. Score plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi .................. 106 Lampiran 25. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi .............. 106 Lampiran 26. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik ................................................................................................................... 107
x
Lampiran 27. Score plott komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik ................................................................................................................... 107 Lampiran 28. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik ................................................................................................................... 107 Lampiran 29. Loadingplot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Jawa Barat .............................................................................................. 108 Lampiran 30. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sumatra Barat ......................................................................................... 110 Lampiran 31. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sulawesi Selatan ..................................................................................... 112 Lampiran 32. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Papua ..................................................................................................... 114 Lampiran 33. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat ....................................... 116 Lampiran 34. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat............................................ 118 Lampiran 35. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan................................... 120 Lampiran 36. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Papua .................................................... 122 Lampiran 37. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang ............................ 124 Lampiran 38. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan ............................. 128 Lampiran 39. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung............................ 133 Lampiran 40. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo ........................ 138
xi
I.
A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Padi sebagai tanaman pangan utama khususnya bagi masyarakat Indonesia senantiasa mendapat perhatian yang besar agar dalam pengembangannya dapat meningkatkan produktivitasnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Kualitas sensorinya merupakan hal yang paling diperhatikan oleh konsumen. Bahkan preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di Indonesia sebesar 141 kg/kapita/tahun (Deptan, 2006). Oleh karena itu, upaya untuk peningkatan produksi dan produktivitas beras dianggap masih relevan untuk mengatasi masalah peningkatan permintaan beras dan tingginya impor beras Indonesia. Gambar 1 menjelaskan mengenai perkiraan kebutuhan gabah dan tingkat produksi di Indonesia tahun 2006-2025 (Litbang Deptan, 2007). Dari gambar dapat dilihat bahwa permintaan akan gabah kering giling (GKG) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini juga diikuti oleh hasil panen tanaman padi yang semakin meningkat, tetapi di atas tahun 2015 peningkatan akan permintaan lebih besar dari pada hasil panen tanaman padi. Kenyataan ini merupakan salah satu alasan yang mendorong pemerintah untuk melakukan impor beras.
Gambar 1. Perkiraan kebutuhan gabah dan hasil panen tanaman padi di Indonesia tahun 20062025 (Litbang Deptan, 2007) Untuk mendukung upaya peningkatan produksi padi, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi) Sukamandi, Jawa Barat terus berupaya merakit varietas unggul dengan memperhatikan berbagai aspek. Dalam dua dekade terakhir, preferensi konsumen menjadi perhatian pula oleh para pemulia tanaman padi dalam merakit varietas unggul (BBPT Padi, 2009). Hal ini dikarenakan setiap daerah di Indonesia memiliki preferensi atau kesukaan yang berbeda-beda.
Preferensi konsumen dan palatabilitas merupakan penentu mutu makan nasi (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997). Evaluasi yang dilakukan terhadap mutu makan nasi dipengaruhi oleh keadaan psikologis masyarakat suatu daerah dan keadaan daerah tersebut sehingga dalam proses pengukurannya terjadi kesulitan dalam mengekspresikan evaluasi sensorinya (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997). Oleh karena itu, evaluasi sensori memainkan peran penting dalam mengetahui preferensi konsumen. Setiap daerah di Indonesia memiliki keragaman varietas beras yang dihasilkan. Hal ini tergantung kepada iklim, topografi, kondisi tanah, dan latar belakang budaya yang berbedabeda untuk setiap daerah. Faktor-faktor tersebut menimbulkan adanya varietas unggul beras yang merupakan favorit varietas beras untuk petani dan konsumen pada daerah tersebut. Penggunaan varietas unggul merupakan suatu upaya intensifikasi pertanian yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Upaya tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80% total areal padi di Indonesia (Susanto, 2003). Keragaman varietas beras dapat dilihat dari masing-masing daerah, misalnya Beras Varietas Cianjur, Beras Solok, Beras Banyuwangi, dsb. Berdasarkan varietasnya dikenal beras Rojolele, Beras Bulu, Beras IR, Beras Cisadane, dan lain-lain. Beras dengan berbagai varietas ini memiliki komposisi penyusun yang berbeda-beda pula, terutama kandungan amilosaamilopektin beras tersebut. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, genetik padi, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin ini dijadikan dasar atau merupakan faktor tunggal dalam menentukan mutu rasa dan tekstur nasi. Kandungan amilosa tersebut berkorelasi positif dengan tingkat kelunakan, kelengketan, warna dan kilap (Haryadi, 2008). Semakin tinggi kadar amilosa, volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes. Hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogradasi yang lebih besar. Menurut Haryadi (2008), beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera dan kering, sebaliknya beras dengan kandungan amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak. Selain itu, faktor lain yang menentukan keragaman varietas beras adalah aroma/flavor. Aroma ini dihasilkan dari komponen volatil yang dibebaskan dari beras (Zeng et al., 2008). Sampai saat ini penelitian mengenai beras sudah banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian membahas masalah pembenihan, teknologi genetik padi, keadaan geografis dan pertumbuhan padi, perbedaan varietas, teknologi pascapanen, produk berbahan dasar beras, flavor pada beras aromatik, dan kandungan gizi yang terdapat dalam beras. Adapun penelitian mengenai aspek preferensi beras ditinjau dari kesukaan konsumen pada suatu daerah belum banyak dilakukan. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sangat penting mengingat Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya sehingga kesukaannya pun diperkirakan berbeda.
B.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menetapkan deskripsi atribut sensori aroma, rasa, dan tekstur empat varietas unggul beras yang masing-masing banyak dikonsumsi di daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
2
(2) Mengidentifikasi preferensi masyarakat yang berasal dari daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua terhadap keempat varietas unggul beras yang diujikan, yaitu Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo (3) Hubungan antara preferensi konsumen dan deskripsi atribut sensori nasi dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
C.
MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini nantinya dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan para pemulia tanaman padi dalam merakit varietas unggul baru yang dilihat dari segi preferensi atau tingkat kesukaan masyarakat terkait kultur suatu daerah sehingga dapat dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat pada daerah tersebut.
3
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
BERAS Beras didapat dari hasil proses pascapanen dari tanaman padi, yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Di beberapa negara di dunia, beras merupakan komponen yang penting dalam makanan sehari-hari. Menurut FAO (2004), beras adalah makanan pokok yang utama untuk tujuh belas negara di Asia Pasifik (terutama Indonesia, Filipina, Bangladesh, Jepang, dan Cina), sembilan negara di Amerika Utara dan Selatan, dan delapan negara di Afrika. Secara umum, penduduk Indonesia dan Filipina menyenangi rasa nasi dari beras dengan kandungan amilosa medium (20-25%), sedangkan penduduk Jepang menyenangi beras dengan amilosa rendah (13-20%). Walaupun nasi yang disenangi penduduk Jepang lebih lengket dan mengkilat, kedua jenis nasi tersebut memiliki kepulenan yang sama dan tidak cepat mengeras meskipun dibiarkan semalam (Winarno, 1992). Beras merupakan bagian dari tanaman padi (Oryza sativa, L.). Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut beras pecah kulit atau brown rice) dan 18-28% kulit gabah atau sekam (Haryadi, 2008). Pada penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh beras giling dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah lapisan dalam dari lapisan nucellus yang membungkus endosperm dan lembaga. Pada saat beras pecah kulit disosoh, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi, 2008). Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Menurut Juliano (1984), bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75% karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling yang mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein. Penyusunpenyusun tersebut tidak tersebar merata pada seluruh bagian beras. Sifat-sifat fisikokimia sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa, kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras (Haryadi, 2008). Protein berpengaruh terhadap lama waktu penanakan, warna, rasa dan aroma nasi, serta mempengaruhi kemampuan penyerapan air (Haryadi, 2008).
1.
Mutu Nasi Food and Agricultural Policy Research Center (1997) menyimpulkan mutu sebagai faktor utama yang menentukan nilai pasar produk pertanian dan tanaman pangan pada setiap fase dari produksi sampai konsumsi. Mutu beras terdiri dari mutu utama dan tambahan. Mutu utama meliputi karakteristik morfologi dan fisik yang ditentukan seperti dalam pemeriksaan standar gabah, berat, ukuran, bentuk, persentasi
keutuhan biji, dan kandungan air. Sedangkan mutu tambahan, yaitu terpusat pada perhatian konsumen dan proses industri seperti mutu makan, persentase penggilingan, nilai nutrisi, dan daya simpan. Dari faktor-faktor tersebut, mutu makan merupakan faktor penilai mutu beras. Terdapat empat mutu yang dinilai dalam beras berdasarkan permintaan konsumen (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997), antara lain: Nilai nutrisi : karakteristik pokok yang dapat diekspresikan dalam bentuk kalori dan kandungan protein; lemak; vitamin Mutu dalam bentuk keamanan dan sanitasi : merupakan prasyarat pangan yang bebas dari komponen-komponen merugikan dan kontaminasi yang berbahaya Mutu dalam bentuk palatabilitas : motivasi dalam memilih makanan tertentu, seperti rasa dan penampakan Mutu dalam bentuk ekonomi Beras (Oryza sativa L.) tidak seperti gandum, jagung, atau oats yang digiling menjadi tepung yang umumnya dimasak dan dikonsumsi seluruhnya. Ketika memasak beras tanpa bumbu, sifat dari beras itu sendiri yang paling penting dan flavor memegang kunci dalam penerimaan konsumen. Komponen volatil merupakan hal yang menarik dari analisis komposisi flavor beras karena komponen volatilnya berjalan menuju hidung saat dimakan, dan merangsang reseptor olfactory di dalam rongga hidung. Oleh karena itu, flavor volatil (aroma) dan tekstur adalah kualitas sensori utama beras. (Zeng et al. 2008). Mutu makan dari beras yang dimasak sangat dipengaruhi oleh proses memasak, terutama jumlah air yang ditambahkan. Mutu makan dievaluasi oleh palatabilitas (tingkat kelezatan suatu bahan pangan) dan tingkat kesukaan secara individu. Selanjutnya, evaluasi dipengaruhi oleh keadaan fisiologis individu dan daerah tempat individu tersebut tinggal dimana saat pengukuran mengalami kondisi yang tidak mudah dalam mengungkapkan evaluasi sensorinya (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997). Beras yang dimasak memiliki rasa yang tipis, menimbulkan kesulitan dalam mengevaluasi ciri-ciri dasar seperti kemanisan, kepahitan, dan keasaman. Bahkan analisis komponen kimia secara detail yang mungkin berhubungan dengan flavor beras masak hampir tidak menimbulkan efektivitas dalam evaluasi mutu. Mutu makan nasi umumnya berhubungan dengan kekerasan, kelengketan, aroma beras yang dimasak, kadar amilosa, dan kadar air (Food and Agriculture Policy Research Center, 1997).
2.
Aroma dan Flavor Nasi Flavor nasi merupakan faktor penting dalam menentukan mutu dan penerimaan konsumen, sebagai contoh kenyataan pada beras aromatik menunjukkan kesukaan konsumen yang tinggi dan permintaan dengan harga premium (Limpawattana & Shewfelt, 2010). Tak seperti sebagian besar hasil panen lainnya, nasi umumnya dikonsumsi tanpa bumbu, yang membuat karakteristik sensorinya menjadi penting. Sedikit variasi dalam karakteristik sensori pada nasi, terutama aroma, dapat membuat beras mempunyai permintaan yang tinggi atau sebaliknya tidak dapat diterima sama sekali oleh konsumen (Yau & Liu, 1999). Akibatnya, aroma atau flavor dinilai sebagai kriteria utama untuk preferensi konsumen (Limpawattana, 2010).
5
Champagne (2008) menginformasikan bahwa selama lebih dari tiga puluh tahun banyak penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aroma atau flavor nasi dimana sebagian besar hasil penelitian menghubungkan variabel sebelum pemanenan (lingkungan, budaya) dan pascapanen (pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan metode pemasakan) dengan perubahan senyawa volatil. Selain itu, beberapa peneliti diantaranya juga meneliti mengenai preferensi atau sensori deskriptif dengan analisis volatil secara simultan dimana hasilnya menyatakan bahwa senyawa volatil yang teridentifikasi dan mempengaruhi flavor nasi sebelum dan sesudah adalah 2-acetyl-2pyrroline (2-AP; aroma popcorn). Senyawa 2-AP telah diketahui sebagai satu-satunya senyawa yang berkontribusi dalam pembentukan karakteristik aroma nasi dan terdapat hubungan antara konsentrasinya dalam nasi dengan intensitas aroma. Buttery et al. (1982) menemukan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline (disebut juga ACPY) adalah senyawa volatil organik yang terdapat pada nasi dari beras aromatik dimana senyawa ini dapat menjadi indikator yang baik untuk mengidentifikasi aroma nasi dari beras nonaromatik. Aroma dan flavor nasi, baik aromatik maupun nonaromatik, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah genetik padi, perlakuan sebelum panen, waktu panen dan pengeringan, kadar air gabah, kondisi pengeringan, penyimpanan, dan kadar air beras pecah kulit, derajat penyosohan, waktu dan suhu penyimpanan beras sosoh, pencucian beras, perendaman beras dalam air, cara menanak, pengaruh rasio air dan beras, dan suhu saat nasi disajikan (Champagne, 2008). Penelitian tentang aroma nasi dengan analisis deskriptif juga dilakukan oleh Limpawattana & Shewfelt (2010) yang menghasilkan 24 atribut aroma. Deskripsi aroma-aroma tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
3.
Rasa Nasi Palatabilitas nasi dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, cara penanaman, pascapanen, hasil penggilingan, dan proses memasak (Tran et al. 2004). Hasil penggilingan tidak hanya mempengaruhi mutu nasi, tetapi juga profit produsen. Penggilingan juga dapat membawa perubahan komposisi secara biologi dan kimia, seperti aktivitas amilase, peptidase, gula, lemak, asam amino, vitamin, dan mineral (Tran et al. 2004). Gula seperti glukosa dan sukrosa, dan asam amino seperti asam glutamat dan asam aspartat adalah komponen utama yang mempengaruhi rasa manis dan umami pada rasa nasi. Penelitian mengenai rasa nasi yang dianalisis oleh taste sensing system, evaluasi secara kimia dan sensori telah dilakukan untuk mengetahui rasa nasi dari beras dengan variabel derajat penyosohan yang berbeda (Tran et al. 2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara derajat penyosohan dengan nilai sensori rasa manis dan gurih serta aktivitas enzim α-amilase dan ß-amilase. Semakin rendah derajat penyosohan, nilai sensori rasa manis dan gurih semakin rendah. Begitupun dengan aktivitas enzim amilase dimana semakin rendah derajat penyosohan, aktivitas enzim α-amilase dan ß-amilase semakin menurun. Menurut Sugiyama et al. (1995) dalam Tran et al. (2004) menyatakan bahwa beras mengandung 90% sukrosa dimana 60%-nya terdapat pada lapisan luar beras. Selain itu, asam aspartat, asam glutamat, serin, dan alanin adalah asam amino bebas dimana total dari keempat asam amino tersebut sebesar 56-71% dari jumlah asam amino pada kernel dan 76-80% pada lapisan paling luar. Bahkan, bibitnya mengandung asam
6
amino bebas lebih besar dari pada bagian kernel yang lain (Saikusa et al. 1994). Kandungan asam amino bebas dan gula berkurang karena proses penyosohan. Kandungan glukosa dan sukrosa pada nasi lebih tinggi dari pada beras. Sukrosa adalah gula bebas utama pada beras dan nasi. Penelitian yang dilakukan saat ini (Tran et al. 2004) menunjukkan bahwa asam aspartat dan glutamat adalah asam amino utama pada beras yang belum dan yang sudah disosoh. Jadi, gula bebas (sukrosa dan glukosa) dan asam amino bebas (asam aspartat dan asam glutamat) merupakan komponen utama yang mempengaruhi rasa dari nasi dan mungkin juga bentuk respon sensori.
Tabel 1. Deskripsi atribut dan definisi sensori untuk evaluasi sensori flavor nasi (Limpawattana & Shewfelt, 2010) Atribut
Definisi
Popcorn
Aroma yang mengingatkan kepada popcorn
Starchy
Aroma yang berhubungan dengan pati pada sumber pati tertentu
Woody
Aroma yang berhubungan dengan kayu potong kering yang segar
Smoky
Aroma yang berhubungan dengan beberapa jenis flavor asap
Cooked-grain
Aroma yang berhubungan dengan biji-bijian yang matang
Grain
Aroma yang berhubungan dengan semua karakter yang memberi kesan biji-bijian seperti jagung, gandum, dan oats
Sulfury
Aroma yang berhubungan dengan senyawa sulphur
Corn
Aroma yang mengingatkan kepada yellow cream kaleng-jagung
Nutty
Aroma yang berhubungan dengan kacang panggang
Floral
Aroma yang berhubungan dengan bunga-bungaan
Dairy
Aroma yang mengingatkan kepada susu sapi pasteurisasi
Barny
Aroma yang mengingatkan kepada peternakan
Green
Aroma (sedikit manis) yang berhubungan dengan rumput atau sayur hijau
Rancid
Aroma yang berhubungan dengan lemak dan minyak yang teroksidasi
Metallic
Faktor kimia yang terstimulasi pada lidah dan gigi oleh logamlogaman
Sweet Aromatic
Aroma yang berhubungan dengan rasa manis
Earthy
Aroma yang mengingatkan kepada tumbuhan yang membusuk dan tanah basah
Waxy
Aroma yang berhubungan dengan rantai asam lemak medium
Sweet
Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh gula
Salty
Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh garam
Bitter
Sensasi rasa dasar yang ditimbulkan oleh kafein
Astringent
Sensasi yang menggelikan yang ditimbulkan oleh jus anggur
7
4.
Tekstur Nasi Salah satu permasalahan yang dihadapi industri beras adalah mengontrol mutu beras secara keseluruhan untuk kebutuhan pasar. Menurut Zeng et al. (2008), mutu nasi dipengaruhi oleh flavor volatil atau aroma dan tekstur nasi. Tekstur nasi berpengaruh terhadap penerimaan beras oleh konsumen ketika dikonsumsi sebagai biji-bijian yang utuh (Okabe, 1979). Komposisi fraksi pati sangat berpengaruh pada sifat nasi, yaitu rasio amilosa dan amilopektin yang mempengaruhi karakteristik tekstur dan fisikokimia nasi. Kandungan amilosa juga dapat dikatakan sebagai indikator utama dari mutu nasi, dimana pengaruhnya pada kelengketan (Del Mundo & Juliano, 1981), nasi dari varietas beras yang lebih lengket (umumnya beras berukuran medium dan pendek) mengandung lebih sedikit amilosa dan nasi dari varietas beras yang paling lengket mengandung sebagian besar amilopektin. Kandungan amilosa sudah lama diketahui merupakan penentu tekstur nasi (Winarno, 1992). Tabel 2 menginformasikan mengenai tekstur nasi pada beberapa varietas beras di Indonesia berdasarkan kadar amilosa. Banyak istilah sensori yang menjelaskan dan mendeskripsikan atribut tekstur nasi. Istilah-istilah tersebut dideskripsikan pada Tabel 3. Tabel 2. Beberapa varietas beras di Indonesia berdasarkan kandungan amilosanya (Deliani, 2004) Kadar Amilosa (%)
Tekstur Nasi
Varietas
9-20
Pulen
Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Membramo, Cilosari, Cisadane
20-25
Sedang
Bondoyudo, Pandanwangi, Rojolele, IR 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru, Ciherang, Ciliwung
25-33
Pera
IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih, dan IR 36, Cisokan
8
Tabel 3. Deskripsi atribut sensori tekstur pada nasi (Meullenet, 1999) Istilah
Definisi
Teknik
Referensi
Skor
Kelengketan di
Derajat
Tekan sampel
Tomat
0,0
bibir
kelengketan
diantara dua
Nougat
4,0
sampel saat
bibir, lepaskan,
Roti stik
7,5
menempel di
dan nilai
Pretzel Kering
10,0
Kekuatan yang
Tekan atau gigit
Krim keju
1,0
dibutuhkan
sampel sesekali
Putih telur
2,5
untuk menekan
dengan geraham
Keju
4,5
Sosis Sapi
5,5
Kacang
9,5
Almond
11,0
Permukaan
bibir Gigitan Pertama Kekerasan
sampel
Pengunyahan Kepaduan massa Tsampel (setelah 3 dan 8 kali pengunyahan)
Kekasaran massa
Derajat
Kunyah sanpel
Wortel
2,0
pengunyahan
dengan gigi
Jamur
4,0
saat sampel
geraham
Sosis sapi
7,5
dikunyah secara
sebanyak 3 atau 8
Keju
9,0
bersamaan
kali dan evaluasi
Brownies
13,0
Sejumlah
Kunyah sanpel
Agar-agar
0,0
kekasaran yang
dengan gigi
Jeruk kupas
3,0
dirasakan saat
geraham 8 kali
Oatmeal
6,5
mengunyah
dan evaluasi
sampel Toothpull
Kekuatan yang
Kunyah sampel
Kijing
3,5
dibutuhkan agar
sampai 3 kali dan
Karamel
5,0
rahang terpisah
evaluasi
Candy gum
10,0
Besarnya ruang
Tempatkan nasi
Tic Tac*
2,5
yang dipenuhi
di tengah mulut
M & M (plain)*
4,0
partikel sampel
dan evaluasi
Mike & Ikes*
6,0
Cherry Bite*
11,0
Spearmint leaf*
13,0
pada saat mengunyah Ukuran Partikel
di dalam mulut
*) permen-permenan
9
B.
VARIETAS UNGGUL BERAS Varietas padi adalah segolongan tanaman yang satu sama lain memiliki sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan kepada keturunannya. Penggunaan benih dari varietas unggul berkontribusi cukup besar dalam meningkatkan produksi beras nasional. Beberapa keunggulan varietas tersebut antara lain produktivitas tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, rasa enak, genjah dan harga jual yang baik (Hadi dkk, 2005). Varietas unggul yang telah dilepas selain unggul dalam produksi (misalnya tahan terhadap suatu penyakit), varietas itu juga harus memiliki sifat yang jelas berbeda dari varietas lainnya yang sebelumnya sudah beredar (distinctive), seragam kinerja tanaman dan per-tanamannya (uniform), mantap (stable) dalam keunggulan sifat kinerja tanaman dan pertanaman (Hadi dkk, 2005). Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu, diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional (Susanto, 2003). Siregar (1981) mengatakan bahwa kata-kata “unggul” yang diberikan terhadap suatu varietas tidak dapat diartikan secara absolut, misalnya varietas padi unggul di negara-negara dingin, seperti Jepang, USA, Italia, dsb belum tentu varietas padi tersebut dikatakan unggul di negara yang beriklim tropis, seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh perbedaan iklim yang terdapat pada negara-negara tesebut, suhu yang rendah di daerah beriklim dingin dan suhu yang tinggi di daerah yang beriklim tropis sehingga mempengaruhi panjang/pendeknya penyinaran antara daerah-daerah tersebut. Suatu contoh bahwa perkataan “unggul” tidak dapat diartikan secara kekal dan abadi. Varietas-varietas Cina, Bengawan, Mas, Peta, Intan, Dara, Sinta, Dewi Tara, Remaja, Jelita, Sigadis, dll. merupakan varietas padi unggul pada zamannya karena memiliki kemampuan produksi yang tinggi. Namun seiring dengan kemajuan zaman, penelitian-penelitian mutakhir berhasil menciptakan varietas yang lebih unggul daripada varietas-varietas tersebut, seperti Pelita, PB-5, dan PB-8. Sementara itu, varietas PB-5 dan PB8 disusul dan diganti dengan varietas yang lebih unggul, yaitu IR-26, IR-28, dan IR-30. Ketiga varietas tersebut lebih unggul karena memiliki kemampuan tahan terhadap gangguan serangga hama wereng coklat dan hama wereng hijau dimana kemampuan ini tidak dimiliki oleh PB-5 dan PB-8, walaupun sebenarnya IR-26, IR-28, IR-30 dan PB-5, PB-8 mempunyai daya hasil yang tinggi. Oleh karena itu, sifat unggul yang diberikan sebagai predikat untuk suatu varietas tidaklah berlaku untuk selama-lamanya. Predikat unggul yang diberikan kepada suatu varietas tertentu hanya berlaku selama belum ditemukan varietas yang lebih unggul dibandingkan dengan varietas terakhir yang diberikan predikat unggul (Siregar, 1981).
1.
Varietas Unggul Beras di Sumatra Barat Sumatera Barat merupakan penyangga kebutuhan beras nasional, khususnya untuk propinsi tetangga, seperti Riau, Bengkulu, dan Jambi yang ditandai dengan surplus beras setiap tahunnya sehingga menghantarkannya menjadi salah satu propinsi di Indonesia sebagai lumbung beras nasional. Menurut Deptan (2003), faktor utama yang mendorong peningkatan produksi padi di Sumatera Barat berasal dari peningkatan luas panen (1,63% per tahun). Masyarakat Sumatera Barat umumnya menyukai beras dengan tekstur nasi pera (tidak lengket). Kebiasaan makan nasi bertekstur pera sudah membudidaya di kalangan orang Minang. Varietas beras Solok dan varietas beras Ampek Angkek merupakan
10
varietas unggul local yang sangat disukai oleh umumnya orang Sumatra Barat karena tekstur nasinya pera dan aroma khas. Kini varietas lokal tersebut sulit ditemukan di pasar atau mungkin tidak lagi ditanam petani karena umurnya lebih panjang daripada varietas unggul. Meskipun demikian, varietas lokal tersebut merupakan aset yang perlu dilestarikan untuk bahan persilangan dalam menghasilkan padi unggul baru yang sesuai dengan tekstur nasi pera (Puslitbangtan, 2005). Konsumen Sumatera Barat menyukai rasa nasi pera dengan kadar amilosa >24%. Varietas IR42 dan Cisokan merupakan varietas yang paling dominan berkembang di Sumatera Barat dikarenakan memiliki rasa nasi pera dengan kadar amilosa >25% (Puslitbangtan, 1993). Sampai saat ini di Sumatera Barat, varietas unggul Cisokan dan IR42 yang dilepas berturut-turut tahun 1980 dan 1986 masih berkembang dan ditanam sepanjang musim dalam hamparan yang luas. Diperkirakan varietas unggul Cisokan dan IR42 ditanam berturut-turut sekitar 30% dan 40%, diikuti IR66 (10%), varietas lokal spesifik Kuriak kusuik (10%), varietas lokal lainnya (7%) dan Anak daro (3%) pada periode tahun 2001-2004 (Zen, 2007).
2.
Varietas Unggul Beras di Jawa Barat Salah satu sifat dari varietas padi yang digemari para petani di Pulau Jawa adalah butir-butir padi atau gabah tidak mudah terlepas dari mayang bulirnya pada saat tanaman padi siap untuk dipetik (Siregar, 1981). Hal ini karena varietas padi yang butirnya mudah rontok oleh para petani dianggap sebagai suatu yang sangat merugikan dimana hasil yang rontok akan dipungut dan merupakan suatu pekerjaan yang jika dilihat dari segi efisiensi akan sangat merugikan karena banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan (Siregar, 1981). Masyarakat Indonesia di Pulau Jawa sebagian besar menyukai nasi yang pulen seperti nasi varietas IR64 dan Ciherang (Rozakurniati, 2010). Penyebaran varietas unggul padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menunjukkan Varietas Ciherang makin mendominasi areal pertanaman padi di ketiga provinsi tersebut. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, lebih dari 50% areal pertanaman padi telah ditanami dengan varietas Ciherang. Persentase penyebaran varietas beras di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.
11
Tabel 4. Proporsi penyebaran varietas padi di Pulau Jawa tahun 2008 (Ruskandar, 2009) Varietas Jawa Barat (%) Jawa Tengah (%) Jawa Timur (%) Ciherang
56,19
44,87
50,72
Cigeulis
9,80
0,91
6,74
IR 64
8,65
38,59
14,92
Situbagendit
4,00
Mekongga
2,45
Bondoyudo
1,33
Widas
1,28
IR42
1,25
Pepe
5,34
Cilamaya muncul
1,07
Logawa
0,61
Ciliwung
0,60
0,98
Way Apo Buru
4,37
Cibogo
9,18
Membamo
1,43
Cisadane
1,02
Varietas lain
3.
0,84
15,06
6,16
3,11
8,08
Varietas Unggul Beras di Sulawesi Selatan Sulawesi selatan merupakan salah satu provinsi lumbung padi nasional kedua terbesar setelah Jawa Timur dengan produksi rata-rata 2,5 juta ton beras per tahun (Anonim, 2009). Areal pertanian yang dimiliki provinsi ini cukup besar, yaitu mencapai 1.411.446 ha, yang terbagi dalam lahan persawahan seluas 550.127 ha, dan lahan kering seluas 861.319 ha (Anonim, 2009). Jumlah areal yang cukup besar tersebut, jika dikelola maksimal sangat berpotensi menunjang ketahanan pangan nasional. Di Sulawesi Selatan, areal tanam IR64 hanya 10,5%, sedangkan luas pertanaman varietas Ciliwung yang dilepas pada tahun 1989 menduduki 49,4% dari total areal tanaman padi di provinsi tersebut. Survei di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa di Kabupaten Sidrap luas pertanaman padi pada tahun 2001-2002 mencapai 75,6 ribu ha/musim dengan produktivitas 6,6 t/ha. Dari luasan itu, 89,3% diantaranya ditanami varietas unggul baru anjuran, seperti Ciliwung, IR64, Memberamo, Celebes, Way Apo Buru, Ciherang, IR66, IR74, Sintanur, dan Widas. Di Kabupaten Takalar, luas panen tanaman padi mencapai 9,6 ribu ha/musim dengan varietas yang menjadi pilihan utama adalah Ciliwung, Cisadane, Celebes, Membramo, Pelita, IR42, IR66, Sintanur, dan IR64 (Suprihatno & Daradjat, 2009). Djamaluddin (2009) mengemukakan bahwa luas pertanaman padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2007 adalah 834.636 ha, varietas padi yang banyak digunakan adalah Cisantana (29,2 %), Ciliwung (17,2%), Cigeulis (15,4%), Ciherang (14,3%), Way Apo Buru (4,4%), IR-64 (4,2%), sekitar 15,3 % varietas lain dan varietas lokal.
12
4.
Varietas Unggul Beras di Papua Kabupaten Merauke merupakan sentra pengembangan padi di Papua (Rouw, 2008). Kondisi ini ditunjukan dengan tingkat kontribusi sebesar 73% terhadap total produksi padi di Papua (Rouw, 2008). Terdapat tiga sentra pengembangan padi sawah di Merauke, yaitu Distrik Merauke, Semangga-Tanah Miring dan Kurik (Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Merauke, 2003). Varietas padi yang umum digunakan petani di Sentra Semangga-Tanah Miring, meliputi IR 64, IR 66, Memberamo, dan Digul. Varietas padi unggul yang ditanam di Irian Jaya adalah varietas padi yang memiliki potensi hasil tinggi, toleran terhadap serangan hama dan penyakit penting (Tungro dan Wereng Coklat) serta keracunan besi, dan memiliki rasa nasi yang disukai konsumen (LPTP Koya Barat, 2000). Varietas Mamberamo, Digul, Maros dan Cibudas adalah varietas padi yang memiliki potensi produktivitas yang tinggi. Varietas Mamberamo dan Digul memiliki kemampuan paling tahan terhadap Tungro. Varietas padi yang disukai petani adalah Mambramo dan Ciliwung (di Koya Barat); Mambramo, Digul dan Ciliwung (di prafi, Manokwari); Digul dan IR 64 (di Kurik, Merauke) (LPTP Koya Barat, 2000). Berikut adalah namanama varietas padi yang dianjurkan dibudidayakan di daerah pengembangan padi (LPTP Koya Barat, 2000): Jayapura, Manokwari : Membramo, Maros, Digul, dan IR66 Merauke (kondisi tergenang) : IR42, IR48, Digul, Lematang Merauke (kondisi tak tergenang) : Membramo, IR64, Maros, Ciliwung
C.
PREFERENSI MAKANAN Pangan merupakan bagian kebudayaan komunitas etnik. Pangan etnik tidak hanya memperkaya sektor pangan tradisional, tetapi juga memainkan tugas penting dalam memelihara kebudayaan nasional. Tingkah laku konsumen dapat dipelajari dua level esensial, yaitu mental dan fisik. Level mental meliputi kepercayaan konsumen, preferensi, perasaan, dan pilihan. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan menurut Shepherd and Sparks (1994), yaitu faktor intrinsik, ekstrinsik, biologis, fisik, psikologi, pribadi individu, sosial ekonomi, pendidikan, dan kultur. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan, seperti kondisi lapar, perasaan, dan saat terakhir mengkonsumsi. Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat diubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan adat istiadat dan norma yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru. Menurut Lundahl (2007), untuk memahami faktor yang mendasar preferensi pangan, kembali pada akar formasi preferensi. Bayi memiliki preferensi bawaan untuk rasa manis dan makanan yang lembut. Mereka juga menghindari rasa asam dan pahit. Bagaimanapun juga, sejak awal (bahkan mungkin sebelum lahir) ada faktor yang mempengaruhi preferensi individu. Preferensi pangan dapat diukur dengan menggunakan peratingan dari skala hedonik. Hedonik, berasal dari akar kata “hedonistic”, yang berarti mengukur kesukaan penerimaan
13
individu. Peratingan oleh sekelompok konsumen terhadap berbagai macam pangan dapat digambarkan dalam bentuk pemetaan (Lundahl, 2007). Gambar 2. menunjukkan bahwa untuk mengerti tingkah laku konsumen perlu memahami hubungan proses kognitif dan persepsi suatu individu. Bagaimana teori “persepsi” mengenai suatu produk yang digerakkan oleh faktor ekstrinsik, seperti brand image, sikap, dan kebiasaan akan mempengaruhi persepsi sensori seseorang. Selanjutnya proses ini berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Karena preferensi pangan berkembang untuk setiap individu, faktor sensori dan kognitif dipengaruhi oleh faktor kultur (faktor ekstrinsik). Pada kasus ini, kultur memiliki hubungan antara kognitif, persepsi, dan tingkah laku individu. Agar pengembangan suatu produk berhasil dipasaran, peneliti harus mengerti ketiga hubungan kompleks ini yang menentukan pilihan konsumen (Lundahl, 2007).
Gambar 2. Pola konsumen dalam menentukan pilihan makanan (Lundahl, 2007)
D.
EVALUASI SENSORI Mutu makan nasi adalah mutu yang kompleks dimana sejumlah komponen ikut terlibat. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi mutu makan nasi. Data analisis secara fisikokimia pada setiap komponen tidak mudah dihubungkan dengan analisis secara objektif dan juga tidak ada metode evaluasi yang seefektif metode sensori yang menggunakan organ tubuh manusia sebagai alat yang menilai. Uji sensori dilakukan berdasarkan evaluasi subjektif melalui kemampuan penglihatan, penciuman, dan pencicipan. Akhir-akhir ini evaluasi sensori banyak digunakan untuk mengkaji preferensi makanan individu (Weaver & Helen, 2001).
1.
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Pertama kali teknik deskripsi sensori yang diperkenalkan adalah Flavor Profile Method (FPM) yang dikembangkan oleh Arthur D. Little, Inc. pada tahun 1950-an (Meilgaard et al. 1999). Aplikasi metode analisis deskripsi yang baru-baru ini muncul pada tahun 1970-an adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dan Spectrum TM. Kedua teknik terakhir sangat berbeda dari FPM dimana keduanya digunakan untuk mengukur atribut sensori oleh masing-masing panelis lalu menghasilkan rata-rata atribut
14
sensori. Kedua teknik ini lebih baik dari pada FPM yang menghasilkan profil sensori dari konsensus kelompok (Pigott et al. 1998). Seleksi panelis merupakan aspek yang kritis dalam analisis deskriptif (Meilgaard et al. 1999). Calon panelis yang baik harus dapat mendeskripsikan atribut flavor yang dihasilkan dan dapat membedakan antara aroma dan rasa (Drake & Civille, 2003). Kesehatan yang baik, memiliki antusiasme yang tinggi, dan biasa menggunakan produk yang diujikan adalah karakteristik calon panelis yang baik. Kemudian, calon panelis akan mengikuti tahapan seleksi panelis (Meilgaard et al. 1999). Setelah ketiga kategori tersebut dan tahapan seleksi panelis dilakukan, selanjutnya dilakukan pelatihan untuk menghasilkan sekelompok panelis yang kemudian fungsinya dapat dianalogikan dengan instrumen dalam mengevaluasi flavor suatu produk (Drake & Civille, 2003). Menurut Meilgaard et al. (1999), tahap-tahap seleksi panelis terdiri dari tahap penyaringan (screening), acuity test (tes ketepatan), uji ranking/rating, dan personal interview. Menurut Stone & Sidel (2004), tahap penyaringan bertujuan untuk mengeliminasi kandidat panel yang tidak sensitif, mengetahui kandidat panel yang memiliki kemampuan sensori yang sangat sensitif dan dapat dipercaya, dan membiasakan kandidat panel dengan atribut sensori produk. Tes ketepatan untuk kandidat panel harus mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk mendeteksi dan menjelaskan karakteristik sensori secara kualitatif; mendeteksi dan menggambarkan perbedaan secara kuantitatif (Meilgaard et al. 1999). Metode uji yang digunakan untuk uji deteksi secara kualitatif adalah identifikasi rasa dasar dan aroma dasar, sedangkan uji deteksi secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji segitiga atau uji duo trio untuk mendeteksi perbedaan yang kecil serta mendeskripsikan kunci perbedaan dari atribut sensori yang ada (Meilgaard et al. 1999). Uji rating/ranking digunakan untuk menentukan kemampuan panelis dalam membedakan penilaian intensitas atribut sensori yang diberikan (Meilgaard et al. 1999). Personal interview dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis. Pada metode QDA, panel leader adalah seorang sensori profesional yang memiliki kemampuan lebih baik dari anggota panel. Pada saat pelatihan, panel (idealnya 8-12 panelis) menghasilkan istilah-istilah untuk menggambarkan produk. Panel leader tidak berpartisipasi dalam diskusi untuk menghasilkan atribut sensori, tetapi berperan dalam memfasilitasi jalannya diskusi. Para panelis menentukan urutan munculnya atribut. Selain itu, panelis berlatih merating produk supaya terbiasa dengan proses analisis deskipsi dan memperoleh kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka (Drake & Civille, 2003). Data diperoleh dari scoresheet dengan menggunakan skala garis yang diberi batas pada setiap akhir garis. Panelis memberi tanda garis pada skala garis. Selanjutnya tanda diubah menjadi nilai numerik dengan mengukur respons pada skala garis dengan menggunakan penggaris, digitizer, atau dengan sistem komputer (Drake & Civille, 2003). Standar referensi dapat secara kualitatif, kuantitatif atau kedua-duanya (Munoz & Civille 1998). Untuk pendeskripsian sensori, standar referensi kualitatif merupakan hal yang penting untuk setiap istilah atribut sensori. Standar referensi kualitatif memungkinkan panelis untuk menghubungkan dengan konsep pengertian istilah sensori tersebut dan dapat memperpendek waktu pelatihan panel (Drake & Civille, 2003). Standar referensi kualitatif dalam pelatihan panelis digunakan untuk membuat panelis
15
fokus dalam mengidentifikasikan istilah sensori dan merupakan bagian yang paling dibutuhkan dalam pelatihan panelis metode deskriptif. Standar kuantitatif atau standar referensi intensitas pada umumnya tidak ditetapkan untuk setiap atribut. Munoz & Civille (1998) mendeskripsikan tiga macam standar referensi kuantitatif, yaitu secara universal, spesifik produk, dan spesifik atribut sensori. Analisis sensori deskriptif memberikan informasi bagi para ahli sensori untuk memperoleh deskripsi produk secara lengkap, dan/atau menentukan atribut sensori mana yang penting dalam penerimaan konsumen (Stone & Sidel, 2004). Analisis deskriptif berguna untuk mengevaluasi perubahan sensori dari waktu ke waktu dengan memperhatikan keadaan sebelum dan sesudah panen serta umur simpan beras (Meilgaard et al. 1999). Aroma dan flavor nasi dapat dikarakterisasi dan secara analisis diukur oleh panelis terlatih dalam analisis sensori deskriptif (Meilgaard et al. 1999). Penggunaan analisis sensori deskriptif juga digunakan oleh Suwansri et al. (2002) dalam menganalisis penerimaan nasi aromatik Jasmine oleh konsumen US-Asia dan mengkorelasikannya dengan data sensori deskriptif sehingga atribut sensori yang berkaitan dengan penerimaan konsumen dapat diidentifikasi. Penggunaan kombinasi antara analisis deskriptif dan uji preferensi panelis memberikan penilaian yang akurat dan mengidentifikasikan karakteristik kualitas sensori yang dibutuhkan pasar. Nilai sensori deskriptif juga dapat dikorelasikan dengan konsentrasi senyawa volatile dengan menggunakan metode statistik untuk menentukan senyawa mana yang bertanggung jawab dalam membentuk aroma dan flavor atau berfungsi sebagai penanda untuk atribut flavor/aroma tersebut.
2.
Uji Afeksi Analisis deskripsi sensori digunakan untuk mengeidentifikasi dan mengkuantifikasi atribut sensori produk, sedangkan uji konsumen digunakan untuk memberikan informasi mengenai kesukaan konsumen (Meilgaard et al. 1999). Uji penerimaan dan preferensi memberikan informasi kesukaan dan/atau preferensi konsumen secara kuantitatif (Meilgaard et al. 1999). Screener dan kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data demografi, frekuensi penggunaan, dan data pembelian suatu produk (Meilgaard et al. 1999). Kuesioner sering disertakan dengan uji penerimaan untuk membantu interpretasi data. Selain mengumpulkan data demografi dan informasi penggunaan, mengidentifikasi kesukaan dalam segmentasi pasar konsumen merupakan hal yang penting untuk industri dalam mengetahui produk dan atribut mana yang lebih di disukai konsumen. Menurut Setyaningsih dkk (2010), uji afeksi terdiri dari uji penerimaan dan uji kesukaan/preferensi. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu produk yang menyebabkan sesorang menyukainya. Yang perlu ditekankan dalam uji afeksi adalah bahwa pilihan (preferensi) tidak sama dengan penerimaan, bisa jadi panelis lebih memilih contoh A dibanding contoh B, tetapi kedua contoh tidak dapat diterima. Uji kesukaan bertugas untuk memilih produk yang lebih disukai sedangkan uji penerimaan bertugas untuk merating produk yang disukai/diterima konsumen. Uji afeksi harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili suatu populasi masyarakat tertentu. Uji yang umumnya digunakan dalam melakukan uji afeksi adalah uji hedonik.
16
E.
PCA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) PCA adalah salah satu analisis multivariat yang digunakan untuk meringkas data yang terkumpul dari banyak variabel ke beberapa dimensi (Meilgaard et al. 1999). PCA merupakan teknik statistik untuk mengidentifikasi jumlah terkecil variabel yang tersembunyi, yang disebut komponen utama. Analisis ini mampu menjelaskan sebanyak 75%-90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25-30 variabel hanya dengan 2-3 komponen utama (Meilgaard et al. 1999). Menurut Setyaningsik dkk (2010), analisis ini terlebih dahulu mencari indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimum, yang disebut komponen utama 1 (PC1) yang mempunyai variasi terbesar dari variasi total individu. Kemudian dicari kompnen utama 2 (PC2) yang memiliki variasi individu terbesar setelah PC1. Setiap komponen PCA digambarkan oleh tiga atribut yang saling melengkapi, yaitu ragam, loadings, dan skor. Hasil analisis gabungan dari loading dengan skor akan menghasilkan biplot. Menurut Anonim (2003), biplot merupakan upaya grafis terhadap data yang berupa tabel rata-rata beberapa variabel pada beberapa sampel dalam tampilan dua dimensi. Ada empat hal penting yang bisa didapatkan dari tampilan biplot, yaitu kedekatan antar sampel, keragaman variabel, hubungan (korelasi antar variabel), dan nilai variabel pada suatu sampel. Menurut Satono dkk, 2003 terdapat tiga hal penting yang bisa didapatkan dari tampilan biplot, yaitu : Kedekatan antar objek, informasi ini bisa dijadikan panduan objek mana yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek tertentu. Dua objek dengan karakteristik yang sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan. Keragaman peubah, informasi ini digunakan untuk melihat apakah ada peubah tertentu yang nilainya hampir sama semuanya untuk setiap objek, atau sebaliknya. Dalam biplot, peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek, sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Hubungan (korelasi antar peubah), informasi ini bisa digunakan untuk menilai bagaimana peubah yang satu mem(di)pengaruhi peubah yang lain. Dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua peubah yang memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul). Sedangkan dua peubah yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut mendekati 90˚ (siku-siku).
Nilai peubah pada suatu onjek, informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah, dikatakan bahwa pada objek tersebut nilainya di atas rata-rata. Sebaliknya, jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari peubah tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata, sedangkan objek yang hampir ada tengah-tengah memiliki nilai dekat dengan rata-rata.
17
III.
A.
METODOLOGI PENELITIAN
ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas unggul beras yang banyak dikonsumsi di daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Varietas-varietas tesebut adalah Varietas Cisokan (Sumatra Barat), Varietas Ciherang (Jawa Barat), Varietas Ciliwung (Sulawesi Selatan), dan Varietas Membramo (Irian Jaya) yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat. Keempat varietas tersebut merupakan hasil panen periode Februari-Maret 2011. Pengeringan gabah dilakukan sampai kadar air gabah sebesar 14%. Gabah sebanyak 300 gram dari masing-masing varietas diproses dengan Satake Rice Husker yang menghasilkan beras pecah kulit. Kemudian, 200 gram beras pecah kulit disosoh selama 3,5 menit dengan menggunakan Satake Polisher yang menghasilkan beras giling. Derajat sosoh yang digunakan sebesar 90%. Beras giling yang digunakan dalam pengujian terdiri dari campuran beras kepala dan beras patah. Selama penelitian berlangsung, beras diletakkan dalam wadah plastik kedap udara yang ditutupi plastik hitam. Kemudian beras disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 9-11˚C. Beras giling yang dibutuhkan selama peneltian sebanyak 6,5 kg untuk masing-masing varietas. Senyawa kimia yang digunakan adalah standar flavor ( 2-Acetyl Pyridine, Acetoin,, Vanilin, Diacetyl, Pandan Flavor, 5-Methyl-2-Furfural , dan Sugar Lactone) dalam bentuk cair. Senyawa Vanilin dan Pandan Flavor berasal dari PT Sensient Technologies Indonesia, sedangkan senyawa 5-Methyl-2-Furfural, 2-Acetyl Pyridine, Acetoin, Diacetyl, dan Sugar Lactone diperoleh dari PT Ogawa Indonesia. Standar aroma disimpan dalam botol kecil berukuran 10 ml dan diletakkan di dalam ruangan yang bersuhu 0-4˚C. Alat-alat yang dibutuhkan meliputi perangkat empat buah rice cooker (Miyako, MCM509), aluminium foil, gelas ukur, pipet 10 ml, labu takar 10 ml, micropipet, wadah kecil untuk penyajian uji sensori, gunting, label, dan alat-alat tulis.
B.
METODE PENELITIAN 1.
Penentuan Sampel Beras Tujuan dari tahap ini adalah menentukan varietas unggul beras yang akan digunakan sebagai sampel pada tahap selanjutnya, yaitu analisis sensori deskriptif dan uji afektif. Pada tahap ini dilakukan studi literatur dengan meninjau berbagai literatur mengenai varietas unggul beras yang banyak diproduksi dan dikonsumsi di Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Adapun sampel beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Puslitbangtan, 2010) : Cisokan : tekstur nasi pera, kadar amilosa 26%, indeks glikemik 34. Tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1, 2 dan rentan wereng coklat biotipe 3. Cukup baik sebagai padi sawah di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Ciherang : tekstur nasi pulen, kadar amilosa 23%, indeks glikemik 54,9. Tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3. Baik di tanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl. Produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi setara IR64, indeks glikemik rendah.
Ciliwung : tekstur nasi pulen, kadar amilosa 22%, indeks glikemik 86. Tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1, 2 dan rentan wereng coklat biotipe 3. Baik di tanam di lahan irigasi berelevasi rendah sampai 550 m dpl. Membramo : tekstur nasi pulen, kadar amilosa 19%. Tahanan terhadap hama wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3, agak tahan tungro. Baik di tanam di lahan irigasi berelevasi kurang dari 550 m dpl.
2.
Evaluasi Sensori Evaluasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah QDA (Quantitative Descriptive Analysis) untuk menentukan karakterik sensori suatu sampel. Alat yang digunakan adalah panelis terlatih yang sudah melewati tahap seleksi dan pelatihan.Tahap seleksi yang dilakukan meliputi tahap pre-screening, identifikasi rasa dan aroma dasar, uji segitiga, uji ranking, dan personal interview. Setelah calon panel lulus tahap seleksi, selanjutnya dilakukan pelatihan untuk menghasilkan sekelompok panelis yang kemudian fungsinya dapat dianalogikan dengan instrumen dalam mengevaluasi atribut sensori suatu produk (Drake & Civille, 2003). Setelah mengetahui karakteristik sensori nasi dari empat varietas tersebut, dilakukan uji afektif untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Metode yang digunakan adalah metode afeksi kuantitatif, yaitu uji penerimaan. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditas atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, tanggapan senang atau suka harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau mewakili populasi masyarakat tertentu (Setyaningsih dkk, 2010). Jumlah panelis yang digunakan untuk melakukan metode afeksi kuantitatif adalah 50 sampai beberapa ratus (Meilgaard et al, 1999). Pengujian yang digunakan adalah uji hedonik dengan merating atribut rasa, aroma, dan tekstur/kepulenan.
3.
Pembuatan Nasi (Subarna dkk, 2005) Pemasakan sebelum penyajian pada keempat varietas unggul dilakukan dengan cara yang sama, baik alat penanak nasi, rasio beras dan air, maupun cara pencucian beras sampai nasi disajikan. Beras dimasak menggunakan rice cooker. Sebelum dimasak, ditakar atau ditimbang beras yang akan dimasak sebanyak 1 liter. Cuci beras sampai air cucian tampak jernih (4-5 kali). Beras yang telah dicuci dan ditiriskan dimasukkan ke dalam panci rice cooker. Kemudian ditambahkan 1340 cc untuk setiap 1 liter beras. Panci dimasukkan ke dalam rice cooker. Rice cooker ditutup, tetapi sebelumnya dilapisi dengan aluminium foil, lalu ditutup sampai terdengar klik pengunci. Stop kontak dihubungkan dan tekan tombol sehingga lampu “cook” menyala. Setelah tombol naik biarkan pemanasan “warm” selama 15 menit. Nasi diaduk hingga merata. Keempat sampel disajikan secara bersamaan dalam keadaan panas di dalam wadah yang ditutup dengan menggunakan aluminium foil.
4.
Analisis Deskriptif Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: tahap seleksi panelis, tahap pelatihan panelis, serta tahap pengujian.
19
4.1
Tahap Seleksi Panelis Analisis dimulai dengan pemilihan calon panelis terlatih yang diawali dengan tahap seleksi panelis. Panelis terlatih yang dipilih adalah yang mempunyai kesehatan cukup baik, menyukai sampel yang diujikan, yaitu nasi, dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengikuti setiap pengujian yang ada. Tahap tersebut meliputi pre-screening, acuity test (uji identifikasi rasa dan aroma, uji segitiga rasa dan aroma), uji ranking sederhana atribut rasa, dan personal interview. Seleksi panelis diikuti oleh 84 mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan calon panel untuk menghasilkan panelis yang kemampuan sensorinya dapat dipercaya : 4.1.1
Tahap Pre-screening Tahap ini dilakukan dengan mengisi kuesioner pada Lampiran 1. Tujuannya adalah untuk merekrut panelis yang memiliki kemampuan menskala dan berpikir secara terkonsep, serta mengetahui riwayat kesehatan kandidat panelis dan makanan yang sering dikonsumsi. Calon panel yang memiliki riwayat kesehatan dan kemampuan sensori yang baik akan melaksanakan uji identifikasi rasa dan aroma dasar. Dari 90 calon panel yang berpartisipasi, didapat 84 yang lolos tahap ini.
4.1.2
Acuity Test Identifikasi Rasa Dasar dan Aroma Dasar Pengujian rasa dan aroma dasar dilakukan menggunakan lima sampel rasa dasar (manis, asin, asam, gurih, pahit) dan enam sampel bau dasar. Bahan-bahan dan konsentrasi yang digunakan untuk pengujian rasa dasar ini dapat dilihat pada Tabel 5. Kuesioner pengisian untuk uji identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Bahan dan Konsentrasi Pengujian Rasa Dasar (Adawiyah & Waysima, 2009) Jenis Rasa Dasar
Bahan
Konsentrasi (%)
Manis
Sukrosa
2
Asin
Garam
0,2
Gurih
MSG + NaCl
0.05+0.1
Asam
Asam sitrat
0,05
Pahit
Kafein
0,05
Tabel 6 merupakan bahan-bahan dan konsentrasi larutan aroma yang digunakan dalam uji identifikasi bau dasar. Senyawa kimia yang digunakan adalah senyawa Vanilin dan Pandan Flavor yang berasal dari PT Sensient Technologies Indonesia, sedangkan senyawa 5Methyl-2-Furfural, 2-Acetyl Pyridine, Acetoin, Diacetyl, dan Sugar Lactone diperoleh dari PT Ogawa Indonesia.
20
Tabel 6. Bahan dan Karakteristik Bau Pengujian Bau Dasar (Limpawattana, 2010; Arkanti, 2007) Karakteristik Bahan bau 0,4 % Diacetyl (2µl dilarutkan dalam 0,5 ml
Buttery/mentega
PG) 0,4% Acetoin (2µl dilarutkan dalam 0,5 ml PG)
Creamy
0,4% Sugar Lactone (2µl dilarutkan dalam 0,5
Manis
ml PG) 0,4% Pandan Flavor (2µl dilarutkan dalam 0,5
Pandan
ml PG) 0,15% Vanilin (0,75 µl dilarutkan dalam 0,5 ml
Vanila, manis
PG) 0,5 % 2-Acetyl-2-Pyridine (3,5 µl dilarutkan
Kacang-
dalam 0,7 ml PG)
kacangan, popcorn
Keterangan : PG = Propilen Glikol
Panelis yang terpilih menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang mampu mengidentifikasi 100% rasa dasar dan minimal 50% aroma dasar. Panelis yang lolos tahap ini selanjutnya akan mengikuti uji segitiga. Dari tahap seleksi identifikasi rasa dan aroma yang sudah dilakukan, didapat 29 panelis yang lolos seleksi tahap ini dari 84 panelis yang berpartisipasi. Uji Segitiga Uji segitiga dilakukan untuk menentukan kemampuan calon panelis terlatih dalam membedakan beberapa intensitas rasa dan aroma diatas ambang batas dengan baik (Meilgaard et al. 1999). Calon panelis diberikan tiga contoh larutan standar, dimana dua contoh standar mempunyai intensitas yang sama, sedangkan satu intensitas standar mempunyai intensitas yang berbeda. Calon panelis diminta untuk memilih satu contoh standar yang berbeda. Pengisian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdapat pada Lampiran 3. Bahan dan konsentrasi larutan uji yang digunakan dalam melakukan uji segitiga rasa dapat dilihat pada Tabel 7.
21
Tabel 7. Konsentrasi larutan uji segitiga rasa Konsentrasi (%)
Bahan Standar
1
2
Sukrosa
1
2
NaCl
0.1
0.2
MSG+NaCl
0.05+0.1
0.07+0.1
Uji segitiga rasa dilakukan sebanyak 18 set dan dilakukan total selama 3 hari. Pengulangan untuk melihat kekonsistenan panelis. Pada setiap uji disediakan 6 set sampel dengan jeda waktu istirahat selama 30 menit di setiap 3 set sampel. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejenuhan panelis. Selanjutnya calon panel mengikuti uji segitiga aroma. Tabel 8 menjelaskan mengenai bahan dan konsentrasi larutan uji yang digunakan dalam pengujian ini. Tabel 8. Bahan dan konsentrasi larutan uji segitiga aroma Kelompok 1
Komponen Buttery (2µl Diacetyl dilarutkan dalam 0,5 ml PG) Creamy (2µl Acetoin dilarutkan dalam 0,5 ml PG)
2
Sweet (2 µl Sugar Lactone dalam 0,5 ml PG) Vanilin (0,75 µl Vanilla Flavor dalam 0,5 ml PG)
3
Cereal (2 µl 5-Methyl-2-Furfural dalam 0,5 ml PG) Nutty (3,5 µl % 2-Acetyl-2-Pyridine dilarutkan dalam 0,7 ml PG)
Keterangan : PG = Propilen Glikol
Uji segitiga aroma dilakukan sebanyak 12 set dan dilakukan total selama 2 hari. Pada setiap uji disediakan 6 set sampel dengan jeda waktu istirahat selama 30 menit di setiap 3 set sampel. Panelis yang terpilih adalah yang mempunyai jawaban benar minimal 50% dari contoh standar baik atribut rasa maupun aroma yang diberikan. Dari 29 panelis yang mengikuti uji segitiga rasa dan aroma, didapat 20 panelis yang lolos tahap ini dimana selanjutnya akan diuji dengan uji ranking. 4.1.3 Uji Ranking Uji rangking yang digunakan adalah uji rangking sederhana (Simple Ranking Test). Dua puluh calon panelis yang lolos tahap acuity test diminta mengurutkan intensitas kelima atribut dengan konsentrasi dari yang terendah sampai tertinggi (Tabel 9) pada kuesioner pada Lampiran 4.
22
Tabel 9. Larutan uji rasa dasar dalam uji ranking sederhana (Meilgaard et al. 1999) Konsentrasi (g/100mL) Rasa Larutan Uji dasar 1 2 3 4 Manis
Sukrosa
1
2
5
10
Gurih
MSG+NaCl 0,1%
0,05
0,07
0,09
0,12
Asin
NaCl
0,1
0,2
0,5
1,0
Calon panelis yang lolos seleksi adalah kandidat yang mampu mengurutkan intensitas sampel secara benar pada uji rangking. Syarat panelis yang akan dilatih dan diuji untuk uji deskriptif adalah sebanyak 812 orang (Meilgaard et al. 1999). Setelah melakukan uji ranking rasa, didapat 11 orang panelis terlatih yang berhasil mengurutkan intensitas rasa dengan tepat. Pengujian tidak dilanjutkan dengan uji ranking aroma karena jumlah panelis terlatih yang didapat sudah cukup sedikit, dikhawatirkan jika dilanjutkan dengan pengujian ranking aroma, jumlah panelis yang didapat tidak memenuhi syarat dari jumlah panelis analisis deskriptif. Akan tetapi, setelah panelis yang terpilih melakukan pelatihan, panelis-panelis tersebut akan melakukan pengujian ranking aroma. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kemampuan merating/menskala panelis dalam atribut aroma setelah melakukan pelatihan. 4.1.4 Personal interview Selanjutnya ke-11 panelis yang lolos uji ranking akan di interview oleh seorang panel leader. Tujuan dari interview adalah untuk memastikan minat kandidat panelis dalam melakukan pelatihan dan pengujian, termasuk ketersediaan waktu luang. Jumlah yang lolos tahap ini sebanyak 8 panelis dimana ke-8 panelis tersebut selanjutnya mengikuti tahap pelatihan. 4.2
Tahap Pelatihan Tahap kedua merupakan tahap pelatihan panelis. Panelis yang dilatih merupakan panelis yang lolos pada tahap uji seleksi panelis. Tahap pelatihan bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Panelis dilatih menggunakan uji rating skala garis pada atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi. Selain itu, dilakukan terminologi pada masing-masing atribut untuk menyamakan persepsi atau istilah antar panelis sehingga semua panelis memiliki persepsi yang sama terhadap atribut-atribut sensori yang akan diujikan. Pelatihan uji rating masing-masing atribut dilakukan menggunakan sampel standar (bukan sampel yang akan diujikan). Scoresheet pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 6a-6e. Pelatihan pertama dilakukan pada atribut rasa. Pelatihan ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Atribut rasa yang dilatih beserta bahan dan konsentrasi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10.
23
Tabel 10. Konsentrasi standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating Deskripsi
Bahan
Skor
Asin
0,13% larutan NaCl
2,4
0,22% larutan NaCl
4,1
0,32% larutan NaCl
7,8
0,03% larutan MSG + 0,1% larutan NaCl 0,06% larutan MSG + 0,1% larutan NaCl 0,08% larutan MSG+ 0,1% larutan NaCl 2% larutan sukrosa 4,02% larutan sukrosa 5,55% larutan sukrosa
2,4 4,7 7,4 2,8 5,7 10
Gurih
Manis
Pelatihan selanjutnya dilakukan pada atribut aroma. Pelatihan ini dilakukan dua sesi dimana masing-masing selama 3 hari berturut-turut. Sesi pertama untuk tiga atribut aroma dan sesi kedua untuk dua atribut berikutnya. Tabel 11 menjelaskan mengenai deskripsi atribut aroma yang digunakan untuk pelatihan beserta bahan dan konsentrasinya. Atribut tekstur pada nasi merupakan atribut terakhir yang dilatih pada ke8 panelis. Pelatihan terdiri dari dua sesi dimana masing-masing sesi dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut. Sesi pertama untuk tiga atribut dan sesi kedua untuk tiga atribut berikutnya. Istilah tekstur pada nasi mengacu pada Meullenet et al. (1999) yang dapat dilihat pada Tabel 12. 4.3
Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk mendapatkan data deskripsi masingmasing sampel beras secara subyektif yang selanjutnya akan digunakan untuk uji QDA. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD). Pengujian sensori dengan teknik FGD melibatkan seluruh panelis dan seorang panel leader. Panel leader tidak diikutsertakan dalam diskusi. Panel leader berfungsi untuk mempertahankan agar kelompok tetap dapat berfungsi dengan baik, menyediakan standar dan contoh untuk keperluan pelatihan, menyiapkan lembar pengujian, dan menguji serta memonitor performa panelis selama pengujian berlangsung (Setyaningsih dkk, 2010). Pada uji ini, panelis dengan arahan moderator akan mendiskusikan atribut sensori (rasa, aroma, dan tekstur) dari semua sampel nasi yang diujikan. FGD dilakukan sebelum dan sesudah pengujian analisis deskriptif kuantitatif. FGD sebelum pelatihan dilakukan untuk menentukan atribut-atribut rasa, aroma, dan tekstur yang akan digunakan dalam proses pelatihan. FGD sesudah pelatihan dilakukan agar kepekaan panelis dalam mendeteksi keberadaan atribut rasa, aroma, dan tekstur dalam sampel lebih tinggi. Hasil yang didapat dari FGD tersebut akan digunakan pada proses selanjutnya, yaitu analisis deskriptif kuantitatif.
4.4
Penentuan Nilai Intensitas Konsentrasi Standar Nilai intensitas konsentrasi standar aroma dan rasa yang diperoleh saat melakukan pelatihan diolah menggunakan persamaan Stephen (Meilgaard et al.
24
1999), lalu persamaan tersebut diturunkan hingga menjadi persamaan logaritmik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai konsentrasi standar yang digunakan pada analisis kuantitatif. Berbeda dengan atribut tekstur dimana penentuan nilai standar mengacu pada Meullenet et al. (1999). Contoh scoresheet penentuan standard aroma dapat dilihat pada Lampiran 7. Log SI = Log K + n (Log PI) Keterangan : Sensory Intensity (SI) Physical Intensity (PI) Log K n
= perkiraan intensitas yang terdeteksi (magnitude estimation) = ukuran konsentrasi (molar, molal, %) = konstanta = kemiringan
Tabel 11. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating Deskripsi
Bahan
Skor
Manis
0,2% Sugar Lactone (20 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,6% Sugar Lactone (60 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 1% Sugar Lactone (100 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,5% Diacetyl (15 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,3% Diacetyl (30 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,15% Diacetyl (50 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,1% 2-Acetyl-2-Pyridine (10 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,23% 2-Acetyl-2-Pyridine (23 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,4% 2-Acetyl-2-Pyridine (40 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,15% Vanilla Flavor (15 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,3% Vanilla Flavor (30µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,45% Vanilla Flavor (45 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,19% Pandan Flavor (19 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,26% Pandan Flavor (26 µl dilarutkan dalam 10 ml PG) 0,42% Pandan Flavor (42 µl dilarutkan dalam 10 ml PG)
4,7 6,4 8,8 5,2 6,0 6,7 3,9
Buttery
Nutty
Vanilla
Pandan
5,7 9,5 4,2 5,7 7,7 4,5 4,8 5,8
Keterangan : PG = Propilen Glikol
25
Tabel 12. Standar tekstur yang digunakan untuk pelatihan uji rating (Meullenet et al. 1999) Istilah Standar Skor Permukaan Kelengketan/adhesif sampel di bibir Gigitan pertama Kekerasan Pengunyahan Kepaduan massa/kohesif massa sampel, setelah 3 dan 8 kali pengunyahan Kekasaran massa
Toothpull Ukuran Partikel
Nougat Pretzel kering
4,0 10,0
Putih Telur Kacang
2,5 9,5
Wortel Keju
2,0 9,0
Jeruk kupas Bubur oatmeal Karamel Candy Gum* Tic Tac* M & M*
3,0 6,5 5,0 10,0 2,5 4,0
Keterangan : * Permen-permenan
4.5
5.
Analisis Deskripsi Kuantitatif Analisis kuantitatif uji deskriptif dilakukan dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui intensitas atribut-atribut sensori (rasa, aroma, dan tekstur) pada setiap sampel nasi yang diujikan. Penilaian intensitas sampel-sampel yang diujikan dilakukan menggunakan skala garis tidak terstruktur (unstructured scale). Unstructured scale tediri dari garis sepanjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Pada skala garis juga diberikan 2 garis bantuan sebagai reference. Contoh kusioner yang digunakan untuk melakukan pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 8a-8e. Masing-masing sampel nasi ditempatkan pada wadah khusus yang diberi kode tiga digit. Sampel disajikan pada kondisi terkontrol yang sama dengan kondisi konsumen normal. Pengujian dari satu sampel ke sampel lain diberi interval waktu selama 20 menit. Selama jeda panelis diberi air putih untuk menetralkan indra pengecap jika yang diuji atribut rasa dan tekstur atau diberi bubuk kopi jika yang diuji atribut aroma. Penilaian intensitas masing-masing atribut pada sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Uji Hedonik Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik yang mengukur kesukaan terhadap beberapa atribut sensori pada nasi dari keempat varietas beras yang diuji, yaitu aroma, kepulenan, dan rasa. Pada uji ini menggunakan panelis tidak terlatih (minimum 30 panelis) yang masing-masing asli berasal dari daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua sehingga total minimum panelis yang digunakan adalah
26
120 panelis tidak terlatih yang menilai kesukaan terhadap nasi dari keempat varietas tersebut. Respon dari panelis yang digunakan dalam penelitian ini berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka sekali) sampai 9 (sangat suka sekali). Kuesioner uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.
6.
Analisis Data Analisis data yang diperoleh dari uji kuantitatif QDA berupa intensitas rata-rata. Selanjutnya, data atribut rasa, aroma, dan tekstur dibuat dalam grafik spider web untuk membandingkan intensitas masing-masing atribut secara visual. Selanjutnya diolah secara statistik menggunakan two-way ANOVA dengan program SPSS 16 dan Tukey’s Multiple Range Test jika terlihat ada pengaruh yang nyata pada masing-masing atribut. Kemudian menggunakan multivariate analysis, yaitu Principal Component Analysis (PCA) yang dilanjutkan dengan biplot dengan menggunakan software MINITAB 16. Analisis statistik ANOVA yang dilakukan menggunakan hipotesis awal sebagai berikut: H0 = sampel tidak memiliki pengaruh nyata H1 = sampel memiliki pengaruh nyata nyata taraf kepercayaan sebesar 95% nilai α sebesar 0.05 Data yang diperoleh dari uji afektif kuantitatif/ uji hedonik diolah dengan oneway ANOVA dan Duncan’s Multiple Range Test jika terlihat ada pengaruh yang nyata pada keempat sampel. Analisis statistik ANOVA dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan kesukaan konsumen pada empat sampel yang diujikan. Setelah mengetahui ada tidaknya pengaruh nyata kesukaan konsumen terhadap sampel, selanjutnya dilakukan pemetaan preferensi konsumen terhadap atribut rasa, aroma, kepulenan/tekstur nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo. Pengelompokkan ini menggunakan analisis multivariat PCA. Untuk mengkorelasikan sensori deskriptif dengan preferensi konsumen, digunakan analisis statistik PLS (Partial Least Square Regression) dengan software MINITAB 14.
27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap utama, antara lain pemilihan panelis untuk analisis deskriptif, penelitian sensori nasi dengan analisis deskriptif, dan uji preferensi.
A.
PENENTUAN SAMPEL Varietas sampel beras yang digunakan dalam penelitian ditentukan berdasarkan wilayah di Indonesia. Ada tiga pertimbangan dalam menentukan wilayah yang akan diteliti. (1) Sulawesi Selatan dan Jawa Barat merupakan dua dari lima provinsi di Indonesia sebagai lumbung beras nasional (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan NTB ) (Anonim, 2011). Selain itu, (2) pemilihan wilayah-wilayah tersebut didasarkan pada perwakilan bagian wilayah di Indonesia, yaitu bagian barat (Sumatra Barat dan Jawa Barat), bagian tengah (Sulawesi Selatan), dan bagian timur (Papua). Sumatra Barat dan Jawa Barat adalah dua provinsi yang berada di wilayah barat Indonesia. Akan tetapi, menurut Puslitbangtan (2005) bahwa masyarakat dari kedua provinsi tersebut memiliki kesukaan yang berbeda terhadap jenis nasi yang dikonsumsi. Masyarakat Sumatra Barat lebih suka mengkonsumsi nasi yang pera/keras, sedangkan masyarakat Jawa Barat lebih suka mengkonsumsi nasi yang pulen (lengket). Karena perbedaan kesukaan tersebut, maka dipilih varietas unggul beras yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sumatra Barat dan Jawa Barat. Pertimbangan yang terakhir adalah (3) karena penelitian dilakukan di sekitar kampus IPB Dramaga, dimana mahasiswa-mahasiswanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, maka dari studi statistik, jumlah mahasiswa yang akan dijadikan sebagai panelis penelitian yang dapat memenuhi syarat dalam studi preferensi adalah keempat daerah tersebut. Melalui perwakilan dari beberapa daerah tersebut, diharapkan dapat mewakili seluruh konsumen beras di Indonesia. Pemilihan varietas beras yang akan diuji ditentukan berdasarkan data statistik penyebaran varietas padi di masing-masing daerah dengan cara meninjau beberapa literatur. Dari data-data statistik tersebut, dipilih satu varietas yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Varietas Ciherang merupakan varietas beras yang paling tinggi penyebarannya di daerah Jawa Barat, yaitu sebesar 56,19% (Ruskandar, 2009). Selain itu, varietas ini penyebarannya cukup tinggi pada beberapa daerah di Indonesia yang masyarakatnya menyukai nasi bertekstur lembek/pulen, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Data terakhir menunjukkan varietas Ciherang makin mendominasi areal pertanaman padi di ketiga provinsi tersebut (Ruskandar, 2009). Konsumen Sumatera Barat menyukai rasa nasi pera dengan kadar amilosa >24%. Varietas IR42 dan Cisokan merupakan varietas yang paling dominan berkembang di Sumatera Barat dikarenakan memiliki rasa nasi pera dengan kadar amilosa >25% (Puslitbangtan, 1993). Jumlah produktivitas varietas unggul Cisokan di Sumatra Barat sebesar 30% pada periode 2001-2004 (Atman, 2007). Di Sulawesi Selatan, areal tanam IR64 hanya 10,5%, sedangkan luas pertanaman varietas Ciliwung yang dilepas pada tahun 1989 menduduki 49, 4% dari total areal tanam padi di propinsi tersebut (Suprihatno & Daradjat, 2009). Di Papua, Varietas Membramo dan Ciliwung merupakan varietas unggul beras yang banyak diproduksi. Berdasarkan LPTP Koya Barat (2000), varietas padi yang disukai petani adalah Mambramo dan Ciliwung (di Koya
Barat); Mambramo, Digul dan Ciliwung (di Prafi, Manokwari); Digul dan IR 64 (di Kurik, Merauke). Untuk menghindari adanya variasi komposisi dan mutu bahan mentah, maka beras yang digunakan adalah beras yang berasal dari satu lot produksi, yaitu sampel diperoleh dari hasil panen pada periode dan penggilingan yang sama. Selama penelitian berlangsung, beras diletakkan di sebuah wadah plastik kedap udara seperti tupperware yang ditutupi plastik hitam. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan karena oksidasi dari udara dan terpapar cahaya luar. Kemudian beras disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 9-11˚C. Penyimpanan ini bertujuan agar senyawa volatil yang terdapat pada beras tidak rusak karena suhu tinggi. Selain standardisasi sampel, dilakukan juga standardisasi terhadap perlakuan pada tahap persiapan sampel, yaitu metode penanakan nasi, alat menanak nasi (rice cooker), dan waktu penyajian. Metode menanak nasi mengacu pada Subarna, dkk (2005). Rice cooker yang digunakan adalah rice cooker yang memiliki umur penggunaan dan merk yang sama, yaitu Miyako MCM-509. Sampel disajikan ke panelis 15 menit setelah nasi matang atau dalam kondisi matang. Standardisasi akhir dilakukan pada saat pengujian sampel. Pengujian sensori dilakukan di dua tempat, yaitu laboratorium sensori dan di lapangan (asrama Papua). Untuk pengujian lapangan, kondisi pada saat pengujian dibuat semirip mungkin dengan kondisi pengujian di laboratorium sensori. Tempat yang digunakan untuk pengujian dipilih yang bersih, tenang, jauh dari kegaduhan dan jauh dari bau-bauan yang dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap sampel pada saat pengujian. Selain itu, antar panelis dilakukan pemisahan walaupun tanpa sekat dan digunakan karton putih sebagai alas pada saat pengujian.
B.
PEMILIHAN PANELIS ANALISIS DESKRIPTIF 1.
Seleksi Panelis Dalam melakukan analisis deskriptif, penggunaan panelis terlatih merupakan salah satu syarat utama. Tahap yang dilakukan untuk mendapatkan panelis terlatih adalah seleksi panelis. Panelis yang terpilih adalah panelis yang memiliki kemampuan sensori yang baik (panelis potensial) yang kemudian dilatih menjadi panelis terlatih dan digunakan untuk melakukan pengujian pada atribut-atribut sensori nasi yang telah ditentukan. Proses seleksi panelis berlangsung selama 23 hari yang terdiri dari prescreening/seleksi awal, acuity test, dan personal interview. Pre-screening dilakukan melalui pengisian kuesioner (Lampiran 1) dengan tujuan : mengetahui riwayat kesehatan dan food habit calon panelis, mengenalkan calon panelis terhadap bahan yang akan diuji, mengetahui kemampuan dasar sensori dan kemampuan menskala calon panelis, dan motivasi calon panelis. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pemberitahuan mengenai jadwal dan kebutuhan waktu yang harus disediakan calon panelis. Calon panelis yang mengikuti tes ini sebanyak 90 orang. Setelah menjalankan pre-screening, 84 calon panelis akan melakukan acuity test /tes ketepatan. Kandidat panel harus mendemonstrasikan kemampuan untuk mendeteksi dan menjelaskan karakteristik sensori yang ada secara kualitatif; mendeteksi dan menggambarkan perbedaan secara kuantitatif. Tes ini terdiri dari uji identifikasi rasa dan aroma, uji segitiga rasa dan aroma. Uji identifikasi rasa diikuti oleh 84 orang mahasiswa. Uji identifikasi rasa dasar menggunakan lima rasa dasar, yaitu manis, asin, asam, pahit, dan gurih (Lampiran 2), sedangkan uji identifikasi aroma menggunakan
29
enam aroma, yaitu aroma manis, pandan, buttery, creamy, vanila, dan nutty (Lampiran 2). Pada tahap ini terjaring 29 orang panelis yang dapat mengidentifikasi 100% rasa dan minimal 50% aroma yang diujikan dengan benar. Panelis yang lolos acuity test akan diseleksi kembali menggunakan uji segitiga rasa dan aroma. Uji segitiga rasa dilakukan sebanyak 18 set dalam waktu 3 hari dan uji segitiga aroma dilakukan sebanyak 12 set dalam waktu 2 hari. Setiap set terdiri dari dua larutan yang sama dan satu larutan yang berbeda. Dari uji segitiga yang telah dilakukan, dihasilkan 20 panelis yang dapat memenuhi persyaratan, yaitu panelis yang mempunyai jawaban benar minimal 50% dari contoh standar baik atribut rasa maupun aroma yang diberikan. Selanjutnya kandidat panelis mengikuti uji ranking rasa manis, asin, dan gurih dimana calon panelis yang lolos adalah yang mampu menjawab 100% benar. Panelis yang lolos tahap ini sebanyak 11 orang. Personal interview dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran apakah kandidat memiliki kemauan yang serius dan untuk konfirmasi minat kandidat dalam tahapan berikutnya, yaitu pelatihan. Dari hasil interview, didapatkan 8 orang panelis yang terdiri dari tiga orang mahasiswa dan lima orang mahasiswi yang akan mengikuti pelatihan. Penelitian ini membutuhkan panelis terlatih sebanyak 8-12 orang (Setyaningsih dkk, 2010; Meilgaard et al. 1999) yang sebelumnya harus melewati proses seleksi panelis untuk melakukan analisis deskriptif. Selain itu, juga dibutuhkan banyak panelis dalam pengujian hedonik/uji preferensi terhadap sampel. Jumlah panelis yang dibutuhkan minimum 30 panelis tidak terlatih (Watts et al. 1989) atau 50 sampai beberapa ratus (Meilgaard et al. 1999). Asumsi yang digunakan dalam pengujian analisis deskriptif dan hedonik adalah sampel dinilai sama oleh panelis walaupun disajikan di hari yang berbeda. Oleh karena itu, sampel diusahakan dibuat konsisten dan seragam. Untuk mendapatkan sampel yang seragam, dilakukan usaha standardisasi terhadap sampel.
2.
Pelatihan dan Penetapan Nilai Standar Lamanya pelatihan didasarkan pada kompleksitas produk yang akan dianalisis. Dalam penelitian kali ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 2-3 minggu setiap hari kerja. Materi pelatihan terdiri dari penetapan terminologi, pengenalan skala deskriptif, pengenalan perbedaan yang kecil dari produk, dan latihan. Pelatihan bertujuan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel, 2004). Pada tahap pelatihan teminologi aroma, setiap panelis diperkenalkan pada aroma-aroma tertentu yang kemungkinanan ada pada sampel nasi berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan Limpawattana & Shewfelt (2010) dan Arkanti (2007). Panelis dilatih menggunakan uji rating skala garis pada atribut rasa, aroma, dan tekstur. Untuk pelatihan atribut aroma, standar aroma berasal dari PT Ogawa Indonesia dan PT Sensient Technologies Indonesia. Pelatihan panelis dilakukan menggunakan larutan standar. Konsentrasi larutan standar untuk atribut rasa, aroma, dan tekstur ditentukan secara subyektif oleh para panelis. Penentuan standar dan pelatihan dilakukan menggunakan skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm dengan garis/tanda sebagai pengarah di awal dan di ujung garis. Pada tanda awal dan akhir
30
diberi label berupa ekspresi kata-kata yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Satu garis digunakan untuk satu atribut dan panelis memberi tanda berupa garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Scoresheet/kuesioner yang digunakan untuk penentuan standar dan pelatihan atribut sensori dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 6a-6e. Setelah nilai konsentrasi dan intensitas masing-masing atribut diperoleh pada saat melakukan pelatihan QDA, dibuat hubunga logaritmik dan diplot menjadi persamaan Stephen (Meilgaard et al, 1999). Persamaannya adalah sebagai berikut : R = k Cn dimana R merupakan perkiraan intensitas, C merupakan konsentrasi, k adalah konstanta yang tergantung pada unit yang dipilih untuk mengukur R dan C, dan n adalah eksponensial yang digunakan untuk mengukur laju perkembangan intensitas yang diperoleh sebagai suatu fungsi stimulus intensitas. Kemudian persamaan Stephen dibuat logaritma menjadi turunan rumus : Log R = Log k + n Log C Dari turunan persamaan Stephen, ditentukan persamaan linier kurva standar untuk menentukan intensitas dan konsentrasi larutan standar untuk pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Gambar 3 merupakan kurva linier hasil plot antara nilai konsentrasi dan skor untuk atribut rasa manis.
Gambar 3. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut rasa manis dan konsentrasi larutan sukrosa sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA Persamaan garis yang diperoleh kurva standar pada Gambar 3 digunakan untuk menentukan konsentrasi dan skor yang akan digunakan sebagai standar pada pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Kurva standar di atas menghasilkan nilai R2 yang baik, yaitu sebesar 0,970 dengan persamaan y=0,157 x + 0,126. Kurva standar untuk atribut-atribut sensori lainnya dapat dilihat pada Lampiran 9 sedangkan konsentrasi larutan standar, skor (intensitas), dan bahan yang digunakan untuk pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 10.
31
Bahan-bahan yang digunakan sebagai standar merupakan bahan-bahan yang memiliki rasa, aroma, dan tekstur yang mirip dengan nasi. Standar atribut rasa manis menggunakan gula pasir, rasa asin menggunakan garam halus, dan rasa gurih menggunakan MSG + NaCl 0,1%. Standar atribut aroma menggunakan beberapa standar aroma, seperti diacetyl untuk atribut aroma buttery, sugar lactone untuk atribut aroma manis, pandan flavor untuk atribut aroma pandan, vanilin untuk atribut aroma vanilla, dan 2-Acetyl-2-Pyridine untuk atribut aroma popcorn/kacang-kacangan. Standar-standar aroma tersebut harus diencerkan dengan propilen glikol sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Bahan dan skor untuk atribut tekstur nasi yang digunakan pada pelatihan panelis tidak dicari menggunakan persamaan Stephen. Bahan standar dan skor mengacu pada standar yang tercantum dalam Meullenet et al. (1999). Bahan dan skor atribut tekstur yang digunakan untuk pelatihan panelis dapat dilihat pada Tabel 12. Setelah dilakukan penetapan standar, panelis dilatih menggunakan standar hingga penilaian dan kepekaan panelis menjadi konsisten dimana dalam penelitian ini dilakukan pelatihan sebanyak 15 kali. Panelis dikatakan panelis terlatih jika kepekaan panelis konsisten dan panelis siap untuk ke tahap selanjutnya, yaitu pengujian.
3.
Pengujian Atribut Sensori Nasi Pengujian dilakukan oleh delapan orang panelis terlatih yang menilai empat sampel nasi yang banyak diproduksi dan dikonsumsi di daerah Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua, yaitu Varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo secara berturut-turut. Pengujian dilakukan secara kualitatif menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dan secara kuantitatif menggunakan Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Atribut sensori yang dinilai meliputi rasa, aroma, dan tekstur. Pada uji deskripsi, kekonsistenan adalah suatu hal yang penting sehingga perlu dilakukan tiga kali ulangan pengujian dari setiap atribut yang terdapat pada produk. Ulangan dapat membantu mengkondisikan panelis terlatih agar dapat melakukan penilaian secara konsisten (Piggot et al. 1998). Jumlah produk per sesi analisis tergantung derajat kelelahan panelis dalam menilai dan mengisi lembar uji. Umumnya 4-6 sampel per hari dan jika produk yang dinilai rumit atau atribut sensori yang dianalisis banyak, maka cukup tiga sampel per hari. Apabila sampel terlalu sedikit, akan mengakibatkan variasi yang terlalu besar dan apabila sampel terlalu banyak, akan mengakibatkan antarcontoh kelihatannya berbeda tetapi sebenarnya tidak (Setyaningsih dkk, 2010). Pada penelitian ini, pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dari setiap atribut pada produk. Sampel yang disajikan pada saat pengujian sebanyak empat sampel, yaitu nasi dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo. Pada saat pengujian, tidak semua atribut dianalisis pada jumlah yang sama. Atribut rasa dianalisis hanya satu periode, ketiga-tiganya dianalisis pada waktu bersamaan. Atribut aroma dianalisis sebanyak dua periode, periode pertama sebanyak tiga atribut dan periode kedua sebanyak dua atribut lainnya. Atribut tekstur dilakukan sebanyak dua periode, yaitu periode pertama sebanyak tiga atribut dan periode kedua sebanyak tiga tribut lainnya.
32
C.
ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF NASI Analisis kualitatif digunakan untuk mendapatkan data deskripsi masing-masing sampel beras secara subyektif. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD). Pengujian sensori dengan teknik FGD melibatkan seluruh panelis dan seorang moderator. Pada uji ini, panelis dengan arahan moderator akan mendiskusikan atribut sensori (rasa, aroma, dan tekstur) dari semua sampel beras yang diujikan. Hasil yang didapat dari FGD tersebut akan digunakan pada proses selanjutnya, yaitu analisis kuantitatif QDA. Tabel 13. adalah hasil FGD empat sampel nasi yang telah dilakukan. Tabel 13. Atribut sensori dari empat sampel nasi yang diperoleh dari hasil FGD
D.
Atribut Sensori
Karakteristik
Rasa
Manis, asin, gurih
Aroma
Buttery, pandan, nutty, manis, dan vanilla
Tekstur
Kelengketan/adhesive sampel di bibir, kekerasan, kepaduan/kohesif massa sampel, kekasaran, toothpull, dan ukuran partikel nasi saat dikunyah,
ANALISIS DESKRIPTIF RASA NASI 1.
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Focus Group Discussion (FGD). FGD dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pelatihan. FGD sebelum dilakukan untuk menentukan atribut-atribut sensori (rasa, aroma, dan tekstur) yang terdapat di sampel nasi yang akan digunakan dalam proses pelatihan. FGD kedua dilakukan setelah proses pelatihan agar kepekaan panelis dalam mendeteksi keberadaan sensori dalam sampel lebih tinggi dan juga untuk menyamakan terminologi diantara panelis. FGD dipimpin oleh seorang panel leader yang bertujuan untuk memfasilitasi diskusi agar berjalan lancar secara dinamis dan untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari panelis, serta mengarahkan panelis agar tetap fokus pada diskusi (Setyaningsih dkk, 2010). Hasil atau keputusan diskusi diambil langsung oleh panelis tanpa campur tangan panel leader. Diskusi untuk menentukan atribut rasa pada nasi dilakukan pada empat sampel nasi, yaitu varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo. Diskusi sebelum dan sesudah pelatihan berlangsung selama 1 jam. Tabel 14 menunjukkan bahwa atribut rasa yang teridentifikasi secara dominan pada keempat sampel adalah manis dan gurih. Rasa asin juga teridentifikasi pada sampel nasi dari varietas Ciherang dan Cisokan selain rasa manis dan gurih. Hasil ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Darmasetiawan (2004), dimana hasil analisis kualitatif terhadap nasi dari Beras Panjang menunjukkan bahwa nasi tersebut memiliki atribut rasa manis dan asin. Rasa manis mendominasi rasa yang ada pada nasi, mengingat penyusun utama beras adalah karbohidrat, yaitu 89-90% (Rohman, 1997) dimana karbohidrat merupakan sumber rasa manis. Tidak semua karbohidrat berperan dalam membentuk rasa manis. Karbohidrat yang berperan sebagai sumber rasa manis adalah monosakarida seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1992).
33
Tabel 14. Hasil analisis kualitatif FGD atribut rasa nasi
2.
Sampel
Deskripsi Rasa
Cisokan Ciherang Ciliwung Membramo
Manis, asin Manis, asin, dan gurih Manis, gurih Manis, gurih
Analisis Kuantitatif Metode yang digunakan dalam melakukan analisis kuantitatif adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut-atribut sensori yang diperoleh dari FGD. Atribut rasa yang diujikan dengan metode ini adalah manis, asin, dan gurih. Penilaian sampel dilakukan pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengujian diberikan 2 standar (R1 dan R2) yang nilainya telah ditentukan saat pelatihan. Adanya standar dengan berbagai intensitas pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan konsep dengan panelis lainnya. Pada saat pengukuran intensitas atribut dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100. 2.1 Atribut Rasa Manis Beras mengandung pati sebesar 78,3% (Winarno, 1992). Pati merupakan polisakarida yang terdiri dari molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis enzim-enzim yang spesifik kerjanya (Winarno, 1992). Enzim yang terdapat pada saliva adalah enzim α-amilase. Enzim ini dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6 sampai 7 unit glukosa (Winarno, 1992). Glukosa merupakan monosakarida. Gulagula sederhana inilah yang berkontribusi kuat terhadap rasa manis pada nasi pada saat pengunyahan. Pada umumnya manusia baik bayi, anak, maupun orang dewasa menyukai rasa manis sehingga dapat dikatakan bahwa rasa manis merupakan salah satu alasan sebagian besar penduduk di dunia menyukai nasi selain sebagai bahan makanan pokok. Tabel 15. menunjukkan nilai intensitas rasa manis pada nasi. Data intensitas rata-rata rasa manis kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA. Uji ini digunakan untuk melihat interaksi sampel dan panelis. Pada Lampiran 16 didapat informasi bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap rasa manis empat varietas beras yang diujikan (p-value < 0,05). Uji lanjut Tukey pada Lampiran 16 menunjukkan perbedaan rasa manis diantara keempat varietas. Kelompok sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, dan Membramo tidak saling memiliki perbedaan rasa manis yang signifikan. Nasi dari varietas Ciherang memiliki perbedaan rasa manis yang signifikan terhadap kelompok sampel nasi dari varietas Ciliwung dan Cisokan. Selain itu, Tabel 15 juga menginformasikan bahwa nasi dari varietas Ciliwung memiliki intensitas rasa manis yang paling tinggi, yaitu sebesar 12,9, sedangkan intensitas yang paling rendah dimiliki nasi dari varietas Ciherang, yaitu sebesar 8,6.
34
Tabel 15. Data intensitas atribut rasa manis nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel
Intensitas
Ciherang Membramo Cisokan Ciliwung
8,6 ± 2,4b 11,1 ± 3,5ab 12,4 ± 2,9a 12,9 ± 6,3a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (pvalue < 0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Rasa Asin Beras mengandung sodium sebanyak 2 mg/ 158 g nasi (USDA, 2001). Mineral ini berperan dalam pembentuk rasa asin. Ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pencecap melalui saluran ion pada mikrovili akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Data intensitas rasa gurih selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95%. Data intensitas rasa gurih dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil analisis untuk sampel menunjukkan bahwa rasa asin pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo tidak berbeda pada selang kepercayaan 95%. Tabel 16. Data intensitas atribut rasa asin nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel
Intensitas
Membramo Ciherang Cisokan Ciliwung
10,9 ± 5,8 a 12,1 ± 2,7 a 12,5 ± 3,4 a 14,9 ± 4,2 a
2.3 Atribut Rasa Gurih Senyawa pemberi rasa gurih yang paling dikenal dan potensial adalah asam amino L-glutamat atau garamnya, seperti Monosodium Glutamat (MSG). Menurut FAO (2004), kandungan asam amino pada beras dapat dikatakan tinggi, meliputi asam glutamat dan aspartat dimana lysin merupakan pembatas asam amino. Selain itu, rasa gurih juga dapat ditimbulkan oleh peptida seperti yang dikatakan Han & Xu (2011) bahwa peptida berkontribusi dalam pembentukan sensori suatu makanan, yaitu rasa manis, asam, pahit, dan gurih. Peptida merupakan molekul pembentuk protein. Protein dalam nasi merupakan komponen kimia terbesar kedua, sebesar 78% (Haryadi, 2008) setelah pati. Oleh karena itu, memakan nasi akan menimbulkan atribut rasa gurih. Dari hasil uji kuantitatif, diperoleh intensitas rata-rata atribut rasa gurih yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA. Uji ini menggunakan selang kepercayaan 95% yang menjaga agar alpha-risk tetap maksimum 5%. Tabel 17 menginformasikan intensitas rata-rata atribut rasa gurih. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 16, diketahui rasa gurih diantara keempat sampel yang diujikan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
35
Tabel 17. Data intensitas atribut rasa gurih nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciherang Ciliwung Cisokan Membramo
6,4 ± 2,2 a 7,7 ± 2,4 a 8,9 ± 2,1 a 8,9 ± 3,4 a
2.4 Spider web Atribut Rasa Manis, Gurih, dan Asin Data hasil analisis kuantitatif atribut rasa manis, asin, dan gurih masingmasing varietas unggul beras yang diujikan ditampilkan dalam bentuk spider web atau grafik jaring laba-laba (Gambar 4). Gambar 4 menjelaskan bahwa intensitas atribut rasa asin yang paling tinggi dimiliki oleh varietas Ciliwung, yang kemudian diikuti oleh Cisokan, Membrano, dan Ciherang. Rasa gurih dari varietas Cisokan dan Membramo memiliki intensitas yang sama, dan intensitas yang paling rendah dimiliki oleh varietas Ciherang. Intensitas rasa manis yang ditimbulkan pada keempat sampel terdapat perbedaan. Dari Gambar 4 terlihat jelas bahwa nasi dari varietas Ciherang merupakan nasi yang memiliki atribut rasa manis paling rendah dimana titiknya terletak antara garis/jaring 5 dan 10, yaitu sebesar 8,6. Namun, titik varietas Ciliwung, Cisokan, dan Membramo terletak antara garis/jaring 10-15. Dari hasil two-way ANOVA rasa manis pun menyatakan bahwa nasi dari keempat varietas ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Nasi dari varietas Ciliwung memiliki intensitas rasa manis yang paling tinggi, yaitu sebesar 12,9, sedangkan yang paling rendah adalah varietas Ciherang, yaitu 8,6.
Gambar 4. Spider Web atribut rasa nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
36
3.
Korelasi Atribut Rasa pada Nasi Suatu atribut dikatakan berkorelasi jika memiliki nilai korelasi lebih dari 0,5 (Limpawattana & Shewfelt, 2010). Analisis korelasi pada atribut rasa manis, asin, dan gurih menunjukkan bahwa tidak ada atribut yang berkorelasi tinggi, yaitu >0,80 (Limpawattana & Shewfelt, 2010) yang dapat dilihat pada Tabel 18. Angka yang bercetak tebal pada Tabel 18 berarti adanya korelasi antara atribut. Atribut rasa asin berkorelasi positif dengan rasa manis sebesar 0,512 yang menunjukkan bahwa semakin besar intensitas rasa asin yang dirasakan semakin besar pula intensitas rasa manis yang dirasakan. Serupa dengan atribut rasa gurih dan manis yang berkorelasi positif sebesar 0,698 dimana semakin besar intensitas gurih yang dirasakan maka semakin besar rasa manis yang ditimbulkan. Jadi, dapat dikatakan bahwa atribut rasa manis berkorelasi positif dengan rasa gurih dan asin. Tabel 18. Korelasi atribut Rasa (Pearson Correlation) Atribut Manis Asin Gurih Manis Asin Gurih
E.
1 0,512 0,698
1 -0,246
1
ANALISIS DESKRIPTIF AROMA NASI 1.
Analisis Kualitatif Untuk melakukan analisis ini juga digunakan Focus Group Discussion (FGD). Prosesnya pun sama dengan analisis kualitatif atribut rasa nasi dan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pelatihan. Diskusi sebelum dan sesudah pelatihan masing-masing berlangsung selama satu jam. Hasil diskusi selanjutnya digunakan untuk uji kuantitatif dan dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa terdapat lima atribut aroma yang dihasilkan dari diskusi, yaitu buttery, nutty, pandan, manis, dan vanila. Uji secara kuantitatif selanjutnya menggunakan lima atribut aroma tersebut. Pada deskripsi aroma, panelis sering kali mengalami kesulitan melakukan penilaian apabila nasi telah dingin. Oleh karena itu, pengujian segera dilakukan setelah nasi matang. Keempat varietas beras dimasak menggunakan rice cooker sesuai dengan Subarna (2005). Metode ini diterapkan juga pada pelaksanaan analisis deskriptif atribut rasa dan tekstur. Nasi yang sudah masak dibungkus dengan alumunium foil yang bertujuan untuk memerangkap dan meminimalisasi kehilangan aroma. Panelis kemudian melakukan pengujian aroma nasi untuk setiap atribut. Tabel 19. Hasil analisis kualitatif FGD atribut aroma Sampel Deskripsi Aroma Ciherang Cisokan Membramo Ciliwung
Buttery, nutty, pandan, manis Buttery, manis, vanila, nutty Buttery, manis, vanila, nutty Buttery, vanilla, manis, nutty, pandan
37
2.
Analisis Kuantitatif Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atributatribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar (R1 dan R2) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengukuran intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100. 2.1 Atribut Aroma Buttery Pengujian aroma buttery pada empat varietas beras yang diujikan menghasilkan data seperti yang terlihat pada Tabel 20. Nilai intensitas rata-rata atribut aroma buttery yang diperoleh dari hasil kuantitatif selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA (Lampiran 17). Berdasarkan uji ANOVA yang dilakukan terlihat adanya pengaruh nyata terhadap aroma buttery emapat sampel nasi yang diujikan. Untuk mengetahui perbedaan lebih lanjut diantara keempat varietas tersebut, maka dilakukan uji lanjut Tukey (p-value <0,05). Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa aroma buttery pada nasi dari varietas Ciherang tidak berbeda nyata dengan varietas Ciliwung dan Membramo (p-value >0,05). Namun, aroma buttery pada nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan Ciliwung. Hasil uji lanjut Tukey atribut aroma buttery dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nasi yang memiliki intensitas aroma buttery tertinggi terdapat pada varietas Ciherang, yaitu sebesar 23,6 dan yang terendah adalah varietas Cisokan, yaitu sebesar 19,2. Tabel 20. Data intensitas atribut aroma buttery pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Cisokan Membramo Ciliwung Ciherang
19,2 ± 10,2b 21,4 ± 11,8ab 22,3 ± 8,2a 23,6 ± 12,5a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Aroma Nutty Tabel 21 menunjukkan nilai intensitas rata-rata yang diperoleh dari hasil analisis kuantitatif atribut aroma nutty. Pengolahan data intensitas atribut nutty dengan uji two-way ANOVA didapatkan informasi bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada intensitas atribut aroma nutty diantara keempat varietas beras unggul yang diujikan (p-value<0,05). Hasil analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 17. Selanjutnya, untuk mengetahui varietas beras mana saja yang memiliki perbedaan atribut nutty dilakukan uji lanjut Tukey (Lampiran 17). Aroma nutty pada nasi dari varietas Cisokan tidak berbeda nyata dengan varietas Membramo. Begitupun pada nasi dari varietas Membramo dengan Ciherang (p-value>0,05). Perbedaan aroma nutty terlihat antara nasi dari varietas Ciliwung dengan varietas Membramo, Cisokan, dan Ciherang (p-value<0,05). Berdasarkan Tabel 21 telah diketahui bahwa varietas Ciliwung memiliki nilai intensitas atribut
38
aroma nutty tertinggi, yaitu sebesar 15,7 sedangkan intensitas aroma nutty yang terendah adalah varietas Ciherang, yaitu sebesar 8,9. Tabel 21. Data intensitas atribut aroma nutty pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciherang Membramo Cisokan Ciliwung
8,9 ± 3,7c 10,9 ± 4,2bc 12,4 ± 4,7b 15,7 ± 5,5a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.3 Atribut Aroma Pandan Nilai intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 22. Selanjutnya nilai intensitas ini dianalisis secara statistik dengan uji two-way ANOVA. Dari Lampiran 18, hasil analisis ini menunjukkan bahwa aroma pandan berpengaruh nyata pada keempat sampel yang diujikan. Untuk mengetahui keterangan lebih lanjut mengenai perbedaannya diantara keempat varietas tersebut, maka dilakukan uji lanjut Tukey (Lampiran 17). Nasi dari varietas Ciherang memiliki aroma pandan yang tidak berbeda nyata dengan varietas Cisokan dan Ciliwung. Hal serupa juga terjadi pada nasi dari varietas Membramo dengan varietas Cisokan dan Ciliwung (p-value>0,05). Perbedaan aroma pandan yang nyata terlihat antara nasi dari varietas Ciherang dan Membramo. Berdasarkan Tabel 22, intensitas aroma pandan tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciherang sebesar 14,0; sedangkan yang terendah terdapat pada nasi dari varietas Membramo sebesar 11,8. Tabel 22. Data intensitas atribut aroma pandan pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Membramo Ciliwung Cisokan Ciherang
11,8 ± 4,9b 12,9 ± 7,1ab 13,8 ± 7,8ab 14,0± 6,1a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.4 Atribut Aroma Manis Setelah didapat intensitas atribut aroma manis pada keempat varietas, maka dilakukan analisis statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan Lampiran 17, diketahui bahwa aroma manis pada keempat sampel terdapat perbedaan yang nyata (p-value<0,05). Dari uji lanjut Tukey (Lampiran 17), aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung tidak berbeda nyata dengan varietas Membramo dan Ciherang. Namun, aroma manis pada nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata dengan ketiga varietas lain (p-value<0,05). Nilai
39
aroma manis tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciliwung dan yang terendah terdapat pada nasi dari varietas Cisokan (Tabel 23). Tabel 23. Data intensitas atribut aroma manis pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Cisokan Ciherang Membramo Ciliwung
25,0 ± 11,7b 31,1 ± 11,3a 31,8 ± 12,5a 36,6 ± 11,2a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.5 Atribut Aroma Vanilla Hasil uji QDA, yaitu data intensitas rata-rata atribut aroma vanilla (Tabel 24) dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95%. Lampiran 17 menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap atribut aroma vanilla pada nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo (p-value>0,05) Kesemua sampel memiliki intensitas aroma vanilla yang sama saat panel mencium nasi dalam keadaan hangat. Tabel 24. Data intensitas atribut aroma vanilla pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciherang Cisokan Membramo Ciliwung
18,0 ± 6,4a 19,2 ± 6,6 a 21,3 ± 6,0 a 23,0 ± 5,8 a
2.6 Spider web Atribut Aroma Buttery, Nutty, Pandan, Manis, dan Vanilla Dari data intensitas atribut aroma yang diperoleh dari uji kuantitatif, dapat dibuat sebuah jaring laba-laba (spider web) untuk membandingkan intensitas atribut sensori secara visual (Gambar 5). Dari hasil kuantitatif, keempat varietas dideteksi memiliki semua atribut aroma yang diujikan. Perbedaan terletak pada intensitas. Nasi dari varietas Cisokan memiliki aroma manis dan buttery yang paling rendah diantara keempat sampel yang diujikan. Aroma pandan tertinggi terdapat pada varietas Ciherang dan Cisokan, yang kemudian diikuti oleh Ciliwung dan Membramo. Atribut aroma yang menonjol pada nasi dari varietas Ciliwung adalah aroma nutty dan manis. Selain memmiliki aroma pandan yang tertinggi, nasi dari varietas Ciherang di karakteristikkan dengan atribut aroma buttery yang paling tinggi serta aroma nutty yang paling rendah. Nasi dari varietas Membramo memiliki intensitas aroma pandan yang paling rendah. Aroma vanilla pada keempat varietas memiliki intensitas yang cenderung sama. Hal ini terlihat dari titik-titik pada varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo yang saling berhimpitan.
40
Gambar 5. Spider Web atribut aroma nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo
3.
Korelasi Atribut Aroma pada Nasi Tabel 25 menjelaskan mengenai korelasi pada atribut aroma buttery, manis, nutty, pandan, dan vanilla. Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antara atribut. Analisis tersebut menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara atribut aroma tersebut, yaitu aroma nutty dan aroma vanilla yang berkorelasi positif sebesar 0,809. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin besar intensitas aroma vanilla maka semakin besar intensitas aroma nutty dan hubungan antara kedua atribut tersebut sangat tinggi. Hal serupa juga ditunjukkan antara aroma manis dan buttery, antara vanilla dan manis yang secara berturut-turut berkorelasi positif sebesar 0,750 dan 0,644. Nilai ini dapat dikatakan memiliki korelasi yang cukup tinggi. Berbeda dengan aroma vanilla dan pandan yang memiliki korelasi negatif sebesar 0,674 yang berarti bahwa semakin besar intensitas aroma vanilla maka semakin kecil intensitas aroma pandan dan sebaliknya. Tabel 25. Korelasi Atribut Aroma (Pearson Correlation) Atribut Buttery Manis Nutty Pandan Buttery Manis Nutty Pandan Vanilla
1 0,750 -0,270 0,075 -0,019
1 0,358 -0,344 0,644
1 -0,172 0,809
1 -0,674
Vanilla
1
Menurut Champagne (2008), komponen volatil utama yang membentuk karakteristik aroma adalah 2-acetyl-1-pyrroline (2-AP; aroma popcorn). Buttery et al. (1982) menemukan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) adalah senyawa volatil organik yang terdapat pada nasi dari beras aromatik dimana senyawa ini dapat menjadi indikator yang baik untuk mengidentifikasi aroma nasi dari beras nonaromatik. Karena empat
41
varietas sampel yang digunakan bukan merupakan beras aromatik sehingga ACPY dapat digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi senyawa volatil yang berperan dalam pembentukan aroma-aroma tersebut dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry).
F.
ANALISIS DESKRIPTIF ATRIBUT TEKSTUR NASI 1.
Analisis Kualitatif Tekstur beras merupakan karakteristik fisik dari nasi seperti kelengketan dan kekerasan yang umumnya dikenal sebagai atribut yang mempengaruhi mutu makan nasi dari pada mutu penampilan, seperti warna dan atribut organoleptik yang lain (rasa dan aroma). Sebagai besar masyarakat Indonesia menyukai nasi yang bertekstur pulen/lengket, tetapi ada juga sebagian kecil masyarakat yang menyukai nasi bertekstur keras, seperti pada masyarakat Sumtera Barat. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini sama seperti analisis kualitatif sebelumnya, yaitu Focus Group Discussion (FGD) dan dilakukan sebanyak dua kali, sebelum dan sesudah pelatihan. Diskusi sebelum dilakukan untuk menentukan deskripsi tekstur yang ada pada keempat sampel. Banyak istilah dalam mendeskripsikan tekstur nasi. Pada penelitian ini, pendeskripsian nasi mengacu pada Meullenet et al. (1999) untuk menyamakan terminologi diantara panelis. Diskusi berlangsung selama dua jam, satu jam untuk sebelum dan sesudah pelatihan. Tabel 26 merupakan hasil diskusi panelis mengenai deskripsi tekstur nasi yang berasal dari empat varietas unggul beras, yaitu Varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo. Tabel 26. Hasil analisis kualitatif FGD atribut tekstur nasi Sampel Deskripsi Tekstur Ciherang Membramo Cisokan
Ciliwung
2.
Ukuran partikel/volume nasi besar, lebih padu, kepulenan agak kurang Pulen, tidak lengket di gigi (toothpull kurang), sampel nasi di mulut padu/kohesif Kelengketan/adhesive di bibir kurang, tidak pulen/keras, tidak kohesif, ukuran partikel/volume nasi dalam mulut kecil, kasar saat dikunyah, toothpull kurang Lebih adhesive, pulen, toothpull cukup besar, lebih kohesif, tidak kasar saat dikunyah
Analisis Kuantitatif Analisis ini dilakukan untuk menentukan intensitas atribut tekstur yang telah ditentukan pada analisis kualitatif. Metode yang digunakan adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Pengujian dilakukan menggunakan sakala tidak terstruktur sepanjang 15 cm dan dua standar, yaitu R1 dan R2. Definisi terminologi dan cara pengukuran atribut tekstur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada saat pengukuran intensitas atribut tekstur dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.
42
2.1 Atribut Adhesif/Kelengketan Sampel di Bibir Atribut adhesif sampel di bibir yang digunakan pada penelitian ini memiliki pengertian derajat kelengketan saat sampel menempel di bibir. Pengukuran atribut ini dilakukan dengan cara menekan sampel di antara dua bibir, dan dilepaskan. Pengujian atribut adhesif di bibir pada empat varietas beras menghasilkan data seperti yang terlihat pada Tabel 27. Nilai intensitas rata-rata atribut kelengketan sampel di bibir yang diperoleh dari hasil kuantitatif selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 18). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan atribut adhesif sampel di bibir yang nyata pada keempat sampel. Untuk mengetahui keterangan lebih lanjut mengenai perbedaannya diantara keempat varietas tersebut, maka dilakukan uji lanjut Tukey. Nasi dari varietas Ciherang memiliki atribut adhesif sampel di bibir yang tidak berbeda nyata dengan varietas Ciliwung dan Membramo, sedangkan nasi dari varietas Cisokan memiliki perbedaan yang nyata dengan tiga varietas lainnya (p-value<0,05). Intensitas adhesif sampel di bibir tertinggi terdapat pada nasi dari varietas Ciherang sebesar 51,53 dan yang terendah adalah varietas Cisokan sebesar 37,69 (Tabel 27). Atribut adhesif/kelengketan sampel di bibir berkaitan dengan kadar amilosa yang dimiliki masing-masing varietas beras. Hal ini terlihat pada varietas Cisokan yang memiliki tingkat adhesif paling rendah dimana varietas ini memiliki kadar amilosa paling tinggi, 26% (Puslitbangtan, 2007), sedangkan varietas Ciherang memiliki tingkat adhesif paling tinggi dimana menurut Puslitbangtan (2007) kadar amilosanya sebesar 23% (tergolong pulen). Kemungkinan fenomena ini adalah semakin tinggi kadar amilosa nasi, semakin rendah intensitas adhesif sampel di bibir. Tabel 27. Data intensitas atribut adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Cisokan Membramo Ciliwung Ciherang
37,7 ± 10,3b 45,5 ± 11,3a 49,2 ± 11,7a 51,5 ± 16,5a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.2 Atribut Kekerasan Atribut kekerasan pada nasi memiliki definisi kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan sampel nasi. Tabel 28 menunjukkan nilai intensitas rata-rata yang diperoleh dari hasil analisis kuantitatif atribut kekerasan. Pengolahan data intensitas atribut kekerasan secara statistik dengan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95% didapatkan informasi bahwa atribut kekerasan sampel tidak berbeda nyata pada nasi dari keempat varietas beras yang diujikan (Lampiran 18). Hal ini berarti nasi dari varietas Ciherang, Ciliwung, Cisokan, dan Membramo cenderung memiliki tingkat kekerasan yang sama.
43
Tabel 28. Data intensitas atribut kekerasan pada varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel
Intensitas
Cisokan Ciliwung Membramo Ciherang
32,4 ± 4,4a 30,7 ± 9,9 a 28,3 ± 4,2 a 27,9 ± 8,4 a
2.3 Atribut Kohesif/Kepaduan Massa Sampel Pengertian dari atribut kohesif massa sampel adalah derajat pengunyahan saat sampel dikunyah secara bersamaan. Nilai intensitas atribut kepaduan/kohesif massa sampel pada varietas Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 29. Selanjutnya nilai intensitas ini dianalisis secara statistik dengan uji two-way ANOVA. Dari Lampiran 18, hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada atribut kohesif diantara keempat varietas beras tersebut. Perbedaan tersebut terlihat jelas antara varietas Membramo dengan Ciherang (pvalue<0,05), sedangkan atribut kohesif pada nasi dari varietas Ciliwung tidak berbeda nyata dengan varietas Cisokan. Berdasarkan Tabel 29, nilai kohesif massa sampel yang tertinggi terdapat pada varietas Membramo sebesar 53,71, sedangkan nilai terendah terdapat pada varietas Ciherang sebesar 47,80. Semakin tinggi nilai intensitas pada atribut ini, maka semakin sampel mudah dikunyah karena sampel cepat menyatu saat pengunyahan. Semakin rendah nilai intensitas, semakin sampel sulit dikunyah karena sampel mudah berbaur saat pengunyahan. Atribut ini diduga terkait dengan kelengketan dimana kelengketan nasi tergantung pada kadar amilosa nasi tersebut. Varietas Membramo memiliki kadar amilosa sebesar 19% yang tingkat kohesifnya paling tinggi, sedangkan varietas Ciherang memiliki kadar amilosa sebesar 23% yang tingkat kohesifnya paling rendah. Tabel 29. Data intensitas atribut kohesif/kepaduan massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciherang Cisokan Ciliwung Membramo
47,8± 15,9b 49,8 ± 6,5ab 52,5 ± 5,4ab 53,7 ± 5,3a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.4 Atribut Kekasaran Massa Sampel Atribut ini dianalisis dengan cara mengunyah sampel dengan gigi geraham sebanyak 8 kali. Nilai intensitas yang diukur adalah sejumlah kekasaran yang dirasakan saat mengunyah sampel. Setelah didapat intensitas atribut kekasaran massa sampel pada keempat varietas, maka dilakukan analisis statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan lampiran 18, terdapat perbedaan yang nyata pada atribut kekasaran massa sampel nasi diantara keempat varietas beras yang diujikan. Perbedaan tersebut terdapat pada varietas
44
Ciliwung (p-value<0,05) dimana tingkat kekasarannya paling rendah, yaitu sebesar 32,2 (Tabel 30). Atribut kekasaran sampel nasi varietas Ciherang tidak berbeda nyata dengan varietas Cisokan dan Membramo. Tabel 30. Data intensitas atribut kekasaran massa sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciliwung Membramo Cisokan Ciherang
32,2 ± 12,4b 38,8 ± 15,9a 40,2 ± 15,5a 40,5± 16,3a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.5 Atribut Toothpull Pengerian toothpull yang digunakan pada penelitian ini adalah kekuatan yang dibutuhkan agar rahang terpisah pada saat mengunyah. Cara pengukurannya dilakukan dengan cara mengunyah sampel sebanyak tiga kali. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif dan memperoleh data intensitas rata-rata atribut toothpull pada empat varietas yang diujikan (Tabel 31). Data-data ini dianalisis secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA pada selang kepercayaan 95%. Lampiran 18 menginformasikan bahwa intensitas atribut toothpull pada keempat varietas beras yang diujikan berbeda nyata. Nasi dari varietas Membramo memiliki toothpull yang berbeda nyata (p-value<0,05) dengan varietas Ciherang, Cisokan, dan Ciliwung, sedangkan ketiga varietas tersebut tidak saling berbeda nyata (p-value>0,05). Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa varietas beras yang memiliki intensitas atribut toothpull paling tinggi adalah nasi dari varietas Membramo sebesar 40,7. Jadi, nasi yang dimasak dari varietas membramo adalah nasi yang paling lengket di gigi di antara keempat varietas. Hal ini kemungkinan karena kadar amilosa dimana kadar amilosa varietas Membramo paling rendah, yaitu 19% (Puslitbangtan, 2007). Tabel 31. Data intensitas atribut Toothpull sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciliwung Cisokan Ciherang Membramo
31,3± 12,9b 33,2 ± 15,6b 33,4 ± 11,9b 40,7 ± 16,4a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Tukey
2.6 Atribut Ukuran Partikel Yang dimaksud dengan atribut ukuran partikel nasi yang digunakan pada penelitian ini adalah besarnya ruang yang dipenuhi partikel sampel di dalam mulut. Kemudian dilakukan analisis kuantitatif yang memperoleh data pada Tabel 32 dan selanjutnya dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji two-way ANOVA
45
dengan selang kepercayaan 95%. Berdasarkan Lampiran 18, diketahui tidak ada perbedaan atribut ukuran partikel nasi yang nyata pada sampel nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo. Hal ini berarti besar ruangan yang dibutuhkan nasi dari keempat varietas tersebut pada saat pengunyahan cenderung membutuhkan intensitas ukuran/volume yang sama. Menurut Haryadi (2008), amilosa memiliki kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar sehingga volume pengembangan nasi turut meningkat. Pada penelitian kali ini, varietas Cisokan tergolong beras dengan kadar amilosa yang tinggi, yaitu 26% (Puslitbang Pangan, 2010). Oleh karena itu, seharusnya volume nasi yang mengisi ruangan pada mulut saat pengunyahan dari varietas Cisokan lebih besar. Tabel 32. Data intensitas atribut ukuran partikel sampel nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang Sampel Intensitas Ciherang Membramo Ciliwung Cisokan
52,6 ± 9,1a 52,7 ± 8,2a 52,7 ± 11,1a 55,8 ± 8,8a
2.7 Spider web Atribut Kekasaran, Adhesif Sampel di Bibir, Kohesif Massa Sampel, Kekasaran Massa Sampel, Toothpull, dan Ukuran Partikel Hasil uji kuantitatif intensitas rata-rata enam atribut tekstur nasi pada varietas Ciherang, Cisokan, Ciliwung, dan Membramo ditampilkan dalam bentuk spider web, seperti pada Gambar 6. Masing-masing varietas beras dideskripsikan dengan enam atribut. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nasi dari varietas Cisokan dideskripsikan memiliki intensitas adhesif sampel di bibir paling rendah. Nasi dari varietas Ciherang memiliki ciri khusus, yaitu tingkat kohesif dan kekasaran paling tinggi, serta tingkat adhesif sampel di bibir paling rendah. Atribut kohesif yang tertinggi dimiliki oleh varietas Ciliwung dan Membramo. Selain itu, varietas Ciliwung juga dikarakteristikkan dengan atribut kekasaran dan toothpull dengan intensitas paling rendah. Nasi dari varietas Membramo memiliki intensitas toothpull tertinggi. Intensitas atribut kekerasan dan ukuran partikel pada keempat varietas yang diujikan cenderung memiliki karakteristik yang sama. Hal ini dapat dilihat dari letak titik-titik pada keempat varietas yang saling berhimpitan satu sama lain.
46
Gambar 6. Spider Web atribut tekstur nasi dari varietas beras Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo
3.
Korelasi Atribut Tekstur pada Nasi Tabel 33 menjelaskan mengenai korelasi atribut tekstur dengan melihat koefisien korelasi masing-masing atribut tekstur dengan atribut tekstur yang lain (pearson correlation). Angka yang bercetak tebal menunjukkan korelasi antara atribut. Suatu atribut dikatakan berkorelasi dengan atribut lain jika nilai korelasinya lebih dari 0,5 (Limpawattana & Shewfelt, 2010). Menurut Limpawattana & Shewfelt (2010), hubungan antara atribut satu dengan atribut lain dikatakan tinggi jika memiliki korelasi >0,8. Nilai ini ditunjukkan oleh hubungan antara atribut ukuran partikel dan atribut adhesif sampel di bibir yang berkorelasi negatif sebesar 0,918 yang berarti semakin besar ukuran partikel/volume nasi maka nasi semakin sampel tidak adhesif/ lengket dibibir. Hal ini berbeda dengan hubungan antara ukuran partikel dan kekerasan dimana semakin besar ukuran partikel nasi, maka nasi semakin keras yang berkorelasi sebesar 0,819. Atribut yang memiliki korelasi negatif diantaranya adalah hubungan antara kekerasan dan adhesif sampel di bibir; toothpull dan kekerasan; kekasaran massa sampel dan kohesif massa sampel yang berturut-turut berkorelasi sebesar 0,734; 0,527; 0,552. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin keras/pera nasi, semakin nasi tidak lengket di bibir; semakin nasi pera maka semakin banyak kekuatan yang dibutuhkan dalam memisahkan rahang pada saat pengunyahan; semakin lembut sampel nasi, semakin besar derajat pengunyahan untuk mengunyah sampel nasi. Selain itu, terdapat juga hubungan antara toothpull dan kohesif massa sampel yang berkorelasi positif sebesar 0,513 dimana semakin besar kekuatan yang dibutuhkan untuk memisahkan rahang saat pengunyahan maka semakin besar pula derajat pengunyahan sampel nasi.
47
Tabel 33. Korelasi Atribut Tekstur (Pearson Correlation) Atribut Adhesif Kekeras- Kohesif / Kekasardi bibir an kepaduan an massa sampel sampel Adhesif di bibir Kekerasan Kohesif / kepaduan sampel Kekasaran massa sampel Toothpull Ukuran Partikel
G.
Toothpull
Ukuran Partikel
1 -0,235
1
1 -0,734 -0,081
1 0,003
1
-0,336
-0,223
-0,552
1
-0,109 -0,918
-0,527 0,819
0,513 -0,276
0,377 0,375
PENGELOMPOKKAN VARIETAS BERAS PADA ATRIBUT RASA, AROMA, DAN TEKSTUR Untuk mengetahui atribut rasa, aroma, dan tekstur yang berhubungan erat dengan varietas beras, digunakan PCA (Principal Component Analysis) dan dilanjutkan dengan biplot menggunakan software MINITAB 16. Analisis menggunakan PCA menghasilkan empat buah grafik, yaitu scree plot (Lampiran 23), score plot (Lampiran 24), loading plot (Lampiran 25), dan scatter plot (biplot). Loading plot merupakan bobot kriteria penyusun komponen utama yang kemudian dirotasi menjadi solusi akhir. Terdapat dua cara yang dipakai dalam menentukan jumlah komponen utama yang akan diambil (Setyaningsih dkk, 2010), yaitu mengambil komponen utama yang memiliki nilai eigen lebih dari satu dan dengan uji gambar yang memetakan nilai-nilai eigen. Nilai eigen merupakan hasil reduksi dari seluruh matriks data pada tiap variabel (Meilgaard et al. 1999). Gambar scree plot pada Lampiran 23 menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Dari gambar dapat dilihat terdapat tiga komponen utama yang bernilai eigen lebih dari satu dan memiliki 100% total keragaman. Komponen utama yang digunakan untuk analisis berikutnya adalah yang mampu memberikan informasi sebanyak 75-90% dari total keragaman sehingga komponen utama yang diambil adalah komponen utama satu dan dua. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 45,7 % dan komponen dua menjelaskan sebesar 31,6% keragaman data. Gambar score plot menggambarkan grafik antara komponen utama satu dan komonen utama dua yang menerangkan hubungan antar sampel, dimana sampel yang berdekatan mempunyai deskripsi yang sama, sedangkan sampel yang berada pada lokasi yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Pada Lampiran 23 dapat dilihat bahwa Varietas Membramo dan Cisokan berada di kelompok yang sama sehingga memiliki deskripsi yang cenderung sama, sedangkan Varietas Ciliwung dan Ciherang berada di kelompok yang berlawanan. Loading plot (Lampiran 25) menjelaskan hubungan antara variabel atribut aroma, rasa, dan tekstur. Atribut dengan keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek, sedangkan atribut yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Pada
48
Lampiran 25 dapat dilihat bahwa atribut kepaduan massa sampel dan aroma pandan digambarkan sebagai garis yang pendek, yang artinya persentase intensitas kedua atribut pada keempat varietas hampir sama besar. Selain itu, di dalam loading plot juga diperoleh informasi mengenai hubungan/korelasi antar atribut. Atribut yang memiliki korelasi positif tinggi digambarkan sebagai garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit, diantaranya : atribut rasa manis dengan gurih, aroma vanila dengan nutty, atribut kepaduan/kohesif massa sampel dengan toothpull, ukuran partikel dengan kekasaran, aroma manis dengan buttery. Sementara itu, atribut yang memiliki korelasi negatif tinggi digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul), diantaranya : kekasaran dengan adhesif sampel di bibir dan ukuran partikel dan adhesif sampel di bibir. Sedangkan atribut yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut mendekati 90˚C (siku-siku), seperti aroma manis dan pandan yang tidak berkorelasi satu sama lain. Kesemua hubungan/korelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan pearson correlation. Selanjutnya grafik score plot digabungkan dengan loading plot yang menghasilkan grafik scatter plot atau disebut dengan biplot (Gambar 7). Grafik ini untuk mengetahui hubungan antara sampel varietas beras dan atribut sensori. Biplot adalah upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang dimensi dua. Pereduksian dimensi ini harus dibayar dengan menurunnya besar informasi yang terkandung dalam PCA. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup dimana dalam penelitian ini biplot memberikan 77,3%, dimensi satu sebesar 45,7% dan dimensi dua sebesar 31,6%. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nasi dari varietas Membramo dan Cisokan berada pada posisi yang berdekatan yang cenderung memiliki kesamaan (ditinjau dari dimensi 1). Varietas Membramo dan Cisokan berbeda dengan varietas Ciliwung dan Ciherang dari segi atribut rasa manis dan gurih, serta atribut adhesif sampel di bibir. Perbedaan antara varietas Membramo dan Cisokan terletak pada intensitas. Intensitas rasa manis dan gurih serta atribut adhesif sampel di bibir pada nasi dari varietas Membramo, yaitu sebesar 11,1±3,5; 8,9±3,4; 45,5±11,3. Nasi dari varietas Cisokan memiliki intensitas sebesar 12,4±2,9; 8,9±2,1; 37,7±10,3 yang secara berturut-turut menunjukkan intensitas atribut rasa manis dan gurih serta adhesif sampel di bibir. Rasa manis yang dimiliki varietas Cisokan lebih tinggi dari pada Membramo. Jika ditinjau dari dimensi 2, varietas Membramo memiliki karakteristik adhesif yang lebih kuat, sedangkan varietas Cisokan memiliki karakteristik adhesif yang sangat lemah. Kedua varietas tersebut dideskripsikan dengan atribut yang sama, kemungkinan ditafsirakan sebagai varietas dengan pola genetik yang sama. Ditinjau dari dimensi 1, nasi dari varietas Ciherang dan Ciliwung memilki kesamaan pada atribut ukuran partikel, toothpull, kekasaran sampel, aroma manis, buttery, vanilla, nutty, dan rasa asin. Namun jika ditinjau lebih lanjut, arah vektor dari variabel atribut-atribut tersebut berbeda. Nasi dari varietas Ciliwung berbeda dengan varietas Ciherang, Membramo, dan Cisokan dari segi atribut aroma manis, vanilla, dan nutty; rasa manis; atribut kepaduan massa sampel dan toothpull. Walaupun atribut kepaduan massa sampel terdapat pada kuadran dimana varietas Ciliwung berada, tetapi keberadaan atribut ini tidak dapat dikatakan sebagai atribut yang mendeskripsikan varietas Ciliwung. Hal ini karena vektor yang dimiliki atribut kepaduan massa sampel pendek, yang berarti persentasi keragaman varietas ini kecil dimana intensitas atribut ini pada keempat sampel hampir sama.
49
Nasi dari varietas Ciherang berbeda dengan tiga varietas lainnya dilihat dari segi atribut aroma buttery; ukuran partikel, kekerasan dan kekasaran massa sampel. Pada Gambar 7 terlihat bahwa vektor atribut aroma pandan menuju sampel Ciherang, tetapi atribut ini memiliki vektor yang pendek. Hal ini berarti persentasi keragaman varietas ini kecil dimana intensitas atribut ini pada keempat sampel hampir sama.
3 A ro ma man is
Dimensi 2 (31,6%)
2
B u ttery K ek asaran sam p el
1
Ciliw ung T o o th p u ll asin Van illa N u tty
C ihe rang K o h esif samp el
U k u ran p ar tik el P an d an
0
man is
K ek erasan
M em bram o
-1
-2
A d h esif samp el d i b ib ir g u rih
C isokan
-3 -4
-3
-2
-1 0 Dime nsi 1 (45,7%)
1
2
3
Gambar 7. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 atribut rasa, aroma, dan tekstur dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
H.
UJI PREFERENSI Penanakan nasi tidak menggunakan penambahan bumbu apapun sehingga karakteristik sensori dari nasi sendiri merupakan kunci dalam penerimaan konsumen. Flavor volatil dan tekstur adalah sensori utama dalam mengevaluasi mutu makan nasi (Zeng et al. 2008). Flavor adalah gabungan antara rasa dan aroma (Adawiyah & Waysima, 2009). Oleh karena itu, dalam penelitian ini tingkat penerimaan nasi ditentukan oleh penilaian panelis terhadap aroma, rasa, dan tekstur. Uji afeksi yang digunakan untuk melakukan studi preferensi pada penelitian ini adalah uji afektif kuantitatif dengan menggunakan uji rating hedonik. Skala yang digunakan adalah skala kategori, yaitu skala 1 menyatakan sangat suka sekali, skala 2 menyatakan sangat suka, skala 3 menyatakan suka, skala 4 menyatakan agak suka, skala 5 menyatakan netral, skala 6 menyatakan agak tidak suka, skala 7 menyatakan tidak suka, skala 8 menyatakan sangat tidak suka, dan skala 9 menyatakan sangat tidak suka sekali.
1.
Panelis Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih (untrained panelist). Sebanyak 152 panelis tidak terlatih yang ikut serta dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan faktor yang diperkirakan berpengaruh pada tingkat kesukaan terhadap nasi, yaitu kultur/etnis. Pengelompokkan panelis untuk faktor kultur/etnis didasarkan pada kelompok panelis yang berasal dari daerah/wilayah yang
50
sama dan mempunyai budaya yang hampir sama (Nurkhomisah, 2003). Panelis yang diambil untuk satu kelompok etnis adalah panelis yang memang berasal dari etnis yang dimaksud, tinggal di daerah/wilayah etnis tersebut berasal dan pola makan di dalam keluarganya dipengaruhi oleh pola konsumsi dan kebiasaan makan budaya tersebut (Nurkhomisah, 2003). Misalnya panelis untuk etnis Minang dipilih panelis yang kedua orang tuanya beretnis Minang, tinggal di daerah/wilayah etnis Minang berada dan pola makan di dalam keluarganya dipengaruhi oleh pola konsumsi dan kebiasaan makan budaya etnis Minang. Pada penelitian ini sampel diujikan pada mashasiswa IPB yang berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Diusahakan panelis yang berpartisipasi adalah yang memiliki lama waktu paling sedikit berdomisili di Bogor. Hal ini untuk menghindari adanya pengaruh preferensi makanan di daerah Bogor. Jumlah panelis tidak terlatih yang diperlukan untuk uji preferensi adalah 30-50 orang panelis (Watts et al. 1989). Karena jumlah panelis yang dibutuhkan untuk masing-masing kultur/etnis sudah mencukupi, maka data tersebut sudah cukup untuk memperoleh informasi yang digunakan.
2.
Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sumatra Barat Penilaian tingkat kesukaan panelis yang berasal dari Sumatra Barat terhadap keempat varietas beras diharapkan dapat mewakili penerimaan konsumen secara umum. Pengujian dilakukan terhadap terhadap 35 panelis tidak terlatih yang merupakan masyarakat asli daerah-daerah yang ada di Sumatra Barat. Panelis-panelis tersebut sebagian besar merupakan Suku Minang (71%). 2.1
Hedonik Atribut Aroma Nasi Hasil analisis sidik ragam uji hedonik atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 12 yang menunjukkan bahwa kesukaan panelis Sumatra Barat terhadap aroma nasi tidak berpengaruh nyata untuk keempat varietas beras (pvalue>0,05). Gambar 8 menginformasikan bahwa nilai kesukaan panelis Sumatra Barat terhadap aroma nasi pada keempat varietas beras tersebut berkisar antara 3,26 - 4,00, yaitu antara suka (3) dan agak suka (4).
2.2
Hedonik Atribut Rasa Nasi Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa nasi yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai kesukaan rasa nasi dari varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung berkisar pada skala 4, yaitu agak suka. Analisis sidik ragam yang diperoleh dapat dilihat bahwa kesukaan panelis Sumatra Barat terhadap rasa nasi tidak berpengaruh nyata untuk keempat sampel (p-value>0,05) (Lampiran 12).
2.3
Hedonik Atribut Kepulenan Nasi Lampiran 12 memperlihatkan bahwa kesukaan panelis Sumatra Barat terhadap atribut kepulenan nasi berpengaruh nyata untuk keempat varietas tersebut (p-value<0,05). Kesukaan tertinggi akan kepulenan nasi jatuh pada varietas Membramo dan Cisokan dengan skala suka (Gambar 8). Varietas Cisokan adalah varietas yang paling disukai oleh konsumen Sumatra Barat
51
dimana kandungan amilosanya tergolong tinggi sehingga bertekstur pera (Puslitbangtan, 2007). Uji lanjut (Duncan) pada Lampiran 12 menyimpulkan bahwa kesukaan konsumen Sumatra Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo tidak berpengaruh nyata dengan Cisokan. Begitupun juga antara varietas Cisokan dan Ciherang; Ciherang dan Ciliwung (p-value>0,05). Kesukaan kelompok konsumen ini terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo berpengaruh nyata dengan varietas Ciherang dan Ciliwung. Kelompok konsumen ini memiliki kesukaan yang lebih tinggi terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo dari pada varietas Ciherang dan Ciliwung. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa varietas Cisokan merupakan varietas padi yang penyebaran produksinya tinggi di Sumbar, tetapi dari uji hedonik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terjadinya pergeseran kesukaan konsumen terhadap varietas beras yang disukai. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 dimana varietas beras yang paling disukai dari segi atribut kepulenan oleh konsumen Sumbar adalah varietas Membramo. Kondisi ini terjadi karena panelis yang melakukan uji ini sudah cukup lama menetap di Bogor, yaitu selama 10 bulan. Adanya pengaruh dari faktor lingkungan dapat mengubah sedikit preferensi konsumen terhadap nasi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Bergier (1987) yang menyatakan bahwa latar belakang kultur/etnis dalam penerimaan makanan tidak dapat diubah walaupun telah tinggal di tempat lain.
Gambar 8. Hasil uji hedonik panelis Sumatra Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung
3.
Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Jawa Barat Pengujian ini dilakukan oleh panelis yang asli berasal dari daerah-daerah yang ada di Jawa Barat dan bersuku Sunda. Jumlah panelis yang berpartisipasi dalam uji ini sebanyak 45 panelis tidak terlatih. 3.1
Hedonik Atribut Aroma Nasi Varietas Ciherang merupakan varietas beras yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Jawa Barat (Ruskandar, 2009). Namun, dari hasil analisis sidik ragam uji hedonik (Lampiran 13) menyatakan bahwa kesukaan
52
konsumen Jawa Barat tidak berpengaruh nyata terhadap aroma nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung (p-value>0,05). Kelompok konsumen ini menilai kesukaan terhadap atribut aroma nasi pada empat varietas yang diujikan berkisar pada skala suka (3) 3.2
Hedonik Atribut Rasa Nasi Kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap rasa nasi dari varietas Ciherang tidak berpengaruh nyata (p-value>0,05) dengan varietas Membramo, Cisokan, dan Ciliwung (Lampiran 13). Penilaian kesukaan untuk keempat varietas tersebut berkisar pada skala agak suka (4).
3.3
Hedonik Atribut Kepulenan Nasi Berbeda dengan dua atribut sebelumnya, kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap atribut kepulenan nasi berpengaruh nyata pada keempat varietas tersebut (Lampiran 13). Dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 13), dapat diketahui bahwa kesukaan kelompok konsumen Jawa Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Ciliwung tidak berpengaruh nyata dengan varietas Ciherang dan Membramo. Hal serupa juga terdapat pada kesukaan kepulenan nasi dari varietas Cisokan yang tidak berpengaruh nyata dengan varietas Ciherang dan Membramo (p-value>0,05). Namun, kesukaan kelompok panelis ini terhadap kepulenan nasi dari varietas Ciliwung berpengaruh nyata dengan varietas Cisokan, dimana kesukaan terhadap varietas Ciliwung lebih tinggi dari pada Cisokan. Varietas Ciliwung merupakan varietas beras yang memiliki kandungan amilosa 22% (Puslitbangtan, 2007) dimana teksturnya tergolong pulen. Hal ini sesuai dengan kesukaan konsumen Jawa Barat yang menyukai nasi dengan tekstur pulen. Varietas ini memang tidak diproduksi dan dikonsumsi di Jawa Barat (Ruskandar, 2009), tetapi pada saat pengujian atribut kepulenan nasi, varietas tersebut disukai konsumen Jawa Barat. Varietas Ciliwung merupakan varietas baru untuk konsumen Jawa Barat dimana mereka menilai nasi dari varietas ini memiliki kepulenan yang lebih baik daripada varietas yang umumnya mereka konsumsi, yaitu varietas Ciherang. Ditinjau dari sudut pandang sensori, varietas Ciliwung dapat dipertimbangkan untuk dibudidayakan di daerah Jawa Barat.
Gambar 9. Hasil uji hedonik panelis Jawa Barat terhadap nasi dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung
53
4.
Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Sulawesi Selatan Jumlah panelis yang melakukan uji ini sebanyak 42 panelis tidak terlatih. Mereka asli berasal dari daerah-daerah yang ada di Sulawesi Selatan dimana seluruh panelis bersuku bugis. 4.1
Hedonik Atribut Aroma Nasi Kesukaan kelompok konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut aroma nasi dari varietas Ciherang tidak berpengatuh nyata dengan varietas Membramo, Cisokan, dan Ciliwung (p-value>0,05) (Lampiran 14). Pada Gambar 10 diketahui kesukaan panelis berkisar antara skala suka (3) dan agak suka (4) untuk keempat varietas tersebut.
4.2
Hedonik Atribut Rasa Nasi Varietas Ciliwung merupakan varietas beras yang paling banyak dikonsumsi di Sulawesi Selatan. Selain itu, varietas ini juga banyak dikonsumsi di provinsi lain yang berdekatan dengan Sulawesi Selatan, mengingat Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung padi nasional (Anonim, 2011) . Hal ini diperkuat oleh hasil analisis sidik ragam uji kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut rasa nasi, yaitu adanya pengaruh yang nyata terhadap kesukaan rasa nasi dari varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung (Lampiran 14). Menurut Tran et al. (2004), deskripsi rasa yang paling mempengaruhi preferensi konsumen terhadap nasi adalah rasa manis dan gurih . Hasil Uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut rasa nasi dari varietas Membramo tidak berpengaruh nyata dengan Ciherang dan juga antara varietas Ciliwung dan Membramo. Kelompok konsumen ini menilai kesukaan rasa nasi dari varietas Ciliwung berpengaruh nyata dengan Ciherang dimana kesukaan Ciliwung lebih tinggi dari pada Ciherang (Gambar 10). Hal yang sama juga terlihat antara Ciherang dan Cisokan, kesukaan terhadap rasa nasi dari varietas Ciherang lebih tinggi dari pada Cisokan. Kelompok konsumen ini juga menilai kesukaan rasa nasi dari varietas Ciliwung lebih tinggi dari pada Cisokan.
4.3
Hedonik Atribut Kepulenan Nasi Dari hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan (Lampiran 14), diketahui bahwa kesukaan kelompok konsumen ini terhadap atribut kepulenan nasi berpengaruh nyata diantara varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung (p-value<0,05). Hasil Uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut kepulenan nasi dari varietas Membramo tidak berpengaruh nyata dengan Ciherang dan juga antara varietas Ciliwung dan Membramo. Kelompok konsumen ini menilai kesukaan terhadap kepulenan nasi dari varietas Ciliwung berpengaruh nyata dengan Ciherang dimana kesukaan Ciliwung lebih tinggi dari pada Ciherang (Gambar 10). Hal yang sama juga terlihat antara Ciherang dan Cisokan, kesukaan terhadap kepulenan nasi dari varietas Ciherang lebih tinggi dari pada Cisokan. Kelompok
54
konsumen ini juga menilai kesukaan kepulenan nasi dari varietas Ciliwung lebih tinggi dari pada Cisokan.
Gambar 10. Hasil uji hedonik panelis Sulawesi Selatan dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung
5.
Penerimaan Sensori Nasi Masyarakat Papua Pengujian konsumen dilakukan oleh panelis yang asli berasal dari daerah-daerah yang ada di Papua. Jumlah panelis yang berpartisipasi dalam uji ini sebanyak 30 panelis tidak terlatih. 5.1
Hedonik Atribut Aroma Nasi Lampiran 15 menunjukkan bahwa hasil analisis sidik ragam uji kesukaan konsumen Papua terhadap atribut aroma nasi tidak berpengaruh nyata untuk varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini berarti konsumen Papua cenderung memiliki kesukaan yang sama terhadap keempat varietas tersebut. Penilaian kesukaan konsumen Papua berkisar pada skala 3 (suka) dan 4 (agak suka).
5.2
Hedonik Atribut Rasa Nasi Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 15, kesukaan konsumen Papua terhadap atribut rasa tidak berpengaruh nyata diantara varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung (p-value>0,05). Keempat varietas tersebut dinilai dengan skala suka (3) oleh panelis Papua.
5.3
Hedonik Atribut Kepulenan Nasi Masyarakat Papua tidak memiliki karakteristik khusus mengenai kesukaan nasi sebagai makanan pokok. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis sidik ragam yang menginformasikan bahwa kesukaan konsumen Papua terhadap atribut kepulenan nasi tidak berpengaruh nyata untuk varietas Ciherang, Membramo, Cisokan, dan Ciliwung pada taraf kepercayaan 95%. Umumnya masyarakat Papua menyukai nasi bertekstur pulen.
55
Gambar 11. Hasil uji hedonik panelis Papua dari keempat varietas beras Ciherang, Cisokan, Membramo, dan Ciliwung
6.
Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciherang Selain menganalisis dari segi kesukaan maing-masing kelompok panelis, dilakukan juga uji one-way ANOVA pada selang kepercayaan 95% terhadap masingmasing varietas. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 19 menjelaskan bahwa kesukaan kelompok panelis Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua tidak berpengaruh nyata terhadap nasi dari varietas Ciherang baik dari atribut aroma, rasa, maupun kepulenan (p-value>0,05). Hal ini berarti kesukaan kelompok konsumen tersebut cenderung sama terhadap nasi dari varietas Ciherang. Penilaian kesukaan oleh keempat kelompok konsumen ini berkisar pada skala suka (3) dan agak suka (4).
Gambar 12. Hasil uji hedonik varietas Ciherang yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
7.
Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Cisokan Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 21, diketahui bahwa kesukaan terhadap aroma nasi dari varietas Cisokan dinilai tidak berpengaruh nyata oleh keempat kelompok konsumen (p-value>0,05). Keempat kelompok konsumen tersebut memiliki kesukaan terhadap varietas ini pada skala 3 (suka) dan agak suka (4).
56
Jika nasi dari varietas ini ditinjau dari atribut rasa, kesukaan kelompok konsumen Jabar, Sumbar, Sulsel, dan Papua memiliki pengaruh yang nyata (pvalue<0,05). Kesukaan terhadap rasa nasi dari varietas Cisokan yang dinilai oleh konsumen Papua tidak berpengaruh nyata dengan konsumen Sumbar dan Jabar. Namun, penilaian kesukaan oleh konsumen Sulsel berpengaruh nyata dengan konsumen Papua dan Sumbar dimana kelompok konsumen Papua dan Sumbar memiliki kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen Sulsel. Sama halnya dengan atribut rasa nasi, kesukaan terhadap atribut kepulenan nasi dari varietas Cisokan berpengaruh nyata terhadap konsumen-konsumen tersebut. Pengaruh tersebut terihat pada kesukaan konsumen Sumbar dan Papua yang berbeda dengan kelompok konsumen Sulsel dan Jabar. Kelompok konsumen Sumbar dan Papua memiliki kesukaan yang lebih tinggi terhadap atribut kepulenan nasi dari varietas ini dari pada konsumen Sulsel dan Jabar. Hasil uji hedonik sampel nasi dari varietas Cisokan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 13. Hasil uji hedonik varietas Cisokan yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
8.
Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Membramo Lampiran 20 menunjukkan bahwa hasil analisis sidik ragam uji kesukaan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Membramo tidak berpengaruh nyata untuk kelompok konsumen Jabar, Sumbar, Sulsel, dan Papua (p-value>0,05). Keempat konsumen tersebut menilai kesukaan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas ini berkisar pada skala suka (3) dan agak suka (4). Namun, terdapat perbedaan pada penilaian kesukaan terhadap atribut aroma nasi. Kesukaan keempat kelompok konsumen berpengaruh nyata terhadap aroma nasi dari varietas Membramo (p-value<0,05). Kesukaan konsumen Sumbar terhadap aroma nasi dari varietas ini tidak berpengaruh nyata dengan konsumen Jabar. Hal serupa juga terjadi pada konsumen Jabar dengan Sulsel dan Papua. Penilaian kesukaan terhadap aroma nasi dari varietas Membramo oleh konsumen Sumbar berpengaruh nyata dengan kelompok konsumen Sulsel dan Papua dimana konsumen Sumbar memilki kesukaan lebih tinggi dari pada kelompok konsumen Sulsel dan Papua (Gambar 14).
57
Gambar 14. Hasil uji hedonik varietas Membramo yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
9.
Penerimaan Sensori Nasi dari Varietas Ciliwung Dari hasil analisis sidik ragam yang dilakukan (Lampiran 22), diketahui bahwa kesukaan terhadap aroma dan rasa nasi dari varietas Ciliwung tidak berpengaruh nyata untuk kelompok konsumen Jabar, Sumbar, Sulsel, dan Papua (p-value>0,05). Keempat konsumen tersebut menilai kesukaan terhadap kedua atribut ini pada skala suka dan agak suka (Gambar 15). Perbedaan terlihat pada kesukaan terhadap kepulenan nasi dari varietas ini. Kesukaan keempat kelompok panelis terhadap atribut tersebut berpengaruh nyata (pvalue<0,05). Kesukaan kelompok konsumen Sumbar terhadap kepulenan nasi dari varietas Ciliwung berpengaruh nyata dengan kelompok konsumen Jabar, Sulsel, dan Papua dimana konsumen Sumbar memiliki kesukaan yang lebih rendah dari pada ketiga kelompok konsumen lainnya. Kesukaan terhadap atribut ini yang dinilai oleh konsumen Jabar tidak berpengaruh nyata dengan konsumen Sulsel dan Papua.
Gambar 15. Hasil uji hedonik varietas Ciliwung yang dinilai oleh panelis dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua
58
I.
PENGELOMPOKKAN PREFERENSI KONSUMEN SUMATRA BARAT, JAWA BARAT, SULAWESI SELATAN, DAN PAPUA TERHADAP ATRIBUT AROMA, RASA, DAN KEPULENAN / TEKSTUR Untuk mengetahui bagaimana pengelompokkan kesukaan konsumen masing-masing daerah terhadap nasi dari varietas unggul beras yang diujikan dilakukan analisis multivariat Principal Component Analysis (PCA). Nilai eigen yang diperoleh untuk komponen utama satu dan dua masing-masing adalah 5,5347 dan 5,1383 yang dapat dilihat pada grafik scree plot (Lampiran 26). Nilai eigen komponen utama yang diperoleh pada analisis PCA semakin menurun dan merupakan nilai eigen yang baik. Hal ini berarti keragaman data yang dijelaskan akan semakin kecil pada komponen utama yang terakhir. Selain itu, nilai eigen yang akan digunakan sebagai komponen utama harus lebih dari satu (Setyaningsih dkk, 2010). Persentase keragaman komponen utama satu sebesar 46,1% dan komponen utama dua sebesar 42,8% sehingga total keragaman yang didapat sebesar 88,9%. Hal ini berarti grafik yang diperoleh mampu memberikan informasi sebanyak 88,9% dari keseluruhan informasi. Selain mendapatkan grafik scree plot (Lampiran 26), analisis ini juga menghasilkan score plot (Lampiran 27) dan loading plot (Lampiran 28). Gambar score plot menggambarkan grafik antara komponen utama satu dan komonen utama dua yang menerangkan hubungan antar sampel, sedangkan loading plot menjelaskan hubungan antar variabel atribut sensori. Plot gabungan antara grafik score plot dan loading plot akan menghasilkan grafik biplot seperti pada Gambar 16. Ditinjau dari dimensi 1, konsumen Sumbar, Jabar, dan Sulsel memiliki kesamaan kesukaan dalam menkonsumsi nasi, yaitu dideskripsikan dengan atribut rasa, aroma, dan kepulenan nasi dari varietas Ciliwung; rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang, Cisokan, dan Membramo. Namun jika ditinjau lebih lanjut, arah vektor dari variabel atribut-atribut tersebut berbeda. Konsumen dari Jabar dan Sulsel terletak berdekatan satu sama lain (ditinjau dari dimensi 2) dan berada pada daerah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok panelis tersebut mempunyai kesamaan dalam hal penilaian kesukaan terhadap nasi pada varietas beras yang diujikan. Jika Gambar 16 diperhatikan, maka kesamaan tersebut berkaitan dengan penilaian terhadap tekstur dan rasa nasi, baik dari Varietas Ciherang, Membramo, maupun Cisokan. Berdasarkan hasil analisis dengan one-way ANOVA, kesukaan konsumen Jabar dan Sulsel terhadap atribut rasa dan kepulenan nasi dari varietas Cisokan adalah kesukaan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompok konsumen lain. Kedua kelompok konsumen ini tidak menyukai nasi bertekstur pera seperti pada nasi dari varietas Cisokan (Puslitbangtan, 2007). Atribut tekstur mempengaruhi sensasi rasa yang timbul pada suatu produk pangan (Winarno, 1992). Preferensi konsumen Sulsel paling digambarkan oleh varietas Membramo dari dari sisi atribut kepulenan dan aroma serta varietas Cisokan dari sisi atribut aroma. Kesukaan konsumen Sulsel terhadap aroma dari varietas Cisokan merupakan kesukaan yang relatif lebih rendah dibandingkan konsumen lainnya. Kesukaan kelompok konsumen Papua dicirikan dengan varietas Ciherang dari sisi atribut aroma. Preferensi kelompok konsumen Sumbar dicirikan dengan varietas Ciliwung dari sisi atribut rasa, aroma, dan kepulenan nasi. Kesukaan kelompok ini terhadap kepulenan nasi dari Ciliwung merupakan kesukaan terendah.
59
3 A ro ma C iliw ung
Sumbar
2
k epulen an C iherang Rasa Membramo
Dimensi 2 (42,8%)
Kep ulenan C iliw ung
Rasa C iherang
Rasa C iliw ung
1
Jabar Kepulen an Memb ramo
0
Rasa C isok an
S ulsel
Kepulen an C isok an A roma C isok an
-1 A roma C iherang
A roma Memb ramo
-2 Papua
-3 -3
-2
-1
0 Dimensi 1 (46,1%)
1
2
3
Gambar 16. Biplot Dimensi 1 vs Dimensi 2 uji hedonik atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari varietas Cisokan, Ciherang, Ciliwung, dan Membramo yang masing-masing berasal dari Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
J.
HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI 1.
ANALISIS
DESKRIPTIF
DAN
UJI
Preferensi Kelompok Konsumen Jawa Barat Untuk semakin memperjelas hubungan antara preferensi konsumen dengan deskripsi rasa, aroma, dan tekstur nasi dari masing-masing varietas, maka dilakukan analisis statistik menggunakan PLS (Partial Least Square Regression). Variabel X digunakan sebagai atribut deskripsi, sedangkan variabel preferensi konsumen sebagai matriks Y. Hasil analisis PLS untuk konsumen Jawa Barat membuktikan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat dipengaruhi oleh rasa, aroma, dan tekstur nasi itu sendiri. Gambar score plot pada lampiran 29 menunjukkan mengenai kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap keempat varietas yang diujikan. Ditinjau dari component 1, preferensi konsumen Jawa Barat terhadap aroma nasi cenderung menyukai varietas Cisokan, Ciliwung, dan Membramo. Koefisien regresi preferensi konsumen Jawa Barat terhadap atribut aroma nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 4,85952-0,0024 Manis + 0,03139 Nutty + 0,04445 Vanilla - 0,09376 Pandan 0,0534 Buttery R2 = 0,997675 Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 29) terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Jawa Barat adalah aroma vanilla (+) dan pandan (-). Korelasi positif menunjukkan semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin tinggi preferensi konsumen dan sebaliknya dengan korelasi negatif, semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin rendah preferensi konsumen. Aroma lain yang berkorelasi positif dan negatif adalah nutty dan buttery, sementara aroma manis bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi
60
yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat yang dapat ditunjukkan oleh aroma nasi adalah sebesar 99,7675%. Koefisien regresi preferensi konsumen Jawa Barat terhadap atribut rasa nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y= 3,72343 + 0,03651 Manis - 0,08397 Asin + 0,1459 Gurih R2 = 0,823667 Gambar score plot pada lampiran 29 menginformasikan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat terhadap rasa nasi yang ditinjau dari component 1 antara varietas Ciliwung dan Cisokan cenderung memiliki kesukaan yang sama, sedangkan antara varietas Ciherang dan Membramo membentuk preferensi tersendiri. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 29) terlihat bahwa rasa nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Jawa Barat adalah rasa gurih (+) dan asin (-), sementara rasa manis bersifat netral (mendekati nol). Nilai regresi kuadrat yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat yang dapat ditunjukkan oleh rasa nasi adalah sebesar 82,3667%. Koefisien regresi preferensi konsumen Jawa Barat terhadap atribut tekstur nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = -1,08993 - 0,02675 Adhesif + 0,02491 Kekerasan - 0,04067 Kohesif + 0,05317 Kekasaran + 0,0117 Toothpull + 0,10851 Ukuran Partikel R2 = 0,999999 Gambar score plot pada lampiran 29 menginformasikan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat terhadap tekstur nasi yang ditinjau dari component 2, varietas Ciliwung dan Membramo memiliki tingkat kesukaan yang relatif sama. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 29) terlihat bahwa tekstur nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Jawa Barat adalah kekasaran dan ukuran partikel (+), kohesif (-). Sementara itu, atribut adhesif, kekerasan, dan toothpull bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat yang dapat ditunjukkan oleh tekstur nasi adalah sebesar 99,999%.
2.
Preferensi Konsumen Sumatra Barat Hasil analisis PLS untuk konsumen Sumatra Barat membuktikan bahwa preferensi konsumen Sumatra Barat dipengaruhi oleh rasa, aroma, dan tekstur nasi itu sendiri. Gambar score plot pada lampiran 30 jika ditinjau dari component 2, aroma nasi dari varietas Ciherang, Ciliwung dan Membramo memiliki sifat kesukaan yang mirip. Varietas Cisokan ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Koefisien regresi preferensi konsumen Sumara Barat terhadap atribut aroma nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = -2,02545 + 0,02959 Manis + 0,06018 Nutty + 0,03096 Vanilla + 0,15595 Pandan + 0,05602 Buttery R2 = 0,992553 Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Jawa Barat adalah aroma pandan (+). Korelasi positif menunjukkan semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin tinggi preferensi konsumen. Aroma manis, nutty, vanilla, dan buttery bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat yang dapat ditunjukkan oleh aroma nasi adalah sebesar 99,2553%.
61
Koefisien regresi preferensi konsumen Sumatra Barat terhadap atribut rasa nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 3,30119 + 0,01801 Manis + 0,06278 Asin - 0,01081 Gurih R2 = 0,394069 Gambar score plot pada lampiran 30 jika ditinjau dari component 2, rasa nasi dari varietas Ciherang, Ciliwung dan Membramo memiliki sifat kesukaan yang mirip. Varietas Cisokan ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 30) terlihat bahwa rasa nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Sumatra Barat adalah rasa asin (-), sementara rasa manis dan gurih bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Sumatra Barat yang dapat ditunjukkan oleh rasa nasi adalah sebesar 39,4069%. Koefisien regresi preferensi konsumen Sumatra Barat terhadap atribut tekstur nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 13,465 + 0,0391 Adhesif + 0,0335 Kekerasan - 0,0212 Kohesif - 0,0839 Kekasaran - 0,085 Toothpull - 0,0871 Ukuran Partikel R2= 0,999744 Gambar score plot pada lampiran 30 yang ditinjau dari component 2 menginformasikan bahwa kesukaan konsumen Sumatra Barat terhadap tekstur nasi dari varietas Ciherang dan Cisokan memiliki preferensi yang mirip. Selain kedua varietas tersebut, tekstur nasi dari varietas Membramo dan Ciliwung juga mempunyai preferensi yang relatif sama. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 30) terlihat bahwa tekstur nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Sumatra Barat adalah kekerasan dan adhesif (+); Ukuran partikel (-). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Jawa Barat yang dapat ditunjukkan oleh tekstur nasi adalah sebesar 99,9744%.
3.
Preferensi Konsumen Sulawesi Selatan Hasil analisis PLS untuk konsumen Sulawesi Selatan membuktikan bahwa preferensi konsumen Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh rasa, aroma, dan tekstur nasi itu sendiri. Gambar score plot pada lampiran 31 yang ditinjau dari component 2 menunjukkan bahwa aroma nasi dari varietas Cisokan, Ciliwung, dan Ciherang memiliki sifat kesukaan yang mirip, sedangkan Membramo ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Koefisien regresi preferensi konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut aroma nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 6,28051 - 0,01826 Manis + 0,0348 Nutty+ 0,03264 Vanilla - 0,06495 Pandan 0,09552 Buttery R2 = 0,992553 Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 31) terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Sulawesi Selatan adalah aroma vanilla dan nutty (+); pandan dan buttery (-). Korelasi positif menunjukkan semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin tinggi preferensi konsumen dan sebaliknya dengan korelasi negatif, semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin rendah preferensi konsumen. Sementara itu, aroma manis bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Sulawesi Selatan yang dapat ditunjukkan oleh aroma nasi adalah sebesar 99,2553%. Koefisien regresi preferensi konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut rasa nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan :
62
Y = 5,24163 + 0,02047 Manis - 0,18608 Asin + 0,14613 Gurih R2 = 0,398384 Gambar score plot pada lampiran 31 yang ditinjau dari component 2 menginformasikan bahwa rasa nasi dari varietas Ciliwung, dan Ciherang memiliki sifat kesukaan yang mirip, sedangkan Membramo dan Cisokan ditempatkan pada kelompok tersendiri yang memiliki preferensi yang relatif sama. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 32) terlihat bahwa rasa nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Sulawesi Selatan adalah rasa gurih (+) dan rasa asin (-), sementara rasa manis bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Sulawesi Selatan yang dapat ditunjukkan oleh rasa nasi adalah sebesar 39,8384%. Koefisien regresi preferensi konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut tekstur nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = -1,14137 - 0,02918 Adhesif+ 0,02703 Kekerasan - 0,09234 Kohesif + 0,07943 Kekasaran - 0,00065 Toothpull + 0,14553 Ukuran Partikel R2 = 0,999911 Gambar score plot pada lampiran 31 yang ditinjau dari component 2 menunjukkan bahwa tekstur nasi dari varietas Ciliwung dan Membramo memiliki sifat kesukaan yang mirip, sedangkan Ciherang dan Cisokan ditempatkan pada kelompok tersendiri yang mempunyai preferensi yang relatif sama. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 31) terlihat bahwa tekstur nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Sulawesi Selatan adalah kekasaran dan ukuran partikel (+), kohesif (-). Sementara itu, atribut adhesif, kekerasan, dan toothpull bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Sulawesi Selatan yang dapat ditunjukkan oleh tekstur nasi adalah sebesar 99,9911%.
4.
Preferensi Konsumen Papua Hasil analisis PLS untuk konsumen Papua membuktikan bahwa preferensi konsumen Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh rasa, aroma, dan tekstur nasi itu sendiri. Gambar score plot pada lampiran 32 menunjukkan bahwa aroma nasi dari varietas Cisokan dan Ciherang memiliki kesukaan yang sama (ditinjau dari component 2). Hal serupa terjadi antara Membramo dan Ciliwung yang memiliki sifat kesukaan yang relatif mirip yang ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Koefisien regresi preferensi konsumen Papua terhadap atribut aroma nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 5,28598+ 0,00487 Manis -0,04405 Nutty -0,00848 Vanilla -0,11498 Pandan + 0,033 Buttery R2 = 0,992976 Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 32) terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Papua adalah aroma buttery (+) dan pandan (-). Korelasi positif menunjukkan semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin tinggi preferensi konsumen dan sebaliknya dengan korelasi negatif, semakin tinggi nilai koefisien regresi, maka semakin rendah preferensi konsumen. Sementara itu, aroma manis, nutty, dan vanilla bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Papua yang dapat ditunjukkan oleh aroma nasi adalah sebesar 99,2976%.
63
Koefisien regresi preferensi konsumen Papua terhadap atribut rasa nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 6,18152 + 0,19746 Manis -0,16674 Asin -0,3095 Gurih R2 = 0,92964 Gambar score plot pada lampiran 32 menunjukkan bahwa rasa nasi dari varietas Ciliwung dan Ciherang memiliki kesukaan yang sama (ditinjau dari component 2). Hal serupa terjadi antara Membramo dan Cisokan yang memiliki sifat kesukaan yang relatif mirip yang ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi terlihat bahwa rasa nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Papua adalah rasa manis (+) dan rasa gurih serta asin (-). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Papua yang dapat ditunjukkan oleh rasa nasi adalah sebesar 92,964%. Koefisien regresi preferensi konsumen Sulawesi Selatan terhadap atribut tekstur nasi yang dihasilkan dari hasil analisis PLS menghasilkan persamaan : Y = 0,159004 -0,013738 Adhesif + 0,053877 Kekerasan + 0,024992 Kohesif -0,017795 Kekasaran -0,007644 Toothpull + 0,044906 Ukuran Partikel R2 = 0,999849 Gambar score plot pada lampiran 32 menunjukkan bahwa preferensi konsumen Papua terhadap tekstur nasi yang ditinjau dari component 2 menunjukkan preferensi yang relatif mirip antara Membramo dan Ciliwung. Hal serupa terjadi antara varietas Ciherang dan Cisokan yang memiliki sifat kesukaan yang relatif sama yang ditempatkan pada kelompok tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Berdasarkan koefisien regresi yang tertinggi dan loading plot (lampiran 32) terlihat bahwa tekstur nasi yang paling mempengaruhi preferensi konsumen Papua adalah kekerasan dan ukuran partikel (+); adhesif dan kekasaran (-). Sementara itu, atribut kohesif dan toothpull bersifat netral (mendekati nol). Nilai faktor regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa preferensi konsumen Papua yang dapat ditunjukkan oleh tekstur nasi adalah sebesar 99,9849%.
64
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN Nasi dari varietas beras yang berbeda memiliki karakteristik spesifik yang berbedabeda. Hasil analisis deskriptif kualitatif pada sampel nasi menghasilkan empat belas atribut, yaitu atribut rasa manis, asin, dan gurih; aroma vanila, nutty, buttery, manis, dan pandan.; atribut kelengketan/adhesif sampel di bibir, kekerasan, kepaduan/kohesif massa sampel, kekasaran, toothpull, dan ukuran partikel nasi saat dikunyah. Hasil uji kuantitatif menggunakan analisis two-way ANOVA pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap atribut rasa manis pada empat varietas unggul beras. Varietas beras yang memiliki rasa manis paling tinggi adalah varietas Ciliwung, sedangkan yang paling rendah adalah varietas Ciherang. Pada atribut aroma dihasilkan empat atribut yang memiliki perbedaan nyata. Aroma buttery pada varietas Cisokan berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan Ciliwung dimana varietas Cisokan memiliki aroma buttery terendah. Aroma nutty pada varietas Ciliwung berbeda nyata dengan Cisokan, varietas Ciliwung berbeda nyata dengan Ciherang, dan varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciherang. Aroma pandan varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Membramo. Aroma manis varietas Ciliwung berbeda nyata dengan Cisokan. Nasi dari empat varietas unggul beras juga memiliki perbedaan yang nyata pada atribut tekstur kecuali pada atribut ukuran partikel dan kekerasan pada taraf kepercayaan 95%. Atribut-atribut yang berbeda nyata kemudian diuji lanjut secara statistik menggunakan uji Tukey. Adhesif sampel pada varietas Cisokan berbeda nyata dengan Ciherang. Kohesif nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciherang. Kekasaran massa nasi dari varietas Ciherang berbeda nyata dengan Ciliwung. Atribut toothpull pada varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung. Pengelompokkan pada atribut rasa, aroma, dan tekstur menggunakan PCA menghasilkan adanya tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama terdapat varietas Membramo dan Cisokan yang dideskripsikan dengan atribut adhesif sampel di bibir yang rendah, rasa manis dan gurih yang tinggi. Kelompok kedua terdapat varietas Ciliwung yang dikarakterisasikan dengan atribut aroma manis, vanilla, nutty, dan rasa asin dengan intensitas yang paling tinggi. Selain itu, varietas Ciliwung juga dicirikan dengan atribut toothpull dengan intensitas yang paling rendah. Kelompok ketiga terdapat varietas Ciherang yang dicirikan dengan atribut ukuran partikel dan kekerasan sampel saat dikunyah dengan intensitas yang paling rendah. Atribut lain yang menggambarkan varietas ini adalah atribut kekasaran sampel saat pengunyahan dan aroma buttery dengan intensitas yang paling tinggi. Hasil uji hedonik menggunakan analisis one-way ANOVA yang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kesukaan konsumen Sumatra Barat dan Jawa Barat pada atribut kepulenan pada taraf kepercayaan 95%. Kesukaan konsumen Sulawesi Selatan pada atribut kepulenan dan rasa nasi memiliki pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95%. Kesukaan konsumen Papua tidak memiliki pengaruh yang nyata, baik pada atribut rasa, aroma, maupun kepulenan pada taraf kepercayaan 95%. Kesukaan-kesukaan yang berpengaruh nyata kemudian diuji lanjut secara statistik menggunakan uji Duncan. Kesukaan konsumen Sumatra Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Membramo berbeda nyata dengan Ciliwung dan Ciherang serta kesukaan terhadap kepulenan dari Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Jawa Barat terhadap kepulenan nasi dari varietas Cisokan berbeda nyata
dengan Ciliwung. Kesukaan konsumen Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang dan Membramo berbeda nyata dengan Cisokan, dan Cisokan berbeda nyata dengan Ciliwung. Pengelompokkan preferensi konsumen terhadap sampel menggunakan PCA menghasilkan tiga kelompok. Kelompok pertama terdapat kesukaan konsumen Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terhadap rasa dan kepulenan nasi dari varietas Ciherang, Membramo, dan Cisokan. Berdasarkan hasil analisis dengan one-way ANOVA, kesukaan konsumen Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terhadap atribut rasa dan kepulenan nasi dari varietas Cisokan adalah kesukaan yang lebih rendah. Kesukaan kelompok konsumen Papua dicirikan dengan varietas Ciherang dari sisi atribut aroma. Kelompok terakhir terdapat kesukaan konsumen Sumatra Barat yang dicirikan dengan rasa, aroma, dan kepulenan nasi dari varietas Ciliwung. Kesukaan kelompok ini terhadap kepulenan nasi dari Ciliwung merupakan kesukaan yang lebih rendah. Atribut sensori yang mempengaruhi penerimaan kelompok konsumen Jawa Barat adalah aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran dan ukuran partikel dengan intensitas yang semakin tinggi dan aroma pandan, buttery, rasa asin, dan kohesif dengan intensitas yang semakin rendah. Penerimaan kelompok konsumen Sumatra Barat dalam mengkonsumsi nasi dipengaruhi oleh atribut sensori seperti aroma pandan, kekerasan, adhesif sampel di bibir dengan intensitas yang semakin tinggi dan rasa asin serta ukuran partikel yang semakin rendah. Kelompok konsumen Sulawesi Selatan terhadap nasi dipengaruhi oleh aroma vanilla, nutty, rasa gurih, kekasaran, ukuran partikel yang semakin tinggi dan aroma pandan, buttery, rasa asin, kohesif yang semakin rendah. Faktor sensori yang mempengaruhi penerimaan konsumen dalam mengkonsumsi nasi adalah aroma buttery, rasa manis, kekerasan, ukuran partikel yang semakin tinggi dan aroma pandan, rasa gurih, asin, adhesif sampel di bibir, kekasaran yang semakin rendah.
B. SARAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki multikultur. Penggunaan empat daerah, Sumatra Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua, sebagai sasaran penelitian tidak dapat dikatakan mewakili masyarakat Indonesia secara signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sasaran wilayah Indonesia yang lain dengan segmentasi yang lebih sempit. Untuk menghindari terjadinya kesalahan acak, maka sangat disarankan penelitian dilakukan di daerah asal yang merupakan sasaran wilayah penelitian. Dengan begitu, diharapkan upaya meningkatkan produktivitas padi dalam program ketahanan pangan Indonesia dari segi preferensi konsumen atau sensori dapat bermanfaat secara maksimal. Upaya intensifikasi dan diversifikasi merupakan usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi semakin meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia akan beras dari tahun ke tahun. Upaya intensifikasi dapat dilakukan melalui peningkatan produksi padi yang salah satu caranya adalah merakit varietas unggul padi dengan memperhatikan berbagai aspek seperti, preferensi konsumen menjadi perhatian oleh para pemulia tanaman padi dalam merakit varietas unggul. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji preferensi dan penerimaan beras di daerah lain sehingga beras yang dipasarkan sesuai dengan selera konsumen. Upaya diversifikasi dapat dilakukan dengan menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok dengan komoditaskomoditas yang kaya akan karbohidrat dan banyak tumbuh di Indonesia, seperti umbi-umbian.
66
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah Dede R, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Panduan Praktikum. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2008. Ketersediaan benih padi di Sulawesi Selatan. Kompas, 15 September 2008. Di dalam : Djamaluddin. 2009. Sulsel surplus beras 2 (dua) juta ton. Sulawesi Selatan. Anonim, 2009. Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional. http://www2.ilmci.com/?p=265. [11 Maret 2011] Anonim. 2011. NTB merupakan lumbung beras nasional. www.sumbawa baratkab.go.id [08 Mei 2011] Arkanti LW. 2007. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Sensori Beras Pandan Wangi, Mornen, dan BTN [Skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Atman. 2007. Varietas unggul baru padi sawah batang lembang : deskripsi dan teknologi budidaya. J Ilmiah Tambua 6 (2) : 153-162. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Barat. Barber S. 1978. In: Houston DF (ed) 1978. Rice: Chemistry and technology. The America Association of Cereal Chemists, Inc., USA : 215–263. Beirger JF. 1987. Food acceptance and cultural change : some historical experiences. In : Solms J, Booth DA Pangborn RM, O Raunhardt. Food Acceptance and Nutrition. San Diego : Academic Press Inc. [BBPT Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Varietas ciherang makin mendominasi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol 31 (6) : 11-13. Sutisna Entis, Rauf Abdul Wahid.2011. Inovasi padi gogo upaya pemberdayaan petani papua barat. Badan Litabang Pertanian, BPTP Papua Barat. Edisi Khusus Penas XIII, 21 Juni 2011 Buttery RG, Ling LC, Juliano BO. 1982. 2-Acetyl-1-pyrroline: an important aroma component of cooked rice. Chemical Industries 23 : 958-959. Champagne ET, Bett KL, Vinyard BT, Wedd BD, McClung AM, Barton FE, Lyon BG, Moldenhauer K, Linscombe S, Kohlwey D. 1997. Effects of drying conditions, final moisture content and degree of milling on rice flavor. Cereal Chemistry 74 : 566–570. Champagne ET, Marshall WE, Goynes WR. 1990. Effects of degree of milling and lipid removal on starch gelatinization in the brown rice kernel. Cereal Chemistry 67: 570–574. Champagne ET. 2008. Rice Aroma and Flavor : A Literature Riview. Cereal Chemistry 85(4):445454. (www.redOrbit.com) Champagne ET, Bett-Garber KL, Thomson JL, Shih FF, Lea J, and Daigle K. 2008. Impact of presoaking on the flavor of cooked rice. Cereal Chem.: in press. Darmasetiawan G. 2004. Kualitas Citarasa Beras Cepat Saji dari Beras Aromatik [skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Del Mundo AM, Juliano BO. 1981. Consumer preference and properties of raw and cooked milled rice. J. Texture Stud. 12:107-120. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2006. Prospek dan arah pengembangan agribisnis padi. http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_tanamanpangan/padi/padi-bagian-b.pdf. [12 Juli 2011] [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2003. Laporan Akhir Pemetaan Produktivitas dan Stabilitas Komoditas Pertanian Propinsi Sumatera Barat. Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jendral Departemen Pertanian Jakarta : 80.
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke. 2003. Laporan tahunan produksi tanaman pangan kabupaten Merauke. Papua Dipertahorti. 2005. Bahan diskusi Dinas pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sumatra Barat. Djamaluddin. 2009. Sulsel surplus beras 2 (dua) juta ton. http://djamaluddin17dd. Wordpress.com/2009/04/16/sulsel-surplus-beras-2-dua-juta-ton-2009/ (13 Februari 2011) Drake MA, Civille GV. 2003. Flavor Lexicons. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 2 : 33-40. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Rice and human nutrition. Rome, Italy : International Year of Rice 2004. Food and Agriculture Policy Research Center. 1997. Science of the Rice Plant Genetics (Volume Three). In : Matsuo, Takane, Futsuhara Yuzo, Kikuchi Fumio, Yamaguchi, Hikoyuki (eds). Tokyo : The Japanese Ministry of Agriculture, Foresty and Fisheries, pp 440-443. Hadi Setia, Budiarti Tati, Haryadi. 2005. Studi komersialisasi benih padi sawah varietas unggul. Bul Agron 33 (1) : 12-18. Han Liang Fu, Xu Yan. 2011. Identification of low molecular weight peptides in Chinese rice wine (huang jiu) by UPLC-ESI-MS/MS. J Inst Brew 117(2) : 238–250. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Juliano B.O. 1984. Rice starch. In : R.L.Whistler, J.N.BeMiller, and E.F.Paschall (eds). 1984. Starch: Chemistry and Technology Second Edition. Toronto : Academic, Inc. Limpawattana M, Shewfelt RL. 2010, Flavor Lexicon for Sensory Descriptive Profilling of Different Rice Types. J Food Sci 15 (4) : 199-205. Litbang Departemen Pertanian, 2007. Ketahanan Pangan Nasional dan Produksi Beras Indonesia. Jakarta. LPTP Koya Barat. 2000. Teknologi budidaya padi spesifik lokasi. Sentani, Jayapura : Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat. Lundahl David. 2007. Sensory and cognitive aspects of food preference. InfoSense Inc. Associate Professor Food Science & Technology Oregon State University. United States of America : Charlotte. Meilgaard Morten; Civille Gail Vance; Carr Thomas B. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. New York : CRC Press. 387 p. Meullenet Jean Francois C, Sitakalin C, Marks BP. 1999. Predicting of rice texture by spectral stress strain analysis : a novel technique for treating instrumental extrusion data used for predicting sensory texture profiles. Journal of Texturz Studies 30 : 435-450. Moskowitz H (ed).1988. Applied Sensory Analysis of Food vol I and II. CRC Press. Boca Raton. Munoz AM, Civille GV. 1998. Universal, product, and attribute specific scaling and the development of common lexicons in descriptive analysis. J Sens Stud 13:57-76. Nurkhomisah. 2003. Mempelajari preferensi konsumen terhadap flavor tauco [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Okabe M. 1979. Texture measurement of cooked rice and its relationship to the eating quality. J. Texture Studies 10 : 131-152. Piggott JR, Simpson SJ, Williams SAR. 1998. Sensory analysis. Int J Food Sci Technol 33:7-18. [PUSLITBANGTAN] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Deskripsi padi varietas ciherang. http://pangan.litbang.deptan.go.id. [16 Agustus 2011] . 2007. Deskripsi padi varietas ciliwung. http://pangan.litbang.deptan.go.id. [16 Agustus 2011]
68
. 2007. Deskripsi padi varietas cisokan. http://pangan.litbang.deptan.go.id. [16 Agustus 2011] . 2007. Deskripsi padi varietas membramo. http://pangan.litbang.deptan.go.id. [16 Agustus 2011] . 1993. Deskripsi varietas unggul padi. Bogor, Jawa Barat. . 2005. Padi unggul spesifik daerah. Bogor, Jawa Barat, pp 4-5. . 2010. Varietas unggul. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas. [16 Aguatus 2011] Rohman, A. M. 1997. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia Pati Beras Ketan Hitam, beras Ketan Putih, Beras Cianjur, dan Beras IR 36 [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Rouw Aser. 2008. Analisis dampak kerahaman curah hujan terhadap kinerja produksi padi sawah (studi kasus di Kabupaten Merauke, Papua. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 11 (2) : 145-154. Rozakurniati. 2010. Varietas padi tahan wereng coklat. Sinar Tani edisi 27 Oktober-2 November 2010. Balai Besar Penelitian Sukamandi. Ruskandar, Ade. 2009. Varietas ciherang makin mendominasi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31 (6) : 11-13. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Saikusa, T., Horino, T. and Mori, Y., 1994. Distribution of free amino acids in the rice kernel and kernel fractions and the effect of water soaking on the distribution. Journal of Agriculture and Food Chemistry 42:1122–1125. Sartono Bagus, Affendi Farid M, Syafitri Utami Dyah, Sumertajaya I Made, Angraeni Yenni. 2003. Modul Teori Analisis Peubah Ganda. Bogor : Departemen Ilmu Statistik, Institut Pertanian Bogor. Septiani Lia. 2011. Profil Sensori Deskriptif Kecap Manis Komersial Indonesia [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih Dwi; Apriyantono Anton; Sari Maya Puspita. 2010. Analisis Sensori untuk IndustriPangan dan Agro. Bogor : IPB Press. Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya. Sphepherd, R. Dan P.Sparks. 1994. Modelling food choice. In : MacFie, H.J.H. dan D.M.H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference. Blackie Academic and Profesional, Glasgow, pp 202223. Stone H. 1992. Quantitative descriptive analysis. In: Hootman RC, editor. ASTM Manual Series MNL 13 Manual on Descriptive Analysis Testing for Sensory Evaluation. West Conshohocken, Pa.: Am. Soc. Testing and Materials. p 15-21. Stone H, Sidel Joel L. 2004. Sensory Evaluation Practices Third Edition. Redwood City, California, USA : Elsevier Academic Press. Subarna, Suroso, S Budijanto, Sutrisno. 2005. Pengembangan Metode Menanak Optimum untuk Beras Varietas Sintanur, IR 64 dan Ciherang. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Sugiyama S. Konishi M. Terasaki D. Hatae K, Shimada A. 1995. Determination of the chemical components and distribution in the milled rice kernel. Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku Kaishi 42 (6) : 401–409 Dalam Tran Thi Uyen, Suzuki Keitaro, Okadome Hiroshi, Homma Seiichi, Ohtsubo. 2004. Analysis of the tastes of brown rice and milled rice with different milling yields using a taste sensing system. J Food Chemistry 88 (4) : 557-566. Suprihatno Bambang, Daradjat Aan A. 2009. Kemajuan dan Ketersediaan Varietas Unggul Padi. Sukamandi, Jawa Barat : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
69
Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. J Litbang Pertanian 22 (3) : 125-131. Jawa Barat : Balai Peneitian Tanaman Padi, Sukamandi. Sutisna Entis, Rauf Abdul Wahid. 2011. Inovasi padi gogo, upaya pemberdayaan petani papua barat. Edisi Khusus Penas XIII, BPTP Papua Barat. Suwansri S, Meullenet JF, Hankins JA, Griffin K. 2002. Preference mapping of domestic/imported jasmine rice for U.S.-Asian consumers. J of Food Science 67 (6) : 2420-2431. Tajima M. Horino T. Maeda M. and Rok Son J. 1992. Maltooligosaccharides extracted from outerlayer of rice grain. Nippon Shokuhin Kogyo Gakkaishi 39 (10) : 857–861. Tran Thi Uyen, Suzuki Keitaro, Okadome Hiroshi, Homma Seiichi, Ohtsubo. 2004. Analysis of the tastes of brown rice and milled rice with different milling yields using a taste sensing system. J Food Chemistry 88 (4) : 557-566. USDA. 2001. USDA national nutrient database for standard reference, release 17. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/Data/SR17/wtrank/sr17a307.pdf [14 September 2011] Watts BM. GL Ylimaki, LE Jeffrey, LG Elias. 1989. Basic Sensory Methods for Food Evaluation. Ottawa : Internal Research Centre. Weaver Michelle, Brittin Helen C. 2001. Food preference of men and women by sensory evaluation versus questionaaire. Family and Consumer Research Journal 29 (3) : 288-301. Widyantoro, Suprapto, Firdausil, M. Sabki, Martono, Suranto, M.M. Amin dan Ismail. 2004. Pemuliaan Padi Partisipatif dan Uji Multilokasi Galur-galur Harapan Padi Gogo, Padi Sawah dan Padi Rawa. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Yau, N. J. N. and Liu, T. T. 1999. Instrumental and sensory analysis of volatile aroma of cooked rice. J. Sens. Stud. 14 : 209- 233. Zaini, Z., Diah W.S., dan M. Syam. 2004. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Meningkatkan Hasil dan Pendapatan, Menjaga Kelestarian Lingkungan.Petunjuk Lapang. BP2TP, BPTP Sumut, BPTP Nusa Tenggara Barat.Balitpa, International Rice Research Institute. Zen S, H Bahar, Dasmal, Taufik, Maizir. 2000. Pengkajian varietas/galur padi sawah spesifik selera konsumen Sumatera Barat. Laporan Akhir Kegiatan pengkajian BPTP Sukarami tahun 2000 : 34-39. Zen S. 2007. Penyebaran varietas unggul dan produktivitas padi sawah di Propinsi Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah Tambua 6 (1) : 72-78 Zeng Zhi, Zhang Han, Zhang Tao, Chen Jie Yu. 2008. Flavor volatiles in three rice cultivars with low level of digestible protein during cooking. Cereal Chem. 85(5) : 689–695. Zeng Zhi, Zhang Han, Chen Jie Yu, Zhang Tao, Matsunaga Ryuji. 2008. Flavor volatiles of rice during cooking analyzed by modified headspace SPME/GC-MS. Cereal Chem. 85 (2) : 140– 145.
70
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner pre-screening seleksi panelis Nama Alamat No. Telp
: : :
WAKTU 1. Apakah ada hari dalam satu minggu (Senin-Jumat) yang bisa diluangkan untuk melakukan pengujian sensori? 2.
Berapa minggu yang akan kamu gunakan sebagai waktu liburan antara 1 Maret s.d. 30 Mei?
RIWAYAT KESEHATAN : 1. Apakah kamu pernah menderita penyakit yang ada di bawah ini?
2.
Diabetes Hipoglikemia Alergi makanan (sebutkan) Hipertensi Gangguan rongga mulut dan gigi Gangguan saluran pernapasan Apakah kamu mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi panca indra kamu, terutama indra pencium dan pengecap?
FOOD HABIT : 1. Apakah sekarang kamu sedang melakukan diet? Jika ya, Jelaskan. 2.
Berapa kali kamu makan di luar selama sebulan ?
3.
Berapa kali kamu makan makanan siap saji dalam sebulan?
4.
Berapa kali kamu makan makanan yang dibekukan?
5.
Apa makanan favoritmu?
6.
Apakah ada makanan yang tidak bisa kamu makan? Jika ya, Sebutkan.
7.
Apakah ada makanan yang tidak kamu suka? Jika ya, Sebutkan.
8.
Bagaimana kemempuan kamu dalam membedakan baud an rasa BAU Lebih dari rata-rata Rata-rata Kurang dari rata-rata
9.
RASA
Bagaimana sensivitas kamu terhadap tekstur pada makanan Lebih dari rata-rata Rata-rata
72
Kurang dari rata-rata 10. Apakah ada anggota dari keluarga inti kamu yang bekerja di perusahaan pangan? 11. Apakah ada anggota dari keluarga inti kamu yang bekerja di perusahaan periklanan atau agensi pemasaran? QUIZ 1. Jika Anda harus mengganti nasi sebagai bahan makanan pokok, produk pangan apa yang akan Anda gunakan sebagai makanan pokok? 2.
Produk pangan apa yang rasanya menyerupai nasi?
3.
Sebutkan satu atau dua kata yang mendeskripsikan rasa nasi!
4.
Deskripsikan karakteristik tekstur makanan secara umum?
5.
Karakteristik tekstur apa yang anda temukan dalam produk nasi?
6.
Jelaskan perbedaan flavor dan aroma?
7.
Jelaskan perbedaan flavor dan tekstur?
8.
Flavor apa yang dirasakan dalam produk nasi?
73
LATIHAN MENSKALA Tandai skala garis dengan memberikan garis vertical yang mengindikasikan proporsi daerah yang dihitamkan Contoh :
74
Lampiran 2. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar UJI IDENTIFIKASI RASA DASAR Nama : Sampel : Larutan rasa dasar Kriteria : Rasa
Tanggal pengujian:
Instruksi Lakukan pencicipan sampel larutan yang ada di hadapan Anda satu persatu secara berurutan dari kiri ke kanan. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan pada sendok pencicip, dan masukkan ke dalam mulut Anda (ke atas lidah). Rasakan selama 5 detik, kemudian telan. Tulis kode sampel yang tertera di wadah sampel dan deskripsikan rasa yang teridentifikasi pada tabel yang tersedia di bawah ini. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Kode Sampel
Deskripsi Rasa
UJI IDENTIFIKASI AROMA DASAR Nama : Sampel : Larutan bau/aroma Kriteria : bau/aroma
Tanggal pengujian:
Instruksi Lakukan penciuman sampel satu persatu dengan cara membuka botol sampel dan mengibaskan bagian atas botol menggunakan tangan menuju hidung selama 3 detik. Tulis kode sampel yang tertera di wadah sampel dan deskripsikan bau/aroma yang teridentifikasi dalam bentuk verbal (kata-kata) pada tabel yang tersedia di bawah ini. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya. Kode Sampel
Deskripsi Bau
75
Lampiran 3. Scoresheet uji segitiga UJI SEGITIGA RASA Nama : Sampel : Kriteria : memilih satu sampel yang beda
Tanggal pengujian:
Instruksi Di hadapan Anda terdapat 3 set sampel dimana pada setiap set sampel terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel berbeda. Cicipi sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara mengambil sampel larutan menggunakan sendok sampel dan meletakkannya pada sampel pencicip untuk selanjutnya dilakukan pengujian. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Pencicipan dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3 (paling jauh dari Anda). Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan. Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan menuliskan kode sampel yang berbeda pada tabel di bawah ini. Set Sampel 1
Kode Sampel Beda
2 3
UJI SEGITIGA AROMA Nama : Sampel : Aroma Kriteria : memilih satu sampel yang beda
Tanggal pengujian:
Instruksi Di hadapan Anda terdapat 3 set sampel dimana pada setiap set sampel terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel berbeda. Buka tutup botol, baui sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara mengibas-ngibaskan udara di atas botol ke arah hidung dengan tangan selama 3 detik. Tutup kembali botoldan netralkan/istirahatkan selama 30 detik sebelum menghirup sampel lain. Penciuman dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3 (paling jauh dari Anda). Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan. Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan menuliskan kode sampel yang berbeda pada tabel di bawah ini. Set Sampel 1
Kode Sampel Beda
2 3
76
Lampiran 4. Scoresheet Uji Ranking Rasa Dasar
UJI RANKING RASA DASAR Nama : Tanggal Pengujian : Sampel : larutan rasa dasar Kriteria : Mengurutkan sampel dari kosentrasi terendah ke tertinggi Instruksi Dihadapan anda terdapat 3 set sampel, dimana setiap set terdiri dari 4 sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Cicipi sampel secara berurut dari kiri ke kanan dengan cara mengambil sampel larutan menggunakan sendok sampel dan meletakkannya pada sampel pencicip untuk selanjutnya dilakukan pengujian. Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik, lalu telan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Kemudian berilah penilaian dengan mengurutkan keempat sampel dari konsentrasi terendah (tulis angka 1 pada kolom ranking) sampai konsentrasi tertinggi (tulis angka 4 pada kolom ranking). Anda diperbolehkan mencicip ulang sampel-sampel tersebut sebelum anda melakukan penilaian. Lakukan hal sama untuk 2 set berikutnya. Pencicipan dimulai dari set 1 (paling dekat dengan Anda) hingga set 3 (paling jauh dari Anda). Manis Kode Ranking Gurih Kode Ranking Asin Kode Ranking
Lampiran 5. Worksheet acuity test seleksi panelis LEMBAR KERJA IDENTIFIKASI RASA DASAR Tanggal Pengujian
:
Identifikasi Sampel Larutan Sukrosa 2% Larutan NaCl 0,2% Larutan Kafein 0,05% Larutan Asam Asetat 0,05% Larutan MSG 0,05% + NaCl 0,1% Penyajian Booth I II III IV V
Panelis 1,6,11,dst 2,7,12,dst 3,8,13,dst 4,9,14,dst 5,10,15,dst
C.253 B.637 A.894 E.991 D.526
Kode A B C D E
D.811 E.767 D.972 B.427 C.194
Sampel B.973 A.975 A.226 C.382 E.161 B.371 A.911 D.461 B.256 E.595
E.761 D.741 C.128 C.164 A.792
77
Lampiran 5 (lanjutan). Worksheet acuity test seleksi panelis LEMBAR KERJA IDENTIFIKASI AROMA DASAR Tanggal Pengujian
:
Sampel Larutan 2 l Diacetyl dalam 0,5 ml PG Larutan 2 l Acetoin dalam 0,5 ml PG Larutan 2 l 5-methyl-2-furfural dalam 0,5 ml PG Larutan 3,5 l 2-acetyl-1-pyridine dalam 0,7 ml PG Larutan 2 l Sugar Lactone dalam 0,5 ml PG 0,05 gram Vanilin dalam 0,3 ml
Kode A B C D E F
Identifikasi Aroma Buttery Creamy Cereal Pandan Manis Vanilla
Penyajian Booth I II III IV V
Panelis 1,6,11,dst 2,7,12,dst 3,8,13,dst 4,9,14,dst 5,10,15,dst
B.397 E.228 C.586 D.584 F.931
C.466 B.751 D.637 A.225 E.791
F.632 A.373 B.197 C.313 D.317
Sampel A.429 D.195 E.444 F.265 B.137
D.195 C.278 F.176 E.452 A.811
E.874 F.883 A.959 B.683 C.921
LEMBAR KERJA UJI SEGITIGA RASA Tanggal Pengujian : Identifikasi Sampel Larutan Sukrosa 1% Larutan Sukrosa 2% Penyajian Booth Panelis I
1,6,11,dst
II
2,7,12,dst
III
3,8,13,dst
IV
4,9,14,dst
V
5,10,15,dst
Kode A B Set 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
B.235 B.667 B.174 B.975 B.257 B.723 A.973 A.752 A.395 A.187 B.946 A.174 A.396 A.298 B.252
Sampel A.951 B.529 A.312 A.448 A.539 B.661 B.524 A.881 B.469 B.854 A.133 A.459 A.522 B.665 A.113
A.493 A.786 B.848 B.394 A.882 A.116 B.647 B.216 A.138 A.488 B.496 B.547 B.498 B.635 B.917
78
Lampiran 5 (lanjutan). Worksheet acuity test seleksi panelis LEMBAR KERJA UJI SEGITIGA AROMA Tanggal Pengujian : Sampel Larutan 2 l Diacetyl dalam 0,5 ml PG Larutan 2 l Acetoin dalam 0,5 ml PG Larutan 2 l 5-methyl-2-furfural dalam 0,5 ml PG Larutan 2 l Sugar Lactone dalam 0,5 ml PG Larutan 3,5 l 2-acetyl-1-pyridine dalam 0,7 ml PG 0,05 gram Vanilin dalam 0,3 ml Penyajian Booth Panelis Set 1 M.538 I 1,6,11,dst 2 B.986 3 Q.393 1 M.967 II 2,7,12,dst 2 A.728 3 P.643 1 M.618 III 3,8,13,dst 2 A.132 3 Q.765 1 N.487 IV 4,9,14,dst 2 B.556 3 P.628 1 Q.975 V 5,10,15,dst 2 N.257 3 A.723
Kode A B P Q M N Sampel N.721 A.612 P.847 N.532 A.191 P.446 N.925 B.354 P.193 M.932 B.849 Q.396 Q.448 N.539 B.661
N.259 B.464 Q.216 M.859 B.375 P.287 M.869 A.773 P.218 N.624 A.914 Q.282 P.394 M.882 A.116
LEMBAR KERJA UJI RANKING RASA DASAR Tanggal Pengujian
:
Sampel Larutan Sukrosa 10% Larutan Sukrosa 5% Larutan Sukrosa 2% Larutan Sukrosa 1%
Kode A B C D
Penyajian Booth I II III IV V
Panelis 1,6,11,dst 2,7,12,dst 3,8,13,dst 4,9,14,dst 5,10,15,dst
B.397 E.228 C.586 D.584 F.931
C.466 B.751 D.637 A.225 E.791
F.632 A.373 B.197 C.313 D.317
Sampel A.429 D.195 E.444 F.265 B.137
D.195 C.278 F.176 E.452 A.811
E.874 F.883 A.959 B.683 C.921
79
Lampiran 6a. Scoresheet pelatihan panelis atribut rasa PELATIHAN ATRIBUT RASA MANIS Sampel : Larutan Gula Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa larutan gula dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi larutan gula memiliki skor yang berbeda-beda. Cicipi sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
0 2 Tidak ada rasa manis
6
10
15 Rasa manis sangat kuat
PELATIHAN ATRIBUT RASA ASIN Sampel : Larutan Garam Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa larutan garam dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi larutan garam memiliki skor yang berbeda-beda. Cicipi sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada rasa asin
2.5
5
8.5
15 Rasa asin sangat kuat
PELATIHAN ATRIBUT RASA GURIH Sampel : Larutan MSG + NaCl 0,1% Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa larutan gurih dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi larutan gurih memiliki skor yang berbeda-beda. Cicipi sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada rasa gurih
2
5
8
15 Rasa gurih sangat kuat
80
Lampiran 6b. Scoresheet pelatihan panelis atribut aroma PELATIHAN ATRIBUT AROMA MANIS Sampel : Sugar Lactone + Propilen glikol Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan anda terdapat beberapa standar aroma manis dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi standar aroma manis memiliki skor yang berbeda-beda. Baui sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada aroma manis
4
6
8
15 Aroma manis sangat kuat
PELATIHAN ATRIBUT AROMA BUTTERY Sampel : Diacetyl + Propilen Glikol Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan anda terdapat beberapa standar aroma buttery dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi standar aroma buttery memiliki skor yang berbeda-beda. Baui sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada Aroma buttery
5
6
7
15 Aroma buttery sangat kuat
PELATIHAN ATRIBUT AROMA VANILLA Sampel : Vanilla Flavor + Propilen Glikol Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan anda terdapat beberapa standar aroma vanilla dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi standar aroma vanilla memiliki skor yang berbeda-beda. Baui sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada aroma vanilla
3,5
6
8
15 Aroma vanilla sangat kuat
81
Lampiran 6b (lanjutan). Scoresheet pelatihan panelis atribut aroma PELATIHAN QDA ATRIBUT AROMA NUTTY Sampel : 2-Acetyl-2-Pyridine + propilen Glikol Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan anda terdapat beberapa standar aroma kacang dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi standar aroma kacang memiliki skor yang berbeda-beda. Baui sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada aroma nutty
3
6
10
15 Aroma nutty sangat kuat
PELATIHAN ATRIBUT AROMA PANDAN Sampel : Pandan flavor + propilen Glikol Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan anda terdapat beberapa standar aroma pandan dengan konsentrasi yang berbeda. Tiap konsentrasi standar aroma pandan memiliki skor yang berbeda-beda. Baui sampel satu per satu dan cocokkan dengan skor yang terdapat pada skala garis secara berurutan. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
0 Tidak ada aroma pandan
3
6
10
15 Aroma pandan sangat kuat
Lampiran 6c. Scoresheet pelatihan panelis atribut tekstur
PELATIHAN ATRIBUT KELENGKETAN/ADHESIF SAMPEL DI BIBIR Sampel : Nasi Tanggal : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah kelengketan sampel di bibir (derajat kelengketan saat sampel menempel di bibir). Tekan sampel diantara bibir, lepaskan, dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 Kelengketan rendah
4
10
15 Kelengketan tinggi
82
Lampiran 6c (lanjutan). Scoresheet pelatihan panelis atribut tekstur PELATIHAN ATRIBUT KEKERASAN SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kepulenan sampel (Kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan sampel). Tekan atau gigit sampel dengan geraham sekali. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 Kekerasan rendah
2,5
9,5
15 Kekerasan tinggi
PELATIHAN ATRIBUT KEPADUAN/KOHESIF MASSA SAMPEL Sampel : nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kepaduan massa sampel (Derajat pengunyahan saat sampel dikunyah secara bersamaan). Kunyah sampel dengan gigi geraham sebanyak 3 atau 8 kali, lalu evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 2 Kepaduan massa rendah
9
15 Kepaduan massa tinggi
PELATIHAN ATRIBUT KEKASARAN MASSA SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kekasaran massa sampel (Sejumlah kekasaran yang dirasakan saat mengunyah sampel). Kunyah sampel dengan gigi geraham 8 kali dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertical pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 3 Kekasaran massa sampel rendah
6,5
15 Kekasaran massa sampel tinggi
83
Lampiran 6c (Lanjutan). Scoresheet pelatihan panelis atribut tekstur PELATIHAN ATRIBUT TOOTHPULL SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Toothpull sampel (Kekuatan yang dibutuhkan agar rahang terpisah pada saat mengunyah). Kunyah sampel sampai 3 kali dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertical pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 Toothpull rendah
5
10
15 Toothpull tinggi
PELATIHAN ATRIBUT UKURAN PARTIKEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Ukuran Partikel sampel (Besarnya ruang yang dipenuhi partikel sampel di dalam mulut). Tempatkan nasi di tengah mulut dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
0 2,5 Ukuran partikel rendah
4
15 Ukuran partikel tinggi
Lampiran 7. Scoresheet penentuan standar atribut rasa
PENENTUAN STANDAR ATRIBUT RASA Sampel : Standar Rasa Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar rasa dengan konsentrasi yang berbeda. Cicipi standar rasa selama 5 detik satu per satu, kemudian tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal dibawah ini. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Lemah
Kuat
84
Lampran 7 (lanjutan). Scoresheet penentuan standar atribut rasa PENENTUAN STANDAR ATRIBUT AROMA Sampel : Standar Aroma Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar aroma dengan konsentrasi yang berbada. Lakukan penciuman sampel satu persatu dengan cara membuka botol sampel dan mengibaskan bagian atas botol menggunakan tangan menuju hidung selama 3 detik. Baui standar aroma satu per satu, kemudian tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal dibawah ini. Setelah mencium satu sampel, netralkan hidung dengan mencium penetral dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai penciuman pada sampel berikutnya.
Lemah
Kuat
Lampiran 8a. Scoresheet analisis kuantitatif atribut rasa
PENGUJIAN ATRIBUT RASA MANIS Sampel : Nasi Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda disediakan 2 larutan reference gula sebagai pembanding. Cicipi sampel satu per satu dari kiri ke kanan, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Lemah
R1
R2
Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT RASA ASIN Sampel : Nasi Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda disediakan 2 larutan reference garam sebagai pembanding. Cicipi sampel satu per satu dari kiri ke kanan, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Lemah
R1
R2
Kuat
85
Lampran 8a (lanjutan). Scoresheet analisis kuantitatif atribut rasa PENGUJIAN ATRIBUT GURIH Sampel : Nasi Tanggal: Nama : Instruksi Di hadapan Anda disediakan 2 larutan reference gurih sebagai pembanding. Cicipi sampel satu per satu dari kiri ke kanan, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Lemah
R1
R2
Kuat
Lampiran 8b. Scoresheet analisis kuantitatif atribut aroma PENGUJIAN ATRIBUT AROMA MANIS Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat sampel nasi. Disediakan pula 2 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dan istirahatkan selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Tidak Ada Aroma Manis
R1
R2
Aroma Manis Sangat Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT AROMA NUTTY Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa sampel nasi. Disediakan pula 2 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dengan istirahat selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Tidak Ada Aroma Nutty
R1
R2
Aroma Nutty Sangat Kuat
86
Lampran 8b (lanjutan). Scoresheet analisis kuantitatif atribut aroma PENGUJIAN ATRIBUT AROMA VANILLA Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa sampel nasi. Disediakan pula 2 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dengan istirahat selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Tidak Ada Aroma Vanila
R1
R2
Aroma Vanilla Sangat Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT AROMA PANDAN Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa sampel nasi. Disediakan pula 2 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dengan istirahat selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Tidak Ada Aroma Pandan
R1
R2
Aroma Pandan Sangat Kuat
PENGUJIAN ATRIBUT AROMA BUTTERY Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Di hadapan Anda terdapat beberapa sampel nasi. Disediakan pula 2 reference aroma standar sebagai pembanding. Baui sampel, beri tanda berupa garis vertikal pada skala garis dan tuliskan kode sampel di bawah garis vertikal. Setelah membaui satu sampel, netralkan penciuman dengan istirahat selama 30 detik sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Tidak ada Aroma buttery
R1
R2
Aroma buttery sangat kuat
87
Lampiran 8c. Scoresheet analisis kuantitatif atribut tekstur PENGUJIAN ATRIBUT KELENGKETAN/ADHESIF SAMPEL DI BIBIR Sampel : Nasi Tanggal : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah kelengketan sampel di bibir (derajat kelengketan saat sampel menempel di bibir). Tekan sampel diantara bibir, lepaskan, dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
Kelengketan rendah
R1
R2
Kelengketan tinggi
PENGUJIAN ATRIBUT KEKERASAN SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kepulenan sampel (Kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan sampel). Tekan atau gigit sampel dengan geraham sekali. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
Kekerasan rendah
R1
R2
Kekerasan tinggi
PENGUJIAN ATRIBUT KEPADUAN/KOHESIF MASSA SAMPEL Sampel : nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kepaduan massa sampel (Derajat pengunyahan saat sampel dikunyah secara bersamaan). Kunyah sampel dengan gigi geraham sebanyak 3 atau 8 kali, lalu evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
Kepaduan massa rendah
R1
R2
Kepaduan massa tinggi
88
Lampran 8c (lanjutan). Scoresheet analisis kuantitatif atribut tekstur
PENGUJIAN ATRIBUT KEKASARAN MASSA SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Kekasaran massa sampel (Sejumlah kekasaran yang dirasakan saat mengunyah sampel). Kunyah sampel dengan gigi geraham 8 kali dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertical pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan
Kekasaran massa sampel rendah
R1
R2
Kekasaran massa sampel tinggi
PENGUJIAN ATRIBUT TOOTHPULL SAMPEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Toothpull sampel (Kekuatan yang dibutuhkan agar rahang terpisah pada saat mengunyah). Kunyah sampel sampai 3 kali dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertical pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
Toothpull rendah
R1
R2
Toothpull tinggi
PENGUJIAN ATRIBUT UKURAN PARTIKEL Sampel : Nasi Tanggal : Nama : Instruksi Dihadapan Anda terdapat standar tekstur dengan nilai yang berbeda. Atribut yang diukur adalah Ukuran Partikel sampel (Besarnya ruang yang dipenuhi partikel sampel di dalam mulut). Tempatkan nasi di tengah mulut dan evaluasi. Tentukan nilainya dengan memberikan garis vertical pada garis horizontal di bawah ini. Netralkan mulut anda dengan air putih sebelum mencicipi sampel lain. Banyaknya nasi yang di evaluasi adalah sebanyak satu sendok yang disediakan.
Ukuran R1 partikel rendah
R2
Ukuran partikel tinggi
89
Lampiran 9. Kurva standar penentuan standar atribut rasa dan aroma
90
Lampiran 9 (lanjutan). Kurva standar penentuan standar atribut rasa dan aroma
91
Lampiran 10. Data intensitas atribut rasa, aroma, dan tekstur nasi dari varietas Ciliwung, Cisokan, Membramo, dan Ciherang
Intensitas Atribut Rasa *
Sampel Manis
Asin a
Ciliwung Cisokan Membramo Ciherang
Gurih a
12,9 ± 6,3 12,4 ± 2,9 a 11,1 ± 3,5 ab 8,6 ± 2,4 b
7,7 ± 2,4 a 8,9 ± 2,1 a 8,9 ± 3,4 a 6,4 ± 2,2 a
14,9 ± 4,2 12,5 ± 3,4 a 10,9 ± 5,8 a 12,1 ± 2,7 a
Sampel
Intensitas Atribut Aroma* Manis
Buttery
Pandan
Nutty
Vanila
Ciliwung
36,6 ± 11,2a
22,3 ± 8,2a
12,9 ± 7,1ab
15,7 ± 5,5a
23,0±5,8 a
Cisokan
25,0 ± 11,7b
19,2 ± 10,2b
13,8 ± 7,8ab
12,4 ± 4,7b
19,2± 6,6 a
a
ab
b
11,8 ± 4,9
bc
10,9 ± 4,2
21,3± 6,0 a
14,0 ± 6,1a
8,9 ± 3,7c
18,0± 6,4 a
Membramo
31,8 ± 12,5
Ciherang
31,1 ± 11,3a
21,4± 11,8
23,6 ± 12,5a
Sampel
Intensitas Atribut Tekstur* Adhesif
Kekeras-
Kohesif /
sampel di
an
kepaduan
bibir
Toothpull
Ukuran
Kekasaran
partikel
sampel
sampel a
30,7 ± 9,9
a
52,5 ± 5,4ab
31,3±12,9b
52,7 ±11,1a
32,2 ± 12,4b
Ciliwung
49,2 ± 11,7
Cisokan
37,7 ± 10,3b
32,4 ± 4,4a
49,8 ± 6,5ab
33,2±15,6b
55,8 ±8,8a
40,2 ± 15,5a
Membramo
45,5 ± 11,3a
28,3 ± 4,2a
53,7 ± 5,3a
40,7 ±16,4a
52,7 ± 8,2a
38,8 ± 15,9a
Ciherang
51,5 ± 16,5a
27,9 ± 8,4a
47,8± 15,9b
33,4±11,9b
52,6 ± 9,1a
40,5 ± 16,3a
Keterangan : *) Nilai rata-rata dan standar deviasi 3 kali ulangan dari 8 panelis yang sudah divalidasi. Skala 0 (terendah) sampai 100 (tertinggi)
92
Lampiran 11. Scoresheet uji Hedonik UJI RATING HEDONIK Nama : Tanggal : Produk : Nasi Kode Sampel : Petunjuk Dihadapan Anda disajikan 4 sampel nasi satu per satu. Tulis kode dari masing-masing sampel dan cicipi masing-masing sampel satu per satu. Lalu, berilah penilaian berdasarkan tingkat kesukaan anda kepada sampel tersebut berupa tanda cek list (√) dalam kolom atribut yang telah disediakan. Jangan membandingkan antara sampel yang satu dengan sampel yang lainnya. Berilah komentar jika diperlukan. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 1 menit sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya. Keterangan : Aroma Tekstur
Rasa
: atribut ini dapat dicium saat nasi masih dalam keadaan hangat : atribut ini dapat dilihat dari lengket dan lembeknya nasi saat di mulut serta pulen atau Pera (keras) saat di mulut (dikunyah) : rasa lezat/manis saat dikunyah
Intensitas
Aroma
Atribut Tekstur
Rasa
Sangat tidak suka sekali Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral Agak suka Suka Sangat suka Sangat suka sekali
93
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Model Panelis Sampel Error Total
1806.500 65.471 12.000 161.500 1968.000
Mean Square 38 34 3 102 140
F
47.539 1.926 4.000 1.583
Sig.
30.025 1.216 2.526
.000 .225 .062
a. R Squared = ,918 (Adjusted R Squared = ,887)
ATRIBUT RASA
Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares
df
2631.429a 140.571 4.429 220.571 2852.000
Mean Square 38 34 3 102 140
F
69.248 4.134 1.476 2.162
Sig.
32.023 1.912 .683
.000 .007 .565
a. R Squared = ,923 (Adjusted R Squared = ,894)
ATRIBUT KEPULENAN
Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares
df a
2926.386 160.100 55.886 289.614 3216.000
Mean Square 38 34 3 102 140
F
77.010 4.709 18.629 2.839
27.122 1.658 6.561
Sig. .000 .028 .000
a. R Squared = ,910 (Adjusted R Squared = ,876)
Post Hoc Duncan Subset Sampel
N
1
Membramo 35 3.74 Cisokan 35 3.91 Ciherang 35 Ciliwung 35 Sig. .671 The error term is Mean Square(Error) = 2,839.
2
3 3.91 4.60 .092
4.60 5.34 .068
94
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Model Panelis Sampel Error Total
2588.711 144.311 9.711 201.289 2790.000
Mean Square 48 44 3 132 180
F
53.931 3.280 3.237 1.525
Sig.
35.367 2.151 2.123
.000 .000 .100
a. R Squared = ,928 (Adjusted R Squared = ,902)
ATRIBUT RASA
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model
3401.069
a
48
70.856
31.155
.000
Panelis
154.424
44
3.510
1.543
.032
Sampel
1.574
.199
10.736
3
3.579
Error
297.931
131
2.274
Total
3699.000
179
a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,890)
ATRIBUT KEPULENAN Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model
3956.133
a
48
82.419
23.813
.000
Panelis
157.311
44
3.575
1.033
.431
Sampel
35.883
3
11.961
3.456
.018
Error
456.867
132
3.461
Total
4413.000
180
a. R Squared = ,896 (Adjusted R Squared = ,859)
Post Hoc Sampel Duncan Subset Sampel Ciliwung Membramo Ciherang Cisokan Sig.
N
1 45 45 45 45
2 4.02 4.47 4.53 .223
4.47 4.53 5.27 .055
The error term is Mean Square(Error) = 3,461.
95
Lampiran 14. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Model Panelis Sampel Error Total
2670.929 144.119 11.929 215.071 2886.000
Mean Square 45 41 3 123 168
F
59.354 3.515 3.976 1.749
Sig.
33.945 2.010 2.274
.000 .002 .083
a. R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,898)
ATRIBUT RASA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Model Panelis Sampel Error Total
3172.839 159.768 54.589 228.161 3401.000
Mean Square 45 41 3 123 168
F
70.508 3.897 18.196 1.855
Sig.
38.010 2.101 9.810
.000 .001 .000
a. R Squared = ,933 (Adjusted R Squared = ,908)
Post Hoc Sampel Duncan Subset Sampel Ciliwung Membramo Ciherang Cisokan Sig.
N
1 42 42 42 42
2 3.57 3.88
3 3.88 4.24
.300
5.10 1.000
.232
The error term is Mean Square(Error) = 1,855.
ATRIBUT KEPULENAN
Source Model Sampel Panelis Error Total
Type III Sum of Squares
df a
3507.554 68.304 206.101 353.446 3861.000
Mean Square 45 3 41 123 168
77.946 22.768 5.027 2.874
F 27.125 7.923 1.749
Sig. .000 .000 .010
a. R Squared = ,908 (Adjusted R Squared = ,875)
96
Lampiran 14 (lanjutan). Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan Post Hoc Sampel Duncan Subset Sampel
N
Ciliwung Membramo Ciherang Cisokan Sig.
1 42 42 42 42
2 3.62 4.05
3 4.05 4.55
.249
5.33 1.000
.179
The error term is Mean Square(Error) = 2,874.
Lampiran 15. Analisis sidik ragam uji hedonik yang dinilai oleh panelis Papua ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Model Panelis Sampel Error Total
1990.342 122.842 3.092 254.658 2245.000
Mean Square 33 29 3 87 120
60.313 4.236 1.031 2.927
F
Sig.
20.605 1.447 .352
.000 .097 .788
a. R Squared = ,887 (Adjusted R Squared = ,844)
ATRIBUT RASA
Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares
df a
1896.042 93.875 .292 216.958 2113.000
Mean Square 33 29 3 87 120
57.456 3.237 .097 2.494
F
Sig.
23.040 1.298 .039
.000 .178 .990
a. R Squared = ,897 (Adjusted R Squared = ,858)
ATRIBUT KEPULENAN
Source Model Panelis Sampel Error Total
Type III Sum of Squares
df a
1917.367 116.367 6.867 194.633 2112.000
Mean Square 33 29 3 87 120
58.102 4.013 2.289 2.237
F 25.971 1.794 1.023
Sig. .000 .020 .386
a. R Squared = ,908 (Adjusted R Squared = ,873)
97
Lampiran 16. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut rasa RASA MANIS Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 229,21 259,83 1256,95 1041,37 2787,36
Mean Square 32,74 86,61 59,85 16,27
F 2,01 5,32 3,68
p 0,067 0,002 0,002
Post Hoc Tukey Sampel
N
Ciherang Membramo Cisokan Ciliwung
24 24 24 24
Subset 1 11,1 12,4 12,9
2 8,6 11,1
RASA ASIN Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 765,36 205,59 727,25 2506,06 4204,26
Mean Square 109,34 68,53 34,63 39,16
F 2,79 1,75 0,88
p 0,013 0,166 0,610
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 193,06 103,26 381,25 1435,06 2112,62
Mean Square 27,58 34,42 18,15 22,42
F 1,23 1,53 0,81
p 0,300 0,214 0,698
RASA GURIH Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Lampiran 17. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut aroma AROMA MANIS Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 6826,34 1626,77 4603,32 4903,27 17959,70
Mean Square 975,19 542,26 219,21 76,61
F 12,73 7,08 2,86
p 0,000 0,000 0,001
Post Hoc Tukey Sampel
N
Cisokan Membramo Ciherang Ciliwung
24 24 24 24
Subset 1
2 25,0
31,8 31,9 36,6
98
Lampiran 17 (lanjutan). Analisis sidik ragam data deskriptif atribut aroma AROMA BUTTERY Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 6699,68 244,32 3040,95 1583,29 11568,24
Mean Square 957,10 81,44 144,81 24,74
F 38,69 3,29 5,85
p 0,000 0,026 0,000
F 6,27 10,88 4,13
p 0,000 0,000 0,000
F 20,07 2,93 14,05
p 0,000 0,040 0,000
Post Hoc Tukey Sampel
N
Cisokan Membramo Ciliwung Ciherang
24 24 24 24
Subset 1 21,4 22,3 23,6
2 19,2 21,4 22,3
AROMA NUTTY Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 786,04 584,28 1551,60 1146,11 4068,04
Mean Square 112,29 194,76 73,89 17,91
Post Hoc Tukey Sampel
N 1
ciherang membramo cisokan ciliwung
24 24 24 24
Subset 2 10,9 12,4
3 8,9 10,9
15,7
AROMA PANDAN Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 1163,26 72,69 2442,67 529,94 4208,56
Mean Square 166,18 24,23 116,32 8,28
Post Hoc Tukey Sampel membramo ciliwung cisokan ciherang
N 24 24 24 24
Subset 1 13,0 13,8 14,0
2 11,8 13,0 13,8
99
Lampiran 17 (lanjutan). Analisis sidik ragam data deskriptif atribut aroma AROMA VANILLA Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 1745,81 360,59 1498,79 3578,76 7183,95
Mean Square 249,40 120,20 71,37 55,92
F 4,46 2,15 1,28
p 0,000 0,103 0.225
Lampiran 18. Analisis sidik ragam data deskriptif atribut tekstur KEKASARAN MASSA SAMPEL Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 9001,17 1072,35 10155,60 4762,02 24991,14
Mean Square 1285,88 357,45 483,60 74,41
F 17,28 4,80 6,50
p 0,000 0,004 0.000
F 10,09 8,46 2,79
p 0,000 0,000 0,001
Post Hoc Tukey Sampel ciliwung membramo cisokan ciherang
N 24 24 24 24
Subset 1
2 32,3
38,8 40,2 40,5
KELENGKETAN / ADHESIF SAMPEL
Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 7358,5 2642,4 6099,8 6667,1 22767,9
Mean Square 1051,2 880,8 290,5 104,2
Post Hoc Tukey Sampel cisokan membramo ciliwung ciherang
N 24 24 24 24
Subset 1 51,5 49,2 45,5
2
37,7
100
Lampiran 18 (lanjutan). Analisis sidik ragam data deskriptif atribut tekstur ATRIBUT KEPADUAN / KOHESIF MASSA SAMPEL Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 3189,29 512,84 4166,20 2986,10 10854,43
Mean Square 455,61 170,95 198,39 46,66
F 9,76 3,66 4,25
p 0,000 0,017 0,000
Post Hoc Tukey Sampel ciherang cisokan ciliwung membramo
Subset
N 24 24 24 24
1 49,7 52,5 53,7
2 47,8 49,7 52,5
KEKERASAN Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 2113,57 322,26 2238,95 3278,39 7953,16
Mean Square 301,94 107,42 106,62 51,22
F 5,89 2,10 2,08
p 0,000 0,109 0,013
Sum Square 7180,52 1234,66 10058,76 5109,92 23583,86
Mean Square 1025,79 411,55 478,99 79,84
F 12,85 5,15 6,00
p 0,000 0,003 0,000
F 4,91 0,89 3,56
p 0,000 0,453 0.000
ATRIBUT TOOTHPULL Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Post Hoc Tukey Sampel ciliwung cisokan ciherang membramo
Subset
N 24 24 24 24
1
2 31,3 33,2 33,4
40,7
ATRIBUT UKURAN PARTIKEL Source Panelis Sampel Panelis*sampel Error Total
Df 7 3 21 64 95
Sum Square 2320,05 179,22 5038,43 4316,98 11854,68
Mean Square 331,44 59,74 239,93 67,45
101
Lampiran 19. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciherang ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Daerah Panelis Error
1973.349 14.765 71.488
48 3 44
41.111 4.922 1.625
228.651
104
2.199
Total
2202.000
152
F
Sig.
18.699 2.239 .739
.000 .088 .870
a. R Squared = ,896 (Adjusted R Squared = ,848)
ATRIBUT KEPULENAN
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
3038.275 129.746 16.358
48 44 3
63.297 2.949 5.453
295.725
104
2.844
Total
3334.000
152
F
Sig.
22.260 1.037 1.918
.000 .430 .131
a. R Squared = ,911 (Adjusted R Squared = ,870)
ATRIBUT RASA Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model panelis daerah Error
2625.504 110.566 1.504
48 44 3
54.698 2.513 .501
236.496
104
2.274
Total
2862.000
152
F
Sig.
24.054 1.105 .220
.000 .334 .882
a. R Squared = ,917 (Adjusted R Squared = ,879)
Lampiran 20. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Membramo ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Model panelis daerah Error
2285.575a 72.615 17.492
48 44 3
47.616 1.650 5.831
216.425
104
2.081
Total
2502.000
152
F 22.881 .793 2.802
Sig. .000 .805 .044
a. R Squared = ,913 (Adjusted R Squared = ,874)
102
Lampiran 20 (lanjutan). Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Membramo Post Hoc Duncan Subset daerah
N
1
2
sumatra barat
35
3.26
jawa barat sulawesi selatan
45
3.84
42
3.98
papua
30
4.13
Sig.
.083
3.84
.422
ATRIBUT KEPULENAN
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
2636.173 134.330 3.756
48 44 3
54.920 3.053 1.252
342.827
104
3.296
Total
2979.000
152
F
Sig.
16.661 .926 .380
.000 .604 .768
a. R Squared = ,885 (Adjusted R Squared = ,832)
ATRIBUT RASA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
2837.319 126.940 2.403
48 44 3
59.111 2.885 .801
283.681
104
2.728
Total
3121.000
152
F
Sig.
21.671 1.058 .294
.000 .399 .830
a. R Squared = ,909 (Adjusted R Squared = ,867)
Lampiran 21. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Cisokan ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
2260.673 109.969 12.923
48 44 3
47.097 2.499 4.308
207.327
104
1.994
Total
2468.000
152
F 23.625 1.254 2.161
Sig. .000 .175 .097
a. R Squared = ,916 (Adjusted R Squared = ,877)
103
Lampiran 21 (lanjutan). Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Cisokan ATRIBUT KEPULENAN
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
3648.212 148.255 54.879
48 44 3
76.004 3.369 18.293
294.788
104
2.835
Total
3943.000
152
F
Sig.
26.814 1.189 6.454
.000 .236 .000
a. R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,891)
Post Hoc Duncan Subset Daerah
N
1
2
Sumatra Barat
35
3.91
Papua
30
4.17
Jawa Barat
45
5.27
Sulawesi Selatan
42
5.33
Sig.
.520
.865
ATRIBUT RASA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
3197.626 122.883 28.793
48 44 3
66.617 2.793 9.598
238.374
104
2.292
Total
3436.000
152
F 29.064 1.218 4.187
Sig. .000 .207 .008
a. R Squared = ,931 (Adjusted R Squared = ,899)
Post Hoc Duncan Subset Daerah
N
1
2
Papua
30
3.93
Sumatra Barat
35
4.03
Jawa Barat Sulawesi Selatan
45
4.60
Sig.
42
4.60 5.10
.075
.162
104
Lampiran 22. Analisis sidik ragam uji hedonik varietas Ciliwung ATRIBUT AROMA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
2463.569 149.355 .153
48 44 3
51.324 3.394 .051
253.431
104
2.437
Total
2717.000
152
F
Sig.
21.062 1.393 .021
.000 .087 .996
a. R Squared = ,907 (Adjusted R Squared = ,864)
ATRIBUT KEPULENAN
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Daerah Panelis Error
2950.718 60.385 193.487
48 3 44
61.473 20.128 4.397
395.282
104
3.801
Total
3346.000
152
F
Sig.
16.174 5.296 1.157
.000 .002 .271
a. R Squared = ,882 (Adjusted R Squared = ,827)
Post Hoc Duncan Subset Daerah
N
1
2
Sulawesi Selatan
42
3.62
Papua
30
4.00
Jawa Barat
45
4.02
Sumatra Barat
35
5.34
Sig.
.406
1.000
ATRIBUT RASA
Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model Panelis Daerah Error
2533.675 133.148 16.758
48 44 3
52.785 3.026 5.586
278.325
104
2.676
Total
2812.000
152
F 19.724 1.131 2.087
Sig. .000 .302 .106
a. R Squared = ,901 (Adjusted R Squared = ,855)
105
Lampiran 23. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi
7 6
Eigenvalue
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6 7 8 9 Co mpo n e n t Nu mbe r
10
11
12
13
14
Lampiran 24. Score plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi
3 c iliw u n g
Dimensi 2 (31,6%)
2
1
c ih e r a n g
0 m em b ram o
-1
-2 c iso k a n
-3 -4
-3
-2
-1 0 D im e n s i 1 ( 4 5 ,7 % )
1
2
Lampiran 25. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi
0 ,5
A r o m a m a n is T o o th p u ll B u tte r y
0 ,4
K e k a sa r a n
sa m p e l
a s in
Dimensi 2 (31,6%)
0 ,3
V a n illa N u tty
0 ,2 0 ,1
K o h e s if sa m p e l
U k u r a n p a r tik e l
0 ,0
P an d an m a n is K e k e r a san
- 0 ,1 - 0 ,2
A d h e s if sa m p e l d i b ib ir g u r ih
- 0 ,3 -0 ,4
- 0 ,3
- 0 ,2
-0 ,1 0 ,0 0 ,1 D im e n s i 1 ( 4 5 , 7 % )
0 ,2
0 ,3
0 ,4
106
Lampiran 26. Scree plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik 6
5
Eigenvalue
4
3
2
1
0 1
2
3
4
5 6 7 8 C o m p o n e n t Nu m b e r
9
10
11
12
Lampiran 27. Score plott komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik
3 S u m b ar
Dimensi 2 (42,8%)
2
1
J ab a r S u ls e l
0
-1
-2 P ap u a
-3 -3
-2
-1
0 D im e n s i 1 ( 4 6 ,1 % )
1
2
3
Lampiran 28. Loading plot komponen utama atribut rasa, aroma, dan tekstur sampel nasi pada uji hedonik
0 ,5 A r o m a C iliw u n g
0 ,4
Dimensi 2 (42,8%)
0 ,3 0 ,2
K e p u le n a n C ih e r a n g R a sa M e m b r a m o
K e p u le n a n C iliw u n g
R a s a C ih e r a n g
R a s a C iliw u n g R a s a C is o k a n K e p u le n a n M e m b r a m o
0 ,1
K e p u le n a n C is o k a n
0 ,0 - 0 ,1 A r o m a C is o k a n
- 0 ,2 - 0 ,3
A r o m a C ih e r a n g
A ro m a M em b ram o
- 0 ,4 - 0 ,4
- 0 ,3
- 0 ,2
- 0 ,1
0 ,0 0 ,1 D im e n s i 1 ( 4 6 , 1 % )
0 ,2
0 ,3
0 ,4
0 ,5
107
Lampiran 29. Loadingplot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Jawa Barat
P L S L oa d i n g P l o t ( a tr i bu t a r o m a ) 0 ,7 5
Pandan
Component 2
0 ,5 0
N u tty 0 ,2 5
0 ,0 0
P re fere n si V a n illa
- 0 ,2 5
B u ttery
M a n is
- 0 ,5 0 - 0 ,4
- 0 ,2
0 ,0 0 ,2 Co mp o n e n t 1
0 ,4
0 ,6
PLS Score Plot (atribut aroma)
Ciso kan 1,0
Component 2
0,5
Ciliwung 0,0
-0,5
Ciherang
-1,0
Membramo -1,5 -2
-1
0 Component 1
1
2
P L S L o a din g P l o t ( a tr i but r a s a )
A sin 0,50
Component 2
0,25
0,00
M a n is - 0,25
G u rih
- 0,50
P re fe re n s i - 0,75 0,0
0,1
0,2
0 ,3 0 ,4 Co mp o n e n t 1
0,5
0,6
0,7
0 ,8
108
Lampiran 29 (lanjutan). Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Jawa Barat
P L S S c o r e P l o t ( a tr i b u t r a s a )
C iliw u n g 1 ,5
C ih e ra n g
Component 2
1 ,0 0 ,5 0 ,0
-0 ,5 -1 ,0
C is o k a n
M e m b ra m o - 2 ,0
- 1 ,5
-1 ,0
-0 ,5 0 ,0 Co mpo ne nt 1
0 ,5
1 ,0
P L S L o a d i n g P l o t ( a tr i b u t te k s tu r ) 0 ,5 0
A d h es if
Component 2
0 ,2 5
K o h e s if
T o o th p u ll
0 ,0 0
K e k e ra s a n
- 0 ,2 5
K e k a s a ra n P re fe re n s i
- 0 ,5 0 - 0 ,5 0
- 0 ,2 5
U k u ra n P a rtik el
0 ,0 0 0 ,2 5 Co mpo n e nt 1
0 ,5 0
0 ,7 5
P L S S c o r e P lo t (a tr ib u t te k s tu r ) 2
C i liw u n g
M e m b ra m o
Component 2
1
0
C ih e ra n g -1
-2
C iso k a n
-3 - 1,5
- 1 ,0
-0 ,5
0,0 Co mpo ne nt 1
0 ,5
1 ,0
1,5
109
Lampiran 30. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sumatra Barat
P L S L o a di n g P l ot ( a tr i but a r o ma ) 0,4
P a n da n N u tty
Component 2
0,2
0,0
V a n illa - 0,2
P r e fe r e n s i - 0,4
- 0,6
M a n is
B u tte r y
- 0,8 - 0 ,3
- 0 ,2
- 0,1
0,0
0,1 0,2 Co mpo n e n t 1
0,3
0 ,4
0,5
0 ,6
P L S S c o r e P l o t ( a tr i b ut a r o m a ) 2 ,0
C iso k a n
Component 2
1 ,5 1 ,0 0 ,5 0 ,0
M e m bra m o
- 0 ,5
C iliw u n g
C ih e r a n g - 1 ,0 -2
-1
0 Co mpo n e n t 1
1
2
P L S S c o r e P lo t ( a tr i but r a s a ) 1 ,0 0
C iso k an
Component 2
0 ,7 5 0 ,5 0 0 ,2 5 0 ,0 0
C ihe ran g
- 0 ,2 5
C iliwu n g M e m b ram o
- 0 ,5 0 -2
-1
0 Co mpo n e n t 1
1
2
110
Lampiran 30 (lanjutan). Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sumatra Barat
P L S L o a d i n g P l o t ( a tr i b u t r a s a ) 0,5 0
G u rih
M a n is
Component 2
0,2 5
A sin
0,0 0 - 0,2 5
- 0,5 0 - 0,7 5
P re fe re n s i - 1,0 0 0,0
0,1
0,2
0 ,3 0 ,4 Compone nt 1
0,5
0 ,6
0 ,7
P L S L o a d i ng P l o t ( a tr i b ut te k s tu r ) 0 ,8
K o h e sif To o th p u ll
Component 2
0 ,6
0 ,4
0 ,2
0 ,0
A d h e sif K e k e ra sa n
- 0 ,2
U k u ra n P a rtik e l
K e k a s a ra n - 0 ,5 0
- 0 ,2 5
0 ,0 0 Co m p o n e n t 1
P re fere n si
0 ,2 5
0 ,5 0
P L S S c o r e P l o t ( a t r i b u t te k s t u r ) 2 ,0
M e m b ra m o
1 ,5
Component 2
1 ,0 0 ,5
C iliw u n g
0 ,0
C is o k a n
- 0 ,5 - 1 ,0
C ih e ra n g
- 1 ,5 -1,5
-1,0
-0,5
0,0 0,5 Co mpo ne nt 1
1,0
1,5
2,0
111
Lampiran 31. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sulawesi Selatan
P L S L o a din g P lo t ( a tr i bu t a r o m a ) 1 ,0
Pandan
Component 2
0 ,8 0 ,6
N u tty
0 ,4 0 ,2
B u tte ry
M a n is
0 ,0
P re fe re n si V a n illa
-0 ,2 - 0 ,4
-0 ,2
0 ,0 0 ,2 Co mp o n e n t 1
0 ,4
0 ,6
P L S S c or e P lot (a tr ibut a r oma )
C iso kan 0,5
C iliwung C iherang
Component 2
0,0
- 0,5
- 1,0
M em bram o - 1,5 -2
-1
0 Co mpo ne n t 1
1
2
P L S L oa ding P lot (a tr ibut r a s a) 0,50
A sin
Component 2
0,25
0,00
M anis
-0,25
-0,50
Preferensi
G urih
-0,75 -0,2
-0,1
0,0
0,1
0,2 0,3 0,4 Compon e nt 1
0,5
0,6
0,7
112
Lampiran 31 (lanjutan). Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Sulawesi Selatan
P L S S cor e P lot (atr ibut r as a) 1,0
C iliwung
C iherang
Component 2
0,5
0,0
-0,5
-1,0
C iso kan
M em bram o -1,5
- 1,0
-0,5
0,0 Co mpo nent 1
0 ,5
1,0
1 ,5
PLS Loading P lot (atribut tekstur ) 0,50
Adhesif
Component 2
0,25
Ko hesif
To o thpull
0,00
-0,25
Kekerasan Kekasaran Preferensi
-0,50 -0,50
-0,25
Ukuran Partikel
0,00 0,25 Component 1
0,50
0,75
P L S S c or e P lot (a tr ib ut te ks tur ) 2
C iliwun g
M em b ra m o
Component 2
1
0
C iheran g -1
-2
C iso k an -3 -1,5
-1,0
-0 ,5
0,0 Co mpo ne nt 1
0,5
1,0
1,5
113
Lampiran 32. Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Papua P L S L oa d i n g P l o t ( a tr i bu t a r o m a )
Pandan
Component 2
0 ,5 0
0 ,2 5
N u tty
0 ,0 0
- 0 ,2 5
B u tte ry V a n illa
- 0 ,5 0
M a n is
P refere n si - 0 ,5 0
- 0 ,2 5
0 ,0 0 0 ,2 5 Co mp o n e n t 1
0 ,5 0
0 ,7 5
P L S S core P lot (atr ibut aroma) 2
C iso kan
Component 2
1
C iherang 0
C iliwung -1
M em bram o -2 -2
-1
0 Compone nt 1
1
2
P L S L o a d in g P lo t ( a tr i b ut r a s a ) 0 ,8
A s in
0 ,6
Component 2
0 ,4 0 ,2 0 ,0
M a n is
P re fe re n s i
- 0 ,2 - 0 ,4 - 0 ,6
G u rih
- 0 ,8 0 ,0
0 ,1
0 ,2
0 ,3 0 ,4 Co m p o n e n t 1
0 ,5
0 ,6
0 ,7
0 ,8
114
Lampiran 32 (lanjutan). Loading plot dan Score plot hasil analisis hubungan atribut deskriptif dan preferensi konsumen Papua
P L S S co r e P lo t ( a tr i but r a s a ) 1,0
C iliwu ng
Component 2
0,5
C ih eran g
0,0
M em b ram o -0,5
C iso k a n
-1,0 -1,5
- 1,0
-0,5 0 ,0 Co mp o n e nt 1
0 ,5
1,0
PL S L oadi ng P lot ( atri but teks tur ) 0,50
A dhesif
K o hesif
Component 2
0,25
To o thpull
0,00
P referensi K ekerasan
-0,25
-0,50
U kuran Partikel
K ekasaran - 0,4
-0,2
0,0 0,2 Compone nt 1
0,4
0,6
P L S S c or e P l ot (a tr i but te k stur ) 2
C iliwun g
Component 2
1
M em b ram o 0
C ih eran g -1
C iso k an -2 - 2,0
- 1,5
- 1,0
- 0,5 0 ,0 Co mp o ne n t 1
0 ,5
1,0
1,5
115
Lampiran 33. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat
No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
1
Afifah Salimah
2
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Padang/Minang
3
6
7
3
4
9
5
3
2
3
9
3
Annisa Amalia
Padang/Minang
3
5
4
4
4
6
6
5
6
3
4
4
3
Lenggogeni Tanjung
Sumbar/Minang
2
3
3
3
6
3
3
1
2
3
6
4
4
Ayu Sri Rahayu
Padang/Minang
5
7
7
7
7
7
4
4
4
3
7
7
5
Rahayu Asmadini Rosa
Pariaman/Minang
5
6
4
3
3
3
2
1
2
5
8
6
6
Gemilang Tanisan
Padang/Minang
2
3
5
3
5
4
3
4
2
4
5
5
7
Dita Amilya
Kampung gadang/minang
2
3
2
2
2
2
2
1
2
2
3
4
8
Winarti Dwi Fortuna
Padang/Minang
5
3
3
5
2
3
3
6
5
5
6
4
9
Wilham Idris
Padang/Minang
3
7
5
2
2
3
2
2
2
3
7
5
10
Machmum Aliefiya
Padang/Minang
3
6
5
2
3
5
3
2
4
4
7
6
11
Etri Mardaningsih
Padang/Minangkabau
3
5
3
2
1
3
3
3
3
3
5
2
12
Sepriyadi Yusra
Padang/Minangkabau
5
3
4
4
2
5
1
6
5
6
4
3
13
Yoga SP
Sijuujung
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
14
M. Taufik Hidayat
2
4
2
3
3
5
2
2
1
2
2
2
15
Aulya Akbar
2
6
3
2
8
9
2
3
4
7
9
9
16
M.Fachrul Arli
Padang/Minang Sumbar, Tanjung/Minangkabau Padang/Minang
1
4
4
1
3
6
4
3
4
2
6
4
17
Alit Brilliant
Sumbar/Minangkabau
6
5
6
3
5
3
4
3
3
5
7
5
18
Mikhen Desvi
Padang/Minang
5
8
7
3
7
4
4
3
4
4
8
5
19
Arinda Zegiovano
Padang/Melayu
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
5
4
20
Rahmita Humaira
Pariaman/Mandahiung
2
3
3
2
1
2
3
6
6
6
3
6
21
Nanda Triandita
Pesisir (Sumbar)/Tanjung
3
6
4
5
3
2
3
4
6
1
4
5
116
Lampiran 33 (Lanjutan). Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sumatra Barat No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
22
Wahyu Mutia Rizki
23 24
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Solok/Minang
5
3
3
3
3
5
3
5
4
4
5
5
M. Mifthah Faridh C
Bukit tinggi/Guci
3
3
4
2
2
3
5
5
6
5
5
5
Atika Mayang Sari
Sumbar/Minang (Tanjung)
3
3
1
4
3
3
4
4
3
4
5
3
25
Irsyad Satria
Padang/Piliang
2
2
3
2
2
2
4
1
2
5
3
3
26
Ahmad Fauzi
Kab. Solok
5
6
4
3
4
4
2
3
3
3
6
5
27
Nofitri
Padang/Minang
4
5
6
5
6
7
3
6
6
4
4
4
28
Ryani Khairozi
Sumbar
3
6
4
3
6
6
3
6
7
7
6
5
29
Annizaf
Sumbar/Minangkabau
4
7
5
5
8
6
5
4
4
4
2
3
30
Mulyani Nofriza
Sumbar/Minangkabau
7
4
4
4
3
5
3
6
5
3
3
3
31
Wahyu Srimadani
Solok/Minang
3
3
5
2
2
2
4
5
5
6
8
8
32
Atamazala
Sumbar/Pisang
5
4
4
3
3
5
3
6
6
5
7
5
33
Rani Raflis
Tanah Datar/Minang
3
7
5
5
4
4
3
7
6
3
6
5
34
Rico Salvetra
Padang/Melayu
4
3
3
5
2
2
2
7
6
5
2
2
117
Lampiran 34. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
1
Rinrin Haryati
2
Rina Kusmayanti
3
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Sumedang/Sunda
4
6
5
3
3
4
3
3
3
5
5
6
Sumedang/Sunda
2
3
5
2
4
5
6
6
5
4
3
6
Ade Nurjaman
Pangandaran/Sunda
3
6
3
5
3
2
6
6
7
3
4
6
4
Manova Triwidoarni
Pangandaran/Sunda
5
6
5
4
3
3
4
6
5
6
2
4
5
Iwan Mahfuzhdin
Cirebon/Sunda
1
7
5
1
2
2
2
2
3
1
1
1
6
Maulana
Subang/Sunda
3
5
2
3
5
7
3
5
5
3
1
1
7
Pipih Mahmudah
Tasikmalaya/Sunda
2
3
2
3
1
1
2
2
3
2
3
1
8
Gumanti Muhammad S
Tasikmalaya/Sunda
4
3
3
6
6
4
4
6
6
4
3
3
9
Doni Ramdhani
Ciamis/Sunda
2
4
5
4
6
5
5
7
6
2
3
3
10
Imam Rizky Nurzanan
Garut/Sunda
3
2
1
4
3
3
2
7
5
5
4
6
11
Dede Hikmatul Alim
Garut/Sunda
3
4
5
3
4
3
3
6
6
6
4
5
12
Ika Suciati
Garut/Sunda
3
6
4
3
4
3
2
3
5
2
2
2
13
Anne Hermayanti
Garut/Sunda
2
3
2
3
7
7
3
5
3
3
4
3
14
Khoerul Imam Farwani
Garut/Sunda
4
3
3
5
7
6
4
8
4
6
2
2
15
Zahra Firdausi
Subang/Sunda
4
3
3
3
4
4
3
7
4
3
3
2
16
Rizal Nurbayan
Garut/Sunda
7
7
7
5
5
4
3
3
3
3
2
3
17
Sobandi Wiguna
Sumedang/Sunda
3
2
2
3
7
4
6
6
4
5
7
1
18
Pika Sati Suryani
Garut/Sunda
1
3
5
2
2
3
3
4
2
3
3
4
19
Siti Rohmah
Sumedang/Sunda
3
2
6
2
2
3
6
6
5
7
6
4
20
Proginal
Bandung/Sunda
3
7
3
7
4
7
3
2
4
7
7
7
21
Amalia Retnasari
Bandung/Sunda
5
6
6
4
4
3
5
7
7
5
3
3
22
Anggi Gustiani
Bandung/Sunda
3
2
2
3
6
5
2
7
4
2
3
2
118
Lampiran 34 (Lanjutan). Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Jawa Barat No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
23
Arditya Rahman I
24
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Bandung/Sunda
4
6
4
4
6
5
3
7
7
2
1
3
Muhammad Fauzi S
Subang/Sunda
3
2
3
4
6
5
3
4
4
4
4
5
25
Rey Fariz Irwansyah
Tasikmalaya/Sunda
3
4
4
5
3
5
3
3
3
3
3
4
26
Asep Andi
Tasikmalaya/Sunda
5
3
4
4
3
3
4
6
3
6
5
4
27
Eva Masrivah F
Garut/Sunda
5
4
4
4
4
6
5
4
5
4
6
7
28
Silmy Fadillah R
Subang/Sunda
1
3
4
3
1
3
5
7
5
4
8
7
29
Idah Faujiati R
Tasikmalaya/Sunda
4
6
4
3
4
4
4
7
6
2
3
4
30
Adi Abdurahman N
Tasikmalaya/Sunda
3
6
3
2
2
3
2
6
5
2
5
5
31
Lena Ayu
Subang/Sunda
4
7
3
3
3
3
3
6
3
6
8
3
32
Elin Tasliah
Tasikmalaya/Sunda
3
6
5
6
6
5
3
3
3
4
4
5
33
M Jafar Sidiq
Subang/Sunda
2
5
5
7
5
5
7
7
6
5
7
6
34
Radhiya Nur Anwar
Subang/Sunda
2
3
2
6
4
7
4
4
7
6
7
7
35
Efah Fitramala
Subang/Sunda
5
7
7
6
8
7
4
6
6
3
7
5
36
Feri Hardiani F
Subang/Sunda
3
1
3
3
7
3
3
4
6
3
1
2
37
Anggi Rustini
Subang/Sunda
3
7
6
3
6
5
3
8
7
3
3
3
38
Masaidah Cardi
Subang/Sunda
3
7
4
3
4
4
6
7
6
4
4
4
39
Amir Anshori
Tasikmalaya/Sunda
3
5
4
6
3
5
4
4
3
4
3
3
40
Shovia Hairani
Tasikmalaya/Sunda
3
2
3
4
5
4
3
5
3
2
3
2
41
Annisa Octa Arifa
Tasikmalaya/Sunda
4
6
5
4
7
7
4
6
3
3
7
7
42
Andhino Yudha P
Garut/Sunda
2
6
6
5
4
4
2
3
3
5
7
7
43
Asep Hambali
Subang/Sunda
5
4
3
4
6
5
5
6
7
7
6
6
44
Yosi Hidayati Amalia
Subang/Sunda
2
4
3
3
3
4
4
6
4
2
2
3
45
Dede Dadang S
Subang/Sunda
6
7
7
3
9
7
3
4
3
3
2
2
119
Lampiran 35. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan
No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
1
Amri Maulana
2
Muh. Takbir
3
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Sulawesi Selatan/Bugis
3
4
3
3
3
3
5
5
5
6
5
6
Palopo/Bugis
4
3
3
4
3
3
5
6
5
4
3
4
Arya Suryadilaya
Makassar/Makassar
7
6
5
3
2
5
5
5
4
4
2
2
4
Gerland Akhmadi
Makassar/Bugis
2
5
4
5
3
4
1
7
7
1
2
3
5
Muh Jiyad Hijran Djayani
Palu/Bugis-Makassar
1
3
2
4
5
2
2
4
3
2
1
2
6
Ikrar Gapshel
Makassar/Toraja
5
6
5
5
4
5
6
7
7
3
6
5
7
Andi Nurzamzam Arman
Makassar/Bugis
4
4
5
6
6
5
3
6
5
3
3
4
8
Muh. Fuad Anshori
4
6
7
4
2
7
2
3
5
2
2
2
9
Fitriah Idris
Sidrap/Bugis
1
3
4
3
2
4
7
6
5
1
1
2
10
Andi Muh Akram Mukhlis
Sulawesi Selatan/Bugis
2
2
1
3
3
1
3
6
6
5
3
3
11
Muh. Fachril Jeddawi
Bone/Bugis
3
6
4
4
4
4
7
7
7
6
6
6
12
St. Khadijah Hardyanti
Polewali Mandar/Bugis
3
3
4
4
3
4
4
7
6
3
2
3
13
Mutmainna
Maros/Bugis
4
5
5
5
6
5
4
6
6
5
3
3
14
Waode Sofia Zahrah A
Makassar/Bugis
3
3
3
4
3
3
3
4
5
3
6
3
15
Meliana Eka Saputri
Makassar/
3
4
3
3
3
3
3
5
4
3
2
2
16
Nurul Fajriah
Takalar/Makassar
1
4
5
3
1
5
4
7
6
6
2
3
17
Pratiwi Hamzah
2
9
4
6
2
4
4
9
3
2
3
2
18
Nur Islamiah Latif
3
4
5
3
4
5
5
3
6
5
4
5
19
Andy Ranty Patolo
Maros/Bugis Sulawesi Selatan/Makassar Gowa/Bugis
6
6
6
5
8
6
5
4
5
3
5
3
20
Dwida Rahmadani
Sulawesi Selatan/Bugis
4
3
6
3
6
6
1
3
3
3
2
2
21
Ahmad Zulfikar S.
Kep.Selayar/Bugis
3
2
1
4
2
1
3
6
9
3
1
1
22
Dicky
2
4
2
2
2
2
4
8
6
3
6
5
120
Lampiran 35 (Lanjutan). Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Sulawesi Selatan
No
Nama Panelis
Asal Daerah/Suku
24
Nur Mujahidah Syam
25
Ciherang
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Makassar
4
3
3
7
3
3
8
7
7
7
5
5
Nardi
Makassar
3
5
4
3
6
4
4
4
4
4
2
3
26
Nenny Febriyany
Makassar
2
5
5
1
6
5
5
8
6
8
9
3
27
Muh. Yunus Djamal
Makassar/Bugis
2
2
1
2
2
1
2
1
1
2
3
2
28
Ika Inayah
Makassar/Bugis
5
7
5
5
4
5
3
3
3
4
4
4
29
Nurul Fuady Abbas
Sulawesi Barat/Bugis
3
2
3
4
6
3
5
4
4
3
3
3
30
Nurrahma S F
Makassar/Bugis
4
7
7
5
6
7
3
4
3
3
3
4
31
Ridha Vivianti
Makassar/Bugis
4
6
5
4
7
5
3
7
6
6
3
5
32
Risqi Rahmatullah
Makassar
5
9
8
3
3
8
5
6
5
5
2
3
33
M. Ali Imran S
Enrekang/Bugis
5
4
4
6
5
4
3
4
6
6
4
4
34
Andi Fitra Ardiyansyah
Makassar/Bugis
3
4
6
4
5
6
5
6
5
5
4
5
35
Muthmaninnah
Sulawesi Selatan/Bugis
3
3
5
5
2
5
5
5
7
5
7
7
36
A. Cakra Adityawarman
Selawesi Selatan. Bugis
4
4
4
4
5
4
5
6
5
3
4
4
37
Zulmiziar Marwandana
Sulawesi Selatan/Bugis
2
3
2
4
3
2
2
1
1
4
3
3
38
Ridha
Sulawesi Selatan
4
4
4
5
3
4
6
4
5
4
7
4
39
St. Nurul Muslinah
Makassar
2
4
3
2
4
3
3
3
4
4
3
4
40
Nur Aliah Norman
Sulawesi Selatan/Bugis
3
8
5
6
8
5
7
7
7
4
2
3
41
Tiara etika
Makassar/Bugis
5
6
5
3
7
5
3
8
7
3
4
5
42
Nur Astri Mufthia
Sulawesi Selatan/
5
7
7
4
6
7
4
6
5
4
6
5
121
Lampiran 36. Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Papua Ciherang No
Nama Panelis
1
Dominggus Koreri Awak
2
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Asal Daerah/Suku Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Biak
4
3
4
3
2
2
3
3
5
2
2
4
Anna Clara
Sentani/Mee
5
3
3
3
3
3
5
3
3
2
3
3
3
Theopillus W Matindom
Serui
5
6
5
5
7
6
5
7
4
7
7
4
4
Natho Tebai
Nabire
3
3
3
4
3
3
4
3
3
2
3
3
5
Resa Urpon
Peg. Bintang Papua/Ketengiban
5
6
7
7
4
3
2
3
4
1
3
5
6
Amelia Louisyane Puhili
Jayapura
5
3
6
7
3
3
4
4
6
4
3
2
7
Noveni Vidia H.I
Papua
5
3
3
3
4
4
3
2
2
4
6
5
8
Samuel R Patiran
Papua/Sebyar
6
5
5
4
3
3
3
3
2
1
1
1
9
Deki Bunay
Paniai/Mee
3
5
4
7
6
5
5
4
3
7
6
5
10
Christopher Hamadi
Papua New Guinea
3
5
3
2
3
6
9
7
5
5
6
5
11
Emilliana R E Rawulun
Fakfak/Kei
3
2
5
3
3
3
5
6
6
3
2
2
12
Melinda Rumuy
Fakfak
3
4
3
3
2
3
3
6
7
3
4
3
13
Ricky Keiya
Papua/Mee
2
2
1
6
3
3
6
7
6
1
1
3
14
Hultrelda W
Fakfak/Sumuri
5
2
5
6
2
4
3
3
2
4
6
7
15
George K H
Fakfak
3
4
2
7
4
4
5
4
4
8
9
9
16
Honoratus Chison Kulka
Jayapura
3
4
2
3
2
1
6
4
5
5
3
2
17
Mariata
Marauke/Muyu
3
4
5
4
3
7
2
3
5
3
2
2
18
Idin
Bintuni
5
3
3
5
5
4
2
4
2
4
3
4
122
Lampiran 36 (Lanjutan). Data Uji Hedonik yang dinilai oleh panelis Papua Ciherang No
Nama Panelis
19
Yansen Rifurareani
20 21
Membramo
Cisokan
Ciliwung
Asal Daerah/Suku Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Aroma
Kepulenan
Rasa
Papua/Waropen
5
2
3
3
3
4
3
3
4
4
3
4
Yuliana Fatie
Sorong/Maybarat Papua
3
3
4
2
3
2
4
4
3
2
3
3
Himna
Papua/Biak
1
3
2
2
3
2
1
3
2
1
3
3
22
Mariana
Jayapura
4
4
6
6
6
4
3
3
4
4
4
4
23
Sutarjo R Rumagesan
Fakfak/Sekar
2
2
3
4
6
6
3
4
4
6
6
6
24
Wa Nurmi
Fakfak
3
2
2
3
4
3
3
6
4
5
6
6
25
Fenny
Fakfak
5
4
3
4
5
6
3
3
2
3
1
1
26
Cester R
Raja Ampat
8
4
7
3
4
3
4
7
3
7
4
4
27
Zakarias W P
Keerom/Papua
9
3
4
3
4
2
7
3
2
2
7
5
28
Marcel Edward K
Fakfak/Tanah Besar
5
4
6
3
5
6
3
4
5
5
4
5
29
Saida Batty
Fakfak/Kokas
3
6
4
2
2
2
2
3
4
2
1
1
30
Zack Rumpedai
Nabire/Waropen
3
2
4
7
6
7
2
6
7
7
8
5
123
Lampiran 37. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang Panelis
Atribut Rasa Manis U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,1
2,6
1,5
0,8
1,7
7,3
17,3
10,1
5,2
11,6
2
1,4
1,0
1,6
0,3
1,3
9,3
6,7
10,7
2,0
8,9
3
1,5
0,6
1,8
0,6
1,3
10,0
4,0
12,0
4,2
8,7
4
2,4
0,5
0,8
1,0
1,2
16,0
3,3
5,3
6,8
8,2
5
1,2
1,3
3,0
1,0
1,8
8,0
8,7
20,0
6,8
12,2
6
1,5
1,3
1,1
0,2
1,3
10,0
8,7
7,3
1,3
8,7
7
1,1
1,1
1,0
0,1
1,1
7,3
7,3
6,7
0,4
7,1
8
0,7
0,5
0,8
0,2
0,7
4,7
3,3
5,3
1,0
4,4
Rata-rata
8,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Rasa Asin U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,7
1,5
2,9
1,1
1,7
4,7
10,0
19,3
7,4
11,3
2
1,4
2,7
1,7
0,7
1,9
9,3
18,0
11,3
4,5
12,9
3
4,4
1,5
1,3
1,7
2,4
29,4
10,0
8,7
11,6
16,0
4
2,2
2,6
2,0
0,3
2,3
14,7
17,3
13,3
2,0
15,1
5
1,2
0,6
1,7
0,6
1,2
8,0
4,0
11,3
3,7
7,8
6
1,2
1,4
3,3
1,2
1,9
8,0
9,3
22,0
7,7
13,1
7
2,0
1,5
1,0
0,5
1,5
13,3
10,0
6,7
3,3
10,0
8
3,1
0,6
1,0
1,3
1,5
20,7
4,0
6,7
8,9
10,4
Rata-rata
12,1
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Rasa Gurih U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,3
0,6
2,2
0,8
1,4
8,7
4,0
14,7
5,4
9,1
2
1,7
1,5
1,0
0,4
1,4
11,3
10,0
6,7
2,4
9,3
3
1,0
0,4
0,4
0,4
0,6
6,7
2,7
2,7
2,3
4,0
4
0,8
1,1
1,3
0,2
1,1
5,3
7,3
8,7
1,7
7,1
5
0,7
0,7
1,0
0,2
0,8
4,7
4,7
6,7
1,2
5,3
6
0,6
2,5
0,5
1,1
1,2
4,0
16,7
3,3
7,5
8,0
7
0,3
0,6
0,7
0,2
0,5
2,0
4,0
4,7
1,4
3,6
8
0,9
0,4
0,7
0,2
0,7
6,0
2,7
4,7
1,7
4,4
Rata-rata
6,4
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
124
Lampiran 37 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang
Panelis
Atribut Aroma Manis U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,8
5,2
3,1
1,1
4,0
25,4
34,7
20,7
7,1
26,9
2
7,3
6,2
6,6
0,6
6,7
48,7
41,4
44,0
3,7
44,7
3
3,1
5,8
5,7
1,5
4,8
20,7
38,7
38,0
10,2
32,5
4
5,2
6,7
6,5
0,8
6,1
34,7
44,7
43,4
5,4
40,9
5
5,0
5,5
6,4
0,7
5,6
33,4
36,7
42,7
4,7
37,6
6
3,1
1,0
2,6
1,1
2,2
20,7
6,7
17,3
7,3
14,9
7
2,0
1,8
3,9
1,2
2,6
13,3
12,0
26,0
7,7
17,1
8
7,4
4,5
6,4
1,5
6,1
49,4
30,0
42,7
9,8
40,7
Rata-rata
31,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Aroma Nutty U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,7
1,6
0,9
0,5
1,1
4,7
10,7
6,0
3,2
7,1
2
0,3
1,1
0,9
0,4
0,8
2,0
7,3
6,0
2,8
5,1
3
2,7
2,1
1,7
0,5
2,2
18,0
14,0
11,3
3,4
14,4
4
1,0
2,2
1,9
0,6
1,7
6,7
14,7
12,7
4,2
11,3
5
1,0
1,1
0,6
0,3
0,9
6,7
7,3
4,0
1,7
6,0
6
1,5
1,9
2,7
0,6
2,0
10,0
12,7
18,0
4,1
13,6
7
1,0
0,8
0,7
0,2
0,8
6,7
5,3
4,7
1,0
5,6
8
0,6
1,8
1,3
0,6
1,2
4,0
12,0
8,7
4,0
8,2
Rata-rata
8,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Aroma Vanila U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,0
2,4
2,5
0,3
2,3
13,3
16,0
16,7
1,8
15,3
2
1,0
3,1
3,9
1,1
2,9
12,0
20,7
26,0
7,1
19,6
3
5,2
3,2
3,6
1,0
4,0
34,4
21,3
24,4
6,8
26,7
4
2,0
4,5
3,3
1,2
3,3
13,3
30,0
22,0
8,3
21,8
5
0,5
1,4
3,9
1,8
1,9
3,3
9,3
26,0
11,8
12,9
6
2,8
4,8
4,0
1,0
3,9
18,7
32,0
26,7
6,7
25,8
7
1,2
2,0
1,0
0,5
1,4
8,0
13,3
6,7
3,5
9,3
8
1,9
1,2
2,6
0,7
1,9
12,7
8,0
17,0
4,5
12,6
Rata-rata
18,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
125
Lampiran 37 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang
Panelis
Atribut Aroma Pandan U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,2
2,7
3,5
0,4
3,1
21,3
18,0
23,4
2,7
20,9
2
2,8
2,2
2,5
0,3
2,5
18,7
14,7
16,7
2,0
16,7
3
1,3
1,1
0,9
0,2
1,1
8,7
7,3
6,0
1,3
7,3
4
2,0
2,1
2,4
0,2
2,2
13,3
14,0
16,0
1,4
14,4
5
3,3
3,7
2,8
0,4
3,3
22,0
24,7
18,7
3,0
21,8
6
0,9
0,6
0,9
0,2
0,8
6,0
4,0
6,0
1,2
5,3
7
1,6
1,4
1,3
0,2
1,4
10,7
9,3
8,7
1,0
9,6
8
2,4
2,4
2,4
0,0
2,4
16,0
16,0
16,0
0,0
16,0
Rata-rata
14,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Aroma Buttery U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,2
0,7
0,5
0,4
0,8
8,0
4,7
3,3
2,4
5,3
2
3,8
5,3
5,1
0,8
4,7
25,4
35,4
34,0
5,4
31,6
3
4,9
4,3
4,0
0,5
4,4
32,7
28,7
26,7
3,1
29,4
4
3,2
3,5
3,5
0,2
3,4
21,3
23,4
23,4
1,2
22,7
5
5,2
4,5
4,0
0,6
4,6
34,7
30,0
26,7
4,0
30,5
6
1,7
2,6
1,4
0,6
1,9
11,3
17,3
9,3
4,2
12,7
7
1,9
2,3
1,9
0,2
2,0
12,7
15,3
12,7
1,5
13,6
8
5,3
7,6
6,6
1,2
6,5
35,4
50,7
44,0
7,7
43,4
Rata-rata
23,6
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Kelengketan sampel di bibir U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
13,3
11,9
11,3
1,0
12,2
88,7
79,4
75,4
6,8
81,2
2
4,9
5,7
3,5
1,1
4,7
32,7
38,0
23,4
7,4
31,4
3
5,3
5,5
5,5
0,1
5,4
35,4
36,7
36,7
0,8
36,2
4
9,2
5,2
7,3
2,0
7,2
61,4
34,7
48,7
13,4
48,2
5
10,9
8,7
9,2
1,2
9,6
72,7
58,0
61,4
7,7
64,0
6
4,4
6,4
8,4
2,0
6,4
29,4
42,7
56,0
13,3
42,7
7
6,8
6,9
7,1
0,2
6,9
45,4
46,0
47,4
1,0
46,2
8
11,7
6,9
9,4
2,4
9,3
78,0
46,0
62,7
16,0
62,2
Rata-rata
51,5
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
126
Lampiran 37 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang
Panelis
Atribut Kekerasan U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,8
4,1
2,6
0,8
2,8
25,4
27,0
17,3
5,2
23,2
2
3,7
4,5
3,2
0,7
3,0
24,7
30,0
21,0
4,5
25,2
3
4,5
3,9
4,4
0,3
3,3
30,0
26,0
29,4
2,1
28,5
4
3,9
3,6
2,0
1,0
2,6
26,0
24,0
13,3
6,8
21,1
5
6,1
4,2
4,4
1,0
3,9
40,7
28,0
29,4
6,7
32,7
6
2,6
3,3
2,2
0,6
2,2
17,3
22,0
14,7
3,7
18,0
7
5,8
4,0
3,4
1,2
3,6
38,7
26,7
22,7
8,3
29,4
8
6,7
7,1
6,5
0,3
5,2
44,7
47,4
43,4
2,0
45,1
Rata-rata
27,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Panelis
Atribut Kepaduan Massa Sampel U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
7,2
8,5
6,4
1,1
7,4
48,0
56,7
42,7
7,1
49,1
2
9,3
9,1
9,2
0,1
9,2
62,0
60,7
61,4
0,7
61,4
3
3,0
1,8
1,4
0,8
2,1
20,0
12,0
9,3
5,6
13,8
4
8,3
7,8
8,7
0,4
8,3
55,4
52,0
58,0
3,0
55,1
5
7,0
6,9
6,7
0,2
6,9
46,7
46,0
44,7
1,0
45,8
6
6,4
6,6
5,4
0,6
6,1
42,7
44,0
36,0
4,3
40,9
7
8,2
7,9
6,9
0,7
7,7
54,7
52,7
46,0
4,5
51,1
8
10,6
8,1
10,6
1,4
9,8
70,7
54,0
70,7
9,6
65,1
Rata-rata
47,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kekasaran Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
10,0
5,2
7,5
2,4
7,6
66,7
34,7
50,0
16,0
50,5
2
8,6
7,3
7,3
0,8
7,7
57,4
48,7
48,7
5,0
51,6
3
3,2
4,0
4,2
0,5
3,8
21,3
26,7
28,0
3,5
25,4
4
10,1
8,7
9,8
0,7
9,5
67,4
58,0
65,4
4,9
63,6
5
9,0
7,9
7,3
0,9
8,1
60,0
52,7
48,7
5,8
53,8
6
2,6
5,0
4,0
1,2
3,9
17,3
33,4
26,7
8,0
25,8
7
3,4
3,1
2,5
0,5
3,0
22,7
20,7
16,7
3,1
20,0
8
4,2
5,4
5,3
0,7
5,0
28,0
36,0
35,4
4,4
33,1
Rata-rata
40,5
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
127
Lampiran 37 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciherang Atribut Toothpull Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
5,0
5,8
4,4
0,7
5,1
33,4
38,7
29,4
4,7
33,8
2
2,7
3,0
3,3
0,3
3,0
18,0
20,0
22,0
2,0
20,0
3
6,6
7,7
6,8
0,6
7,0
44,0
51,4
45,4
3,9
46,9
4
0,8
2,4
4,8
2,0
2,7
5,3
16,0
32,0
13,4
17,8
5
4,2
5,1
6,0
0,9
5,1
28,0
34,0
40,0
6,0
34,0
6
5,2
4,4
6,4
1,0
5,3
34,7
29,4
42,7
6,7
35,6
7
9,1
6,1
8,3
1,6
7,8
60,7
40,7
55,4
10,4
52,3
8
2,4
5,5
4,3
1,6
4,1
16,0
36,7
28,7
10,4
27,1
Rata-rata
33,4
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Ukuran Partikel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
7,8
10,3
7,5
1,5
8,5
52,0
68,7
50,0
10,3
56,9
2
7,2
7,2
7,0
0,1
7,1
48,0
47,7
46,7
0,7
47,5
3
8,9
8,8
7,8
0,6
8,5
59,4
58,7
52,0
4,1
56,7
4
9,3
8,4
8,0
0,7
8,6
62,0
56,0
53,4
4,4
57,1
5
9,8
9,9
9,3
0,3
9,7
65,4
66,0
62,0
2,1
64,5
6
7,5
5,2
3,7
1,9
5,5
50,0
34,7
24,7
12,8
36,5
7
4,3
7,8
7,7
2,0
6,6
28,7
52,0
51,4
13,3
44,0
8
9,6
8,2
8,1
0,8
8,6
64,0
54,7
54,0
5,6
57,6
Rata-rata
52,6
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Lampiran 38. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Aroma Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,8
1,2
2,6
0,9
2,2
18,7
8,0
17,3
5,8
14,7
2
1,7
1,6
1,9
0,2
1,7
11,3
10,7
12,7
1,0
11,6
3
1,3
2,2
1,1
0,6
1,5
8,7
14,7
7,3
3,9
10,2
4
1,3
0,9
1,7
0,4
1,3
8,7
6,0
11,0
2,5
8,6
5
1,9
2,5
3,5
0,8
2,6
12,7
16,7
23,4
5,4
17,6
6
1,4
2,2
3,3
1,0
2,3
9,3
14,7
22,0
6,4
15,3
7
2,1
1,7
1,5
0,3
1,8
14,0
11,3
10,0
2,0
11,8
8
1,0
2,6
2,7
1,0
2,1
6,7
17,3
18,0
6,4
14,0
Rata-rata
13,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
128
Lampiran 38 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Rasa Asin Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,8
3,0
1,3
0,9
2,0
12,0
20,0
8,7
5,8
13,6
2
2,2
1,8
1,0
0,6
1,7
14,7
12,0
6,7
4,1
11,1
3
2,6
2,1
1,9
0,4
2,2
17,3
14,0
12,7
2,4
14,7
4
1,9
1,9
2,1
0,1
2,0
12,7
12,7
14,0
0,8
13,1
5
2,8
2,7
2,8
0,1
2,8
18,7
18,0
18,7
0,4
18,5
6
2,6
1,9
1,1
0,8
1,9
17,3
12,7
7,3
5,0
12,5
7
1,8
0,8
0,7
0,6
1,1
12,0
5,3
4,7
4,1
7,3
8
1,6
1,0
1,5
0,3
1,4
10,7
6,7
10,0
2,1
9,1
Rata-rata
12,5
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Rasa Gurih Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,2
2,5
1,4
0,7
1,7
8,0
16,7
9,3
4,7
11,3
2
2,0
1,4
1,4
0,4
1,6
13,3
9,3
9,3
2,3
10,7
3
1,5
1,1
0,8
0,4
1,1
10,0
7,3
5,3
2,3
7,6
4
1,5
0,8
1,4
0,4
1,2
10,0
5,3
9,3
2,5
8,2
5
0,5
1,5
1,6
0,6
1,2
3,3
10,0
10,7
4,1
8,0
6
1,1
1,7
1,4
0,3
1,4
7,3
11,3
9,3
2,0
9,3
7
0,9
3,0
0,9
1,2
1,6
6,0
20,0
6,0
8,1
10,7
8
0,4
0,8
1,1
0,4
0,8
2,7
5,3
7,3
2,3
5,1
Rata-rata
8,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,1
2,8
1,6
0,8
2,5
20,7
18,7
10,7
5,3
16,7
2
2,5
6,2
5,9
2,1
4,9
16,7
41,4
39,4
13,7
32,5
3
1,5
1,1
6,0
2,7
2,9
10,0
7,3
40,0
18,2
19,1
4
6,6
7,2
4,6
1,4
6,1
44,0
48,0
30,7
9,1
40,9
5
5,8
2,4
7,3
2,5
5,2
38,7
16,0
48,7
16,8
34,5
6
2,6
0,7
1,3
1,0
1,5
17,3
4,7
8,7
6,5
10,2
7
2,5
0,8
2,3
0,9
1,9
16,7
5,3
15,3
6,2
12,5
8
6,8
3,7
4,8
1,6
5,1
45,0
24,7
31,7
10,3
33,8
Rata-rata
25,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
129
Lampiran 38 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Aroma Nutty Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,3
0,8
1,3
0,5
0,8
2,0
5,3
8,7
3,3
5,3
2
3,4
1,5
2,6
1,0
2,5
22,7
10,0
17,3
6,4
16,7
3
1,1
2,0
2,2
0,6
1,8
7,3
13,3
14,7
3,9
11,8
4
1,3
0,8
1,4
0,3
1,2
8,7
5,3
9,3
2,1
7,8
5
2,0
2,6
2,0
0,4
2,2
13,3
17,3
13,3
2,3
14,7
6
1,3
0,5
0,2
0,6
0,7
8,7
3,3
1,3
3,8
4,5
7
1,2
2,6
1,6
0,7
1,8
8,0
17,3
10,7
4,8
12,0
8
4,5
4,0
3,4
0,5
4,0
29,7
26,7
22,7
3,5
26,4
Rata-rata
12,4
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Vanila Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,4
1,2
1,6
0,2
1,4
9,3
8,0
10,7
1,3
9,3
2
2,3
4,1
4,4
1,1
3,6
15,3
27,4
29,4
7,6
24,0
3
5,7
3,9
3,6
1,2
4,4
38,0
26,0
23,7
7,7
29,2
4
1,8
3,8
3,4
1,1
3,0
12,0
25,4
22,7
7,1
20,0
5
1,5
0,6
3,8
1,6
2,0
10,0
4,0
25,0
10,8
13,0
6
2,3
5,5
2,4
1,8
3,4
15,3
36,7
16,0
12,1
22,7
7
2,3
0,9
3,2
1,1
2,1
15,3
6,0
21,0
7,6
14,1
8
4,3
1,0
4,1
1,9
3,1
28,7
6,7
27,4
12,3
20,9
Rata-rata
19,2
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Pandan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,5
2,1
2,8
0,7
2,8
23,4
14,0
18,7
4,7
18,7
2
2,9
2,1
2,7
0,4
2,6
19,3
14,0
18,0
2,8
17,1
3
0,8
0,3
0,3
0,3
0,5
5,3
2,0
2,0
1,9
3,1
4
3,7
2,7
1,9
0,9
2,8
24,7
18,0
12,7
6,0
18,5
5
3,4
4,4
3,5
0,6
3,8
22,7
29,4
23,4
3,7
25,1
6
0,5
1,0
1,1
0,3
0,9
3,3
6,7
7,3
2,1
5,8
7
1,0
0,9
0,9
0,1
0,9
6,7
6,0
6,0
0,4
6,2
8
2,7
2,7
1,7
0,6
2,4
18,0
18,0
11,3
3,9
15,8
Rata-rata
13,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
130
Lampiran 38 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Aroma Buttery Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,5
0,5
1,6
0,6
0,9
3,3
3,3
10,7
4,2
5,8
2
4,3
5,5
5,7
0,8
5,2
28,7
36,7
38,0
5,1
34,5
3
5,1
4,1
4,2
0,6
4,5
34,0
27,4
27,7
3,8
29,7
4
2,1
0,9
2,8
1,0
1,9
14,0
6,0
18,7
6,4
12,9
5
2,5
2,8
3,1
0,3
2,8
16,7
18,7
20,7
2,0
18,7
6
4,2
4,8
3,4
0,7
4,1
28,0
32,0
22,7
4,7
27,6
7
1,4
2,0
1,8
0,3
1,7
9,3
13,3
12,0
2,0
11,6
8
3,2
1,3
1,5
1,0
2,0
21,3
8,7
10,0
7,0
13,3
Rata-rata
19,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kelengketan sampel di bibir Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
4,5
7,1
4,4
1,5
5,3
30,0
47,4
29,4
10,2
35,6
2
5,7
4,9
4,2
0,8
4,9
38,0
32,7
28,0
5,0
32,9
3
4,4
5,7
5,3
0,7
5,1
29,4
38,0
35,4
4,4
34,2
4
6,4
7,9
7,0
0,8
7,1
42,7
52,7
46,7
5,0
47,4
5
9,2
8,3
8,8
0,5
8,8
61,4
55,4
58,7
3,0
58,5
6
3,7
3,6
4,4
0,4
3,9
24,7
24,0
29,4
2,9
26,0
7
5,1
5,1
4,6
0,3
4,9
34,0
34,0
30,7
1,9
32,9
8
2,9
5,5
6,9
2,0
5,1
19,3
36,7
46,0
13,5
34,0
Rata-rata
37,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kekerasan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
5,3
3,6
4,1
0,9
4,3
35,4
24,0
27,4
5,8
28,9
2
4,1
4,6
3,4
0,6
4,0
27,4
30,7
22,7
4,0
26,9
3
4,0
4,8
5,7
0,9
4,8
26,7
32,0
38,0
5,7
32,2
4
4,5
4,5
4,4
0,1
4,5
30,0
30,0
29,4
0,4
29,8
5
6,5
4,1
7,8
1,9
6,1
43,4
27,4
52,0
12,5
40,9
6
7,1
4,5
4,6
1,5
5,4
47,4
30,0
30,7
9,8
36,0
7
4,6
4,6
5,4
0,5
4,9
30,7
30,7
36,0
3,1
32,5
8
4,1
5,7
4,5
0,8
4,8
27,4
38,0
30,0
5,6
31,8
Rata-rata
32,4
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
131
Lampiran 38 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Kepaduan Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
6,3
6,7
7,5
0,6
6,8
42,0
44,7
50,0
4,1
45,6
2
8,6
8,3
8,6
0,1
8,5
57,0
55,4
57,0
1,0
56,5
3
7,4
6,2
6,3
0,7
6,6
49,4
41,4
42,0
4,4
44,2
4
8,3
9,7
6,2
1,8
8,1
55,4
64,7
41,4
11,8
53,8
5
6,8
6,6
7,3
0,4
6,9
45,4
44,0
48,7
2,4
46,0
6
8,6
9,3
9,4
0,4
9,1
57,4
62,0
62,7
2,9
60,7
7
6,7
7,2
5,4
0,9
6,4
44,7
48,0
36,0
6,2
42,9
8
6,8
6,6
8,3
0,9
7,2
45,4
44,0
55,4
6,2
48,3
Rata-rata
49,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kekasaran Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
8,1
12,1
10,7
2,0
10,3
54,0
80,7
71,4
13,5
68,7
2
9,9
6,9
9,3
1,6
8,7
66,0
46,0
62,0
10,6
58,0
3
3,4
3,8
4,5
0,6
3,9
22,7
25,4
30,0
3,7
26,0
4
6,0
5,6
6,7
0,6
6,1
40,0
37,4
44,7
3,7
40,7
5
2,2
5,3
4,2
1,6
3,9
14,7
35,4
28,0
10,5
26,0
6
5,5
4,7
4,3
0,6
4,8
36,7
31,4
28,7
4,1
32,2
7
5,4
4,0
4,6
0,7
4,7
36,0
26,7
30,7
4,7
31,1
8
5,5
6,2
5,8
0,4
5,8
36,7
41,4
38,7
2,3
38,9
Rata-rata
40,2
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Toothpull Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,9
2,6
4,5
1,4
3,0
12,7
17,3
30,0
9,0
20,0
2
6,9
8,2
6,6
0,9
7,2
46,0
54,7
44,0
5,7
48,3
3
0,6
0,5
1,6
0,6
0,9
4,0
3,3
10,7
4,1
6,0
4
5,8
4,4
7,7
1,7
6,0
38,7
29,4
51,4
11,1
39,8
5
5,7
6,7
5,9
0,5
6,1
38,0
44,7
39,4
3,5
40,7
6
4,7
4,1
5,4
0,7
4,7
31,4
27,4
36,0
4,3
31,6
7
7,9
5,4
10,7
2,7
8,0
52,7
36,0
71,4
17,7
53,4
8
1,4
5,1
5,0
2,1
3,8
9,3
34,0
33,4
14,1
25,6
Rata-rata
33,2
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
132
Lampiran 38 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Cisokan Atribut Ukuran Partikel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Ratarata
1
8,8
10,7
7,9
1,4
9,1
58,7
71,4
52,7
9,5
60,9
2
6,8
7,4
7,2
0,3
7,1
45,4
49,4
48,0
2,0
47,6
3
7,3
7,5
9,9
1,5
8,2
48,7
50,0
66,0
9,7
54,9
4
7,7
10,6
9,9
1,5
9,4
51,4
70,7
66,0
10,1
62,7
5
10,6
10,5
10,5
0,1
10,5
70,7
70,0
70,0
0,4
70,3
6
8,6
9,2
7,8
0,7
8,5
57,4
61,4
52,0
4,7
56,9
7
3,7
7,4
8,4
2,5
6,5
24,7
49,4
56,0
16,5
43,4
8
8,4
6,4
7,6
1,0
7,5
56,0
42,7
50,7
6,7
49,8
Rata-rata
55,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Lampiran 39. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung Atribut Rasa Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,2
1,6
1,2
0,2
1,3
8,0
10,7
8,0
1,5
8,9
2
2,9
2,7
2,7
0,1
2,8
19,3
18,0
18,0
0,8
18,5
3
2,1
2,7
2,7
0,4
2,5
14,0
18,0
18,0
2,3
16,7
4
1,6
0,5
1,8
0,7
1,3
10,7
3,3
12,0
4,7
8,7
5
0,3
0,9
0,6
0,3
0,6
2,0
6,0
4,0
2,0
4,0
6
3,6
2,9
2,7
0,5
3,1
24,0
19,3
18,0
3,2
20,5
7
3,1
2,8
2,5
0,3
2,8
20,7
18,7
16,7
2,0
18,7
8
1,0
1,4
0,9
0,3
1,1
6,7
9,3
6,0
1,8
7,3
Rata-rata
12,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Rasa Asin Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,6
3,7
2,6
0,6
3,0
17,3
24,7
17,3
4,2
19,8
2
2,7
3,1
2,1
0,5
2,6
18,0
20,7
14,0
3,4
17,6
3
5,3
1,8
1,6
2,1
2,9
35,4
12,0
10,7
13,9
19,3
4
1,9
2,2
1,8
0,2
2,0
12,7
14,7
12,0
1,4
13,1
5
2,6
2,0
3,5
0,8
2,7
17,3
13,3
23,4
5,0
18,0
6
3,6
0,2
1,8
1,7
1,9
24,0
1,3
12,0
11,4
12,5
7
2,1
1,3
0,4
0,9
1,3
14,0
8,7
2,7
5,7
8,5
8
2,7
0,3
2,0
1,2
1,7
18,0
2,0
13,3
8,2
11,1
Rata-rata
15,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
133
Lampiran 39 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung Atribut Rasa Gurih Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,6
1,4
1,6
0,1
1,5
10,7
9,3
10,7
0,8
10,2
2
0,8
1,7
0,7
0,6
1,1
5,0
11,3
4,7
3,8
7,0
3
0,3
1,1
1,0
0,4
0,8
2,0
7,3
6,7
2,9
5,3
4
2,2
1,3
0,9
0,7
1,5
14,7
8,7
6,0
4,4
9,8
5
1,7
0,6
0,8
0,6
1,0
11,3
4,0
5,3
3,9
6,9
6
3,3
0,1
1,6
1,6
1,7
22,0
0,7
10,7
10,7
11,1
7
0,3
0,9
0,8
0,3
0,7
2,0
6,0
5,3
2,1
4,5
8
2,5
0,2
0,2
1,3
1,0
16,7
1,3
1,3
8,9
6,5
Rata-rata
7,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
4,3
3,9
0,8
1,9
3,0
28,7
26,0
5,3
12,8
20,0
2
7,2
8,4
7,2
0,7
7,6
48,0
56,0
48,0
4,6
50,7
3
7,6
6,5
6,5
0,6
6,9
50,7
43,4
43,4
4,2
45,8
4
3,3
5,5
6,0
1,4
4,9
22,0
36,7
39,7
9,5
32,8
5
4,6
5,5
4,0
0,8
4,7
30,7
36,7
26,7
5,0
31,4
6
7,3
6,5
6,7
0,4
6,8
48,7
43,4
44,4
2,8
45,5
7
3,5
3,9
3,4
0,3
3,6
23,4
26,0
22,7
1,8
24,0
8
5,3
7,0
6,8
1,0
6,4
35,0
46,7
45,4
6,4
42,4
Rata-rata
36,6
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Nutty Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,4
2,6
0,6
1,0
1,5
9,3
17,3
4,0
6,7
10,2
2
2,3
2,7
2,3
0,2
2,4
15,3
18,0
15,3
1,5
16,2
3
1,2
2,8
1,8
0,8
1,9
8,0
18,7
12,0
5,4
12,9
4
2,5
1,4
1,7
0,6
1,9
16,7
9,3
11,3
3,8
12,5
5
3,4
3,9
2,4
0,8
3,2
22,7
26,0
16,0
5,1
21,6
6
3,8
2,7
2,8
0,6
3,1
25,4
18,0
18,3
4,1
20,6
7
1,7
1,0
1,2
0,3
1,3
11,0
6,7
8,0
2,2
8,6
8
2,5
4,0
3,8
0,8
3,4
16,7
26,7
25,4
5,4
22,9
Rata-rata
15,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
134
Lampiran 39 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung Atribut Aroma Vanila Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,4
1,8
2,9
0,6
2,4
16,0
12,0
19,3
3,7
15,8
2
4,0
4,6
4,9
0,5
4,5
26,7
30,7
32,7
3,1
30,0
3
6,0
4,1
3,9
1,2
4,7
40,0
27,4
26,0
7,7
31,1
4
1,7
4,1
3,1
1,2
3,0
11,3
27,4
20,7
8,0
19,8
5
2,5
1,7
4,1
1,2
2,8
16,7
11,3
27,4
8,2
18,5
6
3,8
2,6
3,0
0,6
3,1
25,4
17,3
20,0
4,1
20,9
7
3,1
2,6
3,3
0,4
3,0
20,7
17,3
22,0
2,4
20,0
8
2,9
5,2
4,5
1,2
4,2
19,3
34,7
30,0
7,9
28,0
Rata-rata
23,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Pandan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,6
1,6
1,7
0,6
1,3
4,0
10,7
11,3
4,1
8,7
2
2,5
2,8
2,6
0,2
2,6
16,7
18,7
17,3
1,0
17,6
3
2,8
2,3
2,6
0,2
2,6
18,3
15,3
17,3
1,5
17,0
4
0,5
0,9
1,1
0,3
0,8
3,3
6,0
7,3
2,0
5,6
5
2,8
1,8
1,1
0,9
1,9
18,7
12,0
7,3
5,7
12,7
6
3,7
3,3
3,9
0,3
3,6
24,7
22,0
26,0
2,0
24,2
7
0,2
0,5
0,5
0,2
0,4
1,3
3,3
3,3
1,2
2,7
8
2,7
2,3
2,0
0,4
2,3
18,0
15,3
13,3
2,3
15,6
Rata-rata
13,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Buttery Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,6
1,7
1,2
0,3
1,5
10,7
11,3
8,0
1,8
10,0
2
3,5
5,7
5,3
1,2
4,4
23,4
38,0
35,4
7,8
32,2
3
4,6
4,4
4,2
0,2
2,3
30,7
29,4
28,0
1,3
29,4
4
1,5
2,2
3,2
0,9
3,8
10,0
14,7
21,3
5,7
15,3
5
2,2
4,6
4,7
1,4
4,4
14,7
30,7
31,4
9,4
25,6
6
5,4
3,6
4,3
0,9
2,2
36,0
24,0
28,7
6,1
29,6
7
1,6
3,1
2,0
0,8
3,2
10,7
20,7
13,3
5,2
14,9
8
3,9
2,9
2,9
0,6
1,3
26,0
19,3
19,3
3,9
21,6
Rata-rata
22,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
135
Lampiran 39 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung Atribut kelengketan sampel di bibir Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
6,4
4,5
5,4
1,0
5,4
42,7
30,0
36,0
6,3
36,2
2
4,1
5,8
5,0
0,9
5,0
27,4
38,7
33,4
5,7
33,1
3
11,3
5,8
6,6
3,0
7,9
75,4
38,7
44,0
19,8
52,7
4
10,4
7,1
6,8
2,0
8,1
69,4
47,4
45,4
13,3
54,0
5
9,7
9,5
9,4
0,2
9,5
64,7
63,4
62,7
1,0
63,6
6
6,2
5,6
8,1
1,3
6,6
41,4
37,4
54,0
8,7
44,2
7
4,5
7,9
7,8
1,9
6,7
30,0
52,7
52,0
12,9
44,9
8
13,0
7,4
8,7
2,9
9,7
86,7
49,4
58,0
19,6
64,7
Rata-rata
49,2
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kekerasan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
4,0
4,1
3,0
0,6
3,7
26,7
27,4
20,0
4,1
24,7
2
3,1
3,3
5,4
1,3
3,9
20,7
22,0
36,0
8,5
26,2
3
3,2
1,9
3,4
0,8
2,8
21,3
12,7
22,7
5,4
18,9
4
4,6
8,2
4,8
2,0
5,9
30,7
54,7
32,0
13,5
39,1
5
7,5
4,7
3,8
1,9
5,3
50,0
31,4
25,4
12,9
35,6
6
5,2
4,1
2,7
1,3
4,0
34,7
27,4
18,0
8,4
26,7
7
3,4
5,3
2,5
1,4
3,7
22,7
35,4
16,7
9,5
24,9
8
7,7
8,4
6,2
1,1
7,4
51,4
56,0
41,4
7,5
49,6
Rata-rata
30,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kepaduan Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
7,6
6,3
8,5
1,1
7,5
50,7
42,0
56,7
7,4
49,8
2
8,1
9,2
8,7
0,6
8,7
54,0
61,4
57,7
3,7
57,7
3
8,8
8,6
7,1
0,9
8,2
58,7
57,0
47,4
6,1
54,4
4
8,0
10,2
7,0
1,6
8,4
53,4
68,0
46,7
10,9
56,0
5
6,6
7,6
7,5
0,6
7,2
44,0
50,7
50,0
3,7
48,3
6
9,2
8,5
7,3
1,0
8,3
61,4
56,7
48,7
6,4
55,6
7
6,2
8,1
4,6
1,8
6,3
41,4
54,0
30,7
11,7
42,0
8
8,3
7,1
9,9
1,4
8,4
55,4
47,4
66,0
9,3
56,3
Rata-rata
52,5
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
136
Lampiran 39 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Ciliwung Atribut Kekasaran Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
8,1
6,6
8,2
0,9
7,6
54,0
44,0
54,7
6,0
50,9
2
3,8
3,7
4,1
0,2
3,9
25,4
24,4
27,4
1,5
25,7
3
4,5
1,2
3,9
1,8
3,2
30,0
8,0
26,0
11,7
21,3
4
7,4
9,0
5,5
1,8
7,3
49,4
60,0
36,7
11,7
48,7
5
2,5
4,7
4,4
1,2
3,9
16,7
31,4
29,4
8,0
25,8
6
6,7
4,2
3,9
1,5
4,9
44,7
28,0
26,0
10,3
32,9
7
4,5
1,2
1,8
1,8
2,5
30,0
8,0
12,0
11,7
16,7
8
5,1
6,4
4,7
0,9
5,4
34,0
42,7
31,4
5,9
36,0
Rata-rata
32,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Toothpull Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
6,6
6,6
3,5
1,8
5,6
44,0
44,0
23,4
11,9
37,1
2
3,2
1,3
2,9
1,0
2,5
21,3
8,7
19,3
6,8
16,5
3
7,2
7,9
7,4
0,4
7,5
48,0
52,7
49,4
2,4
50,0
4
0,2
3,1
2,0
1,5
1,8
1,3
20,7
13,3
9,8
11,8
5
3,5
3,6
6,5
1,7
4,5
23,4
24,0
43,4
11,4
30,2
6
4,9
5,0
4,9
0,1
4,9
32,7
33,4
32,7
0,4
32,9
7
6,0
7,4
6,3
0,7
6,6
40,0
49,4
42,0
4,9
43,8
8
1,9
5,1
5,5
2,0
4,2
12,7
34,0
36,7
13,2
27,8
Rata-rata
31,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Ukuran Partikel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
8,0
8,3
6,8
0,8
7,7
53,4
55,4
45,4
5,3
51,4
2
6,9
7,3
6,9
0,3
7,0
46,0
48,7
45,7
1,7
46,8
3
6,6
9,2
9,3
1,5
8,4
44,0
61,4
62,0
10,2
55,8
4
8,1
9,9
7,6
1,2
8,5
54,0
66,0
50,7
8,1
56,9
5
2,4
5,9
6,8
2,3
5,0
16,0
39,4
45,4
15,5
33,6
6
10,9
10,3
10,8
0,4
10,7
72,7
68,4
72,0
2,3
71,0
7
7,9
8,2
4,7
1,9
6,9
52,7
54,7
31,4
12,9
46,3
8
10,4
7,4
9,1
1,5
9,0
69,4
49,4
60,7
10,0
59,8
Rata-rata
52,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
137
Lampiran 40. Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo Atribut Rasa Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,2
0,7
1,0
0,8
1,3
14,7
4,7
6,7
5,3
8,7
2
2,0
1,9
2,0
0,1
2,0
13,3
12,7
13,3
0,4
13,1
3
2,6
1,2
2,1
0,7
2,0
17,3
8,0
14,0
4,7
13,1
4
3,1
2,2
2,4
0,5
2,6
20,7
14,7
16,0
3,2
17,1
5
1,6
1,7
1,5
0,1
1,6
10,7
11,3
10,0
0,7
10,7
6
2,9
0,7
1,3
1,1
1,6
19,3
4,7
8,7
7,6
10,9
7
0,4
1,2
0,7
0,4
0,8
2,7
8,0
4,7
2,7
5,1
8
2,4
1,2
1,1
0,7
1,6
16,0
8,0
7,3
4,8
10,5
Rata-rata
11,1
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Rasa Asin Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
3,0
1,1
3,6
1,3
2,6
20,0
7,3
24,0
8,7
17,1
2
2,6
2,2
2,5
0,2
2,4
17,3
14,3
16,7
1,6
16,1
3
3,8
3,1
1,0
1,5
2,6
25,4
20,7
6,7
9,7
17,6
4
1,4
2,5
1,4
0,6
1,8
9,3
16,7
9,3
4,2
11,8
5
0,3
0,3
0,2
0,1
0,3
1,7
2,0
1,3
0,3
1,7
6
3,2
0,9
0,8
1,4
1,6
21,3
6,0
5,3
9,1
10,9
7
1,4
1,0
0,5
0,5
1,0
9,3
6,7
3,3
3,0
6,5
8
0,8
1,5
0,5
0,5
0,9
5,3
10,0
3,3
3,4
6,2
Rata-rata
11,0
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Rasa Gurih Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,7
1,1
1,1
0,2
1,0
4,7
7,0
7,3
1,5
6,3
2
2,6
1,9
1,7
0,5
2,1
17,3
12,7
11,3
3,2
13,8
3
0,8
2,1
0,6
0,8
1,2
5,3
14,0
4,0
5,4
7,8
4
1,9
0,6
0,6
0,8
1,0
12,7
4,0
4,0
5,0
6,9
5
1,6
0,8
2,3
0,8
1,6
10,7
5,3
15,3
5,0
10,5
6
0,9
0,4
1,2
0,4
0,8
6,0
2,7
8,0
2,7
5,6
7
3,9
1,2
1,2
1,6
2,1
26,0
8,0
8,0
10,4
14,0
8
0,2
1,1
1,5
0,7
0,9
1,3
7,3
10,0
4,4
6,2
Rata-rata
8,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
138
Lampiran 40 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo Atribut Aroma Manis Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
5,2
7,3
5,3
1,2
5,9
34,7
48,7
35,4
7,9
39,6
2
6,2
6,2
4,0
1,3
5,5
41,4
41,4
26,7
8,5
36,5
3
7,1
6,6
6,2
0,5
6,6
47,4
44,0
41,4
3,0
44,2
4
4,1
4,9
2,9
1,0
4,0
27,4
32,7
19,3
6,7
26,5
5
6,3
3,1
7,1
2,1
5,5
42,0
20,7
47,4
14,1
36,7
6
3,8
1,3
1,6
1,4
2,2
25,4
8,7
10,7
9,1
14,9
7
1,3
1,4
2,8
0,8
1,8
8,7
9,3
18,7
5,6
12,2
8
7,7
6,4
5,5
1,1
6,5
51,4
42,7
36,7
7,4
43,6
Rata-rata
31,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Nutty Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,0
2,2
2,3
0,7
1,8
6,7
14,7
15,3
4,8
12,2
2
2,6
0,7
0,5
1,2
1,3
17,3
4,7
3,3
7,7
8,5
3
3,2
1,8
2,0
0,7
2,3
21,0
12,0
13,3
4,9
15,5
4
0,9
2,3
2,1
0,8
1,8
6,0
15,3
14,0
5,1
11,8
5
2,0
0,4
1,1
0,8
1,2
13,3
2,7
7,3
5,4
7,8
6
2,3
2,5
2,6
0,2
2,5
15,3
16,7
17,3
1,0
16,5
7
0,9
0,4
0,4
0,3
0,6
6,0
2,7
2,7
1,9
3,8
8
2,1
2,2
0,8
0,8
1,7
14,0
14,7
5,0
5,4
11,2
Rata-rata
10,9
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Vanila Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,7
4,4
4,5
1,0
3,9
18,0
29,4
30,0
6,8
25,8
2
2,7
2,5
3,1
0,3
2,8
18,0
16,7
20,7
2,0
18,5
3
5,4
3,6
4,0
1,0
4,3
36,0
24,0
26,4
6,4
28,8
4
1,5
4,7
3,2
1,6
3,1
10,0
31,4
21,3
10,7
20,9
5
2,0
0,4
3,6
1,6
2,0
13,3
2,7
24,0
10,7
13,3
6
4,3
3,9
1,7
1,4
3,3
28,4
26,0
11,3
9,2
21,9
7
3,1
4,6
4,9
1,0
4,2
20,7
30,7
32,7
6,4
28,0
8
2,8
1,6
1,7
0,7
2,0
18,7
10,7
11,3
4,4
13,6
Rata-rata
21,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
139
Lampiran 40 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo Atribut Aroma Pandan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
1,1
1,1
2,0
0,5
1,4
7,3
7,3
13,3
3,5
9,3
2
2,8
2,4
3,2
0,4
2,8
18,7
16,0
21,3
2,7
18,7
3
2,7
2,0
2,3
0,4
2,3
18,0
13,3
15,3
2,3
15,6
4
1,6
0,6
0,5
0,6
0,9
10,7
4,0
3,3
4,1
6,0
5
2,5
1,5
1,4
0,6
1,8
16,7
10,0
9,3
4,1
12,0
6
0,6
0,8
0,6
0,1
0,7
4,0
5,3
4,0
0,8
4,5
7
2,3
1,9
1,7
0,3
2,0
15,3
12,7
11,3
2,0
13,1
8
2,7
2,0
2,1
0,4
2,3
18,0
13,3
14,0
2,5
15,1
Rata-rata
11,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Aroma Buttery Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
0,7
1,2
0,2
0,5
0,7
4,7
8,0
1,3
3,3
4,7
2
3,2
4,6
5,5
1,2
4,4
21,3
30,7
36,7
7,7
29,6
3
4,7
3,9
3,1
0,8
3,9
31,4
26,0
20,7
5,3
26,0
4
3,0
1,7
2,4
0,7
2,4
20,0
11,3
16,0
4,3
15,8
5
4,8
4,1
3,7
0,6
4,2
32,0
27,4
24,7
3,7
28,0
6
0,8
2,8
1,6
1,0
1,7
5,3
18,7
10,7
6,7
11,6
7
2,4
1,8
2,4
0,4
2,2
16,0
12,0
16,0
2,3
14,7
8
5,7
7,0
5,7
0,8
6,1
38,0
46,7
38,0
5,0
40,9
Rata-rata
21,4
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kelengketan sampel di bibir Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
4,4
5,9
3,0
1,5
4,4
29,4
39,4
20,0
9,7
29,6
2
4,5
5,6
5,6
0,6
5,2
30,0
37,4
37,4
4,2
34,9
3
10,1
4,7
5,1
3,0
6,6
67,4
31,4
34,0
20,1
44,2
4
8,1
6,7
6,4
0,9
7,1
54,0
44,7
42,7
6,1
47,1
5
10,0
9,1
10,7
0,8
9,9
66,7
60,7
71,4
5,4
66,3
6
6,8
4,6
7,8
1,6
6,4
45,4
30,7
52,0
10,9
42,7
7
7,5
7,4
5,2
1,3
6,7
50,0
49,4
34,7
8,7
44,7
8
10,0
6,5
8,0
1,8
8,2
66,7
43,4
53,4
11,7
54,5
Rata-rata
45,5
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
140
Lampiran 40 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo Atribut Kekerasan Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
4,6
4,5
3,3
0,7
4,1
30,7
30,0
22,0
4,8
27,6
2
3,9
4,3
3,3
0,5
3,8
26,0
28,7
22,0
3,4
25,6
3
3,6
4,6
3,7
0,6
4,0
24,0
30,7
24,7
3,7
26,5
4
3,5
4,1
3,8
0,3
3,8
23,4
27,4
25,4
2,0
25,4
5
7,0
4,6
4,6
1,4
5,4
46,7
30,7
30,7
9,2
36,0
6
6,5
3,9
4,1
1,5
4,8
43,4
26,0
27,4
9,7
32,2
7
3,6
3,6
3,2
0,2
3,5
24,0
24,0
21,3
1,5
23,1
8
6,3
3,4
3,7
1,6
4,5
42,0
22,7
24,7
10,6
29,8
Rata-rata
28,3
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kepaduan Massa Sampel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
6,6
8,8
8,1
1,1
7,8
44,0
58,7
54,0
7,5
52,3
2
8,8
8,8
8,8
0,0
8,8
58,7
58,7
58,4
0,2
58,6
3
8,6
6,9
7,7
0,9
7,7
57,4
46,0
51,4
5,7
51,6
4
11,1
8,7
8,1
1,6
9,3
74,0
58,0
54,0
10,6
62,0
5
7,4
7,3
7,0
0,2
7,2
49,4
48,7
46,7
1,4
48,3
6
7,6
7,9
6,2
0,9
7,2
50,7
52,7
41,4
6,1
48,3
7
7,5
8,4
6,6
0,9
7,5
50,0
56,0
44,0
6,0
50,0
8
7,5
7,5
11,4
2,3
8,8
50,0
50,0
76,0
15,0
58,7
Rata-rata
53,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Kekasaran Massa Sampel
Panelis
U1
U2
U3
SD
Ratarata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
9,2
8,0
8,6
0,6
8,6 61,4
53,4
57,4
4,0
57,4
2
3,6
3,9
4,4
0,4
4,0 24,0
26,0
29,4
2,7
26,5
3
9,5
10,8
8,3
1,3
9,5 63,4
72,0
55,4
8,3
63,6
4
7,7
2,6
3,4
2,7
4,6 51,4
17,3
22,7
18,3
30,5
5
10,5
6,1
6,3
2,5
7,6 70,0
40,7
42,0
16,6
50,9
6
2,4
4,3
3,8
1,0
3,5 16,0
28,7
25,4
6,6
23,4
7
4,7
3,5
3,4
0,7
3,9 31,4
23,4
22,7
4,8
25,8
8
4,7
5,9
4,1
0,9
4,9 31,4
39,4
27,4
6,1
32,7
Rata-rata
38,8
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
141
Lampiran 40 (Lanjutan). Data Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Varietas Membramo Atribut Toothpull Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
2,4
3,2
7,7
2,9
4,4
16,0
21,3
51,4
19,1
29,6
2
3,7
3,8
3,9
0,1
3,8
24,7
25,4
26,0
0,7
25,4
3
6,8
7,8
7,1
0,5
7,2
45,0
52,0
47,4
3,6
48,1
4
5,0
5,7
5,1
0,4
5,3
33,4
38,0
34,0
2,5
35,1
5
10,8
8,8
11,9
1,6
10,5
72,0
58,7
79,4
10,5
70,0
6
5,5
3,7
6,0
1,2
5,1
36,7
24,7
40,0
8,1
33,8
7
9,5
7,7
8,8
0,9
8,7
63,4
51,4
58,7
6,1
57,8
8
3,2
4,8
3,5
0,9
3,8
21,3
32,0
23,4
5,7
25,6
Rata-rata
40,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi)
Atribut Ukuran Partikel Panelis
U1
U2
U3
SD
Rata-rata
U1*
U2*
U3*
SD
Rata-rata
1
8,3
9,1
7,2
1,0
8,2
55,4
60,7
48,0
6,4
54,7
2
7,1
7,2
6,9
0,2
7,1
47,4
48,0
46,0
1,0
47,1
3
7,7
8,0
8,8
0,6
8,2
51,4
53,4
58,7
3,8
54,5
4
8,5
9,2
8,6
0,4
8,8
56,7
61,4
57,4
2,5
58,5
5
10,2
9,6
9,6
0,4
9,8
68,0
64,0
64,0
2,3
65,4
6
6,6
7,3
4,2
1,6
6,0
44,0
48,7
28,0
10,8
40,2
7
5,4
8,2
6,4
1,4
6,7
36,0
54,7
42,7
9,5
44,5
8
9,1
7,7
8,6
0,7
8,5
60,7
51,4
57,4
4,7
56,5
Rata-rata
52,7
*) Konversi menjadi skala 0 (terendah)-100 (tertinggi
142