STUDI KOMPARASI KINERJA DITINJAU DARI KESERTAAN DIKLAT PADA GURU DI SMK NEGERI 1 BABAT TOMAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN
ABSTRAK
Iskandar Absy Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Universitas Tridinanti Palembang Jl. Kapten Marzuki No.2446 Kamboja Palembang Telp. 0711-372164-360717, Fax. 0711-360725 Wab site : www/mm-utp.com E-mail :
[email protected]
Penelitian ini mengkaji variabel kinerja guru di SMK N I Babat Toman Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dari mulai pengumpulan data dilapangan, pengelompokkan data, analisis data hingga penulisan laporan yakni dari bulan Mei sampai Juli 2007 Penelitian ini mengunakan desain penelitian survey dengan mengumpulkan impormasi dari responden dengan mengunakan daftar pertanyaan (Kuisioner) yang disesuaikan dengan topik penelitian. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel kinerja guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja guru sebelum dan setelah mengikuti diklat. Oleh karena itu, analisis statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparasi. Untuk menguji pengaruh pelatihan dan disiplin kerja secara sendiri digunakan uji T. Hasil yang diperoleh melalui analisis data penelitian menunjukkan bahwa kinerja guru di SMK Negeri I Babat Toman mengalami peningkatan kearah yang lebih baik setelah mengikuti diklat. Untuk membuktikan Ha terima atau ditolak, dilakukan perbandingan . T terhitung dengan nilai T tabel. Hasil perhitungan statistik diperoleh nilai. T. hitung sebesar 6,70 lebih besar ( > ) dan T tabel 2,045 pada 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pembangunan di bidang pendidikan mengharuskan Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang melakukan pembenahan manajemen pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa mutu pendidikan di kita saat ini jauh dari yang diharapkan. Apalagi jika dibandingkan dengan mutu pendidikan di negara lain. Hasil survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2000 tentang “Mutu Pendidikan Di Kawasan Asia”, menempatkan Indonesia di ranking 12 setingkat di bawah Vietnam. Merosotnya mutu pendidikan di Indonesia umumnya dan di daerah khususnya secara spesifik dilihat dari perspektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional kita, dan rendahnya sumberdaya manusia, yaitu menempati peringkat 113 dari 177 negara di dunia (PERC, 2000). Data ini diperoleh sesuai hasil survey tentang Human Development Index (HDI) oleh UNDP 2004 (Brodjonegoro dalam Pikiran Rakyat, 28 Oktober 2005). Dalam perspektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya adalah kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi Information Communication Technology (ICT) dalam dunia pendidikan melalui internet, aplikasi pendekatan dan metode pendidikan, metode evaluasi
Jurnal M anajem enM M-U T P
pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan, sumberdaya manusia pelaku pendidikan, dan standar pendidikan nasional. Sedangkan dalam perspektif mikro, “faktor determinan yang berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan adalah guru yang profesional” (Djamin, 1999), dan “guru yang sejahtera” (Mujiran, 2005). Sebagai komponen mikro penentu mutu pendidikan, “guru harus bermutu dan berkinerja baik (Mustafa, 2005). Dengan kata lain, guru merupakan salah satu komponen mikro dalam sistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran dalam proses pendidikan nasional (Suyanto dan Hisyam, 2000:27). Guru sebagai pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian (UU Nomor 20 Tahun 2003). Oleh karena itu guru wajib mengembangkan ”kemampuan profesionalnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas, karena pendidikan masa datang menuntut keterampilan profesi pendidikan yang bermutu”(Meggary dan Dean, 1999:12-14). Menurut Jones (2005) ”guru sebagai tenaga profesional harus
memiliki keterampilan manajemen di sekolah”, dan harus ”berperan sebagai pengembang budaya belajar siswa” (Sparks, 2005:30). Selain itu, guru profesional harus mengetahui sistem manajement information. Pada tingkat operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperensial (Surya, 2004:4). Depdikbud (1994:63) menyatakan ”guru merupakan sumberdaya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta proses belajar mengajar (PBM) yang bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan faktor pendidikan”. Sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, ”guru harus terdidik dan terlatih secara akademik dan profesional serta mendapat pengakuan formal sebagaimana mestinya” (Depdiknas, 2004:1), dan ”profesi mengajar harus memiliki status profesi yang membutuhkan pengembangan” (Tilaar, 2001:142). Menyadari hal tersebut, Depdiknas melakukan program sertifikasi berupa akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan yang akan menjadi pendidik. Danumihardja (2001:39) menyatakan pendapatnya bahwa
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan tugastugas pendidikan sangat penting dilakukan oleh para manajer pendidikan di setiap sekolah. Kinerja guru bukan variabel tunggal, tetapi variabel yang ditentukan dan menentukan variabel lainnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru diantaranya adalah motivasi dan kepuasan kerja dalam kegiatan proses belajar mengajar. Sedangkan kinerja guru dapat mempengaruhi mutu hasil belajar siswa. Motivasi kerja guru dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan sangat penting dimiliki guru dan manajer pendidikan di sekolah. Sweeney dan McFarlin (2002:83) menyimpulkan bahwa motivasi adalah ”the big issue, ...
the most important issue in organizational behavior.” Dalam konteks manajemen personalia, Deesler (1993:19) menyebut motivasi sebagai ”isu sentral dalam manajemen”. Menurut Luthan (2002:259) ”memotivasi pegawai dalam bekerja selalu menjadi perhatian utama para manajer dalam meningkatkan performace kerja pegawai.”
Para manajer menyadari bahwa motivasi kerja berhubungan erat dengan kinerja (Sweeney dan McFarlin, 2002:84). Surya (2005:5) menyatakan
”guru yang profesional harus selalu kreatif dan produktif dalam berinovasi untuk meningkatkan mutu pendidikan”.
Namun, ”untuk menyiapkan guru yang inovatif sangat sulit, jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan bagi tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai (Surya, 2005:5; Mudjiran, 2005). Peningkatan mutu profesionalisme guru di institusi pendidikan, peningkatan motivasi kerja, kinerja, produktivitas kerja, serta pemberian berbagai jenis pendidikan dan pelatihan profesi kepada para guru sangat diperlukan. Selain itu juga diperlukan adalah berbagai ”kebijakan pemerintah dalam pengembangan sumberdaya manusia” (Muhadjir, 1992:119) melalui ”profesionalisasi pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu guru” (Chan dan Sam, 1992:53) dan mutu pendidikan (Jalal, 2005:1).
Jurnal M anajem enM M-U T P
”peningkatan kinerja juga penting dilakukan oleh guru itu sendiri atau atas pengaruh motivasi kepala sekolah. Namun kondisi kerja para guru, baik yang bersifat fisik maupun non fisik masih belum memberikan derajat kepuasan kerja sehingga mempengaruhi kinerja guru.”
Peningkatan kepuasan kerja guru dalam pendidikan dapat ditingkatkan melalui supervisi oleh kepala sekolah. ”Kepuasan kerja guru berkaitan dengan profesionalisme, motivasi kerja, dan kinerja guru” (Struss dan Sayles dalam Fraser, 1985:13). ”Guru yang puas dalam bekerja cenderung profesional, motivasi kerja dan kinerjanya baik serta kaya dengan ide-ide ilmiah (Hartwell, 1995).
2
Kualitas belajar siswa sebagai sub sistem dari kualitas pendidikan secara umum merupakan permasalahan yang sangat kompleks, mengingat mutu belajar siswa itu merupakan muara dari seluruh komponen yang tergabung dalam sistem pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, kualitas hasil belajar tidak ditentukan oleh faktor tunggal, melainkan terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain guru, kurikulum, sarana dan prasarana, biaya, sistem pengelolaan, iklim kerja, kesejahteraan, dan siswa itu sendiri sebagai peserta didik, dan banyak faktor lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmadinata (2006:7) yang menyatakan bahwa:
pendidikan. Karena itu, ”penelitian tentang guru diperlukan untuk pengembangan kinerja” (Widiati, 2000:362). Melalui kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tengang Standar Nasional Pendidikan. Oleh karena itu, penelitian ini sangat urgen dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru di Indonesia, khususnya guru-guru yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin dan yang lebih khusus lagi guru-guru di SMK Negeri 1 Babat Toman. Guru yang berkinerja baik menjadi alat utama dalam meningkatkan proses belajar mengajar dan hasil belajar mahasiswa di kelas. Proses belajar mengajar dan mutu hasil belajar merupakan salah satu barometer untuk melahirkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan sebagai alat utama untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin. Untuk melihat pengembangan mutu kinerja guru akan dilihat melalui studi komparasi antara kinerja sebelum mengikuti DIKLAT dengan kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. Karena diyakini pelaksanaan DIKLAT memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam mengembang kemampuan kerja guru. Pada saat ini guru yang terdaftar sebagai tenaga pengajar di SMK Negeri 1 Babat Toman berjumlah 30 orang dengan tingkat pendidikan sebagian besar sarjana (S1) dengan berbagai disiplin program studi. Agar guru di lingkungan SMK Negeri 1 Babat Toman memiliki kinerja yang baik, maka setiap guru perlu mengikuti DIKLAT sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.
Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana penddikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung.
Dari semua faktor tersebut, guru menempati posisi sentral, mengingat persoalan pokok dari kualitas hasil belajar berawal dari proses belajar mengajar. Menurut Sallis (2006:86) ”pada saat sebagian besar institusi pendidikan dituntut untuk mengerjakan lebih baik lagi, penting baginya untuk menfokuskan diri pada aktivitas utama yaitu pembelajaran.” Sejalan dengan pendapat tersebut Ahmad (2006) menyatakan bahwa ”dalam proses belajar mengajar faktor guru sangat menentukan”. Peran guru dalam proses belajar mengajar belum dapat digantikan oleh media apapun. Seperti dinyatakan oleh Fakry Gaffar (1999) bahwa: Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilainilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan ...
Namun yang menjadi permasalahan sekarang adalah kinerja guru masih dirasakan masih rendah (Pilar, 1999). Rendahnya mutu pendidikan Indonesia tidak terlepas dari rendahnya mutu guru sebagai faktor utama penentu mutu
Jurnal M anajem enM M-U T P
C. Pembatasan Masalah
3
Sehubungan dengan keterbatasan waktu, dana, dan pengetahuan penulis, maka penelitian ini akan difokuskan pada masalah utama, maka perlu dilakukan pembatasan penelitian. Fokus penelitian dibatasi pada satu variabel, yaitu kinerja guru sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT.
pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan; (3) responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban; dan (4) angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dan dalam waktu yang cepat. Oleh karena itu teknik ini cocok dan efektif untuk digunakan menghimpun data tentang indikator-indikator dari setiap faktor yang akan diteliti.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka rumusan masalah penelitian adalah: “Apakah ada perbedaan yang signifikan pada kinerja guru sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT?”
2. Teknik Pengumpulan Data dengan Observasi Langkah pengumpulan data melalui kegiatan pengamatan langsung atas objek yang diteliti merupakan teknik penelitian ilmiah, karena dimulai dari observasi atas adanya masalah tertentu dan diuji serta diakhiri melalui observasi pula. Teknik ini umumnya efektif untuk diterapkan bila objek yang diteliti relatif kecil jumlahnya. Maka teknik pengumpulan data melalui observasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati hal-hal yang konkrit dari indikator-indikator profesi-onalisme dosen dan mutu hasil belajar mahasiswa. Data yang diperoleh merupakan bahan deskripsi maupun data dari hasil analisis pengujian hipotesis.
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang: 1. Komparasi antara kierja guru sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT di SMK Negeri 1 Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin. 2. Manfaat dari pelaksanaan DIKLAT bagi guru-guru yang ada di daerah sebagai pengembangan kemampuan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu Penelitian ini selama lebih kurang tiga bulan, terhitung sejak bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Tempat Penelitian di SMK Negeri 1 Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
3. Teknik Pengumpulan Data dengan Wawancara Koentjaraningrat (1986) mengemukakan bahwa dalam pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara yang bersifat unstructured, yaitu wawancara yang terfokus pada suatu masalah tertentu (focused interview) dan wawancara bebas (free interview) yang berisi pertanyaanpertanyaan yang berpindah-pindah dari satu pokok ke pokok lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya.
B. Teknik Pengumpulan Data Nasution (1982:34) menyatakan bahwa “untuk memperoleh keterangan dapat digunakan quetionaire atau angket, wawancara, observasi langsung, atau kombinasi dari berbagai teknik tersebut.” Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa pada dasarnya ada tiga teknik utama untuk mengumpulkan data dalam suatu kegiatan penelitian. Ketiga teknik tersebut akan dimanfaatkan dalam penelitian ini. 1. Teknik Pengumpulan Data dengan Angket Pilihan teknik ini didasarkan pada alasan bahwa: (1) responden memiliki waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan; (2) setiap responden menghadapi susunan dan cara
Jurnal M anajem enM M-U T P
C. Instrumen Penelitian Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket, yaitu sederet daftar pernyataan yang berisikan rangkaian mengenai masalah atau bidang yang sedang diteliti. Instrumen penelitian berupa alat ukur, pada penelitian digunakan kuesioner
4
alat ukur (content validity) dalam penelitian ini akan menjadi lebih representatif, komprehensif, dan relevan. Secara lebih rinci tahap pembuatan kisi-kisi alat ukur adalah sebagai berikut: (a) menentukan definisi, yaitu konsep teori yang dinyatakan dalam model penelitian, (b) menentukan definisi operasional, yaitu gambaran konsep operasional dari variabel yang akan di ukur biasanya dinyatakan dalam kata-kata yang menggambarkan perilaku dan karakteristik, (c) menurunkan dimensi dan kategori penelitian, yaitu kategori perilaku dan karakteristik yang akan di ukur, (d) menurunkan elemen, yaitu penjabaran lebih lanjut menjadi itemitem yang dapat di ukur langsung untuk menggambarkan konsep yang hendak di ukur. 2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kisi-kisi penelitian adalah kegiatan DIKLAT dengan kinerja guru melalui kajian studi korelasi yang dikembangkan berdasar teori yang dapat di lihat pada tabel 1 berikut ini:
yang dalam penyusunannya mempertimbangkan faktor-faktor yang merupakan spesifikasi alat ukur, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Identifikasi Tujuan Pengukuran Tujuan pengukuran sebagai hal yang penting dalam penyusunan alat ukur biasanya diperoleh dari pengembangan ide awal penelitian, yaitu apa yang hendak di ukur dan hasil yang akan diperoleh melalui penelitian. Melalui tujuan pengukuran ini akan diperoleh beberapa pertimbangan pengambilan sampel, item dari setiap bagian yang akan di ukur, penetapan penyebaran item, dan penentuan karakteristik responden yang diinginkan. Di dalam penyusunan alat ukur, pembatasan isi yang akan disajikan dalam bentuk item merupakan hal yang sangat penting. Pembatasan bahan pengukuran ini bertujuan agar alat ukur yang disusun tidak keluar dari fokus penelitian. Untuk mengarahkan penentuan item-item pernyataan yang relevan dan memastikan bahwa tidak ada bagian penting yang terlewat atau terwakili oleh item alat ukur, pembatasan cakupan isi alat ukur merupakan hal yang sangat penting. Dengan demikian diharapkan validitas isi
Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kinerja Guru Sebelum dan setelah Mengikuti DIKLAT 1 2
NO
DIMENSI Kualitas Kerja Kuantitas Kerja
3 4
Ketepatan Waktu Efektifitas
INDIKATOR Tingkat kualitas kerja Tingkat kuantitas pekerjaan yang sudah dikerjakan. Tingkat ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan. Tingkat penggunaan sumber daya organisasi
8, 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
Pada ujicoba instrumen, akan dilakukan analisis terhadap semua butir (item) yang terdapat pada daftar pernyataan. Untuk melihat apakah kuesioner layak disebarkan kepada responden yang sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan uji validitas, uji reliabilitas, dan proses pelaksanaannya. Parameswaran, dkk (1979) yang mengutip pendapat Wilks, mengungkapkan ada tiga persyaratan yang harus dilakukan untuk suatu pengukuran uji validitas dan uji reliabilitas, yaitu: (1) pengukuran harus merupakan suatu proses penentuan
D. Ujicoba Instrumen Ujicoba instrumen dilakukan kepada dosen yang tidak terpilih sebagai anggota sampel yang sesungguhnya. Untuk sampel uji coba dilakukan kepada 30 orang guru. Ke-30 orang guru yang dijadikan sebagai sampel percobaan bukan berasal dari anggota sampel yang sesungguhnya. Sebagaimana dikatakan oleh Sugiyono (2000:17) bahwa ukuran sampel ujicoba paling sedikit 30 orang responden. Sehingga jumlah sampel ujicoba ini sudah memenuhi syarat untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.
Jurnal M anajem enM M-U T P
BUTIR PERNYATAAN 1, 2, 3 4, 5, 6,7
5
konsep secara operasional, (2) pengu-kuran harus valid dan akurat, dan (3) hasil proses pengukuran harus dapat diproduksi ulang (reproductable). Pendapat Wilks tersebut memperli-hatkan bahwa suatu pengukuran harus diuji kesahihan (validity), keandalan (reliability) dan prosesnya (unidimensionality) (Churchill, 1979; Gerbing, et.al 1987).
t
s gab
1 1 n1 n 2
dimana:
s gab
(n1 1) s12 (n 2 1) s 22 (n1 n2 ) 2
Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan ttabel. Menurut Sugiyono (2006:142) bila thitung lebih besar dari ttabel, berarti perbedaan itu signifikan, sehingga instrumen dinyatakan valid. Untuk menghitung nilai validitas, digunakan alat bantu program microsoft excel.
1. Uji Validitas Dalam analisis uji validitas ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu validitas konstruksi (construct validity) dan validitas isi (content validity). Bagozzi, et.al (1991) mendefinisikan validitas konstruksi adalah sejauh mana sebuah variable operasional mampu mengukur konsep yang seharusnya di ukur. Untuk mengetahui ketepatannya, butir-butir kuesioner dianalisis dengan analisis validitas. Validitas konstruksi dapat dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan para ahli (judgment experts). Setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli atau pembimbing (Sugiyono (2005:141). Setelah data ditabulasi, pengujian validitas isi dilakukan dengan menganalisis setiap item dengan skor total. Analisis faktor dilakukan dengan cara mengkorelasikan jumlah skor masingmasing faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas, maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kaplan dan Saccuzzo (1993), butir yang baik adalah butir pernyataan yang memiliki nilai korelasi antara 0,30 – 0,70. Azwar (1993) menyatakan biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala psikologi digunakan harga koefisien minimal sama dengan 0.30. Hal ini berarti semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0.30 dapat dipisahkan atau diperbaiki, sedangkan item yang memiliki nilai signifikan yang tinggi akan dipakai sebagai item instrumen penelitian. Untuk menguji daya pembeda secara signifikan digunakan rumus t-test sebagai berikut:
Jurnal M anajem enM M-U T P
X1 X 2
2.
Uji Reliabelitas Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil dari suatu pengukuran. Pengukuran yang reliabilitasnya tinggi berarti dapat memberikan hasil ukur yang konsisten, dan dapat memberikan hasil yang relatif sama jika digunakan pada waktu yang berbeda. Pengujian internal consistency dilakukan dengan cara mencobakan instrumen dalam sekali percobaan, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas item instrumen (Sugiyono, 2005:149). Menurut Kaplan dan Saccuzzo (1993), reliabilitas minimal besarnya sebesar 0,70. Bila nilai pengukuran kurang dari 0,70 berarti daftar pernyataan atau kuesioner tersebut tidak reliable atau tingkat kepercayaannya rendah, maka kuesioner tersebut perlu diperbaiki atau dilakukan perubahan. Untuk mengukur nilai reliabilitas instrumen, penulis menggunakan teknik KR 21 dengan rumus seperti berikut: 2 k b r11 . 1 2 k 1 1
Dimana: k adalah jumlah item dalam instrumen
b2 adalah mean skor total
b2 adalah varian total
2
E. Pengelolahan Data Strategi pengolahan data atau analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan matriks data mentah sebagai hasil pengumpulan kuesioner, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data dan pengujian statistik. Data yang sudah diperoleh diolah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih bermanfaat. Pengolahan data merupakan bagian penting dalam proses analisis suatu penelitian. Pengolahan data dilakukan secara berurutan agar menghasilkan kesimpulan yang akurat. Langkah-langkah pengolahan data dilakukan sebagai berikut: 1. Menghitung jumlah responden apa sudah sesuai dengan yang dibutuhkan apa belum dan meneliti apakah kuesioner sudah di isi lengkap. Kalau jumlah dan isi kuesioner belum lengkap, maka perlu dilengkapi. 2. Melakukan coding untuk masing-masing kuesioner agar memudahkan dalam mengolah data lebih lanjut dan memudahkan analisis data. Pengelompokkan data disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. 3. Memberi nilai untuk setiap respons (jawaban) menurut standar ukuran yang telah ditetapkan pada masingmasing variabel, sehingga di dapat nilai untuk setiap variabel. 4. Melakukan tabulasi data sesuai dengan tabel yang telah ditetapkan baik data kuantitatif maupun data kualitatif. 5. Analisis data dengan mendasarkan pada tujuan, metode analisis, variabel penelitian, sehingga memudahkan dalam mengambil kesimpulan. 6. Menyajikan hasil-hasil analisis dalam bentuk tabel atau mendes-kripsikannya sehingga permasalahan yang dibahas dapat tergambar dengan jelas.
7. Menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data dari hasil penelitian yang diperoleh. Selanjutnya diambil kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian. Setelah langkah-langkah pengolahan data selesai disusun, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. 1. Analisis Deskiriptif Dalam menganalisis data penelitian ini ditempuh dua pendekatan metode analisis statistik, yaitu pertama melalui analisis deskriptif dan yang kedua analisis induktif atau inferensial. Menurut Sugiyono (2005:21): Melalui analisis deskriptif peneliti memanfaatkan skala pengukuran ordinal untuk seluruh data dasar hasil penelitian, karena statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gamba-ran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum.
Melalui statistik deskriptif ini pula akan disajikan data dalam tabel biasa maupun tabel distribusi frekuensi, grafik garis maupun batang, penjelasan kelompok melalui mean, dan varians kelompok melalui rentang dan standard deviasi terhadap semua variabel dan subvariabel penelitian. Penggunaan skor kategori ini digunakan sesuai dengan lima kategori skor yang dikembangkan dalam skala Likert dan digunakan dalam penelitian ini, seperti yang tercantum pada tabel 2 berikut.
Tabel 2 Kriteria Analisis Data Deskripsi Rentang Kategori Skor 1.00 – 1.79 1.80 – 2.59 2.60 – 3.39 3.40 – 4.19 4.20 – 5.00
Penafsiran Sangat Tidak Baik/Sangat Rendah Tidak Baik/Rendah Cukup/Sedang Baik/Tinggi Sangat Baik/Sangat Tinggi
Sumber : diadaptasi dari skor kategori Likert
Jurnal M anajem enM M-U T P
3
F. Pengujian Hipotesis Penelitian Analisis perbandingan yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode komparasi. Perhitungan statistik dengan metode ini digunakan untuk mencari perbandingan antara variabel yang tidak mendapat perlakukan dengan variabel yang telah mendapat perlakuan. Perhitungan statistik dengan metode ini juga dapat digunakan untuk melihat perbandingan antara variabel kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT dengan variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT . Untuk mengkomperatisikan masing-masing variabel, digunakan rumus uji t sebagai berikut:
DIKLAT dengan kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. Ha : D 0 Terdapat terdapat perbedaan kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT dengan kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI A. Hasil Ujicoba Instrumen Variabel kinerja guru terdiri atas empat dimensi, yaitu: (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) ketepatan waktu, dan (4) efektifitas. Dari keempat dimensi tersebut, berdasarkan teori diuraikan menjadi 20 butir pernyataan angket. Untuk kepentingan akurasi data, keduapuluh pernyataan angket variabel kinerja guru, terlebih dahulu dilakukan uji validitasnya, dengan tujuan menentukan apakah pernyataan dari angket yang telah dibuat dapat dipergunakan atau tidak dalam kegiatan pengumpulan data. Berdasarkan formula koefisien korelasi dari Karl Pearson serta perhitungannya dibantu dengan program microsoft excel, diperoleh hasil seperti tampak pada tabel 3 di bawah ini.
D D t SD Dimana: t adalah nilai komparasi
D adalah selisih nilai sebelum dan setelah
DIKLAT D adalah hipotesis nol.
SD adalah stadard error selisih nilai. Dari tujuan penelitian dan pola dasar pemikiran, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Ho : D 0 Tidak terdapat perbedaan kinerja
guru
sebelum
mengikuti
Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Variabel Kinerja Guru NO. BUTIR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
R HITUNG
R TABEL
0,434 0,414 0,533 0,363 0,915 0,828 0,893 0,427 0,912 0,393 0,841 0,825 0,774 0,553 0,890 0,914 0,916 0,859 0,767 0.549
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Keterangan: Nilai tabel r diperoleh pada 0,05
Jurnal M anajem enM M-U T P
KETERANGAN Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Dapat Dipergunakan Sumber : Pengolahan Data
1
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh keterangan bahwa dari 20 butir pernyataan yang dibuat untuk variabel kinerja guru seluruh butirnya dinyatakan valid atau dapat dipergunakan sebagai alat untuk pengumpulan data. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen variabel kinerja guru diperoleh nilai rhitung 0,938, sementara nilai rtabel pada 0,05 dan db = n – 2 = 30 – 2 adalah 0,361. Dengan demikian, nilai rhitung > nilai rtabel. Berarti instrumen variabel kinerja guru dinyatakan reliabel, maka angket ini dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kinerja guru di lingkungan SMK Negeri 1 Babat Toman.
Berikut ini akan disajikan persentase jawaban responden terhadap variabel kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman sebelum mengikuti DIKLAT dan setelah mengikuti DIKLAT. 1. Deskripsi Variabel Kinerja Guru Sebelum Mengikuti DIKLAT Kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT merupakan kondisi psikologis seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sebelum guruguru mengikuti DIKLAT. Deskripsi data variabel Kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT diperoleh melalui perhitungan persentase terhadap skor jawaban responden sebagaimana tercantum pada daftar lampiran. Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil seperti tampak pada tabel 4 berikut.
B. Deskripsi Data Deskripsi data didasarkan pada perhitungan frekuensi terhadap skor setiap alternatif jawaban angket, sehingga diperoleh persentase dan skor rata-rata jawaban responden.
Tabel 4 Tanggapan Responden terhadap Variabel Kinerja Guru Sebelum Mengikuti DIKLAT Alternatif Jawaban Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Jumlah
f
Bobot 5 4 3 2 1
131 111 172 108 78 600 Rata-rata Skor
Hasil 655 444 516 216 78 1909
Persentase 34.31% 23.26% 27.03% 11.31% 0.41% 100.00% 3,18
Sumber: Skor Jawaban Responden
kinerja guru SMK Negeri 1 Babat Toman sebelum mengikuti DIKLAT, berada pada kategori sedang. Variabel kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT dalam penelitian ini diukur melalui dimensi (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) ketepatan waktu, dan (4) efektifitas. Secara empirik hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata untuk masing-masing dimensi tersebut, tampak pada gambar 3 berikut ini.
Tabel di atas memberikan gambaran mengenai skor jawaban responden untuk variabel kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT terpusat pada alternatif jawaban skor 3, yaitu 27.03%. Skor rata-rata jawaban responden untuk variabel kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT sebesar 3,18. Apabila dikonsultasikan dengan skala penafsiran skor rata-rata jawaban responden, angka sebesar itu berada pada rentang 2,60 – 3,39 atau berada pada kategori sedang. Hasil ini menunjukkan
Jurnal M anajem enM M-U T P
1
3,40
3,34
3,20
3,14
3,12
3,00 2,79
2,80
Skor
2,60 2,40 Kualitas
Kuantitas
Ketepatan
Kerj a
Kerj a
Waktu
Efektifitas
Sumber: Skor Jawaban Responden Gambar 3: Grafik Skor Rata-rata Dimensi Pada Variabel Kinerja Guru Sebelum Mengikuti DIKLAT
Gambar di atas memberi informasi bahwa skor rata-rata untuk masing-masing dimensi belum mencapai skor maksimal ideal (5.00). Dimensi kualitas kerja memiliki skor rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 3,34. Secara berurutan diikuti oleh dimensi ketepatan waktu dengan skor rata-rata sebesar 3,14, dimensi efektifitas dengan skor rata-rata 3,12, dan dimensi kuantitas kerja dengan skor rata-rata 2,79. Hasil ini menunjukkan dimensi kualitas kerja memberikan sumbangan terbesar terhadap kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT, sedangkan kuantitas kerja memberikan sumbangan terkecil. Dimensi kualitas kerja tercermin dari indikator tingkat kualitas pekerjaan, dimana skor rata-rata sebesar 3,34. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi kualitas kerja dengan indikator tingkat kualitas pekerjaan memberikan kontribusi yang sedang terhadap kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT. Artinya bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman, kinerja dalam melaksanakan proses belajar mengajar sebelum mengikuti DIKLAT tidak sepenuhnya karena alasan kualitas kerja. Dapat pula diartikan bahwa guru-guru di SMK Negeri 1 babat Toman mempunyai kualitas kerja yang sedang atau tidak terlalu tinggi dalam hal kinerja sebelum mereka mengikuti DIKLAT. Dimensi kuantitas kerja tercermin dari indikator tingkat kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan. Skor rata-rata sebesar 3,14 menunjukkan bahwa dimensi kuantitas kerja dengan indikator tingkat kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan memberi kontribusi yang sedang terhadap kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT. Artinya bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman, kinerja guru dalam
Jurnal M anajem enM M-U T P
melaksanakan proses belajar mengajar sebelum mengikuti DIKLAT tidak sepenuhnya karena alasan kuantitas kerja. Dapat pula diartikan bahwa kuantitas kerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori sedang sebelum mereka mengikuti DIKLAT. Dimensi ketepatan waktu tercermin dari indikator tingkat ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Skor rata-rata sebesar 2,79 menunjukkan bahwa dimensi ketepatan waktu dengan indikator tingkat ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan memberikan kontribusi yang sedang terhadap kinerja guru. Artinya kinerjanya guru di SMK Negeri 1 Babat Toman dalam melaksanakan proses belajar mengajar tidak sepenuhnya karena alasan ketepatan waktu. Dapat pula diartikan bahwa ketepatan waktu bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori sedang sebelum mereka mengikuti DIKLAT. Dimensi efektifitas tercermin dari indikator tingkat penggunaan sumberdaya organisasi. Skor rata-rata sebesar 3,12 menunjukkan bahwa dimensi efektifitas dengan indikator tingkat penggunaan sumberdaya organisasi memberikan kontribusi yang sedang terhadap kinerja guru. Artinya kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman dalam melaksanakan proses belajar mengajar tidak sepenuhnya karena alasan ketepatan waktu. Dapat pula diartikan bahwa ketepatan waktu bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori sedang sebelum mereka mengikuti DIKLAT.
2
2. Deskripsi Variabel Kinerja Guru Setelah Mengikuti DIKLAT Kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT merupakan kondisi psikologis seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, setelah guru-guru mengikuti DIKLAT. Deskripsi data variabel
Kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT diperoleh melalui perhitungan persentase terhadap skor jawaban responden sebagaimana tercantum pada daftar lampiran. Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil seperti tampak pada tabel 5 berikut.
Tabel 5 Tanggapan Responden terhadap Variabel Kinerja Guru setelah Mengikuti DIKLAT f
Alternatif Jawaban Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Jumlah
Bobot 5 4 3 2 1
188 127 137 77 71 600 Rata-rata Skor
Hasil 940 508 411 154 71 2084
Persentase 45.11% 24.38% 19.72% 7.39% 3.41% 100.00% 3,47
Sumber: Skor Jawaban Responden
kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman setelah mengikuti DIKLAT berada pada kategori tinggi. Variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT dalam penelitian ini diukur melalui dimensi (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) ketepatan waktu, dan (4) efektifitas. Secara empirik hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata untuk masing-masing dimensi tersebut, tampak pada gambar 4 berikut ini.
Tabel di atas memberikan gambaran mengenai skor jawaban responden untuk variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT terpusat pada alternatif jawaban skor 5, yaitu 45.11%. Skor rata-rata jawaban responden untuk variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT sebesar 3,47. Apabila dikonsultasikan dengan skala penafsiran skor rata-rata jawaban responden, angka sebesar itu berada pada rentang 3.40 – 4.19 atau berada pada
5,00 4,17 4,00
3,60
3,21
3,12 3,00
Skor
2,00 1,00 0,00 Kualitas Kerja
Kuantitas Kerja Ketepatan W aktu
Efektifitas
Sumber: Skor Jawaban Responden Gambar 4: Grafik Skor Rata-rata Dimensi pada Variabel Kinerja Guru Setelah Mengikuti DIKLAT
Gambar di atas memberi informasi bahwa skor rata-rata untuk masing-masing dimensi belum mencapai skor maksimal ideal (5.00). Dimensi efektifitas kerja memiliki skor rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 4.17. Secara berurutan diikuti oleh dimensi kualitas kerja dengan skor rata-rata sebesar 3.60, dimensi ketepatan waktu dengan skor rata-rata 3,21, dan dimensi kuantitas kerja dengan skor rata-rata 3.12.
Jurnal M anajem enM M-U T P
Hasil ini menunjukkan dimensi efektifitas kerja memberikan sumbangan terbesar terhadap kinerja setelah guruguru mengikuti DIKLAT, sedangkan kuantitas kerja memberikan sumbangan terkecil. Dimensi kualitas kerja tercermin dari indikator tingkat kualitas pekerjaan, dimana skor rata-rata sebesar 3,60 menunjukkan bahwa dimensi kualitas
2
kerja dengan indikator tingkat kualitas pekerjaan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. Artinya kualitas kerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman mengalami peningkatan dalam melaksanakan proses belajar mengajar setelah mengikuti DIKLAT. Dapat pula diartikan bahwa guru-guru di SMK Negeri 1 babat Toman mempunyai kualitas kerja yang tinggi dalam hal kinerja setelah diikutsertakan dalam kegiatan DIKLAT. Dimensi kuantitas kerja tercermin dari indikator tingkat kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan. Skor rata-rata sebesar 3,12 menunjukkan bahwa dimensi kuantitas kerja dengan indikator tingkat kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan memberi kontribusi yang sedang terhadap variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. Artinya bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman, kinerjanya dalam kegiatan proses belajar mengajar tidak mengalami peningkatan setelah mengikuti kegiatan DIKLAT. Dapat pula diartikan bahwa kuantitas kerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori sedang setelah mengikuti DIKLAT. Dimensi ketepatan waktu tercermin dari indikator tingkat ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Skor ratarata sebesar 3,21 menunjukkan bahwa dimensi ketepatan waktu dengan indikator tingkat ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan memberikan kontribusi yang sedang terhadap variabel kinerja guru. Artinya kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat
Toman dalam melaksanakan proses belajar mengajar tidak sepenuhnya karena alasan ketepatan waktu. Dapat pula diartikan bahwa ketepatan waktu bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori sedang, dan tidak mengalami peningkatan setelah mengikuti DIKLAT. Dimensi efektifitas tercermin dari indikator tingkat penggunaan sumberdaya organisasi. Skor rata-rata sebesar 4,17 menunjukkan bahwa dimensi efektifitas dengan indikator tingkat penggunaan sumberdaya organisasi memberikan kontribusi yang tinggi terhadap kinerja guru. Artinya kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman dalam melaksanakan proses belajar mengajar sepenuhnya karena alasan efektifitas. Dapat pula diartikan bahwa ketepatan waktu bagi guru di SMK Negeri 1 Babat Toman berada pada kategori tinggi setelah mengikuti DIKLAT. C. Pengujian Hipotesis Penelitian Deskripsi di atas memberikan informasi tentang perbedaan pengamatan empiris kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT. Untuk mengukur perbandingan kinerja guru sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT perlu disusun data jawaban responden, sehingga mudah dalam melakukan analisis. Data hasil penyebaran angket adalah sebagai berkut:
Tabel 6 Perbandingan Data Hasil Penyebaran Angket Sebelum dan Setelah Guru Mengikuti DIKLAT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Pre Test
Post Test
D
D2
78 69 54 47 56 89 43 49 65 26 48 57 78 64 55 82 88
82 70 63 48 67 91 45 64 73 34 53 67 84 66 56 88 89
4 1 7 1 11 2 2 15 8 8 5 10 6 2 1 6 1
16 1 49 1 121 4 4 225 64 64 25 100 36 4 1 36 1
Jurnal M anajem enM M-U T P
2
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ho :
D 0
57 74 66 78 69 81 56 49 54 82 44 85 73 1916
58 87 68 84 77 89 67 57 57 89 54 89 87 2105
1 13 2 6 8 8 11 8 3 7 10 4 15 177
Tidak terdapat perbedaan
SD
kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT dengan kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT. Ha : D 0 Terdapat terdapat perbedaan
D D SD 5,9 0 t 0,88
D 2 n
1772 30
SS 674,7 Setelah nilai sum of square diketahui dilanjutkan penghitungan nilai standard deviasi (simpangan baku) seperti berikut:
Sd
SS n 1
Sd
674.7 29
= 4,82
Jurnal M anajem enM M-U T P
= 6,70
Oleh karena thitung sebesar 6,70 berada di luar daerah penerimaan hipotesis nol (ttabel antara +2,045 dengan -2,045 pada 0,05), atau thitung sebesar 6,70 > ttabel 2,045 pada 0,05., maka hipotesis nol yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Berarti kegiatan guru-guru mengikuti DIKLAT memberikan dampak terhadap kinerjanya pada proses belajar mengajar. Hal ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT.
Dari tabel di atas dapat di hitung nilai sum of square (derajat kebebasan) dengan menggunakan rumus seperti berikut:
1719 1044,3
= 0,880007575
30
t
Kriteria pengujian hipotesis: - Terima H0 jika T tabel (+ 0,05) < T hitung < T tabel (0,05) - Tolak H0 jika sebaliknya.
SS 1719
4,82
= 0,88 Untuk menghitung perbandingan nilai kinerja sebelum dan setelah guru mengikuti DIKLAT, dapat digunakan rumus t test seperti berikut:
kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT dengan kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT.
SS D 2
1 169 4 367 64 64 121 64 9 49 100 16 225 1719
2
H0 diterima
H0 ditolak
t=0
t = -2,045 -3
-2
-1
t = 2,045 1
2
3 …. 6,70
Gambar 5. Kriteria Pengujian Hipotesis menghadapi tugas-tugas baru di masa depan. Manfaat yang dapat dipetik dari dilaksanakannya DIKLAT menurut Henry Simamora (1995) adalah: meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas; mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kerja yang diperlukan; menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, memenuhi persyaratan perencanaan sumberdaya manusia, mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja, dan membantu karyawan meningkatkan dan mengembangkan pribadi mereka.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Moekijat (1976) bahwa tujuan DIKLAT diantaranya adalah untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektitf, untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, untuk mngembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan kerja, kerjasama dengan rekan kerja dan pimpinan. Selanjutnya Sondang P. Siagian (1996) menguraikan secara rinci tujuan DIKLAT bagi organisasi dan bagi karyawan. Tujuan DIKLAT bagi organisasi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi secara menyeluruh, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan ban bawahan, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga dan organisasi dengan komitmen yang tinggi, mendorong sikap terbuka melalui penerapan gaya manajerial partisipatif, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan menyelesaikan konflik secara fungsional. Sedangkan tujuan bagi karyawan adalah membantu membuat keputusan; meningkatkan kemampuannya menyelesaikan masalah yang dihadapi; terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor motivasi; menumbuhkan dorongan dalam diri pegawai dalam meningkatkan kemampuan kerja, meningkatkan kemampuan mengatasi stres, frustasi dan konflik serta memperbesar rasa percaya diri; meningkatkan kepuasan kerja; pengakuan atas kemampuan seseorang; memperbesar tekat karyawan untuk mandiri; dan mengurangi ketakutan
Jurnal M anajem enM M-U T P
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis sebelumnya tentang perbandingan antara kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT, berikut akan disajikan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari kegiatan penelitian. Secara deskriptif ditemukan bahwa kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, dan efektifitas dalam kinerja guru menunjukkan adanya peningkatan sebelum dilakukan DIKLAT dengan setelah dilakukan DIKLAT. Untuk membuktikan Ha diterima atau ditolak, dilakukan perbandingan t hitung dengan nilai t tabel. Hasil perhitungan statistik diperoleh nilai t hitung sebesar 6,70 lebih besar (>) dari t tabel 2,045 pada 0,05. Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak.
2
Berarti kinerja guru di SMK Negeri 1 Babat Toman mengalami peningkatan kearah yang lebih baik setelah guru-guru mengikuti DIKLAT.
memperluas wawasan tersebut diperlukan keseriusan dan kerja keras dari guru itu sendiri, karena disamping tugas guru sebagai pendidik, mereka juga dituntut memiliki wawasan yang luas dan menambah ilmu pengetahuan. Guru tidak tidak pernah mengasah kemampuannya, dan menganggap ilmu pengetahuan yang dikuasainya sudah lebih dari cukup, akan mengalami ketertinggala. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi begitu cepat, menuntut kepada setiap guru untuk menyesuaikan diri, sehingga tidak mengalami ketertinggalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi. Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan kepada Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Musi Banyuasin untuk selalu memberikan pembinaan kepada guru-guru. Selain itu dalam menghadapi era keterbukaan disemua sektor kehidupan, para guru hendaknya diberi kesempatan untuk mengikuti program pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan melalui tugas belajar dengan biaya negara ataupun izin belajar dengan biaya sendiri. Pengiriman guru-guru untuk melaksanakan tugas belajar dan peningkatan kualifikasi pendidikan juga bersesuaian dengan semangat Undangundang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomo 19 Tahun 2003 tentang Sstándar Nasional Pendidikan. Terakhir disarankan agar dilakukan penelitian ulang terhadap objek yang berbeda, atau terhadap variabel lain, karena masih banyak variabel lain yang turut menentukan kinerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah.
B. Implikasi Urgensi penelitian lanjutan tersebut didasarkan pula kepada keterbatasan penelitian ini yang berfokus kepada pengujian kebermak-naan dan pengukuran perbandingan variabel kinerja guru di SMK Negeri Babat Toman sebelum dan setelah mengikuti DIKLAT. Hasil temuan variabel kinerja guru sebelum mengikuti DIKLAT menunjukkan bahwa pada dimensi kuantitas kerja belum optimal dan memiliki ukuran terendah dari dimensi lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, guru di SMK Negeri Babat Toman harus memperhatikan masalah kuantitas kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain dengan memperhatikan jam kerja yang dilaksanakan guru dalam proses belajar mengajar, melakukan bimbingan kepada siswa, membina hubungan dengan masyarakat, dan meningkatkan kemampuan diri, bekerja keras, kesediaan untuk terlibat aktif dalam melaksanakan tugas, tidak akan pindah ke profesi lain, kematangan dalam memberi supervisi, sanggup melaksanakan beban tugas, memiliki loyalitas, dan memperhatikan kelangsungan hidup profesi. Hasil temuan variabel kinerja guru setelah mengikuti DIKLAT menunjukkan adanya peningkatan pada semua dimensi. Dengan adanya perlakukan terhadap guru melalui pelaksanaan DIKLAT, maka ada ada peningkatan pada kinerja guru. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan hendaknya guru-guru yang ada di daerah Kabupaten Musi Banyuasin diikutsertakan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan (inservice education and inservice training) dalam rangka meningkat kemampuan profesional pada proses belajar mengajar. Para guru wajib memperluas wawasan seperti mengikuti berbagai forum pertemuan ilmiah, meningkatkan kualifikasi pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk
Jurnal M anajem enM M-U T P
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. (2002). Guru dalam
Proses
Belajar
Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
2
Arikunto, Suharsimi. (1993). Manajemen
Pengajaran
secara
Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. (1992). PTS
Manusiawi.
dan Potensinya di Hari Depan. Jakarta: Gramedia Indonesia.
-----------. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
(2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonedia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas.
Anwar, Moch. Idochi. (2004). Adminsitrasi
Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan: Teori, Konsep, dan Isu.
Jakarta: Depdknas.
Bandung: Alfabeta.
(2004). Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 20032010 (HELTS). Jakarta: Dirjen
------------.
Atmadilaga, Didi. et.al. (1982). Penelitian
Dampak Program Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta. Jakarta: Proyek Penelitian Dirjen Dikti.
Direktorat
Widiasarana
Dikti Depdiknas.
P3M
Education
(2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Cushway, Barry. (2002). Human Resource Management. London: Kogan Page.
Depdikbud. (1995). Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
------------.
Castetter, William B. (1996). The Human
Resource Funtion in Administration. New
Jersey:
Englewood Clipffs.
Djauzak, Ahmad. (2006). Terima Kasih Guru. Riau Pos : 2 Pebruari 2006.
Covey, Stephen R., (2005). The 8th Habits. (terjemahan) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. -------.
Principle
(1997).
Leadership.
Gary. (1984). Manajemen Personalia, Teknik dan Konsep Modern. Jakarta: Erlangga.
Dessler,
Centred
(terjemahan) Binarupa Aksara.
Jakarta:
Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
--------. (1994). The Seven Habits of Highly Effective People. (terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara. Danumihardja,
Mintarsih.
Ekosiswoyo, Rasdi. (2004). Kebijakan
(2003).
Peningkatan Mutu Dosen Guna Meningkatkan Mutu Pendidikan di Universitas Negeri Semarang.
Pembinaan Profesional Dosen dalam Meningkatkan Pengelolaan Proses Belajar Mengajar. Formasi: Journal
Formasi: Journal Manajemen Pendidikan Tahun III. Maret 2001.
Kajian Manajemen Pendidikan No. 7 Tahun IV, Maret 2003. Danim,
Sudarwan.
Inovasi Upaya Tenaga
(2002).
Pendidikan dalam PeningkatanProfesionalisme Kependidikan. Bandung:
Amitai. (1985). Organisasiorganisasi Modern. (terjemahan).
Etzioni,
Jakarta: UI Press.
Pustaka
Setia.
Gaffar, (2003).
(online), http://www.kompas.co.id. 2003).
Fakry.
(1987).
Dikti Depdiknas.
Tersedia: (1 Juni
Jurnal M anajem enM M-U T P
Mohammad
Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi. Jakarta: Dirjen
Kesejahteraan Guru, Masalah Klasik Pendidikan Kita.
Darmaningtyas.
Kajian No. 5
James L., et.al. (1988). Organization: behavior-Structure-
Gibson,
3
Process.
(terjemahan).
Jakarta:
Jalal, F dan Dedi S. (2001) Reformasi
Erlangga.
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta :
Griffin, Ricky W. (2002). Manajemen Jilid 1 (Edisi 7 Terjemahan). Jakarta. Erlangga
Adicita Karya Nusa.
Joni, T. Raka (1981). Pembinaan Staf
Akademik Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Permasalahan, dan Pendekatan.
Gomes,
Faustino Cardoso. (1995). Manajemen. Jakarta: Intermedia.
Hans,
Jen
ZA.,
Pengembangan
(2006).
Diri.
Jakarta: P3G Depdikbud.
Strategi
Jakarta: Personal Development Training.
Kaufman, Roger A. (1972). Educational System Planning. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Hamalik, Oemar. (2006). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Kartadinata, Sunaryo. (2005). Sertifikasi Jabatan Profesi Guru. (Makalah). Bandung: UPI Bandung.
Jakarta: Bumi Aksara.
Komitmen Guru terhadap Tugas (Sebagai Hasil Kemampuan Komunikasi Antarpribadi dan Persepsinya tentang Gaya Kepemimpinan Kepala SMU Negeri Palembang). (Thesis). Padang: PPs
Harapan, Edi. (1997).
Kartono, Kartini. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Graffindo. Kusumastuti, Dyah. (2001). Manajemen
Sistem Pengembangan Sumberdaya Dosen sebagai Penjamin Mutu di Perguruan Tinggi. (Disertasi). Bandung: PPs
IKIP Padang.
Robert B., et al. (1976). Educating a Profession. Report of the
Howsam,
UPI Bandung.
Bicentennial Commission on Education for Profession of Teaching of the American Association of Colleges for Teacher Education, D.C: American Association of Colleges for Teacher Education.
Lipham, James M dan Hoeh. (1974). The
Principalship; Foundation and Functions. New York: Harper and Row Publishers.
Fred. (1995). Organization Behavior, 7th Edition. Singapore:
Luthans,
Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. (1990). Manajemen Perilaku
McGraw-Hill International.
Organisasi: Pendayagunaan Sumberdaya Manusia. (terjemahan
Makmun,
Agus Dharma). Jakarta: Erlangga.
Syamsuddin.
(2004).
Jakarta: tidak diterbitkan.
Hernowo. (2006). Menjadi Guru yang Mau
---------. (1996). Pengembangan Profesi
dan Mampu Mengajar secara Menyenangkan. Bandung: MLC.
dan Kinerja Tenaga Kependidikan.
(Pedoman dan Intisari Perkuliahan – Handout). Bandung: PPs UPI Bandung.
Husin, Zulkifli dan Sasongko, Rambat Nur. (2004). Menata Manajemen
Pendidikan, antara Perbaikan Kualitas dan Gaji Guru di Era Otonomi Daerah.
Milkovich, George T. & Boudreau. (1997)
(online). Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. (1 Juni 2005).
John
W
Human
Resource Management. USA: Mc Graw Hill Companies Inc.
Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G. (1991).
T.R. (1978) People in Organization: Understanding Their Behavior. Lonndon: McGraww Hill
Mitchell,
Educational Adminsitration: Teory, Research, Practice. (Fourth Edition). New York: McGraw Hill Inc.
Jurnal M anajem enM M-U T P
Abin
Kebutuhan Penelitian di Bidang Ilmu Pendidikan (Makalah).
4
E., (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK.
Mulyasa,
Sukmadinata,
Bandung: Remaja Rosdakarya. Hadari.
(2003).
Surya,
Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Citra
dan
Martabat
Guru.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Oteng. (1991). Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.
Sutisna,
Total Quality Education.
Bandung: Angkasa.
(terjemahan). Yogyakarta: IRCISoD.
Suyanto dan Hisyam, D. (2000). Refleksi
dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium III.
et.al. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.
Sanusi,
UPI
Bandung: Angkasa. Supriyadi, Dedi. (1999). Mengangkat
Grasindo.
in
Bandung:
Oteng. (1991). Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.
Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi. Jakarta: (2006).
(2005).
Sutisna,
-------.,(1994). Pofil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset. Safaruddin. (2002). Manajemen Mutu
Edward.
Mohammad.
(Makalah). Bandung.
Sahertian, Piet A., (2000). Konsep Dasar &
Management
(2006).
Perlindungan Profesi Guru: Kode Etik dan Undang-undang Guru.
Gadjah Mada University Press.
Sallis,
dkk.
Refika Aditama.
Manajemen Strategik Organisasi Nonpropit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta:
Nawawi,
N.S.
Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep. Prinsip dan Instrumen. Bandung:
Ahmad.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Jakarta: Depsikbud.
Soetjipto & Raflis Kosasi. (1999). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Schuler S. Randal dan Susan E. Jackson. (1999). Manajemen Sumberdaya
Sweeny, D. Paul and McFarlin B. Dean. (2002). Organization Behavior: Solution for Managemen., New York : McGraw-Hill.
Manusia Menghadapi Abad Ke-21 (Edisi ke-6). Terjemahan Abdul Rosyid. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Daya Kerja.
Terry, George R. (1998). Prinsip-prinsip Manajemen (terjemahan J. Smith DFM). Jakarta: Bumi Aksara.
Sergiovani, T. (1987). The Principalship . Newton: Mass-Allyn and Bacon.
Tirtamihardja, Umar dan La Sulo. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sedarmayanti.
Manusia
Sumber Produktivitas
(2001).
dan
Bandung. Mandar Maju.
P.(1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Siagian, Sondang
Tilaar, H.A.R. (2001). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aksara.
Henry. (1997). Manajemen Sumberdaya Manusia. STIE YKPN
Simamora,
Usman, Moh. Uzer. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yogyakarta.
Sinamo, Jansen, (2005). Delapan Etos Kerja
Profesional: Navigator Anda Menuju Sukses. Jakarta: Institut Darma
Uwes,
Mahardika.
Jurnal M anajem enM M-U T P
Sanusi.
Manajemen Mutu Dosen.
(2003).
Pengembangan
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
5
Purwanto, M. Ngalim. (1995). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wahjosumidjo. (1987). Kepemimpinan dan Motivasi. Bandung: Ghalia Indonesia.
Hisyam. dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD.
Wuradji. (1988). Sosiologi Pendidikan
Zaini,
Jurnal M anajem enM M-U T P
sebuah Pendekatan SosioAntropologi. Jakarta: Drektorat Jenderal Pendidikan Depdikbud.
6
Tinggi.