ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI GAMBIR DI DESA TOMAN, KECAMATAN BABAT TOMAN, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN
Oleh : MEDY AFFANDY A14103127
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI GAMBIR DI DESA TOMAN, KECAMATAN BABAT TOMAN, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN
Oleh : MEDY AFFANDY A14103127
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI GAMBIR DI DESA TOMAN,
KECAMATAN
BABAT
TOMAN,
KABUPATEN
MUSI
BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH
GELAR
LEMBAGA AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2007
Medy Afffandy A14103127
Judul
:
Nama NRP
: :
Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Medy Affandy A14103127
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP. 132 046 437
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Pandan, Belitung pada tanggal 25 April 1984. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Zahrul Saleh dan Ibu Suratinah Hamzah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 9 Tanjung Pandan dari tahun 1990 sampai tahun 1994 dan di SD Negeri 273 Palembang dari tahun 1994 sampai tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 17 Palembang. Kemudian, pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Palembang dan Lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis pernah menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Kemudian pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan” bertujuan untuk untuk mengkaji keragaan usahatani gambir di lokasi penelitian serta menganalisis kelayakan finansial usahatani gambir tersebut. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua pihak yang membutuhkannya. Penulis telah mencoba menyusun skripsi ini dengan sebaik mungkin. Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, dan banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007
Medy Affandy A14103127
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan ini tidak terlepas dari bantuan seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas semua perhatian dan kasih sayang, serta dukungan moril dan materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ir. Anita Ristianingrum, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama 4. Etriya SP, MM selaku dosen penguji wakil departemen 5. Bapak Mulyadi, Bapak Dian, Bapak Marpa, Bapak Bakri, Bapak Ahmad, Bapak Mujrimun serta semua petani gambir di Desa Toman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian. 6. Radi, Tante Nita, Icha, Endah, A’Ipul serta seluruh keluarga besar penulis, terima kasih atas segala perhatian dan kasih sayangnya. 7. Faisal, Pipin, Juris, Panji, Lembu, Arif, Anin, Pram, Om, Mbek, serta seluruh teman-teman AGB’40, terima kasih atas dukungannya selama ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii I PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang ........................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................ 1.3 Tujuan ..................................................................... 1.4 Manfaat ...................................................................
1 1 7 11 11
II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Gambaran Umum Usahatani Gambir...................... 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu ......................................
12 12 16
III KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................. 3.1 Usahatani................................................................. 3.2 Aspek Finansial....................................................... 3.3 Kerangka Pemikiran Konseptual ............................
18 18 22 27
IV METODE PENELITIAN................................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 4.2 Metode Pengumpulan Data ..................................... 4.3 Pengolahan dan Analisa Data ................................. 4.3.1 Analisis Kelayakan Investasi ....................... 4.3.2 Analisis Sensitivitas .....................................
30 30 30 31 31 34
V GAMBARAN UMUM LOKASI......................................................... 5.1 Keadaan Umum Daerah .......................................... 5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ............. 5.3 Keadaan Umum Pertanian ...................................... 5.4 Keadaan Sarana dan Prasarana ............................... 5.5 Karakteristik Petani Responden ..............................
35 35 35 37 38 39
VI KERAGAAN USAHATANI GAMBIR ............................................ 6.1 Budidaya Gambir .................................................... 6.2 Pengolahan Gambir ................................................. 6.3 Pemasaran Gambir ..................................................
43 43 47 52
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ........................................ 7.1 Analisis Manfaat ...................................................... 7.2 Analisis Biaya .......................................................... 7.2.1. Biaya Investasi ............................................ 7.2.2. Biaya Operasional ....................................... 7.3 Analisis Kelayakan Finansial ................................... 7.4 Analisis Sensitivitas ................................................. 7.5 Analisis Switching Value .........................................
54 55 57 57 58 59 63 68
VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 8.1 Kesimpulan ............................................................. 8.2 Saran .......................................................................
69 69 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN...............................................................................................
72 74
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Ekspor Tanaman Gambir Indonesia Pada Tahun 2004 ........................ 3 2 3
Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2001 – 2005 ..................................
4
Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 1996 – 2006 ..................................................
5
4
Pemberian Pupuk Buatan pada Tanaman Gambir Sesuai dengan Umur Tanaman ............................................................................................... 14
5
Produksi Daun dan Ranting Muda Pada Beberapa Tingkat Umur.......
16
6
Komposisi Penduduk Desa Toman Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ............................................................................
36
7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005.....
36
8
Luas Lahan yang Diusahakan Berdasarkan Jenis Penggunaannya di Desa Toman Tahun 2005 .................................................................
37
Jenis Tanaman dan Luas Lahan Pertanian yang Diusahakan di Desa Toman .....................................................................................
38
10 Jenis dan Jumlah Sarana Pendukung di Desa Toman ..........................
39
11 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Golongan Umur ...........
40
12 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan....
41
13 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan......
41
14 Fasilitas Produksi yang Diperlukan Oleh Satu Unit Pengolahan Gambir..................................................................................................
51
15 Perkiraan Produksi dan Penerimaan Usahatani Gambir Per Hektar Dalam Setahun .....................................................................................
56
16 Biaya Investasi Tanaman Usahatani Gambir Per Hektar (Rp).............
57
17 Biaya Investasi Nontanaman (Pengolahan) Usahatani Gambir Per Hektar.............................................................................................
58
18 Biaya Operasional Usahatani Gambir Per Ha ......................................
59
19 Penerimaan Bersih Usahatani Gambir Per Ha Per Tahun (Rp) ...........
60
20 Kelayakan Finansial Usahatani Gambir Dengan DF 14 % ..................
61
21 Kelayakan Finansial Usahatani Gambir (Luas Lahan Rata-Rata Petani Responden di Desa Toman) Dengan DF 14% .....................................
62
9
22 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Getah Gambir Kering Sebesar 60 persen ...........................
64
23 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 Persen.............................................................
65
24 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Biaya Tenaga Kerja Sebesar 25 persen .........................................................
66
25 Hasil Perhitungan Switching Value terhadap Usahatani Gambir pada Tingkat Diskonto 14 Persen .................................................................
68
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................. 29 2
Proses Pengolahan Gambir di Desa Toman .........................................
49
3
Jalur Pemasaran Gambir di Desa Toman .............................................
53
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Satu Hektar) ........................................................................... 75 2
3
4
5
Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Satu Hektar) Apabila Terjadi Penurunan Harga Getah Gambir Kering Sebesar 60 Persen..................................................................
76
Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan dengan Luas Lahan Satu Hektar) Apabila Terjadi Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 Persen..............................................................................
77
Cash Flow Usahatani Gambir Apabila Terjadi Penurunan Harga Jual Getah Gambir Kering Sebesar 60 Persen dan Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 Persen...............................................
78
Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Rata-Rata Petani Responden di Desa Toman Yaitu Sebesar 1,66 Hektar).......................................................................................
79
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia sudah lama
dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Sebagai negara agraris, pertanian merupakan merupakan sektor unggulan yang mampu menopang dan menggerakkan roda perekonomian. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya kemajuan teknologi, peranan sektor pertanian menjadi semakin dominan baik untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia maupun bahan baku industri. Akan tetapi, pengembangan sektor pertanian yang mempunyai keunggulan komparatif sekaligus kompetitif tersebut selalu dihadapkan pada masalah
ketidakpastian
hasil dan resiko yang cukup besar. Contohnya adalah produksi dan harga dari setiap usahatani yang selalu berfluktuasi, artinya bahwa usahatani merupakan usaha ekonomi yang sangat peka terhadap insentif ekonomi. Insentif ekonomi tersebut tersalur secara langsung melalui harga produksi dan harga faktor produksi. Salah satu komoditas yang mempunyai resiko dan ketidakpastian hasil adalah Gambir (Uncaria gambir roxb). Padahal Gambir adalah salah satu komoditas perkebunan rakyat yang ditujukan untuk ekspor. Tanaman Gambir termasuk famili Rubiaceae, nama-nama lain dari tanaman ini adalah Gambe (Aceh), Gambie (Minangkabau), Getah Gambir (Palembang), serta Gembiisu (Jepang). Bagian yang diambil dari tanaman ini adalah getahnya yang berasal dari daun dan batang muda yang mengandung tannins dan catechins untuk
2
dijadikan komoditi yang diperdagangkan secara nasional dan internasional. Dalam perdagangan internasional, Gambir dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu Gambir mentah (HS 1404.10.300/SITC 299.29.130) dan Gambir yang telah diproses (HS 3201.90.100/SITC 532.21.910). Manfaat dari tanaman ini bukan hanya sebagai ramuan pelengkap untuk makan sirih tetapi juga sebagai bahan baku dalam berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan (Nazir, 2001). Sejalan dengan berkembangnya jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku Gambir dalam teknologi yang semakin canggih, maka kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Apabila proses eksplorasi manfaat Gambir tersebut bisa optimal, maka komoditas Gambir tersebut akan menjadi salah satu penggerak perekonomian bagi masyarakat dan pada gilirannya dapat menjadi sumber penghasil devisa bagi negara. Sebagai contoh, tanaman Ginseng yang me njadi komoditas unggulan Korea Selatan, tanaman ini telah diolah menjadi berbagai produk unggulan lainnya seperti makanan, kosmetik dan obat-obatan dan sebagainya. Begitu majunya teknologi yang telah diterapkan oleh Korea Selatan dalam mengemas dan mengembangkan komoditas tersebut, sehingga menjadikan Ginseng sebagai komoditas spesifik Korea Selatan. Karena itu, Korea Selatan kemudian dikenal sebagai Negeri Ginseng. Kondisi yang sama bisa dilakukan oleh Indonesia, sebab Indonesia memiliki tanaman Gambir yang tidak dimiliki oleh negara lainnya, walaupun India lebih dahulu mematenkan komoditas tersebut, tetapi sebagian besar produk Gambir India berasal dari Indonesia (Ramal Saleh, 2005).
3
Selain itu, tanaman Gambir juga dapat dijadikan sebagai bahan baku utama perekat kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis di dalam negeri maka baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas 5.000-6.000 m3/bulan. Hal ini akan masih tetap terlalu sedikit dibandingkan kebutuhan pabrik kayu lapis dan papan partikel yang ada di pulau Sumatera (Wikipedia, 2003). Di negara lain juga ada produk sejenis Gambir yang ditawarkan seperti tannin dari kulit kayu Acacia mearnsii dan kayu Schinopsis balansa. Misalnya; pada tahun 1983 diproduksi 10.000 ton perekat berbasis tannin Acacia mearnsii di Afrika selatan, di New Zealand telah dimulai produksi tiap tahunnya 8.000 ton perekat berbasis tannin dari kulit kayu pinus radiata, lalu di Peru diproduksi tannin dari kulit buah Caesalpinia spinosa yang juga akan dijadikan bahan baku perekat. Walaupun begitu, prospek Gambir sebagai bahan baku perekat untuk bahan berbasis kayu atau bahan berlignosellulosa lainnya masih ada. Sebagai langkah awal, hal tersebut telah dipatenkan pada Departemen Kehakiman dan Hak azazi Manusia Republik Indonesia dengan nomor P 00200200856 (Wikipedia, 2003). Gambir merupakan salah satu komoditas potensial yang dimiliki Indonesia dan memiliki peluang pasar luar negeri dan domestik yang menjanjikan. Untuk pasar ekspor, permintaan Gambir dunia cukup besar dan diperkirakan akan terus meningkat karena konsumen utamanya adalah India yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua di dunia. Penduduk India memiliki kebiasaan mengkonsumsi Gambir dengan cara dimakan langsung dalam bentuk biskuit bersamaan dengan minum teh serta digunakan untuk upacara-upacara adat yang frekwensinya cukup tinggi. Selain itu, permintaan Gambir dari universitas
4
terkemuka di Amerika juga cukup tinggi, terutama untuk bahan penelitian di bidang farmasi (Bank Indonesia Palembang, 2005). Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa prospek Gambir untuk
pasar luar negeri masih terbuka lebar.
Adapun data ekspor Gambir Indonesia tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ekspor Tanaman Gambir Indonesia Pada Tahun 2004
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Ekspor Volume (ton)
Nilai (USD)
556,24 642,29 398,08 560,89 738,24 1.024,12 1.071,64 1.011,39 4.049,23 934,79 554,33 897,01 12.438,25
532.248 640.052 373.881 530.897 915.056 849.708 922.026 1.290.827 1.241.491 969.555 555.703 872.323 9.693.767
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005
Berdasarkan Tabel 1. dapat kita lihat bahwa pada tahun 2004 volume ekspor Gambir Indonesia mencapai 12.438,25 ton atau setara dengan US$9.693.767. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2004, 90 persen Gambir dunia dipasok dari Indonesia, Sumatera Barat sendiri menyumbang 95 persen dari total produksi nasional, sehingga Sumatera Barat dijadikan barometer produksi Gambir Indonesia.
Sebagian besar Gambir Indonesia
diekspor ke India, Pakistan, Bangladesh, Singapura, Malaysia, Jepang dan beberapa negara Eropa lainnya. Negara India saja mengimpor sebanyak 68 persen
5
dari jumlah produksi Gambir Indonesia atau sekitar 8.000 ton per tahunnya (Wikipedia, 2003). Sedangkan untuk pasar dalam negeri, produksi Gambir ditujukan untuk memenuhi permintaan dari industri konveksi dan batik di Jawa Tengah dan Yogyakarta serta industri farmasi dan kosmetik, seperti PT. Mustika Ratu. Komoditas ini sudah sejak lama dikembangkan oleh para petani di Sumatera Barat.
Sampai saat ini, Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah
penghasil komoditas Gambir terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Tanaman Gambir di provinsi Sumatera Barat seluruhnya adalah perkebunan rakyat, adapun data luas areal dan produksi perkebunan rakyat selama lima tahun terakhir (2001 sampai dengan 2005) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2001- 2005.
No.
Tahun
Luas Areal (ha)
Jumlah Produksi (ton/tahun)
1. 2. 3. 4. 5.
2001 2002 2003 2004 2005
16.811 18.072 19.427 19.457 19.943
10.584 11.325 12.340 13.561 13.832
Persentase Perkembangan Luas Areal (%) 7,50 7,50 0,15 2,50
Sumber : Kantor Dinas Perkebunan, Provinsi Sumatera Barat, 2006.
Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa pada tahun 2001 luas perkebunan Gambir Sumatera Barat baru sebesar 16.811 ha dengan tingkat produksi sebesar 10.584 ton. Sejak saat itu, terus terjadi peningkatan luas areal perkebunan Gambir. Kemudian, pada tahun 2005 seiring dengan semakin membaiknya harga Gambir
6
di pasar dunia, luas areal tanaman Gambir meningkat menjadi sebesar 19.943 ha dengan tingkat produksi sebesar 13.832 ton. Selain Sumatera Barat, daerah di Indonesia yang juga menghasilkan tanaman Gambir adalah Provinsi Sumatera Selatan. Di Sumatera Selatan, tanaman Gambir hanya terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin, tepatnya di Desa Toman Kecamatan Babat Toman. Luas areal perkebunan Gambir yang ada di wilayah tersebut pada tahun 2006 yaitu sekitar 536 ha dan seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Adapun data luas areal dan produksi Gambir tahun 1996 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 1996-2006.
No.
Tahun
Luas Areal (ha)
Jumlah Produksi (ton/tahun)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
534 449 463 485 504 455 455 456 502 516 536
146 114 117 119 112 136.5 141 146 155 173 179
Persentase Perkembangan Luas Areal (%) - 15,92 3,12 4,75 3,92 - 9,72 0 0,22 9,16 2,78 3,88
Sumber : Kantor Dinas Perkebunan, Kabupaten Musi Banyuasin, 2007.
Berdasarkan Tabel 3. terlihat bahwa pada tahun 1996 luas areal perkebunan Gambir Suma tera Selatan sebesar 534 ha dengan tingkat produksi sebesar 146 ton. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan Gambir di daerah ini
7
mengalami penurunan menjadi 449 ha dengan tingkat produksi sebesar 114 ton, hal tersebut disebabkan karena adanya konversi dari tanaman Gambir menjadi Kelapa Sawit.
Namun, sejak tahun 2003 luas areal perkebunan Gambir di
Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan. Kemudian, pada tahun 2006 seiring dengan semakin membaiknya harga Gambir di pasar dunia, luas areal tanaman Gambir meningkat menjadi sebesar 536 ha dengan tingkat produksi sebesar 179 ton. Perhatian pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin terhadap usaha Gambir cukup baik, meskipun belum ditetapkan sebagai komoditi unggulan daerah yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi Banyuasin telah memberikan pelatihan-pelatihan dalam aspek budidaya dan pengolahan Gambir serta bantuan peralatan pengolahan Gambir yang lebih modern. Disamping itu, pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin juga telah bekerja sama dengan Universitas Sriwijaya Palembang
melakukan penelitian
untuk meningkatkan produksi Gambir. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada pihak perbankan yang mau membiayai usahatani Gambir di Desa Toman. Namun, pihak BUMN seperti PT. Pupuk Sriwijaya sudah mulai memberikan dana bergulir untuk membantu pengembangan usaha Gambir di daerah ini, meskipun nilainya masih terbatas (Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin, 2005). Tanaman Gambir memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Desa Toman, sebab selain permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya, ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman Gambir di Desa Toman masih memungkinkan mengingat luas hutan sekunder yang belum diusahakan oleh
8
masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Selain itu, lahan-lahan lainnya yang berada disekitar Desa Toman masih luas dan cocok untuk pengembangan tanaman Gambir. Namun untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan kajian-kajian mengenai tingkat kelayakan finansial usahatani Gambir serta keragaan usahatani Gambir di Desa Toman agar komoditi ini bisa menarik perhatian pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait lainnya terutama lembaga perbankan sehingga pengembangannya dapat berjalan dengan baik.
1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Babat Toman yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan satu-satunya daerah yang menghasilkan komoditas Gambir di Provinsi Sumatera Selatan. Tanaman Gambir
merupakan tanaman tradisional dan
mempunyai arti penting bagi sumber ekonomi rakyat, terutama bagi petani Gambir di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, yang telah sejak lama membudidayakan tanaman tersebut. Namun, sampai saat ini pengembangannya masih sangat terbatas mengingat belum meluasnya minat para petani untuk mengembangkan tanaman ini. Masalah utama dalam pengembangan komoditas Gambir di Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin ini adalah masih rendahnya harga yang diterima oleh petani serta masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil dalam pengolahan Gambir. Tingkat harga Gambir sangat menentukan minat petani untuk menanam Gambir. Apabila harga Gambir sedang tinggi, pada umumnya banyak petani yang membuka lahan baru untuk menanam Gambir. Harga Gambir di tingkat pedagang pengumpul desa di Desa Toman cenderung berfluktuasi.
9
Pada awal tahun 2002, harga rata-rata Gambir sebesar Rp. 30.000/kg, kemudian pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup berarti menjadi rata-rata sebesar Rp.20.000/kg. namun, sejak tahun 2004 harga Gambir cenderung naik dan stabil. Pada awal tahun 2005, harga rata-rata
Gambir berkisar antara Rp.
22.000/kg- Rp. 25.000/kg (Bank Indonesia Palembang, 2005). Disamping faktor ketersediaan Gambir yang ada di tangan pedagang pengumpul
desa,
perkembangan harga Gambir juga dipengaruhi oleh musim karena terkait dengan mutu Gambir. Pada saat musim hujan, mutu Gambir cenderung menurun karena kadar kandungan catechine yang ada pada tanaman Gambir menurun. Sedangkan harga Gambir di tingkat petani biasanya mengikuti perkembangan harga di tingkat pedagang pengumpul desa. Pada tahun 2005 harga rata-rata Gambir di tingkat petani berkisar antara Rp. 18.000/kg - Rp.21.000/kg. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, pemanfaatan tenaga kerja keluarga petani, serta pemanfaatan potensi lahan yang ada di Desa Toman, maka tanaman Gambir perlu diperkenalkan kepada petani-petani lain khususnya petani yang berada di sekitar Desa Toman serta pengusaha-pengusaha yang berminat untuk mengembangkan usahatani Gambir di Desa Toman karena peluang pasar komoditi Gambir masih terbuka luas, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor karena permintaannya setiap tahun cenderung meningkat. Selain itu, perluasan areal tanaman Gambir di Desa Toman masih memungkinkan karena luas hutan sekunder yang belum diusahakan oleh masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Komoditas ini juga sangat cocok untuk dikembangkan di Desa Toman karena daerah ini memiliki kondisi iklim dan tanah yang mendukung, karena tanaman ini
merupakan tanaman spesifik lokasi yang dapat tumbuh dan
10
berkembang dengan baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah kecoklatan. Selain itu, pertumbuhan tanaman Gambir akan lebih baik apabila lahan tersebut tidak mudah tergenang oleh air, karena tanaman Gambir tidak tahan dengan air yang akan menggenangi perakarannya. Dalam melakukan investasi di bidang ini, modal yang diperlukan tidaklah sedikit, investasi tersebut antara lain biaya investasi dan modal kerja yang terdiri dari biaya investasi tanaman dan investasi non tanaman, serta biaya operasional yang terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman dan biaya operasional pengolahan. Gambir termasuk tanaman perkebunan berumur panjang sebab umur ekonomis tanaman ini mencapai 10 tahun, sehingga perlu dilakukannya analisis kelayakan finansial karena usahatani Gambir ini meliputi jangka waktu yang panjang. Selain itu, perlu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan benefit. Dalam penelitian ini, perubahan-perubahan yang diujikan dalam analisis sensitivitas yaitu penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional pengolahan, khususnya kayu bakar yang diperlukan sebagai bahan bakar dalam proses pengolahan Gambir, meningkatnya harga kayu bakar tersebut dikarenakan kemarau panjang pada tahun 2006 yang menyebabkan kebakaran hutan sehingga ketersediaan kayu bakar di daerah tersebut semakin langka. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keragaan usahatani Gambir di lokasi penelitian? 2. Bagaimana kelayakan finansial usahatani Gambir di lokasi penelitian?
11
3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usahatani Gambir apabila terjadi penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional pengolahan?
1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji keragaan usahatani Gambir di lokasi penelitian 2. Menganalisis kelayakan finansial usahatani Gambir di lokasi penelitian 3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usahatani Gambir apabila terjadi penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional pengolahan
1.4. Manfaat Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi : 1. Petani, pengusaha, serta pihak lain yang ingin menjalankan usaha budidaya Gambir. 2. Penulis, sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam disiplin ilmu. 3. Pembaca, sebagai bahan informasi dan pengetahuan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Usahatani Gambir Gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam famili Rubiaceae, kegunaannya antara lain adalah untuk zat pewarna dalam industri batik, industri penyamak kulit, ramuan makan sirih, sebagai obat untuk berbagai macam penyakit, sebagai penjernih pada industri air, serta sebagai bahan baku pembuatan permen dalam acara adat di India (Zamarel dan Risfaeri,1991; Susilobroto, 2000). Menurut Haviland, famili Rubiaceae ini terdiri atas 34 genus, diantaranya satu genus terdapat di Afrika, 2 genus di Amerika, dan selebihnya di daerah tropis Asia yang sebagian besar terdapat di kepulauan Indonesia. Tanaman ini telah dibudidayakan semenjak beberapa abad ini di daerah paling basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat pulau Jawa. Saat ini, sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat, dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu. Gambir termasuk tanaman perdu, berdaun lebat dan tumbuhnya tanpa penunjang, pohonnya tumbuh agak melengkung dengan tinggi sekitar 1,5 sampai 2 meter. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai pada daerah yang mempunyai ketinggian tempat 800 meter dari permukaan laut (dpl), tipe iklim B2 menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, curah hujan optimum 2.500 sampai 3.000 mm setiap tahunnya, dengan maksimum 400-450 mm di bulan basah dan minimum 100-120 mm di bulan-bulan kering. Tanaman ini merupakan tanaman spesifik lokasi, dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah kecoklatan. Selain itu,
13
pertumbuhan tanaman gambir akan lebih baik apabila lahan tersebut tidak mudah tergenang oleh air, karena tanaman gambir tidak tahan dengan air yang akan menggenangi perakarannya. Suhu udara yang dikehendaki atau cocok untuk tanaman ini antara 18 – 29oC, selain itu tanaman ini juga menghendaki suatu daerah yang memiliki intensitas sinar matahari yang besar dan curah hujan yang merata sepanjang tahunnya (Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin, 1994). Dalam Brosur Budidaya dan Pengolahan Tanaman Gambir (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2002) dijelaskan mengenai tata cara dan proses
penanaman
gambir
yaitu
:
perbanyakan
tanaman,
penanaman,
pemeliharaan tanaman, pemungutan hasil (panen), serta pengolahan hasil. Perbanyakan tanaman gambir biasanya dilakukan dengan stek dan menggunakan biji, dan biasanya petani lebih suka menggunakan bibit jenis biji daripada stek. Perbanyakan tanaman gambir yang berasal dari stek masih jarang dilakukan oleh para petani karena mereka belum memiliki keterampilan yang cukup dalam melakukannya, sehingga persentase bibit yang tumbuh masih sangat kecil, padahal perbanyakan bibit dengan menggunakan stek dapat membantu mempercepat pengadaan bibit yang siap untuk ditanam di lapangan karena dengan menggunakan stek pertumbuhan bibit akan lebih cepat. Selain itu, bibit hasil stek memiliki kualitas yang lebih baik daripada bibit jenis biji (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 1997). Kegiatan penanaman dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : penentuan jarak tanam, pengajiran, pembuatan lubang tanam, serta penanaman. Sebelum penanaman bibit dilaksanakan, lahan dibersihkan dari kayu-kayu dan rerumputan.
14
Kemudian, dibuat lubang tanam dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan jarak tanam 2 m x 2 m. Menurut penelitian di kebun percobaan Laing (Solok), Siguntur (Pesisir Selatan), dan Halaban (Lima Puluh Kota) menunjukkan bahwa jarak tanam 2 m x 2 m dengan populasi 2.500 tanaman per ha dapat memberikan produksi yang paling tinggi (Idris, Hasan, dan Nurmansyah, 1996). Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan dalam beberapa tahap yaitu ; penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Hasil penelitian Daswir et al, 1993 menunjukkan bahwa dengan pemberian pupuk NPK 15 : 15 : 15 didapat hasil daun dan ranting gambir sebanyak 5-6 kg/rumpun. Total hasil panen tanaman gambir yang dipupuk adalah 14.365 kg daun dan ranting muda tanaman gambir/ha, sedangkan untuk tanaman yang tidak diberikan pupuk hanya menghasilkan sebanyak 7.425 kg/ha. Untuk tanaman tua (umur 10 tahun ke atas) pemberian pupuk buatan harus diiringi dengan pemberian pupuk organik. Pada Tabel 4 dapat dilihat dosis beberapa jenis pupuk pada tanaman gambir.
Tabel 4 Pemberian Pupuk Buatan (ha/tahun) Pada Tanaman Gambir Sesuai Dengan Umur Tanaman No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur 1–2 3–4 5–6 7–8 9 – 10 > 10
Urea (kg) 32,50 65,00 97,00 130,00 162,00 195,00
TSP (kg) 25 50 75 100 125 150
KCl (kg) 32,50 65,00 97,00 130,00 162,00 195,00
Sumber : Daswir et al, 1993 Kegiatan pemungutan hasil (panen) biasanya dilakukan pada saat tanaman tersebut berumur 1,5 tahun setelah tanam dengan cara memotong ranting bersama daunnya sepanjang lebih kurang 50 cm atau pada jarak 5 – 15 cm dari pangkal
15
cabang tanaman, dimaksudkan agar pertumbuhan tunas baru yang akan dipanen berikutnya dapat tumbuh lebih baik. Tanda-tanda tanaman sudah dapat dipanen yaitu; 1) Daun sudah bewarna hijau muda/tua atau berwarna kuning kecoklatan dan apabila dirasakan dengan tangan sudah agak keras. 2) Ranting bewarna hijau kecoklatan dan coklat muda. 3) Daun bila diremas sedikit saja dengan tangan sudah mengeluarkan getah. Pemetikan ranting dan daun yang terlalu muda atau terlalu tua akan menghasilkan kadar catechine yang rendah, sehingga akan menghasilkan gambir dengan mutu yang rendah pula. Mutu gambir juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan ranting dan daun yang dipetik (Depperindag Provinsi Sumatera Barat, 1998). Tanaman gambir dapat dipanen sebanyak 2 kali dalam setahun dengan selang waktu 6 bulan. Panen pertama pada saat tanaman berumur 1,5 tahun, namun hasilnya masih relatif rendah yaitu sekitar 2.000 kg basah atau 100 kg/ha gambir kering. Panen kedua pada saat tanaman berumur 2 tahun produksinya meningkat dua kali lipat, panen ketiga pada saat tanaman berumur 2,5 tahun produksi meningkat tiga kali lipat daripada panen pertama, dan pada panen keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya produksi sama yaitu sebesar 7.500 kg basah atau 375 kg/ha gambir kering dalam setiap kali panen, seperti yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Produksi Daun dan Ranting Muda Pada Beberapa Tingkat Umur Per Hektar Per Panen. Umur Tanaman (tahun) 1,5 2 2,5 3 dst
Produksi Basah (kg) 2.000 4.000 6.000 7.500
Gambir Kering (kg) 100 200 300 375
16
Dalam usahatani gambir tersebut kegiatan pengolahan hasil merupakan salah satu tahap yang sangat penting, karena tahap inilah yang akan sangat menentukan besar kecilnya perolehan hasil baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada prinsipnya kegiatan pengolahan hasil terdiri dari beberapa tahapan kerja yang meliputi perebusan bahan mentah, pengempaan, pengendapan, penirisan, percetakan, dan pengeringan (Yuhono, 2003). Proses pengolahan hasil tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengolahan yang sederhana, berupa kempa atau kampo yang terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan panjang kayu sekitar 3 meter. Selain memberikan hasil yang relatif bermutu rendah serta membutuhkan waktu yang relatif lama, operasionalisasi alat ini cukup sulit karena membutuhkan tenaga yang besar terutama dalam pengangkatan palu seberat 15 kg (Yuhono, 2003).
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Ermiati (2004) meneliti tentang budidaya, pengolahan hasil, dan kelayakan usahatani gambir di Desa Solok Bio-Bio, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota- Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik budidaya, tingkat pengolahan hasil, tingkat kelayakan usahatani, besar pendapatan petani dari usahatani serta faktor-faktor penghambat pengembangan di wilayah penelitian tersebut. Hasil analisis usahatani pada tingkat diskonto 15 persen, menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Solok Bio-Bio Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota- Sumatera Barat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan karena indikator kelayakan Net Present Value (NPV) bernilai positif, yaitu Rp 9.763.532,- . Nilai Net B/C Ratio lebih dari satu,
17
yaitu sebesar 1,22. Kemudian, untuk tingkat pengembalian investasi (IRR) pada tingkat diskonto 15 persen adalah sebesar 43 persen. Yuhono (2003) meneliti tentang pendapatan usahatani dan pemasaran gambir di Desa Manggilang, Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Lima Puluh Kota-Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan usahatani dan pendapatan serta pemasaran dari usahatani gambir di wilayah penelitian tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani gambir, teknik budidaya dan pengolahan masih bersifat tradisional, yang merupakan salah satu penyebab rendahnya mutu, rendemen dan pendapatan petani. Dari hasil analisis usahatani tersebut, pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 4.840.625,- per hektar per tahun, sedangkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 6.238.125,- per hektar per tahun, B/C rasio atas biaya total sebesar 1,69 dan atas biaya tunai sebesar 2,11. Pemasaran yang terjadi masih cukup efisien, ditunjukkan oleh marjin harga yang diterima petani cukup tinggi yaitu sebesar 67 persen, besarnya marjin pemasaran antara lembaga-lembaga pemasaran seimbang yaitu antara 12,49 persen hingga 20,88 persen, dan keuntungan dari lembaga pemasaran berkisar antara 10 persen hingga 20 persen.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006). Ada banyak definisi yang berbeda mengenai ilmu usahatani, definisi tersebut timbul dari pemahaman para ahli terhadap situasi dan kondisi usahatani itu sendiri. Menurut Vink (1984) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Prawirokusumo (1990), ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat
diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak tersebut. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapkan memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian, harus dimulai
19
dengan merencanakan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi. Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan usahatani-swasembada atau subsisten. Karena sistem pengusahaan yang lebih baik, maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga bercorak usahatani swasembada keuangan, dan pada akhirnya karena berorientasi pada pasar maka akan menjadi usahatani-niaga. Menurut Tohir (1983) berdasarkan tujuan dan prinsip sosial ekonomi, perkembangan usahatani digolongkan dalam 3 golongan sebagai berikut: a) Usahatani yang memiliki ciri-ciri ekonomis kapitalis misalnya perusahaan pertanian/perkebunan di Indonesia yang berbadan hukum. Dalam hal ini pengelolaan perusahaan terpisah dengan pengelolaan rumah tangga. Orientasi usaha pada komoditas yang dipasarkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. b) Usahatani yang memiliki dasar ekonomis-sosialistis-komunitas, misalnya Sovchos dan Kolchos yang ada di Rusia. Usahatani golongan ini menganggap tenaga kerja manusia sebagai faktor yang terpenting, mampu memberikan nilai lebih sehingga tenaga kerja dihargai dengan sangat istimewa. Tujuan utamanya adalah memproduksi hasil bumi untuk keperluan masyarakat banyak dan diatur secara sentral menurut rencana pemerintah. c) Usahatani yang memiliki ciri-ciri ekonomis seperti yang diuraikan oleh A. Tschajanov yaitu family farming yang berkembang dari subsistence farming ke commercial farming.
20
Usahatani pada mulanya hanya mengelola tanaman pangan, kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi sehingga bukan lagi usahatani murni tetapi menjadi usahatani campuran (mixed farming). Usahatani campuran meliputi berbagai macam komoditas, antara lain tanaman pangan, hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias), tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan (Suratiyah, 2006). Secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga (family farming) dan perusahaan pertanian/perkebunan (plantation). Pada umumnya yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha keluarga, sedangkan yang lain adalah perusahaan pertanian. Menurut pendapat Suratiyah (2006), ada beberapa hal yang menjadi perbedaan pokok antara usahatani keluarga dan perusahaan pertanian antara lain: 1. Tujuan akhir ; tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan keluarga petani (family farm income) yang terdiri atas laba, upah tenaga keluarga dan bunga modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani. Sementara perusahaan pertanian tujuan akhirnya adalah keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya, yaitu selisih antara nilai hasil produksi dikurangi dengan biaya.
2. Bentuk hukum ; usahatani keluarga tidak berbadan hukum. Sedangkan perusahaan pertanian pada umumnya mempunyai badan hukum misalnya; PT, Firma, dan CV.
21
3. Luas usaha ; usahatani keluarga biasanya meliputi lahan yang kecil rata-rata di bawah dua ha, sedangkan perusahaan pertanian pada umumnya berlahan luas karena orientasinya pada efisiensi dan keuntungan. 4. Jumlah modal ; usahatani keluarga mempunyai modal per satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan pertanian. 5. Jumlah tenaga yang dicurahkan ; jumlah tenaga yang dicurahkan per satuan luas usahatani keluarga lebih besar daripada perusahaan pertanian. 6. Sifat usaha ; usahatani keluarga pada umumnya bersifat subsistence, komersial, maupun semi komersial (transisi dari subsistence ke komersial). Sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial, artinya selalu mengejar keuntungan dengan memperhatikan kualitas maupun kuantitas produknya. 7. Pemanfaatan terhadap hasil-hasil pertanian ; perusahaan pertanian selalu berusaha untuk memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir, bahkan tidak segan-segan membiayai penelitian demi kemajuan usahanya. Perusahaan pertanian biasanya memiliki bagian penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang berfungsi untuk mencari dan menemukan terobosanterobosan baru, baik dari segi teknik bercocok tana m, pengolahan hasil, maupun pemasarannya. Sementara usahatani keluarga karena keterbatasan modal, peralatan, dan human capital maka terobosan baru tergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui Departemen Pertanian dengan Balai-Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi serta tenagatenaga penyuluh. Petani menerapkan hasil-hasil penelitian tersebut setelah
22
mengamati dan mengikuti demonstrasi plot (demplot) serta upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah lainnya. Dengan demikian, berdasarkan pengertian dan pemahaman tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani Gambir termasuk dalam salah satu jenis usahatani keluarga (family farming)
3.2. Aspek Finansial Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumbersumber untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 1999). Sebuah proyek pertanian merupakan suatu kegiatan investasi di bidang pertanian yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan dan manfaat setelah beberapa waktu tertentu (Gittinger, 1986). Dalam
rangka
mencari ukuran
yang
menyeluruh
sebagai
dasar
penerimaan/ penolakan atau pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan investment criteria atau kriteria investasi. Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang (present value) atas arus benefit dan biaya selama umur proyek. Menurut Kadariah (1999) ada tiga macam kriteria investasi yang umum dan sering digunakan antara lain:
23
1.
Net Present Value (NPV) NPV dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas penerimaan
dikurangi dengan arus kas pengeluaran dengan tingkat diskonto tertentu. NPV suatu proyek adalah selisih PV (Present Value) arus benefit dengan PV arus biaya. Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut: n
NPV = ? t=0
Bt - Ct ___________
(1 + i)t
Keterangan : Bt
= penerimaan (benefit) bruto usahatani gambir pada tahun ke-t
Ct
= biaya (Cost) total bruto usahatani gambir pada tahun ke-t
N
= umur ekonomis usahatani gambir (tahun)
i
= Discount rate (%) Semakin tinggi nilai discount rate yang dipergunakan, maka nilai NPV
proyek akan semakin kecil karena semakin tinggi nilai discount rate yang dipergunakan, makin kecil angka perbandingan discount factor untuk suatu tahun tertentu terhadap discount factor tiap tahun sebelumnya (Gray et al, 1997). Pada tahun awal proyek biasanya benefit lebih kecil dari biaya, sedangkan pada akhir tahun terjadi sebaliknya. Tiga kriteria kelayakan finansial berdasarkan NPV, yaitu : 1) NPV = 0, berarti secara finansial proyek layak dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya. 2) NPV = 0, berarti secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan
24
3) NPV < 0, berarti
secara
finansial
proyek
tidak
layak
dilaksanakan
karenamanfaat yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.
2.
Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu proyek sama
dengan nol. IRR juga merupakan tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan IRR adalah sebagai berikut:
IRR = i1
NPV 1 ___________________
+ ( i2 – i 1 )
NPV1 + NPV2 Keterangan : i1
= discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2
= discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = nilai NPV yang bernilai positif NPV2 = nilai NPV yang bernilai negatif Jika diperoleh nilai IRR (internal rate of return) lebih besar daripada tingkat bunga yang berlaku (discount rate), maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila nilai IRR lebih kecil daripada tingkat bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
3.
Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus
manfaat
dibagi dengan nilai sekarang arus biaya, untuk menghitung indeks ini
terlebih dulu dihitung (Bt – Ct) / (1 + i)t untuk setiap tahun t. Rumus dari Net B/C ratio adalah sebagai berikut :
25
n
Net B/C ratio =
Bt - Ct
?
___________
t=0
(1 + i)t
(untuk Bt – Ct > 0)
_______________________ n
Ct - Bt
?
___________
t=0
(1 + i)t
(untuk Bt – Ct < 0)
Jika diperoleh nilai net B/C lebih besar sama dengan satu maka dapat disimpulkan bahwa proyek layak untuk dilaksanakan, tetapi jika net B/C kurang dari satu maka dapat disimpulkan bahwa proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak untuk dikembangkan jika dalam perhitungannya diperoleh nilai NPV = 0, IRR = discount rate, Net B/C > 1. Menurut Hernanto (1996), biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk, termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayarkan di dalam maupun di luar usahatani. Soeharto (2002), bahwa pada analisis kelayakan di dalam menyusun laporan arus kas, langkah pertama adalah membuat perkiraan biaya investasi, yaitu biaya pertama atau biaya pembangunan, modal kerja dan biaya operasi atau produksi. Biaya Pertama yaitu biaya pembangunan fisik serta pengeluaran lainnya yang berkaitan sering disebut sebagai biaya pertama (first cost), yang meliputi modal tetap untuk membangun proyek dan modal kerja. 1. Modal tetap untuk membangun proyek ; pengeluaran untuk studi kelayakan, perencanaan dan pengembangan. Pengeluaran untuk membiayai design engineering dan pembelian, serta pengeluaran untuk membangun instalasi atau fasilitas produksi.
26
2. Modal kerja ; pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan. Sedangkan biaya operasi, produksi atau manufaktur dan pemeliharaan adalah pengeluaran yang dikeluarkan agar kegiatan operasi dan produksi berjalan lancar, sehingga dapat menghasilkan produk sesuai dengan perencanaan. Keuntungan (benefit) dalam pengertian umum adalah selisih antara nilai output dan input. Perhitungan benefit dan biaya proyek dapat dilakukan melalui dua pendekatan, tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menganalisis suatu kelayakan usaha adalah analisis finansial, yaitu suatu analisis yang melihat suatu kelayakan usaha dari sudut pandang
badan-badan atau orang-orang yang
menanamkan modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Pada analisis finansial, harga yang digunakan adalah harga pasar (harga yang berlaku sebenarnya), transfer payment seperti pajak dianggap sebagai biaya, sedangkan subsidi dianggap mengurangi biaya. Selain itu, pada analisis finansial bunga modal merupakan bagian dari biaya. Analisis finansial memiliki peranan yang penting dalam perhitungan insentif bagi orang-orang yang terlibat dalam mensukseskan pelaksanaan proyek (Kadariah, 1999). Setelah suatu proyek dikatakan layak berdasarkan penilaian tersebut, proyek perlu dianalisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian-penyesuaian, yaitu dengan analisis sensitivitas. Analisis ini bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan itu harus
27
dicoba, yang berarti bahwa sewaktu-waktu harus diadakan analisis kembali. Hal ini perlu dilakukan, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Menurut Kadariah (1999), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas yaitu : 1). Terdapatnya “cost overrun”, misalnya kenaikan dalam biaya konstruksi. 2). Adanya perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, misalnya penurunan harga hasil produksi. 3). Mundurnya waktu implementasi. 4). Serta khusus untuk proyek-proyek pertanian ada satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian yaitu kesalahan dalam perkiraan hasil per hektar.
3.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Gambir merupakan salah satu komoditas potensial yang dimiliki Indonesia dan memiliki peluang pasar luar negeri dan domestik
yang menjanjikan.
Permintaan gambir dari pasar luar negeri dan domestik cukup besar, sejalan dengan berkembangnya jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku gambir dalam teknologi yang semakin canggih, maka kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Kecamatan Babat Toman yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan satu-satunya daerah yang menghasilkan komoditas gambir di Provinsi Sumatera Selatan. Tanaman gambir memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Desa Toman, sebab selain permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya, ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman Gambir di
28
Desa Toman masih memungkinkan mengingat luas hutan sekunder yang belum diusahakan oleh masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Selain itu, lahan-lahan lainnya yang berada di sekitar Desa Toman masih luas dan cocok untuk pengembangan tanaman gambir. Tanaman gambir merupakan tanaman tradisional dan mempunyai arti penting bagi sumber ekonomi rakyat, terutama bagi petani gambir di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, yang telah sejak lama membudidayakan tanaman tersebut. Namun, sampai saat ini pengembangannya masih sangat terbatas mengingat belum meluasnya minat para petani untuk mengembangkan tanaman ini. Rendahnya minat petani untuk mengembangkan usahatani ini karena usahatani ini memiliki resiko yang cukup besar, hal itu terlihat dari besarnya fluktuasi harga komoditi ini. Selain itu, tenaga kerja terampil dalam budidaya dan pengolahan gambir masih terbatas. Penilaian kelayakan usahatani secara finansial sangat diperlukan untuk mengetahui apakah gambir adalah usahatani yang secara finansial menguntungkan atau tidak. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis finansial untuk melihat nilai NPV, IRR, dan Net B/C. Berdasarkan nilai-nilai tersebut kelayakan usaha dapat ditentukan, apabila NPV lebih dari nol, IRR lebih dari tingkat discount rate, dan Net B/C lebih dari satu maka secara finansial usahatani tersebut layak dikembangkan. Hasil dari analisis
kelayakan
tersebut
dapat
digunakan
pengembangan dari usahatani gambir di Desa Toman.
untuk
menentukan
upaya
29
Kerangka pemikiran konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
-
-
Permintaan dari Pasar Luar Negeri dan Domestik Tinggi Harga Jual Tinggi
-
Rendahnya Minat Petani Mengembangkan Usahatani Gambir
Usahatani Gambir
Harga Biaya Produksi - Biaya Investasi - Biaya Operasional
Produksi Getah Gambir
Penerimaan
Kelayakan Usaha : - NPV - B/C - IRR
Layak atau Tidak Layak Diusahakan
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil gambir terbesar selain Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, minat petani di Desa Toman untuk mengembangkan usahatani gambir masih rendah. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2007 sampai dengan bulan Mei 2007.
4.2 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan dan wawancara langsung dengan petani Gambir dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden sebanyak 30 orang petani Gambir. Teknik penarikan contoh acak sederhana
digunakan,
karena petani-petani
Gambir
di
daerah
tersebut
menggunakan teknologi, pola budidaya, panen dan pengolahan hasil yang cenderung sama/homogen. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait antara lain; Direktorat Jendral Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Musi Banyuasin, Kantor Kepala Desa Toman, Badan Pusat Statistik, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-Obatan, Perpustakaan IPB
31
dan Fakultas Pertanian, media elektronik, serta literatur atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah seluruh datadata biaya produksi mulai dari pembukaan lahan sampai siap jual, serta seluruh data-data harga output. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data mengenai keadaan umum di Desa Toman, data luas areal dan produksi tanaman Gambir di Desa Toman, serta data-data lainnya yang menunjang penelitian ini.
4.3 Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran sistem usahatani gambir di lokasi penelitian. Sedangkan analisis data secara kuantitatif digunakan untuk mengkaji kelayakan finansial usahatani gambir. Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan investasi secara finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, dan Net B/C dengan menggunakan Microsoft Excel 2003. Selain itu, dilakukan pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usahatani Gambir terhadap perubahan komponen biaya dan harga output.
4.4 Analisis Kelayakan Investasi Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani Gambir dilakukan pendekatan melalui tiga indikator, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate
32
of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (B/C Ratio). Persamaan tiga indikator tersebut adalah sebagai berikut: 4.4.1 Net Present Value (NPV) NPV dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas penerimaan dikurangi dengan arus kas pengeluaran dengan tingkat diskonto tertentu. NPV suatu proyek adalah selisih PV (Present Value) arus benefit dengan PV arus biaya. Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut: n
NPV = ? t=0
Bt - Ct ___________
(1 + i)t
Keterangan : Bt
= penerimaan (benefit) bruto usahatani gambir pada tahun ke-t
Ct
= biaya (Cost) total bruto usahatani gambir pada tahun ke-t
N
= umur ekonomis usahatani gambir (tahun)
i
= Discount rate (%) Tiga kriteria kelayakan finansial berdasarkan NPV, yaitu :
1) NPV = 0, berarti secara finansial usahatani gambir layak dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya. 2) NPV = 0, berarti secara finansial usahatani gambir sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan 3) NPV < 0, berarti secara finansial usahatani gambir tidak layak dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan. 4.4.2 Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. IRR juga merupakan tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan
33
bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan IRR adalah sebagai berikut:
IRR = i1
NPV 1 ___________________
+ ( i2 – i 1 )
NPV1 + NPV2 Keterangan : i1
= discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2
= discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = nilai NPV yang bernilai positif NPV2 = nilai NPV yang bernilai negatif Jika diperoleh nilai IRR (internal rate of return) lebih besar daripada tingkat bunga yang berlaku (discount rate), maka usahatani gambir tersebut layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila nilai IRR lebih kecil daripada tingkat bunga yang berlaku maka usahatani gambir tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. 4.4.3 Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus manfaat
dibagi dengan nilai sekarang arus biaya, untuk menghitung indeks ini
terlebih dulu dihitung (Bt – Ct) / (1 + i)t untuk setiap tahun t. Rumus dari Net B/C ratio adalah sebagai berikut :
n
? t=0
Net B/C ratio =
Bt - Ct ___________
(1 + i)
(untuk Bt – Ct > 0)
t
_______________________ n
? t=0
Ct - Bt ___________
(1 + i)
t
(untuk Bt – Ct < 0)
34
Jika diperoleh nilai net B/C lebih besar sama dengan satu maka dapat disimpulkan bahwa usahatani gambir layak untuk dilaksanakan, tetapi jika net B/C kurang dari satu maka dapat disimpulkan bahwa usahatani gambir tidak layak untuk dilaksanakan.
4.5
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan menghitung nilai proyek sekali lagi
dengan menggunakan perkiraan baru pada salah satu unsur biaya dan manfaat. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Penurunan harga jual getah gambir kering sebesar 60 persen, besar perubahan harga jual getah gambir tersebut berdasarkan harga jual terendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir. 2. Kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen, besar perubahan tersebut berdasarkan rata-rata kenaikan harga kayu bakar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Kayu bakar tersebut diperlukan sebagai bahan bakar dalam proses pengolahan Gambir, meningkatnya harga kayu bakar tersebut dikarenakan kemarau panjang pada tahun 2006 yang menyebabkan kebakaran hutan sehingga ketersediaan kayu bakar di daerah tersebut semakin langka. 3. Kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen, besar perubahan tersebut berdasarkan rata-rata kenaikan biaya tenaga kerja dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Menurut petani responden dalam usahatani gambir biaya yang paling banyak dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja.
V GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Desa Toman terletak pada ketinggian 15 – 96 m di atas permukaan laut. Jenis tanah di daerah ini sebagian besar adalah podsolik merah kuning, latosol dan grumusol, struktur tanahnya liat dengan kandungan bahan organik dan humus yang cukup tinggi serta pH berkisar antara 6 – 7,5 sehingga sangat cocok untuk tanaman hortikultura dan perkebunan. Desa Toman merupakan daerah beriklim tropis, dengan curah hujan 2.618 mm/ tahun sampai 3.400 mm/tahun. Kelembaban udara bervariasi antara 25 persen sampai 74 persen dan temperatur berkisar antara 24oC sampai 27oC. Desa Toman terletak dalam wilayah Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Luas wilayah Desa Toman adalah 12.300 ha, dengan batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lubuk Buah dan Desa Bangun Sari 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Babat dan Desa Karang Ringin 3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Babat 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kasmaran
5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk yang ada di wilayah Desa Toman pada tahun 2005 sebesar 5.146 jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin di Desa Toman dapat dilihat pada Tabel 6.
36
Tabel 6 Komposisi Penduduk Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6
Umur (tahun) 0–9 10 – 19 20 – 29 30 – 39 40 – 49 50 keatas Jumlah
Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan 594 435 621 614 485 604 520 390 267 245 203 168 2.641 2.505
Jumlah 1029 1235 1089 910 512 371 5.146
Persentase (%) 20 24 21 18 10 7 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Toman, 2005
Penduduk Desa Toman sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian, yaitu sebesar 87,5 persen selebihnya bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil, ABRI, Pedagang, Sopir, Buruh Pabrik, dan Pengusaha. Komposisi penduduk di Desa Toman berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Penduduk Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mata Pencaharian PNS + ABRI Buruh Tani Pedagang Sopir Buruh Pabrik Pengusaha Petani Pemilik Petani Penggarap Lainnya Jumlah
Sumber : Kantor Kepala Desa Toman, 2005
Jumlah (orang) 102 375 179 56 26 16 2.597 1.568 227 5.146
Persentase (%) 2,00 7,50 3,00 1,50 0,60 0,40 50,00 30,00 5,00 100,00
37
5.3 Keadaan Umum Pertanian Luas daerah Desa Toman sebesar 12.300 hektar, sebagian besar dari luas lahan tersebut digunakan untuk pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Luas Lahan yang Diusahakan Berdasarkan Jenis Penggunaannya di Desa Toman Tahun 2005. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Jenis Penggunaan Perumahan dan perdagangan Perkebunan karet rakyat Perusahaan kelapa sawit Gambir Sawah lebak Perkebunan kelapa sawit rakyat Empang dan kolam Sungai Danau dan rawa Hutan rakyat Pertanian tanah kering dan ladang Tanaman sayuran Tanaman duku rakyat Kelapa Lain-lainnya
Luas (ha) 518 8.340 745 516 497 5 5 251 265 671 425 52 37 5 28 12.300
Persentase 5,25 64,81 7,07 3,70 4,74 0,04 0,04 2,04 2,15 5,04 3,70 0,42 0,30 0,48 0,22 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Toman, 2005
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa sebagian besar lahan di Desa Toman digunakan untuk pertanian dan jenis tanaman yang diusahakan di daerah tersebut sangat beragam. Hasil pertanian yang dominan di daerah ini yaitu karet, kelapa sawit, gambir, padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.
38
Tabel 9 Jenis Tanaman dan Luas Lahan Pertanian yang Diusahakan di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Provinsi Sumatera Selatan No 1.
2. 3.
4.
5.
6.
Jenis Tanaman Yang Diusahakan Tanaman Perkebunan (ha) a) Karet b) Kelapa Sawit c) Gambir d) Kelapa Tanaman Padi (ha) Tanaman Palawija (ha) a) Jagung b) Ubi Kayu c) Ubi Jalar d) Kacang Tanah e) Kacang Hijau f) Kedelai Tanaman Sayur dan Buah (ha) a) Kacang Panjang b) Cabai c) Cung d) Terong e) Timun f) Gambas g) Semangka Peternakan (ekor) a) Sapi b) Kambing c) Ayam Buras d) Itik Perikanan (ekor) a) Penangkapan di perairan umum b) Budidaya kolam/ tambak
Unit 8.340 750 516 6 605 39 7 6 4 12 12 52 15 7 3 12 16 11 353 79 5.963 285 516 15
Sumber : Kantor Cabang Dinas Pertanian dan Peternakan Kecamatan Babat Toman, 2005
5.4 Keadaan Sarana dan Prasarana Sarana yang ada di Desa Toman meliputi jalan sepanjang 283 km, kondisi jalan di Desa Toman cukup bagus karena sudah diaspal dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Selain itu, di Desa Toman juga terdapat mesin penggiling
39
gambir sebanyak 11 unit dan mesin penggiling padi sebanyak dua unit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jenis dan Jumlah Sarana Pendukung Di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Provinsi Sumatera Selatan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Jenis Sarana Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jalan Desa Jembatan Mesin Penggiling Padi Mesin Penggiling Gambir Kios Sarana Pertanian Pasar Telepon Pribadi Televisi Radio Gedung Sekolah Dasar
Jumlah 38 Km 57 Km 198 Km 11 Buah 2 Unit 11 Unit 2 Buah 1 Unit 971 Unit 4.012 Unit 239 Unit 6 Unit
Sumber : Kantor Kepala Desa Toman, 2005
5.5. Karakteristik Petani Responden Gambir yang merupakan salah satu jenis tanaman tahunan adalah komoditas spesifik Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan sudah sejak lama dikembangkan oleh masyarakat di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman. Jumlah keseluruhan kepala keluarga tani di Desa Toman yang bergerak dalam usahatani gambir sebanyak 252 orang yang tersebar pada tiga dusun yang ada di Desa Toman (Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin, 2006). Responden yang dipilih adalah petani yang umur tanaman gambirnya di atas lima tahun, hal ini dimaksudkan agar data yang didapatkan dari petani lengkap serta terkait dengan umur ekonomis tanaman gambir selama 10 tahun. Dari tiga dusun yang ada di Desa Toman, masing-masing dipilih 10 orang sebagai responden.
40
Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 petani responden yang berasal dari tiga dusun yang ada di Desa Toman, diperoleh data yang menunjukkan sebaran umur petani yang menjadi responden yaitu antara 20 – 60 tahun. Petani termuda berusia 20 tahun berasal dari dusun tiga, sedangkan petani tertua berumur 60 tahun berasal dari dusun satu. Hal itu menunjukkan bahwa usahatani gambir di Desa Toman sudah dilakukan oleh petani dalam berbagai sebaran umur, baik generasi muda maupun tua. Jumlah petani terbanyak didominasi pada golongan umur antara 41 – 50 tahun yaitu sebesar 40 persen atau sebanyak 12 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Golongan Umur Golongan Umur (Tahun) 20 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 Jumlah
No 1. 2. 3. 4.
Jumlah Petani (Orang) 7 8 12 3 30
Persentase (%) 23,30 26,70 40,00 10,00 50,00
Berdasarkan Tabel 11. terlihat bahwa usahatani gambir di Desa Toman dapat dikembangkan oleh sebagian besar petani dari berbagai golongan usia, baik muda maupun tua. Pada umumnya petani di Desa Toman telah mulai berusahatani gambir sejak remaja dengan membantu orang tua mereka dan setelah itu mereka akan melanjutkan usahatani gambir yang telah dirintis oleh orang tua mereka. Sedangkan apabila dilihat dari segi penguasaan lahan, luas lahan garapan petani yang menjadi responden rata-rata berkisar antara 1 – 2 ha. Karakteristik petani yang menjadi responden berdasarkan luas lahan garapannya dapat dilihat pada Tabel 12.
41
Tabel 12 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan No.
Luas Lahan Garapan (ha) 1 1,5 2 Jumlah
1. 2. 3.
Jumlah Petani (orang) 8 4 18 30
Persentase (%) 26,70 13,30 60,00 100,00
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa sebagian besar petani gambir di Desa Toman yang menjadi responden memiliki luas lahan garapan sebesar 2 ha yaitu sebanyak 18 orang atau 60 persen dari total responden. Sedangkan sisanya yaitu petani yang memiliki luas lahan garapan sebesar 1 ha ada delapan orang atau sebesar 26,70 persen dari total responden, lalu petani yang memiliki luas lahan garapan sebesar 1,5 ha ada empat orang atau sebesar 13,30 persen dari total responden. Tingkat pendidikan petani gambir yang menjadi responden cukup bervariasi mulai dari tingkat SD hingga SLTA. Karakteristik petani yang menjadi responden berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
1. 2. 3.
SD SLTP SLTA Jumlah
Jumlah Petani (orang) 15 8 7 30
Persentase (%) 50,00 26,70 23,30 100,00
42
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa seluruh petani gambir di Desa Toman yang menjadi responden sudah mengikuti pendidikan formal, meskipun tidak ada petani responden yang telah menyelesaikan pendidikan sampai tingkat sarjana Perguruan Tinggi. Petani responden tersebut rata-rata hanya menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan hanya delapan orang atau 26,70 persen dari total responden yang menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SLTP) atau sederajat serta tujuh orang atau 23,30 persen dari total responden yang dapat menyelesaikan pendidikannya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SLTA) atau sederajat.
VI KERAGAAN USAHATANI GAMBIR
6.1 Budidaya Gambir Gambir merupakan salah satu tanaman perdu dengan ketinggian antara 1,5 meter sampai dengan 2 meter, warna batang coklat muda hingga coklat tua, percabangan banyak dengan sudut 30o hingga 50o, daun berbentuk oval dengan warna daun hijau muda hingga coklat muda. Gambir dapat dibudidayakan di daerah dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan air laut, memerlukan cahaya matahari yang banyak dengan curah hujan diantara 2.500 mm – 3.000 mm per tahun, dimana 200 mm – 450 mm pada bulan kering setiap tahun. Tanaman gambir tidak menghendaki tanah yang subur, namun biasanya dapat digunakan tanah hutan berawa yang berwarna kuning dan mudah meresap air karena tanaman gambir tidak tahan pada lahan yang tergenang air. a. Pembibitan Tahap pertama dan menentukan keberhasilan dari suatu kegiatan budidaya tanaman gambir adalah pembibitan. Kegiatan pembibitan dilakukan oleh petani gambir di Desa Toman pada bulai Mei sampai Juni dengan pertimbangan bahwa kegiatan pembibitan berlangsung selama tiga bulan, sehingga kegiatan penanaman dapat dilakukan pada bulan Agustus sampai September atau awal dari musim hujan. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pembibitan gambir adalah: 1. Persiapan bibit. Sumber bibit berasal dari biji tanaman gambir yang berusia lebih dari lima tahun. Sebelum disemai, biji tersebut terlebih dahulu dikeringkan dengan cara dijemur selama satu hari. Bentuk biji yang telah kering sangat kecil, seperti serbuk menyerupai bulir-bulir biji alang-alang.
44
2. Persiapan tempat persemaian. Sebelum biji disemai, terlebih dahulu dipersiapkan tempat persemaian. Lokasi tempat persemaian biasanya tidak jauh dengan areal penanaman gambir atau di belakang rumah petani. Tempat persemaian berupa lubang berbentuk lingkaran seperti baskom dengan kedalaman 30 – 40 cm. Untuk keperluan penanaman satu ha gambir diperlukan lubang pembibitan sebanyak dua – tiga lubang untuk menghasilkan 3.000 – 4.000 rumpun. Sebelum lubang tersebut ditaburi biji gambir yang telah kering, terlebih dahulu lubang tersebut diberi air, kemudian diaduk-aduk sehingga dasar lubang menjadi berlumpur. 3. Persemaian. Dasar lubang yang telah berlumpur tersebut, kemudian seluruhnya ditaburi biji gambir yang berbentuk serbuk. Setelah itu, lubang persemaian ditutup dengan daun pisang dan batang pisang agar tidak terkena hujan secara langsung. Dalam jangka waktu dua sampai dengan empat minggu, lubang tersebut dibuka, seluruh biji sudah pecah dan keluar kecambah. Setelah itu, dilakukan perawatan kecambah dengan cara memberikan daun pelindung agar tidak terkena matahari secara langsung dan melakukan penyiraman dengan cara dipercikkan air, terutama apabila hari tidak hujan sebanyak + dua kali penyiraman/hari. Lama perawatan sekitar tiga bulan, sejak pertama kali biji ditaburkan ke dalam lubang persemaian. 4. Panen dan pengangkutan. Bibit gambir yang telah berumur sekitar tiga bulan di persemaian dengan tinggi sekitar dua jari tangan sudah siap dipindahkan ke areal penanaman. Panen bibit gambir dilakukan dengan cara dicabut secara hati-hati tanpa merusak akar. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari gedebong pisang berbentuk keranjang persegi panjang yang
45
seluruh sisinya tertutup rapat. Dengan wadah tersebut, bibit bisa bertahan hidup selama satu hari sebelum ditanam ke lahan. Pengangkutan bibit yang sudah dimasukkan dalam satu wadah tersebut dari tempat persemaian ke areal penanaman dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan. b. Penanaman Penanaman gambir di Desa Toman pada umumnya dilakukan dengan membuka hutan sekunder. Kegiatan persiapan lahan dilakukan dengan cara tebas tebang, pembakaran, pembersihan sisa-sisa hasil pembakaran (mandu) dan pembuatan lubang tanam. Kegiatan tebas tebang dan membuat lubang tanam dilaksanakan dengan sistem upah, sedangkan kegiatan pembakaran, penjagaan pada saat pembakaran dan pembersihan sisa-sisa pembakaran dilakukan secara gotong royong. Pembuatan lubang tanam dalam satu ha sebanyak 3.000–4.000 lubang dilakukan dengan cara menugal dengan kayu yang telah diruncingkan. Kedalaman lubang sekitar 40 cm dengan lebar lubang sesuai dengan ukuran kayu tugalan. Jarak antar lubang penanaman (jarak tanam) yang diterapkan sebesar 1,5 m x 1,5 m. Setelah pembuatan lubang tanam selesai, kemudian dilakukan penanaman bibit gambir. Bibit gambir dikeluarkan dari wadah gedebong pisang satu persatu, kemudian dimasukkan dalam lubang tanam. Dalam satu lobang tanam terdapat dua bibit gambir. Cara penanaman dilakukan dengan menempel bibit gambir (ditekan dengan tangan dan ditempel dengan tanah) pada dua sisi lubang pada kedalaman 2–5 cm dari atas permukaan lubang ( bibit gambir tidak nampak di permukaan tanah), sehingga kedalaman lubang antara 5–40 cm adalah kosong. Adanya lubang yang kosong di bagian bawah tersebut dimaksudkan agar akar
46
bibit gambir tidak terkena genangan air hujan yang berada di bawah lubang. Lubang-lubang yang sudah ada bibit gambirnya, kemudian ditutup dengan ranting-ranting kayu untuk melindungi dari panas matahari. Secara perlahan-lahan (alamiah) akibat air hujan, lubang-lubang tanaman gambir tersebut akan terisi dengan tanah yang mengandung bahan makanan alami dan bibit gambir sudah mulai tumbuh dan memiliki akar serabut yang cukup kuat. c. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman gambir yang dilakukan petani adalah penyiangan dan pemberantasan hama penyakit, apabila diperlukan. Sebagian besar petani tidak melakukan pemupukan dan ada hanya sebagian kecil yang melakukan pemupukan dengan menabur sisa-sisa daun gambir yang telah selesai diproses dalam pengolahan atau melakukan pemupukan dengan pupuk buatan pabrik (NPK). Kegiatan penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun dengan membersihkan tanaman liar yang ada di sekitar tanaman gambir dengan cara mencabut akar tanaman liar tersebut. Penyiangan tersebut sangat bermanfaat bagi tanaman gambir karena akan mengurangi persaingan dengan tanaman liar dalam memperebutkan unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah. Ada beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman gambir, namun pada umumnya serangannya tidak cukup berarti dan masih dapat diatasi oleh petani. Hama yang sering ditemui adalah sejenis lundi (larva kumbang dalam tanah), ulat daun, hama kepih, dan hama belalang. Penyemprotan hama tersebut dilakukan dengan pestisida.
47
d. Panen Panen tanaman gambir dalam bentuk daun yang masih muda. Panen pertama tanaman gambir terjadi pada saat tanaman berusia delapan bulan. Tanaman gambir dipetik oleh tenaga panen dengan menggunakan pisau khusus panen dan hasilnya dikumpulkan di dalam keranjang panen yang dibawa oleh masing-masing tenaga panen. Waktu pemetikan daun gambir dimulai pukul 5 – 10 pagi, kemudian hasil tersebut langsung diolah oleh tenaga panen di unit pengolahan gambir milik petani atau eksportir lokal sampai pukul dua siang. Panen kedua terjadi pada saat tanaman gambir berusia 12 bulan, kemudian dalam setiap empat bulan sekali akan terjadi panen atau dalam satu tahun terjadi tiga kali panen.
6.2 Pengolahan Gambir Pengolahan gambir di Desa Toman secara umum masih menerapkan teknologi tradisional, meskipun sudah menggunakan mesin penghancur daun gambir. Teknologi pengolahan gambir yang lebih modern pernah diuji coba oleh BPPT di Desa Toman, tetapi pada saat ini peralatan yang digunakan sudah banyak yang rusak dan tidak digunakan lagi oleh petani karena keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani sehingga menyebabkan kurangnya perawatan terhadap mesinmesin tersebut. Gambaran pengolahan gambir yang terjadi di Desa Toman adalah sebagai berikut : a) Proses Pengolahan/ Teknologi Proses pengolahan gambir di Desa Toman yang dilakukan secara tradisional tersebut dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
48
1. Daun gambir yang baru dipetik dari kebun, kemudian dipotong-potong (dirajang) dengan menggunakan parang hingga berbentuk potongan-potongan kecil. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penggilingan daun oleh mesin penggiling. 2. Daun gambir yang telah selesai dirajang, kemudian direbus (rebusan pertama) sampai warna daun berubah menjadi kuning, yaitu sekitar 15 menit. Setelah itu, dimasukkan ke dalam keranjang yang siap untuk digiling. 3. Daun gambir dalam keadaan panas, kemudian digiling dengan menggunakan mesin penggiling sampai halus yaitu sekitar tiga kali penggilingan. 4. Daun gambir halus yang telah digiling, kemudian direbus kembali (rebusan kedua) dalam kuali dan diaduk-aduk selama + 20 menit untuk menghasilkan air getah pertama. 5. Air getah pertama dialirkan ke pasu panjang yang terbuat dari kayu sebagai penampung, sedangkan daun hasil rebusannya dimasukkan dalam keranjang rotan untuk dipress agar mengeluarkan getah. 6. Air yang mengandung getah di pasu panjang, kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam pasu kecil, kemudian diendapkan selama satu malam. Hasil endapan dimasukkan ke dalam karung, kemudian dipress untuk mengeluarkan
kandungan
airnya,
sehingga
dalam
waktu
15
menit
menghasilkan endapan beku. 7. Endapan beku tersebut, kemudian dicairkan lagi dengan cara dipanaskan sekitar setengah jam. Cairan yang dihasilkan, kemudian dimasukkan ke dalam bak pembekuan dan didiamkan selama kurang lebih enam jam, kemudian cairan yang membeku dipotong-potong dalam bentuk irisan-irisan. Setelah
49
agak keras, irisan tersebut dipisah-pisah untuk dikeringkan selama dua hari (musim panas) dan apabila musim hujan bisa mencapai 3 – 4 hari. Irisan-irisan gambir tersebut disebut jaras yang siap dijual. 8. Ampas sisa daun hasil rebusan kedua yang telah dipress, kemudian direbus kembali (rebusan ketiga) untuk menghasilkan air getah kedua. Proses pengolahan selanjutnya sama dengan proses pengolahan air getah pertama. Air sisa rebusan tersebut dipakai untuk merebus hari berikutnya. Dengan demikian dalam satu dapur pengolahan gambir setiap harinya melakukan tiga kali perebusan.
Daun Gambir
Dirajang
Direbus (1)
Sisa Daun
Digiling
Direbus (2)
Pasu Panjang
Air Getah (1)
Dipress
Diendapkan 1 Malam
Diproses Lagi Sama Dengan Rebusan Ke 2
Sisa Daun
Direbus (3)
Dijual
Disaring Ke Pasu Kecil
Dipress
Dicetak, Dipotong, dan Dijemur
Endapan Dipanaskan
Gambar 2 Proses Pengolahan Gambir di Desa Toman
b) Bahan Baku dan Penolong Bahan baku utama yang diolah adalah daun gambir muda yang masih basah. Kemampuan produksi satu unit pengolahan sebesar 4 – 5 kg gambir/hari,
50
sehingga kebutuhan bahan baku daun setiap harinya sekitar 40 kg – 50 kg daun basah (untuk rendemen sebesar 10 persen). Lamanya daun diproses, mulai dari pemetikan sampai menjadi gambir siap jual bisa mencapai lima hari. Sumber bahan baku daun gambir tersedia secara terus menerus, mengingat rata-rata petani memiliki luas lahan gambir antara 1 ha – 2 ha, satu unit dapur pengolahan, dan sistem panen daun gambir dilakukan tidak sekaligus, tetapi panen terus me nerus sesuai kebutuhan mengolah daun gambir selama satu hari. Kegiatan pengolahan gambir pada umumnya berlangsung setiap hari, kecuali hari libur dan hari-hari tertentu yang menghendaki harus libur, sehingga jumlah hari pengolahan rata-rata dalam satu bulan sebanyak 25 hari kerja. Bahan penolong yang digunakan adalah air untuk merebus yang setiap harinya membutuhkan 2-3 derigen air ukuran 20 liter. Sumber air yang digunakan untuk merebus daun adalah air sumur yang tersedia sepanjang waktu. Bahan penolong lainnya adalah minyak solar untuk mesin giling daun dan kayu bakar. Minyak solar dibutuhkan bagi petani pengolah yang memiliki mesin sendiri, sedangkan bagi petani pengolah yang tidak memiliki mesin melakukan sewa dengan membayar upah sewa sebesar Rp 10.000,00 / hari pengolahan. Kayu bakar yang dibutuhkan setiap harinya rata-rata sebanyak delapan potong.
c) Tenaga Kerja Satu unit dapur pengolahan gambir rata-rata membutuhkan tenaga kerja sebanyak tiga orang. Seluruh tenaga kerja tersebut berasal dari tenaga kerja keluarga (suami, isteri, dan anak), sehingga tidak ada tenaga kerja yang diupah. Tugas tenaga kerja tersebut adalah memanen daun gambir, mengangkut daun ke
51
tempat pengolahan gambir, merajang daun, merebus daun, menjadi operator mesin penggiling daun, mempress daun, me ncetak, memotong, dan menjemur gambir serta membersihkan sisa daun di tempat pengolahan gambir. Waktu kerja dimulai pukul enam pagi sampai pukul dua siang atau dalam satu hari bekerja selama delapan jam.
d) Fasilitas Produksi Fasilitas produksi yang dibutuhkan dalam satu unit pengolah gambir cukup banyak. Sumber peralatan dapat berasal dari pembelian, sewa, dan dibuat sendiri. Adapun peralatan yang diperlukan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Fasilitas Produksi yang Diperlukan oleh Satu Unit Pengolahan Gambir No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Nama Fasilitas/Peralatan Bangsal ukuran 4 m x 4 m Tungku (dapur) dari tanah Kawah/Kuali Pasu panjang Pasu pendek Saringan untuk air getah Kandil untuk mengangkat Lampiung (saringan) untuk kuali Keranjang angkut daun Pressan dan lesung Bak cetakan Irap (wadah untuk jemur) Pisau pengambil daun Mistar pengiris Pisau iris Pengaduk kuali Mesin giling daun
Sumber : Survei Lapangan, 2007
Jumlah (unit) 1 1 1 1 10 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 2 1
52
6.3 Pemasaran Gambir Rantai tataniaga gambir di Desa Toman secara umum, terdiri dari dua jalur, yaitu jalur pemasaran dalam negeri dan jalur ekspor. Untuk jalur pemasaran dalam negeri, produksi gambir dihasilkan oleh unit pengolahan daun gambir milik petani pengolah yang daun gambirnya bersumber dari kebun milik sendiri, membeli dari petani lain, atau bagi hasil antara pemilik kebun dengan pengolah. Unit pengolah gambir tersebut menghasilkan gambir dalam bentuk jaras yaitu potongan irisan-irisan yang disatukan dalam satu lempeng berbentuk persegi panjang, yang seluruhnya dijual kepada pedagang pengumpul Desa dengan harga yang telah ditentukan pedagang. Pada umumnya harga beli gambir diantara pedagang tersebut relatif sama. Pedagang pengumpul desa tersebut terlebih dahulu melakukan penyimpanan/ pengumpulan gambir sampai jumlahnya memadai untuk dikirim kepada agen yang berada di Palembang, Lampung, Yogyakarta, dan Solo. Agen-agen pengumpul gambir tersebut, kemudian menjual sebagian besar gambirnya kepada pabrik konveksi, pengrajin batik dan pabrik kosmetika yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta serta hanya sebagian kecil dijual ke pasarpasar tradisional untuk keperluan konsumsi masyarakat langsung. Untuk jalur ekspor, sumber gambir sebagian kecil (kurang dari 10 persen) berasal dari unit pengolah gambir milik petani dan sisanya, lebih dari 90 persen berasal dari produksi milik eksportir lokal. Unit pengolah gambir milik petani maupun eksportir lokal menghasilkan gambir dalam bentuk silinder, kubus, atau bubuk (sesuai dengan spesifikasi ekspor). Gambir tersebut langsung diekspor ke importir di India melalui kerjasama dengan perusahaan eksportir di Jakarta. Adapun gambaran jalur pemasaran gambir di Desa Toman dapat dilihat pada Gambar 3.
53
Import Kebun Petani
Kebun Milik Pabrik
Pengolah Gambir
Pedagang Pengumpul
Pabrik Lokal
Agen Pabrik
Pabrik Dalam Negeri
Eksportir Jakarta
Importir Luar Negeri
Gambar 3 Jalur Pemasaran Gambir di Desa Toman
Kendala pemasaran yang dihadapi adalah tataniaganya masih belum efisien, yaitu rantai tataniaga relatif panjang dan posisi tawar petani terhadap pedagang masih sangat rendah, sehingga petani hanya menerima harga dan marjin keuntungan pedagang dengan petani masih belum seimbang dan wajar. Koperasi atau kelompok petani gambir masih belum berperan secara memadai untuk meningkatkan posisi tawar petani terhadap pedagang, meskipun mutu gambir dari petani cukup baik dan diterima pasar dalam negeri maupun ekspor. Selain itu, kemitraan antara petani pengolah dengan eksportir lokal juga belum berjalan secara optimal karena mengubah kebiasaan petani untuk mengolah gambir menjadi bentuk yang sesuai standar ekspor masih sulit dilakukan karena tingkat harganya relatif sama dengan bentuk gambir yang biasa dibuat petani (jaras).
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Analisis kelayakan finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return, dan Net Benefit/ Cost Ratio (Net B/C). Untuk melakukan analisis dengan ketiga kriteria tersebut, digunakan arus kas (cash flow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh usahatani gambir tersebut selama umur ekonomisnya. Sebelum membuat arus kas (cash flow), terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap manfaat dan biaya. Adapun asumsi yang mendasari analisis finansial ini antara lain: 1. Untuk mempermudah dalam melakukan analisis kelayakan finansial, maka digunakan pendekatan satu unit usaha yaitu satu ha lahan gambir dan satu unit pengolahan dengan kapasitas produksi sebesar lima kg gambir/ hari, sedangkan untuk luas lahan rata-rata dari 30 petani respoden yang ada di Desa Toman adalah sebesar 1,66 ha. Produksi maksimal kebun gambir seluas satu hektar mampu diolah oleh satu unit pengolahan yang bekerja secara penuh sesuai dengan kemampuan tenaga kerja yang ada. Satu unit pengolahan dalam setiap hari bekerja satu shift, yaitu dari jam 10 pagi sampai jam dua siang, sedangkan dalam satu tahun terdiri dari 300 hari kerja. Satu unit pengolahan terdiri dari tiga orang pekerja yang bekerja mulai dari panen sampai pengolahan.
55
2. Penentuan harga jual gambir pada analisis kelayakan finansial menggunakan asumsi harga konstan. Harga jual gambir yang digunakan dalam analisis ini adalah harga jual rata-rata selama lima tahun terakhir yaitu sebesar Rp 11.600,00/ jaras. 3. Umur ekonomis tanaman gambir adalah 10 tahun 4. Biaya investasi diasumsikan dikeluarkan pada tahun ke nol dan terjadi reinvestasi pada tahun ketiga, kelima, keenam, ketujuh, dan kesembilan. 5. Discount rate yang digunakan adalah 12,5 persen sesuai dengan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman selama satu tahun terakhir di lembaga perbankan yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin .
7.1 Analisis Manfaat Manfaat yang diterima oleh usahatani gambir tersebut merupakan penerimaan dari penjualan getah gambir kering. Penerimaan dihitung dari produksi getah gambir kering per tahun dikalikan dengan harga jualnya. Panen daun gambir yang pertama dimulai pada saat tanaman berusia delapan bulan. Sedangkan panen kedua terjadi pada saat tanaman berumur 12 bulan, kemudian dalam setiap empat bulan sekali akan terjadi panen atau dalam satu tahun terjadi tiga kali panen. Hasil panen gambir yang diperoleh berbeda-beda tiap tahunnya, pada tahun pertama hasil panen yang diperoleh masih sebesar 60 persen dari hasil produksi normal yaitu sebesar 9 jaras gambir kering/ hari atau setara dengan tiga kg gambir kering/ hari. Sedangkan pada tahun kedua hasil panen yang diperoleh meningkat menjadi 80 persen dari hasil produksi normal yaitu sebesar 12 jaras gambir kering/ hari atau setara dengan empat kg gambir kering/ hari, lalu
56
pada saat memasuki tahun ketiga tanaman gambir akan berproduksi secara normal sampai umur ekonomisnya berakhir yaitu saat tanaman gambir berumur 10 tahun. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Toman untuk satu hektar lahan dapat dihasilkan sebanyak 15 jaras gambir kering/ hari atau setara dengan lima kg gambir kering/ hari, sehingga dalam setiap tahunnya produksi gambir kering di Desa Toman diperkirakan mencapai 4.500 jaras atau setara dengan 1.500 kg. Harga jual yang digunakan dalam analisis ini adalah harga jual rata-rata selama satu tahun terakhir, sehingga proyeksi penerimaan usahatani gambir selama setahun dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perkiraan Produksi dan Penerimaan Usahatani Gambir Per Hektar Dalam Setahun Produksi (Kg) 300 1.200 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
Harga Jual (Rp/Kg) 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800
Penerimaan (Rp) 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa penerimaan usahatani gambir cukup besar dengan luas lahan satu ha akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 52.200.000,00 dan jumlah ini tetap sepanjang tahun dengan asumsi produksi dan harga tetap serta tanaman gambir tersebut sudah berproduksi secara normal yaitu pada saat memasuki tahun ketiga.
57
7.2 Analisis Biaya Biaya-biaya usahatani gambir dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Kedua komponen biaya ini dimasukkan ke dalam arus kas (cash flow).
7.2.1 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Selain itu, ada juga biaya reinvestasi yaitu biaya yang dikeluarkan pada saat proyek berjalan apabila ada peralatan yang umur ekonomisnya kurang dari umur proyek. Biaya investasi terdiri atas biaya investasi tanaman dan biaya investasi non tanaman (pengolahan). Biaya investasi tanaman yaitu biaya pembelian lahan, pembibitan, pembukaan lahan, hingga penanaman. Biaya-biaya investasi tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Biaya Investasi Tanaman Usahatani Gambir Per Hektar (Rp) No Uraian 1. Pembelian lahan 2. Pembibitan : - Pengambilan biji - Persemaian - Perawatan Total 2 3. Pembukaan lahan - Tebas tebang - Pembakaran - Mandu - Minyak tanah Total 3 4. Penanaman - Pembuatan lubang - Penanaman Total 4 Total (1+2+3+4)
Satuan Ha
Volume 1
Harga/Satuan 10.000.000
Jumlah 10.000.000
HOK HOK HOK
0,75 0,5 11
20.000 20.000 20.000
11.250 10.000 220.000 241.250
HOK HOK HOK Ltr
25 7,5 10,5 10
20.000 20.000 20.000 2.650
500.000 150.000 210.000 26.500 886.500
HOK HOK
21 21
20.000 20.000
390.000 390.000 780.000 11.907.750
58
Sedangkan biaya investasi non tanaman (pengolahan) yaitu biaya bangsal/ saung, serta peralatan pengolahan seperti tungku, kuali, pasu panjang, pasu pendek, saringan, kandil, lampiung, keranjang, pressan, bak cetakan, irap, pisau panen, mistar, pisau iris, hingga pengaduk. Biaya-biaya investasi non tanaman (pengolahan) tersebut dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Biaya Investasi Non Tanaman (Pengolahan) Usahatani Gambir Per Hektar No Uraian
Sat
Vol
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Unit Unit Bh Bh Bh Bh Bh Bh Bh Unit Bh Bh Bh Bh Bh Bh
1 1 1 1 10 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 2
Bangsal Tungku Kuali (60 Ltr) Pasu panjang Pasu pendek Saringan Kandil Lampiung Keranjang Pressan Bak cetakan Irap Pisau panen Mistar Pisau iris Pengaduk Total
Harga/Sat Jumlah (Rp) (Rp) 1.500.000 1.500.000 300.000 300.000 500.000 500.000 300.000 300.000 70.000 700.000 10.000 10.000 20.000 20.000 10.000 10.000 25.000 75.000 300.000 300.000 150.000 150.000 20.000 20.000 10.000 30.000 25.000 25.000 100.000 100.000 10.000 20.000 4.060.000
Umur Ekonomis (tahun) 5 10 5 10 10 2 5 2 2 10 10 2 5 5 5 2
7.2.2 Biaya Operasional Biaya operasional terdiri dari biaya pemeliharaan kebun dan biaya operasional pengolahan. Biaya pemeliharaan kebun yaitu biaya untuk penyiangan (menunas dan merumput), sedangkan biaya operasional pengolahan yaitu biaya tenaga pengolahan, kayu bakar, serta biaya sewa mesin penggiling daun, dimana
59
untuk satu unit dapur pengolahan gambir rata-rata membutuhkan tenaga kerja sebanyak tiga orang. Seluruh tenaga kerja tersebut berasal dari tenaga kerja keluarga (suami, isteri, dan anak). Tugas dari tenaga kerja tersebut yaitu memanen daun gambir, mengangkut daun ke tempat pengolahan gambir, merajang daun, merebus daun, menjadi operator mesin penggiling daun, mempress daun, mencetak, memotong, dan menjemur gambir serta membersihkan sisa-sisa daun di tempat pengolahan gambir. Biaya-biaya operasional usahatani gambir tersebut dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Biaya Operasional Usahatani Gambir Per Ha Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Biaya Pemeliharaan Kebun (Rp) Penyiangan 1.901.200 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800
Biaya Operasional Pengolahan (Rp) Tenaga Kayu Sewa Mesin Pengolah Bakar 6.000.000 728.270 1.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000 18.000.000 2.184.810 3.000.000
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Penerimaan bersih dari usahatani gambir tersebut adalah selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya, baik biaya investasi maupun biaya operasional yang akan dihitung setiap akhir tahun, dimana tanaman gambir tersebut dapat dipanen setelah tanaman berumur delapan bulan. Panen gambir dilakukan setiap empat bulan sekali atau sebanyak tiga kali dalam satu tahun sampai umur tanaman
60
gambir mencapai 10 tahun. Pada saat memasuki tahun ketiga tanaman gambir akan berproduksi normal dengan jumlah yang konstan hingga tahun ke 10 atau pada saat umur ekonomisnya habis, dimana dengan asumsi harga konstan setiap tahunnya maka penerimaan usahatani gambir tahun ke-3 sampai tahun ke-10 besarnya akan konstan. Panen tanaman gambir tersebut dalam bentuk daun yang masih muda, kemudian daun yang masih muda tersebut diolah menjadi getah gambir kering dalam bentuk jaras (batangan), setelah itu gambir tersebut akan langsung dijual. Adapun perhitungan penerimaan, pengeluaran, serta keuntungan usahatani gambir tersebut selama umur ekonomisnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Penerimaan Bersih Usahatani Gambir Per Ha Per Tahun (Rp) Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penerimaan 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 62.200.000
Pengeluaran 15.967.750 9.629.470 26.036.610 26.171.610 26.036.610 26.171.610 28.211.610 26.171.610 26.036.610 26.171.610 26.036.610
Keuntungan -15.967.750 810.530 15.723.390 26.028.390 26.163.390 26.028.390 23.988.390 26.028.390 26.163.390 26.028.390 36.163.390
Berdasarkan Tabel 19 dapat kita lihat bahwa penerimaan bersih rata-rata per tahunnya dari usahatani gambir yang diterima oleh petani dengan luas lahan satu hektar adalah sebesar Rp 19.741.663,00 atau setara dengan Rp 1.645.138,58 per bulannya. Usahatani gambir memiliki umur ekonomis selama 10 tahun, berdasarkan arus kas selama umur ekonomis tersebut maka dapat ditentukan analisis kelayakan finansial dari usahatani gambir tesebut. Tingkat diskonto yang
61
digunakan adalah sebesar 12,5 persen sesuai dengan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman selama satu tahun terakhir di lembaga perbankan yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usahatani gambir tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Kelayakan Finansial Usahatani Gambir Dengan DF 12,5 % Keterangan NPV IRR Net B/C PBP
Jumlah Rp 99.830.191,00 77,54% 7,25 1 tahun 11,6 bulan
Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa hasil perhitungan analisis kelayakan menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 99.830.191,00 angka ini menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan diterima selama 10 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 12,5 persen. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 77,54 persen, nilai ini berada di atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 12,5 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 77,54 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya lebih dari satu yaitu sebesar 7,25, nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap
Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 7,25. Payback period (PBP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 1 tahun 11,6 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani gambir tersebut layak untuk dilaksanakan.
62
Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usahatani gambir dengan luas lahan rata-rata petani responden di Desa Toman yaitu sebesar 1,66 ha dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Kelayakan Finansial Usahatani Gambir (Luas Lahan Rata-Rata Petani Responden di Desa Toman) Dengan DF 12,5 % Keterangan NPV IRR Net B/C PBP
Jumlah Rp 74.554.285,00 53,98% 4,13 2 tahun 5,18 bulan
Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa hasil perhitungan analisis kelayakan menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 74.554.285,00 angka ini menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan diterima selama 10 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 12,5 persen. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 53,98 persen, nilai ini berada di atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 12,5 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 53,98 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya lebih dari satu yaitu sebesar 4,13, nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap
Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 4,13. Payback period (PBP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 2 tahun 5,18 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani Gambir tersebut layak untuk dilaksanakan.
63
7.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek apabila ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan-perubahan sebagai berikut : 1.
Penurunan harga jual getah Gambir kering sebesar 60 persen
2.
Kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen
3. Kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen
a. Penurunan Harga Jual Getah Gambir Kering Sebesar 60 Persen Penurunan harga jual produk sebesar 60 persen menyebabkan harga jual getah gambir turun dari Rp 34.800,00/kg menjadi Rp. 18.000,00/kg, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan penjualan yang diterima petani. Pada tahun pertama, dan kedua pendapatan penjualan yang diperoleh petani masingmasing sebesar Rp 5.400.000,- dan Rp 21.600.000,- , sedangkan pada tahun ketiga sampai dengan tahun kesepuluh pendapatan petani masing-masing sebesar Rp 27.000.000,- Besar perubahan harga jual getah gambir tersebut berdasarkan harga jual terendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hasil analisis sensitivitas akan menunjukkan perubahan pada Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PBP). Besarnya nilai perubahan dari kriteria-kriteria kelayakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22, Sedangkan rincian perhitungan cash flow dapat dilihat pada Lampiran 2.
64
Tabel 22 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Getah Gambir Kering Sebesar 60 Persen Kriteria
Kondisi Awal
NPV IRR Net B/C
Rp 99.830.191,00 77,54% 7,25
Kondisi Setelah Perubahan Rp -17.785.643,00 -5,67% 0,24
Besar Perubahan Rp -117.615.834,00 -83,21% 7,01
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa apabila terjadi penurunan harga jual getah gambir kering sebesar 60 persen, maka Nilai NPV yang diperoleh mengalami penurunan sebesar Rp 117.615.834,00 menjadi Rp -17.785.643,00 yang berarti usahatani gambir mengalami kerugian sebesar Rp 17.785.643,00 Nilai IRR yang diperoleh turun sebesar 83,21 persen menjadi -5,67 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar -5,67 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh turun sebesar 7,01 menjadi 0,24, nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap
Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 0,24. Nilai-nilai ini tidak memenuhi syarat kelayakan dan apabila terjadi penurunan harga jual getah gambir kering sebesar 60 persen usahatani gambir tidak layak untuk dilaksanakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani gambir memiliki resiko yang tinggi.
b. Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 persen Kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen menyebabkan harga kayu bakar meningkat dari Rp 950,00/potong menjadi Rp 1.425,00/potong, sehingga berdampak pada kenaikan biaya kayu bakar. Pada tahun pertama biaya kayu bakar sebesar Rp 1.092.405,00 sedangkan biaya kayu bakar pada tahun kedua
65
sampai dengan tahun kesepuluh masing-masing sebesar Rp 3.277.215,00. Besar perubahan tersebut berdasarkan pada rata-rata kenaikan harga kayu bakar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hasil analisis sensitivitas akan menunjukkan perubahan pada Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PBP). Besarnya nilai perubahan dari kriteria-kriteria kelayakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 23, Sedangkan rincian perhitungan cash flow dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 23 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 Persen Kriteria
Kondisi Awal
NPV IRR Net B/C PBP
Rp 99.830.191,00 77,54% 7,25 1 tahun 11,6 bulan
Kondisi Setelah Perubahan Rp 94.429.518,00 74,31% 6,91 2 tahun 0,43 bulan
Besar Perubahan Rp -5.400.673,00 -3,23% -0,34 0,83 bulan
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa apabila terjadi kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen, maka Nilai NPV yang diperoleh mengalami penurunan sebesar Rp 5.400.673,00 menjadi Rp 94.429.518,00 yang berarti usahatani gambir memperoleh keuntungan sebesar Rp 94.429.518,00 Nilai IRR yang diperoleh turun sebesar 3,23 persen menjadi 74,31 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 74,31 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh turun sebesar 0,34 menjadi 7,25, nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 7,25. Payback period yang dihasilkan meningkat sebesar 0,83 bulan menjadi 2 tahun 0,43 bulan. Nilai-nilai ini masih memenuhi syarat kelayakan, sehingga jika
66
terjadi kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen usahatani gambir tetap layak untuk dilaksanakan.
c. Ke naikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen Kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen menyebabkan biaya tenaga kerja meningkat dari Rp 20.000,-/HOK menjadi Rp 25.000,-/HOK, sehingga berdampak pada kenaikan biaya investasi tanaman yang terdiri dari pembibitan, pembukaan lahan, dan penanaman. Selain itu, kenaikan biaya tenaga kerja ini berdampak pada kenaikan biaya operasional pengolahan yang terdiri dari biaya penyiangan kebun dan biaya tenaga pengolah. Besarnya perubahan tersebut berdasarkan pada rata-rata kenaikan biaya tenaga kerja dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hasil analisis sensitivitas akan menunjukkan perubahan pada Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PBP). Besarnya nilai perubahan dari kriteria-kriteria kelayakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 24, Sedangkan rincian perhitungan cash flow dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 24 Hasil Perhitungan Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Biaya Tenaga Kerja Sebesar 25 Persen Kriteria
Kondisi Awal
NPV IRR Net B/C PBP
Rp 99.830.191,00 77,54% 7,25 1 tahun 11,6 bulan
Kondisi Setelah Besar Perubahan Perubahan Rp 73.403.778,00 Rp -26.426.413 60,47% -17,07 5,47 -1,78 2 tahun 4,08 bulan 4,48 bulan
67
Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa apabila terjadi kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen, maka nilai NPV yang diperoleh mengalami penurunan sebesar Rp 26.426.413,00 menjadi Rp 73.403.778,00 yang berarti usahatani gambir memperoleh keuntungan sebesar Rp 73.403.778,00. Nilai IRR yang diperoleh turun sebesar 17,07 persen menjadi 60,47 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar
12,5 persen,
maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh turun sebesar 1,78 menjadi 7,25, nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap
Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 7,25. Payback period yang dihasilkan meningkat sebesar 4,48 bulan menjadi 2 tahun 4,08 bulan. Nilai-nilai ini masih memenuhi syarat kelayakan, sehingga jika terjadi kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen usahatani gambir tetap layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas yang dilakukan, usahatani gambir menjadi tidak layak apabila terjadi penurunan harga jual gambir sebesar 60 persen, namun kemungkinan terjadinya sangat kecil mengingat harga jual gambir sampai saat ini terus mengalami kenaikan menyusul kian melambungnya harga bahan bakar minyak, sehingga banyak industri tekstil yang awalnya menggunakan pewarna sintetis kini beralih ke pewarna tekstil yang menggunakan bahan baku gambir. Selain itu, usahatani gambir ini tetap layak walaupun terjadi kenaikan harga kayu bakar sebesar 50 persen dan kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan, dimana nilai NPV lebih dari satu, IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C lebih besar dari satu.
68
7.5 Switching Value Analisis Switching value dilakukan untuk mengetahui besar perubahan maksimum yang masih menunjukkan kriteria layak apabila terjadi perubahanperubahan pada komponen inflow atau outflow. Hasil dari analisis switching value yang dilakukan terhadap harga jual getah gambir kering, biaya kayu bakar, dan biaya tenaga kerja pada tingkat diskonto 12,5 persen. Usahatani gambir masih layak untuk dilaksanakan jika harga jual getah gambir kering maksimal mengalami penurunan sebesar 53 persen. Usahatani gambir juga masih layak jika mengalami kenaikan biaya kayu bakar maksimal sebesar 924 persen dan kenaikan biaya tenaga kerja maksimal sebesar 93 persen. Rincian hasil perhitungan switching value dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Hasil Perhitungan Switching Value terhadap Usahatani Gambir pada Tingkat Diskonto 12,5 Persen Uraian Harga Jual Getah Gambir Kering
Harga Kayu Bakar
Biaya Tenaga Kerja
Besar Perubahan Kriteria Investasi -53 Persen NPV = Rp 1.187.864 IRR = 13,69% Net B/C = 1,07 -54 Persen NPV = Rp -1.962.560 IRR = 10,47% Net B/C = 0,88 +924 Persen NPV = Rp 25.743 IRR = 12,52% Net B/C = 1,00 +925 Persen NPV =Rp -82.270 IRR = 12,44% Net B/C = 0,99 +93 Persen NPV = Rp 977.959 IRR = 13,19% Net B/C = 1,06 +94 Persen NPV =Rp -80.187 IRR = 12,44% Net B/C = 1,00
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Usaha budidaya dan pengolahan gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin telah berkembang cukup lama dan merupakan usaha turun-temurun, meskipun luas areal tanaman gambirnya masih belum mencapai 1.000 ha. Kendala pengembangannya, terutama masih rendahnya minat petani di Desa Toman untuk menjalankan usahatani gambir karena sebelum tahun 2004 harga gambir relatif rendah. Namun, perluasan areal penanaman gambir di Desa Toman dan sekitarnya masih memungkinkan karena kondisi iklim dan tanahnya cocok untuk berkembangnya tanaman gambir secara baik, serta didukung oleh permintaan yang tinggi dan harga yang meningkat sejak tahun 2004.
2. Usahatani gambir di Desa Toman layak untuk dilaksanakan, karena berdasakan analisis kelayakan finansial yang telah dilakukan diperoleh NPV yang bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang disyaratkan, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu.
3. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani gambir paling sensitif terhadap perubahan penurunan harga jual getah gambir kering sebesar 60 persen, sedangkan usahatani ini kurang sensitif terhadap peningkatan harga kayu bakar sebesar 50 persen dan kenaikan biaya tenaga kerja sebesar 25 persen.
70
4. Hasil dari analisis switching value menunjukkan bahwa usahatani gambir masih layak untuk dilaksanakan jika harga jual getah gambir kering maksima l mengalami penurunan sebesar 53 persen. Usahatani gambir juga masih layak jika mengalami kenaikan biaya kayu bakar maksimal sebesar 924 persen dan kenaikan biaya tenaga kerja maksimal sebesar 93 persen.
8.2 Saran 1. Dalam jangka pendek, hendaknya dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan harga gambir di tingkat petani, antara lain melalui penguatan kelembagaan petani seperti kelompok dan koperasi, sehingga kekuatan tawar-menawar petani terhadap pedagang dapat lebih meningkat dan pada akhirnya harga gambir di tingkat petani akan lebih tinggi. Selain itu, pemerintah dengan instansi terkait, pengusaha,
dan
lembaga
perbankan
hendaknya
lebih
memperhatikan
pengembangan usahatani gambir di Desa Toman dengan memberikan bantuan permodalan untuk pembelian mesin pengolah gambir sehingga hal tersebut akan meningkatkan kualitas dan menjaga kestabilan harga gambir.
2. Dalam jangka me nengah dan panjang, hendaknya dikaji kemungkinan pembangunan satu unit pabrik pengolahan gambir yang modern dan didukung oleh luasan kebun gambir yang ekonomis, minimal 1.000 ha karena potensi pasar ekspor masih luas dan belum digarap secara optimal oleh investor. Dengan adanya pabrik tersebut, ketergantungan kepada tenaga kerja terampil (teknologi
71
tradisional) menjadi berkurang dan petani lebih fokus kepada kegiatan budidaya. Sistem yang dikembangkan adalah petani menjual daun, kemudian pabrik mengolahnya menjadi gambir. Pendirian pabrik dapat dilakukan melalui kerjasama yang saling menguntungkan antara berbagai pihak yang terkait, yaitu investor/eksportir, perbankan, petani dan Pemda/instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia Palembang. 2005. Budidaya Dan Pengolahan Gambir. BI. Palembang.
Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin. 1994. Makalah Kebijaksanaan Dinas Perkebunan Terhadap Sumber Bahan Baku, Kelestarian Dan Potensi Gambir Kabupaten Musi Banyuasin. Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin. Sekayu.
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. 1997. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Gambir. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. Palembang.
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. 2002. Budidaya Dan Pengolahan Tanaman Gambir. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. Palembang.
Ermiati. 2004. Budidaya, Pengolahan Hasil, Dan Kelayakan Usahatani Gambir. Buletin TRO Volume XV No. 1, 2004 : 1 – 15 [terhubung berkala]. http://www.balittro.go.id/index.php [10 Feb 2007].
Ermiati, Rosmeilisa P. 2000. Analisis Usahatani Gambir di Sumatera Barat. Jurnal Littri Volume 7 No. 3, September 2001 : 67 – 73 [terhubung berkala].http://www.balittro.go.id/index.php[10 Feb 2007].
Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Gray C. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia. Jakarta.
73
Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kadariah L, Karlina, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Nazir. 2001. Gambir. Yayasan Hasil Hutan Non Kayu (HUTANKU)- Griya Andalas Ulu Gadut. Padang.
Pinsesra O. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir Pada Skala Usaha Berbeda Di Desa Toman Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin [skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Palembang
Suramto. 2003. Analisis Usahatani Gambir (Uncaria gambir roxb) Di Desa Toman Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin [skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Sjakhyakirti. Palembang.
Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yuhono JT. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Gambir. Buletin TRO XV No. 2, 2004 : 10 – 21 [terhubung berkala]. http://www.balittro.go.id/index.php [10 Feb 2007].
Koppel van den, Hall van. 1986. Tanaman Pinang dan Gambir. Lahiya AA, penerjemah; Zeijistra, editor. Seri Himpunan Peninggalan Penulisan Yang Berserakan. Terjemahan dari : De Landbouw In De Indische. Bandung.
Lampiran 1. Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Satu Hektar) Uraian 0 1 2 3 4 I. INFLOW 1. Kuantitas 0 300 1.200 1.500 1.500 2. Harga 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 A. Pendapatan Penjualan 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 B. Nilai Sisa TOTAL INFLOW 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 II. OUTFLOW A. Biaya Investasi 1. Investasi Tanaman a. Lahan 10.000.000 b. Pembibitan 241.250 c. Pembukaan Lahan 886.500 d. Penanaman 780.000 2. Investasi Non Tanaman a. Saung 1.500.000 b. Tungku 300.000 c. Kuali (60 Liter) 500.000 d. Pasu Panjang 300.000 e. Pasu Pendek 700.000 f. Saringan 10.000 10.000 g. Kandil 20.000 h. Lampiung 10.000 10.000 i. Keranjang 75.000 75.000 j. Pressan 300.000 k. Bak Cetakan 150.000 l. Irap 20.000 20.000 m. Pisau Panen 30.000 n. Mistar 25.000 o. Pisau Iris 100.000 p. Pengaduk 20.000 20.000 B. Biaya Operasional 1. Pemeliharaan Kebun a. Penyiangan 1.901.200 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2. Pengolahan a. Tenaga Pengolah 6.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 b. Kayu Bakar 728.270 2.184.810 2.184.810 2.184.810 c. Sewa Mesin 1.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 TOTAL OUTFLOW 15.967.750 9.629.470 26.036.610 26.171.610 26.036.610 Net Benefit -15.967.750 810.530 15.723.390 26.028.390 26.163.390 Discount Factor 12,5% 1 0,888888889 0,790123457 0,702331962 0,624295077 Present Value (DF 12,5%) -15.967.750 720.471 12.423.419 18.280.570 16.333.676 NPV 99.830.191 IRR 77,54% Net B/C 7,25
5
6
7
8
9
10
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
52.200.000
52.200.000
52.200.000
52.200.000
52.200.000
1.500 34.800 52.200.000 10.000.000 62.200.000
1.500.000 500.000
10.000
10.000
10.000
10.000 75.000
10.000 75.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000 10.000 75.000
20.000 30.000 25.000 100.000 20.000
2.851.800
2.851.800
2.851.800
2.851.800
2.851.800
2.851.800
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.171.610 26.028.390 0,554928957 14.443.907
18.000.000 2.184.810 3.000.000 28.211.610 23.988.390 0,493270184 11.832.758
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.171.610 26.028.390 0,438462386 11.412.470
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.036.610 26.163.390 0,389744343 10.197.033
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.171.610 26.028.390 0,346439416 9.017.260
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.036.610 36.163.390 0,307946148 11.136.377
Lampiran 5. Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Rata-Rata Petani Responden di Desa Toman yaitu sebesar 1,66 Hektar) Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 I. INFLOW 1. Kuantitas 0 300 1.200 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 2. Harga 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 A. Pendapatan Penjualan 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 B. Nilai Sisa TOTAL INFLOW 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 II. OUTFLOW A. Biaya Investasi 1. Investasi Tanaman a. Lahan 16.600.000 b. Pembibitan 400.475 c. Pembukaan Lahan 1.471.590 d. Penanaman 1.294.800 2. Investasi Non Tanaman a. Saung 1.500.000 1.500.000 b. Tungku 300.000 c. Kuali (60 Liter) 500.000 500.000 d. Pasu Panjang 300.000 e. Pasu Pendek 700.000 f. Saringan 10.000 10.000 10.000 10.000 g. Kandil 20.000 20.000 h. Lampiung 10.000 10.000 10.000 10.000 i. Keranjang 75.000 75.000 75.000 75.000 j. Pressan 300.000 k. Bak Cetakan 150.000 l. Irap 20.000 20.000 20.000 20.000 m. Pisau Panen 30.000 30.000 n. Mistar 25.000 25.000 o. Pisau Iris 100.000 100.000 p. Pengaduk 20.000 20.000 20.000 20.000 B. Biaya Operasional 1. Pemeliharaan Kebun a. Penyiangan 3.155.992 4.733.988 4.733.988 4.733.988 4.733.988 4.733.988 4.733.988 2. Pengolahan a. Tenaga Pengolah 6.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 b. Kayu Bakar 728.270 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 c. Sewa Mesin 1.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 TOTAL OUTFLOW 23.826.865 10.884.262 27.918.798 28.053.798 27.918.798 28.053.798 30.093.798 28.053.798 Net Benefit -23.826.865 -444.262 13.841.202 24.146.202 24.281.202 24.146.202 22.106.202 24.146.202 Discount Factor 12,5% 1 0,888888889 0,790123457 0,702331962 0,624295077 0,554928957 0,493270184 0,438462386 Present Value (DF 12,5%) -23.826.865 -394.900 10.936.258 16.958.649 15.158.635 13.399.427 10.904.330 10.587.201 NPV 82.108.158 IRR 53,98% Net B/C 4,45 cv
8
9
10
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
52.200.000
52.200.000
1.500 34.800 52.200.000 10.000.000 62.200.000
10.000 10.000 75.000
20.000
20.000
4.733.988
4.733.988
4.733.988
18.000.000 2.184.810 3.000.000 27.918.798 24.281.202 0,389744343 9.463.461
18.000.000 2.184.810 3.000.000 28.053.798 24.146.202 0,346439416 8.365.196
18.000.000 2.184.810 3.000.000 27.918.798 34.281.202 0,307946148 10.556.764
Lampiran 2. Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Satu Hektar) Apabila Terjadi Penurunan Harga Getah Gambir Kering Sebesar 60 Persen Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 I. INFLOW 1. Kuantitas 0 300 1.200 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 2. Harga 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 18.000 A. Pendapatan Penjualan 0 21.600.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 5.400.000 B. Nilai Sisa TOTAL INFLOW 0 5.400.000 21.600.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 II. OUTFLOW A. Biaya Investasi 1. Investasi Tanaman a. Lahan 10.000.000 b. Pembibitan 241.250 c. Pembukaan Lahan 886.500 d. Penanaman 780.000 2. Investasi Non Tanaman a. Saung 1.500.000 1.500.000 b. Tungku 300.000 c. Kuali (60 Liter) 500.000 500.000 d. Pasu Panjang 300.000 e. Pasu Pendek 700.000 f. Saringan 10.000 10.000 10.000 10.000 g. Kandil 20.000 20.000 h. Lampiung 10.000 10.000 10.000 10.000 i. Keranjang 75.000 75.000 75.000 75.000 j. Pressan 300.000 k. Bak Cetakan 150.000 l. Irap 20.000 20.000 20.000 20.000 m. Pisau Panen 30.000 30.000 n. Mistar 25.000 25.000 o. Pisau Iris 100.000 100.000 p. Pengaduk 20.000 20.000 20.000 20.000 B. Biaya Operasional 1. Pemeliharaan Kebun a. Penyiangan 1.901.200 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2. Pengolahan a. Tenaga Pengolah 6.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 b. Kayu Bakar 728.270 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 c. Sewa Mesin 1.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 TOTAL OUTFLOW 15.967.750 9.629.470 26.036.610 26.171.610 26.036.610 26.171.610 28.211.610 26.171.610 26.036.610 Net Benefit -15.967.750 -4.229.470 -4.436.610 828.390 963.390 828.390 -1.211.610 828.390 963.390 Discount Factor 12,5% 1 0,888888889 0,790123457 0,702331962 0,624295077 0,554928957 0,493270184 0,438462386 0,389744343 Present Value (DF 12,5%) -15.967.750 -3.759.529 -3.505.470 581.805 601.440 459.698 -597.651 363.218 375.476 NPV -17.785.643 IRR -5,67% Net B/C 0,24
9
10
1.500 18.000 27.000.000 27.000.000
1.500 18.000 27.000.000 10.000.000 37.000.000
10.000 10.000 75.000
20.000
20.000
2.851.800
2.851.800
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.171.610 828.390 0,346439416 286.987
18.000.000 2.184.810 3.000.000 26.036.610 10.963.390 0,307946148 3.376.134
Lampiran 3. Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan dengan Luas Lahan Satu Hektar) Apabila Terjadi Kenaikan Harga Kayu Bakar Sebesar 50 Persen Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 I. INFLOW 1. Kuantitas 0 300 1.200 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 2. Harga 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 A. Pendapatan Penjualan 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 B. Nilai Sisa TOTAL INFLOW 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 II. OUTFLOW A. Biaya Investasi 1. Investasi Tanaman a. Lahan 10.000.000 b. Pembibitan 241.250 c. Pembukaan Lahan 886.500 d. Penanaman 780.000 2. Investasi Non Tanaman a. Saung 1.500.000 1.500.000 b. Tungku 300.000 c. Kuali (60 Liter) 500.000 500.000 d. Pasu Panjang 300.000 e. Pasu Pendek 700.000 f. Saringan 10.000 10.000 10.000 10.000 g. Kandil 20.000 20.000 h. Lampiung 10.000 10.000 10.000 10.000 i. Keranjang 75.000 75.000 75.000 75.000 j. Pressan 300.000 k. Bak Cetakan 150.000 l. Irap 20.000 20.000 20.000 20.000 m. Pisau Panen 30.000 30.000 n. Mistar 25.000 25.000 o. Pisau Iris 100.000 100.000 p. Pengaduk 20.000 20.000 20.000 20.000 B. Biaya Operasional 1. Pemeliharaan Kebun a. Penyiangan 1.901.200 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2.851.800 2. Pengolahan a. Tenaga Pengolah 6.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 b. Kayu Bakar 1.092.405 3.277.215 3.277.215 3.277.215 3.277.215 3.277.215 3.277.215 c. Sewa Mesin 1.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 TOTAL OUTFLOW 15.967.750 9.993.605 27.129.015 27.264.015 27.129.015 27.264.015 29.304.015 27.264.015 Net Benefit -15.967.750 446.395 14.630.985 24.935.985 25.070.985 24.935.985 22.895.985 24.935.985 Discount Factor 12,5% 1 0,888888889 0,790123457 0,702331962 0,624295077 0,554928957 0,493270184 0,438462386 Present Value (DF 12,5%) -15.967.750 396.796 11.560.284 17.513.339 15.651.693 13.837.700 11.293.907 10.933.491 NPV 94.429.518 IRR 74,31% Net B/C 6,91
8
9
10
1.500 34.800 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000
52.200.000
52.200.000
1.500 34.800 52.200.000 10.000.000 62.200.000
10.000 10.000 75.000
20.000
20.000
2.851.800
2.851.800
2.851.800
18.000.000 3.277.215 3.000.000 27.129.015 25.070.985 0,389744343 9.771.275
18.000.000 3.277.215 3.000.000 27.264.015 24.935.985 0,346439416 8.638.808
18.000.000 3.277.215 3.000.000 27.129.015 35.070.985 0,307946148 10.799.975
Lampiran 4. Cash Flow Usahatani Gambir (Satu Unit Pengolahan Dengan Luas Lahan Satu Hektar) Apabila Terjadi Kenaikan Biaya Tenaga Kerja Sebesar 25 Persen Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 I. INFLOW 1. Kuantitas 0 300 1.200 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 2. Harga 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 34.800 A. Pendapatan Penjualan 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 B. Nilai Sisa TOTAL INFLOW 0 10.440.000 41.760.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 II. OUTFLOW A. Biaya Investasi 1. Investasi Tanaman a. Lahan 10.000.000 b. Pembibitan 301.563 c. Pembukaan Lahan 1.074.375 d. Penanaman 975.000 2. Investasi Non Tanaman a. Saung 1.500.000 1.500.000 b. Tungku 300.000 c. Kuali (60 Liter) 500.000 500.000 d. Pasu Panjang 300.000 e. Pasu Pendek 700.000 f. Saringan 10.000 10.000 10.000 10.000 g. Kandil 20.000 20.000 h. Lampiung 10.000 10.000 10.000 10.000 i. Keranjang 75.000 75.000 75.000 75.000 j. Pressan 300.000 k. Bak Cetakan 150.000 l. Irap 20.000 20.000 20.000 20.000 m. Pisau Panen 30.000 30.000 n. Mistar 25.000 25.000 o. Pisau Iris 100.000 100.000 p. Pengaduk 20.000 20.000 20.000 20.000 B. Biaya Operasional 1. Pemeliharaan Kebun a. Penyiangan 2.376.500 3.564.750 3.564.750 3.564.750 3.564.750 3.564.750 3.564.750 3.564.750 2. Pengolahan a. Tenaga Pengolah 7.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 b. Kayu Bakar 728.270 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 2.184.810 c. Sewa Mesin 1.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 TOTAL OUTFLOW 16.410.938 11.604.770 31.249.560 31.384.560 31.249.560 31.384.560 33.424.560 31.384.560 31.249.560 Net Benefit -16.410.938 -1.164.770 10.510.440 20.815.440 20.950.440 20.815.440 18.775.440 20.815.440 20.950.440 Discount Factor 12,5% 1 0,888888889 0,790123457 0,702331962 0,624295077 0,554928957 0,493270184 0,438462386 0,389744343 Present Value (DF 12,5%) -16.410.938 -1.035.351 8.304.545 14.619.349 13.079.257 11.551.090 9.261.365 9.126.787 8.165.315 NPV 73.403.778 IRR 60,47% Net B/C 5,47
9
10
1.500 34.800 52.200.000 52.200.000
1.500 34.800 52.200.000 10.000.000 62.200.000
10.000 10.000 75.000
20.000
20.000
3.564.750
3.564.750
22.500.000 2.184.810 3.000.000 31.384.560 20.815.440 0,346439416 7.211.289
22.500.000 2.184.810 3.000.000 31.249.560 30.950.440 0,307946148 9.531.069