STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota manado, Sulawesi Utara)
TRIA FRILIYANTIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
20
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tugas Akhir saya yang berjudul : “Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil” (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara) adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain dan di dalam forum apapun, dengan pembimbingan komisi Pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor,
Tria Friliyantin F352064095
April 2009
21
ABSTRACT TRIA FRILIYANTIN. Strategy Analysis for Development of Micro and Small-Scale Industry Sector Marine Tourisme in Small Island (Case Study Bunaken Island, Sulawesi Utara). Under direction of Aida Vitayala S. Hubeis as head and Aris Munandar as member. As a part of ecotourism, marine tourism activities depend on the attractiveness of the marine itself. This marine tourism becomes one of promising marine industry for year to year comes. The attractiveness of the marine tourism is diversely including marine traveling, marine observing and many activities right on the coast and ocean per say, such as fishing, diving, surfing, canoeing as well as traditional ceremony which takes place right on the ocean or beaches. Businesses categorized as small, middle to micro business become supporting business in developing marine ecotourism particularly in small island. Some of these developing businesses which support the marine tourism activity are small bars and restourants, souvenir shops, renting equipments for snorkling, diving, surfing, jet skying, game fishing and boating, renting small transportation such as bicycles, motorcycles, cars, and some other services including translaters, snack selling including coconut selling and other economic generating activities. The aims to the study are (1) to identify any small business which support marine tourism in small island, (2) to analyze small business management related to marine tourime which able to aweken local community to achieve better local incomes, and (3) to perform strategic development of the small business supporting marine tourism in small island which can be applied individually or group of people. Purposive sampling method was applied to obtain respondents of small island population, by means the respondents are determined based on the qualification made for the study. Scenario analysis was performed in order to obtain the link story, scenaries were performed, they were pesimistic, semi pesimistic, semi optimistic, and optimistic. The developing strategy for small business management which supporting marine tourism of small island then was analyzed by using internal and external factors which included social, economics, social facilities, environments and policies, presumably all of these factors would affect the development of the marine tourism industry from now untill the years come. Analytical Hierarchy Process (AHP) was used in order to obtain the accurate decision made for determining strategic alternative of developing small business related to marine tourism in small island. The obtaining strategic alternatives were (a) the use of a small island as an object for small business in marine tourism, (b) awekening of local community related to many sectors of marine tourism, (c) menchanism improvement of the marine tourism management in small island, (d) development of marine tourism facilities in the small island, (e) improvement of human/local capacity and capability which supporting the business, and (f) improvement of policies maikin and agencies. All of these strategic alternatives were applied in strategic analisys for developing of small business in marine tourism sector which suitable to be applied in others small islands. It was also expected that these analysis strategics were able to accomodate many other stakeholders with their wills to evoke local community capacity in which in return this would be able to stimulate sustainable and natural resources based economic growth locally and nationally. Keyword : Micro and Small-Scale Industry, Marine Tourisme, Small Island
22
RINGKASAN TRIA FRILIYANTIN. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara). Dibimbing oleh Aida Vitayala S. Hubeis sebagai Ketua dan Aris Munandar sebagai Anggota. Wisata bahari adalah bagian dari wisata lingkungan atau ekowisata yang kegiatannya berdasarkan pada daya tarik kelautan. Kegiatan ini merupakan industri maritim yang kian hari makin menjanjikan. Daya tarik wisata bahari mencakup kegiatan yang beragam, antara lain perjalanan dengan moda laut, pengamatan kekayaan alam laut dan melakukan kegiatan di laut seperti memancing, menyelam, berselancar, berolahraga dayung maupun menonton upacara adat. Usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM) merupakan aktivitas pendukung dalam pengembangan usaha wisata bahari di pulau kecil. Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung wisata bahari antara lain: penjual cindramata dan makanan, jasa penyewaan peralatan diving, homestay, pemandu wisata, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil, (2) Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik dan (3) menyusun strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat baik dalam bentuk perseorangan maupun kelompok. Teknik pengambilan responden menggunakan pusposive sampling yaitu responden dipilih secara sengaja artinya responden yang dipilih sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Analisis skenario diperlukan dalam mencari alur cerita yang telah ditentukan menjadi 4 (empat) skenario yaitu: skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis dan skenario optimis. Strategi pengembangan pengelolaan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dianalisis dengan mencermati faktor lingkungan internal dan eksternal (aspek sosial, ekonomi, sarana dan prasarana, lingkungan dan kebijakan) yang mempengaruhi pengembangan industri tersebut baik masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) digunakan untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam menentukan alternatif strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil. Alternatif strategi yang dicapai adalah sebagai berikut: (a) pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha kecil sektor wisata bahari, (b) peningkatan kesadaran masyarakat lokal, (c) peningkatan mekanisme pengelolaan wisata bahari di pulau kecil, (d) pembangunan sarana dan prasarana di pulau kecil, (e) peningkatan keterampilan SDM dalam mendukung usaha kecil dan (f) perbaikan kebijakan dan kelembagaan Hal ini diwujudkan dalam suatu analisis strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari yang tepat bagi sektor pariwisata bahari di pulau-pulau kecil, yang diharapkan dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan yang didasarkan atas niat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal bagi
23
pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan dengan berbasis kekuatan sumberdaya lokal. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, maka jenis usaha mikro kecil dan menengah pendukung wisata bahari di pulau Bunaken dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Usaha kecil sektor wisata bahari primer : Penyewaan alat selam, homestay, dan sewa perahu katamaran. 2. Usaha kecil sektor wisata bahari sekunder : penjual cinderamata dan makanan, penjual kelapa muda dan pemandu wisata. 3. Usaha kecil sektor wisata bahari tersier : Cottage, Hotel, Restaurant dan pemilik perahu. Pengukuran dilakukan melalui alat Multicriteria Analysis serta Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial dan sarana prasarana dalam mekanisme pengelolaan pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken. Urutan skenario berdasarkan yang terjadi pada saat ini menghasilkan sebagai berikut: (1) skenario optimistis dengan bobot sebesar 0,29, (2) skenario semi optimistis dengan bobot sebesar 0,18, (3) skenario pesimistis dengan bobot sebesar 0,16, dan (4) skenario semi pesimistis dengan bobot sebesar 0,14. Strategi yang dihasilkan dalam mendukung pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken adalah dengan dukungan peningkatan sarana dan prasarana serta pelibatan masyarakat Pulau Bunaken maka tercapailah peningkatan pendapatan masyarakat dalam pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari. Berdasarkan alur strategi yang telah di susun secara hierarki yang tersusun dari fokus strategi : Strategi Pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil diperoleh prioritas sebagai berikut: 1) faktor pertama yang mendukung adalah faktor sarana dan prasarana sedangkan urutan kedua adalah sumberdaya alam. 2) Aktor yang paling berperan pada urutan pertama adalah masyarakat pulaupulau kecil dan urutan kedua adalah pelaku industri. 3) Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan masyarakat dan urutan kedua adalah perluasan usaha. 4) Strategi yang menjadi prioritas adalah strategi pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari dengan prioritas kedua adalah pembangunan sarpras di pulau kecil dan peningkatan keterampilan SDM dalam mendukung usaha kecil. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut. (1) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai upaya meningkatkan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan bagi pengguna wisata bahari di Pulau Bunaken. (2) Peningkatan sarana prasarana pendukung kegiatan wisata bahari. (3) Memberdayakan serta memberikan peran yang lebih besar terhadap usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik yang berupa koperasi maupun badan usaha. (4) Perlu adanya kerjasama dengan lembaga keuangan setempat berupa pinjaman modal tanpa anggunan dengan rate yang kompetitif dan persyaratan yang mudah. (5) Perlu sosialisasi dari Pemerintah Daerah maupun lembaga terkait lainnya mengenai pelestarian dan kebersihan lingkungan. Kata Kunci : Usaha Mikro dan Kecil, Wisata bahari, Pulau Kecil
24
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
25
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota manado, Sulawesi Utara)
TRIA FRILIYANTIN
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
26
Judul Tugas Akhir Nama NIM
: Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara) : Tria Friliyantin : F352064095
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua
Dr.Ir. Aris Munandar, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 04 April 200919 Desember 2008Tanggal Lulus :
27
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil” (Studi Kasus: Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawersi Utara), yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis Menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat tersusun karena bantuan berbagai pihak, baik staf pengajar dan pembimbing di sivitas akademika IPB, Pemerintah Kota Manado dan seluruh stafnya yang telah membantu kelancaran penelitian.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada ibu
Prof.Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis selaku pembimbing utama dan bapak Dr.Ir.Aris Munandar, MS selaku pembimbing anggota yang telah memberikan bimbingan dan motivasinya sehingga penulis bersemangat menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Eko Sriwiyono S.Pi, M.Si, sebagai dosen penguji IPB yang telah memberikan koreksi dan masukan guna penyelesaian tesis ini. 2. Segenap Dosen pengajar mata kuliah di program MPI angkatan 9 yang telah memberikan wawasan pengetahuan bagi penulis. 3. Ibu Nelda Luntungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, Mas Engko dari Universitas Sam Ratulangi, Ibu Ebi selaku perwakilan dari LSM serta seluruh Pemerintah daerah terkait di Kota Manado serta masyarakat Pulau Bunaken atas segala bantuan dan fasilitasnya. 4. Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta atas doa dan dukungannya serta kakak-kakak (Teh Dinny dan Kak Andi, Kak Ican dan Teh Lenny), adik-adikku (Keke dan Tommy) dan keponakanku (Reyhan, Farhan dan Taki) yang selalu memberikan motivasi dan semangat hingga penyelesaian tugas akhir ini 5. Rekan-rekan
mahasiswa
S2
IPB
program
MPI
angkatan
9
atas
kekompakkannya khususnya teman seperjuanganku mba Dewi dan mba Tely atas segala dukungan dan bantuannya. 6. Rekan-rekan petugas administrasi pada program MPI khususnya mba Vera, mas Khaer, Widi dan mas Haris dengan segala kesabaran membantu
28
kelancaran
dalam
administrasi
dari
awal
perkuliahan
sampai
akhir
pembuatan tugas akhir ini. 7. Bapak Prof.Dr.Ir. Alex Retraubun M.Sc selaku Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil (PPK), Ir. Sunarto, MM (Kasubdit. Identifikasi Potensi PPK) dan Ir. Sentot Widjaya, MM (Kasubdit. Sarana dan Prasarana PPK) serta teman-teman Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil atas bimbingan dan dukungannya. 8. Ibu Pamuji Lestari dan Ibu Endang Linirin yang telah membantu memberikan masukan-masukan yang membangun serta kakak-kakakku di Bogor (teh lia, kang herman, mas Krishna dan mba Farah), ponakan-ponakanku di Narasoma, anak-anak Cikuray 25, mama dida, papa didit dan ka ama yang telah memberikan dorongan serta motivasi dalam pembuatan tugas akhir ini. 9. Semua pihak yang telah memberikan support yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya penulis berharap hasil penelitian ini akan berguna sebagai penambah wacana dan wawasan bagi orang-orang yang memerlukannya dan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor,
April 2008
Penulis,
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 10 April 1980 sebagai anak ke-3 dari pasangan Maman Sanudin Martadiredja (Alm) dan Letty Sulaeti. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN BPI 3 Bandung, Jawa Barat lulus pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan studi pada Program Magister Profesional Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada Tahun 2003 penulis diterima bekerja hingga saat ini di Direktorat Pemberdayaan Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai pelaksana teknis pada sub Direktorat Sarana dan Prasarana Pulau-pulau Kecil.
30
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................xii DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
I.
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................. 3 C. Tujuan ........................................................................................................ 6 D. Kegunaan ................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 7 A. Definisi Pulau-pulau Kecil .......................................................................... 7 B. Usaha Kecil, Menengah dan Mikro ........................................................... 10 C. Wisata Bahari ........................................................................................... 11 D. Metoda Analisis ........................................................................................ 13 III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 19 A. Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................... 19 B. Metode Kerja ......................................................................................... 19 C. Aspek Kajian ........................................................................................... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 31 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 31 B. Aspek Pendukung Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ................................................ 39 C. Identifikasi Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken .......... 45 D. Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken .................................................................................. 47 E. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken .................................................................................. 52 V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 60 A. Kesimpulan ............................................................................................... 60 B. Saran ......................................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63 LAMPIRAN ........................................................................................................ 65
31
DAFTAR TABEL Halaman No. 1. Penentuan Scaling dan Pembobotan Multicriteria Analysis .................... 23 2. Pembobotan masing-masing Kriteria Analisis ......................................... 24 3. Penilaian Kriteria .................................................................................... 26 4. Aktivitas Wisata Bahari menurut Zonasi di Pulau Bunaken ..................... 33 5. Sarana Prasarana Pokok Pengelolaan di TNB Tahun 2008 .................... 41 6. Sarana Prasarana Pokok Wisata Alam di TNB Tahuin 2008 .................. 41 7. Data Hotel, resort, homestay dan Jasa Penyewaan Alat Selam di TNB Tahun 2008 ............................................................................................ 42 8. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara di TNB Tahun 2007 ..............43 9. Kategori Usaha Mikro dan Kecil Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 .... ......................................................................................... 45 10. Rekapitulasi Responden Berdasarkan Kategori Usahanya ..................... 46 11. Jenis Usaha Kecil, Mikro, Menengah yang bisa melibatkan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 ........... .................................................................................. 47 12. Pembobotan Multicriteria Analysis Pengelolaan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 ......................................... 50
32
DAFTAR GAMBAR Halaman No. 1. Faktor-faktor kunci penyusunan skenario ................................................. ..15 2. Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado ........................................................ 20 3. Struktur Hirarki dalam AHP ........................................................................ 25 4. Bagan Alir Kerangka Pikir, tahap dan proses penelitian .............................30 5. Peta Taman Nasional Laut di Sulawesi ......................................................31 6. Pulau Bunaken ........................................................................................... 34 7. Lencana sebagai tanda masuk Taman Nasional Laut Bunaken .................38 8. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................... 39 9. Responden Berdasarkan Usaha Kecil yang dikembangkan ...................... 40 10. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Tiket Tahun 2007 – 2008 ........................................................................... 44 11. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Usia Tahun 2007 – 2008 ............................................................................ 44 12. Skema Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken ............................................................................46 13. Tiga Unsur Faktor Kunci Penyusun Skenario ............................................48 14. Model Analisis Skenario .............................................................................49 15. Hierarki Strategi Pengembangan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken ...................................................................................... 59
33
DAFTAR LAMPIRAN Halaman No. 1. Data Peluang Usaha Sektor Wisata Bahari di Indonesia .............................65 2. Kuisioner .....................................................................................................68 3. Jadwal Penyusunan Tugas Akhir ............................................................ .....75 4. Dokumentasi ...............................................................................................76
xv
34
I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki
sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut mencapai 5,8 km2. Kondisi ini didukung oleh keanekaragaman hayati terumbu karang yang mencapai sekitar 600 species dan 40 genera, dengan luasan terumbu karang sekitar 7.500 km2 yang tersebar dan dimiliki oleh pulau-pulau kecil. Kondisi yang kaya tersebut dapat diandalkan untuk kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan bidang wisata bahari (Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP, 2006). Pembangunan wisata bahari di pulau-pulau kecil sejalan dengan amanat Undang–Undang No. 27 Tahun 2007 beserta turunannya, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. Laut Indonesia merupakan bagian terbesar di kawasan Asia Tenggara yang memiliki potensi wisata bahari yang beraneka ragam dengan berbagai keunikan yang lebih tinggi dan kelangkaan yang lebih banyak. ASEAN yang merupakan bagian dari Asia Tenggara memiliki potensi pariwisata bahari yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan Mediterranian dan Carribean. Dalam konteks tersebut, Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan wisata bahari terbesar di dunia, dengan basis Marine Ecotourism, khususnya dalam pengembangan wisata bahari di pulau-pulau kecil (PPK) termasuk kawasan pulau-pulau kecil terluar (PPKT).
Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara yang telah
mengembangkan kegiatan wisata bahari di PPK terbukti dapat membangkitkan pengaruh berganda (multiplier effect) yang sangat besar pada kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Skala nasional menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berasal dari wisata bahari memberikan dampak positif bagi neraca keuangan negara, baik dari sisi pendapatan domestik maupun nasional atau GNP. Prediksi pariwisata Indonesia terhadap GNP tahun 2007 menurut World
Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sekitar 8,5 juta orang (DKP, 2006). Upaya pengelolaan dan pemanfaatan potensi wisata bahari di pulau kecil secara optimal dapat dilakukan melalui pembinaan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Pembinaan dimaksud meliputi peningkatan kemampuan atau
35
keahlian dengan mengadakan (mendatangkan) pelatihan secara berkala, dengan harapan dapat meningkatkan keahlian masyarakat setempat, sehingga akhirnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam mendukung pengembangan usaha wisata bahari di pulau-pulau kecil. UMKM dalam penelitian ini adalah usaha kecil sebagaimana dimaksud Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008, yang
menyatakan
bahwa: 1. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau
usaha
besar yang
memenuhi
kriteria
usaha
kecil
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pengembangan
UMKM
merupakan
aktivitas
pendukung
dalam
pengembangan wisata bahari di pulau kecil. Menurut Lubis (2008), peran strategis dari UMKM di Indonesia patut diperhitungkan dalam segi peningkatan perekonomian masyarakat karena berdasarkan data Pusat Inovasi UMKM Tahun 2007 sebagai berikut. 1)
Jumlah unit usaha sekitar 48,9 juta (99% dari unit usaha nasional).
2)
Penyerapan tenaga kerja sekitar 85,4 juta (96,2% dari tenaga kerja nasional).
3)
Sumbangan terhadap nilai PDB sekitar Rp. 1.778,7 triliun (53,3% dari PDB Nasional).
4)
Sumbangan terhadap nilai ekspor non-migas sekitar Rp. 110,3 triliun (20,3% dari ekspor nasional).
5)
Sumbangan terhadap nilai investasi sekitar Rp. 369,8 triliun (46,2% dari investasi nasional).
Kondisi ini mengindikasikan bahwa UMKM di Indonesia memiliki peran yang besar dalam jumlah, paling efektif dalam menyerap tenaga kerja, serta paling bertahan dalam menghadapi dinamika dunia usaha. Beberapa jenis UMKM yang dapat dikembangkan dalam mendukung wisata bahari adalah sebagai berikut:
36
1. Usaha wisata bahari berbasis laut seperti jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, surfing, jet ski, game fishing dan boat. 2. Usaha wisata bahari berbasis pesisir atau daratan seperti penginapan, kedai minuman dan restoran kecil, toko atau warung cindramata. 3. Usaha wisata bahari pendukung seperti jasa penyewaan sepeda, motor dan mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya. Jenis UMKM tersebut di atas, khususnya di sektor wisata bahari tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja di pulau-pulau kecil. Hal ini antara lain dikarenakan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus dari segi sosial, ekonomi, budaya, ekologi, serta daya dukung yang terbatas, terutama menyangkut terbatasnya ketersediaan lahan dan air tawar yang tersedia. Sisi lain menunjukkan pula bahwa pengembangan UMKM yang telah ada di pulau-pulau kecil selama ini masih bersifat parsial, belum melibatkan stakeholder terkait dan masyarakat lokal, serta belum dikelola secara optimal dan profesional. Berdasarkan kondisi dimaksud maka dibutuhkan adanya strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang lebih bersifat lintas sektoral, dan memerlukan suatu studi yang komprehensif karena pariwisata bahari cenderung borderless. Kebijakan harus standar, tetapi tetap tidak menghilangkan hak daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berada dalam batas kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini perlu diwujudkan dalam suatu analisis strategi pengembangan usaha kecil yang tepat bagi sektor wisata bahari di pulau-pulau kecil, yang diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan yang didasarkan atas niat baik untuk memberdayakan masyarakat lokal bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan, dengan berbasis kekuatan sumberdaya lokal. Strategi dimaksud menggambarkan pula dengan jelas kelemahan, kekuatan, peluang serta ancaman dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat arah (systemic) dan khas (specific) termasuk nilai-nilai sosial, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian ini Pulau Bunaken di Kota Manado, Sulawesi Utara, diambil sebagai studi kasus mengingat di Pulau Bunaken telah terdapat institusi dan aktivitas wisata bahari yang cukup berkembang. Disamping itu pada tahun 2009 Kota Manado akan menjadi tuan rumah World Ocean Conference dan Kota Manado sebagai kota pariwisata dunia 2010. Dengan demikian diharapkan
37
strategi yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pengembangan di pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Pulau Bunaken.
B.
Perumusan Masalah Potensi pasar regional dan global, untuk industri wisata bahari (marine
tourism) ternyata tumbuh dan berkembang pesat dengan volume permintaan (demand) yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sisi lain menunjukkan
terjadinya persaingan di sisi penawaran (supply) yang semakin ketat sehingga pengembangan wisata bahari membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pengembangan UMKM dalam pengembangan usaha wisata bahari harus dianalisis dampaknya pada triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Secara
ekonomi
dampak
tersebut
meliputi
pertumbuhan
perekonomian,
pertumbuhan usaha, income atau kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari usaha berbasis wisata.
Dari sisi kualitas lingkungan adalah integritas
lanskap, kerusakan obyek atau ekosistem khas, serta berkurangnya spesies langka. Secara secara sosial budaya adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari. Permasalahan yang timbul bagi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil antara lain sebagai berikut. 1.
Permodalan.
Umumnya
usaha-usaha
yang
dilakukan
berskala
rumahtangga yang dimiliki oleh masyarakat, yang notabene adalah para pemodal kecil. 2.
Aksesibilitas. Usaha yang dilakukan di pulau kecil membutuhkan pasar yang sangat tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Sisi lain kunjungan wisatawan sangat tergantung pada aksesibilitas yang relatif lebih mahal dan minim ketersediannya untuk mencapai pulau kecil.
3.
Ketergantungan terhadap alam. Usaha sektor wisata bahari di pulau kecil yang dilakukan sangat tergantung pada kelestarian sumberdaya alam yang ada. Sementara di sisi lain pemahaman akan arti penting lingkungan belum menjadi prioritas masyarakat pulau kecil dan Pemerintah Daerah, sehingga degradasi lingkungan pulau kecil tetap berjalan. Berbagai faktor umum penghambat pengembangan usaha wisata bahari,
khususnya di pulau-pulau kecil antara lain adalah sebagai berikut.
38
(1)
Belum tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung. Terbatasnya sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil, khususnya sarana seperti transportasi, cenderung menyebabkan pulau-pulau kecil relatif terisolir dan sulit untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab pemerintah untuk melakukan investasi berupa sarana dan prasarana dasar di pulau-pulau kecil adalah mutlak.
(2)
Kualitas sumber daya manusia, serta kesadaran masyakarakat dan Pemerintah Daerah yang relatif masih rendah. Kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari di pulau kecil merupakan salah satu kendala yang perlu diperhatikan. Undang-undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan, bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pariwisata. Salahsatu pelibatan masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan wisata bahari adalah melalui pembinaan dan pelatihan dari pemerintah atau lembaga atau LSM
dalam peningkatan
kemampuan (skill) untuk pengembangan UMKM. (3)
Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang tidak konsisten baik di tingkat
Pusat
maupun
daerah.
Adanya
euforia
otonomi
daerah
menciptakan koordinasi dan sosialisasi yang belum optimal sehingga saat kebijakan
diimplementasikan
di
lapangan
cenderung
menimbulkan
ketidakkonsistenan. (4)
Minimnya anggaran pembiayaan yang ada. Pemerintah dengan anggaran yang terbatas sesungguhnya hanya bertindak sebagai fasilitator dan promotor. Keterlibatan pihak swasta, baik sebagai pemodal maupun sebagai operator diharapkan dapat ditingkatkan untuk membangun salahsatu mesin penghasil devisa negara di bidang pariwisata bahari. Mengingat volume investasi yang dibutuhkan dan resiko finansial yang cukup besar, diperlukan pendekatan yang cermat (prudent) dan sistematis untuk meningkatkan gairah swasta dalam berinvestasi dan mengelola bisnis wisata bahari.
(5)
Dalam rangka investasi maka peraturan, hukum dan kemudahan perbankan dan fiskal yang menarik sejalan dengan sistem reward and punishment bagi para investor dan pelaku usaha perlu dikembangkan di bidang pariwisata bahari.
Hal ini seiring pula dengan peningkatan
39
pembangunan
sarana
transportasi,
jaminan
keamanan,
perijinan,
keimigrasian dan bea cukai, baik untuk wisatawan maupun investor. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), agar pengembangan wisata bahari dapat tercapai maka faktor-faktor penghambat tersebut harus ditangani dengan serius, sistematis dan menyeluruh berdasarkan skala prioritas. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dirumuskan permasahan penelitian untuk mendapatkan penanganan pengembangan UMKM di pulau kecil sebagai berikut. 1. Usaha mikro dan kecil apa sajakah yang telah berkembang? 2. Bagaimana mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari sehingga dapat menunjang pemberdayaan masyarakat lokal? 3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat berdasarkan skala prioritas?
C.
Tujuan 1. Mengidentifikasi usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil.
2. Menganalisis mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil dalam rangka pemberdayaan masyarakat guna mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang lebih baik.
3. Menyusun strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil yang tepat.
D. Kegunaan 1.
Sebagai masukan untuk meningkatkan pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi penelitian.
2.
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan
bagi setiap kelompok
bisnis atau usaha, stakeholders di bidang wisata bahari, serta Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan yang mendukung tumbuhkembangnya usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di lokasi penelitian.
40
II TINJAUAN PUSTAKA A.
Definisi Pulau-pulau Kecil Pulau adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh
air dan selalu muncul atau berada di atas air pasang. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, menyatakan karakteristik pulau kecil yang memiliki batasan-batasan sebagai berikut. Pulau kecil adalah pulau dengan luas daratan lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya adalah kumpulan pulau kecil beserta perairannya yang memiliki kesatuan ekologis dan ekonomis. Memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular. Memiliki sejumlah besar endemik dan keanekaragaman hayati yang tipikal dan bernilai tinggi. Memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke lautan. Masyarakat pulau-pulau kecil memiliki ciri khas dari segi ekonomi, sosial dan budaya dibandingkan dengan pulau induknya. Menurut Bengen (2003), berdasarkan pada proses geologinya, pulau atau kepulauan yang terdapat di dunia dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe sebagai berikut. Pulau Kontinental (Continental Island) yang terbentuk sebagai bagian dari benua, dan setelah itu terpisah dari daratan utama. Sebagai contoh, diantaranya adalah Selandia Baru, Jepang, Filipina, Kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Kalimantan) dan Papua. Pulau Vulkanik (Vulcanic Island) yang sepenuhnya terbentuk dari kegiatan gunung berapi yang timbul secara perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Sebagai contoh, adalah Galapagos, Hawaii, dan Kepulauan Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumba, Flores, dan Timor). Pulau Karang Timbul (Raised Coral Island) yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut, karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut. contoh, adalah Kepulauan Sangihe dan Alor.
Sebagai
41
Pulau Daratan Rendah (Low Island) yang terbentuk dari pulau vulkanik maupun non vulkanik, dengan ketinggian daratannya dari muka laut tidak besar. Sebagai contoh, adalah Kepulauan Seribu. Pulau Atol (Atolls) yang umumnya merupakan pulau vulkanik yang ditumbuhi terumbu karang tepi (fringing reef), berubah menjadi terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terakhir berubah menjadi atol (bentuk cincin). Sebagai contoh, adalah Kepulauan Tukang Besi dan Takabone Rate. Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), menyatakan bahwa pulaupulau kecil di Indonesia memiliki arti penting atas beberapa fungsi berikut. (1)
Fungsi Pertahanan dan Keamanan. Pulau-pulau kecil terutama di wilayah perbatasan dari sudut pertahanan dan keamanan memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pulau-pulau kecil tersebut menjadi pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang seperti misalnya di Pulau Sabang (NAD), Pulau Sebatik (Kalimantan Timur) dan Pulau Batam (Kepulauan Riau), yang juga rawan terhadap penyelundupan barangbarang ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang.
(2)
Fungsi Ekonomi. Wilayah pulau-pulau kecil memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wilayah bisnis-bisnis potensial yang berbasis pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi, industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan sebagai pendukung pertumbuhan wilayah.
(3)
Fungsi Ekologi. Secara ekologis, ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat dengan potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yaitu mengandung habitat dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan barang (ikan, minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari) bagi masyarakat. Lebih lanjut dinyatakan oleh Bengen (2003), bahwa pembangunan pulau-
pulau kecil merupakan kasus khusus pembangunan karena memiliki ciri khusus yang meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia beserta aspek ekonomi, sosial serta budaya yang spesifik. Pulau-pulau kecil memiliki potensi
42
untuk dikembangkan dengan mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan yang berkelanjutan baik secara ekologis maupun ekonomi dalam pemanfaatannya. Beberapa karakteristik pulau-pulau kecil yang dapat menjadi kendala pengembangannya antara lain adalah sebagai berikut. (1)
Ukuran yang kecil dan terisolasi menyebabkan sangat mahalnya sarana dan prasarana, serta minimnya sumberdaya manusia (SDM) yang handal.
(2)
Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan (dalam hal administrasi, usaha produksi, dan transportasi).
(3)
Ketersediaan sumberdaya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan yang ada pada akhirnya akan menentukan daya dukung suatu sistem pulau-pulau kecil
dalam
menopang
kehidupan
manusia
dan
kegiatan
pengembangannya. (4)
Produktivitas sumberdaya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan yang ada saling terkait satu sama lain secara erat. Keberhasilan usaha pertanian, perkebunan atau kehutanan di lahan darat yang melupakan prinsip-prinsip ekologis, dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan pada industri perikanan pantai dan pariwisata bahari di pulau-pulau kecil.
(5)
Budaya
lokal
yang
kadangkala
bertentangan
dengan
kegiatan
pembangunan (terutama pariwisata), karena budaya wisatawan (asing) yang tidak sesuai dengan adat atau agama setempat. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.20/MEN/2008 yaitu turunan dari Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya telah memberikan arahan bahwa pemanfaatan pulaupulau kecil dengan luas ≤ 2.000 km2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan sebagai berikut. (1)
Konservasi.
(2)
Pendidikan dan pelatihan.
(3)
Penelitian dan Pengembangan.
(4)
Budidaya laut.
(5)
Pariwisata.
(6)
Usaha perikanan dan kelautan secara lestari.
(7)
Pertanian organik.
(8)
Peternakan.
43
Pengelolaan pulau-pulau kecil adalah bagian dari persoalan bangsa dan negara
yang
sangat
penting.
Perumusan
kebijakan
yang
menyangkut
pengelolaan pulau-pulau kecil harus memenuhi segenap kriteria pembangunan berkelanjutan, antara lain adalah sebagai berikut. (1)
Secara ekonomi efisien dan optimal (economically sound),
(2)
Secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat diterima (socio-culturally accepted and just), dan
(3)
Secara ekologis tidak melampaui dayadukung lingkungan (enviromentally friendly).
B.
Usaha Kecil, Menengah dan Mikro Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, definisi tentang usaha kecil dan menengah adalah sebagai berikut. 3. usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 4. usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Kriteria usaha mikro dan kecil dibatasi pengertiannya sebagai berikut. (1)
Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut: 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
(2)
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut: 1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
44
2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah). Menggunakan definisi operasional hasil penelitian Lubis (2008), usaha kecil menengah berdasarkan besarnya jumlah pekerja adalah sebagai berikut. (1) Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja di bawah 3 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar. (2) Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 - 9 orang. (3) Usaha menengah, sebanyak 20-99 orang. Berbagai aktivitas ekonomi kecil turut mendukung kegiatan-kegiatan wisata bahari. Diantaranya adalah kedai minuman dan restoran kecil, toko atau warung cindramata, jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, surfing, jet ski dan boat, jasa penyewaan sepeda, motor dan mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedagang asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya (Ruhijat, 2005).
C.
Wisata Bahari Lautan Indonesia mengandung berbagai kekayaan hayati ikan yang
mencapai 8.500 spesies dan keanekaragaman terumbu karang (coral reef) yang lebih dari 800 jenis. Indonesia memiliki garis pantai 91.524 km, total area laut sekitar 5,8 juta km2, dengan memiliki sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna, dan 110.000 spesies mikroba. Keanekaragaman hayati tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi perkembangan sektor wisata bahari. Wisata bahari adalah bagian dari wisata lingkungan atau ekowisata yang kegiatannya berdasarkan daya tarik kelautan. Kegiatan ini merupakan industri maritim yang kian hari makin menjanjikan. Daya tarik wisata bahari mencakup kegiatan yang beragam, antara lain perjalanan dengan moda laut, pengamatan kekayaan alam laut dan melakukan kegiatan di laut seperti memancing, selam, selancar, dayung maupun menonton upacara adat (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, terutama perkembangan global yang berlangsung, beriringan dengan kemajuan teknologi komunikasi atau informasi membawa pada konsekuensi iklim persaingan yang sangat ketat. Setiap negara akan terseret dalam interaksi global yang semakin
membuat
batas-batas negara menjadi transparan. Pemahaman yang mendalam tentang dinamika perkembangan pariwisata mutlak diperlukan untuk mempersiapkan
45
sektor pariwisata sebagai ” The Biggest Foreign Exchange Earner”. Pariwisata adalah salahsatu industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan
serta
menstimulasi sektor-sektor lainnya (Hidayat, 2002). Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 1990 tentang pariwisata, maka pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang berkaitan di bidang tersebut. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan
jasa
pariwisata
atau
menyediakan
atau
mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata dan kegiatan lain yang terkait dengan pariwisata. Pengertian wisata bahari adalah meliputi berbagai aktivitas wisata yang menyangkut kelautan. Aktivitas wisata bahari tersebut diantaranya adalah santai di pantai atau menikmati lingkungan alam sekitar, berenang, tour keliling (boat tour, cruising atau extended boat tour), surfing, diving, water ski dan sailing. Beberapa atraksi wisata adalah taman laut (terumbu karang dan biota laut), formasi karang buatan (artifisial reef), obyek purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang indah. Pendayagunaan laut sebagai medium wisata memerlukan persyaratan tertentu, antara lain: (1) keadaan musim atau cuaca yang cukup baik sepanjang tahun, (2) lingkungan laut yang bersih dan bebas pencemaran, (3) keadaan pantai yang bersih dan alami, yang disertai pengaturan-pengaturan tertentu akan bangunan dan macam kegiatan, (4) keadaan dasar laut yang masih alami, misalnya taman laut yang merupakan habitat dari berbagai fauna dan flora, dan (5) gelombang dan arus yang relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas yang tinggi (Hidayat, 2002). Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah telah mengintruksikan kepada sejumlah menteri untuk melakukan keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata. Salahsatu instruksinya adalah kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Perindustrian. Instruksi untuk Menteri Kelautan dan Perikanan adalah: (1) mendukung pengembangan pariwisata
bahari
dengan
menyediakan
informasi
kebaharian,
dan
(2)
meningkatkan pengelolaan dan pengawasan terhadap kelestarian Taman Laut Nasional. Sedangkan kepada Menteri Perindustrian diinstruksikan untuk
46
mengembangkan industri mikro, kecil dan menengah untuk mendukung sektor kebudayaan dan pariwisata. Kegiatan wisata bahari yang sudah berkembang di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain adalah di wilayah Sunda Kecil (Bali hingga Lombok), Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Usaha berbasis wisata bahari yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia disesuaikan dengan keistimewaan yang ada di daerah masing-masing. Wisatawan penggemar kegiatan selam (diving) dengan lokasi tersaji pada Lampiran 1.
D.
Metoda Analisis Lingkungan internal dan eksternal dunia usaha terus berubah secara
diskontinyu ditandai dengan munculnya pasar baru, kompetitor baru, kebutuhan konsumen baru, kombinasi teknologi baru, rangkaian rantai distribusi baru sampai dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Untuk merespon perubahan tersebut, ketika menyusun rencana bisnis ke depan, para manajer biasanya menggunakan metode perkiraan (forecasting) berdasarkan sejumlah kecenderungan masa lalu. Para manajer biasanya mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada situasi yang sama sekali berbeda dengan apa yang direncanakan sejak awal karena tidak siap mengantisipasi perubahan. Agar organisasi mampu memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan pada lingkup kegiatan usahanya, maka diperlukan metodologi yang dapat menggabungkan pembuatan sebuah skenario dengan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyusunan strategi manajemen ke depan. Randall dan Fahey (1998) menyebut proses ini sebagai pembelajaran skenario (scenario learning). Konsep skenario bukan hal baru, karena konsep ini telah dikembangkan sejak akhir perang dunia kedua dengan berbagai istilah dan model. Ringland (1998) menjelaskan bahwa konsep skenario bertujuan membuat gambaran kehidupan nyata (real life) masa depan sehingga dapat menjawab dua hal mendasar yaitu: (1) untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian masa depan yang sebelumnya tidak diperkirakan, dengan menggali berbagai hambatan, perubahan lingkungan eksternal atau hubungan antar berbagai faktor terkait, dan (2) untuk membuat sebuah mental model yang memungkinkan para pengguna mengetahui bukti-bukti yang terlihat jelas maupun tidak jelas sejak awal tentang gambaran kehidupan saat ini.
47
Randall dan Fahey (1998), mengatakan bahwa konsep pembelajaran skenario berguna bagi organisasi untuk mengantisipasi tiga hal berikut. Pertama, merumuskan konteks bisnis di masa depan baik yang menyangkut produk, pelanggan, rantai distribusi, pemasok, kompetitor, teknologi maupun regulasi pemerintah. Faktor-faktor tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan sangat berarti dibandingkan dengan kondisi saat ini. Kedua, menyusun sejumlah alternatif masa depan yang situasinya berbeda sama sekali satu dengan lainnya, termasuk dengan aspek lingkungan ketika skenario dibuat. Ketiga, menyusun sejumlah kebijakan darurat untuk mengantisipasi kejadian penting yang terjadi secara tidak terduga di masa mendatang. Skenario merupakan sebuah deskripsi naratif tentang proyeksi berbagai pilihan yang masuk akal dari bagian-bagian spesifik di masa mendatang. Sejumlah kombinasi peristiwa di masa depan, ada yang mudah dan sulit diperkirakan sehingga memunculkan berbagai pilihan di masa depan. Gambaran masa depan menurut Randall dan Fahey (1998) dibatasi oleh informasi yang berhasil diperoleh, kemampuan untuk memahami informasi dan kemampuan untuk membuat imajinasi. Kendala inilah yang mengakibatkan gambaran masa depan tetap gelap karena ketidakmampuan mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa mendatang. Selanjutnya pembelajaran skenario dapat melatih manajer mengorganisasikan berbagai hal yang mereka ketahui dan mereka bayangkan di masa mendatang dengan membuat cerita tentang berbagai hal yang tidak mereka ketahui. Ringland (1998) mengartikan skenario sebagai bagian perencanaan strategis yang berkaitan dengan sejumlah piranti (tools) dan teknologi untuk mengatur ketidakpastian di masa mendatang. Selanjutnya, di tengah lingkungan bisnis yang makin tidak menentu, Ringland menyatakan bahwa teknik forecasting untuk perencanaan bisnis tidak lagi memadai dan bahkan bisa menyesatkan, yang disebabkan karena lebarnya lingkup ketidakpastian lingkungan masa mendatang. Perencanaan yang baik mutlak memerlukan sejumlah pandangan tentang masa depan. Proses penyusunan skenario (Marsh, 1998), bisa didekati melalui dua pendekatan.
Pertama, pendekatan future backward approach yang dikenal
dengan metode deduktif (pendekatan top-down). Skenario disusun melalui identifikasi sejumlah kemungkinan hasil akhir tentang apa yang terjadi di masa depan yang selanjutnya disusun sejumlah langkah yang bisa ditempuh agar
48
kejadian masa depan tersebut bisa menjadi kenyataan. Tiap skenario terdiri atas sejumlah alur cerita tentang gambaran kejadian masa depan. Kedua, pendekatan future forward approach dengan cara memproyeksikan sejumlah kondisi yang masuk akal di masa mendatang berdasarkan atas analisis sejumlah faktor yang terjadi saat ini. Langkah ini disebut juga sebagai metode intuitif atau metode induktif. Faktor-faktor penyusun skenario dapat berasal dari lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain potensi, visi dan misi perusahaan, sumberdaya perusahaan (resource), kapabilitas, kesempatan dan ancaman. Sedangkan faktor eksternal yang berperan antara lain kompetitor, pemasok, jalur distribusi ke pasar, kebijakan
pemerintah,
sampai
dengan
preferensi
perubahan
kebutuhan
konsumen. Tujuan pembelajaran skenario bukan sekedar menyusun sebuah cerita, sebab skenario diharapkan dapat memberikan sejumlah masukan penting bagi para pengambil keputusan sekaligus mempengaruhi peningkatan kualitas pengambilan keputusan. Randall dan Fahey (1998), menjelaskan bahwa skenario dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman persoalan, menghasilkan keputusan baru, membingkai ulang keputusan yang ada dan mengidentifikasi kebijakan darurat. Pembelajaran skenario tersusun atas sejumlah alternatif alur cerita. Masing-masing organisasi bisnis, organisasi pemerintah atau para konsultan memiliki pola pendekatan masing-masing tentang penyusunan skenario ini. Randall dan Fahey (1998) berpendapat ada empat komponen pokok penyusunan skenario ini, yaitu faktor pendorong (driving foces), logika (logics), alur cerita (plot), dan hasil akhir (end states) seperti tersaji pada Gambar 1.
Data Aktual (Faktor Pendorong)
Alur Cerita
Logika
Gambar 1. Faktor-faktor Kunci Penyusunan Skenario.
Hasil Akhir
49
1.
Faktor pendorong. Faktor pendorong sebagai predetermined elements yaitu sejumlah perisriwa atau kejadian yang terjadi saat ini dan selanjutnya mempengaruhi dan diperkirakan menghasilkan kejadian lanjutan di masa mendatang. Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah faktor sosial, ekonomi, politik dan teknologi yang terjadi pada saat ini.
2.
Logika. Logika skenario merupakan penjelasan masuk akal hasil rasionalisasi alur cerita yang disusun sehingga bisa menjawab sejumlah pertanyaan: mengapa, apa, dan bagaimana sebuah alur cerita. Logika berkembang dari kondisi sosial, ekonomi dan politik yang bisa terjadi saat ini maupun masa yang akan datang.
3.
Alur cerita. Alur cerita merupakan gambaran atas apa yang akan terjadi secara spesifik atau kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan. Masing-masing alur cerita menjelaskan sebuah cerita yang menghubungkan kejadian masa sekarang dengan hasil akhir di masa depan. Pada penelitian ini telah ditentukan 4 (empat) alur cerita atau skenario yaitu skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis dan skenario optimistis.
4.
Hasil Akhir. Agar skenario spesifik dan tidak multi-intepretasi (unambiguous), maka harus menggambarkan sebuah hasil akhir yang khusus pada titik waktu tertentu. Hasil Akhir dari penelitian ini adalah menentukkan alur cerita yang terjadi pada saat ini. Apakah itu skenario pesimistis, skenario semi pesimistis, skenario semi optimistis atau skenario optimistis? Untuk dapat menjawab perencanaan, alokasi sumberdaya, dan prioritas
dari strategi-strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik digunakan AHP (Saaty, 1993). Kelebihan dari AHP ini adalah kemampuan jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, yaitu jika data, informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. AHP dapat menggunakan data kualitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Saaty
(1993),
mengemukakan
bahwa
AHP
merupakan
analisis
pengambilan keputusan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan
50
sistem sehingga bisa membantu di dalam melakukan prediksi untuk mengambil keputusan. Prinsip dasar dalam mengambil keputusan tersebut adalah: 1. dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. 2. comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. 3. synthesis of priority dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen (ciri) untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global, harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda
menurut
bentuk
hirarki.
Pengaruh
elemen-elemen
menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis yang dinamakan priority setting. 4. logical consistency, yang memiliki dua makna, yaitu: Pertama, adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; Kedua, adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Penyusunan analisis data dalam AHP dilakukan dalam beberapa tahap berikut: (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat matriks perbandingan atau komparansi berpasangan (pairwise comparison), (4) menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6) pengolahan horizontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat. Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP (Marimin, 2004) adalah sebagai berikut. 1. Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur. 2. Kompleksitas:
AHP
memadukan
rancangan
deduktif
dan
rancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Saling ketergatungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
51
4. Penyusunan Hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal yang diwujudkan dalam suatu metode untuk menetapkan prioritas. 6. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 9. Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan Proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
52
III METODE PENELITIAN A.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Bunaken (Gambar 2), Kota Manado, Sulawesi
Utara, dengan waktu penelitian sekitar 8 (delapan) bulan (Juli 2008 – Februari 2009). Jadwal pelaksanaan dimulai dari tahap persiapan, survei lapangan, pengolahan data dan penulisan (Lampiran 2).
Gambar 2. Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado.
B.
Metode Kerja 1. Pendekatan Studi. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara dengan melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian. Untuk menganalisis skenario pengembangan wisata bahari
digunakan
analisis
skenario,
sedangkan
untuk
strategi
pengembangan wisata bahari melalui evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi digunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). 2. Jenis dan Pengumpulan Data. Data yang dikumpulkan terbagi dalam
2 (dua) jenis data sebagai
berikut. 1) Data Primer, diperoleh dengan melakukan penelitian ke lapangan dengan cara: a) wawancara langsung (interview) berupa tanya jawab dengan praktisi pariwisata (pelaku industri), pemda setempat (instansi dan dinas lingkup Prov. Sulawesi Utara dan Kota Manado),
53
serta organisasi pengelola (DPTNB) yang bergerak di bidang usaha wisata bahari, baik lisan maupun tertulis. b) observasi
dilakukan
dengan
cara
pengamatan
langsung
terhadap objek yang diteliti berupa kegiatan usaha wisata bahari di
Pulau
Bunaken
dari
proses
pelayanan
jasa
sampai
pemasarannya. 2) Data Sekunder, dikumpulkan melalui data-data yang telah tersedia dalam bentuk berikut. a) Publikasi-publikasi dari lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta meliputi dinas dan instansi daerah serta DPTNB yang dapat dipercaya kebenarannya . b) Metode studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dari kepustakaan
yang
menunjang
dan
berhubungan
dengan
variabel masalah atau dengan topik yang akan dibahas dan mempunyai manfaat sebagai data aktual. Jenis data lainnya yang dikumpulkan adalah data umum, seperti potensi usaha kecil wisata bahari di pulau kecil tentang lokasi, kondisi fisik, ekosistem, komposisi anggota, rataan pendapatan dan lama berusaha. c) Jenis data yang dikumpulkan antara lain: (1) peta kawasan Pulau Bunaken, (2) peta administrasi Prov. Sulawesi Utara, (3) Rencana Strategis Kota Manado, (4) Laporan Tahunan dari Dinas Pariwisata Prov. Sulawesi Utara, Dinas Pariwisata Kota Manado, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulawesi Utara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, dan Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken, (5) Rencana Induk Pariwisata Daerah Kota Manado, serta data pendukung lainnya. 3. Teknik Penentuan Responden. Teknik penentuan responden dalam rangka menggali data yang dibutuhkan ditentukan dengan teknik dipilih secara sengaja (purposive sampling) artinya responden yang dipilih sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Adapun responden yang sengaja dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado. 2) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado.
54
3) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Manado. 4) Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kota Manado. 5) Dewan Pengelola Taman Nasional Laut Bunaken (DPTNB). 6) Universitas Sam Ratulangi. 7) LSM. 8) Wisatawan lokal dan wisatawan manca negara. 9) Camat Kecamatan Bunaken, Kota Manado. 10) Penduduk Pulau Bunaken (Kecamatan Bunaken). 11) Tour and Travel. 12) Pengusaha kecil, menengah dan mikro. Total jumlah responden terpilih yang merupakan representasi dari stakeholders di Kota Manado untuk pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil berjumlah 5 responden terpilih (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Manado, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kota Manado, dan DPTNB) untuk penilaian expert dan 25 responden untuk pendukung. 4. Pengolahan dan Analisis Data 1) Pengolahan Data Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap transfer data, editing data, pengolahan data dan interpretasi data secara deskriptiif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui aspek manajemen, aspek teknis, dan produksi, serta aspek pemasaran. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui manipulasi
aspek matrik
bobot atau
dan melalui
prioritas
dihitung
penyelesaian
dengan
persamaan
matematik. 2) Analisis Data Beberapa skenario yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya dalam menyusun strategi pengembangan wisata bahari dalam mendukung usaha mikro di pulau kecil terhadap sumberdaya kelautan, yaitu sebagai berikut.
55
a. Skenario Pesimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken menurun, karena menurunnya wisatawan yang berkunjung ke pulau Bunaken. b. Skenario Semi Pesimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil tetap ada, tetapi tidak mengalami perkembangan yang berarti (stagnan). c. Skenario Semi Optimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata
bahari
di
pulau
kecil
semakin
tumbuh
dan
berkembang, namun belum memberikan dampak yang optimal terhadap peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan upaya-upaya pelestarian lingkungan. d. Skenario Optimistis: Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat lokal seiring dengan pelestarian lingkungan pulau kecil dan sekitarnya. Setelah menentukan alur skenario, proses selanjutnya adalah menentukan scaling nilai-nilai ukuran kriteria dalam bentuk multicriteria analysis. Seluruh skenario yang telah diterapkan ke dalam suatu kriteria, kemudian merubah semua nilai ukuran kriteria tersebut menjadi skor yang paling besar kemungkinannya untuk dapat mengidentifikasi skenario yang terbaik, yaitu skenario dengan manfaat dan keuntungan yang maksimal dengan kerugian dan biaya yang minimal. Identifikasi skenario ini dapat diketahui dari pendugaan nilai rata-rata untuk setiap skenario yang ada, sehingga menghasilkan sebuah skor dengan skala ordinal, yang berarti secara keseluruhan metode ini tidak dapat menentukan seberapa besar keunggulan suatu skenario dibandingkan dengan skenario lainnya. Model multicriteria analysis ini mengasumsikan bahwa masing-masing kriteria memiliki bobot yang sama, seperti terlihat pada Tabel 1.
56
Tabel 1. Penentuan Scaling dan Pembobotan Multicriteria Analysis Alternatif Skenario Kriteria Pesimis (Skenario A)
Semi Pesimis (Skenario B)
Semi Optimis (Skenario C)
A11 A12 A13 A14 A1
B11 B12 B13 B14 B1
C11 C12 C13 C14 C1
D11 D12 D13 D14 D1
A21 A22 A23 A24 A2
B21 B22 B23 B24 B2
C21 C22 C23 C24 C2
D21 D22 D23 D24 D2
A31 A32 A33 A34
B31 B32 B33 B34
C31 C32 C33 C34
D31 D32 D33 D34
A3
B3
C3
D3
Sarana dan Prasarana • Efisiensi Biaya • Akses Transportasi • Sistem Informasi • Promosi
A41 A42 A43 A44
B41 B42 B43 B44
C41 C42 C43 C44
D41 D42 D43 D44
Rataan 4
A4
B4
C4
D4
Rataan Total
A
B
C
D
Politik • Pajak • Subsidi • Stabilitas Keamanan • Kebijakan/Peraturan Rataan 1 Ekonomi • Kurs Rupiah • Suku Bunga • Pemasaran • Fluktuasi harga Rataan 2 Sosial • Demografi • Kesadaran lingkungan • Penyerapan tenaga kerja • Tradisi masyarakat lokal Rataan 3
Optimis (Skenario D)
Sumber: Brown, 2001. Rataan skor pada tiap grup kriteria (politik, ekonomi, sosial, sarana dan prasarana) yaitu dengan menghitung rata-rata skor sub kriteria tiap grup kriteria. Misalkan nilai rataan untuk kriteria politik. Pada skenario A : A1 = (A11+A12+A13+A14)/4 Pada skenario B : B1 = (B11+B12+B13+B14)/4 Pada skenario C : C1 = (C11+C12+C13+C14)/4 Pada skenario D : D1 = (D11+D12+D13+D14)/4 Rumus di atas juga digunakan untuk mencari rataan pada kriteria ekonomi, sosial, politik, dan sarana prasarana untuk tiap skenario. Rataan yang dihasilkan dari tiap kriteria (politik, ekonomi, sosial dan sarana prasarana) kemudian dihitung rata-ratanya lagi untuk menghasilkan keseluruhan skor akhir (rataan total) yang dihitung dengan rumus berikut.
57
Skenario A = (A1+A2+A3+A4)/4 Skenario B = (B1+B2+B3+B4)/4 Skenario C = (C1+C2+C3+C4)/4 Skenario D = (D1+D2+D3+D4)/4 Banyaknya
kriteria
tergantung
pada
aspek
yang
dianggap
paling
mempengaruhi di dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif pengembangan yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini kriteria
rataan dikembangkan berdasarkan triple bottom line benefit cost (Munandar, 2007). Berdasarkan rataan total ini kita dapat menentukan alternatif skenario pengembangan terbaik dengan tidak mengikutsertakan pilihan atau keinginan dari stakeholders atau pengambil keputusan sebagai pembobot dalam pengambilan keputusan akhir. Perhitungan
pembobotan
dilakukan
melalui
pendekatan
Analytical
Hierarchy Process (AHP) untuk masing-masing kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pembobotan Masing-masing Kriteria Analisis Alternatif Skenario Kriteria
Politik Ekonomi Sosial Sarana dan Prasarana Total
Pesimis (Skenario A) (Bobot 1 x A) (Bobot 2 x A) (Bobot 3 x A) (Bobot 4 x A)
Semi Pesimis (Skenario B) (Bobot 1 x B) (Bobot 2 x B) (Bobot 3 x B) (Bobot 4 x B)
Semi Optimis (Skenario C) (Bobot 1 x C) (Bobot 2 x C) (Bobot 3 x C) (Bobot 4 x C)
Optimis (Skenario D) (Bobot 1 x D) (Bobot 2 x D) (Bobot 3 x D) (Bobot 4 x D)
Total hasil kali pembobotan dengan skor pada masing-masing skenario adalah : Skenario A = (Bobot 1 x A) + (Bobot 2 x A) + (Bobot 3 x A)+(Bobot 4 x A) Skenario B = (Bobot 1 x B) + (Bobot 2 x B) + (Bobot 3 x B)+(Bobot 4 x B) Skenario C = (Bobot 1 x C) + (Bobot 2 x C) + (Bobot 3 x C)+(Bobot 4 x C) Skenario D = (Bobot 1 x D) + (Bobot 2 x D) + (Bobot 3 x D)+(Bobot 4 x D) Bobot 1, 2, dan 3 didapat melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan perhitungan di atas dapat ditentukan skenario yang terbaik.
58
Hasil ini dianggap lebih akurat daripada hasil keputusan pada metode rataan sebelumnya tanpa adanya pembobotan untuk tiap kriteria berdasarkan pada keinginan atau pilihan dari stakeholders sebagai pengambil keputusan terakhir. AHP
selanjutnya
digunakan
untuk
menganalisis
prioritas
strategi
pengembangan. Dengan AHP, analisis dimulai dengan penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik menjadi bagianbagiannya, serta menata dalam sebuah hirarki yang diperoleh dari kuisioner yang diajukan kepada responden. Tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variable tersebut secara relatif dibandingkan
dengan
variable
lain
untuk
memformulasikan
strategi
pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken. Kuisioner (Lampiran 3) diinput sebagai data menggunakan AHP
dengan syarat hanya
pendapat responden yang memiliki rasio konsistensi ≤ 10% yang akan dianalisis lebih lanjut. Dalam penelitian ini proses AHP dilakukan sebagai berikut. 1. Penyusunan Hirarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu alternatif strategi, tujuan, aktor, faktor dan sasaran atau goal, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Beberapa alternatif strategi untuk membuat keputusan adalah pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha kecil sektor wisata bahari, peningkatan kesadaran masyarakat lokal, peningkatan mekanisme pengelolaan wisata bahari di pulau kecil, pembangunan sarana dan prasarana di pulau kecil, peningkatan keterampilan SDM dalam mendukung usaha kecil dan perbaikan kebijakan dan kelembagaan beserta tujuan, aktor dan faktor yang terkait dengan masing-masing alternatif strategi. Struktur hirarki dalam AHP dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut. Sasaran : Strategi Pengembangan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil Faktor – faktor yang mempengaruhi: Hirarki 1
Aktor merupakan pelaku dalam pengembangan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di pulau Kecil : Hirarki 2 Tujuan yang ingin dicapai dalam Pengembangan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di pulau Kecil: Hirarki 3 Alternatif Strategi
Gambar 3. Struktur Hirarki dalam AHP
59
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Penilaian Kriteria Nilai
Keterangan
1
Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A jelas lebih penting dari B
7
A sangat jelas lebih penting dari B
9
Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. 3.
Penentuan Prioritas Untuk
setiap
kriteria dan
alternatif,
perlu
dilakukan
perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaiaan persamaan matematik. Perhitungan bobot dalam penentuan prioritas dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software yaitu expert choice. Pengambilan keputusan untuk menentukan strategi pengembangan wisata bahari di dalam mendukung usaha mikro di pulau kecil memperhatikan empat dampak sebagai berikut. a. Dampak Politik: pajak, subsidi, stabilitas keamanan, kebijakan atau peraturan. b. Dampak Ekonomi: kurs rupiah, suku bunga, pemasaran, fluktuasi harga. c. Dampak Sosial: demografi, kesadaran lingkungan, penyerapan tenaga kerja, tradisi masyarakat lokal.
60
d. Dampak Sarana dan Prasarana : efisiensi biaya, akses transportasi, sistem informasi, promosi. Dalam hal ini, urutan kriteria yang diprioritaskan adalah (1) basis pengembangan usaha wisata bahari, pesisir atau kombinasi, (2) tujuan mendapat manfaat atau benefit (aspek kajian) secara ekonomi, lingkungan dan sosial budaya, (3) tujuan menekan biaya atau cost secara ekonomi, lingkungan dan sosial budaya, (4) bentuk kelembagaan usaha (perorangan, bentuk PIR, dan lainnya), serta (5) pelaku inisiator usaha dan sebagainya. 4.
Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis (Marimin, 2004). Konsistensi logis nilai-nilai perbandingan berpasangan yang telah dilakukan kemudian diperiksa tingkat konsistensinya.
C.
Aspek Kajian dan Kerangka Pikir Beberapa aspek penting dalam pengembangan wisata bahari yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Aspek Ekonomi Wisata bahari dalam skala mikro sebagai bagian dari ekowisata, yang
mampu menyediakan produk yang dapat disajikan dengan karakteristik yang beragam dan sangat fleksibel sesuai dengan pilihan wisatawan. Dalam skala makro, sektor wisata bahari tidak dapat terlepas dari perekonomian suatu kawasan ataupun wilayah dan mempunyai share terhadap perkembangan ekonomi, pendapatan maupun tenaga kerja, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja bagi penduduk lokal.
2.
Aspek Sosial Manfaat sosial masing-masing pihak yang terkait dengan pengembangan
wisata bahari yaitu, penduduk lokal, pemerintah, masyarakat, pengusaha dan wisatawan. Mempunyai fungsi yang memberi dan menerima manfaat satu sama lain. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diciptakan berbagai kebijakan yang mampu membuat suatu keseimbangan dalam hal aliran manfaat kepada
61
penduduk lokal, maupun terhadap pengusaha/investor khususnya mengelola dan menjual produk wisata.
3.
Aspek Sarana dan Prasarana Kawasan pulau-pulau kecil yang umumnya terisolir, memiliki kesiapan
sarana dan prasarana yang sangat minim dan bahkan belum ada. Dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Jika Hal ini tidak difasilitasi maka akan menghambat peningkatan perekonomian masyarakat khususnya dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari. Sarana dan prasarana pokok dan pendukung yang dibutuhkan, adalah seperti air bersih, listrik, tambatan perahu dan lain-lain.
4.
Aspek Kebijakan dan Lingkungan Pemerintah diharapkan dapat mengembangkan berbagai kebijakan yang
meliputi: kebijakan moneter, fiskal maupun model pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Kebijakan fiskal antara lain meliputi perpajakan dan tarif investasi. Sektor swasta dan investor sebagai operator wisata diharapkan mampu mengusahakan serta menyediakan berbagai fasilitas, akomodasi, informasi, produk wisata dan kualitas pelayanan sebagai indikator terpenting untuk menunjang keberhasilan pembangunan dan pengembangan wisata karena wisatawan merupakan pendorong permintaan jasa wisata. Wisata bahari merupakan salah satu wisata alam yang berbasis kelautan yang memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga secara nasional dapat meningkatkan neraca keuangan Negara. Dengan menganalisis aspek-aspek yang mempengaruhi kegiatan ini maka dapat dihasilkan alternatifalternatif kebijakan yang diharapkan mampu memberikan masukan-masukan baru
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi,
khususnya
ekonomi
masyarakat lokal. Wisata bahari secara timbal balik membutuhkan dan menyumbang beragam kebutuhan dan manfaat bagi upaya-upaya konservasi lingkungan, dengan pengaruh antara lain: 1) finansial
(cost
untuk
lingkungan)
untuk
upaya
konservasi
serta
mempertahankan perkembangan wisata bahari dibutuhkan penerimaan dari sektor wisata bahari.
62
2) perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang komprehensif dan eksistensi wisata bahari telah terbukti ditopang oleh pengelolaan yang efisien, bersih dan aman. Berdasarkan pengalaman, perlu diadopsi suatu perencanaan kebijakan lingkungan dalam rangka mengalokasikan keuntungan yang diperuntukkan bagi konservasi lingkungan dan dibutuhkan seoptimal mungkin. 3) peningkatan kesadaran lingkungan sektor wisata bahari diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk lebih dekat dengan alam dan lingkungan karena wisata bahari berjalan dalam kerangka konservasi lingkungan sejak lahir hingga mati (from cradle to grave). Dari aspek yang akan dikaji dari penelitian dapat dituangkan dalam kerangka berfikir seperti pada Gambar 4.
PERUMUSAN TUJUAN
SURVAI
DAN
ANALISIS
FORMULASI STRATEGI DAN REKOMENDASI
FAKTOR INTERNAL
TUJUAN Analisis Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Kecil
Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari Di Pulau Kecil
RUMUSAN STRATEGI
- Potensi Sumberdaya Alam Pulau kecil - Sosial, Ekonomi dan budaya masyarakat pulau kecil
Analisis Skenario
FAKTOR EKSTERNAL -
Kebijakan Pemerintah Pusat, daerah dan stakeholders terkait
-
Pasar Internasional, Lokal dan Regional
Alternatif Strategi
Evaluasi Alternatif Strategi dengan AHP
Pembobotan Kriteria Penilaian oleh para ahli
UMPAN BALIK Gambar 4. Bagan Kerangka Pikir, Tahap dan Proses Penelitian 30
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Taman Nasional Laut Bunaken (TNB) Taman Nasional Laut Bunaken (TNB) terletak di Provinsi Sulawesi Utara
(Gambar 5). Kawasan ini meliputi area seluas 75.265 hektar dan terdiri dari lima pulau, yakni Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken,
Pulau Siladen, Pulau
Mantehage dan Pulau Naen dengan jumlah total populasi kurang lebih sekitar 21.000 jiwa. Secara geografis TNB masuk dalam perairan “Segi Tiga Emas” yaitu perairan yang menghubungkan laut Papua, Philipina, dan Indonesia yang memiliki habitat lebih dari 3.000 spesies ikan.
Gambar 5. Peta Lokasi Taman Nasional Laut di Sulawesi Pemerintah Kota Manado dengan mempertimbangkan potensi alam dan aktivitas konservasi ekologi laut menggagas kawasan TNB sebagai pusat kegiatan wisata bahari dan pendidikan. Aspek keindahan alam di laut dan edukasi menjadi menu utama berwisata di TNB. Kawasan TNB pada tahun
32
1991 ditetapkan sebagai taman laut nasional dan sekaligus sebagai kawasan pelestarian alam oleh Pemerintah Kota Manado. TNB memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Kawasan ini dikelola dengan sistem zonasi, yang terdiri sebagai berikut. (1)
Zona inti, diperuntukkan bagi perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam dan habitatnya dalam kawasan, yang luasnya 1391,05 ha.
(2)
Zona pemanfaatan, diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata alam yang secara fungsional terdiri dari zona pemanfaatan intensif multiguna dan zona pemanfaatan terbatas pariwisata khusus, seperti menyelam yang luasnya 1.153,34 ha.
(3)
Zona-zona lainnya, diperuntukkan bagi kegiatan selain tujuan pelestarian alam dan pariwisata yang terdiri dari: a. zona pemulihan, diperuntukkan bagi perlindungan potensi kawasan melalui pemulihan secara alami, yang luasnya 26,27 ha. b. zona rehabilitasi, diperuntukkan bagi perbaikan kondisi potensi kawasan yang telah mengalami kerusakan, yang luasnya 191,98 ha. c. zona ekstraktif di dalam kawasan TNB, yang luasnya mencakup 73.951,07 ha atau sekitar 93,5% dari luas keseluruhan kawasan. Zona ekstraktif ini terdiri dari: (a) zona pendukung mansyarakat lokal yang luas perairannya 11.860,31 ha dan daratan seluas 2.342,29 ha, (b) zona pendukung pemanfaatan umum atau laut lepas seluas 62.270 ha. d. zona penyangga di luar kawasan. TNB memiliki 20 titik penyelaman yang kaya akan ikan-ikan tropis dan
terumbu karang. Pengunjung dapat menyelam dan menyaksikan 150 spesies dari 58 genus ikan-ikan serta terumbu karang. Dari 20 titik selam tersebut, 12 titik selam yang terkenal dan dikenal oleh para penyelam, wisatawan, dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut berada di Pulau Bunaken. Aktivitas primer ini mendorong pertumbuhan dan perkembangan aktivitas sekunder jasa-jasa UMKM sebagaimana mendasari penelitian ini. Aktivitas wisata bahari dalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah pada zona pemanfaatan di kawasan TNB yang luasnya 1.153,34 ha dapat diidentifikasi sebagaimana tertera pada Tabel 4.
33
Tabel 4. Aktivitas Wisata Bahari menurut Zonasi di Pulau Bunaken ZONASI
LUAS
Inti
1391,05 ha
Non Intensif
Disesuaikan
SemiIntensif
Disesuaikan
FUNGSI
AKTIVITAS
FASILITAS
Perlindungan dan Pelestarian - Pendidikan - Rekreasi
Penelitian
Vegetasi Alami (terbatas) Vegetasi alami, Pos jaga, dan jalur rekreasi - Jalur rekreasi, Gardu Inti, gardu Foto, tempat berjemur dan shelter
- Rekreasi pantai
- Rekreasi Laut
Intensif
Disesuaikan
- Penerimaan - Pelayanan
- Rekreasi Pantai
- Studi - Rekreasi Alam - Viewing - Bird watching - Fotografi/ foto hunting - Berjemur - Interpretasi - Jalan-jalan - Duduk- duduk - Snorkling - Katamaran (berperahu) - Menyelam - Fotografi bawah laut - Whale watching - Pemberian brosure - Penarikan retribusi - Tempat parkir - Informasi dan Komunikasi - Kesehatan - Penginapan dan MCK - Ibadah - Makan/ Minum - Penyewaan alat Selam - Belanja Souvenir - Volly Pantai
- Perahu, lokasi menyelam dan snorkling yang dilengkapi jangkar buoy
-
Gerbang dan Pos Wartel Klinik Pondok, Cottage Mushola Restoran/ Warung Kios Penyewaan Kios Belanja Lapangan
Sumber : Hasil identifikasi dan pengolahan data, 2008.
2.
Pulau Bunaken Pulau Bunaken sebagai salahsatu pulau dari ke lima pulau di kawasan
Taman Nasional Laut Bunaken merupakan pulau tujuan wisata bahari utama di Kota Manado. Kondisi Pulau Bunaken dapat dijelaskan sebagai berikut.
(1)
Geografis dan Administrasi Wilayah Pulau Bunaken (Gambar 6) adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² yang
berada di perairan Laut Sulawesi pada 10 35’ – 1049’ LU dan 1240 39’ - 1240 35’ BT. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi
34
Utara, yang memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 2.000 3.000 mm per tahun, suhu udara antara 260 - 310 C.
Gambar 6. Pulau Bunaken
(2)
Aksesibilitas Pulau Bunaken yang terletak sekitar 5000 kaki atau 1,5 km dari Manado
dapat dicapai dengan beberapa moda, antara lain: (a) menggunakan perahu motor dari tepian pantai di teluk Kota Manado dengan waktu tempuh sekitar ± 30 menit, (b) menggunakan speed boat dari Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas dengan waktu tempuh sekitar ± 20 menit, dan (c) dengan menggunakan kapal pesiar dari Blue Banter Marina dengan waktu tempuh sekitar 10-15 menit.
(3)
Sumberdaya Alam Pulau Bunaken memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,
sehingga mempunyai nilai konservasi nasional sebagai perwakilan ekosistem tropis Indonesia, dan juga memiliki nilai konservasi internasional karena lokasinya terletak di pusat keanekaragaman hayati dan pesisir kawasan IndoPasifik. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2007) keanekaragaman hayati tersebut meliputi hal-hal berikut. 1)
Ekosistem laut dan pesisir yang terdiri dari: (a) terumbu karang jenis terumbu karang tepi dan terumbu karang penghalang yang didominasi oleh jenis Pocilopora sp, Seriaattopora sp, Pachyseris sp, Porites sp, Fungia sp, Herpolitha sp, Holomitra sp, Galaxea sp, Pectinia sp, Lobophyllia sp, Echinopora sp dan Tubastrea sp, (b) padang lamun tropis (seagrass) yang
35
didominasi oleh jenis Thalassia hemprichii, Enhallus acoroides, dan Thalassodendron ciliatum, (c) rumput laut (seaweed) yang didominasi oleh jenis Caulerpa sp., Halimeda sp., dan Padina sp, (d) hutan bakau atau mangrove yang didominasi oleh jenis Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp. Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska, (e) sekitar 91 jenis ikan di antaranya ikan kuda gusumi (Hippocampus kuda), oci putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus), dan lainnya, serta (f) jenis molusca seperti kima raksasa (Tridacna gigas), kepala kambing (Cassis cornuta), dan nautilus berongga (Nautilus pompillius). 2)
Ekosistem daratan (terestrial) terdiri dari kawasan hutan tropis yang kaya akan jenis palem, sagu, woka, silar dan kelapa. Jenis satwa yang ada di daratan dan pesisir antara lain kera hitam sulawesi (Macaca nigra nigra), rusa (Cervus timorensis russa), dan kuskus (Ailurops ursinus ursinus) serta kelompok satwa unik sebelah timur garis wallace, seperti berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak laut.
3)
Pulau Bunaken memiliki jasa-jasa lingkungan berupa 12 titik penyelaman yang berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut. Di wilayah inilah terdapat underwater great walls atau yang disebut juga hanging walls atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken. Fenomena alam laut yang ada di Bunaken, hampir pasti tidak bisa ditemukan di taman laut lain. Berwisata di taman laut ini baik untuk perkembangan pengetahuan orang dewasa dan anakanak tentang alam laut.
(4)
Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Buatan Masyarakat Pulau Bunaken memiliki taraf pendidikan yang relatif masih
rendah dan mayoritas berpendidikan lulusan sekolah dasar, dengan mata pencaharian pada umumnya sebagai nelayan, industri rumah tangga (pembuatan cinderamata dan penjual makanan), pemandu wisata, dan pedagang. Para pembuat cinderamata telah memiliki kelompok pengelola industri rumah tangga sesuai dengan barang yang diproduksinya seperti kelompok pembuat sablon kaos dan gelang manik-manik.
36
(5)
Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya Bantuan pemerintah daerah seperti subsidi bagi masyarakat pelaku
kegiatan usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken belum begitu besar sehingga relatif masih didominasi oleh pihak swasta dan perorangan yang cenderung mengakibatkan rendahnya pertumbuhan perekonomian masyarakat. Kondisi ini sebenarnya patut menjadi perhatian karena pemerintah daerah sesungguhnya dapat mengangkat potensi Pulau Bunaken ke tingkat yang lebih tinggi mengingat Pulau Bunaken memiliki keanekaragaman budaya yang dapat dijual seperti budaya menangkap ikan dengan alat tangkap layang-layang, tarian masamper dan cakalele dan cara-cara dalam pembuatan perahu kayu tradisional. Salahsatu budaya lokal masyarakat Pulau Bunaken adalah menangkap ikan dengan menggunakan layang-layang. Bagi sebagian orang yang baru melihat, nelayan ini seperti orang yang sedang bermain layang-layang di laut. Padahal, nelayan ini sedang mencari ikan dengan alat tangkap yang cukup unik: tali nilon, umpan dari sarang laba-laba dan layang-layang. Ikan target yang ditangkap dengan menggunakan layang-layang ini adalah jenis sako (Tylosurus crocidales). Tidak setiap hari ada nelayan yang menangkap ikan dengan layanglayang. Sebab, ikan sako tidak muncul dalam jumlah banyak pada setiap musim. Nelayan baru melaut menangkap sako, setiap musim barat, antara bulan Oktober hingga Desember.
Pada musim barat, jenis ikan sako banyak muncul di
perairan sekitar Pulau Bunaken dan sekitarnya. Nelayan akan berada di antara arus yang cukup kuat pada saat memancing ikan sako, karena ikan ini menyukai tempat yang berarus cukup kuat. Penangkapan ikan dengan layang-layang tidak merusak karang, karena jauh dari daerah terumbu karang. Adapun umpan memancing yang digunakan berasal dari sarang laba-laba yang berkaki pendek. Lalu, nelayan akan membuat sarang laba-laba tersebut mirip dengan ikan teri, sehingga ikan sako akan terperdaya dan mengira bahwa itu adalah ikan teri yang menjadi mangsanya. Menangkap ikan dengan umpan sarang laba-laba sambil bermain layang-layang hanyalah merupakan satu dari berbagai tradisi penangkapan ikan di kawasan TNB. Dalam hal kesenian, di Desa Alungbanua masih ditemukan adanya tradisi masamper dan tarian cakalele. Masamper termasuk salah satu jenis pesta
37
dengan melantunkan lagu-lagu. Tradisi masamper tidak lepas dari unsur kesenian-gereja yang diperkenalkan oleh pekabaran injil. Sedangkan tarian cakalele merupakan seni tari yang biasa dilakukan untuk menyambut tamu.
(6)
Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Bunaken relatif masih minim
dalam mendukung perkembangan wisata bahari. Hal ini terlihat dengan sulitnya penyediaan air bersih yang masih bergantung pada Kota Manado, sementara air bersih untuk kebutuhan minum dan mandi sangat dibutuhkan untuk usaha yang dilakukan seperti homestay, hotel, rumah makan, pedagang makanan dan lainnya.
(7)
Kebijakan Pemerintah Semua
pengunjung
(penyelam
maupun
bukan
penyelam)
yang
mengunjungi Taman Nasional Laut Bunaken (TNB) diwajibkan membayar tarif masuk, sesuai Perda Pemda Sulawesi Utara No. 9/2002. Tarif masuk untuk orang asing adalah Rp 50.000 untuk tiket harian (sekitar US$ 6), atau Rp 150.000 (sekitar US$ 17) dengan mendapatkan tag (lencana) masuk yang terbuat dari plastik tahan air yang berlaku untuk satu tahun kalender (Gambar 7). Tag masuk dan tiket harian dapat diperoleh langsung dari loket tiket di Pulau Bunaken. Tanda masuk tersebut harus dibawa pada saat pengunjung berada di dalam kawasan TNB, dan tag masuk dapat dengan mudah dikaitkan pada peralatan selam atau snorkeling ataupun pada tas ransel. Penerapan sistem tarif masuk ini dilaksanakan melalui pemeriksaan langsung oleh para ranger (polisi kehutanan/jagawana) di darat maupun di laut. Hasil dari penjualan tarif masuk tersebut dikelola oleh Dewan Pengelolaan Taman Nasional Laut Bunaken (DPTNB), suatu badan gabungan para pemangku kepentingan di TNB. Sistem ini telah sangat berhasil mengumpulkan dana lebih dari US$ 250.000 untuk program-program konservasi di TNB sejak mulai diterapkannya pada tahun 2001. Musim kunjungan terbaik adalah pada bulan Mei sampai dengan Agustus setiap tahunnya.
38
Gambar 7. Lencana sebagai tanda masuk Taman Nasional Laut Bunaken DPTNB sebagai pengelola kawasan Bunaken terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara No. 233 Tahun 2000. Namun sayangnya, disamping beberapa keberhasilannya terdapat juga banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Bahkan, saat ini yang muncul sebagai berita di berbagai media bukanlah berita tentang pantai Bunaken yang sudah bersih dari sampah, melainkan hal-hal negatif yang menyangkut masalah keuangan. Padahal, banyak sukarelawan yang telah bekerja dengan semangat dan dedikasi yang tinggi untuk menjaga kebersihan dan kelestarian Bunaken, dan ternyata masih ada orang yang bekerja hanya untuk kepentingan diri sendiri. Kota Manado yang sudah menargetkan untuk menjadikan sebagai kota pariwisata dunia tahun 2010 harus memberikan perhatian yang lebih dalam pengelolaan Pulau Bunaken sebagai ujung tombak dan daya tarik utama di dalam menarik para wisatawan untuk datang berkunjung. Sektor kebersihan dan pelestarian lingkungan harus terus dibenahi, sehingga kekayaan biota laut serta keindahan taman laut Pulau Bunaken dapat terjaga dengan baik.
39
B.
Aspek Pedukung Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken
1.
Aspek Sosial Pulau Bunaken memiliki jumlah penduduk kurang lebih 2000 jiwa yang
bertempat tinggal di dua desa, yaitu (1) Desa Bunaken dengan wilayah administrasi hingga ke Tanjung Parigi dan Pulau Siladen dan (2) Desa Alungbanua. Pada umumnya masyarakat pulau Bunaken memiliki tingkat pendidikan hanya sampai lulusan sekolah dasar. Data ini didukung dari data responden bedasarkan tingkat pendidikannya yang tersaji pada Gambar 8 sebagai berikut.
DATA RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN 10 8 JUMLAH
6 4 2 0
SD
SMP
SMA
Tanpa Keterangan
JENIS PENDIDIKAN
Gambar 8. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang paling mendominasi adalah lulusan Sekolah Dasar (SD), yang kedua lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang ketiga lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sisanya tanpa keterangan. Oleh karena itu, masyarakat Pulau Bunaken masih memerlukan kegiatan pelatihan-pelatihan secara formal melalui pemberdayaan masyarakat pulau dalam pemanfaatan sumberdaya hayati, baik ekosistem daratan, lautan dan pesisir. Bukan hanya pemanfaatan sumberdaya hayati saja yang perlu diperhatikan, namun terdapat hal lain yang terpenting yaitu adanya interaksi masyarakat lokal di dalamnya. Dengan memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan dan pandangan ekologis sebelumnya maka sangat beralasan jika Pemerintah daerah Kota Manado mengambil langkah-langkah untuk mencegah kerusakan dan degradasi sumberdaya hayati di pulau Bunaken sebagai berikut. (1)
Mengelola dengan baik aktivitas manusia, khususnya diving center atau resort yang berlokasi di dalam ekosistem Pulau Bunaken sebagai upaya
40
untuk mengembalikan keberadaan kesatuan ekosistem tersebut seperti pada keadaaan semula, yang asli dan alamiah. (2)
Masyarakat setempat disiapkan untuk menjadi tuan rumah di tempat tinggalnya (homestay) dan sekaligus menjadikan masyarakat lokal yang merupakan bagian dari ekosistem tersebut sebagai mitra dan basis bagi pengembangan ekologi wisata yang lestari dan berkelanjutan. Masyarakat TNB sesungguhnya memiliki pula tradisi atau kearifan lokal
berupa hukum adat yang masih dipertahankan di Pulau Bunaken. seperti dalam tata cara membangun rumah, berkebun, pembuatan perahu besar, perahu bercadik (londe) serta saat meluncurkan perahu. Tradisi yang diturunkan secara turun-temurun menyangkut kebutuhan sosial telah menjadi bagian aturan kehidupan yang tak tertulis yang disepakati bersama dalam komunitas masyarakat TNB. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati dalam pemberdayaan masyarakat Pulau Bunaken dalam peningkatan ekonomi kerakyatan, baik di bidang kelautan maupun pariwisata sangat penting untuk dilakukan dan mampu mengakomodasi hak-hak masyarakat lokal. Dengan pengelolaan yang baik, maka otomatis akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Bunaken dengan berkembangnya usaha-usaha yang mendukung perkembangan wisata bahari. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa jenis pekerjaan masyarakat pulau Bunaken didominasi oleh para penjual cinderamata dan makanan dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut. RESPONDEN BERDASARKAN USAHA KECIL YANG DIKEMBANGKAN 9 8 7 6 5 JUMLAH 4 3 2 1 0
1
2
3
4
5
6
JENIS USAKA KECIL
Keterangan: 1.
= Penjual Cinderamata dan makanan
2.
= Nelayan
3.
= Penyewa perahu katamaran
4.
= Pemandu Wisata
5.
= Pemilik homestay
6.
= Penyewa alat selam
Gambar 9. Responden Berdasarkan Usaha Kecil yang dikembangkan
41
2.
Aspek Sarana dan Prasarana Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana dalam mendukung usaha
kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken menimbulkan dampak pertumbuhan ekonomi masyarakat seiring dengan efisiensi biaya yang dikeluarkan. Beberapa sarana dan prasarana pendukung pengembangan perekonomian di Pulau Bunaken dalam usaha wisata bahari terbagi menjadi 2 (dua) yaitu (a) sarana dan prasarana pokok pengelolaan seperti tercantum pada Tabel 5, dan (b) sarana dan prasarana pokok wisata alam seperti tercantum pada Tabel 6. Tabel 5. Sarana dan Prasarana Pokok Pengelolan di TNB Tahun 2008 NO. 1.
JENIS
JUMLAH 1 Kantor BTN Bunaken dan 3 kantor seksi Kantor Pengelola Wilayah 2. Pondok kerja / jaga/ penelitian 6 Buah 3. Pusat Informasi (Tourism Centre) 1 (satu) buah 4. Wisma Cinta Alam 1 (satu) buah di pantai Liang Bunaken 5. Menara Pengawas Kebakaran 3 (tiga) buah Buhias (P. Mantehage), Satwa Tawara (P. Bunaken) Wowontulap Pengintai satwa 6. Peralatan Komunikasi radio Komunikasi di setiap desa 7. Peta-peta dasar dan kerja 2 (dua) buah 8. Darat (kendaraan roda dua dan sepeda) Sarana transportasi dan Laut (perahu kayu dan katamaran) 9. Peralatan selam 16 (enam belas) set Sumber : Hasil Identifikasi dan Pengolahan data, 2008. Tabel 6. Sarana dan Prasarana Pokok Wisata Alam di TNB Tahun 2008 NO. 1. 2.
PRASARANA
JENIS
Akomondasi Transportasi
Cottage, homestay (milik masyarakat dan pengusaha) Jasa transportasi laut milik masyarakat dan Pengusaha 3. Pertunjukan Kesenian tradisional meliputi musik bambu dan tarikebudayaan Tarian 4. Fasilitas Gapura dan loket karcis, dermaga dan pendopo di Rekreasi Bunaken; Jalur lintas Alam gunung Manado Tua dan perahu katamaran milik masyarakat Sumber : Hasil Identifikasi dan Pengolahan data, 2008. Wisatawan di TNB dapat memilih langsung tempat menginap dari berbagai resort maupun homestay yang ada di sekitar lokasi. Terdapat pula jasa penyewaan alat selam dan instrukturnya. Instruktur diving yang disediakan umumnya menguasai bahasa
Inggris, Jerman, Belanda, dan Prancis. Di
kawasan TNB, kolam renang, hot shower, dan restoran tidak sulit didapatkan.
42
Jumlah hotel, resort, homestay dan jasa penyewaan alat selam yang ada di TNB terdapat kurang lebih sebanyak 22 buah, seperti tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Data Hotel, Resort, Homestay dan Jasa Penyewaan Alat Selam di TNB Tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Hotel/Resort/Homestay NDC Barracuda Cottage Onong Bastianos Cottage Village Resort Cha cha Lorenzo 1 Lorenzo 2
Klasifikasi
Melati III Melati III Melati III Melati III Melati I Melati Melati Melati Sewa alat 9 Living Coulors Selam 10 Samudrindah Melati 11 See Breeze Melati Sewa alat 12 M.C Selam 13 Two Fish Melati 14 Ocean Star Melati 15 Bunaken Village Melati 16 Daniel Homestay Melati 17 Bunaken Lodge Melati Sewa alat 18 Froggis Selam Sewa alat 19 Manado Dive Center Selam Sewa alat 20 Scubana Divers Selam Sewa alat 21 Sulawesi Divers Selam 22 Panirama Cottage Melati Sumber Data : Budpar Kota Manado, 2008 Ket *) = tidak ada
Kapasitas Tempat Pertemuan
Kamar 28 12 6 20 3 9 9 10
20 10 5 15 *) *) *) *)
*)
*)
12 10
*) *)
*)
*)
10 3 4 12 4
*) *) *) *) *)
*)
*)
*)
*)
5
*)
6
*)
13
*)
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa terdapat 4 (empat) hotel yang memiliki klasifikasi melati III dengan fasilitas kamar dan ruang pertemuan. Yang memiliki klasifikasi melati I ada 1 (satu) hotel dengan fasilitas kamar tanpa ruang pertemuan. Dan terdapat 11 (sebelas) hotel yang memiliki klasifikasi di bawah melati I dengan fasilitas kamar tanpa ruang pertemuan. Terdapat 4 (empat)
43
tempat penyewaan alat selam tanpa fasilitas kamar dan 2 (dua) tempat penyewaan alat selam dengan fasilitas kamar.
3.
Aspek Ekonomi Peluang usaha kecil yang dapat dikembangkan di sektor wisata bahari di
pulau kecil sangat bervariasi. Beberapa usaha yang dapat dikembangkan khususnya di pulau Bunaken adalah sebagai berikut: membuka warung/kios makanan/jajanan, toko cinderamata, Dive Center (penyewaan alat selam), tempat penyewaan perahu katamaran, usaha restoran dan usaha penginapan (homestay, hotel dan lainnya). Pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari memerlukan modal yang cukup besar, sehingga pemodal atau investor sangat memperhatikan pada naik turunnya suku bunga yang terjadi. Taman Nasional Laut Bunaken merupakan kawasan wisata bahari yang cukup banyak dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara sehingga merupakan sumber pemasukan dana bagi masyarakat lokal sekaligus peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado. Kunjungan wisatawan sangat tergantung pada perubahan kurs rupiah, naik turunnya harga minyak dunia dan promosi yang menarik serta gencar dilakukan. Kunjungan wisatawan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara di TNB Tahun 2007
No
1
Negara
Amerika
2 Inggris 3 Jepang 4 Belanda 5 Jerman 6 Singapura 7 Swiss 8 Perancis 9 Itali 10 Spanyol Sumber: DPTN Bunaken, 2007.
Jumlah Kunjungan Wisatawan 12.990 9.590 6.410 5.980 5.580 5.050 4.640 4.100 3.320 2.570
Menurut Herman (2008) bila dibandingkan dengan Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara kunjungan wisatawan mancanegara dari Amerika pada tahun 2007 sebesar 1.700 orang dengan tujuan wisata ke Pulau Hoga
44
(Resort Kaledupa), Pulau Binongko (Resort Binongko) dan Resort Tamia merupakan lokasi yang menarik dikunjungi terutama untuk kegiatan menyelam, snorkeling, wisata bahari, berenang, berkemah, dan wisata budaya. Musim kunjungan terbaik adalah April-Juni dan Oktober-Desember setiap tahunnya. Jumlah wisatawan Amerika yang datang ke pulau Bunaken lebih banyak pada tahun yang sama yaitu sebesar 12.990 orang. Perbandingan Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Domestik Tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Jumlah
Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Tiket Tahun 2007 - 2008 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Jan Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Ags Sep Oct
Nov Des
Bulan Tiket Menginap 2007
Tiket Satu Hari 2007
Tiket Menginap 2008
Tiket Satu Hari 2008
Gambar 10. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Tiket Tahun 2007 – 2008.
Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Usia Tahun 2007 - 2008 6,000
Jumlah
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Ags
Sep
Oct
Nov
Des
Bulan Wisatawan Dewasa 2007
Wisatawan Pelajar 2007
Wisatawan Dewasa 2008
Wisatawan Pelajar 2008
Gambar 11. Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Laut Bunaken Berdasarkan Usia Tahun 2007 – 2008.
45
Berdasarkan Gambar 10 dan 11, maka variasi turun naiknya wisatawan selama 2 (dua) tahun memiliki pola yang hampir serupa. Puncak dari kunjungan wisatawan ke pulau Bunaken terjadi pada bulan Mei – September, yang bertepatan dengan hari libur.
4.
Aspek Politik Pertumbuhan ekonomi khususnya dalam pengembangan usaha kecil
sektor wisata bahari di Pulau Bunaken tidak terlepas dari stabilitas keamanan nasional, terutama yang dipublikasikan melalui media massa dan internet bagi negara-negara potensial seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya. Selain itu kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Kota Manado merupakan pendukung bagi para pelaku usaha, khususnya peraturan daerah (Perda) mengenai adanya keringanan pajak usaha dan pemberian subsidi atau modal bagi para pelaku usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken.
C.
Identifikasi Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, maka jenis usaha mikro
dan kecil pendukung wisata bahari di pulau Bunaken dapat dikategorikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kategori Usaha Mikro dan Kecil Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 Usaha Wisata Bahari Primer
Sekunder
Tersier
Penyewa alat selam
Penjual cinderamata/makanan
Cottage/Hotel
homestay
Penjual Kelapa Muda
Restaurant
Sewa perahu katamaran
Pemandu Wisata
Pemilik Perahu
Sumber : Hasil Identifikasi dan Pengolahan data, 2008. Sedangkan jumlah responden yang mendukung penelitian dalam identifikasi usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken ada 25 (dua puluh) lima orang dengan rincian pada Tabel 10. Telah ditentukan bahwa yang disebut dengan usaha wisata bahari primer adalah usaha kecil, menengah, mikro (UMKM) yang telah ada berkembang sebelum usaha lainnya, usaha wisata bahari sekunder
46
merupakan UMKM pelengkap dari usaha primer, sedangkan usaha wisata bahari tersier merupakan UMKM pendukung dari primer dan sekunder. Tabel 10. Rekapitulasi Responden berdasarkan kategori Usahanya NO
JENIS USAHA MIKRO DAN KECIL
1 2 3 4 5 6
Penjual cinderamata dan makanan Nelayan Sewa perahu katamaran Pemandu Wisata Homestay Penyewa alat selam TOTAL RESPONDEN Sumber : Hasil Identifikasi dan Pengolahan data, 2008.
Jumlah (Orang) 9 5 3 2 1 5 25
Berdasarkan identifikasi dan pengamatan di lapangan, pengembangan wisata bahari dalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah di Pulau Bunaken sangat bergantung pada pelibatan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat akan muncul apabila masyarakat memahami bahwa wisata bahari mampu meningkatkan pendapatan karena dapat menciptakan lapangan berusaha dan kesempatan untuk bekerja seperti terlihat pada Gambar 12. Masyarakat Lokal di Pulau Bunaken
Kesempatan
Sektor Primer - Pemilik fasilitas produk jasa wisata
-
Sektor Sekunder (Penunjang) Menjual hasil laut Membuat dan Menjual Souvenir Membuka kios Pemandu, dll.
Kesempatan Bekerja
Sektor Tersier Pertunjukkan Budaya Lokal
Pekerja Langsung - Sektor Primer
Pekerja Tidak Langsung - Sektor Sekunder (Penunjang)
Pekerja Langsung Sektor Tersier
Gambar 12. Skema Pelibatan Masyarakat lokal dalam Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken Peluang pelibatan masyarakat dalam memanfaatkan wisata bahari sebenarnya cukup terbuka lebar. Agar tidak terjadi kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan pengusaha maka pemerintah diharapkan dapat
47
memberikan peluang yang sama dan adil bagi semua pihak untuk berpartisipasi dalam mendapatkan perolehan manfaat. Gambaran mengenai kesempatan berusaha yang dapat diupayakan oleh pemerintah bagi masyarakat lokal di Pulau Bunaken dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jenis Usaha kecil, Mikro Menengah yang bisa melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008 No.
Jenis Pekerjaan
Syarat* Pendidikan/ Pelatihan
Modal
1.
Petugas Patroli/keamanan
×
2.
Pemondokan (home stay)
×
×
3.
Restoran/Pub
×
×
4.
Pemandu Wisata
×
5.
Dive Operator
×
×
6.
Penjualan makanan/jajanan
×
×
7.
Penjual cinderamata
×
×
8.
Penyewaan Peralatan selam
×
9.
Penyewaan Perahu
×
10. Usaha Perahu Katamaran
×
11. Pelayan Hotel
×
12. Pelayan Restoran
×
×
Sumber : Hasil identifikasi dan pengolahan data, 2008. * Keterangan: × = syarat yang dibutuhkan Tabel 11 menyajikan peluang kerja bagi masyarakat dan syarat-syarat yang diperlukan yaitu adanya pendidikan atau pelatihan serta modal.
D.
Skenario Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken Model pengambilan keputusan dalam pengelolaan wisata bahari melalui
usaha mikro, kecil dan menengah memberikan bentuk-bentuk skenario yang mungkin terjadi didasarkan pada proses keterkaitan antara tiga unsur yaitu sumberdaya kelautan, masyarakat, dan kebijakan seperti yang digambarkan pada Gambar 13.
48
Kebijakan
Masyarakat
Hak Pengelolaan Wisata Bahari di
Sumberdaya Kelautan
Gambar 13. Tiga Unsur Faktor Kunci Penyusun Skenario Pesimistis, Semi Pesimistis, Semi Optimistis dan Optimistis Keadaan pengelolaan wisata bahari di Pulau Bunaken saat ini mempunyai pengelolaan yang cukup baik. Namun, masih terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor politik, ekonomi, sosial dan politik. Faktor politik sangat berpengaruh dalam hal kunjungan wisatawan, karena apabila stabilitas keamanan suatu daerah wisata tidak aman dan nyaman, maka kunjungan wisatawan akan menurun dan begitu pula sebaliknya. Agar aman dan nyaman maka diperlukan kebijakan/peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Faktor ekonomi dipengaruhi oleh kurs rupiah dan suku bunga yang tidak menentu. Apabila kurs rupiah dan suku bunga naik maka harga produk wisata bahari meningkat, baik dari segi akomodasi maupun transportasi, sehingga akan mengakibatkan adanya penurunan wisatawan. Faktor sosial sangat berpengaruh dalam pengembangan wisata bahari di Pulau Bunaken karena langsung melibatkan masyarakat setempat dalam mempromosikan daerah wisatanya. Masyarakat dapat melestarikan kebudayaan lokal serta menjaga kelestarian lingkungan yaitu sumberdaya alam yang merupakan modal utama dalam produk wisata bahari di Pulau Bunaken. Faktor sarana dan prasarana baik pokok maupun pendukung sangat mendorong pengembangan usaha wisata bahari. Salah satu sarana di era globalisasi adalah internet yang dapat dijadikan media untuk mempromosikan produk wisata bahari di Pulau Bunaken serta memberikan informasi kepada para wisatawan yang akan berkunjung. Dari faktor-faktor politik, ekonomi, sosial dan sarana dan prasarana yang berpengaruh tersebut, terdapat persoalan antara harapan dan kenyataan yang sebenarnya. Hal yang dapat menjembatani keduanya dapat di ukur, distrukurkan
49
dan dianalisis dengan bantuan berbagai alat, antara lain dengan melakukan kombinasi antara Multicriteria Analysis dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan output dan harapan masyarakat terhadap skenario pengembangan wisata bahari melalui usaha mikro di pulau bunaken, faktor dan kriteria yang mempengaruhi serta skenario yang mungkin terjadi dapat dibuat model analisis skenario seperti terlihat pada Gambar 14.
Skenario Pengembangan Wisata bahari melalui Usaha Mikro di Pulau Kecil
Sosial
Sarana dan Prasarana
Ekonomi
Politik
1. Kesadaran lingkungan 2. Demografi 3. Tradisi Masyarakat local 4. Penyerapan Tenaga Kerja
1. Efisiensi Biaya 2. Akses Transportasi 3. Sistem Informasi 4. Promosi
1. Kurs Rupiah 2. Suku bunga 3. Pemasaran 4. Fluktuasi harga
1. Stabilitas keamanan 2. Kebijakan/ perauran 3. Pajak 4. Subsidi
I. II. III. IV.
Pesimistis Semi Pesimistis Semi Optimistis Optimistis
Gambar 14. Model Analisis Skenario Tabel 12. Pembobotan Multicriteria Analysis Pengelolaan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken Tahun 2008
50
Kriteria
Skenario A Pesimistis
Politik - Pajak - Subsidi - Stabilitas Keamanan - Kebijakan/Peraturan Rata-rata 1 Ekonomi - Kurs rupiah - Suku Bunga - Pemasaran - Fluktuasi Harga Rata-rata 2 Sosial - Demografi - Kesadaran Lingkungan - Penyerapan Tenaga Kerja - Tradisi masyarakat lokal Rata-rata 3 Sarana dan Prasarana - Efisiensi Biaya - Akses Transportasi - Sistem Informasi - Promosi Rata-rata 4
Skenario B Semi Pesimistis
Skenario C Semi Optimistis
Skenario D Optimistis
0.28 0.22 0.24 0.23 0.24
0.27 0.23 0.28 0.21 0.25
0.22 0.28 0.24 0.25 0.25
0.23 0.33 0.24 0.31 0.28
0.24 0.28 0.19 0.25 0.24
0.15 0.25 0.18 0.25 0.21
0.23 0.23 0.26 0.28 0.25
0.38 0.24 0.37 0.22 0.30
0.14
0.14
0.24
0.49
0.47
0.28
0.17
0.08
0.10
0.10
0.25
0.56
0.20 0.23
0.15 0.17
0.23 0.22
0.43 0.39
0.14 0.10 0.12 0.10 0.12
0.16 0.10 0.13 0.14 0.13
0.27 0.20 0.23 0.18 0.22
0.43 0.61 0.52 0.58 0.53
Sumber : Hasil identifikasi dan pengolahan data, 2008. Dari pengukuran yang dilakukan melalui alat Multicriteria Analysis dan Analytical Hierarchy Process (AHP), diperoleh urutan tingkat kepentingan setiap faktor dalam penentuan keluaran skenario yang terjadi sebagai berikut. A. Faktor Sarana dan Prasarana 1. Akses transportasi. 2. Promosi. 3. Sistem informasi. 4. Efisiensi biaya. B. Faktor Sosial 1. Penyerapan tenaga kerja.
51
2. Demografi. 3. Tradisi masyarakat lokal. 4. Kesadaran lingkungan. C. Faktor Ekonomi 1. Kurs rupiah. 2. Pemasaran. 3. Suku Bunga. 4. Fluktuasi harga. D. Faktor Politik 1. Subsidi. 2. Kebijakan atau peraturan. 3. Stabilitas Keamanan. 4. Pajak. Dari tabel 12 dapat disimulasikan peranan setiap kriteria yang paling prioritas dalam pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken, yaitu: sarana dan prasarana, sosial, ekonomi dan politik terhadap kenyataankenyataan berupa faktor atas kondisi pengelolaan yang terjadi saat ini. Terdapat empat hal yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam mensimulasikan unsur-unsur kebijaksanaan pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken untuk proses pengambilan keputusan yaitu: 1.
Peningkatan sarana dan prasarana khususnya akses transportasi.
2.
Penyerapan tenaga kerja untuk peningkatan pendapatan.
3.
Naik turunnya kurs rupiah yang mempengaruhi kunjungan wisatawan.
4.
Unsur kebijakan atau peraturan, khususnya dalam pemberian subsidi kepada usaha mikro dan kecil.
sehingga sintesis yang didapat dalam mekanisme pengelolaan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari menghasilkan skenario optimistis, yaitu usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau kecil akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat lokal seiring dengan pelestarian lingkungan pulau kecil dan sekitarnya. E.
Strategi Pengembangan Usaha Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken Untuk menyusun strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor
wisata bahari di pulau Bunaken, terdapat beberapa permasalahan yang perlu
52
dipertimbangkan. Permasalahan tersebut dikelompokkan dalam lima elemen, yaitu : Sasaran, Faktor, Aktor, Tujuan, dan Alternatif Strategi. Berdasarkan elemen-elemen tersebut, disusun suatu hirarki untuk memformulasikan strategi pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken. Berdasarkan hirarki ini dilakukan penyusunan kuisioner yang diajukan kepada para responden. Setelah itu, kuisioner tersebut dianalisis dengan menggunakan AHP dengan syarat hanya pendapat responden yang memiliki rasio konsistensi ≤ 10% yang akan dianalisis lebih lanjut. Dari 5 responden yang mengisi kuisioner seluruh pendapat dari kelima responden bisa dianalisis karena rasio konsistensi ≤ 10%. Hasil pengolahan dengan menggunakan software Expert Choice yang menggambarkan urutan prioritas utama, kedua dan seterusnya sesuai bobot dapat dilihat pada Gambar 15. Penjabaran lima elemen pada Gambar 15 di halaman 59.
1.
Sasaran atau Goal Sasaran adalah apa yang ingin dicapai melalui strategi pengembangan
usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan sektor wisata bahari di Pulau Bunaken. Yang dimaksud pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses pendidikan dalam rangka merubah pola pikir masyarakat, khususnya masyarakat pulau kecil di Pulau Bunaken yang pada awalnya memiliki anggapan bahwa sumberdaya laut yang dapat dimanfaatkan hanyalah ikan saja. Padahal sumberdaya alam laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila dimanfaatkan dengan benar. Kata pemberdayaan pun mengandung makna adanya suatu proses peningkatan
kemampuan
dan
keahlian,
khususnya
dalam
rangka
mempromosikan wisata alamnya dengan dukungan usaha kecil di pulau kecil. Sesuai dengan Otonomi Daerah dimana masing-masing daerah memiliki kebebasan dan tanggungjawab untuk mengembangkan dan memajukan daerahnya dan semuanya itu tidak hanya bergantung kepada Pemerintah Daerah saja tetapi juga dari seluruh bagian dari masyarakat. Diharapkan melalui kerjasama yang baik, kemajuan daerah akan tercapai dan demikian juga dengan peningkatan taraf hidup masyarakat.
53
2.
Faktor Yang dimaksud faktor adalah dasar pemikiran yang perlu diidentifikasikan
dan diprioritaskan untuk mencapai sasaran utama tersebut. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan responden, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam
rangka
pemberdayaan
masyarakat
melalui
pengembangan wisata bahari dalam mendukung usaha mikro di Pulau Bunaken yaitu sebagai berikut. (1)
Sumberdaya
alam
(SDA)
tentunya
sangat
diperlukan
dalam
pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari ini. Dengan adanya sumberdaya alam yang tersedia maka rencana pengembangan usaha kecil kemungkinan besar akan berjalan sehingga masyarakat pulau Bunaken dapat ikut serta dalam usaha tersebut. (2)
Sumberdaya manusia (SDM) yaitu tenaga kerja yang menjadi tulang punggung bagi berlangsungnya usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil. Usaha kecil sektor wisata bahari tidak akan berjalan tanpa partisipasi aktif dari setiap lini masyarakat di pulau Bunaken.
(3)
Sumberdaya
buatan
(SDB)
yang
dimaksud
adalah
bentuk-bentuk
kelembagaan masyarakat yang berasal dari budaya lokal, misalnya dengan adanya kearifan lokal di pulau Bunaken dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke pulau Bunaken. (4)
Good political will dari Pemerintah Daerah dalam pengembangan usaha mikro sektor wisata bahari di pulau Bunaken melalui kebijakan atau peraturan daerah yang berpihak pada keberhasilan usaha kecil di sektor wisata bahari.
(5)
Faktor politik, sosial, dan budaya sangat berpengaruh dalam hal kunjungan wisatawan, diantaranya stabilitas keamanan suatu daerah wisata yang tidak aman dan tidak nyaman, dan ekonomi yang tidak stabil akan menimbulkan harga produk wisata yang tidak menentu, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah dan frekuensi kunjungan wisatawan.
(6)
Sarana dan prasarana merupakan salah satu dukungan yang paling penting
dalam
pengembangan
usaha
kecil.
Dengan
terwujudnya
pembangunan sarana dan prasarana, maka dapat memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Pulau Bunaken.
54
3.
Aktor Aktor adalah mengacu kepada setiap bagian dari masyarakat pulau
Bunaken yang perlu dilibatkan dalam rangka pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari untuk mencapai sasaran utama yaitu pemberdayaan masyarakat. Adapun aktor-aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken adalah sebagai berikut. (1)
Masyarakat pulau kecil di Pulau Bunaken wajib untuk dipertimbangkan keikutsertaannya dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari karena peran utamanya sebagai pelaku dalam usaha kecil.
(2)
Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan jalan untuk terbukanya usaha tersebut di pulau Bunaken karena Pemda yang nantinya menentukan kebijakan-kebijakan serta peraturan-peraturan yang kemungkinannya akan dapat melancarkan jalannya usaha kecil sektor wisata bahari atau malah sebaliknya,
yaitu
menghambat.
Dengan
kata
lain
Pemda
sangat
menentukan iklim usaha kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken. Kontribusi
Pemda
yang
terpenting
adalah
meningkatkan
dan
menumbuhkan upaya kreatif masyarakat untuk membidik potensi daerah dan mengelolanya. (3)
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) turut serta dalam hal pengawasan dan pengendalian dalam pengembangan terhadap kebijakankebijakan serta peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemda untuk keberlangsungan pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari.
(4)
Lembaga keuangan, selain memberikan modal juga bisa memberikan pinjaman dengan bunga tertentu. Selain itu, lembaga keuangan bisa digunakan sebagai tempat menyimpan uang yang biasanya berbunga tiap tahunnya, contohnya adalah bank, koperasi dan lain-lain. Modal menjadi penggerak
yang
tidak
kalah
penting
khususnya
demi
kelancaran
operasional usaha setiap saat. Hal ini mengingat keterbatasan Pemda dalam hal pemberian subsidi untuk sebuah usaha karena Pemda juga harus membagi anggarannya untuk kegiatan atau program-program lain di daerahnya. (5)
Pihak investor adalah pihak di luar lembaga keuangan atau perbankan yang berperan utama dalam hal penyediaan modal bagi usaha kecil. Pihak investor dibedakan dari lembaga keuangan karena sifat dan cara kerjanya yang berbeda. Investor biasanya hanya sekedar memberikan modal
55
kepada pelaku industri sebagai roda operasional dalam usaha kecil sektor wisata bahari. (6)
Pelaku industri yang dimaksudkan adalah masyarakat pulau Bunaken yang terjun langsung dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari.
4.
Tujuan Tujuan yang dimaksud adalah hal-hal yang ingin dicapai oleh masing-
masing aktor dalam rangka mencapai sasaran utama dari pengembangan usaha kecil. Adapun tujuan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut. (1)
Peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dengan adanya pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari diharapkan angkatan kerja ataupun pengangguran khususnya dapat terserap dalam usaha sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing.
(2)
Peningkatan pendapatan masyarakat. Masyarakat Pulau Bunaken sebagai masyarakat pulau kecil pada awalnya memperoleh pendapatan hanya pada hasil tangkapan sumberdaya laut (ikan) dan kini dapat memperoleh pendapatan tambahan melalui usaha kecil di sektor wisata bahari.
(3)
Perluasan usaha yang dimaksud adalah bagaimana membuat diversifikasi dari usaha yang sudah ada, sedangkan penciptaan usaha baru adalah usaha yang sama sekali belum ada dan mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki yaitu keindahan sumberdaya alam laut yang dimiliki pulau Bunaken.
5.
Alternatif Strategi Alternatif strategi berkenaan dengan kebijakan-kebijakan spesifik yang
diprioritaskan untuk mencapai sasaran utama yaitu sebagai berikut. (1)
Pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha kecil sektor wisata bahari penting untuk dilakukan mengingat pulau kecil memiliki potensi alam yang melimpah dan merupakan modal utama dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari.
(2)
Peningkatan kesadaran masyarakat lokal terhadap upaya pelestarian potensi sumberdaya alam di pulau kecil agar dapat menghindari terjadinya kerusakan
lingkungan.
Oleh
karena
itu,
diperlukan
strategi
untuk
peningkatan kesadaran masyarakat lokal terhadap lingkungan sekitar. Apabila lingkungan rusak wisatawan menjadi enggan untuk berkunjung,
56
sehingga mengakibatkan pendapatan masyarakat menjadi menurun bahkan nihil. (3)
Peningkatan mekanisme pengelolaan usaha kecil sektor wisata bahari ini ini dibentuk dari gabungan dan kerja sama antara pihak masyarakat pulau Bunaken, pelaku industri, Pemerintah Daerah Kota Manado, dan lembaga penelitian/perguruan tinggi/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Lembaga keuangan. Kerjasama ini diwujudkan melalui kontribusi masingmasing. Masyarakat pulau kecil membentuk kelompok-kelompok atau kelembagaan dan melakukan pengembangan dan penciptaan usaha kecil sektor wisata bahari melalui pengarahan dari Pemda dan juga yang terpenting pengarahan
adalah dan
bantuan
modal/subsidi
pengawasan
dari
dari
Pemda
Pemda.
tetap
Selain
diperlukan
itu bagi
masyarakat pulau Bunaken dan juga pelaku industri. Sedangkan pelaku industri diharapkan tidak hanya mementingkan keuntungan yang ingin diraih tetapi juga memberi arahan khususnya bagi masyarakat pulau Bunaken dan bekerja sama dalam rangka meningkatkan kualitas produk. Keuntungan/marjin yang diperoleh dibagikan kepada ketiganya dengan peraturan yang ditetapkan dalam pola kemitraan tersebut. Peranan lembaga penelitian/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kemitraan
juga
sangat
penting
yaitu
sebagai
dalam pola
“penyalur”
ilmu,
pengembangan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kerjasama dengan perguruan tinggi diharapkan mampu meningkatkan kualitas usaha. Kerjasama yang dimaksud terutama dalam bentuk teknologi (technoware) tepat guna dan juga infoware bagi masyarakat pulau Bunaken yang terlibat langsung dengan usaha kecil sektor wisata bahari yang akan dikembangkan, yaitu dalam hal ini masyarakat pulau Bunaken dan pelaku industri. (4)
Pembangunan sarana dan prasarana di pulau kecil dimaksudkan untuk mendukung terciptanya produk-produk wisata khususnya wisata bahari. Dengan adanya pembangunan ini diharapkan dapat menjadi pemicu dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari dan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang akan berkunjung.
(5)
Peningkatan keterampilan sumberdaya manusia dan teknologi dalam mendukung usaha kecil sektor wisata bahari merupakan suatu persyaratan
57
yang wajib dipenuhi agar usaha ini tetap bertahan dan terus berkembang. Peningkatan kualitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan. (6)
Perbaikan kebijakan dan kelembagaan dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap perkembangan usaha kecil sektor wisata bahari bagi masyarakat pulau Bunaken. Kebijakan- kebijakan serta peraturan ditangani oleh pemerintah daerah atau dinas-dinas yang terkait misalnya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Perencananaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal (Indagkopp). Salahsatu kelemahan bagi usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil adalah kurangnya permodalan dan keterampilan sumberdaya manusia (SDM) yang belum maksimal, yang menyebabkan kelompok-kelompok usaha kecil yang sudah ada tidak lagi berjalan dengan baik, bahkan dapat dikatakan mati. Hal ini disebabkan karena banyak hal, antara lain kurangnya pembinaan dari pihak-pihak yang terkait dan tidak adanya kepastian prospek usaha sehingga kelompok usaha kecil tidak lagi aktif. Selain itu peraturan-peraturan daerah yang ada saat ini kadang memberatkan bagi usaha kecil, terutama dalam hal perijinan sehingga tidak dapat memfasilitasi perkembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil. Oleh sebab itu perlu bagi pemerintah, terutama daerah untuk mengaktifkan kembali kelompok-kelompok usaha kecil dan meneruskan pembinaan agar timbul gairah dan inisiatif untuk terus berkembang mendukung usaha kecil sektor wisata bahari dalam hal pemeliharaan lingkungan serta peningkatan pelatihan-pelatihan mengenai usaha kecil sektor wisata bahari. Kebijakan-kebijakan atau peraturan yang ada perlu untuk ditinjau kembali agar dapat memfasilitasi kepentingan dari pemerintah dan juga usaha kecil.
Sasaran :
Faktor :
Aktor :
Tujuan :
Alternatif Strategi :
Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken (1,000)
SDA (0,182)
SDM (0,145)
Masyarakat PPK (0,310)
Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja (0,231)
Pemanfaatan Pulau Kecil sebagai obyek Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari (0,214)
SDB (0,179)
Pemda
DKP
(0,115)
(0,157)
Peningkatan Pendapatan Masyarakat (0,341)
Peningkatan kesadaran masyarakat lokal (0,048)
Poleksosbud (0,144)
Kebijakan (0,123)
(0,095)
Penciptaan Usaha Baru (0,106)
Perluasan Usaha (0,262)
Peningkatan Mekanisme Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Kecil (0,024)
Investor
Lembaga Keuangan (0,079)
Pelaku industri (0,244)
Sarpras (0,227)
Pembangunan Sarpras di Pulau Kecil (0,167)
Peningkatan Keterampilan SDM dalam mendukung Usaha Mikro dan Kecil (0,167)
Perbaikan kebijakan dan kelembagaan (0,143)
Gambar 15. Hirarki Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Sektor Wisata Bahari di Pulau Bunaken
Berdasarkan hirarki strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken dihasilkan hal-hal berikut. 1. Faktor yang paling mendukung adalah adanya peningkatan sarana dan prasarana dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam (SDA). Peningkatan sarana dan prasarana dalam hal ini pengembangan akses transportasi (kapal) memiliki fungsi: 1) memudahkan aksesibilitas dari dan ke pulau Bunaken. 2) untuk mengangkut kebutuhan air bersih. 3) melakukan pengawasan bagi kegiatan-kegiatan yang tidak ramah lingkungan seperti: pemboman dan pembiusan ikan yang merusak SDA dan perairan pulau Bunaken. 2. Aktor yang paling tinggi keterlibatannya adalah masyarakat pulau-pulau kecil (khususnya masyarakat pulau Bunaken) yang menjadi pelaku industri sektor wisata bahari di sektor primer (pemilik fasilitas produk wisata), sektor sekunder (pedagang asongan, pedagang cinderamata, pedagang makanan, dan penyewaan perahu katamaran) dan sektor tersier (pertunjukkan budaya lokal bagi para wisatawan). 3. Tujuan utama dalam pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di pulau Bunaken adalah peningkatan pendapatan masyarakat dengan berkembangnya mata pencaharian alternatif sektor wisata bahari sebagai perluasan usaha di pulau-pulau kecil. 4. Alternatif strategi adalah pemanfaatan pulau kecil sebagai obyek usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari, yang ditunjang oleh: 1) pembangunan sarana dan prasarana transportasi dalam mendukung peningkatan kunjungan wisatawan ke pulau Bunaken. 2) peningkatan
keterampilan
sumberdaya
manusia
(SDM)
dalam
mendukung usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari melalui pelatihanpelatihan yang dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, perguruan tinggi, maupun lembaga terkait lainnya.
32
V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. (2)
Pengembangan wisata bahari dalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah pada hakekatnya perlu melibatkan masyarakat setempat. Jenis usaha mikro, kecil dan menengah yang bisa melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan wisata bahari di Pulau
Bunaken
memerlukan
modal
sehingga
perlu melibatkan
pengusaha dan lembaga keuangan, seiring dengan pembinaan masyarakat lokal melalui pendidikan dan pelatihan. Jenis usaha mikro, kecil dan menengah pendukung wisata bahari di Pulau Bunaken dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari primer meliputi penyewaan alat selam, homestay, dan sewa perahu katamaran. 2. Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari sekunder meliputi penjual cinderamata dan makanan, penjual kelapa muda dan pemandu wisata. 3. Usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari tersier meliputi Cottage, Hotel, Restaurant dan pemilik perahu. (3)
Skenario yang terjadi saat ini adalah usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat lokal seiring dengan pelestarian lingkungan Pulau Bunaken dan sekitarnya.
Urutan
skenario
dalam
mekanisme
pengelolaan
pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken berdasarkan yang terjadi pada saat ini menghasilkan sebagai berikut. 1. Skenario optimis dengan bobot sebesar 0,56. 2. Skenario semi optimis dengan bobot sebesar 0,22. 3. Skenario pesimis dengan bobot sebesar 0,17. 4. Skenario semi pesimis dengan bobot sebesar 0,14. (4)
Strategi yang dihasilkan dalam mendukung pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken adalah dengan adanya dukungan peningkatan sarana dan prasarana serta pelibatan
33
masyarakat Pulau Bunaken maka tercapailah peningkatan pendapatan masyarakat dengan pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari. (5)
Strategi pengembangan usaha mikro dan kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken berdasarkan urutan adalah sebagai berikut. 1. Faktor urutan pertama yang mendukung dalam pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di pulau kecil adalah faktor sarana dan prasarana.
Sedangkan di urutan kedua adalah faktor
sumberdaya alam. 2. Aktor
yang
paling
berperan
pada
urutan
pertama
adalah
masyarakat Pulau Bunaken. Sedangkan di urutan kedua adalah pelaku industri. 3. Tujuan
yang
pemberdayaan
ingin
dicapai
masyarakat
pada
urutan
pertama
adalah
pulau
kecil
sebagai
upaya
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sedangkan di urutan
kedua adalah perluasan usaha. 4. Alternatif
Strategi
yang
menjadi
urutan
pertama
dalam
pengembangan usaha kecil sektor wisata bahari di Pulau Bunaken adalah strategi pemanfaatan pulau kecil sebagai objek usaha kecil sektor wisata bahari.
Sedangkan di urutan kedua adalah
pembangunan sarana dan prasarana di pulau kecil, serta peningkatan keterampilan sumberdaya manusia dalam mendukung usaha kecil.
B.
Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut. (6)
Peningkatan
kualitas
sumberdaya
manusia
sebagai
upaya
meningkatkan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan bagi pengguna wisata bahari di Pulau Bunaken. (7)
Peningkatan sarana prasarana pendukung kegiatan wisata bahari seperti kapal angkut sebagai sarana pengangkut air bersih.
(8)
Pengaturan
pengelola
Pulau
Bunaken
untuk
membentuk,
memberdayakan, serta memberikan peran yang lebih besar terhadap usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik yang berupa koperasi maupun badan usaha.
34
(9)
Dalam rangka memberdayakan UMKM, perlu adanya kerjasama dengan lembaga keuangan setempat berupa pinjaman modal tanpa anggunan dengan rate yang kompetitif dan persyaratan yang mudah.
(10) Perlu sosialisasi yang intensif dari Pemerintah Daerah maupun lembaga terkait lainnya mengenai pelestarian dan kebersihan lingkungan,
terutama
terkait
adanya
agenda
World
Ocean
Conference (WOC) tahun 2009 dan Kota Manado sebagai kota pariwisata dunia tahun 2010.
35
DAFTAR PUSTAKA Bengen, D.G. 2003. Definisi, Batasan dan Realitas Pulau Kecil. Makalah disampaikan dalam Semiloka Penentuan Definisi dan Pendataan Pulau di Indonesia. Jakarta. Brown. Katarina. 2001. Trade off Analysis for Participatory Coastal Zone Decision-Making. Overseas Development Group. University of East Anglia. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001.Pedoman Umum Pengelolaan Pulaupulau Kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Jakarta. _________________. 2003. Pengembangan Pulau-pulau Kecil di Jakarta.
Indonesia.
_________________. 2004.Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Pulaupulau Kecil. Jakarta. _________________. 2006. Laporan Akhir Model Pengembangan dan Valuasi Ekonomi Kawasan Wisata Bahari di Pulau-pulau Kecil. Jakarta. _________________. 2007. Laporan Hasil Identifikasi dan Potensi Pulau-pulau Kecil. Jakarta. _________________. 2008. UU RI No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta _________________. 2008. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 20 tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta Departemen Koperasi dan UKM. 2008. UU RI No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM). Departemen Koperasi. Jakarta Departemen Kehutanan. 2008. Taman Nasional Bunaken. http//www.dephut/ INFORMASI/INDO ENGLISH/tn_bunaken.htm. 29 April 2008. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 1990. UU RI No. 19 Tahun 1990 tentang pariwisata. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta. _________________. 2005. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Dewan Pengelolaan Taman Nasional Laut Bunaken. 2007. Pengelolaan Taman Nasinal Laut Bunaken. 2007. Manado. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Manado. Laporan tahunan . 2006. Manado.
36
Kadin. 2003. Pokok-pokok Cetak Biru dan Rencana Kerja Pengembangan Pariwisata Bahari. Batam. Herman. A. 2008. Jumlah Wisatawan ke Wakatobi Melonjak. 11 Februari 2008. Kendari. Hidayat. A. 2002. Konsep dan Kebijakan Pengembangan Wisata bahari. Seawatch Indonesia, BPPT, Himiteka IPB. Lubis. E. 2008. Prinsip-prinsip Regulasi Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil Menengah. Modul kuliah Magister Profesional Industri Kecil Menengah. Pascasarjana IPB. Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo. Jakarta. Marsh. 1998. Using scenarios to identify, analize and manage uncertainty. Munandar. A. 2007. Dampak Lingkungan, Ekonomi dan Sosial Budaya. Hand-out Mata Kuliah Kebijakan dan Pengelolaan Ekowisata. Pascasarjana IPB. Bogor. Randall dan Fahey. 1998. Scenarios planning managing for the future. England. Ringland. 1998. Mental Map of the Future an Intuitive logic Approach to scenarios. Ruhijat. T.R. 2005. Kajian Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Berkelanjutan Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Disertasi Sekolah Pasca sarjana IPB. Bogor. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang komplek. Seri Manajemen No. 134/1993. Terjemahan Sapta BU. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Data Peluang Usaha Sektor Wisata Bahari di Indonesia Titik Pengembangan Pariwisata Bahari – Jalur Lingkar Luar No
Lokasi
Obyek Wisata Bahari Andalan
1 2 3
Pulau Weh (Sabang) Nangroe Aceh Darusalam Pulau Nias, Prop. Sumut Pulau Siberut, Prop. Sumbar
Game fishing Selancar angin Game fishing dan selancar angin
4 5 6 7 8 9 10 11
Pulau Enggano, Prop. Bengkulu Ujung Kulon, Prop. Banten Pangandaran dan Pelabuhan Ratu, Prop. Jabar Cilacap, Prop. Jateng Sendang Biru, Prop. Jatim Sumba, Prop. NTT Pulau Roti, Prop. NTT Biak, Prop. Papua
Game fishing dan selancar angin Game fishing dan selancar angin Rekreasi pantai Rekreasi Pantai Rekreasi Pantai Menyelam Game fishing Menyelam
Sumber : Kamaluddin, (2002)
Titik Pengembangan Pariwisata Bahari – Jalur Lingkar Dalam No
Lokasi
Obyek Wisata Bahari Andalan
1 2
Pulau Seribu, Prop DKI Jakarta Kepulauan Karimun Jawa, Prop Jateng
3 4 5
Pulau Bali Pulau Moyo, Prop NTB Pulau Bonearate dan Selayar, Prop Sulsel Pulau Wakatobi, Prop Sulteng Pulau Banda, Prop Maluku Pulau Bitung, Prop Sulut Sangir Talaud, Prop Sulut
Rekreasi pantai Rekreasi pantai, Selancar, Game fishing Rekreasi pantai, Menyelam, Selancar Game Fishng Menyelam
6 7 8 9
Menyelam dan Rekreasi pantai Menyelam dan Rekreasi pantai Menyelam dan Game fishing Menyelam
Sumber : Kamaluddin, (2002)
Titik Pengembangan Pariwisata Bahari – Jalur Barat Tengah No 1 2 3 4 5 6
Lokasi P. Belitung, Prop Babel Krakatau P. Karimata P. Rupat, Kab. Bengkalis Batam Natuna
Sumber: Kamaluddin, (2002)
Obyek Wisata Bahari Andalan Rekreasi Pantai Rekreasi Pantai dan Game fishing Rekreasi Pantai Rekreasi Pantai Panorama Pantai Selancar, Game fishing dan Rekreasi Pantai
39
Lampiran 1. Lanjutan Kegiatan Wisata Bahari dan Perkiraan Lokasi di Indonesia Kegiatan Wisata Bahari 1 Sailing 2 Yachting 3 Scuba Diving 4 Wreck Diving 5 Snorkeling 6 Wave Surfing 7 Surfing 8 Jet Ski Sport 9 Power Boating 10 Canoeing 11 Sea Kayaking 12 Boat Racing 13 Whale watching 14 Sport Fishing Sumber : Kadin, (2003) No
Perkiraan Lokasi Seluruh Indonesia, kecuali daerah dengan ombak besar Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Daerah-daerah yang memilki sejarah peninggalan perang Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia Nusa Tenggara Seluruh Indonesia
Sebaran Potensi Wisata Bahari di Indonesia
No 1 2 3 4 5 6 7
Pulau Sumatera Kalimantan Jawa Maluku NTB NTT Sulawesi
8 Irian Jaya 9 Maluku Sumber: Kadin, (2003)
Lokasi Sebaran Potensi Wisata Bahari Way Kambas, Nias, Sabang, Natuna, Bangka Belitung Derawan, Sepadan Karimun Jawa, P. Seribu, Ujung Kulon Maluku, Banda, Maluku Tengah Lombok, P. Moyo Komodo, Alor, P. Roti, Sumba Bunaken, Togean, Bangi, Wakatobi, Selayar, Takabonerate, Kapoposan (Makassar), P. Sembilan. Biak, Raja Empat Talimbar
Sebaran Lokasi Kegiatan Surfing di Indonesia No
Provinsi
1 2
Sumatera Jawa
3
Bali
4
Nusa Tenggara
Sumber: Kadin, (2003)
Lokasi Surfing Nias, Bawa, P. Asu, Pantai Sorake, P. Mentawai P. Panaitan, P. Deli, Bayah, Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Tanjung Kuncur Madewi, Balian, Canggu, Padma, Kuta, Balangan, Uluwatu, Nyang-Nyang, Nusa Dua, Tandjung Sanur, Padang Galak, Ketewel, Lebih, Nusa Lembongan, Padang Bai P. Safari, Bangko-Bangko, Belongas, Selong Belanak, A’an, Grupuk, Gili Inus, Ekas, Labuhan bajo, Senggigi, Gili (Trawangan dan Meno), Silung Belanak, Pasola
40
Lampiran 1. Lanjutan Sebaran Lokasi Kegiatan Diving di Indonesia No
Provinsi
1 2
Sumatera Jawa
3
Bali
4
Sulawesi
5
Maluku
Lokasi Diving Bintan Ujung Kulon, Krakatau, P. Seribu Menjangan, Tulamben, Cemeluk, Candi Dasa, Padang Bai, Nusa Dua, Nusa Penida, Sanur, Pemuteran Manado Tua, Bunaken, Montehage, Bangka, Bitung, Sangihe-Talaud, Ujung Pandang, Tukang Besi, P. Togian, Sangalaki, Kakaban, P. Siau Ambon, Banda, Pindito
Ayu, Asia, Mapia, Padaido, Sorong, Manokwari, Cendrawasih, Waigeo-Batanta Gili (Trawangan, Meno, Air), Komodo, Lembata, Kupang, Roti, 7 Nusa Tenggara Maumere, Alor Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, (2006) 6
Irian
41
Lampiran 2. Jadwal pelaksanaan tugas akhir
No 1 2 3 4 5 6
7 8
Kegiatan Penyusunan Proposal Konsultasi Proposal Sidang Komisi I Kolokium Perbaikan Proposal - Pengumpulan Data - Pengolahan dan Analisis data Penyusunan Hasil Konsultasi Hasil
Juli
Agustus
September
Waktu Oktober November
Desember
Januari
Februari
32
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN Responden Yth. Bersama ini saya, Tria Friliyantin Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Profesional Industri Kecil dan Menengah Institut Pertanian Bogor, mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner penelitian tesis saya yang berjudul : ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL SEKTOR WISATA BAHARI DI PULAU KECIL (STUDI KASUS PULAU BUNAKEN, KOTA MANADO, SULAWESI UTARA), dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis dan Dr. Ir. Aris Munandar MS. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas jawaban, pendapat dan bantuan dari bapak/Ibu dalam penelitian ini. Semua informasi yang diperoleh dari kuisioner ini bersifat rahasia dan sepenuhnya dipergunakan untuk keperluan ilmiah dan akademik, dan tidak ada jawaban yang salah dalam pengisian kuesioner ini. Identitas Responden Nama
: ………………………………………………………………
Jenis Kelamin
: ………………………………………………………………
Umur
: ………………………………………………………………
Tanggal Pengisian
: ………………………………………………………………
PROGRAM STUDI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
70
(Kuesioner 1)
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN USAHA WISATA BAHARI DI PULAU KECIL
Berikut ini adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan usaha wisata bahari di pulau kecil. Selanjutnya mohon Bapak/Ibu/Sdr., membandingkan antara faktor dalam baris/horizontal dengan faktor pada kolom/vertikal dengan memberi nilai sebagai berikut : Nilai 1 : faktor horizontal sama pentingnya dengan faktor vertikal Nilai 3 : faktor horizontal lebih penting dibandingkan faktor vertikal Nilai 5 : faktor horizontal kuat pentingnya dibanding faktor vertikal Nilai 7 : faktor horizontal sangat kuat pentingnya dibanding faktor vertikal Nilai 9 : jika faktor horizontal paling penting dibanding faktor vertikal Nilai 2, 4, 6 dan 8 : nilai berada diantara dua nilai yang berdekatan Contoh : jika faktor politik sangat kuat pentingnya dibandingkan faktor ekonomi maka pada sel pertemuan antara baris politik dan kolom ekonomi diberi nilai 5. FAKTOR POLITIK EKONOMI SOSIAL TEKNOLOGI
POLITIK
EKONOMI
SOSIAL
TEKNOLOGI
71
(Kuesioner 2) Berikut ini adalah variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan usaha wisata bahari di pulau kecil. Mohon dapat diisi sel-sel berikut ini dengan nilai hasil perbandingan antara variabel dengan cara penilaian seperti pada Kuesioner 1.
POLITIK
Pajak
Subsidi
Stabilitas Keamanan
Kebijakan/ Peraturan
Kurs Rupiah
Suku bunga
Pemasaran
Fluktuasi harga
Demografi
Kesadaran Lingkungan
Penyerapan Tenaga Kerja
Tradisi Masyarakat Lokal
Akses Transportasi
Sistem Informasi
Promosi
Pajak Subsidi Stabilitas Keamanan Kebijakan/Peraturan
EKONOMI Kurs Rupiah Suku bunga Pemasaran Fluktuasi harga
SOSIAL Demografi Kesadaran Lingkungan Penyerapan tenaga kerja Tradisi Masyarakat Lokal SARANA DAN PRASARANA Efisiensi Biaya Akses Transportasi Sistem Informasi Promosi
Efisiensi Biaya
72
(Kuisioner 3)
KONDISI UMUM 1. Sebelum dicanangkan Kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia a.
Usaha yang sudah berkembang di Pulau Bunaken apa saja, Sebutkan : 1. ......................................................... 2......................................................... 3......................................................... 4.........................................................
b.
c.
d.
Usaha Kecil yang sudah berkembang apa saja, Sebutkan : 1.
.......................................................................
2.
.......................................................................
3.
.......................................................................
4.
.......................................................................
Usaha yang belum ada dan ingin dikembangkan, sebutkan: 1.
.......................................................................
2.
.......................................................................
3.
.......................................................................
4.
.......................................................................
Usaha Kecil yang belum ada dan ingin dikembangkan, sebutkan : 1.
.......................................................................
2.
.......................................................................
3.
.......................................................................
4.
.......................................................................
2. Setelah dicanangkan Kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia a. Apakah Usaha Mikro yang sudah ada semakin berkembang : 1. Ya
2. Tidak
Jika ya, Usaha apa saja sebutkan : 1. ................................................................... 2. .................................................................. 3. .................................................................. 4. ..................................................................
73
b. Apakah Usaha Mikro yang belum ada berkembang menjadi Usaha Baru 1. Ya
2. Tidak
Jika ya, Usaha apa saja sebutkan : 1. ................................................................... 2. .................................................................. 3. .................................................................. 4. .................................................................. 3. Pendapatan masyarakat Pulau Bunaken Setelah dicanangkannya kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia apakah semakin meningkat : 1. Ya
2. Tidak
Jika ya, rata-rata (perkiraan) pendapatan awal : ...................... Rata- rata (perkiraan) pendapatan sekarang : ....................... 4. Penyerapan tenaga kerja di Pulau Bunaken setelah dicanangkan Kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia apakah semakin meningkat : 1. Ya
2. Tidak
Jika ya, perkiraan penyerapan tenaga kerja sebelum :........................ Perkiraan penyerapan tenaga kerja setelah
:........................
5. Apakah ada Hukum/Kelembagaan lokal yang berkaitan dengan kearifan lokal
(Budaya
lokal)
di
Pulau
Bunaken,
Jika
ada
sebutkan
apa? ............................................................................................................. ...................................................................................................................... ........ 6. Berdasarkan Perda Pemda Sulawesi Utara No. 9/2002 Tentang tarif masuk pengunjung ke Taman Nasional Bunaken, Apakah ada aliran pembagian dananya? 1. Ada
2. Tidak ada
Jika ada, Untuk apa saja : 1. ................................................................................................. 2. ................................................................................................ 3. ................................................................................................
74
(Kuesioner 4)
Skenario Perkembangan Wisata Bahari dalam Mendukung Usaha Mikro di Pulau Kecil pada 5 – 10 tahun ke Depan
Skenario adalah gambaran mengenai apa saja kemungkinan yang akan terjadi pada masa mendatang. Salah satu manfaat dari penyusunan skenario adalah agar kita tidak terkejut dan lebih siapn dalam mengantisipasi apa saja yang akan terjadi , termasuk kemungkinan terburuk pada masa mendatang. Oleh sebab itu analisis skenario dapat digunakan dalam penyusunan strategi untuk mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Fokus dalam penyusunan skenario adalah pada apa yang mungkin terjadi dan bukan pada apa yang seharusnya terjadi. Berhasil atau tidaknya pengembangan usaha wisata bahari di pulau kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berada diluar kemampuan suatu perusahaan/organisasi untuk mengendalikannya. Faktor eksternal tersebut terdiri dari berbagai variabel yang seiring berjalannya waktu dapat berubah-ubah dengan cepat, turbulen, kompleks, tingkat ketidakpastian sangat tinggi dan sering terbatasnya informasi atas variabel-variabel tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan menganalisis strategi pengembangan wisata bahari dalam mendukung usaha mikro di pulau kecil berdasarkan beberapa skenario. Selanjutnya mohon Bapak/Ibu/Sdr(i) untuk mengidentifikasi skenario-skenario tersebut dan menyusun 4 (empat) alternatif skenario yang paling mungkin terjadi dalam kurun waktu 5 – 10 tahun mendatang berdasarkan pilihan di bawah ini. Jika terdapat skenario-skenario yang belum terakomodir pada beberapa pilihan di bawah ini, maka mohon dapat menuliskannya pada tempat yang disediakan di bagian akhir lembaran ini. Di bawah ini terdapat 4 (empat) skenario Strategi Pengembangan Wisata Bahari dalam Mendukung Usaha Mikro di Pulau Kecil. Selanjutnya mohon lingkari nomor skenario yang paling mungkin terjadi saat ini dan mohon pendapat Bapak/Ibu/saudara bagaimana strategi untuk mengantisipasi masing-masing skenario tersebut.
75
1. Skenario A : Industri wisata bahari di pulau kecil tidak berkembang, sumberdaya laut semakin rusak keadaannya akibat adanya usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Strategi untuk mengantisipasi skenario ini adalah : ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... 2. Skenario B: Industri wisata bahari di pulau kecil tidak berkembang, sumberdaya laut semakin rusak namun keberadaannya terjamin akibat adanya UMKM. Strategi untuk mengantisipasi skenario ini adalah : ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... 3. Skenario C: Industri wisata bahari di pulau kecil berkembang,sumberdaya laut menjadi aset wisata bahari yang sesuai namun keberadaannya rusak. Strategi untuk mengantisipasi skenario ini adalah : ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... 4. Skenario D: Industri wisata bahari berkembang, sumberdaya laut yang indah dan keberadaanya terjamin ditunjang adanya UMKM. Strategi untuk mengantisipasi skenario ini adalah : ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... 5. Kalau ada skenario yang lain yang belum terakomodir pada beberapa alternatif skenario di atas, maka mohon dapat dituliskan di sini : ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... .........................................................................................................................
Terima kasih telah mengisi kuesioner ini
76
Lampiran 4. Dokumentasi
Gambar 1. Taman Nasional Laut Bunaken
Gambar 2. Sarana Transportasi ke Pulau Bunaken
77
Gambar 3. Terumbu Karang dilihat dari Perahu Katamaran
Gambar 4. Homestay di Pulau Bunaken
78
Gambar 5. Keindahan Bawah Laut Pulau Bunaken
Gambar 6. Keindahan Bawah Laut Pulau Bunaken