STRATEGI KOMUNIKASI CITY BRAND (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Strategi Komunikasi Pemerintah Kabupaten Purworejo dalam Mengkomunikasikan Brand ‘Purworejo Go Agriculture Vision’)
Winda Ayu Lestari Nora Nailul Amal
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Indonesia is one of country in the world that has varied potential in each Indonesian’s regions. Regional autonomy make each regions managed their potential to increase region’s income. One of many way that has taken several cities in Indonesia is to build a city brand to gain cities identity. Purworejo is one of districts in Central Jawa also built a city brand that known as destination for business investment. This study used qualitative descriptive method in which the researcher wants to describe the Purworejo’s Communication Strategy in 2013 to achieve city brand’s objectives. Researcher takes an interview with BAPPEDA and Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Purworejo and also people of Purworejo. Data were also obtained from the documents given to the author. The collected data then reduced , is presented , and the last draw conclusions. Based of the research, researcher found that Purworejo have done some components in making brand-level marketing communication decisions to introduce their brand. City 's efforts to introduce the brand has been running for one year. However, program evaluations has not been done by Purworejo. It is not known how the coomunication effects and communication feedback. Keyword : Communication Strategy, City Brand, Purworejo’s Brand
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia serta keindahan
1
alam yang dimiliki mampu menarik minat para penikmat sejarah maupun petualang dari mancanegara maupun domestik. Hal ini disadari oleh warga indonesia sebagai potensi yang luar biasa jika dikelola dengan benar. Dengan adanya peraturan mengenai otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku sejak 2001, UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah diubah beberapa kali dengan UU Nomor 12 tahun 2008, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengelola potensi yang dimiliki. Masing-masing daerah ini juga memiliki strategi tersendiri untuk memasarkan daerahnya. Melihat keberhasilan beberapa kota di Indonesia dalam peluncuran brand, Kabupaten Purworejo sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah meluncurkan brand dengan tagline “Purworejo Go Agriculture Vision” pada 5 Oktober 2012. Menyadari potensi yang dimiliki, pemerintah Kabupaten Purworejo ingin menggali dan mengembangkan potensi tersebut agar dapat lebih dikenal masyarakat luas. Dasar hukum penyusunan brand yang dilakukan oleh Kabupaten Purworejo adalah UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kabupaten Purworejo untuk dapat memperlihatkan dirinya kepada dunia luar. Bagaimana agar Brand yang dibangun mendapatkan tempat di hati masyarakat, baik masyarakat Purworejo
maupun
masyarakat
daerah
lain.
Selain
itu
bagaimana
mempertahankan konsistensi brand dengan kebijakan dan produk yang dihasilkan oleh Kabupaten Purworejo merupakan tugas yang berat tidak hanya bagi pemerintah Kabupaten, tetapi juga masyarakat Purworejo. Usaha-usaha untuk mengembangkan brand tidaklah sebatas melaksanakan berbagai event, namun lebih dari itu. Karena branding erat kaitannya dengan pencitraan dan positioning produk dalam benak masyarakat sebagai konsumen, maka brand yang dibuat tersebut haruslah memiliki nilai. Branding merupakan sebuah proses yang panjang. Tentu saja diperlukan kematangan dalam perencanaan hingga brand tersebut memiliki posisi tersendiri di benak konsumen.
2
Perlu adanya strategi komunikasi dalam membangun brand agar dapat menjadi brand yang kuat di pasar.
Perumusan masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah strategi komunikasi
yang
digunakan
Pemerintah
Kabupaten
Purworejo
dalam
mengkomunikasikan brand “Purworejo Go Agriculture Vision”?
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang strategi komunikasi Pemerintah Kabupaten Purworejo dalam mengkomunikasikan brand “Purworejo Go Agriculture Vision”.
Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Harold Lasswell dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society berpendapat bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab petanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yaitu : 1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (Message) 3. Media (channel, media) 4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence) Jadi, menurut paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2004: 10).
3
Seperti dalam Effendy (2004: 18) model proses komunikasi yang ditampilkan
Philip
Kotler
dalam
bukunya,
Marketing
Management,
berdasarkan paradigma Harold Lasswell. Gambar 1. Model Proses Komunikasi Sender
Encoding
Message
Decoding
Receiver
Media Noise
Response
Feedback
Sumber: Onong Uchjana Effendy (2004).
b. Strategi komunikasi Effendy (2004: 32) mengatakan bahwa strategi komunikasi merupakan paduan
perencanaan
komunikasi
(communication
planning)
dengan
manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: a. to secure understanding b. to establish acceptance, c. to motivate action Pertama adalah to secure understanding memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Andaikata ia sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimaan itu harus dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action). Strategi komunikasi
4
sudah tentu brsifat makro yang dalam prosesnya berlangsung secara vertical piramidal.
c. Proses Komunikasi Pemasaran Pada Tingkat Merek Secara umum usaha untuk meningkatkan ekuitas suatu merek dilakukan melalui pilihan yang positif atas identitas merek (yaitu pemilihan nama merek atau logo yang baik). Namun, usaha yang paling sering dilakukan adalah melalui program pemasaran dan komunikasi pemasaran, agar tercipta asosiasi yang mendukung, kuat, dan unik di benak konsumen antara merek dengan atribut atau manfaatnya. Dibutuhkan usaha komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten untuk membangun dan mempertahankan ekuitas merek (Shimp, 2003: 14). Selanjutnya Shimp (2007: 17) berpendapat bahwa proses pengambilan keputusan dalam komunikasi pemasaran terdiri dari beberapa komponen yaitu program komunikasi pemasaran yang di dalamnya terbagi dalam keputusan fundamental dan keputusan implementasi. Bagian kedua merupakan keluaran atau hasil dari program komunikasi yang berupa peningkatan ekuitas merek dan efek yang ditimbulkan. Dari keluaran atau hasil ini dilakukan sebuah evaluasi, bagian ketiga proses komunikasi pemasaran, untuk mengetahui seberapa jauh efek komunikasi yang dilakukan dan menentukan langkah dan keputusan yang akan diambil selanjutnya.
d. City Brand Membangun brand kota (city brand) dianggap lebih mudah daripada membangun brand suatu negara. City brand ini akan lebih simple jika dilihat dari budaya yang khas, politik, hukum, cuaca dan sebagainya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Simon Anholt (2007: 59). Selanjutnya, Simon Anholt (2007) berpendapat ada enam komponen dalam The City Brands Index dalam menggambarkan apa saja komponen city brand. Tentu saja hexagon Simon Anholt ini berbeda dengan hexagon yang
5
digambarkn dalam brand suatu negara. City brand Index yang dimaksud digambarkan dalam gambar hexagon berikut ini : Gambar 2. The City Brand Index
Sumber : Simon Anholt (2007). Agar brand dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota, maka perlu adanya manajemen untuk menjalankan brand tersebut. Seperti yang telah dikatakan di awal bahwa brand tidak hanya sekedar simbol. Untuk itu banyak aspek yang harus diperhatikan dalam menerapkan dan mengkomunikasikan
brand
tersebut.
Mihalis
Kavaratzis
(2009:
34)
mengatakan bahwa dalam memanage city brand ada beberapa kesamaan dengan memanage brand perusahaan. Kesamaan ini dibagi dalam delapan kategori sebagai kerangka (framework) city brand, yaitu : a. Vision and Strategy Memilih visi untuk masa depan dan perkembangan kota merupakan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. b. Internal Culture Menyampaikan orientasi brand
diluar
manajemen
kota
dan
memasarkannya sendiri. c. Local Communities Memprioritaskan
kebutuhan
lokal,
termasuk
pengusaha dan pebisnis dalam mengembangkan brand.
6
penduduk
lokal,
d. Synergies Memberi izin dan mensuport seluruh stakeholder yang relevan dan menetapkan partisipasi yang seimbang. e. Infrastructure Menetapkan kebutuhan dasar f. Cityscape and Gateways Kemampuan membangun lingkungan untuk menggambarkan dirinya dan memperkuat atau merusak city brand. g. Opportunities Peluang ini untuk sasaran secara individual seperti gaya hidup, pelayanan yang baik, pendidikan, dan perusahaan seperti keadaan ekonomi dan tenaga kerja. h. Communications Memperbaiki semua pesan yang dikomunikasikan secara intensif.
Metodologi a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti hanya ingin memaparkan situasi dan peristiwa yang ada secara rinci dan mendalam. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang suatu gejala sosial yang diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan untuk melakukan pengukuran secara cermat terhadap fenomena-fenomena masyarakat (sosial) tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Hasan, 2002: 13). Penelitian kualitatif lebih mementingkan makna dan tidak ditentukan oleh kuantitasnya. Data yang dikumpulkan berwujud kata-kata dalam kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau jumlah. Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-
7
dalamnya dengan pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2008: 56).
b. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini ada tiga unsur, yaitu : 1. Subjek
adalah
strategi
Pemerintah
Kabupaten
Purworejo
dalam
membangun branding 2. Informan adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Purworejo, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purworejo, dan masyarakat Kabupaten Purworejo. 3. Literatur atau kepustakaan yang terkait dengan penyusunan brand Kabupaten Purworejo dan implementasi brand tersebut.
c. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung baik melalui observasi maupun wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan kepada informan terkait. Dalam hal ini informan adalah Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah
(Bappeda)
Kabupaten
Purworejo,
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purworejo, serta masyarakat Kabupaten Purworejo. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari data penunjang yang diperoleh dari BAPPEDA seperti Laporan Akhir Penyusunan Branding Purworejo, CD Brand Kabupaten Purworejo, foto, file-file terkait pembangunan brand dan implementasinya. Data juga didapat dari literatur atau artikel di internet, dan dokumen-dokumen lain yang relevan dengan penelitian ini.
8
d. Teknik Analisa Data Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu data diperoleh langsung dari hasil wawancara dan kajian dokumen. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan subjek penelitian dengan menginterpretasikan kerangka teori yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan. Proses analisis ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul dilakukan reduksi data. Data ini sebagai bahan deskripsi keadaan, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Teknik analisis data ini terdiri dari reduksi data yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Selanjutnya penyajian data yang merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan. Terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, dan proposisi-proposisi. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Teknik analisis data dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Teknik Analisis Interaktif Pengumpulan data
Data reduksi
Sajian data
Penarikan kesimpulan / verifikasi Sumber: H. B. Sutopo (2002).
e. Validitas Data Teknik yang digunakan untuk menguji validitas data yakni menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi sumber data adalah membandingkan dan
9
mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda (Kriyantono, 2008: 70). Menurut Patton (1987) dalam Moleong (2007: 330), triangulasi dibagai menjadi empat macam, yaitu : 1. Triangulasi
sumber
adalah
pengumpulan
data
sejenis
dengan
data
sejenis
dengan
menggunakan berbagai sumber data yang berbeda. 2. Triangulasi
metode
adalah
pengumpulan
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. 3. Trianggulasi teori adalah pengumpulan data dengan melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisis dengan menggunakan berbagai perspektif teoritis yang berbeda. 4. Triangulasi peneliti adalah pengumpulan data yang sejenis yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah triangulasi sumber, dimana dalam mengumpulkan data wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian, apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupun sumber yang berbeda jenisnya (Sutopo, 2002: 79).
Sajian Data Kabupaten Purworejo merupakan salah satu kabupaten yang memiliki banyak potensi yang diunggulkan. Potensi yang diunggulkan adalah potensi budaya, wisata dan pertanian. salah satu budaya yang terkenal dari Kabupaten Purworejo adalah tari Dolalak. Kabupaten Purworejo memiliki wisata unggulan yaitu pantai, museum, Bedug Pandawa, dan wisata air terjun. Hasil pertanian seperti durian, manggis, beras, kelapa, dan segala olahan hasil pertanian menjadi beberapa contoh potensi bidang pertanian yang diunggulkan. Tentu saja untuk mengembangkan potensi tersebut pemerintah Kabupaten Purworejo membangun sebuah brand untuk mengikat komitmen pemerintah 10
Kabupaten Purworejo dalam melakukan promosi baik dalam tingkat nasional maupun internasional tentang keunggulan dan keunikan potensi yang berbeda dengan daerah lain. Hal inilah yang menjadi tujuan dan maksud dari penyusunan brand Kabupaten Purworejo. Agar brand yang telah dibangun tersebut dapat dikenal oleh khalayaknya, pemerintah Kabupaten Purworejo melakukan strategi-strategi komunikasi. Kegiatan komunikasi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengenalkan brand kepada khalayak. Pengenalan brand ini sekaligus untuk mengenalkan potensipotensi yang dimiliki Kabupaten Purworejo. Keinginan Kabupaten Purworejo agar dikenal sebagai daerah investasi agribisnis ini juga tertuang dalam brand yang dibangun. Kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai implementasi rencana yang sudah dipersiapkan selama periode 2012-2013 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Perencanaan Sosialisasi Brand Kabupaten Purworejo No. 1.
Waktu 7 November 2012
Kegiatan Sosialisasi brand Kabupaten Purworejo dalam acara Purworejo Ekspo sekaligus launching brand oleh Gubernur Jawa Tengah.
2.
5 Oktober 2012
Karnaval mobil dengan tema branding, bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Purworejo
3.
Tahun anggaran 2012
Pembangunan
brand
di
alun-alun
Purworejo dan pembuatan CD branding 4.
Tahun anggaran 2013
Rencana pembangunan branding di Don Bosco, Purworejo
5.
22 Juni 2013
Forum Bisnis Investasi dalam rangka implementasi
branding
Kabupaten
Purworejo di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
11
6.
Tahun anggaran 2013
Rapat sosialisasi Brand Purworejo bersama stakeholder, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan BUMD
7.
Sosialisasi
melalui
media
internet,
purworejokab.go.id
Analisa Data Strategi komunikasi yang digunakan Pemerintah Kabupaten Purworejo lebih spesifik merujuk kepada strategi komunikasi pemasaran. Ini dapat dilihat dari latar belakang kegiatan penyusunan brand adalah memasarkan daerahnya dalam meningkatkan daya saing sebagai pintu gerbang meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Dalam mewujudkan promosi daerah tersebut maka Pemerintah Kabupaten Purworejo menyusun sebuah brand “Purworejo, Go To Agriculture Vision”. Pengenalan terhadap brand ini termasuk dalam salah satu tingkat kesadaran brand (brand awareness). Brand awareness ini merupakan dimensi dasar dalam ekuitas merek. Untuk mencapai brand awareness tersebut dibutuhkan komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten. Bagan 1. Keputusan Komunikasi Pemasaran di Tingkat Merek Brand Kabupaten Purworejo
12
Terence A. Shimp (2007: 17) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam komunikasi pemasaran pada tingkat merek (brand-level decision process) terdiri dari fundamental decisions yang berhubungan dengan targeting, positioning, setting objectives, dan budgeting. Seperangkat implementation decisions yang melibatkan keterpaduan antara mixing elements, creating messages, selecting media, dan establishing momentum, serta program evaluation untuk mengukur hasil marketing communication. Keputusan komunikasi pemasaran di tingkat merek brand Kabupaten Purworejo dapat digambarkan dalam bagan 1. Komunikator pemasaran bermula dengan memikirkan audience sasaran yang jelas. Audience dapat terdiri atas konsumen potensial atau pengguna pada saat ini, mereka yang mengambil keputusan embelian, atau mereka yang mempengaruhinya. Audience bisa berupa perorangan, kelompok, masyarakat tertentu atau masyarakat umum (Machfoedz, 2010: 3). Pemilihan atau identifikasi audience atau target market potensial berdasarkan berbagai karakteristik, antara lain demografi, gaya hidup (disebut pula dengan psikografi), pola penggunaan produk, dan lokasi geografis. Namun, penting untuk diingat bahwa segmen yang paling menguntungkan tidak dapat dinilai hanya dari satu karakteristik saja. Segmen pasar yang menguntungkan biasanya
merepresentasikan
konsumen
yang
memiliki
suatu
kombinasi
karakteristik dan mempunyai perilaku yang serupa (Shimp, 2003: 49). Melalui brand yang dibangun Pemerintah Kabupaten Purworejo, “Purworejo, Go To Agriculture Vision”,
dapat dilihat keinginan pemerintah
utamanya adalah untuk menjadikan Kabupaten Purworejo sebagai daerah agribisnis serta daerah tujuan wisata. Hal ini didasarkan pada potensi yang dimiliki kabupaten Purworejo, yaitu pada bidang pertanian dan wisata alam. Hal ini pula yang menjadi dasar Kabupaten Purworejo menetapkan target market yang sesuai, yaitu wisatawan, pebisnis, dan investor. Tjiptono (1995: 201) mengutip pendapat Rossiter dan Percy (dalam Prayitno, 1993) mengklasifikasikan tujuan promosi sebagai efek dari komunikasi adalah :
13
a. Menumbuhkan persepsi pelanggan terhadap suatu kebutuhan (category need). b. Memperkenalkan dan memberikan pemahaman tentang suatu produk kepada konsumen (brand awareness). c. Mendorong pemilihan terhadap suatu produk (brand attitude). d. Membujuk pelanggan untuk membeli suatu produk (brand purchase intention). e. Mengimbangi kelemahan unsur bauran pemasaran lain (purchase facilitation). f. Menanamkan citra produk dan perusahaan (positioning). Pemerintah Kabupaten Purworejo membuat berbagai program yang terkait dengan brand adalah untuk memperkenalkan brand kepada khalayak. Setiap program komunikasi yang dijalankan memiliki tujuannya masing-masing. Meskipun program-program tersebut memiliki tujuan utama yang sama yaitu memperkenalkan brand atau menumbuhkan kesadaran terhadap brand sekaligus membangun citra Kabupaten Purworejo. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan Shimp (2003: 50) bahwa pilihan umum dan spesifik dilakukan berdasarkan sasaran (goals) atau tujuan (objectives) yang ingin dicapai dari suatu merek. Tentunya isi dari tujuan-tujuan ini berbeda, tergantung dari kemampuan masing-masing unsur komunikasi pemasaran. Dalam melakukan bauran elemen komunikasi pemasaran, pemerintah Kabupaten Purworejo menggunakan publisitas dan personal selling. Publisitas yang dilakukan pemerintah Kabupaten Purworejo sebagai implementasi brand Kabupaten Purworejo adalah pembangunan taman brand dimana terdapat bangunan berupa logo brand Kabupaten Purworejo di bagian tenggara alun-alun Kabupaten Purworejo. Pemerintah kabupaten Purworejo juga mengaplikasikan logo brand berupa stiker, kaos, mug, gantungan kunci, payung, topi, pin, dan leaflet. Logo brand Kabupaten Purworejo juga diaplikasikan pada spanduk KPPT (Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu). Selain itu logo brand Kabupaten Purworejo juga diaplikasikan dalam kemasan produk-produk buatan Kabupaten Purworejo. BAPPEDA menggandeng para pelaku industri untuk mencantumkan logo brand tersebut dalam kemasan produk mereka. Logo brand beserta penjelasan brand juga dapat ditemukan di media internet www.purworejokab.go.id.
14
Pemerintah Kabupaten Purworejo juga melakukan penjualan atau perkenalan langsung kepada khalayak. BAPPEDA melakukan sosialisasi dengan mendirikan stand branding yang disediakan oleh Disperindag dalam acara Purworejo Ekspo pada 7 November 2012. Dalam sosialisasi ini BAPPEDA membagikan souvenir-souvenir yang telah disebutkan diatas secara cuma-cuma kepada pengunjung stand. Namun, sebelumnya pengunjung harus menjawab pertanyaan seputar brand Kabupaten Purworejo untuk mendapatkan souvenir tersebut. Dalam melakukan penjualan dan perkenalan langsung, BAPPEDA mengadakan Forum Bisnis Investasi pada 22 Juni 2013 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Forum Bisnis Investasi ini dilakukan dalam rangka pengenalan brand Kabupaten Purworejo dan produk-produk unggulan dari Kabupaten Purworejo. Dalam acara ini BAPPEDA mengundang para calon investor agribisnis, antara lain duta besar dari hongkong dan pelaku bisnis di Jakarta. Untuk memperkenalkan produknya, BAPPEDA tidak hanya melakukan presentasi. Disini BAPPEDA juga membagikan bingkisan kepada para tamu yang hadir berupa souvenir dengan logo brand Kabupaten Purworejo dan produkproduk unggulan dari Kabupaten Purworejo berupa gula kelapa dan minyak vetco. Media-media dalam memperkenalkan brand di atas dipilih pemerintah Kabupaten Purworejo karena media-media tersebut dekat dengan masyarakat. Ini akan menciptakan sebuah momentum dimana target market akan lebih sering menjumpai logo brand Kabupaten Purworejo. Dengan demikian brand tersebut akan mendapatkan tempat di benak target market sehingga akan selalu diingat dan pesan brand dapat tersampaikan. Setelah melalui seluruh proses komunikasi dan mengimplementasikan seluruh rencana yang telah dirancang, maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat penting bagi kelanjutan program yang dijalankan. Shimp (2003: 60) mengatakan bahwa evaluasi ini menjadi penting karena evaluasi ini untuk menentukan apakah upaya komunikasi pemasaran telah mencapai tujuan atau belum.
15
Evaluasi ini juga bisa dilakukan dengan meniliti pengaruh program komunikasi yang dilakukan terhadap khalayak sasaran. Penelitian yang dilakukan meliputi tindakan bertaya kepada khalayak sasaran tentang ingatan terhadap pesan, frekuensi melihatnya, subyek yang dapat diingat, cara mereka merasakan pesan, dan sikap mereka terhadap produk dan perusahaan pada waktu lalu dan saat ini. Komunikator juga perlu mengukur dampak pesan terhadap perilaku (Machfoedz, 2010: 9). Dalam melaksanakan program komunikasinya, Pemerintah Kabupaten Purworejo belum mengadakan evaluasi terhadap program yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan penulis hingga Juli 2013 ini masih dalam rangka berjalannya program-program komunikasi. Dalam melaksanakan evaluasi Pemerintah Kabupaten Purworejo haruslah mengadakan penelitian untuk mengetahui seberapa jauh tujuan telah tercapai serta program apa yang perlu diganti atau dipertahankan agar komunikasi yang dilakukan dapat lebih dimengerti oleh target market.
Kesimpulan Dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan penulis berdasarkan teori dari Terence A. Shimp, maka diperoleh kesimpulan bahwa dalam langkahlangkah pengambilan keputusan fundamental Kabupaten Purworejo menetapkan target market adalah wisatawan, pebisnis dan investor. Kabupaten Purworejo ingin memposisikan dirinya sebagai daerah tujuan investasi agribisnis dilihat dari brand yang dibangun. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan adalah untuk mengenalkan brand Kabupaten Purworejo kepada masyarakat, khususnya target market yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam
keputusan
implementasi,
Kabupaten Purworejo
menggunakan media publikasi dan personal selling untuk menyampaikan pesan. Pesan tersebut merupakan pesan brand itu sendiri, yaitu Purworejo Go Agriculture Vision. Media yang digunakan adalah media lini atas yang berupa internet dan media lini bawah yang berupa pamflet, souvenir, taman dengan tulisan brand, stiker, baliho, dan event sosialisasi brand Kabupaten Purworejo. 16
Media-media yang digunakan tersebut merupakan media yang dekat dengan masyarakat sehingga akan mendapat momentum dimana masyarakat akan melihat logo brand Kabupaten Purworejo dengan intensitas yang sering agar logo tersebut bisa berada di benak masyarakat. Namun, Kabupaten Purworejo belum melakukan evaluasi terhadap komunikasi yang dilakukan untuk memperkenalkan brand tersebut. Sesuai teori Terence A. Shimp dalam analisis, tahap evaluasi ini penting dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pesan yang telah dikomunikasikan dan bagaimana timbal balik target market yang diberikan trepan pesan. Evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan tindakan korektif program komunikasi yang seperti apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka BAPPEDA sebagai fasilitator dalam implementasi brand ini perlu mengadakan proses evaluasi program-program yang telah dilakukan. Evaluasi ini akan penting untuk menentukan program komunikasi yang efektif untuk memperkenalkan brand Kabupaten Purworejo. Selain itu, penelitian dalam evaluasi ini pun diperlukan untuk memilih program mana yang lebih efektif dan program seperti apa yang diperlukan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Serta sejauh mana brand ini dikenal oleh masyarakat. Dalam upaya menjalankan program strategi komunikasi ini sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh BAPPEDA. Perlu adanya sinergisitas dari seluruh jajaran pemerintahan dalam menjadikan brand sebagai identitas Kabupaten Purworejo. Untuk memperkenalkan brand ini perlu juga menggandeng mediamedia lokal, seperti radio lokal yang ada di Kabupaten Purworejo dan memaksimalkan website Kabupaten Purworejo agar informasi mengenai brand Kabupaten Purworejo dapat dijangkau oleh masyarakat yang lebih luas. BAPPEDA pun perlu melakukan program komunikasi brand dengan lebih intensif agar masyarakat tidak hanya mengenal brand, tetapi juga memiliki kesadaran terhadap brand Kabupaten Purworejo. 17
Daftar Pustaka Anholt, Simon. (2007). Competitive Identity: The New Brand Management For Nations, Cities and Regions. New York: Palgrave Macmillan. (http://bookfi.org/dl/702960/1d18d4 , diakses pada 20 Juni 2013) BAPPEDA. (2012). Laporan Akhir Penyusunan Branding Purworejo. Purworejo : BAPPEDA. Effendy, Onong Uchjana. (2004). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia. Kavaratzis, Mihalis. (2009). Cities and Their Brands: Lessons From Corporate Brnading. Place Branding and Public Diplomacy Vol 05, 1, 26-37. Palgrave Macmillan. Kriyantono, Rachmad. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. Machfoedz, Mahmud. (2010). Komunikasi Pemasaran Modern. Yogyakarta : Cakra ilmu. Moleong, Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Shimp, Terrence A. (2003). Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Shimp, Terence A. (2007). Advertising, Promotions, and Other Aspect of Integrated Marketing Communications. US: Thomson South-Western. Sutopo, H. B. (2002). Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Tjiptono, Fandy. (1995). Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi Offset.
18