EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP KINERJA GAPOKTAN Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
SKRIPSI
TOMY GOOM TUA SIAGIAN H34060129
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i
RINGKASAN TOMY GOOM TUA SIAGIAN, Efektivitas Program Pengembangan Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap Kinerja Gapoktan (Studi Kasus di Desa Purwosari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI). Dalam mewujudkan pengembangan usaha agribisnis dan penguatan kelembagaan pertanian maka pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang salah satu programnya adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008. Program PUAP ini berupa penyaluran modal usaha anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sedangkan untuk penyaluran modal bantuan ini dilaksanakan oleh Gapoktan. Karena pelaksanaan program secara langsung berkaitan dengan kelompok masyarakat dan rumah tangga petani, maka untuk melihat program ini berhasil atau tidak, perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja Gapoktan dan penyaluran dana bantuan PUAP oleh Gapoktan. Salah satu Gapoktan PUAP yang ada di Kabupaten Bogor adalah Gapoktan Mekar Sari. Gapoktan Mekar Sari terletak di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Waktu penelitian dilakukan pada minggu pertama april sampai dengan minggu terakhir mei tahun 2010. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 60 orang. Penelitian ini mengambil sampel petani dan pedagang yang menerima BLM-PUAP tahun 2008 dengan karakteristik usahataninya adalah komoditas padi (budidaya on-farm) dan kerajinan rumah tangga (usaha off-farm). Sampel ini terdiri dari 30 orang untuk usaha on-farm dan 30 orang untuk usaha off-farm. Efektivitas penyaluran dana PUAP dari pihak Gapoktan dapat dilihat dari beberapa tolok ukur antara lain : a) Penilaian pengurus meliputi; (1) Target dan Realisasi Pinjaman; (2) Jangkauan Pinjaman; (3) Frekuensi Pinjaman; dan (4) Persentase Tunggakan, dan b) Penilaian anggota meliputi; (1) Persyaratan awal; (2) Prosedur peminjaman; (3) Biaya administrasi; (4) Realisasi kredit; (5) Tingkat bunga; (6) Pelayanan Gapoktan; (7) Jarak atau lokasi kreditur; (8) Pembayaran cicilan kredit. Efektivitas penyaluran dana PUAP berdasarkan tanggapan dari pengguna (petani) dana PUAP dapat dianalisis menggunakan sistem pemberian skor penilaian keefektivan yang kemudian diuraikan secara deskriptif. Penentuan skor tersebut akan menggunakan skala Likert. Penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota sebelum dan setelah adanya program PUAP dapat dilihat dari delapan indikator berikut: (1) penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); (2) pertemuan/rapat dalam Gapoktan; (3) keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); (4) rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota; (5) anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; (6) anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya; (8) adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Dari seluruh indikator penilaian efektivitas, cicilan kredit mengalami hambatan dengan ditandai skor yang terendah pada sektor on-farm jika ii
dibandingkan dengan sektor off-farm. Berdasarkan delapan indikator kinerja gapoktan, terdapat lima indikator yang tidak memperlihatkan dampak dari program PUAP yang telah berlangsung. dan tiga indikator yang memperlihatkan dampak dari program PUAP, akan tetapi perubahan tersebut cenderung menurun dari kondisi sebelum adanya program PUAP. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Program PUAP tidak berdampak terhadap peningkatann kinerja Gapoktan. Untuk kedepannya, alokasi dana PUAP untuk sektor off-farm sebaiknya lebih dimaksimalkan dibandingkan sektor on-farm, melihat dari hasil efektivitas penyaluran PUAP yang menyatakan sektor off-farm lebih efektif dibandingkan dengan sektor on-farm. Untuk lebih menggairahkan petani anggota, sebaiknya pengurus dan penyuluh mulai mengembangkan sektor usaha off-farm yang mungkin dapat memberikan suasana berbeda dalam kegiatan berkelompok. Hal ini dilihat dari petani yang memiliki usaha off-farm ternyata tidak mengalami kendala dalam pembayaran kredit. Potensi ibu rumah tangga tani sangat besar dalam menyumbangkan tambahan pendapatan rumah tangga. Maka dari itu, Gapoktan harus menggerakkan kembali Kelompok Wanita Tani yang sedang pasif. Penyuluh pertanian dalam mengembangkan aktivitasnya sedapat mungkin dapat memberikan pembinaan yang maksimal terhadap unit usaha tani para anggota kelompok, disamping aktivitas administrasi pelaporan. Penelitian lanjutan mengenai struktur modal petani dan petani kecil khususnya sangat diperlukan, sebab dengan diketahuinya struktur permodalan yang dimiliki petani tersebut akan memudahkan dalam menentukan besarnya kredit yang perlu diberikan kepada tiap-tiap golongan petani yang mempunyai luas lahan garapan yang berbeda.
iii
EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP KINERJA GAPOKTAN Studi Kasus di Desa Purwosari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
TOMY GOOM TUA SIAGIAN H34060129
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 iv
Judul Skripsi
: Efektivitas Program Pengembangan Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Gapoktan (Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)
Nama
: Tomy Goom Tua Siagian
NIM
: H34060129
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP. 19600611 198403 1 002
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus : v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Efektivitas Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Gapoktan (Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum disajikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah diterbitkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Tomy Goom Tua Siagian H34060129
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Juli 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hulman Siagian dan Ibunda Linda Sinaga. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Yapena 45 Medan pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP St. Maria Medan. Pendidikan menengah lanjutan atas di SMAN 5 Medan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006. Kemudian diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui seleksi Program Studi Mayor dan Minor pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Pertanian Bogor pada Komisi Pelayanan Khusus (Kopelkhu) periode 2007-2009 dan pernah menjabat ketua Badan Pengawas Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) periode 2008-2009.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Gapoktan (Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)”. Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas penyaluran dana PUAP pada sektor budidaya (on-farm) dibandingkan dengan sektor nonbudidaya (offfarm) serta mengevaluasi dampak program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap kinerja Gapoktan. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2010
Tomy Goom Tua Siagian
viii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM. yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Para petani dan pedagang Desa Purwasari serta para pengurus Gapoktan Mekarsari atas waktu, kesempatan, dan dukungan yang diberikan. 5. Para penyuluh dan Aparat Desa Purwasari atas bantuan dan informasi selama melakukan penelitian ini. 6. Orangtua dan keluarga tercinta (Tomo, Bonando, dan Agnes) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 7. Rany Tresia Situmorang atas doa dan dukungannya selama ini. 8. Teman-teman Komisi Pelayanan Khusus (Ando, Kristiawan, Hollan, Ucok, Silvester, Dina, Rena, Martha, Maria, Milka, Tika, Vety, Joe, Lastri, Sastri, Mario). 9. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 43 (Yully, Novy, Desi, Aries, Syura, Rizka, Tita, Irene, Gladys, Wiwi, Prita, Bagus, Faisal, Haris, dll) atas semangat dan sharing penelitian hingga penulisan skripsi,
10. Reinhart, Marven, Ricky, Agnes, Putri atas dukungan dan motivasi selama dalam menyelesaikan penelitian ini.
Bogor, Juli 2010 Tomy Goom Tua Siagian ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 1.5 Ruang Lingkup ..........................................................................
II
III
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian ...... 2.1.1 Program PUAP ................................................................ 2.1.2 Sasaran Program PUAP .................................................. 2.1.3 Pola Dasar PUAP ............................................................ 2.1.4 Strategi Dasar PUAP ....................................................... 2.1.5 Strategi Operasional PUAP ............................................. 2.1.6 Ruang Lingkup Kegiatan PUAP ..................................... 2.1.7 Kriteria Seleksi Desa PUAP ............................................ 2.1.8 Kriteria Gapoktan Penerima PUAP................................... 2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan ..................................... 2.3 Kelompok Tani ......................................................................... 2.3.1 Efektivitas Kelompok Tani ............................................ 2.3.2 Kinerja Kelompok Tani .................................................. 2.4 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) .................................... 2.5 Kajian Empiris .......................................................................... 2.5.1 Studi Terdahulu Mengenai Program Bantuan Penguatan Modal .............................................................................. 2.5.2 Studi Terdahulu Mengenai PUAP .................................. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Indikator Keberhasilan Program PUAP ......................... 3.1.2 Penilaian Kinerja Gapoktan ........................................... 3.2 Konsep Agribisnis ................................................................... 3.2.1 Konsep Usaha Pertanian Budidaya (on-farm) ................ 3.2.2 Konsep Usaha Pertanian NonBudidaya (off-farm) ......... 3.3 Konsep Penyaluran Dana PUAP 3.3.1 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Pengurus ........................................................ 3.3.2 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Anggota ........................................................ 3.4 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
1 11 13 13 14 15 18 19 20 20 20 21 21 23 24 26 27 27 28 29 30 34
36 37 40 42 44
45 46 47 x
IV
V
VI
VII
METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu .................................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 4.4 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 4.5.1 Identifikasi Karakteristik Gapoktan PUAP ................... 4.5.2 Analisis Efektivitas Penyaluran Dana BLM-PUAP ...... 4.5.3 Analisis Kinerja Gapoktan Sebelum dan Sesudah adanya PUAP ................................................................ GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Wilayah Administrasi Desa ..................................................... 5.2 Kependudukan dan Pendidikan ............................................... HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Gapoktan Mekarsari di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga ................................................................ 6.2 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP pada Gapoktan 6.2.1 Karakteristik Debitur (Peminjam) dana PUAP pada Gapoktan Mekar Sari .................................................... 6.2.2 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak Penyalur (pengurus Gapoktan) .............. 6.2.3 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengguna (anggota Gapoktan) ......................... 6.3 Kinerja Organisasi Gapoktan Sebelum dan Sesudah adanya PUAP ...................................................................................... 6.4 Implikasi Kebijakan Program PUAP terhadap Kinerja Gapoktan .................................................................................
50 51 51 52 53 53 54 56 60 61
63
78 86 94 103 106
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .............................................................................. 7.2 Saran ......................................................................................
110 112
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
113
LAMPIRAN ...............................................................................................
117
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha ...................................
2
Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama (jiwa) ................................................................
3
Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007 .............................................................
4
Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kecamatan Dramaga...................................................................
10
Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang dilakukan ........................................................................................
35
6.
Skala Skor Penilaian Efektivitas ............................................................
56
7.
Penggunaan Lahan, Desa Purwasari, 2005 ...................................
60
8.
Produksi, Produktivitas, dan Luas Lahan Komoditas Unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 ........................................................
61
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Purwasari tahun 2010 ..................................................................................
62
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Purwasari, 2005 ..............................................................................................
62
Perkembangan Jumlah Anggota Gapoktan Mekar Sari Sebelum dan Sesudah adanya PUAP.............................................................
71
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Umur di Desa Purwasari ......................................................................................
79
Jumlah dan Persentase Peminjam Dana PUAP berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................
80
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....................................................................................
81
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ...................................................................
82
2. 3.
4.
5.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
xii
Nomor 16.
Halaman Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Usaha ............................................................................................
83
17.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Usaha .....
84
18.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Menetap di Lokasi Usaha ............................................................................
85
Persentase Jumlah Pengajuan Pinjaman PUAP Berdasarkan Sektor Usaha ................................................................................
89
Persentase Jumlah Peminjam Dana PUAP Berdasarkan Jenis Kelamin .........................................................................................
90
Jumlah Peminjam Tiap Kelompok Tani Berdasarkan Jumlah Transaksi Peminjaman .....................................................................
92
Jumlah Tunggakan Berdasarkan Jumlah Peminjam Pada Setiap Tahap Peminjaman ............................................................
93
Kategori Penilaian Efektivitas Penyaluran Kredit PUAP Pada Sektor On-Farm dan Off-Farm ............................................
99
19.
20.
21.
22.
23.
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Mekanisme Penetapan Desa dan Gapoktan PUAP 2008 ..............
23
2.
Sistem Agribisnis ..........................................................................
41
3.
Kerangka Pemikiran .....................................................................
49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2008 ................................................
118
Daftar Nama Desa Penerima Dana PUAP di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ........................................................................
120
Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Komoditi Padi di Kecamatan Dramaga Tahun 2008 ...................................
121
4.
Hasil Output SPSS untuk Kinerja Gapoktan .........................................
122
5.
Hasil Output Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengguna (Petani) ....................................................................
130
2. 3.
6.
Dokumentasi foto selama melakukan penelitian di lapang ............................................................................................
133
xv
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran penting sektor pertanian telah terbukti dari keberhasilan sektor pertanian pada saat krisis ekonomi dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok dalam jumlah yang memadai dan tingkat pertumbuhannya yang positif dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor pertanian mempunyai peran langsung dan tidak langsung dalam perekonomian nasional. Peran langsung sektor pertanian dapat dilihat dengan pendekatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan sumber devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat. Untuk peran tidak langsungnya sektor petanian dapat dilihat melalui efek pengganda (multiplier effect) berupa keterkaitan input dan output antar industri, konsumsi dan investasi (Departemen Pertanian, 2007). Kontribusi sektor pertanian primer terhadap perekonomian indonesia yang dapat dilihat dari struktur Produk Domestik Bruto mengalami penurunan pada beberapa periode tahun. Terlihat pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian sebesar 14,3 persen, dan kontribusi ini menurun pada tahun 2006 hingga 2007 masing-masing menjadi 13,00 persen dan 13,7 persen. Akan tetapi pada tahun 2008 dan 2009, kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 14,5 persen
dan 15,3 persen.
Berbeda halnya dengan sektor pertanian turunan,
walaupun kontribusinya cenderung menurun dalam produk domestik bruto akan tetapi persentasenya cenderung lebih besar daripada sektor pertanian primer (selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1). Dari data pada Tabel. 1 dapat dilihat adanya perubahan struktur pembangunan yaitu dari sektor pertanian primer ke sektor industri olahan (sektor pertanian turunan). Perubahan ini sangat mempengaruhi distribusi pendapatan di berbagai sektor usaha, tidak terkecuali dalam penggunaan tenaga kerja.
1
Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Lapang Usaha
Sektor Pertanian Primer
2004
2005
2006
2007
2008
2009
14,3
13,1
13,0
13,7
14,5
15,3
Tanaman Bahan Makanan
7,2
6,5
6,4
6,7
7,1
7,5
Tanaman Perkebunan
2,2
2,0
1,9
2,1
2,1
2,0
Peternakan
1,8
1,6
1,5
1,6
1,7
1,9
Perikanan
2,3
0,8
2,2
2,5
2,8
3,2
Kehutanan
0,9
2,2
0,9
0,9
0,8
0,8
31,9
30,1
29,4
29,2
28,7
27,9
7,1
6,4
6,4
6,7
7,0
7,0
3,1
2,8
2,7
2,4
2,1
2,1
1,4
1,3
1,3
1,4
1,5
1,4
Industri Produk Kertas dan Percetakan
1,4
1,2
1,2
1,2
1,0
1,1
Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet
2,8
2,8
2,8
2,8
3,1
2,9
16,1
15,6
15,0
14,9
14,0
13,4
Sektor Pertanian Turunan Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Produk Lainnya
Perdagangan, Hotel & Restoran Sumber: BPS, 2009 (data diolah)
Menurut Simatupang (1997), sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran. Sektor pertanian primer merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, pembangunan pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengentasan kemiskinan. Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kesempatan kerja menurut sektor ekonomi tahun 2006–2007, menyatakan bahwa sektor industri pengolahan yang berkontribusi pada PDB sebesar 16,69 persen dan tahun 2006 dan 16,68 persen tahun 2007, hanya menyerap tenaga kerja sebesar 16,67 persen pada tahun 20062007, dibandingkan dengan sektor pertanian tahun 2006-2007 yang justru masih dapat menyerap tenaga kerja masing-masing sebesar 56,34 persen pada tahun 2006 dan 55,58 persen pada tahun 2007.
2
Tabel 2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama (jiwa) No.
Tahun
Sektor Usaha
2004
2005
2006
2007
40.608.019
41.309.776
40.136.242
41. 206.474
(57,36 %)
(58,04 %)
(56,34 %)
(55,58 %)
Pertanian, 1.
Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
2.
Industri Pengolahan
11. 070. 498 11. 952. 985
11. 890.170 12. 368. 729
(15,64 %)
(16,80 %)
(16,69 %)
(16,68 %)
Besar, Eceran,
19.119.156
17 909 147
19.215.660
20.554.650
Rumah Makan,
(27,00 %)
(25,16 %)
(26,97 %)
(27,74 %)
70.797.673
71.171.908
71.242.072
74.129.853
Perdagangan 3.
dan Hotel Total
Sumber : BPS, 2009 (data diolah)
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa tingkat produktivitas yang rendah serta penerimaan pendapatan yang sangat rendah yang terjadi di sektor pertanian juga turut mempengaruhi penggunaan tenaga kerja di sektor usaha masing-masing, sehingga yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa. Hal ini sangat kontraproduktif dimana sektor pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja justru semakin terabaikan dibandingkan sektor yang lain seperti sektor industri. Sekitar 70 persen petani padi Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berpendapatan rendah (Suryana, dkk, 2001). Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada periode 2001-2007 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dari 37,90 juta jiwa menjadi 38,52 juta jiwa. Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat jumlah penduduk miskin cenderung lebih banyak berada di daerah perdesaan dari pada di perkotaan.
3
Tabel 3. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007 Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
(Juta)
(%)
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
2001
8,60
29,30
37,90
9,76
24,84
18,41
2002
13,30
25,10
38,40
14,46
21,10
18,20
2003
12,20
25,10
37,30
13,57
20,23
17,42
2004
11,40
24,80
36,10
12,13
20,11
16,66
2005
12,40
22,70
35,10
11,68
19,98
15,97
2006
14,49
24,81
39,30
13,47
21,81
17,75
2007
14,20
24,32
38,52
12,49
21,89
17,19
Sumber : BPS, 2008 (data diolah) 1
Data ini dapat menunjukkan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Sekitar 63,4 % dari jumlah penduduk miskin yang tercatat 38,52 juta jiwa tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 % berada pada skala mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar (Departemen Pertanian, 2009). Menurut Sumedi dan Supadi (2004), tingkat pendapatan masyarakat perdesaan lebih sensitif (elastis) terhadap perubahan struktur perekonomian. Diduga hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat miskin di perdesaan memiliki tingkat pendapatan di sekitar batas garis kemiskinan, Dengan demikian, adanya perbaikan struktur perekonomian yang meningkatkan pendapatan masyarakat dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan. Sebaliknya, adanya krisis ekonomi yang menurunkan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin besar. Potensi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar, sehingga dibutuhkan suatu program yang dapat mengembangkan potensi perdesaan yang sampai saat ini masih menjadi pusat usaha pertanian untuk mampu berkembang dan berdiri sendiri serta meningkatkan kesejahteraan
1
BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http://www. Google.com//search//penduduk Indonesia//penduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009].
4
masyarakat perdesaan yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Tingkat
pendidikan
kepala
rumah
tangga
yang
rendah
sangat
mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah perdesaan. Hasil penelitian Darwis dan Nurmanaf (2001) menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen kepala rumah tangga miskin di perdesaan tidak tamat Sekolah Dasar dan kurang dari 25 persen yang menamatkan Sekolah Dasar. Lebih lanjut disebutkan bahwa rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Dengan demikian, bila diasumsikan bahwa jumlah anggota rumah tangga merupakan beban tanggungan pengeluaran, maka dapat disimpulkan bahwa rumah tangga miskin memiliki beban yang lebih berat dalam mencukupi kebutuhan anggota keluarganya dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Hasil penelitian Yusdja et al. (2003) menunjukkan bahwa lebih dari 62 persen angkatan kerja rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian di perdesaan, disusul pada kegiatan di sektor perdagangan sebagai pedagang kecil (10 persen), industri rumah tangga (7 persen) dan jasa (6 persen). Menurut Susanto (2005), penyebab kemiskinan di perdesaan umumnya bersumber dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian sampai dengan tahun 1993 mengalami penurunan 3,8 persen dari 18.3 juta Ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga disebabkan oleh ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor pertanian di perdesaan menurun. Tahun 1985 alokasi kredit untuk sektor pertanian mencapai 8 persen dari seluruh kredit perbankan, dan hanya naik 2 persen pada tahun 2000 menjadi 10 persen. Pada
umumnya
masalah
kemiskinan
berhubungan
erat
dengan
2
permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman (2008) , beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang 2
Lukman Hakim. 2008. Kelembagaan dan http://www.google.com//kelembagaan//html. [17 April 2009].
Kemiskinan
Indonesia.
5
dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dari petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah keberpihakan pemerintah di sektor industri daripada sektor pertanian yang berdampak pada semakin sempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman. Keempat, masalah paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan
memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya
asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani3. Permodalan berkaitan erat dengan penyaluran modal bagi petani. Lemahnya permodalan masih menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha pertanian. Selama ini kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan 3
Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http://www.pdfgeni.com//pertanian indonesia.html. [17 April 2009].
6
perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dimana tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Untuk mengatasi masalah tersebut, selama lebih dari empat dekade, pemerintah telah meluncurkan beberapa kredit program/bantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian, melalui beberapa bentuk skim seperti dana bergulir, penguatan modal, subsidi bunga, maupun yang mengarah komersial. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, bahkan belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi. Hingga sampai saat ini lembaga penjamin belum berkembang dan lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian juga belum ada (Syahyuti, 2007). Sejak dekade tahun 1950-an semakin disadari bahwa kelembagaan menjadi unsur penting bagi usaha memajukan pertanian di negara-negara berkembang di kawasan, yang bercirikan padat penduduk. Bahkan lebih lanjut, Nasution (1987) menyatakan bahwa dalam pembangunan pertanian dan perdesaan, masalah-masalah internal dan eksternal didalamnya merupakan masalah kelembagaan yang pemecahannya hanya dapat dilakukan oleh reformasi kelembagaan. Tanpa adanya sistem kelembagaan yang kondusif sebagai sarana untuk melaksanakan strategi pembangunan, maka kesejahteraan yang lebih baik akan sulit dicapai, bahkan akan semakin jauh. Dengan demikian, dalam proses pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat terutama yang ada di pertanian dan perdesaan, kelembagaan merupakan unsur strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan yang berbasis pada sumberdaya dan potensi lokal di daerah tersebut4. Departemen Pertanian menargetkan akan membentuk satu Gapoktan di setiap desa khususnya yang berbasiskan pertanian (Deptan, 2008). Ini merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an Gapoktan telah dikenal. Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. 4
Lukman, M Baga. dkk., 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis
7
Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani. Akan tetapi kelembagaan yang seharusnya merupakan ’gerbang’ hingga saat ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh para petani. Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini memiliki tujuan, pertama, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. Kedua, meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. Ketiga, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. dan keempat, meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Deptan,2009). Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai Rp 1,0573 Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta jiwa5. Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani
5
Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri Tahun Anggaran 2007-2008. www.google.com//search//PNPM mandiri.html. [Terhubung Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009.
8
(Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis kedepannya. Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 provinsi, 389 kabupaten atau kota, 3.065 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin (Lihat di Lampiran 1). Salah satu propinsi yang memperoleh PUAP adalah Jawa Barat. Dana PUAP ini dialokasikan ke 21 kabupaten/kota, 225 kecamatan, 621 desa yang ada di Provinsi Jawa Barat. Untuk kabupaten Bogor sendiri terdapat 25 Desa yang menerima bantuan dana PUAP. Salah satu kecamatan yang menerima dana PUAP adalah kecamatan Dramaga (untuk lebih jelas dapat dilihat di Lampiran II) Sektor pertanian di kabupaten Bogor memegang peranan sangat penting mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di kabupaten Bogor masih tergolong desa Perdesaan yang menitik beratkan pada sektor pertanian terutama komoditi padi. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2008 seluas 48.888 Ha, sedangkan lahan kering seluas 275.509 Ha. Adapun produksi padi sawah tahun 2008 sebanyak 480.211 ton dan padi gogo/ladang sebanyak 6.985 ton. Sebelum adanya PUAP, kabupaten Bogor telah banyak menerima program bantuan pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Hampir seluruh program tersebut berkaitan dengan pengembangan kelembagaan di perdesaan. Salah satu kelembagaan yang menjadi fokus utama adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Beberapa program tersebut antara lain : (1) Pengadaan Sarana Produksi Pertanian, (2) Usaha Jual-Beli Sayuran Organik, (3) Budidaya Ternak Bersama, dan (4) Bantuan Simpan-Pinjam6. Kabupaten Bogor memiliki beberapa keunggulan dalam kelembagaan di perdesaan, salah satunya yakni kabupaten Bogor memiliki beberapa Gapoktan Percontohan PUAP untuk tahun 2008 yaitu : a. Gapoktan Budaya Tani (Kecamatan Tenjo); b. Gapoktan Mekarsari (Kecamatan Taman Sari); c. 6
BP4K.2010, Diskusi singkat dengan Kepala Badan pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K).
9
Gapoktan Bunga Wortel (Kecamatan Cisarua); d. Gapoktan Mekarsari (Kecamatan Dramaga)7. Tabel 4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kecamatan Dramaga No
Desa
Pertanian (%)
Non Pertanian (%)
1
Purwasari
51,02 %
48,98 %
2
Petir
45,27 %
54,73 %
3
Sukadamai
35,12 %
64,88 %
4
Sukawening
49,80 %
50,20 %
5
Neglasari
51,37 %
48,63 %
6
Sinar Sari
23,69 %
76,31 %
7
Ciherang
12,83 %
87,17 %
8
Dramaga
5,20 %
94,80 %
9
Babakan
0,60 %
99,40 %
10
Cikarawang
65,42 %
34,58 %
Sumber : Profil Desa, 2008 (data diolah)
Salah satu Gapoktan PUAP yang ada di kabupaten Bogor adalah Gapoktan Mekarsari. Gapoktan Mekarsari terletak di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Sebagian besar penduduk Desa Purwasari menggantungkan hidup pada sumber penghasilan dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari persentase rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Dramaga tahun 2008, Desa Purwasari memiliki persentase rumah tangga sebesar 51,02 % yang hidup pada sektor pertanian. Untuk desa yang menerima bantuan dana PUAP tahun 2008, Desa Purwasari merupakan desa yang memiliki persentase terbesar yang penduduknya berada pada sektor pertanian.
7
BP4K.2010, Rapat Koordinasi Evaluasi PUAP.
10
1.2 Perumusan Masalah Dalam mewujudkan pengembangan usaha agribisnis dan penguatan kelembagaan pertanian maka pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang salah satu programnya adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008. Program PUAP ini berupa penyaluran modal usaha anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sedangkan untuk penyaluran modal bantuan ini dilaksanakan oleh Gapoktan. Bantuan modal yang selama ini diberikan Pemerintah kepada para petani umumnya dalam bentuk uang. Pada beberapa kasus didaerah, banyak bantuan dana dari pemerintah yang diselewengkan untuk kegiatan lain diluar pertanian. Bahkan di daerah tertentu, Gapoktan sengaja dibentuk untuk memperoleh bantuan dana tersebut. Setelah Gapoktan terbentuk, dana tersebut hilang begitu saja berikut dengan Gapoktan yang hanya tinggal nama. Karena pelaksanaan program PUAP secara langsung berkaitan dengan kelompok masyarakat dan rumah tangga petani, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap penyaluran dana bantuan PUAP oleh Gapoktan tersebut. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah dana bantuan tersebut tepat sasaran dalam arti dapat dirasakan manfaatnya oleh para anggota Gapoktan atau hanya dirasakan oleh pihak-pihak tertentu. Evaluasi ini juga berguna untuk melihat apakah dana tersebut digunakan untuk kegiatan usaha pertanian atau sebaliknya digunakan untuk kegiatan-kegiatan diluar usaha pertanian. Sektor off-farm erat kaitannya dengan proses nilai tambah pada suatu produk pertanian. Proses ini yang selalu menjadi kelemahan dalam pertanian di Indonesia. Banyak petani dan kelompok tani yang tidak berkembang didalam sektor ini. Selama ini bantuan kredit pemerintah hanya fokus pada kegiatan budidaya saja. Sedangkan menurut tujuan pemanfaatannya, dana bantuan PUAP ini tidak hanya digunakan pada kegiatan budidaya (on-farm) saja melainkan kegiatan usaha diluar budidaya (off-farm) juga. Penelitian PUAP sebelumnya hanya mengkaji proses penyaluran PUAP pada sektor budidaya saja (Prihartono, 2009). Maka dari itu menjadi menarik untuk diteliti yakni dari kedua sektor usaha 11
tersebut, sektor manakah yang lebih efektif dalam penyalurkan dana bantuan PUAP. Hasil penelitian ini akan berguna untuk pengembangan program PUAP selanjutnya dalam hal pengalokasian dana pada masing-masing sektor. Masalah lain yang timbul dalam pengembangan kelembagaan selama ini khususnya Gapoktan masih berdasarkan pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Pengembangan kelembagaan
ini
masih
memperlihatkan
kegagalan
(Syahyuti,
2007).
Pemberdayaan petani dan usaha kecil di perdesaan oleh pemerintah hampir selalu menggunakan pendekatan kelompok. Salah satu kelemahan yang mendasar adalah kegagalan pengembangan kelompok dimaksud, karena tidak dilakukan melalui proses sosial yang matang. Kelompok yang dibentuk terlihat hanya sebagai alat kelengkapan proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat secara hakiki. Introduksi kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan lokal yang telah ada, serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan. Pendekatan yang top-down planning menyebabkan partisipasi masyarakat tidak tumbuh. PUAP merupakan program pemerintah yang menggunakan pendekatan top-down planning. Maka dari itu evaluasi penting untuk melihat apakah setelah adanya program PUAP, peran Gapoktan mengalami peningkatan atau tidak yang dapat dilihat dati aktivitas dalam Gapoktan seperti pertemuan rutin, penyusunan Rencana Usaha Kerja (RUK) dan Rencana Kerja Bersama, serta kegiatan usaha pertanian yang dilakukan secara bersama maupun prinsip-prinsip kebersamaan dan kemitraan lainnya. Untuk melihat keberhasilan dalam penyaluran BLM-PUAP, penelitian ini akan mengkaji dengan membandingkan penyaluran BLM-PUAP oleh Gapoktan yang memiliki dua sektor usaha pertaniannya. Gapoktan tersebut adalah Gapoktan yang memiliki sektor usaha on-farm dan sektor usaha off-farm. Sedangkan untuk melihat keberhasilan dalam peningkatan peran Gapoktan, penelitian ini akan mengkaji dengan membandingkan kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah program PUAP.
12
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ? 2. Bagaimana efektivitas penyaluran BLM-PUAP untuk sektor on-farm dan offfarm pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah PUAP pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi
karakteristik
Gapoktan
PUAP
di
Desa
Purwasari,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis efektivitas penyaluran BLM-PUAP untuk sektor on-farm dan off-farm pada Gapoktan Mekarsari di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah PUAP pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna : 1.
Bagi penulis untuk pengalaman dan wadah pelatihan dalam teori-teori serta aplikasi konsep-konsep ilmu yang diperoleh dalam bangku perkuliahan
2.
Bagi Gapoktan, sebagai bahan masukan perbaikan terhadap perkembangan Gapoktan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
3.
Bagi Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan diharapkan bisa memperoleh masukan dan evaluasi serta penilaian kinerja dari masingmasing Gapoktan hasil binaan mereka.
4.
Bagi Pemerintah khususnya Departemen Pertanian diharapkan dapat memperoleh masukan dan evaluasi serta penilaian bagi efektivitas penyaluran bantuan modal bagi petani sehingga kedepannya program pemerintah lebih efisien dalam pelaksanaannya. 13
5.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan studi kasus yang hanya fokus pada Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dikarenakan keterbatasan waktu, dana penelitian, dan kesediaan gapoktan untuk diteliti. Penelitian ini juga hanya fokus pada salah satu Gapoktan yang menerima dana PUAP untuk tahun 2008 saja.
14
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan (Hasan,1979 dalam Lubis 2005). Pada tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal lebih disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit. Untuk mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. 15
Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani (Lubis, 2005). Skim program ini pengaturannya melalui bank pelaksana yang disalurkan melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga tersebut dana tersebut disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana tersebut dilakukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Adanya program ini, pemerintah sebenarnya telah memberikan subsidi pada beberapa hal, antara lain subsidi terhadap tingkat suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit, serta subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit. Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi; bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005). Tahun 2003, pemerintah mengeluarkan program baru yang disebut DPMLUEP atau Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan. Kegiatan DPM-LUEP merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dalam rangka stabilisasi harga gabah terutama pada saat panen raya. Bentuk kegiatan ini 16
adalah memberikan sejumlah dana pinjaman kepada LUEP untuk membeli gabah petani dengan harga pokok yang telah ditetapkan pemerintah yakni harga pembelian pemerintah (HPP) dan sebagai imbalannya LUEP tidak perlu membayar bunga untuk penerimaan Dana Penguatan Modal (DPM) tersebut. Kegiatan DPM-LUEP muncul untuk mengatasi masalah harga gabah yang rendah terutama pada saat panen raya, sehingga petani sangat dirugikan (Yusdja, 2007). Salah satu instrumen untuk mengatasi turunnya harga gabah petani pada saat panen raya adalah melalui pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran gabah. Lembaga ini diharapkan dapat berperan dalam pembelian gabah petani dengan harga yang wajar, mengeringkannya, menyimpan kemudian menjualnya dalam bentuk gabah kering giling, atau menjualnya setelah diproses menjadi beras. Jika lembaga ini berfungsi dengan baik, akan terjadi kerja sama yang saling menguntungkan (winwin collaboration) antara petani dan lembaga. Petani mendapat manfaat karena menerima harga gabah yang wajar, sedangkan lembaga mendapatkan nilai tambah dari pengolahan, penyimpanan dan penjualan gabah/beras (Hermanto, 2003). Saat musim panen raya tiba harga gabah di daerah sentra produksi turun, sehingga mengakibatkan kerugian pada petani. Dengan adanya DPM-LUEP yang disediakan APBN serta dipinjamkan kepada LUEP tanpa dibebani bunga, diharapkan akan dapat menyerap gabah petani dengan harga yang wajar dan seoptimal mungkin, yang dapat mendukung upaya stabilisasi harga gabah/beras. Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) merupakan sarana pemasaran gabah yang baru bagi petani padi karena sebelumnya mereka memanfaatkan penebas untuk memasarkan produknya. Sarana pemasaran produk gabah/beras yang baru ini, akan ditanggapi oleh petani padi. Segala informasi dan stimulus yang diterima petani padi mengenai LUEP tersebut diseleksi kemudian disusun menjadi kesatuan yang bermakna dan akhirnya timbulah persepsi pada diri petani padi terhadap peran LUEP. Seiring
dengan
perkembangan
dan
perubahan
kepemimpinan
di
pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun ikut berubah dan dimodifikasi lagi agar lebih baik. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama 17
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP untuk dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan, 2008). 2.1.1 Program PUAP Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunanya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas progrowth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) Revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat (BLM) sebagai implementasi dari program PNP Mandiri, beserta program lainnya seperti Primatani, DEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Tertinggal (IDT), 18
program Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Bantuan Perbenihan (BLBU), LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada dasarnya tingkat kemiskinan suatu masyarakat berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi pendapatan. Artinya, kesenjangan distribusi pendapatan berkorelasi positif dengan besarnya proporsi rumah tangga miskin pada suatu komunitas. Kegiatan PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok tani/Gapoktan, yang selanjutnya akan diberikan kepada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian. Tujuan utama Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk8 : a. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; b. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan
untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis; d. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau
mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
2.1.2 Sasaran Program PUAP Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP ini adalah : a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa. b. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman.
8
Pedoman PUAP. Deptan.2008
19
2.1.3 Pola Dasar PUAP Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) keberadaan Gapoktan; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pendamping; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani. 2.1.4 Strategi Dasar PUAP Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: a. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; b. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal; c. penguatan modal petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan; dan d. pendampingan bagi Gapoktan 2.1.5 Strategi Operasional PUAP Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: a) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui: i) pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP; ii) rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; iii) pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan iv) pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT. b) Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui: i) identifikasi potensi desa; ii) penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) unggulan; dan iii) penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan. 20
c) Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: i) penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan; ii) fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya. d) Pandampingan Gapoktan dilaksanakan melalui: i) penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap Gapoktan; dan ii) penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupaten/kota. 2.1.6 Ruang Lingkup Kegiatan PUAP Ruang lingkup kegiatan PUAP, meliputi : a) Identifikasi, verifikasi dan penetapan Desa PUAP; b) Identifikasi dan penetapan Gapoktan penerima BLM PUAP; c) Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus Gapoktan; d) Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT; e) Sosialisasi Kegiatan PUAP; f) Pendampingan; g) Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat; h) Pembinaan dan Pengendalian; dan i) Evaluasi dan pelaporan. 2.1.7 Kriteria Seleksi Desa PUAP Terdapat beberapa tahapan dalam penentuan kriteria seleksi desa PUAP yakni : a. Tahapan Penetapan Kuota Desa : Penentuan kuota desa dilaksanakan di Pusat oleh Kelompok Kerja (Pokja) Identifikasi PUAP. Penetapan kuota desa dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria desa miskin yang mempunyai potensi pertanian yang berasal dari : (1) Data lokasi PNPM-Mandiri; (2) Data desa miskin dari BPS; (3) Data desa program Departemen Pertanian. Kuota desa yang menjadi sasaran penerima bantuan modal usaha PUAP juga memperhatikan dan mempertimbangkan usulan
21
Bupati/walikota, usulan aspirasi masyarakat dan usulan unit kerja lingkup Departemen Pertanian. b. Tahapan Pengusulan dan Penetapan Desa, yakni : i) Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan identifikasi calon desa PUAP sesuai dengan indikator desa PUAP yang telah ditetapkan oleh Tim PUAP Pusat. ii) Calon desa PUAP 2009 diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Tim PUAP Pusat dengan tembusan kepada Tim Pembina Provinsi. iii) Usulan aspirasi masyarakat dan unit kerja lingkup Departemen Pertanian disampaikan langsung kepada Tim PUAP Pusat. iv) Berdasarkan usulan pada butir b dan c, Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi berdasarkan kriteria desa miskin, desa yang belum menerima PUAP tahun sebelumnya dan, kesesuaian nomenklatur Permendagri Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. v) Hasil verifikasi selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai desa penerima dana BLM PUAP. c. Tahapan Penetapan Gapoktan/Poktan, yakni : i) Kepala Desa/Lurah lokasi desa PUAP yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, mengusulkan calon Gapoktan penerima BLM PUAP kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota; ii) Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan verifikasi calon Gapoktan usulan kepala Desa/Lurah untuk ditetapkan oleh Bupati/Walikota; iii) Pengurus Gapoktan yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota mengisi Formulir; iv) Bupati/Walikota mengusulkan Gapoktan penerima BLM PUAP kepada Tim PUAP Pusat dengan tembusan Tim Pembina Provinsi; v) Berdasarkan usulan Bupati/walikota, Menteri Pertanian menetapkan Gapoktan penerima BLM PUAP TA 2009.
22
Provinsi
Tim Teknis Kab/Kota
Desa/Kelurahan
Gambar 1. Mekanisme Penetapan Desa dan Gapoktan PUAP 2008 Sumber : Pedoman Umum PUAP, 2008
2.1.8 Kriteria Gapoktan Penerima BLM – PUAP Gapoktan penerima bantuan modal usaha PUAP harus berada pada desa PUAP dengan kriteria sebagai berikut: a. Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis; b. Mempunyai struktur kepengurusan yang aktif; c. Dimiliki dan dikelola oleh petani, Ketua Gapoktan adalah petani yang domisili dilokasi; d. Dikukuhkan dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota; e. Apabila di desa tersebut tidak terdapat Gapoktan dan baru ada Poktan, maka Poktan dapat ditunjuk menjadi penerima BLM PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi Gapoktan.
23
Gapoktan
Tim Pembina
Penetapan
penetapan gapoktan
Tim PUAP Pusat
Tembusaan
Desa
Tembusan Penetapan
SK. Penetapan Desa
Menteri Pertanian
2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin seharihari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Gunadi (1998) dalam Nasution (2002), kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)9. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya. Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu : a. Batas kewenangan ( jurisdictional boundary) Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut. b. Hak Kepemilikan (Property Right) Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimplikasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat perserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus 9
Dalam Baga, dkk.2008. Diktat Kuliah Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis.
24
yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya. c. Aturan representasi (Rule of Representation) Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut. Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan. Kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain; kedua, kelembagaan tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolongmenolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga diperdesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok tani (Gapoktan).
25
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi dari output tersebut. 2.3 Kelompok Tani Petani adalah warga Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang pertanian, wanatani, minatani, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan di dalam dan di sekitar hutan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang (Peraturan Menteri Pertanian No: 273/Kpts/OT.160/4/2007). Agar petani memiliki wadah untuk belajar, mengajar, bekerjasama antar petani maupun kelompok lain serta mencapai usaha skala ekonomi diwajibkan membentuk kelompok tani. Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan (sosial-ekonomi–sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok adalah himpunan dua orang atau lebih dengan dasar : 1) persepsi yang sama, 2) motivasi tertentu, 3) maksud dan tujuan, 4) pengorganisasian peranan, norma, dan kedudukan tertentu, 5) adanya saling ketergantungan, dan 6) adanya interaksi. Agar kelompok tani lebih efektif dalam melaksanakan kegiatannya, maka jumlah yang optimal adalah 10-25 orang (Departemen Pertanian, 2008). Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
26
2.3.1 Efektivitas Kelompok Tani Soedijanto, 1997 mengemukakan bahwa komponen efektivitas kelompok tani memiliki pengaruh kepada kinerja kelompok tani terdiri dari : (1) perubahan perilaku petani, (2) perubahan produktivitas petani anggota kelompok, (3) wawasan kelompok, (4) tingkat keberhasilan kegiatan, (5) moral kelompok dan (6) imbas kelompok. Menurut Deptan (1996), adanya efektivitas kelompok tani adalah akibat dari adanya ciri-ciri kelompok dan pengaruh faktor luar kelompok. Ciri kelompok ini meliputi kepemimpinan kelompok, kehomogenan kelompok, struktur kelompok, umur kelompok, dan waktu pertemuan kelompok. Faktor luar terdiri dari dukungan pemimpin formal, dukungan pemimpin informal, tingkat penguasaan materi PPL dan tingkat karya PPL. 2.3.2 Kinerja Kelompok Tani Kinerja kelompok tani dapat diukur berdasarkan kemampuannya dalam menerapkan lima tolok ukur kemampuan kelompok (Pusat Penyuluh Pertanian, 1996), yang selanjutnya dinilai dengan menggunakan indikator : a. Kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani (termasuk pasca panen dan analisa usahatani) peran anggotanya dengan penerapan rekomendasi yang tepat dalam memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal. b. Kemampuan melaksanakan dan menaati perjanjian dengan pihak lain. c. Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara rasional. d. Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga antara kelompok tani dan koperasi. e. Kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerjasama
kelompok,
yang
dicerminkan
oleh
tingkat
produktivitas,
pendapatan dan kesejahteraan peran anggota kelompok.
27
2.4 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Menurut Syahyuti (2005), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsifungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian. Dari berbagai literatur terbaca, setidaknya ada 3 peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan oleh Gapoktan. Pertama, Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Demikian pula dalam pencairan anggaran subsidi benih dengan menerima voucher dari Dinas Pertanian setempat. Gapoktan merupakan lembaga strategis yang akan merangkum seluruh aktifitas kelembagaan petani di wilayah tersebut. Gapoktan dijadikan sebagai basis usaha petani peternak di setiap pedesaan. Kedua, Gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Mulai tahun 2006 melalui Badan Ketahanan Pangan telah dilaksanakan “Program Desa Mandiri Pangan” dalam rangka mengatasi kerawanan dan kemiskinan di pedesaan. Pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Untuk tahun 2006 kegiatan ini bejalan di 244 desa di 122 kabupaten
28
rawan pangan, sedangkan dalam rencana 2007 akan diperluas menjadi 180 kabupaten rawan pangan yang menjangkau sekitar 604 desa rawan pangan. Dalam hal ini, masyarakat yang tergabung dalam suatu kelompok tani dibimbing agar mampu menemukenali permasalahan yang dihadapi dan potensi yang mereka miliki, serta mampu secara mandiri membuat rencana kerja untuk meningkatkan pendapatannya melalui usahatani dan usaha agribisnis berbasis pedesaan. Tahapan selanjutnya adalah, bahwa beberapa kelompok tani dalam satu desa yang telah dibina kemudian difasilitasi untuk membentuk Gapoktan. Dengan cara ini, petani miskin dan rawan pangan akan meningkat kemampuannya dalam mengatasi masalah pangan dan kemiskinan di dalam suatu ikatan kelompok dan gabungan kelompok yang merupakan wahana untuk memperjuangkan nasib para anggotanya sesuai dengan aspirasi, kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat. Masyarakat, melalui gapoktan juga diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya
lokal
untuk
meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraan bersama. Ketiga, mulai tahun 2007, Gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) sehingga dapat menerima Dana Penguatan Modal (DPM), yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh. Kegiatan DPM-LUEP telah dimulai semenjak tahun 2003, namun baru mulai tahun 2007 Gapoktan dapat sebagai penerima. Dalam konteks ini, Gapoktan bertindak sebagai “pedagang gabah”, dimana ia akan membeli gabah dari petani lalu menjualkannya berikut berbagai fungsi pemasaran lainnya. 2.5 Kajian Empiris Kajian teori menuntun untuk berpikir secara deduktif yaitu suatu proses berpikir yang berawal dari proses berpikir umum menuju ke pemikiran khusus yang bersifat umum. Akan tetapi diperlukan juga sebuah kajian lain yakni Kajian Empiris. Kajian Empiris akan menuntun pada proses berpikir induktif yaitu suatu proses berpikir yang berawal dari proses berpikir yang khusus menuju pada proses berpikir umum. Berikut beberapa kajian empiris yang berdasarkan penelitian terdahulu mengenai bantuan modal. 29
2.5.1 Studi Terdahulu Mengenai Program Bantuan Penguatan Modal Penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2005) mengenai Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak. (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah). Menurut penelitian ini manfaat program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bagi petani penerima program sangat besar terutama dalam meningkatkan usaha beternak, dari yang tidak memiliki ternak kemudian menjadi mampu untuk memiliki ternak, sehingga menimbulkan motivasi petani untuk mengembangkan ternak BLM tersebut. Hal tersebut telah dibuktikan oleh petani itu sendiri dengan keberhasilan mereka dalam program ini. Ternak yang mereka kelola telah berkembang dan rata-rata telah menyetor untuk digulirkan kepada petani yang belum memperoleh bantuan BLM tersebut. Ini tentunya sudah sesuai dengan tujuan dari program BLM yang ingin memberdayakan masyarakat petani sesuai dengan potensi yang dimiliki dengan bantuan yang difasilitasi oleh pemerintah dan dikelola oleh kelompok sendiri. Perguliran dana BLM telah mencapai 70 persen, dimana perguliran dana tersebut pengaturannya diatur oleh kelompok sendiri dibawah bimbingan pemerintah dan petugas pendamping. Keberhasilan program BLM tersebut tidak terlepas dari kesadaran petani dalam mengembangkan ternak tersebut yang juga dibantu oleh pemerintah setempat seperti Dinas Peternakan, petugas pendamping dan aparat pemerintah desa. Lubis (2005), meneliti tentang Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus Pada Petani Tebu Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis efektivitas penyaluran KKP dan metode pendapatan usahatani. Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas dari sisi bank telah menunjukkan hasil yang positif dan dari sisi nasabah menunjukkan hasil yang cukup efektif. Sementara itu, hasil pendapatan menunjukkan bahwa usahatani tebu pada tahun 2004 menunjukkan hasil yang positif, karena penerimaan yang diperoleh tiap satuan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Jadi adanya program KKP membuat petani tebu mengalami peningkatan kualitas dan peningkatan produksi tebu. 30
Filtra (2007) meneliti mengenai Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Sapi Potong di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Analisis ini dilakukan berdasarkan buku pedoman BPLM yang diterbitkan oleh Direktorat Pengembangan Peternakan, dimana evaluasi program BPLM dinilai dari tiga aspek, yaitu aspek teknis, aspek usaha dan aspek kelembagaan. Penelitian dilakukan menggunakan metode regresi logistik multinominal. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa secara keseluruhan program BPLM di Kabupaten Agam dinilai berhasil sehingga sangat layak untuk dilanjutkan. Keberhasilan tertinggi ada pada aspek teknis peternakan. Berikutnya aspek kelembagaan dan aspek ekonomi usaha peternakan dengan nilai cukup berhasil. Pada aspek ekonomi usaha, kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya sumberdaya dalam pelaksanaan Rencana Usaha Kelompok (RUK) serta masih rendahnya tingkat pengembalian kredit. Pada aspek kelembagaan, peternak masih sulit diberdayakan dengan minimnya perkembangan jumlah anggota kelompok, masih rendahnya tingkat partisipasi dan penyaluran aspirasi anggota serta lemahnya kerjasama yang saling menguntungkan dengan pedagang pakan konsentrat dan pedagang sapi. Hasil lainnya yaitu jumlah tanggungan keluarga, penguasaan lahan, dan jumlah ternak setelah kredit memberikan pengaruh yang nyata terhadap keberhasilan pengembalian kredit di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Penelitian yang dilakukan oleh Sume (2008) menganalisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPMLUEP) (Studi kasus DPM-LUEP Kabupaten Bogor). Menurut penelitian ini, karakteristik kelompok penerima DPM-LUEP di Kabupaten Bogor secara umum masih merupakan kelompok usaha kecil menengah yang tergambar dari kelembagaan kelompok yang telah berbadan hukum dengan tenaga kerja 5-19 orang, akses permodalan masih sangat lemah, administrasi dan manajerial kelompok yang lemah, serta sistem pemasaran yang masih terbatas wilayah pemasarannya, sehingga diperlukan penguatan kelembagaan dan ekonomi kelompok. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pendapatan atau keuntungan pada lembaga ekonomi perdesaan penerima DPM usaha antara lain : (a) efektivitas 31
dalam pembelian bahan baku atau gabah (putaran/daur), dalam hal ini memaksimalkan DPM yang dipinjam untuk pembelian gabah dalam beberapa kali perputaran pembelian; (b) peningkatan pembelian bahan baku yang akan meningkatkan hasil produk yang diolah; (c) menurunkan biaya total terhadap pendapatan penjualan, khususnya efisiensi biaya variabel total yaitu pada biaya upah giling, upah jemur, pemasaran dan lain-lain; (d) melakukan stok produk menunggu peningkatan harga jual produk (beras) di pasaran. Berdasarkan
hasil
analisis
menggunakan
FGD
masih
ditemui
permasalahan yang dominan pada persyaratan penetapan, proses penetapan dan proses penyaluran DPM pada kelompok. Upaya mengatasi permasalahan guna meningkatkan efektivitas pendapatan dan penyaluran DPM-LUEP adalah : penguatan
kelembagaan
dan
manajerial
kelompok,
meningkatkan
mutu
pelayanan, kemampuan dan jumlah petugas serta dukungan sarana prasarana, memperpendek jalur birokrasi dalam proses penetapan dan penyaluran DPMLUEP melalui usulan penyempurnaan mekanisme ke penanggung jawab kegiatan DPM-LUEP di tingkat pusat. Dari hasil CPM, menunjukkan bahwa keberhasilan terselesaikannya suatu pekerjaan proyek pada waktunya, sehingga sumber-sumber tidak terbuang dengan percuma. Perdana (2007) menganalisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT. Sinar Kencana Inti Perkasa. Penelitian ini juga menganalisis dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani. Berdasarkan hasil penelitiannya, diperoleh bahwa secara garis besar pelaksanaan program KKPA sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan petani peserta KKPA. Pembangunan sarana dan prasarana memudahkan aksesibilitas ke kota dan memudahkan masuknya barang-barang yang dibutuhkan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, dan secara tidak langsung 32
menunjukkan perbaikan dibandingkan sebelum adanya program KKPA. Keberhasilan secara umum dari program KKPA mungkin masih memerlukan waktu dan peninjauan kembali di masa mendatang, sejauh mana petani di lokasi program KKPA dapat mengadopsi kegiatan-kegiatan yang telah dianjurkan dalam meningkatkan keterampilan didalam pengelolaan usahatani untuk mendapatkan hasil yang optimal dan semangat berinisiatif. Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA lebih besar daripada petani non KKPA. Ini dapat dilihat dari rata-rata produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA untuk luasan rata-rata satu hektar per tahunnya sebanyak 27.757 kilogram. Sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani non peserta KKPA untuk luasan rata-rata satu hektar per tahunnya sebanyak 17.432 kilogram. Kemudian berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui nilai R/C rasio petani peserta KKPA lebih besar dari petani non KKPA, masing-masing sebesar 5,06 dan 4,17. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA yang dijalankan cukup baik dan layak, namun kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, pembinaan lebih lanjut dan diperlukan tingkat produksivitas yang lebih meningkat lagi serta memberikan harga yang berlaku dipasaran sehingga tercipta kestabilan harga. Pratiwi (2009) meneliti tentang Pengaruh Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Terhadap Produksi dan Pendapatan. Penelitian ini fokus pada sektor peternakan yakni kegiatan ternak sapi perah. Penelitian ini menunjukkan bahwa bantuan kredit ketahanan pangan sebesar Rp 25 juta atau setara dua ekor sapi dapat meningkatkan pendapatan keluarga peternak sapi perah. Hal itu dapat dilihat dari nilai R/C ratio rata-rata peternak selama tahun 2007 sebesar 1,04 sebelum mendapat KKP meningkat menjadi 1, 55. Hasil analisis uji-t berpasangan menyimpulkan tidak identik artinya adanya kredit cukup efektif untuk memperbaiki nilai R/C dan penerimaan sebelumnya.
33
2.5.2 Studi Terdahulu Mengenai PUAP Prihartono (2009) meneliti tentang Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan (studi kasus di Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi). Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana BLM-PUAP ke anggotanya dapat dilihat dari kriteria keefektivan penyalurannya. Penyaluran BLM-PUAP dapat dikatakan sudah efektif karena tiga dari kriteria efektivitas penyaluran telah memenuhi kategori efektif (persentase tunggakan, tingkat bunga dan jangkauan pinjaman). Dari ketujuh indikator kinerja Gapoktan, dapat diinformasikan bahwa hanya terdapat tiga indikator kinerja Gapoktan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan pendapatan anggota Gapoktan yakni : indikator keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha bersama; indikator anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; dan indikator adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatan pengetahuan anggota maupun pengurus. Jadi tanggapan para responden dengan adanya program PUAP adalah bahwa sebagian besar responden ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggotan Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan. Dalam melakukan penelitian ini banyak menggunakan hasil-hasil dari penelitian terdahulu baik itu berkaitan dengan topik dan metode penelitian. Hal ini dapat diperbandingkan dalam bentuk persamaan maupun perbedaan yang membuat penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Berikut perbandingan tersebut disajikan dalam bentuk tabel perbandingan :
34
Tabel 5. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang dilakukan Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Dampak Program
Topik : Program
Metode Penelitian : kajian
Pengembangan Usaha
PUAP
yang diteliti
Agribisnis Perdesaan
Metode Penelitian : -
membandingkan
Terhadap Kinerja Gapoktan
kajian yang di teliti
efektivitas penyaluran
dan Pendapatan Anggota
melihat efektivitas
dana PUAP pada sektor
Gapoktan (studi kasus di
penyaluran dana
on-farm dan off-farm
Kecamatan Tungkal Ilir,
PUAP
Alat analisis :
Kabupaten Tanjung Jabung
- menganalis kinerja
untuk melihat dampak
Barat, Jambi)
gapoktan dengan
program PUAP terhadap
menggunakan 7
kinerja gapoktan
indikator yang sama
menggunakan Uji Tanda
Alat analisis : -Untuk menghitung efektivitas penyaluran menggunakan pembobotan Skala Likert
35
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir Suriasumantri, 1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka merupakan
pemikiran penjelasan
yang membuahkan sementara
hipotesis.
terhadap
gejala
Kerangka yang
pemikiran
menjadi
objek
permasalahan. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis 3.1.1 Indikator Keberhasilan Program PUAP Untuk melihat keberhasilan suatu program, perlu dilakukan evaluasi. Program PUAP ini sudah berjalan sekitar tiga tahun, sehingga perlu dilihat perkembangan dalam realisasinya. Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-indikator yang ada. Indikator-indikator dalam mengukur tingkat keberhasilan PUAP antara lain10: a. Indikator keberhasilan output meliputi : i.
Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
10
Pedoman Teknis PUAP, 2008
36
ii.
Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia
Mitra Tani.
b. Indikator keberhasilan outcome meliputi : i.
Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani
ii.
penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.
Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha.
iii.
Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir perdesaan; dan
iv.
Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.
c. Indikator Benefit dan Impact antara lain: i.
Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.
ii.
Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani.
iii.
Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka dalam penelitian ini untuk menilai keberhasilan program PUAP, akan digunakan dua
indikator yang
dianggap bisa mewakili keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah efektivitas penyaluran BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian dan peningkatan kinerja Gapoktan. 3.1.2 Penilaian Kinerja Gapoktan Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan sesuatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan atau hasil karya. John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104), menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut 37
dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional11. Karena itu kinerja merupakan bentuk multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008). Indikator kinerja tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada perhitungan efisiensi, tujuan kebijakan dan pendekatan program juga harus dianalisa. Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok12. Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk mengunakan sumberdaya yang dimiliki secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Lebih jauh lagi Syahyuti (2004) merinci dari Mackay et all. (1998), terdapat dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam memahami kinerja kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya yakni efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya. Terkesan disini bahwa kalkulasi ekonomi merupakan prinsip yang menjadi latar belakangnya. Untuk keefektifan dan efisiensi misalnya dapat digunakan analisis kuantitatif sederhana yakni dengan membuat rasio perolehan seharusnya dengan aktual yang tercapai, serta rasio biaya dan produktivitas. Kinerja kelompok tani dapat diukur berdasarkan kemampuannya dalam menerapkan lima tolok ukur kemampuan kelompok (Pusat Penyuluh Pertanian, 1996), yang selanjutnya dinilai dengan menggunakan indikator : a.
Kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani (termasuk pasca panen dan analisa usahatani) anggotanya
11 12
www.google.com// search//kinerja//wikipedia//html. Diakses tanggal 30 Mei 2009. www.google.com// search//penilaian kinerja//wikipedia//html. Diakses tanggal 30 Mei 2009
38
dengan penerapan rekomendasi yang tepat dalam sumberdaya alam secara optimal. b.
Kemampuan melaksanakan dan menaati perjanjian dengan pihak lain.
c.
Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara rasional.
d.
Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga antara kelompok tani dan koperasi.
e.
Kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerjasama kelompok, yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan peran anggota kelompok. Berdasarkan konsep dan indikator keberhasilan kinerja suatu lembaga
dengan menggunakan beberapa konsep penilaian kinerja diatas, maka dalam penelitian ini akan disusun beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan. Dengan menggunakan beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan menurut Prihartono (2009) serta menambahkan beberapa indikator penting maka berikut ini penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota sebelum dan setelah adanya program PUAP dapat dilihat dari delapan indikator berikut: (1) penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); (2) pertemuan/rapat dalam Gapoktan; (3) keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); (4) rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota; (5) anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; (6) anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya (8) adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus
39
3.2 Konsep Agribisnis Mengutip definisi Agribisnis dari buku Davis dan Goldberg yang diterbitkan pada tahun 1957 di Universitas Harvard, Amerika Serikat yang berjudul ‘A Concept of Agribusiness’, tercantum definisi awal agribisnis, yaitu : “Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and all distribution of farm supplies; production activities on the farm; and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made of them” Akhir tahun 1995, Prof. Bungaran Saragih menawarkan pemikiran dan konsep bahwa sistem agribisnis adalah suatu cara baru melihat sektor pertanian. Cara baru melihat pertanian maksudnya, yang dahulu melihat secara sektoral sekarang menjadi intersektoral. Apabila dahulu melihat secara subsistem maka sekarang melihat secara sistem. Apabila agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem maka ia tidak terlepas dari kegiatan di agribisnis non-usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Jadi pendekatan secara sektoral ke intersektoral, subsistem kepada sistem dan pendekatan dari produksi ke bisnis. Agribisnis dalam pengertian tersebut menunjukkan adanya keterkaitan vertikal antar-subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan sistem atau subsistem lain di luar seperti jasa (finansial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan lainnya). Keterkaitan luas ini (industrial linkages) sudah disadari sejak dahulu oleh ekonom pasacarevolusi industri sehingga mereka menekankan arti strategis dari menempatkan pertanian (dan perdesaan) sebagai bisnis inti (core business) pada tahap pembangunan sebelum lepas landas terutama dalam kaitannya dengan proses industrialisasi. Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (sperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk 40
yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk
dikonsumsi
beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa layanan perndukung seperti lembagan keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain. Menurut Drillon (1974), agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produk pertanian, kegiatan yang dilakukan usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Agribisnis Hulu (off-farm)
Usahatani (on-farm)
Agribisnis Hilir (off-farm)
-Pupuk
Pasca Panen
-Bibit
-Pengemasan
-Alat dan mesin
Budidaya
-Penyimpanan
-Pestisida
-Pengolahan Produk
-Obat-obatan
-Distribusi
-Sarana Produksi lain
Kelembagaan dan Kegiatan Penunjang Bank, R & D, Asuransi, Pendidikan, Penyuluhan, Pelatihan, Kebijakan Gambar 2. Sistem Agribisnis
41
3.2.1 Konsep Usaha Pertanian Budidaya (on-farm) Salah satu subsistem dalam agribisnis adalah budidaya (on-farm) atau yang dikenal dengan dengan proses produksi. Proses produksi atau lebih dikenal dengan budi daya tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam/ budi daya di lahan untuk menghasilkan bahan segar (raw material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan baku untuk menghasilkan bahan setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product) di industri-industri pertanian atau dikenal dengan nama agroindustri (agrifood industry). Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Lubis (2005), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumbersumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian adalah sebagai berikut : a. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. Di pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok, dan jengkal. Maka dari itu jika melakukan penelitian tentang luas lahan, dapat dinyatakan melalui proses transformasi dari ukuran luas lahan tradisional ke dalam ukuran yang dinyatakan dalam hektar atau are. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagi curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan 42
dalam hari orang kerja (HOK). Menurut Soekartawi (2002), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi satuan tenaga kerja yang biasanya disebut hari kerja setara pria (HKSP). c. Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi pertanian. Dalam kegiatan proses produksi tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri dari tanah, bangunan., mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. d. Pupuk Seperti halnya manusia, selain mengkonsumsi nutrisi makanan pokok, tanaman juga membutuhkan nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal tanaman. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Menurut Sutejo (2002), pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Sementara itu pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl. e. Bibit Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap pernyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar. f. Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali dalam setahun. 43
g. Manajemen Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi pertanian, mulai dari perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengendalaian (controlling) dan evaluasi (evaluation). 3.2.2 Konsep Usaha Pertanian Non-Budidaya (off-farm) Agribisnis juga mengedepankan aspek bisnis dan pelaku bisnisnya. Dilihat dari sudut pandang ini, agribisnis dapat diartikan sebagai kegiatan yang terkait dengan pertanian yang pengelolaan organisasinya dilakukan secara rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang menghasilkan barang dan jasa yang diminta. Oleh karena itu dalam agribisnis, proses transformasi material yang diselenggarakannya tidak terbatas pada budidaya proses biologik dari biota (tanaman, ternak, ikan) tapi juga proses pra usahatani, pasca panen, pengolahan, dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (bargaining position) dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut
dinamakan kegiatan off-farm atau dikenal dengan
usahatani non-budidaya.
44
3.3 Konsep Penyaluran Dana PUAP Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuan Gapoktan dalam menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya, serta dana tersebut dipergunakan dalam menunjang kegiatan usaha pertanian. Menurut Prihartono (2009), Penilaian keefektivan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP. 3.3.1 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Pengurus Penilaian kinerja kredit menurut pihak pengurus Gapoktan dilihat dari efektivitas penyaluran kredit (penyaluran dana PUAP) oleh Gapoktan dapat menggunakan beberapa tolok ukur sebagai berikut (Pardosi, 1998) : a.
Target dan realisasi target, yaitu berapa persentasi jumlah permohonan kredit (pinjaman dana PUAP) yang diterima dan direalisasi oleh Gapoktan dan jumlah kredit yang telah disalurkan kepada petani.
b.
Jangkauan kredit (tersalurkannya dana PUAP), yaitu bagaimana jangkauan kredit (pinjaman dana PUAP) terhadap masyarakat (petani), dalam artian beragamnya sektor yang menerima bantuan kredit. Semakin beragam sektor penerima kredit maka kredit semakin efektif.
c.
Frekuensi kredit (pinjaman dana PUAP), yaitu jumlah transaksi yang telah dilakukan pengguna (petani) yang menggunakan dana kredit pinjaman (dana PUAP) sejak mereka mengambil kredit, dalam hal ini transaksi peminjaman dan pengembalian pinjaman. Semakin tinggi persentase pinjaman dan pengembalian maka kinerja kredit semakin baik.
d.
Persentase
tunggakan,
yaitu
perhitungan
tunggakan
kredit
dengan
membandingkan jumlah kredit bermasalah per outstanding (sisa kredit) yang dinyatakan dalam persen. Semakin kecil persentase tunggakan maka kinerja kredit dinilai baik. Persentase tunggakan ditentukan dari banyaknya jumlah tunggakan pinjaman kredit tersebut.
45
3.3.2 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Anggota Selain penilaian kinerja kredit yang dilakukan pihak pengurus Gapoktan maka perlu juga dilakukan penilaian kinerja kredit menurut penilaian anggota. Nilai efektivitas dari sisi anggota dinilai berdasarkan aspek-aspek berikut (Pardosi, 1998) : a. Persyaratan awal, yaitu tanggapan kreditur terhadap persyaratan (mudah, sedang, berat). b. Prosedur peminjaman, yaitu tahapan yang harus dilalui sejak permohonan kredit hingga realisasi pinjaman kepada anggota (mudah, sedang, sulit). c. Biaya administrasi, yaitu biaya yang dikeluarkan selama
permohonan
kredit sampai direalisasikan (ringan, sedang, berat). d. Realisasi kredit, yaitu cairnya kredit setelah melalui tahapan proses dengan melihat ketetapan pada setiap proses yang dilakukan (cepat, sedang, lambat). e. Tingkat bunga, yaitu biaya yang dibebankan kepada anggota bentuk dukungan operasional kegiatan Gapoktan (ringan, sedang, berat). f. Pelayanan Gapoktan, yaitu pelayanan yang diberikan Gapoktan anggota mulai dari proses permohonan hingga pengembalian kredit (baik, sedang, buruk). g. Jarak atau lokasi kreditur, yaitu jarak atau lokasi Gapoktan anggota untuk memperoleh permohonan dana pinjaman (dekat, sedang, jauh).
46
3.4 Kerangka Pemikiran Operasional Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sangat ditentukan pada keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur efektivitas penyaluran bantuan kredit modal (BLM-PUAP)
dan menilai dampak dari
program PUAP dalam meningkatkan kinerja Gapoktan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan sebagai pelaksana program PUAP. Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, produktivitas pertanian yang rendah yang disebabkan keterbatasan terhadap akses sumberdaya modal, pasar, serta teknologi. Kedua, terjadi peningkatan pengangguran dan kemiskinan di perdesaan akibat keterbatasan terhadap sumberdaya manusia dan informasi. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani, keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah, dan peranan kelembagaan pertanian yang rendah. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Hal ini juga menyebabkan kondisi dimana terjadi peningkatan kemiskinan dan pengangguran di desa. Dalam rangka mengatasai masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif solusi sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu 47
dievaluasi untuk menilai apakah bantuan modal tersebut dapat tersalurkan dengan tepat dan mampu meningkatkan kinerja gapoktan. Efektivitas penyaluran bantuan kredit modal dapat dilihat dengan membandingkan penyaluran bantuan kredit modal pada sektor usaha on-farm dengan sektor usaha off-farm. Hasil analisis ini bertujuan untuk menilai sektor usaha manakah yang lebih efisien dalam menyalurkan bantuan dana PUAP. Indikator keberhasilan outcome PUAP yakni adanya peningkatan kinerja Gapoktan. Maka dari itu analisis selanjutnya adalah mengukur dampak program PUAP terhadap aktivitas kinerja Gapoktan dengan menggunakan delapan indikator kinerja Gapoktan.
Untuk mengevaluasi kinerja Gapoktan dapat
dilakukan dengan membandingkan kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah program PUAP. Setelah dilakukan evaluasi, kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan saran perbaikan bagi pelaksanaan program PUAP kedepannya.
48
Masalah Pertanian
Sisi Ekonomi :
Sisi Sosial :
- Produktivitas Rendah
- Tingkat Pengangguran - Kemiskinan
Program PUAP berupa
Gapoktan
bantuan modal
Efektivitas penyaluran bantuan modal PUAP oleh Gapoktan
Penilaian Efektivitas
Penyaluran BLM-
Kinerja Gapoktan
PUAP oleh Gapoktan
Penyaluran BLM-
Penyaluran BLM-
Kinerja Gapoktan
Kinerja Gapoktan
PUAP pada usaha
PUAP pada usaha
sebelum program PUAP
sesudah program PUAP
on-farm
off-farm
Evaluasi
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
49
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Daerah yang
dipilih
sebagai
tempat
penelitian
mengenai
Efektivitas
Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Gapoktan adalah Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat penelitian tersebut dengan pertimbangan desa Purwasari memiliki beberapa keunggulan dibandingkan desa PUAP lainnya yaitu Desa Purwasari sebelum memperoleh bantuan PUAP yakni dimulai sejak tahun 2006 telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan : (1) adanya program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (SLPTT) yakni pelatihan bagi petani, (2) adanya bantuan pengolahan hasil yakni berupa bantuan alat Rice Machine Unit (RMU), alas panen, pompa air, dan mesin traktor, (3) diadakannya perbaikan jaringan irigasi, (4) pemberian alat pengolahan pupuk organik13. Program-program ini dapat memudahkan pelaksanaan PUAP dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Dengan adanya program ini, dampak program PUAP diharapkan dapat tercapai. Untuk pemilihan Gapoktan Mekarsari menjadi sampel dikarenakan : (1) pada Desa Purwasari hanya terdapat satu Gapoktan yang menerima dana PUAP untuk tahun 2008 yakni Gapoktan Mekarsari (lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran II), (2) Gapoktan Mekarsari menjadi salah satu Gapoktan percontohan pengelolaan PUAP di Kabupaten Bogor, (3) Gapoktan Mekarsari merupakan Gapoktan PUAP yang memiliki aktivitas usaha on-farm dan off-farm, (4) Pengelolaan Administrasi dan Pembukuan Gapoktan Purwasari cukup baik14. Waktu penelitian dilakukan pada minggu pertama april sampai dengan minggu terakhir mei tahun 2010.
13
BP4K, Wawancara langsung dengan Kepala Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan 14 BP4K.2010. Evaluasi Program PUAP tahun 2008 di kantor BP4K
50
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner dan wawancara langsung dengan para responden yaitu petani (anggota Gapoktan) serta kepada pengurus Gapoktan atau Poktan. Responden dalam penelitian ini akan difokuskan pada petani (anggota Gapoktan) yang telah menerima bantuan PUAP tahun 2008. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait meliputi BPS Pusat, BPS Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bogor, Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari penelusuran kepustakaan, internet dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian. 4.3 Metode Pengumpulan Data Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni dengan metode wawancara langsung terhadap pihak-pihak terkait, penyebaran kuisioner dan studi literatur. Data primer didapat melalui wawancara langsung dengan responden dengan harapan agar peneliti memperoleh informasi secara langsung mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha, pendapatan usaha serta tanggapan respon terhadap program PUAP. Pengumpulan data dengan cara ini akan dibantu menggunakan kuisioner yang berisikan daftar-daftar pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan kuisioner bermanfaat sebagai pemandu agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian. Teknis penggunaan atau pengisian kuisioner oleh responden akan dipandu oleh peneliti. Data
sekunder
yang
akan
dikumpulkan
meliputi
perkembangan
pelaksanaan program PUAP, mekanisme proses penyaluran PUAP dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu, juga dikumpulkan data-data penunjang seperti gambaran umum lembaga di desa dalam hal ini Gapoktan serta potensi usaha di wilayah penelitian.
51
4.4 Metode Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah Gapoktan penerima dana PUAP yang berjumlah sebanyak lima kelompok tani (poktan). Gapoktan Mekarsari terdiri dari lima kelompok tani yaitu : (1). Kelompok tani Mekarsari yang beranggotakan 53 anggota, (2) Kelompok Tani Hegar Sari yang beranggotakan 78 anggota, (3) Kelompok Tani Rawa Sari yang beranggotakan 36 orang, (4) Kelompok Tani Bakti Tani yang beranggotakan 11 orang, dan (5) Kelompok Tani Keramat Sari yang beranggotakan 1 orang. Jadi jumlah anggota dalam Gapoktan Mekarsari sebanyak 178 orang. Nilai total populasi sebanyak 178 orang tersebut diperoleh dari penjumlahan setiap anggota poktan yang ada di Gapoktan Mekarsari. Jumlah sampel awal yang akan diambil sebanyak 60 orang. Penelitian ini mengambil sampel petani dan pedagang yang menerima BLM-PUAP tahun 2008 dengan karakteristik usahataninya adalah komoditas padi (budidaya on-farm) dan kerajinan rumah tangga (usaha off-farm). Sampel ini terdiri dari 30 orang untuk usaha on-farm dan 30 orang untuk usaha off-farm. Pemilihan sampel petani padi dengan pertimbangan bahwa sebagian besar anggota Gapoktan PUAP di Desa Purwasari ini memiliki usaha bercocok tanam padi, sehingga dengan adanya karakteristik tersebut akan memudahkan peneliti untuk menentukan dan mengambil sampel (lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran III). Sedangkan untuk sampel usaha off-farm tidak dibatasi jenis usahanya. Penentuan jumlah sampel ini didasarkan menurut Gay dalam candarayasa (2000), yang menyatakan untuk metode deskriptif-korelasional minimal 30 subyek. Selanjutnya dari 60 sampel yang tergabung dalam lima poktan, diambil masing-masing dari kelompok tani sebanyak dua sampel. Metode pengambilan dua sampel dilakukan dengan menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode purposive sampling (sengaja) dan metode simple random sampling ( acak sederhana). Perwakilan sampel pertama diambil menggunakan metode purposive yakni ketua kelompok tani. Pemilihan ketua kelompok tani dengan pertimbangan bahwa ketua kelompok tani memiliki informasi yang lebih banyak seputar implementasi dan alokasi pemanfaatan bantuan PUAP, serta dapat memberikan informasi pendukung lainnya yang lebih jelas lagi untuk penelitian ini. Sedangkan perwakilan sampel yang kedua ditentukan dengan menggunakan metode simple 52
random. hal ini dikarenakan untuk setiap kelompok tani memiliki jumlah anggota yang tidak merata. Pengambilan sampel ditujukan kepada anggota kelompok tani penerima dana PUAP. Pengambilan sampel diawali dengan tahap mengurutkan nama-nama anggota kelompok tani disertai pemberian nomor urut yang ditulis di kertas kecil yang kemudian di gulung. Tahap berikutnya memasukkan gulungan kertas ke dalam botol untuk dilakukan pengundian. Gulungan kertas yang keluar dari hasil pengocokan pertama merupakan nama yang akan menjadi sampel kedua penelitian ini. Penggunaan metode ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa tiap anggota kelompok tani memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah terkumpul perlu diolah terlebih dahulu agar data-data tersebut lebih sederhana dan rapi sehingga dalam penyajiannya nanti memudahkan peneliti untuk kemudian dianalisis. Tahap pengolahan data meliputi editing, tabulasi dan analisis. Setelah tahapan editing dan tabulasi selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis. Tahap analisis data dilakukan dengan cara kuantitatif dan kualitatif. 4.5.1 Identifikasi Karakteristik Gapoktan PUAP Mengidentifikasi karakteristik dari Gapoktan PUAP dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Statistik deskripstif adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan, meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan
data
sehingga
memberikan
informasi
yang
berguna
(Nisfiannoor, 2009). Metode ini berguna untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai karakteristik Gapoktan PUAP di Kecamatan Dramaga berdasarkan hasil perolehan kuisioner.
53
4.5.2
Analisis Efektivitas Penyaluran Dana BLM-PUAP Kinerja Gapoktan PUAP dapat dilihat dari kemampuannya dalam
mengelola dan menyalurkan dana PUAP secara efektif berdasarkan kriteria penilaian baik dilihat dari pihak Gapoktan sendiri maupun dilihat dari pengguna dana PUAP, dalam hal ini adalah petani. Efektivitas penyaluran dana PUAP dari pihak Gapoktan dapat dilihat dari beberapa tolok ukur antara lain : a) Penilaian pengurus meliputi; (1) Target dan Realisasi Pinjaman; (2) Jangkauan Pinjaman; (3) Frekuensi Pinjaman; dan (4) Persentase Tunggakan, dan b) Penilaian anggota meliputi; (1) Persyaratan awal; (2) Prosedur peminjaman; (3) Biaya administrasi; (4) Realisasi kredit; (5) Tingkat bunga; (6) Pelayanan Gapoktan; (7) Jarak atau lokasi kreditur; (8) Pembayaran cicilan kredit Pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Data-data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan dan data-data sekunder yang didapat dari pihak yang bersangkutan. Data-data tersebut selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabulasi silang dan kemudian dianalisis secara kuantitatif. Efektivitas penyaluran dana PUAP berdasarkan tanggapan dari pengguna (petani) dana PUAP dapat dianalisis menggunakan sistem pemberian skor penilaian keefektivan yang kemudian diuraikan secara deskriptif. Penentuan skor tersebut akan menggunakan skala Likert. Pengukurannya dilakukan dengan menghadapkan seorang responden pada beberapa pertanyaan, kemudian responden tersebut diminta untuk memberikan jawaban atau tanggapan yang terdiri dari tiga tingkatan dalam skala tersebut. Jawaban-jawaban tersebut diberi skor 1-5 dengan pertimbangan skor terbesar adalah lima (5) untuk jawaban yang paling mendukung dan skor terendah adalah satu (1) untuk jawaban yang tidak mendukung. Maksudnya adalah pemberian skor pada tahap-tahap pernyataan yaitu jawaban yang mendukung pernyataan ”1” seperti sangat ringan, sangat mudah, sangat cepat dan sangat baik diberi skor lima (5). Sedangkan jawaban yang mendukung pernyataan ”5” seperti sangat berat, sangat lama, sangat sulit dan sangat buruk diberi skor satu (1). Berdasarkan perolehan skor dari responden, selanjutnya akan ditentukan rentang skala atau selang untuk menentukan efektivitas penyaluran dana PUAP.
54
Selang diperoleh dari selisih total skor tertinggi yang mungkin dengan total skor minimal yang mungkin dibagi jumlah kategori jawaban (Umar, 2005). Selang
nilai maksimal nilai min imal 1 jumlah kategori jawaban
Berdasarkan perolehan nilai selang, selanjutnya ditentukan skor efektivitas penyaluran dana PUAP dengan cara membagi tiga skor diantara total nilai minimal sampai total nilai maksimal hingga diperoleh tiga selang efektivitas. Selang terendah menyatakan bahwa efektivitas pinjaman (kredit) rendah, sementara selang tertinggi menyatakan bahwa pinjaman (kredit) efektif. Penilaian tanggapan responden terhadap penyaluran dana PUAP akan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu efektif, cukup efektif, dan tidak efektif. Nilai skor yang diperoleh adalah antara 30-150. Nilai skor 240 didapat dari hasil pengalian skor terendah (1) dengan jumlah parameter yang digunakan yaitu delapan dan dengan jumlah responden yang telah ditentukan (30 responden), atau dapat ditulis (1 x 8 x 30 = 240). Sedangkan nilai skor 150 diperoleh dari hasil pengalian skor tertinggi (5) dengan jumlah responden (30) atau dapat ditulis dengan (5 x 8 x 30 = 1200). Penentuan selang untuk setiap tingkat penilaian dilakukan dengan cara pengurangan antara nilai skor maksimum dengan nilai skor minimum yang kemudian hasilnya dibagi dengan banyaknya kategori penilaian, 1200 240 1 191 5 atau dapat ditulis dengan . Nilai 191 merupakan selang untuk
setiap tingkat penilaian. Dari nilai selang tersebut, dapat ditentukan rentang skala tiap kategori penilaian. Skala rentang penilaian yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7.
55
Tabel 6. Skala Skor Penilaian Efektivitas Kategori Penilaian
Rentang Skala
Tidak efektif
241-432
Belum efektif
433-624
Cukup efektif
625-816
Efektif
817-1008
Sangat Efektif
1009-1200
Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa jika total skor berada pada rentang nilai antara 241-432, maka penyaluran pinjaman dana PUAP dapat dikatakan tidak efektif. Jika total skor berada pada rentang nilai antara 433-624, maka penyaluran pinjaman dana PUAP dapat dikatakan belum efektif. Sementara itu, apabila jika total skor berada pada rentang nilai antara 625-816, maka penyaluran pinjaman dana PUAP dapat dikatakan cukup efektif. Jika total skor berada pada rentang nilai antara 817-1008, maka penyaluran pinjaman dana PUAP dapat dikatakan efektif. Dan jika total skor berada pada rentang nilai antara 1009-1200, maka penyaluran pinjaman dana PUAP dapat dikatakan sangat efektif 4.5.3 Analisis Kinerja Gapoktan Sebelum dan Sesudah adanya PUAP Penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota sebelum dan setelah adanya program PUAP dapat dilihat dari delapan indikator berikut: (1) penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); (2) pertemuan/rapat dalam Gapoktan; (3) keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); (4) rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota; (5) anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; (6) anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya; (8) adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Untuk melihat dampak sebelum dan sesudah adanya program tersebut dapat menggunakan uji Tanda. Uji Tanda digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan nyata atau tidak tanpa memperhatikan perbedaan antara dua median populasi yang berhubungan signifikan. Uji Tanda ini diaplikasikan pada 56
kasus dua sampel berhubungan dengan variabel penjelas dua kategori dan variabel dependen minimal ordinal. Prosedur Uji Tanda :
Hipotesa : Ho : Median Y di kedua populasi tidak berbeda H1 : Median Y di Populasi A lebih besa daripada di Populasi B
Data Sampel Terdiri dari n pasang, yakni : (Ya, Yb)1, (Ya, Yb)2, …, (Ya, Yb)i, …, (Ya,
Yb)n, dimana N = Banyak pasangan yang skore Ya ≠ Yb
Statistik Uji S = Banyak pasangan yang skore Ya > Yb
Statisktik S menyebar normal dengan nilai tengah 0,5 N dan simpangan baku 0,5 √N. Sehingga, S bisa dinormalbakukan menjadi : Zhit =
( ± , )
Dimana :
, √
,
- Jika S< 0,5 N, maka S + 0,5 - Jika S> 0,5 N, maka S – 0,5 Untuk α tertentu dari Tabel Z didapat Zα
Kesimpulan bila |Zhit| > Zα atau
(
)
<α
Maka simpulkan Tolak Ho pada taraf nyata α.
57
Hipotesis Uji Tanda : 1.
Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Ho : tidak ada penyusunan AD/ART baik sebelum dan sesudah program
PUAP. H1 : adanya penyusunan AD/ART sesudah adanya program PUAP. 2.
Pertemuan/rapat dalam Gapoktan. Ho :
tidak ada pertemuan/rapat dalam Gapoktan baik sebelum dan sesudah program PUAP.
H1 :
adanya peningkatan pertemuan/rapat dalam Gapoktan sesudah adanya program PUAP.
3.
Keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB). Ho :
tidak ada keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) baik sebelum dan sesudah program PUAP.
H1 : adanya peningkatan keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) sesudah adanya program PUAP. 4.
Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota. Ho :
tidak ada rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota baik sebelum dan sesudah program PUAP.
H1 : adanya peningkatan rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota sesudah adanya program PUAP. 5.
Anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama. Ho :
tidak ada anggota yang mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama baik sebelum dan sesudah program PUAP.
H1 :
adanya anggota yang mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama sesudah adanya program PUAP.
6.
Anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan. Ho : tidak ada anggota yang terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan baik sebelum dan sesudah program PUAP. H1 : adanya anggota yang terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan sesudah adanya program PUAP.
58
7.
Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya. Ho : Gapoktan tidak mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya sebelum dan sesudah program PUAP. H1 : Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya sesudah adanya program PUAP.
8.
Adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Ho :
tidak adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus sebelum dan sesudah program PUAP.
H1 : adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan
anggota maupun pengurus sesudah adanya program PUAP.
59
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Wilayah Administrasi Desa Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan luas 211.016 Ha. Secara administratif, Desa ini berbatasan dengan Desa Petir di sebelah Utara, Desa Sukajadi di sebelah selatan, Desa Situ Daun di sebelah Barat serta Desa Petir dan Sukajadi di sebelah Timur. Jarak Desa dari kota kecamatan Dramaga adalah sekitar 7 kilometer dan 30 kilometer dari ibukota Kabupaten Bogor. Desa ini berada pada ketinggian 535 meter dpl dengan curah hujan 20002500 mm/tahun yang cocok sebagai daerah penanaman padi. Desa purwasari memiliki suhu udara dengan kisaran 280-300C. Desa ini terdiri dari 30 Rukun Tetangga (RT), 7 Rukun Warga (RW), dan 3 dusun. Dusun I meliputi RW 1 dan RW 3, Dusun II meliputi RW 2 dan RW 7 serta Dusun III terdiri dari RW 4, RW 5, dan RW 6. Menurut penggunaannya (Tabel 7), sebagian besar lahan di Desa Purwasari diperuntukkan untuk sawah dan ladang seluas 158.181 hektar dengan perbandingannya yakni 99.382 Ha digunakan untuk irigasi teknis, 49.292 Ha untuk irigasi setengah teknis, dan 9.507 Ha untuk perladangan. Tabel 7. Penggunaan Lahan, Desa Purwasari, 2005 No.
Keterangan
Luas (Ha)
1.
Sawah Irigasi Teknis
99.382
2.
Sawah Irigasi Setengah Teknis
49.292
3.
Perladangan
9.507
4.
Pemukiman
29.767
5.
Empang
6.
Bangunan Umum
3.149
7.
Jalur Hijau
1.584
8.
Pekuburan
1,45
9.
Jalan
10.
Lain-lain
12,8
3.375 km 0,75
Sumber : Data Monografi Desa Purwasari, 2005
60
Padi merupakan komoditas utama yang diusahakan di Desa Purwasari. Produksi padi di Desa Purwasari mencapai 1.926,4 ton atau 23,93 persen dati total produksi padi di kecamatan Dramaga yang menghasilkan 8.050 ton. Selain padi, komoditas unggulan lainnya adalah tanaman palawija seperti ubi jalar dan ubi kayu, serta pembesararan ikan mas dan gurame. Produksi, produktivitas, dan luas lahan komoditas unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Produksi, Produktivitas, dan Luas Lahan Komoditas Unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 Komoditas
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/Ha)
Luas Lahan (Ha)
Padi
1926,4
6,4
301
Ubi Kayu
604
201,3
3
Ubi Jalar
2430
142,9
17
Sumber: BPS, 2009 (data diolah)
5.2 Kependudukan dan Pendidikan Berdasarkan Data Monografi Desa Purwasari, jumlah penduduk Desa Purwasari adalah 8.467 jiwa yang terdiri atas 4.080 orang laki-laki dan 4.387 orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebesar 1.453 orang. Semua penduduknya beragama Islam. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Purwasari adalah buruh tani (50,28 persen) dan petani pemilik (33,52 persen). Selain
petani,
sebagian
penduduk
ada
juga
yang
bekerja
sebagai
pedagang/wiraswasta (8,38 persen), pertukangan (3 persen), Pegawai Negeri Sipil (4 persen), bekerja di bidang jasa (1,89 persen), dan pegawai swasta (0,35 persen) serta pensiunan (0,49 persen) (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6)
61
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Purwasari, 2010 No.
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
Persen (%)
1.
Buruh Tani
883
53
2.
Petani Pemilik
456
27
3.
Pedagang/Wiraswasta
86
5
4.
Pertukangan
80
5
5.
PNS
62
4
6.
Jasa
54
3
7.
Pensiunan
30
2
8.
Pegawai Swasta
10
1
1661
100,00
Total Sumber : Data Monografi Desa Purwasari, 2010
Pada Tabel 10 dapat dilihat tingkat pendidikan penduduk Desa Purwasari tergolong rendah, terlihat dari persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yakni 83,31 persen penduduk merupakan tamatan SD dan SLTP. Jumlah tamatan SLTA 11,54 persen, akademi 0,61 persen, sarjana (S1-S3) 0,41 persen. Selain pendidikan umum juga terdapat tamatan pendidikan khusus yaitu lulusan pondok pesantren (2,13 persen), madrasah (0,52 persen), dan pendidikan keagamaan (0,27 persen). Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Purwasari, 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tingkat Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) SD SLTP SLTA Pondok Pesantren Akademi Sarjana Madrasah Pendidikan Keagamaan Total
Jumlah (orang) 54 2.521 1.189 514 95 27 18 23 12 4.453
Persen (%) 1,21 56,61 26,70 11,54 2,13 0,61 0,41 0,52 0,27 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Purwasari, 2010
62
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Karakteristik Gapoktan Mekarsari di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Sebelum mempelajari proses penyaluran BLM-PUAP, perlu diketahui
lebih dahulu karakteristik Gapoktan dan anggota Gapoktan yang menjadi Debitur atau peminjam dana tersebut. Dengan melihat karateristik secara keseluruhan, akan diperoleh gambaran mengenai kondisi dari Gapoktan dan Anggota Gapoktan yang sebenarnya. Metode ini juga sekaligus dapat memberitahukan bahwasanya Gapoktan penerima bantuan ini ada (visible) atau hanya sekedar nama saja. 6.1.1 Sejarah Berdirinya Gapoktan Mekarsari Gapoktan Mekarsari dimulai dari dibentuknya kelompok tani yang bernama Kelompok Tani Mekarsari. Kelompok Mekarsari ini didirikan oleh Bapak M. Anduy pada tanggal 11 Maret 1986 dan resmi dikukuhkan oleh Kepala Desa Purwasari yaitu Drs. H. Sarnata. Jumlah anggota Kelompok Tani Mekarsari ini pada awalnya berjumlah dua puluh orang. Latar belakang anggota kelompok tani ini adalah petani padi. Akan tetapi ada juga beberapa petani yang mempunyai usaha sampingan seperti berdagang. Tujuan dibentuknya kelompok tani ini adalah : 1. untuk meningkatkan taraf hidup petani yang ada di Desa Purwasari, 2. untuk meningkatkan tingkat kemampuan para petani dalam melakukan usahatani, 3. untuk mengurangi ketergantungan para petani terhadap tengkulak dalam memperoleh tambahan modal, 4. untuk membantu para petani dalam pemasaran produk, 5. untuk meningkatkan produktivitas petani dalam usahatani yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan. Pada tahun 1993, kelompok tani ini sudah berubah menjadi kelompok tani pemula yang dikukuhkan oleh perangkat Desa pada waktu itu. Jumlah anggota kelompok tani masih tidak mengalami perubahan. Akan tetapi kondisi kelompok tani tidak lagi seperti ketika kelompok tani ini dibentuk pertama kali. Terdapat beberapa perubahan yang cukup signifikan, yakni adanya peningkatan 63
kemampuan para anggota kelompok tani dalam melakukan kegiatan usahatani. Peningkatan ini disebabkan adanya beberapa program pelatihan yang diadakan pemerintah baik pusat maupun daerah bagi para anggota kelompok tani ini, program tersebut antara lain : 1. Pelatihan penanaman padi dengan pola tanam yang baik dan benar. 2. Pelatihan pemilihan benih/bibit yang baik 3. Pelatihan cara pengolahan lahan yang baik 4. Pelatihan cara pemupukkan yang baik 5. Diadakannya sekolah lapang seperti : SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu), SRI (Sanitation of Rice Intensification), dan SLPHT ( Sekolah Lapang Pengamatan Hama Terpadu). Kelompok tani Mekarsari telah melaksanakan SLPHT sebanyak tiga kali. SLPHT pertama diselenggarakan karena program nasional pada tahun 1991-1992. Pada tahun 1994, para petani mulai menanam padi non pestisida dan kemudian dilaksanakan kembali SLPHT pada tahun 1996-1997 dan ketiga kalinya adalah SLPHT tingkat lanjut pada tahun 1999 yang pelaksanaannya dibantu mahasiswa APP (Akademi Penyuluh Pertanian). Pada tahun 1995, Kelompok Tani Mekarsari berubah tingkatnya menjadi kelompok tani kelas lanjut yang dikukuhkan oleh perangkat kecamatan. Jumlah anggota mengalami peningkatan menjadi 88 orang. Pada akhir tahun ini terdapat beberapa kelompok tani yang ingin ikut bergabung yakni : Kelompok Tani Hegar Sari, Kelompok Tani Rawa Sari, Kelompok Tani Keramat Sari, dan Kelompok Tani Bakti Tani. Maka pada tahun 1996 kelompok tani ini berubah menjadi kelompok tani kelas madya yang dikukuhkan oleh perangkat kabupaten. Akan tetapi disini kelompok tani Mekarsari belum menjadi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Pusat kegiatan dan pelatihan masih terpusat di Kelompok Tani Mekarsari. Kelompok tani yang lain masih dalam tahap proses belajar dari Kelompok Tani Mekarsari. Pada periode ini juga Kelompok Tani Mekarsari telah mampu berprestasi di tingkat kabupaten dan provinsi. Prestasi yang pernah diraih oleh Kelompok Tani Mekarsari yakni :
64
Tahun 1996/1997, Juara I lomba Intensifikasi Mina Padi (Inmindi) Tingkat Kabupaten Dati II Bogor (Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Bogor).
Tahun 1996/1997, Juara I Kelompok Tani Inmindi Tingkat Provinsi Dati I Jawa Barat.
Tahun 1997, Penghargaan kepada Kelompok Tani Mekarsari sebagai pemenang Harapan I Lomba Kelompok Tani Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997.
Tahun 1996/1997, Penghargaan Camat Dramaga kepada kelompok tani Mekarsari dalam Lomba Inmindi.
28 Juli 1997, Penghargaan kepada M. Anduy sebagai Ketua Kelompok Tani Pemenang Terbaik Lomba Inmindi Tingkat Provinsi jawa Barat.
19 Januari 1998, Pemenang Harapan Pertama Perlombaan Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997.
19 Januari 1998, memperoleh Penghargaan oleh Presiden RI Soeharto yang ditujukan kepada kelompok tani dalam program pemerintah Tingkatkan Peranan Kelompok Tani-Nelayan Dalam Pelaksanaan Intensifikasi Pertanian Berorientasi Agribisnis.
20 Januari 1998, Penghargaan kepada kelompok tani Mekarsari sebagai Pemenang Harapan I Lomba Kelompok Tani Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997 oleh Direktorat Jenderal Perikanan yang diserahkan melalui Bapak F.X. Murdjito.
17 Juli 1998, Pemenang Harapan I Lomba Inmindi Tingkat Nasional Tahun 1997/1998.
16 September 2001, Penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2001 di Istana Negara Jakarta.
18-24 September 2001, Penghargaan atas partisipasi dan kerjasama dalam acara Forum Komunikasi Seminar Ilmiah Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia XV (FX SIMPATI XV) MUNAS dan MUKERNAS IX: Reposisi Peran dan Fungsi Perlindungan Tanaman dalam mendukung Keamanan dan Ketahanan Pangan yang Berbasiskan Pertanian Berkelanjutan Memasuki Era Pasar Bebas HIMASITA IPB.
65
9 Oktober 2001, Juara I Lomba Intensifikasi Khusus (Insus) Padi Tingkat Provinsi Tahun 2001 oleh Gubernur Jawa Barat.
16 November 2001, mewakili Provinsi Bogor mengikuti Perlombaan Insus Padi Tingkat Provinsi Tahun 2001 oleh Menteri Pertanian (Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc).
3 Juni 2002, Penghargaan kepada M. Anduy sebagai juara I Perlombaan Intensifikasi Pertanian Tingkat Provinsi Jawa Barat.
Pada tingkat madya ini, jumlah anggota kelompok tani Mekarsari meningkat menjadi 90 orang. Pada tahun 1997, kelompok tani Mekarsari berubah tingkatnya menjadi kelompok tani kelas utama yakni tingkat provinsi. Anggota kelompok tani ini tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008, pemerintah membuat sebuah program dalam rangka meningkatkan taraf hidup petani melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini berupa pemberian bantuan modal yang akan dikelola oleh lembaga perdesaan yakni Gapoktan. Desa Purwasari menjadi salah satu desa penerima bantuan dana tersebut. Akan tetapi karena di desa ini belum memiliki Gapoktan, maka dibentuklah Gapoktan yang terdiri dari beberapa kelompok tani yang sudah ada dan sudah tergabung sebelumnya yakni Kelompok Tani Mekarsari, Kelompok Tani Hegar Sari, Kelompok Tani Rawa Sari, dan Kelompok Tani Keramat Sari, serta Kelompok Tani Bakti tani. Kelima kelompok tani ini bergabung menjadi sebuah Gapoktan yang bernama Gapoktan Mekarsari. Gapoktan Mekarsari ini resmi berdiri pada tanggal 3 Maret 2008. 6.1.2 Aspek Kelembagaan Gapoktan Mekar Sari Suatu
kelembagaan
diharapkan
mampu
mengembangkan
dan
menggerakkan perekonomian pertanian di perdesaan melalui suatu pengusahaan dan inovasi produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumen (anggota) dari aspek kuantitas maupun kualitas. Hadirnya suatu kelembagaan juga harus mampu membela kepentingan petani sebagai pelaku utama (produsen) sehingga mampu meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Dengan demikian kelembagaan tersebut harus dibentuk dari potensi lokal yang terdapat dalam kelompok-kelompok masyarakat tersebut di suatu wilayah atau desa. 66
Selain itu, tujuan lain dibentuknya Gapoktan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan serta masyarakat tani, anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan melalui akidah-akidah teknologi pertanian yang lebih menguntungkan dan optimalisasi pemberdayaan kelompok tani. Pembentukan Gapoktan juga diharapkan memiliki fungsi yang dapat menjadi magnet bagi anggota maupun non anggota dalam mewadahi proses belajar mengajar bagi kelompok tani dan anggotanya, wahana kerjasama antar kelompok tani, serta mampu mengembangkan pembangunan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. 6.1.2.1 Kepengurusan dan Keanggotaan Gapoktan Struktur Kepengurusan pada Gapoktan Mekarsari adalah sebagai berikut : a. Ketua
: Suhanda
b. Sekretaris
: Dindin
c. Bendahara
: Suganda
d. Seksi – seksi : - Seksi Tanaman dan Kehutanan
: H. Andung
- Seksi Peternakan
: Abdul Hadi
- Seksi Pengamatan Hama Terpadu : Inan Sarta - Seksi Usaha
: Edi Basri
- Seksi Mitra Cai
: U. Juarsah
- Seksi Wanita Tani
: Euis Fatimah
- Seksi Taruna Tani
: Supriadi
Jabatan di dalam kepengurusan Gapoktan memiliki tugas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari masing-masing Gapoktan di tiga desa, dapat dijelaskan secara umum mengenai tugas dan tanggung jawab dari masing-masing pengurus Gapoktan: 1. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Ketua Menetapkan kebijakan pelaksanaan rencana kerja tahunan rencana kerja yang telah ditetapkan. Menyampaikan
laporan
pelaksanaan
rencana
kerja
tahunan
berdasarkan rencana kerja yang telah ditetapkan. Bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat. 67
Melaksanakan semua keputusan. Memimpin dan mengatur pengelolaan organisasi sehari-hari dalam rangka pelaksanaan rencana kegiatan yang ditetapkan. Bertanggung jawab atas maju mundurnya Gapoktan kepada rapat anggota. Memimpin rapat atau musyawarah. Memimpin laporan pada musyawarah. Memimpin dan mengatur pengelolaan, pembinaan dan pengembangan Gapoktan
serta
pelaksanaan
rencana
kegiatan
sesuai
dengan
keputusan-keputusan musyawarah yang terdiri atas perencanaan, pengaturan kegiatan, penggunaan dana, koordinasi, pengawasan dan evaluasi. Menghadiri berbagai pertemuan yang bertujuan mengembangkan Gapoktan 2. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Sekretaris Memimpin dan mengatur berfungsinya sekretarian. Menyiapkan bahan-bahan musyawarah dan rapat. Menyiapkan laporan. Bertanggung jawab kepada ketua. 3. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Bendahara Mengatur pengadaan dan pengelolaan dana, termasuk anggaran pendapatan dan belanja Gapoktan. Melaporkan pengelolaan dana bulanan, triwulan dan neraca keuangan pada akhir tahun. Bertanggung jawab kepada ketua.
68
4. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Tanaman dan Kehutanan Mengurusi segala bidang yang berkaitan dengan tanaman dan kehutanan Mengumpulkan informasi dan menyampaikannya kepada anggota mengenai mengenai cara bercocok tanam yang baik dan pengelolaan bibit tanaman. Sebagai pelaksana lapang jika terdapat bantuan pemerintah berupa bantuan bibit tanaman maupun alat-alat pertanian yang akan disalurkan kepada anggota. Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan waktu program kepada ketua. 5. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Peternakan Mengurusi segala bidang yang berkaitan dengan peternakan. Menyediakan kandang dan sarana lainnya seandainya terdapat program penyuluhan dari dinas peternakan kepada para anggota. Mengumpulkan informasi dan menyampaikannya kepada anggota mengenai cara beternak yang baik Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan progran kepada ketua. 6. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Usaha Bertindak sebagai pemasar hasil produk anggota. Mengumpulkan informasi mengenai trend harga dan pasar kemudian menyampaikannya kepada anggota. Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan progran kepada ketua 7. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Mitra Cai Mengurusi pengelolaan dan pengaturan saluran irigasi yang ada di wilayah anggota. Menjaga ketersediaan air untuk kepentingan irigasi. Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan program kepada ketua
69
8. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Wanita Tani Mengurusi dan membina kegiatan para ibu-ibu petani dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga tani. Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan progran kepada ketua. 9. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Seksi Taruna Tani Membangun kader-kader muda tani sebagai cikal bakal penerus pengurus gapoktan melalui pelatihan dan pendidikan. Memberdayakan pemuda-pemudi tani melalui kegiatan usaha yang bermanfaat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga tani. Melaporkan secara tertulis mengenai kegiatan yang sudah terlaksana sesuai ketentuan progran kepada ketua. Perkembangan jumlah anggota kelompok tani dan anggotanya pada Gapoktan Mekarsari mengalami perubahan pada saat sebelum dan sesudah PUAP (Tabel 11). Pada saat sebelum diadakannya PUAP di Desa Purwasari, anggota Gapoktan hanya sebanyak 32 orang. Akan tetapi sesudah PUAP, anggota Gapoktan bertambah menjadi 178 orang. Rata-rata perubahan ini sebesar 82,02 %. Persentase perubahan yang sangat besar sekali. Perubahan ini disebabkan oleh karena : 1) program ini sangat menarik bagi para petani lain disekitar Gapoktan karena adanya bantuan berupa dana, sehingga dulunya mereka yang enggan untuk bergabung menjadi tertarik untuk bergabung dengan Gapoktan; 2) selain pria, kebanyakan yang menjadi anggota Gapoktan setelah adanya PUAP adalah para ibu-ibu rumah tangga yang pekerjaan sehari-harinya membantu para suami mereka dengan membuka warung kecil-kecilan untuk membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga.
70
Tabel 11. Perkembangan Jumlah Anggota Gapoktan Mekarsari Sebelum dan Sesudah adanya PUAP
Nama Kelompok Tani
Jumlah anggota (orang) Sebelum PUAP
Persentase Perubahan (%)
Sesudah PUAP
Mekarsari
20
53
62,26
Hegar Sari
4
78
94,87
Rawa Sari
5
36
86,11
Keramat Sari
1
1
0
Bakti Tani
2
11
81,81
32
178
μ = 82,02
Total
Sumber : Gapoktan Mekarsari (2010), data diolah
6.1.2.2 Kegiatan Keorganisasian a. Rapat Menentukan Jadwal Tanam Rapat menentukan Jadwal Tanam adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin dalam tiga bulan sekali setelah panen. Kegiatan ini menentukan dan membahas kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan setelah panen. Hal-hal yang dibahas dalam rapat ini adalah : Menentukan benih apa yang harus ditanam untuk musim berikutnya. Menentukan kapan waktu untuk memulai pengolahan lahan. Menentukan cara pemupukan dengan pupuk yang berimbang. Menentukan kapan melakukan pasca panen. Menentukan kapan melakukan kegiatan perbaikan saluran air dari hulu hingga ke hilir. Menentukan jadwal penaman padi b. Kegiatan gotong royong perbaikan saluran air dari hulu hingga ke hilir Jadwal kegiatan ini didasarkan pada hasil rapat menentukan jadwal tanam. Kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam setiap musim tanam. Kegiatan ini
71
bertujuan untuk memperbaiki dan mengelola sistem irigasi sawah setelah dilakukan panen. c. Kegiatan penanaman padi secara serempak Kegiatan ini bertujuan untuk mengatur pola penanaman padi pada setiap areal persawahan. Untuk setiap areal persawahan dibedakan waktu penanaman padinya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah turunnya harga pada saat panen yang berlimpah. Maka dalam kegiatan ini juga ditentukan pengaturan pemanenan secara bergilir. 6.1.3. Aspek Ekonomi (Usaha) Gapoktan Dalam
kegiatan usahanya, Gapoktan Mekarsari memiliki dua sektor
kegiatan usaha, yakni kegiatan usaha budidaya (on-farm) dan kegiatan usaha nonbudidaya (off-farm). 6.1.3.1 Usaha On-Farm Kegiatan usaha yang ada di Desa Purwasari sebagian besar di usahatani (budidaya) yang disebut juga kegiatan on-farm. Kegiatan usahatani yang ada di Desa ini sebagian besar usahatani padi. Berikut ini adalah aktivitas usahatani (budidaya) di Desa Purwasari : 6.1.3.1.1 Pesemaian Proses ini meliputi penebaran benih pada sepetak lahan. Benih yang ditebar selanjutnya berkembang menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Varietas benih padi yang umum digunakan oleh petani Desa Purwasari adalah benih padi Ciherang. Perlakuan benih sebelum disebar di tempat persemaian adalah perendaman benih yang dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Benih dimasukkan ke dalam karung, kemudian direndam selama 48 jam, setelah itu diperam kembali di darat yaitu di tempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari selama 48 jam. Benih yang telah diperam tersebut kemudian disebar di lahan persemaian, baik itu di darat maupun di air (sawah). Lama waktu persemaian di darat dan di air memiliki perbedaan yaitu, lama waktu persemaian benih padi di darat lebih lama dibandingkan dengan lama waktu persemaian di darat.
Lama waktu 72
persemaian benih di air sekitar 20-25 hari, sedangkan di darat sekitar 17-22 hari. Untuk luas tanam satu hektar, dibutuhkan lahan seluas 500 m2. Biasanya untuk beberapa petani kecil dengan luas lahan kurang dari 1 Ha, pesemaian dilakukan secara bersamaan. Pada Desa Purwasari, penggunaan benih biasanya melebihi penggunaan yang dianjurkan. Untuk setiap hektarnya kebutuhan benih biasanya berkisar antara 20-25 kg (Purwono, 2007). Namun pada kebanyakan petani di Desa Purwasari menggunakan lebih dari yang dianjurkan. Hal inilah yang membuat biaya penggunaan input di Desa Mekarsari semakin tinggi. 6.1.3.1.2 Pengolahan Lahan Pengolahan tanah yang dilakukan petani responden bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain itu untuk menstabilkan kondisi tanah yakni memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Proses pengolahan tanah biasanya dilakukan antara 25-30 hari sebelum masa tanam, yaitu sambil menunggu benih yang disemai.
Kegiatan
pengolahan tanah meliputi (1) penguatan dan perbaikan pematang galengan), (2) pengolahan tanah, (3) perataan tanah dan pembersihan di sekitar pematang, dan (4) pembuatan garis tanaman (ngagarok). 6.1.3.1.3 Penanaman Penanaman bibit yang dilakukan oleh petani responden pada umunya masih secara konvensional dimana jarak tanam antar bibit relatif dekat. Selain itu jumlah bibit per rumpun yang ditanam masih banyak yaitu berkisar 3-5 bibit per rumpun. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran merebaknya keong mas sehingga apabila bibit yang ditanam sedikit akan habis dimakan keong. Penanaman atau nandur biasa dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
73
6.1.3.1.4 Penyiangan dan Penyulaman Penyiangan dan penyulaman bertujuan untuk mencabut gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan
padi,
menghindari
serangan
hama/penyakit,
membuang tanaman padi yang dapat menyiangi penyerapan unsur hara, dan menggemburkan tanah di sekitar tanaman.
Penyiangan (ngarambet) pada
umumnya dilakukan dua kali. Penyiangan dan penyulaman pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
Akan tetapi, apabila dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga,
penyiangan dan penyulaman juga dilakukan oleh pria. 6.1.3.1.5 Pemupukan Pemupukan pada umumnya dilakukan dua hingga tiga kali untuk setiap musim tanam yaitu pada saat pengolahan lahan, sekitar 7-14 hari penanaman dan 40-50 hari setelah penanaman. Pupuk yang digunakan petani responden sebagian besar merupakan pupuk anorganik, yaitu pupuk Urea, TSP, KCl, dan Phonska. Hanya beberapa orang petani saja yang menggunakan pupuk kandang. Sebagian dari petani menuturkan alasan mengapa tidak menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar adalah dengan penggunaan pupuk kandang maka akan menambah biaya sedangkan hasil panen yang diperoleh tidak akan jauh berbeda. 6.1.3.1.6 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sejak tahun 1994, anggota kelompok tani Mekarsari tidak lagi menggunakan pestisida kimia. Mereka hanya menggunakan musuh alami dan pestisida nabati (daun-daunan). Hama banyak bermunculan dan menyerang tanaman pada musim hujan, jenis hama yang saat ini sering menyerang adalah wereng dan Tungro. Tungro adalah hama penggerek batang. Untuk mengatasi wereng dan tungro tersebut, para petani biasanya hanya menggunakan terasi yang dibungkus dengan kain kemudian dicelupkan kedalam air, sedangkan untuk mengelabui walang sangit, mereka menggunakan bangkai keuyeup (sejenis kepiting) yang diletakkan pada setiap 1,5 m x 3 m petakan sawah.
Jika terjadi hama tikus dan kupu-kupu putih, lahan sawah cukup
dikeringkan. Musang juga salah satu predator alami yang dapat digunakan untuk mencegah hama. 74
6.1.3.1.7 Pemanenan dan Pemasaran Tahapan panen dilakukan ketika padi sudah berumur sekitar 100-120 hari. Pada Desa Purwasari, terdapat sistem ngepak atau sistem 4 : 1, yang artinya 4 bagian atau 80 persen untuk pemilik penggarap dan 20 persen untuk penggarap. Pemilik penggarap biasanya hanya memberikan modal dan sedikit melakukan kegiatan usahatani, dan penggarap melakukan kegiatan usahatani, mulai dari pengolahan lahan hingga pemanenan. Kegiatan pemanenan ini terdiri dari kegiatan mengarit dan ngagebot atau merontokkan padi dari pohonnya. Sebagaian besar hasil panen padi tidak dijual. jikapun ada yang dijual, hasil panen dijual dalam bentuk gabah kering dengan harga berkisar Rp 1.200 /kg – Rp 1.500 /kg. Gabah tersebut dijual kepada tengkulak, penggilingan atau sesama anggota kelompok tani dan dipasarkan ke Pasar Dramaga. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai di Desa Purwasari sangat mendukung untuk kegiatan pemasaran hasil panen petani. Kondisi jalan di desa ini juga suda cukup baik sehingga memudahkan para petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka. 6.1.3.2 Usaha Off-Farm Penduduk di desa banyak melakukan kegiatan-kegiatan diluar pertanian (off-farm) sebagai penghasilan tambahan, Hal ini didorong tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak dapat terus-menerus menggantungkan hidup dari hasil kegiatan budidaya seperti bertani yang harus menunggu beberapa bulan kedepan. Maka dari itu mulai berkembang usaha-usaha non budidaya seperti usaha pengadaan saprotan, pengolahan, pengemasan, serta pemasaran produk hasil pertanian. Kegiatan ini tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menikmati hasilnya. Selain kegiatan budidaya pertanian (on-farm), ternyata di Desa Purwasari juga terdapat kegiatan usaha non-budidaya (off-farm). Kegiatan ini banyak dilakukan oleh penduduk desa yang tidak memiliki lahan pertanian atau hanya memiliki sedikit lahan untuk ditanami tanaman pertanian. Pada saat penelitian ditemukan beberapa kegiatan off-farm, diantaranya usaha pengadaan saprotan, pengolahan tepung beras, pembuatan roti, pembuatan kue kering dan basah, 75
pembuatan rengginang dan renggining, dagang bakso, dagang sayuran dan buah serta usaha warung sembako kecil-kecilan. Usaha pengadaan saprotan ini dikelola oleh gapoktan Mekarsari meliputi pengadaan benih dan pupuk. Saprotan ini dijual kepada para petani di desa dengan sistem pembayaran setelah panen yang sering disebut yarnen. Di Desa Purwasari juga terdapat usaha dagang roti dengan merek ”Roti Damai”. Produsen roti ini berada di Pamulang, akan tetapi memiliki cabang di desa Purwasari untuk memasarkan produknya. Roti ini dibeli pedagang dengan harga Rp 600 per satuan kemudian dijual dengan harga Rp 1000 per satuan. Roti ini dipasarkan di sekitar daerah Gunung Gede, Gunung Sari, Gunung Kicung, Cibeuring, Petir, dan Gunung Menir. Di Desa Purwasari juga sering dijumpai pedagang bakso yang merupakan penduduk setempat. Untuk dagang bakso, para pedagang biasanya berkeliling kampung menjual baksonya. Untuk satu kg daging sapi dengan harga Rp. 65.000 dapat dibuat bakso untuk lebih dari 40 mangkuk (porsi). Satu mangkuk dijual dengan harga Rp. 5.000 maka dapat diperoleh pemasukan kotor sekitar Rp. 200.000. Kerupuk rengginang adalah kerupuk yang dibuat dari bahan dasar beras ketan (putih ataupun hitam). Kerupuk rengginang dikonsumsi sebagai makan kecil teman minum teh atau kopi. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rengginang adalah sebagai berikut : Ketan 1 kg, Bawang putih 0,2 ons , Bumbu masak secukupnya, Gula pasir 0,2 ons, dan Garam 0,4 ons. Dengan jumlah bahan seperti itu, rengginang yang akan diperoleh sebanyak 1,25 kg dalam keadaan mentah. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan rengginang seperti Dandang , Kompor , Alat cetak (bisa dibuat dari kulit bambu) , Tampah (untuk menjemur), Panci. Untuk cara pembuatan rengginang sebagai berikut : Beras ketan dicuci hingga bersih dan direndam dalam panci selama dua hari dua malam agar nantinya kerupuk bisa renyah. Sebelum beras ketan ditanak dalam dandang. Tambahkan bawang putih yang sudah digoreng, bumbu masak, gula pasir, dan garam. Aduk sampai bumbu-bumbunya merata. Biarkan sampai matang. Setelah nasi ketan masak, tiriskan dan padatkan di atas tampah. Selanjutnya nasi ketan 76
dapat segera dicetak. Cetakan bisa dibuat dari kulit bambu tipis berbentuk lingkaran (diameter 5-7 dan tinggi ( 0,5 cm). Kemudian dijemur sehingga kering. Pengepakan Kerupuk rengginang dapat dijual dalam keadaan mentah atapun matang dan dikemas dalam plastik yang tebal. Rengginang dijual dengan harga Rp. 7.000 per kilogram (mentah) atau Rp 400 per satuan. Rengginang tersebut dipasarkan tidak hanya di desa Purwasari saja melainkan ke daerah-daerah seperti Desa Petir, Gunung Walung, Kampung Rawa Sari, dan Pasir Andung.
77
6.2
Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP pada Gapoktan PUAP di Desa Purwosari, Kecamatan Dramaga Untuk melihat efektivitas penyaluran BLM PUAP pada Gapoktan PUAP
di Desa Purwasari dapat menggunakan beberapa penilaian seperti karakteristik debitur (peminjam), penilaian terhadap pengurus, dan penilaian terhadap anggota. 6.2.1 Karakteristik Debitur (Peminjam) dana PUAP pada Gapoktan Mekar Sari Karakteristik debitur (peminjam) diidentifikasi melalui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian kredit di Gapoktan Mekarsari yang terdapat dalam masing-masing responden terpilih tersebut. Indikator tersebut berasal dari dua kelompok karateristik responden yaitu karakteristik individu dan karakteristik usaha. a. Perbandingan Karakteristik Individu Responden
Usia Umur seseorang akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara
berpikir.
Orang yang lebih muda biasanya cenderung lebih agresif dan lebih
dinamis dalam berusaha bila dibandingkan dengan yang lebih tua. Disamping itu, umur juga mempengaruhi seorang dalam mengelola usahanya. Petani dengan umur yang relatif lebih muda akan mampu bekerja keras bila dibandingkan dengan pedagang yang lebih tua. Usia mempengaruhi keberanian responden dalam pengambilan keputusan secara rasional, karena peningkatan usia pada umumnya akan mematangkan kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kredit. Petani responden yang melakukan kegiatan usahatani di Desa Purwasari berusia antara 28-68 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya 41-50 tahun.
78
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Umur di Desa Purwasari Tingkat Umur
Jumlah
(tahun)
Orang
<21
Tingkat Umur <21
21-30
10
31-40
12
41-50
25
41-50
51-60
8
51-60
>60
5
>60
21-30 31-40
60
Total
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa petani responden yang berusia antara 41-50 tahun menempati urutan tertinggi dengan persentase 41,66 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia matang. Petani yang termasuk dalam tingkatan umur 41-40 tahun mempunyai kemampuan fisik yang baik untuk melakukan kegiatan usahatani dan relatif terbuka dalam menerima perubahan teknologi dalam kegiatan usahatani. Hal ini berbeda dengan petani yang berusia 51-60 tahun keatas yang sudah lemah secara fisik dan lebih sulit menerima hal-hal baru dengan alasan tidak mau menanggung resiko.
Jenis kelamin Dalam rumah tangga petani, pria merupakan kepala rumah tangga yang
bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan mencari nafkah sebagai petani. Kaum wanita tani biasanya menjadi ibu rumah tangga yaitu dengan mengurusi anak dan keperluan rumah tangga lainnya. Akan tetapi belakangan ini peran tersebut sudah mulai bergeser. kaum wanita tani tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja, Akan tetapi mereka juga mulai mencoba untuk mencari nafkah dengan harapan dapat menambah pendapatan rumah tangga. Hal ini juga terlihat dalam daftar anggota yang mengajukan kredit PUAP. Persentase wanita dalam mengajukan kredit PUAP cukup besar walaupun tidak sebanyak kaum Pria. Persentase jumlah wanita yang mengajukan kredit PUAP
79
sebesar 31 persen dan persentase jumlah pria tani yang mengajukan PUAP sebesar 69 persen (Tabel 13). Tabel 13. Jumlah dan Persentase Peminjam Dana PUAP berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Jenis Kelamin
(orang)
Pria
123
Wanita
55
Total
178
Pria Wanita
Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan faktor yang dapat menunjang proses
penyerapan teknologi dan informasi ataupun terobosan-terobosan dalam bidang usaha. Tingkat pendidikan yang rendah akan mengakibatkan daya serap petani terhadap informasi pasar dan segmen pasar yang dimasuki
semakin lamban,
sehingga usaha-usaha yang mengarah pada peningkatan produksi dan pendapatan akan bergerak secara lamban pula. Pendidikan dapat menjadi salah satu faktor pembentukan pola pikir seseorang dalam menerima dan menyikapi suatu perubahan dan pandangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka petani tersebut akan mampu melihat suatu pandangan ke arah yang positif. Petani tersebut akan mampu melihat pentingnya keberadaan kelompok tani dalam meningkatkan pola pikir dalam berusahatani. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah yaitu responden yang tidak tamat Sekolah Dasar sebanyak 27 orang (45,00 persen), tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 30 orang (50,00 persen), dan tamat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 3 orang (5,00 persen) (Tabel 14).
80
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat
Jumlah
Pendidikan
(orang)
Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD
27
SD
30
Tidak tamat SD SD
SMP
3 SMP
SMA
-
Diploma/S1/S2
60
Total
SMA Diploma/S1/S 2
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tangungan keluarga adalah banyaknya orang yang berada dalam
pengelolaan suatu rumah tangga selain kepala keluarga. Besarnya tanggungan keluarga dalam suatu rumah tangga, akan memberi pengaruh terhadap pengeluaran belanja rumah tangga terutama untuk konsumsi. Dampaknya terhadap kegiatan usahatani adalah pengalokasian dana untuk membiayai kegiatan menjadi berkurang. Tetapi di sisi lain, banyaknya anggota keluarga dalam suatu rumah tangga akan semakin banyak sumbangan pemikiran dan alternatif pertimbangan apabila menghadapi suatu permasalahan, termasuk pengambilan keputusan. Selain itu, apabila anggota keluarga tersebut berada pada usia produktif, berarti tersedia tenaga kerja dalam keluarga. Keputusan itu salah satunya adalah keputusan mengambil kredit pinjaman. Alasan keputusan dalam mengambil kredit sangat terkait dalam pemenuhan kebutuhan keluarga tani. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa rumah tangga dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 1-3 orang lebih banyak memilih untuk mengambil kredit dengan persentase 58,33 persen. Sedangkan diantara keluarga tersebut, rumah tangga dengan usaha off-farm lebih banyak memilih mengambil kredit yakni sebanyak dua puluh orang atau sekitar 57,14 persen lebih 81
besar dibandingkan usaha on-farm. Akan tetapi pada jumlah tanggungan keluarga berkisar 4-6 orang, rumah tangga on-farm lebih banyak memilih mengambil kredit. hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah tangga sebanyak sepuluh orang atau sekitar 55,56 persen lebih banyak dibandingkan rumah tangga dengan usaha offfarm (Tabel 15). Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Selang Jumlah
Jumlah Kepala Rumah Tangga (orang)
Tanggungan Keluarga
On-Farm
(orang)
Off-Farm
1-3
15
20
4-6
10
8
7-9
3
2
10-12
2
0
>12
0
0
Total
30
30
On-Farm
1-3 orang
Off-Farm
1-3 orang
4-6 orang
4-6 orang
7-9 orang
7-9 orang
10-12 orang
10-12 orang
>12 orang
>12 orang
82
b. Perbandingan Karateristik Usaha Responden Karakteristik usaha responden mencerminkan keragaan usaha yang terkait dengan modal yang diinvestasikan dan modal kerja/operasional, skala usaha, jumlah tenaga kerja yang mengelola usaha, serta pemilikan saprokan.jenis usaha, lama usaha, dan lama menetap di lokasi usaha. Pada penelitian ini hanya difokuskan pada jenis usaha, lama usaha, dan lama menetap di lokasi usaha. Berikut karakteristik usaha responden yang ada di Gapoktan Mekarsari.
Jenis usaha Jenis usaha yang diusahakan oleh anggota Gapoktan Mekarsari dibedakan
berdasarkan dua sektor usaha yakni sektor usaha on-farm dan sektor usaha offfarm. Pada sektor usaha on-farm, jenis usaha yang paling banyak adalah usahatani padi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden untuk usahatani padi sebanyak 30 orang. Sedangkan untuk sektor usaha off-farm terdiri beberapa jenis usaha yakni dagang roti sebanyak 9 orang, dagang buah dan sayuran sebanyak 10 orang, dagang bakso sebanyak 6 orang, dagang kue kering dan basah sebanyak 3 orang, serta dagang renginang dan renggining sebanyak 2 orang. Dari sektor off-farm, jenis usaha yang mendominasi adalah usaha dagang buah dan sayuran. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Usaha Jenis Usaha
Jumlah Responden (Orang)
On-Farm -Usahatani Padi
30
Off-Farm -Dagang Roti -Dagang Buah dan Sayuran
9 10
-Dagang Bakso
6
-Dagang Kue Kering dan Basah
3
-Dagang Rengginang dan Renggining
2
83
Off-Farm
Dagang Roti Dagang Buah dan Sayuran Dagang Bakso Dagang Kue Kering dan Basah Dagang Rengginang dan Renggining
Lama usaha Lama usaha menggambarkan selang waktu usaha yang dijalankan oleh
anggota Gapoktan. Pada sektor on-farm, usahatani padi merupakan usaha yang paling lama ditekuni yakni sekitar 21-25 tahun. Hal ini dikarenakan usaha ini tidak hanya sekedar usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan sudah menjadi budaya. Untuk sektor off-farm, lama usaha tergolong masih baru yakni 15 tahun. Bahkan ada usaha off-farm baru yang modal awal usahanya berasal dari dana PUAP. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Usaha Lama Usaha (tahun)
On-farm
Off-Farm
1-5
-
15
6-10
4
10
11-15
7
5
16-20
6
-
21-25
10
-
>25
3
-
Total
30
30
On-Farm
1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun >25 tahun
Off-Farm
1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun >25 tahun
84
Lama Menetap di Lokasi Usaha Lama Menetap di Lokasi Usaha menggambarkan keberadaan para anggota
Gapoktan Mekarsari di Desa Purwasari. Berdasarkan hasil tinjauan lapang, responden pada sektor on-farm kebanyakan merupakan penduduk asli Desa Purwasari. Hal ini dapat dilihat dari selang waktu lama menetap di lokasi usaha yaitu 21-25 tahun, bahkan ada responden yang sudah menetap di lokasi usaha >25 tahun. Sedangkan untuk sektor off-farm, responden kebanyakan merupakan penduduk pendatang yang berasal dari desa sebelah seperti desa petir, desa neglasari, dan desa gunung bunder bahkan ada dari luar kota lain seperti depok, tangerang, banten, sukabumi, dan jakarta. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Menetap di Lokasi Usaha Lama Menetap di
On-Farm (orang)
Off-Farm (orang)
1-5
-
17
6-10
-
10
11-15
5
3
16-20
7
-
21-25
13
-
>25
5
-
Total
30
30
Lokasi Usaha
On-Farm
Off-Farm 1-5 tahun
1-5 tahun
6-10 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun
16-20 tahun
21-25 tahun
21-25 tahun
>25 tahun
>25 tahun
85
6.2.2 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak Penyalur (pengurus Gapoktan) Untuk
melihat
efektivitas
penyaluran
BLM-PUAP
dapat
dinilai
berdasarkan kriteria penilaian terhadap pengurus. Hal ini untuk melihat kinerja pengurus terhadap penyaluran dana bantuan tersebut. 6.2.2.1 Target dan Realiasi Pinjaman PUAP Total keseluruhan dana BLM-PUAP yang diterima Gapoktan sebesar Rp. 100.000.000,00. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan dalam kegiatan simpan-pinjam. Dalam menyalurkan dana BLM-PUAP tersebut, pengurus Gapoktan membuat tahapan pencairan dana untuk digunakan dalam kegiatan simpan-pinjam di Gapoktan. Pada tahap penyaluran dana tahap I, dana yang dicairkan sebesar Rp 25.000.000. Kebijakan ini dimaksudkan agar sebagian dana yang lain dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan Gapoktan lainnya yakni dalam hal pengadaan pupuk bagi para anggotanya. Dana ini dipakai Gapoktan untuk membeli sejumlah pupuk yang kemudian dijual kepada anggota dengan harga yang relatif murah dibandingkan jika anggota membeli dari agen. Setelah penyaluran pinjaman dana PUAP tahap I selesai, para calon peminjam yang lain mulai mengajukan pinjaman. Pada penyaluran tahap II terjadi peningkatan jumlah calon peminjam. Maka dari itu, pengurus pun menaikkan jumlah penyaluran dana pinjaman sebesar Rp 50.000.000. Kemudian tahap selanjutnya dana yang dicairkan disesuaikan dengan dana yang tersisa dari total dana BLM-PUAP keseluruhan yakni sebesar Rp 10.000.000 dan Rp 15.000.000. Berikut ini adalah tahapan penyaluran dana PUAP di Gapoktan Mekarsari:
Tahap I sebesar Rp 25.000.000
Tahap II sebesar Rp 50.000.000
Tahap III sebesar Rp 10.000.000
Tahap IV sebesar Rp 15.000.000 Pihak pengurus Gapoktan merealisasikan dana pinjaman kepada anggota
(petani) sesuai dengan jenis usaha yang benar-benar diminati dan telah berpengalaman. Hal ini dilakukan dengan harapan petani tersebut mampu mengembalikan kredit sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Gapoktan
86
Mekarsari dalam memberikan pinjaman dana PUAP kepada anggotanya didasarkan pada kriteria kelayakan berikut ini : a. Calon Peminjam tidak terikat dengan lembaga kredit informal seperti ”Bank Keliling”. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari petani, banyak para petani yang mengambil jalan pintas dengan mengambil kredit kepada”Bank Keliling”. ”Bank Keliling” yang dimaksudkan disini adalah para rentenir yang meminjamkan uang kepada para petani dengan tingkat suku bunga yang tinggi. Cicilan kredit pun harus dibayarkan setiap minggunya. Hal ini sangat membebankan para petani, karena kondisi pendapatan mereka yang tidak menentu. Maka dari itu, pengurus Gapoktan menetapkan bagi para calon peminjam tidak diperbolehkan meminjam jika masih terikat dengan ”Bank Keliling”. Kebijakan ini ditetapkan Gapoktan sebagai langkah untuk mencegah terjadinya penunggakan pelunasan pinjaman dana PUAP. Jika anggota masih terikat dengan lembaga kredit informal tersebut, maka anggota harus menyelesaikan terlebih dahulu segala hutang yang terdapat pada lembaga informal tersebut. b. Calon Peminjam memiliki status pelaku agribisnis Dana BLM-PUAP pada hakikatnya diperuntukkan bagi pelaku usaha agribisnis yang mempunyai transaksi hasil usaha harian, mingguan maupun musiman dalam meningkatkan kesejahteraannya, maka dari itu kebijakan ini mengharuskan calon peminjam memiliki status sebagai pelaku. Status tersebut dapat berupa bukti kepemilikan lahan pertanian maupun lahan garapan, baik untuk petani pemilik, petani penyewa, dan petani penggarap, dan untuk pelaku usaha lainnya seperti di sektor off-farm dapat berbentuk bukti usaha yang menyatakan pelaku tersebut melakukan usaha yang berkaitan dengan agribisnis. Kebijakan ini diterapkan untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana PUAP kepada pihak yang tidak berkepentingan memperoleh dana tersebut.
87
c. Calon Peminjam memiliki karakter peminjam yang bertanggung jawab Kriteria kelayakan ini memang sangat subjektif. Kriteria ini didasarkan pada pandangan masyarakat seperti tetangga, kerabat, maupun tokoh masyarakat yang ada di desa terhadap calon peminjam. Jika menurut pandangan masyarakat tersebut kepada calon peminjam layak, maka pengurus pun dapat memenuhi permohonan pinjaman yang diajukan. Dalam menentukan kelayakan calon peminjam, maka pengurus gapoktan membentuk Tim Verifikasi. Tim Verifikasi tersebut beranggotakan masing-masing ketua kelompok dan tokoh masyarakat sekitar. Tim inilah yang nantinya menentukan layak atau tidaknya seorang calon peminjam memperoleh pinjaman. Tim ini juga sekaligus menjadi penjamin jika suatu saat terjadi penunggakan pinjaman. 6.2.2.2 Jangkauan Realiasi Pinjaman PUAP Evaluasi penyaluran pinjaman BLM-PUAP selanjutnya adalah menilai pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan simpan pinjam. Selain itu, dinilai juga sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh kebutuhan para petani dalam menjalankan usahataninya. Evaluasi ini juga melihat sektor mana yang mendominasi dalam memperoleh pinjaman.
Dana PUAP
tersebut disalurkan pada anggota Gapoktan masing-masing dengan harapan dapat menambah modal usaha baik tanaman pertanian (pangan), peternakan maupun pengadaan sarana produksi pertanian. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa sektor on-farm mendominasi pengajuan pinjaman kredit usaha. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengajuan pinjaman yang dilihat dari Rencana Usaha Anggota (RUA). Terlihat persentase pengajuan pinjaman untuk sektor on-farm lebih besar yakni 50,56 persen dibandingkan sektor off-farm yakni sebesar 49,43 persen (Tabel 19). Kebanyakan para petani mempergunakan dana pinjaman tersebut untuk menambah modal usaha seperti pembelian pupuk dan bibit pada saat masa tanam. Untuk sektor offfarm, usaha yang mendominasi adalah usaha warung kecil dan pembuatan kue basah. Kebanyakan usaha ini didominasi oleh kaum ibu-ibu.
88
Tabel 19. Persentase Jumlah Pengajuan Pinjaman PUAP Berdasarkan Sektor Usaha Kelompok Tani
On-Farm (orang)
Off-Farm (Orang)
Mekarsari
41
12
63
Hegar Sari
21
57
78
Rawa Sari
22
14
36
Bakti Tani
5
5
10
Keramat Sari
1
0
1
90
88
178
50,56
49,44
100,00
Total Persentase ( %)
Total
Sumber : Rencana Usaha Anggota, Data diolah
Pada saat penelitian juga ditemukan bahwa peminjam dana BLM-PUAP tidak hanya berasal para kaum pria saja, Akan tetapi kaum wanita juga banyak yang mengajukan pinjaman. Hal ini dapat dilihat persentase wanita pada tiap-tiap kelompok tani yang mengajukan pinjaman dana BLM-PUAP (Tabel 20). Pada tabel tersebut terlihat total rata-rata persentase wanita yang mengambil pinjaman kredit PUAP sebesar 30,10 persen dari seluruh peminjam kredit PUAP. Sasaran utama pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir adalah rumah tangga miskin di wilayah desa/kelurahan dimana LKM/BKM berada yakni salah satunya adalah PUAP, khususnya warga miskin yang sudah tercantum dalam daftar warga miskin. Salah satu indikatornya adalah minimum 30 persen peminjam adalah perempuan. Melihat persentase wanita yang mengambil pinjaman kredit PUAP di Gapoktan Mekarsari sebesar 30,10 persen maka sasaran ini telah tercapai.
89
Tabel 20. Persentase Jumlah Peminjam Dana PUAP Berdasarkan Jenis Kelamin Nama Kelompok Tani
Jumlah Peminjam Wanita (orang)
Jumlah
Total
Peminjam
Peminjam
Pria (orang)
(orang)
Persentase Wanita (%)
Mekarsari
9
44
53
16,98
Hegar Sari
35
43
78
44,87
Rawa Sari
9
27
36
25,00
Keramat Sari
0
1
1
0
Bakti Tani
2
8
10
20,00
55
123
178
μ = 30,10
Total
Sumber : Rencana Usaha Anggota, Data diolah
Pada Tabel 20 terlihat juga persentase peminjam wanita lebih banyak di kelompok tani Hegar Sari yakni sebesar 44,87 persen. Hal ini dikarenakan, pengurus dalam penyaluran dana PUAP di kelompok ini dipegang oleh istri dari ketua kelompok tani yang merupakan salah seorang dari Tim Verifikasi dana PUAP. Maka dari itu, kebanyakan peminjam berasal dari kaum ibu-ibu rumah tangga yang tak lain adalah teman dari pengurus tersebut. Berdasarkan fakta dilapangan, ditemukan bahwa alasan mengapa ibu-ibu rumah tangga ini layak memperoleh dana PUAP yakni adanya anggapan dari para pengurus poktan, bahwa watak dan perilaku wanita ini lebih baik dan bertanggung jawab ketika diberikan bantuan dana. Karena biasanya, banyak peminjam yang berasal dari kalangan petani terutama kaum pria sering sekali mengabaikan tanggung jawab dalam melunasi kredit.
90
6.2.2.3 Frekuensi Peminjaman Keberhasilan penyaluran pinjaman oleh Gapoktan kepada anggotanya dapat dilihat dari frekuensi atau banyaknya transaksi pinjaman. Penyaluran pinjaman BLM-PUAP pada Gapoktan Mekarsari dimulai pada tahun 2009. Penyaluran pinjaman ini dilakukan sebanyak empat tahap sehingga selama tahapan ini berlangsung terdapat adanya empat transaksi peminjaman. Untuk melihat frekuensi peminjaman dapat dilihat dari laporan pembukuan yang disesuaikan dengan Rencana Usaha Anggota (RUA). Pada saat penelitian, banyak data yang belum masuk kedalam laporan pembukuan. Maka dari itu untuk memudahkan analisis diberikan rentang periode peminjaman yakni satu tahun periode dimulai dari bulan April 2009 hingga bulan April 2010. Pada Tabel 21 transaksi peminjaman dapat dilihat dari jumlah peminjam pada masing-masing sektor dan banyaknya transaksi peminjaman. Pada peminjaman pertama, sektor on- farm mendominasi dalam pengajuan kredit yakni terdapat 52 orang peminjam, Akan tetapi terjadi perubahan pada peminjaman kedua yakni sektor off-farm mendominasi peminjaman dengan jumlah peminjam sebanyak 37 orang. Pada peminjaman ketiga, jumlah transaksi peminjaman pada kedua sektor sama yakni delapan orang peminjam. Pada peminjaman keempat, jumlah transaksi peminjaman lebih banyak di sektor onfarm yakni dua orang peminjam.
91
Tabel 21. Jumlah Peminjam Tiap Kelompok Tani Berdasarkan Jumlah Transaksi Peminjaman
Jumlah Transaksi Peminjaman
Kelompok Tani
Peminjaman I
Peminjaman II
Peminjaman
Peminjaman
(orang)
(orang)
III (orang)
IV (orang)
On-
Off-
On-
Off-
On-
Off-
On-
Off-
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Mekarsari
32
12
5
2
2
0
0
0
Hegar Sari
13
24
5
26
2
7
1
0
Rawa Sari
2
6
14
8
4
1
1
0
Keramat
1
0
0
0
0
0
0
0
4
4
1
1
0
0
0
0
52
46
25
37
8
8
2
0
Sari Bakti Tani Total
6.2.2.4 Persentase Tunggakan Tunggakan pengembalian pinjaman merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menentukan efektivitas penyaluran pinjaman. Apabila tingkat realisasi pinjaman tercapai, frekuensi peminjam meningkat dan jangkauan kredit meluas, namun persentase tunggakan meningkat maka akan mempengaruhi keberhasilan dari program simpan pinjam tersebut. Tunggakan kredit dapat mempengaruhi penyaluran efektivitas penyaluran kredit pada tahap penyaluran berikutnya. Proses pelunasan pinjaman oleh petani sebagai anggota Gapoktan penerima PUAP dilakukan dengan cara pengangsuran secara bulanan dengan sistem penetapan bunga tetap. Besarnya bunga yang ditetapkan oleh pengurus Gapoktan telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) masing-masing Gapoktan. Gapoktan mengangkat beberapa orang debt collector untuk membantu pengurus dalam menagih pelunasan kredit kepada setiap anggota yang meminjam. Setiap kelompok tani memiliki seorang debt colletor. Kebijakan ini tentu memudahkan para pengurus untuk mengontrol pelunasan kredit dan bagi anggota 92
sangat membantu dalam pembayaran kredit karena tidak harus menyetorkan langsung ke Gapoktan yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal anggota. Selama penelitian berlangsung, ditemukan adanya masalah dalam pelunasan kredit. Penelitian memfokuskan transaksi kredit pada jangka waktu satu tahun yakni periode april 2009 hingga april 2010. Tunggakan kredit selama periode ini dapat dilihat pada Tabel 22. Pada peminjaman tahap I, penunggakan terbesar terjadi pada sektor onfarm yakni sebanyak 36 orang. Pada peminjaman tahap II, penunggakan terbesar terjadi pada sektor off-farm yakni sebanyak 36 orang. Pada peminjaman tahap III, penunggakan yang terjadi pada kedua sektor sama besar yakni sebanyak 8 orang. Sedangkan untuk peminjaman tahap IV, penunggakan terbesar terjadi pada sektor on-farm yakni sebanyak 2 orang. Tabel 22. Jumlah Tunggakan Berdasarkan Jumlah Peminjam Pada Setiap Tahap Peminjaman
Jumlah Transaksi Peminjaman Kelompok Tani
Peminjaman I
Peminjaman II Peminjaman III
(orang)
(orang)
Peminjaman IV
(orang)
(orang)
On-
Off-
On-
Off-
On-
Off-
On-
Off-
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm
Farm Farm
Mekarsari
24
11
4
1
2
0
0
0
Hegar Sari
5
14
5
26
2
7
1
0
Rawa Sari
2
6
12
8
4
1
1
0
Keramat Sari
1
0
0
0
0
0
0
0
Bakti Tani
4
4
1
1
0
0
0
0
Total
36
35
22
36
8
8
2
0
Cukup tingginya tunggakan kredit di kelompok yang disebabkan oleh anggota kelompok dapat mengindikasikan bahwa kesadaran mereka dalam mengikuti program PUAP belum sepenuhnya diikuti dengan rasa tanggungjawab yang tinggi sebagai peminjam. Untuk itu pembinaan yang dilakukan oleh petugas lapang terhadap kelompok masih perlu diintensifkan dan ditingkatkan kualitasnya guna mencapai visi dan misi program PUAP yang sesungguhnya. 93
6.2.3 Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengguna (anggota Gapoktan) Disamping menilai efektivitas penyaluran BLM-PUAP terhadap pengurus, penilaian terhadap anggota Gapoktan yang menjadi debitur juga harus dilakukan untuk melihat kesesuaian informasi yang diperoleh dari pengurus. 6.2.3.1 Persyaratan awal Untuk memperoleh dana bantuan PUAP, setiap orang harus menjadi anggota Gapoktan terlebih dahulu. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota adalah sebagai berikut : a. Membayar iuran wajib sebesar Rp 50.000 b. Membayar iuran bulanan sebesar Rp 4.000 c. Menyerahkan Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami atau istri d. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga d. Mempunyai Bukti Kepemilikan Lahan Pertanian (untuk sektor on-farm) e. Mempunyai Bukti Usaha Dagang (untuk sektor off-farm) Pada saat pengamatan langsung, untuk sektor on-farm persyaratan awal ini tidak sepenuhnya mutlak berlaku. Karena ada sebagian petani yang hanya melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja tanpa menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga (KK). Padahal Kartu Keluarga ini bertujuan sebagai indikator untuk melihat apakah dana itu dipakai untuk kebutuhan modal usaha atau kebutuhan sehari-hari petani. Pada Kartu Keluarga akan tertera nama anggota keluarga yang juga merupakan jumlah tanggungan keluarga. Dengan jumlah tanggungan keluarga yang banyak, maka ada kemungkinan dana PUAP tersebut dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Tahap Persyaratan Awal yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 98 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 120 poin. Pada kriteria penyaluran ini terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara langsung dengan responden bahwa syarat ini cukup menjadi masalah bagi para petani karena banyak dikalangan petani yang tidak mempunyai Kartu Keluarga sehingga mereka harus terlebih dahulu mengurus pembuatan Kartu Keluarga. Bagi sebagian petani ada yang menganggap bahwa iuran anggota 94
tersebut memberatkan. Kendala lainnya adalah terdapat perbedaan persepsi antara debt collector kelompok tani yang satu dengan kelompok tani yang lain terkait syarat awal peminjaman. Pada kelompok tani yang satu, calon peminjam hanya menyerahkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk saja, Akan tetapi kelompok tani yang lain, calon peminjam harus menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga dan Bukti Kepemilikan Lahan untuk syarat awal peminjaman. 6.2.3.2
Prosedur peminjaman Tahapan dalam pengajuan pinjaman kredit dalam Gapoktan Mekarsari
adalah sebagai berikut : a. Memenuhi persyaratan awal untuk menjadi anggota gapoktan b. Mengisi Kartu Anggota c. Mengisi Formulir Rencana Usaha Anggota d. Mengisi data pribadi pada Buku Anggota Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Tahap Prosedur Peminjaman yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 104 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 110 poin. Secara keseluruhan pelaksanaan prosedur peminjaman tidak mengalami kendala. Hanya saja pada pelaksanaanya terdapat beberapa perbedaan perlakuan yang membedakan satu kelompok tani dengan kelompok tani lainnya. Pada kelompok tani Mekarsari misalnya untuk pengisian formulir Rencana Usaha Anggota (RUA) dilakukan langsung oleh para calon peminjam, sedangkan dikelompok tani yang lain seperti kelompok tani Hegarsari dan Rawasari, pengisian formulir RUA dilakukan oleh petugas pinjaman (debt collector). Perbedaan perlakuan pelaksanaan ini dapat menghasilkan data yang tidak valid dan tidak akurat mengenai kebutuhan dan rencana usaha para anggota yang sebenarnya. 6.2.3.3
Biaya administrasi Biaya administrasi yang dikenakan pada anggota sebesar Rp 10.000.
Biaya tersebut dibebankan kepada anggota untuk menyediakan buku anggota dan membayar upah tenaga pencatat pinjaman (debt collector). Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Biaya Administrasi yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 106 poin sedangkan untuk sektor off-farm 95
sebesar 124 poin. Dilihat dari skor ini terdapat perbedaan yang mendasar. Pada sektor on-farm, bagi peminjam khususnya petani penggarap merasa biaya administrasi yang dibebankan cukup berat sedangkan untuk sektor off-farm, peminjam tidak merasa biaya tersebut berat. Malahan mereka mengganggap biaya tersebut sangat ringan jika dibandingkan dengan lembaga pinjaman lain seperti Bank dan rentenir atau sering disebut dengan ”Bank Keliling”. 6.2.3.4 Realisasi Kredit Realisasi Kredit adalah dikabulkannya permohonan peminjam berupa pencairan dana pinjaman kredit. Realisasi kredit di Gapoktan Mekarsari tidak begitu lama yakni rata-rata sekitar satu minggu. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Realisasi Kredit yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 116 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 120 poin. Realisasi Kredit dapat menjadi lama apabila dana di kas Gapoktan belum mencukupi untuk pengabulan permohonan peminjam. Hal ini dapat disebabkan adanya tunggakan pinjaman dari peminjam yang lain atau sering disebut kredit macet. Faktor lain yang menyebabkan realisasi kredit lama, dapat disebabkan oleh kebijakan pengurus gapoktan. Anggota yang sering menunggak pembayaran cicilan biasanya mendapatkan realisasi kredit yang cukup lama sekitar satu bulan lebih. 6.2.3.5 Tingkat Suku Bunga Tingkat Suku Bunga yang diterapkan oleh Gapoktan Mekarsari sebesar 20 persen. Pada saat penelitian, dalam menentukan kriteria pilihan jawaban, suku bunga ini dibandingkan dengan suku bunga yang diterapkan “Bank Keliling” yakni sebesar 30 persen. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Realisasi Kredit yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 94 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 113 poin. Melihat hasil skor ini, membuktikan bahwa sektor on-farm mengalami kendala dalam efektivitas pelunasan pinjaman kredit PUAP. Bagi sebagian petani ada yang menganggap tingkat suku bunga ini cukup memberatkan. Sedangkan untuk sektor off-farm tingkat suku bunga ini tidak terlalu memberatkan walaupun 96
ada beberapa pedagang kecil seperti pedagang sayur yang mengaku keberatan dengan penerapan tingkat suku bunga ini. 6.2.3.6 Pelayanan Gapoktan Pelayanan Gapoktan adalah usaha Gapoktan dalam melayani kebutuhan para anggotanya dengan cara membantu menyiapkan (mengurus) sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh anggotanya. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Gapoktan Mekarsari saat ini adalah traktor tangan, mesin penggiling padi, mesin penggiling beras, dan gudang. Pada umumnya fasilitas ini banyak dimanfaatkan sektor on-farm khususnya petani. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Pelayanan Gapoktan yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 94 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 90 poin. Hasil dari skor ini dapat menunjukkan bahwa, sektor on-farm lebih dapat menikmati fasilitas yang diberikan Gapoktan dari pada sektor off-farm. Karena pada umumnya kegiatan Gapoktan masih berorientasi on-farm dan fasilitas yang disediakan juga masih berkaitan dengan kegiatan on-farm. 6.2.3.7 Jarak atau Lokasi Kreditur Pada awalnya ketika dana ini diturunkan oleh pemerintah ke rekening Gapoktan, setiap calon peminjam harus terlebih dahulu mengajukan permohonan ke sekretariat Gapoktan yang berada di Kampung Situ Uncal. Maka pada saat itu juga, para pemohon mulai berdatangan dan mengantri panjang di Gapoktan yang berlokasi di Kampung Situ Uncal. Melihat pelaksanaan ini tidak efektif maka para pengurus mengambil langkah inisiatif untuk mendelegasikan para ketua kelompok sebagai perwakilan Gapoktan untuk berada di kelompok masing-masing. Sehingga nantinya para anggota yang ingin meminjam dapat memberikan berkas permohonan kepada ketua kelompok tanpa harus pergi ke Kampung Situ Uncal yang lokasinya sangat jauh dari tempat mereka. Kebijakan ini sangat mempermudah para anggota untuk mengajukan permohonan pinjaman. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Jarak atau Lokasi Kreditur yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 64 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 123 poin. Melihat hasil skor ini 97
membuktikan terdapat kendala yang dialami sektor on-farm dalam mengajukan permohonan pinjaman. Salah satu kendalanya itu adalah jarak tempat tinggal anggota terhadap lokasi kreditur yang cukup jauh. Biasanya para petani tinggal di daerah yang cukup terpelosok sehingga menyulitkan kreditur ataupun debt collector untuk menyalurkan pinjaman dan menagih cicilan kredit. Berbeda halnya dengan sektor off-farm, para pedagang ini biasanya tinggal di lokasi yang tidak begitu jauh dari akses jalan desa, sehingga memudahkan kreditur ataupun debt collector untuk menyalurkan pinjaman dan menagih cicilan kredit. 6.2.3.8 Cicilan Kredit Pinjaman Cicilan Kredit yang diterapkan oleh Gapoktan Mekarsari terbagi menjadi dua jenis yakni : a) Cicilan Kredit Jangka Waktu 20 Minggu, pada jenis cicilan ini, setiap Peminjam harus membayarkan cicilan kredit sebesar Rp 30.000 untuk setiap minggunya; b) Cicilan Kredit Jangka Waktu 40 Minggu, pada jenis cicilan ini, setiap Peminjam harus membayarkan cicilan kredit sebesar Rp 15.000 untuk setiap minggunya. Sehingga total biaya cicilan untuk setiap anggota pada akhir periode cicilan sebesar Rp 600.000. Hal ini sesuai dengan tingkat suku bunga yang diterapkan Gapoktan yakni sebesar 20 persen. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat efektivitas penyaluran untuk Cicilan Kredit Pinjaman yakni total skor untuk sektor on-farm sebesar 66 poin sedangkan untuk sektor off-farm sebesar 131 poin. Skor yang diperoleh sektor onfarm lebih kecil daripada sektor off-farm menunjukkan adanya kendala sektor onfarm dalam melunasi cicilan kreditnya. Bagi sebagian petani biaya tersebut cukup memberatkan, hal ini dikarenakan sumber pendapatan mereka dalam membayar cicilan kredit berasal dari hasil panen yang hanya diperoleh ketika panen tiba yakni setiap empat bulan sekali. Pendapatan yang tidak menentu ini menyebabkan petani sulit untuk melunasi cicilan kredit setiap bulannya. Biasanya para petani melunasi cicilan tersebut dengan mengandalkan hasil penjualan tanaman sampingan yang mereka tanami disekitar areal sawah dan kebun mereka. Tanaman tersebut seperti pisang, daun singkong, dan pohon kelapa. Berbeda halnya dengan sektor off-farm, sektor ini memiliki skor yang tinggi dibandingkan sektor on-farm. Hal ini membuktikan bahwa sektor off-farm tidak mengalami kendala dalam melunasi cicilan kredit. Para peminjam di sektor 98
off-farm pada umumnya adalah pedagang buah dan sayur. Para pedagang ini mempunyai pendapatan yang relatif stabil dibandingkan para petani tadi. Hal ini memungkinkan para pedagang tidak kesulitan dalam melunasi cicilan kredit. 6.2.3.9 Implikasi Efektivitas Penyaluran Kredit PUAP Indikator Keberhasilan Output pada Efektivitas Penyaluran Kredit PUAP di Gapoktan Mekarsari dapat dibuktikan dengan tersalurkannya BLM kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha produktif pertanian melalui dua sektor usaha yakni sektor on-farm dan sektor off-farm. Berdasarkan hasil penelitian, penyaluran BLM PUAP pada sektor on-farm digolongkan pada kategori cukup efektif dengan total skor efektivitas sebesar 742 poin. Sedangkan penyaluran BLM PUAP untuk sektor off-farm digolongkan pada kategori efektif dengan total skor efektivitas sebesar 931 poin (dapat dilihat pada Tabel 23) Tabel 23. Kategori Penilaian Efektivitas Penyaluran Kredit PUAP Pada Sektor On-Farm dan Off-Farm Kriteria Penyaluran
Sektor Usaha On-Farm
Persyaratan awal
Off-Farm 98
120
Prosedur peminjaman
104
110
Biaya administrasi
106
124
Realisasi kredit
116
120
Tingkat Suku Bunga
94
113
Pelayanan Gapoktan
94
90
Jarak atau lokasi kreditur
64
123
Cicilan Kredit Pinjaman
66
131
742
931
Cukup Efektif
Efektif
Total Skor Kategori Penilaian Efektivitas
Dari Tabel 23 juga dapat dijelaskan bahwa dari delapan indikator efektivitas, ternyata kategori penilaian cicilan kredit menjadi penilaian yang terendah terutama pada sektor on-farm. Hal ini dapat dilihat dari selang perbedaan 99
skor pada sektor on-farm dibandingkan dengan sektor off-farm. Maka dari itu hal ini menjadi pertimbangan bagi Gapoktan untuk penyaluran kredit selanjutnya. Bahwa sektor on-farm sebaiknya memperoleh keringanan dalam hal pembayaran cicilan kredit. Selain kendala pada masing-masing kriteria penyaluran kredit, pada pelaksanaannya program ini juga mengalami beberapa kendala lain yakni :
moral hazard anggota gapoktan Pada saat mengajukan permohonan pinjaman, para anggota memang tidak
terikat pada lembaga pinjaman yang lain seperti “bank keliling”. Akan tetapi setelah mereka memperoleh dana pinjaman PUAP, para anggota kembali meminjam dana kepada lembaga pinjaman lain tersebut sehingga pada saat melunasi pinjaman kredit, mereka mengalami kesulitan membayar cicilan kredit kepada Gapoktan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya tunggakan kredit. Tunggakan kredit ini nantinya akan menghambat penyaluran bantuan dana yang harus digulirkan kepada anggota lain yang membutuhkan.
keberadaan ‘bank keliling’ Banyak lembaga pinjaman non-formal yang berkembang di desa. Salah
satunya adalah ‘bank keliling’. Lembaga ini dalam istilah lain sering disebut dengan rentenir. Merajalelanya rentenir di Desa Purwasari ini dikarenakan sulitnya warga mendapatkan pinjaman ke Bank. Terlebih tidak bergeraknya koperasi simpan pinjam yang dikelola masyarakat. Alhasil, ‘bank keliling’ yang menawarkan bunga selangit tanpa persyaratan itu menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Petugas ‘bank keliling’
menawarkan dan menagih utang kepada masyarakat setiap hari. Persyaratan yang mudah menjadi daya tarik masyarakat. Dengan pola pendekatan yang baik oleh petugas bank keliling, utang warga tidak pernah putus dan terus bertambah. Bahkan, beberapa warga di Desa Purwasari menjual rumah dan tanahnya untuk melunasi ‘bank keliling’. Warga yang meminjam uang sebesar Rp 1 juta, hanya memperoleh Rp 900.000 dengan alasan Rp 50.000 untuk administrasi dan Rp 50.000 untuk tabungan. Sisanya, warga membayar Rp 30.000 ribu setiap hari. Kalau tidak sanggup, petugas bank keliling menawarkan lagi utang untuk
100
menutup utang sebelumnya dan membuka utang yang baru. Alhasil, utang bukannya menipis malah semakin membengkak. Aparat Desa sering mengimbau warga untuk menghindari bank keliling agar tidak terjerat utang. Tapi, hal itu tidak pernah didengar warga. Kebutuhan yang mendesak selalu menjadi alasan. “bank keliling’ ini juga meresahkan para pengurus Gapoktan, karena ‘nasabah’ dari lembaga pinjaman ini juga merupakan anggota gapoktan yang menjadi peminjam dana PUAP.
adanya program bantuan pemerintah yang lain Pada saat penelitian di lapangan, ditemukan adanya bantuan dana
pinjaman dari pemerintah untuk program lain. Program ini bersamaan dengan diselenggarakannya program bantuan dana PUAP di Desa Purwasari. Akan tetapi program ini dikelola oleh aparat desa. Menurut pengurus Gapoktan, banyak anggota Gapoktan yang ikut mendaftar menjadi pemohon pinjaman dana tersebut. Program tersebut menawarkan pinjaman dana yang cicilannya lebih lama dari pada yang ditawarkan oleh Gapoktan Mekarsari. Hal inilah yang secara tidak langsung menjadi kendala bagi efektivitas penyaluran kredit PUAP di Desa Purwasari yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani (lihat pada Tabel 9). Dengan adanya program ini, banyak anggota Gapoktan Mekarsari yang beralih menjadi peminjam dana dalam program tersebut. Padahal mereka juga masih harus melunasi cicilan kredit PUAP di Gapoktan Mekarsari. Maka dari itu sebaiknya pemerintah harus lebih teliti dan bijak dalam menyalurkan dana pinjaman kepada masyarakat desa. Hal ini untuk mencegah adanya program pemerintah baik pusat maupun daerah yang saling ‘tumpang tindih’. Keadaan ini dapat menyebabkan program-program tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan melihat hasil penelitian efektivitas penyaluran dana PUAP dengan mempertimbangkan beberapa indikator, dapat dilihat bahwa sektor off-farm ternyata
lebih
efektif
dibandingkan
dengan
sektor
on-farm.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa sektor off-farm berpotensi meningkatkan pendapatan Gapoktan melalui usaha simpan-pinjam. Sektor off-farm juga tidak mengalami kesulitan dalam hal pelunasan cicilan kredit dikarenakan sektor off-farm memiliki 101
pendapatan yang relatif stabil. Maka dari itu untuk kedepannya, sektor off-farm harus lebih dikembangkan lagi. Untuk setiap petani yang masih berkutat pada usaha budidaya (on-farm) sebaiknya mulai menerapkan usaha off-farm yang ternyata lebih menguntungkan untuk menambah pendapatan mereka. Setiap petani harus mengembangkan jiwa kewirausahaan dengan memiliki usaha off-farm. Peran wanita tani ternyata dapat mendukung terciptanya usaha off-farm baru dikalangan petani. Hal tersebut didukung dengan pengamatan dilapang, bahwa ternyata ada beberapa orang ibu tani yang disamping bertani juga berjualan rengginang dan sembako untuk menambah penghasilan mereka. Untuk kedepannya petani harus lebih berperan menjadi pelaku agribisnis yang tidak hanya fokus pada usaha budidaya saja.
102
6.3 Kinerja Organisasi Gapoktan Sebelum dan Sesudah Adanya PUAP Untuk melihat keberhasilan program ini, dapat dilihat juga dari peran Gapoktan itu sendiri. Peran Gapoktan dapat berupa kinerja Gapoktan yang terdapat didalam aktivitas Gapoktan sehari-hari. Aktivitas tersebut terdiri dari Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); Pertemuan/rapat dalam Gapoktan; Keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan
anggota; Kegiatan pertanian yang dilakukan secara bersama;
Keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; Fasilitas kemudahan usaha yang diberikan Gapoktan kepada anggotanya; Aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. 6.3.1 Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) gapoktan dilakukan pada saat gapoktan pertama kali dibentuk yaitu pada tanggal 3 Maret 2008. Setelah adanya program PUAP, penyusunan AD/ART tidak pernah dilakukan lagi. Mengingat peran aktif anggota dalam mengikuti setiap rapat yang cenderung menurun dari kondisi sebelumnya, maka untuk mengadakan penyusunan AD/ART kembali sangat sulit. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,549. Nilai ini menjelaskan bahwa program PUAP tidak berdampak terhadap aktivitas gapoktan dalam penyusunan AD/ART gapoktan. 6.3.2 Pertemuan/rapat dalam Gapoktan Rapat yang ada dalam Gapoktan Mekarsari disebut dengan Rapat Jadwal Tanam. Rapat Jadwal Tanam adalah kegiatan pertemuan yang dilakukan secara rutin dalam tiga bulan sekali setelah panen. Kegiatan ini menentukan dan membahas kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan setelah panen. Pada saat sebelum adanya program PUAP, kegiatan ini rutin dilakukan. Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini yakni saat adanya program PUAP berlangsung, kegiatan ini jarang dilaksanakan. Hal ini dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut : 103
banyak petani anggota yang malas menghadiri kegiatan seperti itu dengan anggapan pertemuan rutin tersebut sangat membuang waktu dan uang yang jika dialokasikan pada kegiatan lain dapat menghasilkan untung. mulai berkurangnya kesadaran petani mengenai pentingnya berkelompok. para pengurus juga cukup terbebani dengan adanya pertemuan rutin karena harus mengeluarkan sejumlah dana untuk konsumsi petani pada saat rapat berlangsung. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0.002 yang berarti adanya program PUAP berdampak terjadinya perubahan pada kegiatan rutin gapoktan. Akan tetapi perubahan ini menunjukkan perubahan yang cenderung menurun dari kondisi sebelumnya. Hal ini dinyatakan dalam nilai negative difference dalam Sign Test sebesar 20 responden dari total 30 responden. 6.3.3
Keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) Rencana Usaha Bersama yang ditetapkan oleh Gapoktan Mekarsari
meliputi : kegiatan usaha simpan pinjam dan pengadaan saprotan seperti pupuk dan benih. Banyaknya anggota yang malas untuk ikut dalam kegiatan rapat di gapoktan berdampak terhadap penurunan keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama. Dampak ini dilihat dari hanya sebagian anggota saja yang memahami betul rencana usaha ini sedangkan anggota lainnya cenderung hanya ikut-ikutan saja. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,019 yang berarti program PUAP berdampak terjadinya perubahan pada keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB). Akan tetapi perubahan ini menunjukkan perubahan yang cenderung menurun dari kondisi sebelumnya. Hal ini dinyatakan dalam nilai negative difference dalam Sign Test sebesar 8 responden dari total 30 responden.
104
6.3.4
Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota Rencana Usaha Bersama (RUB) yang telah ditetapkan gapoktan ternyata
tidak memberikan dampak terhadap perkembangan rencana usaha gapoktan. Hal ini dikarenakan rendahnya keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama. Tidak adanya perubahan ini diperkuat dari hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,815 dan nilai TiesC sebesar 12 responden dari total 30 responden yang berarti program PUAP tidak berdampak terhadap rencana usaha gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota. 6.3.5 Kegiatan pertanian yang dilakukan secara bersama Kegiatan pertanian yang sering dilakukan secara bersama-sama oleh anggota gapoktan meliputi : kegiatan gotong royong perbaikan saluran air dari hulu hingga ke hilir dan kegiatan penanaman padi secara serempak. Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini yakni pada saat program PUAP berlangsung, kegiatan tersebut jarang dilaksanakan. Hal ini disebabkan adanya serangan hama dan penyakit yang menyerang beberapa lahan anggota beberapa tahun belakangan ini sehingga mengakibatkan gagal panen. Serangan hama dan penyakit ini belum diketahui penyebab dan cara penanggulangannya oleh Gapoktan sehingga sebagian anggota mencoba menyelesaikan sendiri tanpa melibatkan Gapoktan. Dampak perubahan ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,004.
Perubahan ini
menunjukkan perubahan yang cenderung menurun dari kondisi sebelumnya. Hal ini dinyatakan dalam nilai negative difference dalam Sign Test sebesar 18 responden dari total 30 responden. 6.3.6 Keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan di Gapoktan Sikap anggota yang enggan untuk menghadiri rapat rutin yang diadakan pengurus gapoktan menyebabkan program PUAP ini tidak berdampak terhadap keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan di gapoktan. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,286. 105
6.3.7 Fasilitas kemudahan usaha yang diberikan Gapoktan kepada anggotanya Fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia di gapoktan Mekarsari meliputi mesin penggiling padi, mesin penggiling beras, traktor tangan dan gudang penyimpanan. Fasilitas ini banyak dimanfaatkan oleh para anggota terlebih pada saat panen tiba. Akan tetapi adanya program PUAP tidak berdampak terhadap penambahan fasilitas yang diberikan oleh gapoktan terhadap para anggotanya. Hal ini dilihat dari hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,832 dan nilai TiesC sebesar 8 responden dari total 30 responden. 6.3.8 Aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus Aktivitas pendidikan dan pelatihan yang sering diadakan gapoktan Mekarsari kebanyakan diadakan atas inisiatif dari pemerintah. Hal ini dikarenakan biaya untuk mengadakan kegiatan ini cukup besar. Maka dari itu gapoktan cenderung hanya menunggu program-program pelatihan dari pemerintah. Pada saat program PUAP berlangsung, kegiatan pelatihan dan pendidikan dari pemerintah cenderung stagnan. Artinya program tersebut tidak mencakup keterlibatan seluruh anggota gapoktan. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis yang ditunjukkan oleh nilai Exact Sig. (2-tailed) sebesar 0,093 dengan nilai TiesC sebesar tujuh responden dari total 30 responden. Hasil ini mengindikasikan program
PUAP
tidak
berdampak
terhadap
aktivitas
pendidikan
untuk
meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. 6.4 Implikasi Kebijakan Program PUAP terhadap Kinerja Gapoktan Salah
satu
tujuan
dari
program
PUAP
adalah
memberdayakan
kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis dan meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring
atau
mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Melihat dari hasil analisis dampak PUAP terhadap kinerja Gapoktan, dapat dinyatakan bahwa program PUAP tidak memberikan dampak yang positif
106
terhadap peningkatan kinerja Gapoktan. Kinerja Gapoktan bahkan cenderung menurun dari kondisi sebelum adanya program PUAP. Maka
dari
itu
tingkat
kemampuan
petani
membutuhkan
suatu
kelembagaan yang sesuai untuk dikembangkan. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang telah dikembangkan dan dibangun selama ini adalah sebagai basis organisasi petani pada tingkat paling bawah yang peran dan fungsinya, yaitu mereka lebih banyak pada aspek paguyuban atau kegotong-royongan, dan mereka lebih bersifat mengadopsi yang diinginkan pemerintah, diantaranya program bantuan langsung masyarakat (BLM). Kiprah Gapoktan selama ini masih seputar teknis budidaya yakni pada on-farm saja, sementara masalah off-farm belum disentuh, bahkan kegiatan on-farm itu sendiri bobot kegiatan kelompok didominasi oleh aspek tenis pertanian. Perubahan tersebut membutuhkan pembinaan yang intensif dari pihak terkait, serta harus ada keinginan dari kelompok tani itu sendiri. Implikasi kebijakan yang dapat diterapkan adalah penataan kelompok yang memiliki kemampuan usaha, serta menjalin kerjasama dengan pengusaha. Untuk setiap kelompok yang memiliki potensi pengembangan sektor off-farm perlu didukung dengan melakukan pembinaan baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Program bantuan langsung kepada masyarakat ini sebaiknya perlu dimanfaatkan dalam pengembangan kegiatan off-farm yang berkelanjutan. Pembinaan kelompok tani perlu dilakukan secara rutin dengan memanfaatkan petugas lapangan yang memiliki kemampuan praktis dan mampu mencari pasar. Hal ini menjadi salah satu fokus utama, dikarenakan penyuluh yang mendampingi Gapoktan saat ini cenderung bersifat pasif dan tidak membaur terhadap seluruh anggota Gapoktan. Sehingga banyak anggota Gapoktan tidak begitu merasakan keberadaan penyuluh ditengah-tengah aktivitas mereka di Gapoktan. Menurunnya aktivitas anggota Gapoktan juga merupakan efek negatif dari program pemerintah yang terdahulu. Dahulunya program pemerintah banyak melibatkan petani dengan cara memberikan insentif berupa uang agar para petani tersebut bersedia mengikuti program yang pada hakekatnya untuk kepentingan para petani. Perlakuan seperti ini memberikan pengaruh buruk bagi perilaku 107
petani. Para petani yang terbiasa menerima uang ketika diajak berkumpul kini menjadi enggan atau malas untuk berkumpul karena Gapoktan tidak menyediakan dana untuk itu. Maka dari itu, Gapoktan sebaiknya berbenah diri dengan bekerja keras mengikis pola pikir petani yang hanya mau berkumpul kalau diberikan uang. Jika telah terjadi peningkatan kemampuan dimana kerjasama kelompok makin bergerak ke arah kelompok usaha, akan memberikan suatu peluang baru bagi kelompok tani untuk dapat meningkatkan dayaguna dan hasilguna, atau perluasan usahatani yang dikelola. Bila kebutuhan bekerjasama untuk suatu skala ekonomi yang lebih besar maka dalam jangka panjang dianjurkan untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar yang mungkin dapat membantu dalam permodalan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, para petani anggota harus diajarkan betapa pentingnya perencanaan. Perencanaan yang dilakukan kelompok tani dimaksud agar mereka terbiasa bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan usahatani diperlukan suatu perencanaan tertulis yang merupakan acuan yang perlu ditaati. Adanya perencanaan yang dibuat sendiri oleh kelompok tani akan merangsang kelompok tersebut untuk meningkatkan kemampuannya. Dengan demikian para pelaku agribisnis terutama anggota kelompok tani, dapat bergerak serta mempunyai akses terhadap agribisnis minimal ditingkat lokal secara terencana, terpola, dan sistematik. Memang disadari bahwa perencanaan yang dilakukan sebagian kelompok tani selama ini masih seputar pra tanam sampai panen, untuk itu sudah saatnya kelompok tani perlu dibiasakan menyusun rencana kegiatan dari pra tanam (onfarm) sampai pemasaran (off-farm). Oleh sebab itu agar partisipasi anggota kelompok tani tersbut efektif, perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan
dan
pelatihan
dalam
upaya
menumbuhkan
jiwa
kewirausahaan, sehingga mereka mempunyai nilai tambah sebagai perekayasa (inovator) dan motor penggerak ekonomi (pemakai awal) inovasi teknologi pertanian di lingkungannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja kelompok yaitu kelas kemampuan kelompok serta penyuluh yang melaksanakan 108
pembinaan. Hal ini dikarenakan banyak kelompok tani yang terbentuk akibat adanya proyek yang mengharuskan pesertanya tergabung dalam kelompok. Kondisi ini perlu ditanggapi oleh penyuluh dengan memberikan peran kepada mereka
untuk
mengemukakan
permasalah
yang
dihadapi
serta
selalu
melaksanakan pertemuan berkala, dengan manfaat yang diharapkan adalah anggota kelompok tani termotivasi untuk berusahatani yang benar, tahu yang diterapkan serta percaya diri terhadap kegiatan yang dilakukan.
109
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Petani responden yang melakukan kegiatan usahatani di Desa Purwasari berusia antara 28-68 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya 41-50 tahun. Petani responden yang berusia antara 41-50 tahun menempati urutan tertinggi dengan persentase 41,66 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia matang. Persentase jumlah wanita yang mengajukan kredit PUAP sebesar 31% dan persentase jumlah pria tani yang mengajukan PUAP sebesar 69%. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah yaitu responden yang tidak tamat Sekolah Dasar sebanyak 27 orang (45,00 %), tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 30 orang (50,00 %), dan tamat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 3 orang (5,00 %). Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa rumah tangga dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 1-3 orang lebih banyak
memilih untuk mengambil kredit dengan persentase 58,33 %.
Sedangkan diantara keluarga tersebut, rumah tangga dengan usaha off-farm lebih banyak memilih mengambil kredit yakni sebanyak 20 orang atau sekitar 57,14 % lebih besar dibandingkan usaha on-farm. Pada sektor usaha on-farm, jenis usaha yang paling banyak adalah usahatani padi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden untuk usahatani padi sebanyak 30 orang. Sedangkan untuk sektor usaha off-farm terdiri beberapa jenis usaha yakni dagang roti sebanyak 9 orang, dagang buah dan sayuran sebanyak 10 orang, dagang bakso sebanyak 6 orang, dagang kue kering dan basah sebanyak 3 orang, serta dagang renginang dan renggining sebanyak 2 orang. Pada sektor on-farm, usahatani padi merupakan usaha yang paling lama ditekuni yakni sekitar 21-25 tahun Untuk sektor off-farm, lama usaha tergolong masih baru yakni 1-5 tahun. Berdasarkan hasil tinjauan lapang, responden pada sektor on-farm kebanyakan merupakan penduduk asli Desa Purwasari. Hal ini dapat dilihat dari selang waktu lama menetap di lokasi usaha yaitu 21-25 tahun, bahkan ada responden yang sudah menetap di lokasi usaha >25 tahun. Sedangkan 110
untuk sektor off-farm, responden kebanyakan merupakan penduduk pendatang yang berasal dari desa sebelah. Berdasarkan hasil penelitian, penyaluran BLM PUAP pada sektor on-farm digolongkan pada kategori cukup efektif dengan total skor efektivitas sebesar 742 poin. Sedangkan penyaluran BLM PUAP untuk sektor off-farm digolongkan pada kategori efektif dengan total skor efektivitas sebesar 931 poin. Dari seluruh indikator penilaian efektivitas, cicilan kredit mengalami hambatan dengan ditandai skor yang terendah pada sektor on-farm jika dibandingkan dengan sektor off-farm. Sebagian besar petani pada sektor on-farm merasa keberatan dengan kebijakan pembayaran cicilan kredit setiap minggunya. Hal ini dikarenakan mereka hanya mengandalkan pendapatan yang hanya diperoleh dari hasil panen setiap 3 bulan sekali. Program PUAP ini ternyata dapat menyerap tenaga kerja wanita cukup banyak. Hal ini dapat dilihat dari persentase peminjam wanita yang meningkat setelah program PUAP berlangsung. Berdasarkan delapan indikator kinerja gapoktan, terdapat lima indikator yang tidak memperlihatkan dampak dari program PUAP yang telah berlangsung. dan tiga indikator yang memperlihatkan dampak dari program PUAP, akan tetapi perubahan tersebut cenderung menurun dari kondisi sebelum adanya program PUAP. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Program PUAP tidak berdampak terhadap peningkatann kinerja Gapoktan.
111
7.2 Saran 1. Untuk kedepannya, alokasi dana PUAP untuk sektor off-farm sebaiknya lebih dimaksimalkan, melihat dari hasil efektivitas penyaluran PUAP yang menyatakan sektor off-farm lebih efektif dibandingkan dengan sektor onfarm. 2. Untuk lebih menggairahkan petani anggota, sebaiknya pengurus dan penyuluh mulai mengembangkan sektor usaha off-farm yang mungkin dapat memberikan suasana berbeda dalam kegiatan berkelompok. Hal ini dilihat dari petani yang memiliki usaha off-farm ternyata tidak mengalami kendala dalam pembayaran kredit. 3. Potensi ibu rumah tangga tani sangat besar dalam menyumbangkan tambahan pendapatan rumah tangga. Maka dari itu, Gapoktan harus menggerakkan kembali Kelompok Wanita Tani yang sedang pasif. 4. Penyuluh pertanian dalam mengembangkan aktivitasnya sedapat mungkin dapat memberikan pembinaan yang maksimal terhadap unit usaha tani para anggota kelompok, disamping aktivitas administrasi pelaporan. 5. Sebaiknya pemerintah lebih teliti dan bijak dalam menyalurkan bantuan modal kepada masyarakat agar tidak terjadi benturan kepentingan antara program yang satu dengan yang lainnya dalam pelaksanaanya di lapang. 6. Bagi Petani yang tidak memiliki KTP atau KK sebagai syarat peminjaman, sebaiknya pengurus memberikan alternatif surat keterangan lain pengganti KTP/KK
sementara
yang
membuktikan
petani
tersebut
berhak
memperoleh pinjaman. 7. Penelitian lanjutan mengenai struktur modal petani dan petani kecil khususnya sangat diperlukan, sebab dengan diketahuinya struktur permodalan yang dimiliki petani tersebut akan memudahkan dalam menentukan besarnya kredit yang perlu diberikan kepada tiap-tiap golongan petani yang mempunyai luas lahan garapan yang berbeda.
112
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2008. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor: BPS Kabupaten Bogor [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor: BPS Kabupaten Bogor [Profil Desa] Desa Purwasari, 2005. Desa Purwasari dalam Angka. Bogor: Desa Purwasari Abdurrahman, M. Natsir. 2001. Analisis Kinerja Kelompok Tani di Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara [tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anggreini, Verra. 2005. Analisis Usahatani Padi Pestisida dan Non Pestisida di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Baga L, Yanuar R, Wiliam F, Aziz K. 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis. Cascio, Wayne F., 1992, Managing Human Resource: Productivity, Quality of Work Life, Profits, Mc-Graw Hill international Edition, Management Series, Third edition, Singapore. Darwis
dan Nurmanaf, 2001. Petani Berlahan http://ejournal.unud.ac.id/abstrak [diakses tanggal 20 juni 2010]
Sempit.
Departemen Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No.16/OT.140/2/2008. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Departemen Pertanian. 2009. tanggal 20 juni 2010]
http://www.deptan.go.id/index1.php
[diakses
Drillon J, Hardaker J. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, penerjemah; Mansyur, editor. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Filtra, Eko. 2007. Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Sapi Potong Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Hermanto, 2003. Rancangan Kelembagaan Tani dalam Implementasi Prima Tani di Sumatera Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 110-125
113
Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak. (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Krisnamurthi B. 2001. Agribisnis. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Lind A, William G, Samuel A. 2007. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global, Edisi 13. Chriswan Sungkono, penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Statistical Techniques in Business and Economics with Global Data Sets, 13th ed. Lubis. 2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus pada Petani Tebu Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo). [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Lukman, Hakim. 2008. Kelembagaan dan Kemiskinan http://www.google.com//kelembagaan//html. [17 April 2009].
Indonesia.
Miles B, Michael H. 1992. Analisis Data Kuantitatif. Tjeptjep Rohendi Rohidi, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Qualitative Data Analysis. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Nasution, S. 2007. Metode Research:Penelitian Ilmiah. Ed. 1, Cet.9.-Jakarta:Bumi Aksara Nasution, Muslimin. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk Agroindustri. Bogor: IPB Press.tidak dipublikasikan Nisfiannoor. 2009. Pengantar Statistik. Jakarta: Salemba Humanika. Pardosi, Riris P. 1998. Efektivitas Penyaluran Kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang Sukabumi). [Skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Pratiwi I. 2009. Pengaruh penyaluran kredit ketahanan pangan dan energi terhadap produksi dan pendapatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Prihartono K. 2009. Dampak program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) terhadap kinerja gapoktan di Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 114
Rachmina, Dwi dan Burhanuddin. 2010. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rahim D, Hastuti D. 2008. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus). Ed ke-2. Jakarta: Penerbar Swadaya. Saragih B. 2010. Suara Agribisnis. Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Di Dalam Untung Jaya, Peni Sari Palupi, Frans B.M. Dabukke, editor. Jakarta: PT Permata Wacana Lestari. Siegel, S. 1986.Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang dalam koordinasi Peter Hagul, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari: Nonparametric Statistics for the Behavioral Sciences. Simatupang, P. 1997. Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Melalui Strategi Keterkaitan Berspektrum Luas. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI Press. Sugiyono, 2009. Landasan Teori Dan Kerangka Berpikir http://spupe07.wordpress.com/2010/01/23/landasan-teori-dan-kerangkaberpikir/ [diakses tanggal 23 januari 2010] Sume, Harun A. 2008. Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Studi Kasus DPMLUEP Kabupaten Bogor). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Sumedi dan Supadi. 2004. Kemiskinan di Indonesia : Suatu Fenomena Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Sumedi dan Sujadi, 2004. Kapasitas Lembaga Berkelanjutan http://www.balitbangjateng.go.id/jurnal_litbang [diakses tanggal 20 juni 2010] Candrayasa. 2000. Teknik Sampling. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suryana, A., S.Mardianto, and M.Ikhsan. 2001. Dinamika Kebijakan Perberasan Nasional: Sebuah Pengantar. Dalam A.Suryana dan S.Mardianto. eds. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (LPEM-FEUI). 15 hlm Susanto, 2005. Tinjauan Analitis Program Nasional. http://eeqbal.blogspot.com/2008/12/html [diakses tanggal 20 juni 2010] Syahyuti, Sulaiman F, Rachman B. 1999. Kajian Kelembagaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Nasional Di Dalam Taryoto, editor. Dinamika 115
Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Hlm 7-21. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Perdesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian (Maret) : 15-35. Syahyuti. 2009. Strategi dan Tantangan Dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor Yusdja. Y. 2004. Prospek Usaha Peternakan Kambing Menuju 2020. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Puslitbangnak. Bogor. Yusdja Y., R. Sayuti, B. Winarso dan I.Sodikin; (2006); Kebijakan Peningkatan Manfaat dan Nilai Tambah Sumberdaya Ternak; Pusat Analisis Social Ekonomi dan Kebijakan Pertanian; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yusdja Y., Sayuti R., Sejati WK., Setiajie I., Sodikin I. dan Winarso B.; (2005); Pengembangan Model Kelembagaan Agribisnis Unggas Tradisional (Ayam Buras, Itik dan Puyuh); Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian ; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Wahyuni, 2009. Integrasi Kelembagaan di Tingkat Petani: Optimalisasi Kinerja Pembangunan Pertanian. Tabloid Sinar Tani.
116
LAMPIRAN
117
Lampiran 1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2008 No.
1
Provinsi Nanggroe
Aceh
Jumlah Kab/
Jumlah
Jumlah Desa/
Kota
Kecamatan
Kelurahan
19
118
600
Darussalam
2
Sumatera Utara
21
149
502
3
Sumatera Barat
11
88
204
4
Riau
10
57
181
5
Kepulauan Riau
4
18
47
6
Bangka Belitung
6
19
61
7
Jambi
9
78
283
8
Bengkulu
9
77
289
9
Sumatera Selatan
12
115
362
10
Lampung
10
93
269
11
Banten
7
79
298
12
Jawa Barat
21
225
621
13
Jawa Tengah
31
303
1092
14
Jawa Timur
30
328
1083
15
D.I. Yogyakarta
4
50
127
16
D.K.I. Jakarta
5
12
15
17
Kalimantan Barat
11
68
231
18
Kalimantan Tengah
13
60
204
19
Kalimantan Selatan
11
81
342
20
Kalimantan Timur
11
58
206
21
Sulawesi Barat
5
34
129
22
Gorontalo
5
43
132
118
23
Sulawesi Tengah
9
61
274
24
Sulawesi Tenggara
10
72
323
25
Sulawesi Utara
9
77
235
26
Sulawesi Selatan
20
143
457
27
Bali
9
53
248
28
Nusa Tenggara Barat
9
71
192
29
Nusa Tenggara Timur
18
126
512
7
93
188
30 Maluku Sumber : Dinas Pertanian, 2010
119
Lampiran 2. Daftar Nama Desa Penerima Dana PUAP di Kabupaten Bogor Tahun 2008
NO.
KECAMATAN
1.
2.
Tenjo
Jasinga
DESA
GAPOKTAN
1. Singabraja
1. Budaya Tani
2. Singabangsa
2. Sauyunan
3. Tapos
3. Tekad Tani
4. Tegalwangi
4. Jujur Sauyunan
5. Pangradin
5. Lesmar Sukatani
6. Neglasari
6. Sari Rasa
7. Jugalajaya
7.
Bina
Tani
Mandiri
3.
4.
Leuwiliang
Pamijahan
8. Koleang
8. Harapan Jalan
9. Cibeber II
9. Karyaguna
10. Karya Sari
10. Harapan Maju
11. Purasari
11. Rukun Tani
12. Kalong II
12. Tani Makmur
13. Babakan Sadeng
13. Tri Karya
14. Cibitung Kulon
14. Rukun Makmur
15. Cibitung Wetan
15. Bina Sawargi
16. Gunung Bunder 16. Sumber Ubi I 17. Gunung Bunder II
17. Makmur Sari
18. Gunung Picung
18. Melati
5.
Dramaga
19. Purwasari
19. Mekarsari
6.
Tamansari
20. Tamansari
19. Mekarsari
7.
Cisarua
21. Citeko
21. Bunga Wortel
8.
Rancabungur
22. Pasirgaok
22. Mitra Usaha
9.
Sukamakmur
23. Cibadak
23. Tani Mukti
24. Sukamulya
24. Herang Mulya
10.
Jongol
25. Sukagalih
25. Saluyu
Sumber : Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), 2010
120
Lampiran 3. Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Komoditi Padi di Kecamatan Dramaga Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desa Purwasari Petir Sukadamai Sukawening Neglasari Sinar Sari Ciherang Dramaga Babakan Cikarawang
Luas Panen (Ha) 301 284 84 124 116 67.5 190 9 5 253.5
Hasil per Hektar (ton/Ha) 1926.4 1675.6 478.8 694.4 707.6 418.5 1178 54.9 30.5 1571.7
Produksi (ton) 6.4 5.9 5.7 5.6 6.1 6.2 6.2 6.1 6.1 6.2
Sumber : BPS, 2008
121
Lampiran 4. Hasil Output SPSS untuk Kinerja Gapoktan NPar Tests (1) Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); Test Statistics(b) Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran
Rumah
Tangga
(ART) sesudah PUAP - Penyusunan Anggaran
Dasar
(AD)
dan
Anggaran Rumah Tangga (ART) sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.549(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (2) Pertemuan/rapat dalam Gapoktan; Test Statistics(b)
Pertemuan/rapat Gapoktan
rutin
Sesudah
Pertemuan/rapat
dalam
PUAP
rutin
-
dalam
Gapoktan Sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.002(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (3) Keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); Test Statistics(b)
Keterlibatan
anggota
dalam
penyusunan rencana usaha sesudah PUAP - Keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.019(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (4) Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota;
122
Test Statistics(b)
Rencana
usaha
berorientasi
Gapoktan
pada
yang
kepentingan
anggota sesudah PUAP - Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.815(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (5) Anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; Test Statistics(b)
Anggota yang mengerjakan kegiatan pertanian
secara
sesudah
PUAP
-
bersama-sama Anggota
yang
mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama-sama sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.004(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (6) Anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; Test Statistics(b) Anggota yang terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan sesudah
PUAP
terlibat
aktif
keputusan
di
- Anggota dalam
yang
pengambilan
Gapoktan
sebelum
PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.286(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya
123
Test Statistics(b)
Gapoktan
mampu
memberikan
fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya Gapoktan
sesudah mampu
PUAP
-
memberikan
fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.832(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test
(8) Adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus Test Statistics(b)
Aktivitas
pendidikan
untuk
meningkatkan pengetahuan anggota sesudah PUAP - Aktivitas pendidikan untuk
meningkatkan
pengetahuan
anggota sebelum PUAP Exact Sig. (2-tailed)
.093(a)
a Binomial distribution used. b Sign Test
124
Descriptive Statistics
Kriteria Kinerja Penyusunan Dasar
N
Mean
Std. Deviation
Minimum Maximum
Anggaran
(AD)
dan
Anggaran
Rumah
30
1.2333
.43018
1.00
2.00
30
1.8000
.40684
1.00
2.00
30
1.5333
.50742
1.00
2.00
30
1.4667
.50742
1.00
2.00
30
1.6667
.47946
1.00
2.00
30
1.7667
.77385
1.00
4.00
30
1.6667
1.02833
1.00
4.00
Tangga (ART) sebelum PUAP Pertemuan/rapat dalam
rutin
Gapoktan
Sebelum PUAP Keterlibatan dalam
anggota penyusunan
rencana usaha sebelum PUAP Rencana
usaha
Gapoktan
yang
berorientasi
pada
kepentingan
anggota
sebelum PUAP Anggota mengerjakan pertanian
yang kegiatan secara
bersama-sama sebelum PUAP Anggota yang terlibat aktif
dalam
pengambilan keputusan di Gapoktan sebelum PUAP Gapoktan
mampu
memberikan
fasilitas
kemudahan kepada
usaha anggotanya
125
sebelum PUAP
Aktivitas untuk
pendidikan meningkatkan
pengetahuan
anggota
30
1.9000
.71197
1.00
4.00
30
1.1333
.34575
1.00
2.00
30
1.3333
.80230
1.00
4.00
30
1.2000
.40684
1.00
2.00
30
1.6000
.81368
1.00
4.00
30
1.2000
.40684
1.00
2.00
30
1.5667
.81720
1.00
4.00
sebelum PUAP Penyusunan Dasar
Anggaran
(AD)
dan
Anggaran
Rumah
Tangga (ART) sesudah PUAP Pertemuan/rapat dalam
rutin
Gapoktan
Sesudah PUAP Keterlibatan dalam
anggota penyusunan
rencana usaha sesudah PUAP Rencana
usaha
Gapoktan
yang
berorientasi
pada
kepentingan
anggota
sesudah PUAP Anggota mengerjakan pertanian
yang kegiatan secara
bersama-sama sesudah PUAP Anggota yang terlibat aktif
dalam
pengambilan keputusan di Gapoktan sesudah PUAP
126
Gapoktan
mampu
memberikan
fasilitas
kemudahan kepada
usaha
30
1.4667
.50742
1.00
2.00
30
1.2667
.44978
1.00
2.00
anggotanya
sesudah PUAP Aktivitas untuk
pendidikan meningkatkan
pengetahuan
anggota
sesudah PUAP
127
Sign Test Frequencies
N Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sesudah PUAP Penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sebelum PUAP
Pertemuan/rapat rutin dalam Gapoktan Sesudah PUAP Pertemuan/rapat rutin dalam Gapoktan Sebelum PUAP
Keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha sesudah PUAP - Keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha sebelum PUAP
Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h)
7
Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p)
4
Ties(q,r,s,t,u,v,w,x)
19
Total Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p)
30
Ties(q,r,s,t,u,v,w,x)
6
Total
30
Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p)
14
20 4
4 12
Ties(q,r,s,t,u,v,w,x) 30 Total
Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota sesudah PUAP - Rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota sebelum PUAP
Anggota yang mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama-sama sesudah PUAP Anggota yang mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama-sama sebelum PUAP
Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p) Ties(q,r,s,t,u,v,w,x)
8 10 12 30
Total
Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p) Ties(q,r,s,t,u,v,w,x) Total
18 4 8 30
128
Anggota yang terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan sesudah PUAP Anggota yang terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan sebelum PUAP Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya sesudah PUAP Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya sebelum PUAP Aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota sesudah PUAP - Aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota sebelum PUAP
Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p) Ties(q,r,s,t,u,v,w,x) Total Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p) Ties(q,r,s,t,u,v,w,x) Total Negative Differences(a,b,c,d,e,f,g,h) Positive Differences(i,j,k,l,m,n,o,p) Ties(q,r,s,t,u,v,w,x) Total
14 8 8 30 12 10 8 30 17 0 13 30
129
Lampiran 5.
Hasil Output Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pengguna (Petani)
1) Persyaratan awal Kategori Penilaian Sangat Mudah Mudah Biasa Sulit Sangat Sulit Total
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0 10 40 18 54 2 4 0 0 30 98
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 0 0 30 120 0 0 0 0 0 0 30 120
2) Prosedur peminjaman Kategori Penilaian Sangat Mudah Mudah Biasa Sulit Sangat Sulit Total
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0 18 72 8 24 4 8 0 0 30 104
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 0 0 23 92 4 12 3 6 0 0 30 110
3) Biaya administrasi Kategori Penilaian Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Total
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0 18 72 10 30 2 4 0 0 30 106
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 4 20 26 104 0 0 0 0 0 0 30 124
130
4) Realisasi kredit Kategori Penilaian Sangat Cepat Cepat Sedang Lambat Sangat Lambat Total
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0 28 112 0 0 2 4 0 0 30 116
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 8 40 18 72 0 0 4 8 0 0 30 120
5) Tingkat Suku Bunga Kategori Penilaian Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Total
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 12 10 8 0 30
0 48 30 16 0 94
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 0 0 23 92 7 21 0 0 0 0 30 113
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0 4 16 26 78 0 0 0 0 30 94
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 0 0 0 0 30 90 0 0 0 0 30 90
6) Pelayanan Gapoktan Kategori Penilaian Sangat Baik Baik Biasa Buruk Sangat Buruk Total
7) Jarak atau lokasi kreditur Kategori Penilaian Sangat Dekat Dekat
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OnFarm (orang) 0 0
Tanggapan Responden Total Skor Sektor OffFarm (orang) 0 7 35 0 19 76
131
Sedang Jauh Sangat Jauh Total
4 26 0 30
12 52 0 64
4 0 0 30
12 0 0 123
8) Cicilan Kredit Pinjaman
Kategori Penilaian
Ringan dan tidak merepotkan
Tanggapan Responden Sektor OnFarm (orang) 0
0
Tanggapan Responden Sektor OffFarm (orang) 11
Total Skor
Total Skor 55
Cukup ringan dan merepotkan Biasa saja Berat akan dan merepotkan karena harus membayar setiap minggunya
0 12 12
0 36 24
19 0 0
76 0 0
Sangat berat dan terlalu merepotkan karena harus membayar setiap minggunya Total
6
6
0
0
30
66
30
131
132
Lampiran 6. Dokumentasi foto selama penelitian di lapang
133