SKRIPSI
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN NATRIUM BENZOAT TERHADAP SIFAT FISIK, MEKANIK, DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA FILM EDIBEL KITOSAN
SUMARTO F24103057
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
0
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN NATRIUM BENZOAT TERHADAP SIFAT FISIK, MEKANIK, DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA FILM EDIBEL KITOSAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SUMARTO F24103057
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
0
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN NATRIUM BENZOAT TERHADAP SIFAT FISIK, MEKANIK, DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA FILM EDIBEL KITOSAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SUMARTO F24103057 Dilahirkan pada tanggal 3 Januari 1984 di Cirebon, Jawa Barat Tanggal lulus : 21 Januari 2008 Menyetujui, Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc Dosen Pembimbing I
Siti Nurjanah, S.TP, M.Si Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
0
Sumarto, F24103057. Mempelajari Pengaruh Penambahan Asam Lemak dan Natrium Benzoat terhadap Sifat Fisik, Mekanik, dan Aktivitas Antimikroba Film Edibel Kitosan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc dan Siti Nurjanah, S.TP, M.Si. RINGKASAN Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak setelah selulosa. Kitin termasuk polimer polisakarida yang terdapat pada serangga, fungi, dan kulit crustacea seperti kepiting, rajungan, dan udang. Kitosan dapat diperoleh dari limbah industri pengolahan udang dan rajungan. Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam peningkatan pemanfaatan kitin dan produk turunannya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara. Salah satu pemanfaatan kitosan di bidang pangan adalah sebagai film edibel (kemasan yang dapat dimakan). Film edibel ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti kemasan sintetik (plastik) yang sulit terurai. Dengan demikian, film edibel kitosan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah limbah sebagai beban lingkungan, tetapi juga diharapkan dapat menghasilkan produk dengan nilai ekonomis yang tinggi. Film edibel kitosan yang selama ini dihasilkan belum efektif memberikan sifat barrier terhadap uap air. Untuk itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengatasi permasalahan tersebut, sehingga diperoleh film edibel yang dapat menahan transmisi uap air dan gas secara bersamaan. Salah satu metode yang dilakukan adalah dengan penambahan asam lemak yang memiliki jumlah karbon tinggi (rantai panjang) seperti asam stearat dan asam oleat. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik film edibel yang dihasilkan dari kitosan dengan pelarut asam asetat 1 %, pelarut asam laktat 2 %, dan plasticizer gliserol; meningkatkan sifat barrier terhadap uap air pada film edibel dengan penambahan asam stearat dan asam oleat; serta mempelajari aktivitas antimikroba dari film edibel yang dihasilkan dengan penambahan natrium benzoat. Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan prosedur, formulasi, dan kondisi pembuatan film edibel yang tepat. Sedangkan penelitian utama dilakukan dengan menganalisis sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edibel kitosan yang dihasilkan. Sifat fisik film edibel kitosan yang diamati terdiri dari nilai pH, aw, warna, sifat mekanis (ketebalan, kuat tarik, dan persen pemanjangan), WVTR, dan struktur film dari pengamatan SEM. Sedangkan sifat mikrobiologi/aktivitas antimikroba dilakukan dengan mengevaluasi pengaruh antimikroba film edibel kitosan yang dihasilkan dari berbagai perlakuan. Nilai pH film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 3,70±0,00 dan 4,97±0,01, sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai pH berkisar antara 3,37±0,00 dan 3,93±0,03. Pada pelarut asam asetat nilai aw berkisar antara 0,587±0,001 dan 0,636±0,001, sedangkan pada pelarut asam laktat nilai aw berkisar antara 0,577±0,000 dan 0,611±0,002. Kecenderungan penurunan nilai aw juga terjadi dengan penambahan asam stearat dan oleat. Nilai kecerahan warna
0
(parameter L) film edibel kitosan yang dihasilkan berkisar antara 55,24±1,18 dan 79,49±1,15. Ketebalan film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 0,093±0,013 mm dan 0,188±0,001 mm, sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai ketebalannya berkisar antara 0,199±0,004 mm dan 0,423±0,047 mm. Kecenderungan naiknya ketebalan film edibel kitosan juga terjadi dengan naiknya konsentrasi asam lemak (stearat dan oleat) yang ditambahkan. Film dengan pelarut asam asetat memiliki nilai kuat tarik antara 4,0880±0,6495 MPa dan 26,8825±1,9537 MPa, sedangkan dengan pelarut asam laktat memberikan nilai 0 (di bawah 0,0078 MPa). Persen pemanjangan film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 23,96±6,52 % dan 57,27±2,97 %, sedangkan pada pelarut asam laktat persen pemanjangan antara 267,32±54,79 % dan 747,77±47,35 %. Nilai WVTR film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 81,4722±13,4743 g/m2/hari dan 198,7070±31,3700 g/m2/hari, sedangkan pada pelarut asam laktat nilai WVTR antara 200,0138±3,8232 g/m2/hari dan 277,6313±27,1486 g/m2/hari. Kecenderungan nilai WVTR film edibel kitosan yang semakin turun juga terjadi dengan adanya penambahan asam lemak (asam stearat dan oleat). Penurunan nilai WVTR film edibel kitosan yang dihasilkan juga terjadi akibat kenaikan konsentrasi asam lemak yang ditambahkan. Nilai diameter penghambatan pada Gram positif (S. aureus) dengan pelarut asam asetat berkisar antara 00,00±0,00 mm dan 3,50±1,06 mm, sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai diameter penghambatannya berkisar antara 6,00±1,41 mm dan 11,00±2,12 mm. Nilai diameter penghambatan pertumbuhan Gram negatif (E. coli) dengan pelarut asam asetat berkisar antara 0,00±0,00 mm dan 2,50±0,71 mm, sedangkan dengan pelarut asam laktat diameter penghambatannya berkisar antara 2,75±0,35 mm dan 11,00±1,41 mm. Efek sinergis antimikroba natrium benzoat dan kitosan juga terlihat pada bakteri Gram positif S. aurus, sedangkan efek sebaliknya terjadi pada bakteri Gram negatif E. coli. Berdasarkan sifat fisik, mekanik, dan antimikroba film edibel kitosan di atas, maka formula yang optimal untuk dikembangkan adalah film formula H (pelarut asam asetat 1%, penambahan asam stearat 5 % (b/b), dan penambahan natrium benzoat).
Key words: film edibel, kitosan, sifat fisik, antimikroba
0
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Januari 1984 di Cirebon, Jawa Barat. Penulis adalah putra dari pasangan Bapak Rasjan dan Ibu Wartini dan merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 3 Gebang Mekar pada tahun 1991-1997, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Babakan pada tahun 1997-2000, dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2 Cirebon pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (sekarang Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian yang diterima melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, penulis pernah menjadi sekretaris eksekutif menteri pendidikan BEM KM IPB (2007), sekretaris umum HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) (2005-2006), BEM Fateta (2004-2005), ketua tim The Best Student Programme (BSP) LAZ Al Hurriyyah IPB (2004-2005), dan Ikatan Kekeluargaan Cirebon. Penulis juga pernah menjadi koordinator asisten praktikum Analisis Pangan (2007) dan Teknologi Pengemasan Pangan (2006). Selain itu, penulis pernah menjadi finalis Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) bidang IPA tingkat IPB (2007). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian,
penulis
menyusun
skripsi
setelah
melakukan
penelitian
di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB mulai bulan Februari 2007 sampai bulan Desember 2007, dengan judul ” Mempelajari Pengaruh Penambahan Asam Lemak dan Natrium Benzoat terhadap Sifat Fisik, Mekanik, dan Aktivitas Antimikroba Film Edibel Kitosan” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc dan Ibu Siti Nurjanah, S.TP, M.Si, serta dengan arahan Bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA.
0
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanaallahu Wata`ala karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Mempelajari Pengaruh Penambahan Asam Lemak dan Natrium Benzoat terhadap Sifat Fisik, Mekanik, dan Aktivitas Antimikroba Film Edibel Kitosan ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sang suri tauladan terbaik bagi umat sepanjang zaman. Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, M.S, seorang bapak yang telah membimbing dan mengenalkan penulis tentang arti sebuah hidup yang dilandasi kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual (IESQ). 2. Bapak Dr. Ir. H. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan di departemen ITP terutama dalam pelaksanaan akademik, penelitian, dan penulisan skripsi. 3. Ibu Siti Nurjanah, S.TP, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi dan bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA, selaku pembimbing penelitian serta penguji atas saran dan bantuan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan. 4. Keluargaku tercinta: Ibu Wartini, Bapak Rasjan, kakak-kakakku Kardisi, Karsiti, Karso, dan Casono, serta adik-adikku Yuli Yanti dan Atina Firli yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, nasihat, dan motivasi tiada henti. Serta keponakanku Dewi, Fani, Dimas, Ian, dan Dinda yang telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi penulis untuk terus berjuang. 5. Seluruh Staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah membagi ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah bagi bapak dan ibu.
i
6. Semua teknisi dan laboran Departemen ITP: Bu Rubiah, Pak Gatot, Pak Mul, Pak Wahid, Mas Edi, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Yahya, Teh Ida, Pak Koko, Pak Taufik, Pak Solihin, Pak Sidik, terima kasih atas bantuan, saran, dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian. 7. Dosen IKC (Ikatan Kekeluargaan Cirebon): Pak Sam Herodian, Pak Dede Setiadi, Pak Hadi S. Arifin, Pak H. M. Bintoro, Pak Ma’mun Sarma, dan dosen lainnya yang telah memperkenalkan penulis tentang pentingnya hidup bermasyarakat dan pengabdian terhadap sesama. 8. Teman-teman IKC: terutama angkatan 40 (Mada-Utin, Alifa, Budiyarto, Ma’suf, Dadan, Dedi A, Henry, Gamal, Endang, Weny, Dede, Dedi Pur, Ajo, Nono H., Nono S., Fany, Amah, Dwi, Ika S., Irni, Fitri), angkatan 41 (Beny, Indri F., Aji, Pifit, Bakhtiar, Heru, Irna, Warid, Hans, Windi, Aris, Yadi, dan lain-lain), angkatan 42 (Firman, Fahmi, Arif, Masrukin, Harry, Muning, Dadang, Niken, Mariyam, Eci, Oci, dan lain-lain), Angkatan 43 (Koaci putriDewi, Ipit, Susi, Nova, Diana, Diani, Iin-, Koaci putra -Anjar, Diki, Ade K-, Ebol, Miftah, DJ, Ida, Tyas, Ade M., Jaelani, Candra, dan lain-lain), Angkatan 44 (Adi, Rochyat, Komeng, Agus, Malik, Azizah, Adiz, Mia, Ade, Novi, Gita, dan lain-lain), Mas Sugi, Kang Dayat, Kang Deni, serta teman-teman IKC lain yang telah memberikan warna kehidupan bagi penulis selama menuntut ilmu di IPB. 9. Teman-teman grup Gebang: Kang Cali, Kang Surnadi, Kang Anto, Nur, Adi, Oman 41, Yu Inah, Aryono, Omen 43, Eva, Vika, dan Saeli. 10. Sahabat-sahabatku tim BSP LAZ Al Hurriyyah: Fitri, Arizia, Arofik, Agus, Rika, Amel, Eni, dan Afdhol atas kebersamaannya dalam perjuangan. Mas Rudi, Mas Faozan, dan Mas Imam yang telah memberikan bantuannya selama penulis kuliah di IPB. 11. Rekan-rekan tim kitosan (Beti, Mbak Hana, dan Mbak Erni), Mbak Fenny, Mbak Dian, Bang Arya, Mas Yoga, dan Mbak Cynthia yang telah membantu dan menemani penulis melakukan penelitian di laboratorium ITP. 12. Teman-teman ITP, terutama angkatan 40 (Nunu, Fauzan, Rachmat, Helmy, Kemal, Idham, Sarwo, Sindhu, Sinung, Santo, Usman, Adiput, Kaninta, Tathan, Martin, Denang, Arie, Adie, Gilang, Reza, Chusni, Steph, Mita, Novi,
ii
Hanifah, Astuti, Annissa, Rina, Dion, Anggita, Dhani, Fina, Hayuning, Herher, Yeni, Dini, Andiny, Asih, Nooy, dan rekan sebimbingan -Ados, Ujo, dan Riska-), serta teman-teman lain yang selalu bersama di masa kuliah, praktikum, dan penelitian. 13. Rekan-rekan di BEM KM kabinet IPB Bersatu 2006/2007, HIMITEPA 2005/2006, dan BEM Fateta kabinet Pewaris Negeri 2004/2005. 14. Keluarga besar ITP angkatan 39, 40, 41, 42, dan 43 atas kebersamaannya selama ini. 15. Teman-teman Al Izzah: Ferdi, Emil, Syamsu, Syahrul, Dito, dan teman lainnya atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini. 16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis semenjak kuliah sampai penulisan skripsi ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik bagi perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal shalih bagi penulis.
Bogor, Januari 2008
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN .................................................................................. A. LATAR BELAKANG ...................................................................... B. TUJUAN PENELITIAN................................................................... C. MANFAAT PENELITIAN ..............................................................
1 1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... A. KITOSAN ......................................................................................... B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN FILM EDIBEL.............................. C. PLASTICIZER ................................................................................... D. ASAM STEARAT DAN ASAM OLEAT........................................ E. NATRIUM BENZOAT SEBAGAI BAHAN PENGAWET............ F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA ........................................................ G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF .................................................................. 1. Staphylococcus aureus ................................................................. 2. Escherichia coli ............................................................................
4 4 8 10 11 12 14
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... B. METODE PENELITIAN.................................................................. 1. Penelitian Pendahuluan ................................................................. 2. Pembuatan Film Edibel dari Kitosan ........................................... 3. Penentuan Karakteristik Film Edibel dari Kitosan ...................... a. Penentuan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanik Film Edibel Kitosan ..................................................................................... 1). Pengukuran derajat keasaman (pH) ................................... 2). Pengukuran aktivitas air (aw) ............................................. 3). Pengukuran warna dengan Chromameter ........................... 4). Pengkuruan ketebalan ........................................................ 5). Pengukuran kuat tarik dan persen pemanjangan ................ 6). Laju transmisi uap air metode gravimetri .......................... 7). Pengamatan mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................................. b. Pengujian Aktivitas Antimikroba Film Edibel dari Kitosan .... 1). Persiapan kultur uji ............................................................ 2). Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode cakram ... 4. Rancangan Percobaan ...................................................................
14 15 16 17 17 17 17 18 19 19 19 20 20 20 20 21 22 22 22 22 23
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... A. PENELITIAN PENDAHULUAN ................................................... 1. Prosedur Pembuatan ................................................................... 2. Pengaruh Suhu Pengeringan ....................................................... 3. Pengaruh Penambahan Asam Lemak.......................................... B. ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK FILM EDIBEL KITOSAN ........................................................................................ 1. Nilai Derajat Keasaman (pH) ..................................................... 2. Nilai Aktivitas Air (aw) .............................................................. 3. Sifat Warna Film Edibel Kitosan ................................................ 4. Ketebalan Film Edibel Kitosan .................................................. 5. Persen Pemanjangan (Elongasi) ................................................. 6. Kuat Tarik .................................................................................. 7. Laju Transmisi Uap Air (WVTR) .............................................. 8. Mikrostruktur Film Edibel Kitosan ............................................ C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA FILM EDIBEL KITOSAN ........... 1. Pengaruh Natrium Benzoat pada Film Edibel Kitosan terhadap Pertumbuhan Bakteri .................................................................. 2. Pengaruh Pelarut Film Edibel Kitosan terhadap Pertumbuhan Bakteri ........................................................................................ 3. Pengaruh Penambahan Asam Lemak pada Film Edibel Kitosan terhadap Pertumbuhan Bakteri ...................................................
25 25 25 26 27 28 28 32 35 37 39 41 43 46 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. A. KESIMPULAN ................................................................................. B. SARAN .............................................................................................
56 56 57
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
58
LAMPIRAN..................................................................................................
65
47 52 54
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Kitin dan Kitosan .......................................................
4
Gambar 2. Struktur Kimia (a). Asam Benzoat dan (b). Natrium Benzoat .
13
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Film Edibel.......................................
19
Gambar 4. Diagram Alir Metode Cakram ..................................................
23
Gambar 5. Film Edibel Kitosan (a). Pelarut Asam Asetat 1 % (b). Pelarut Asam Laktat 2 % ......................................................................
27
Gambar 6. Struktur Kimia (a). Asam Stearat (b). Asam Oleat ..................
28
Gambar 7. Nilai pH Larutan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan ..................................................................................
31
Gambar 8. Grafik Hubungan Nilai aw Akibat Perlakuan Penambahan Asam Stearat, Asam Oleat, dan Natrium Benzoat dengan Pelarut (a) Asam Asetat (b) Asam Laktat ................................
33
Gambar 9. Nilai Aktivitas Air (aw) Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan ..................................................................................
35
Gambar 10. Struktur Kimia (a). Asam Asetat (b). Asam Laktat .................
39
Gambar 11. Hasil Pengukuran Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Film Edibel Kitosan ..........................................................................
44
Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai WVTR Akibat Perlakuan Penambahan Asam Stearat, Asam Oleat, dan Natrium Benzoat dengan Pelarut (a). Asam Asetat (b). Asam Laktat ....
45
Gambar 13. Mikrostruktur Permukaan Film Edibel Kitosan (a). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Stearat 5 % dan (b). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Oleat 5 % dengan Pembesaran 2000X........................................................................................
46
Gambar 14. Penampang Melintang Film Edibel Kitosan (a). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Oleat dan (b). Perlakuan Pelarut Asam Laktat + Asam Oleat dengan Pembesaran 500X ...........
47
Gambar 15. Diameter penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus .......................................................................................
49
vi
Gambar 16. Diameter Penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan terhadap Pertumbuhan Eschericia coli ....
49
Gambar 17. Diameter Penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Pelarut yang Berbeda a). Atas: Asam Asetat+Stearat2%+Benzoat, Bawah: Asam Laktat+Stearat2%+Benzoat pada Pertumbuhan Gram Positif (Staphylococcus aures) b). Atas: Asam Asetat+Oleat2%, Bawah: Asam Laktat+Oleat2% pada Pertumbuhan Gram negatif (Escherichia coli) ........................
54
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Aplikasi Kitin, Kitosan, dan Turunannya di Bidang Pangan .......
7
Tabel 2. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ...............
15
Tabel 3. Formula Film Edibel Kitosan .......................................................
18
Tabel 4. Nilai Derajat Keasaman (pH) Larutan dan Aktivitas Air (aw) Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan ........................
29
Tabel 5. Analisis Warna Film Edibel Kitosan ............................................
36
Tabel 6. Sifat Mekanik Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan .
38
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Keterangan : Uji t Dua Sampel Berpasangan.................................................. 66 Lampiran 1. Pengolahan Data Nilai pH Film Edibel Kitosan ....................... A. Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Pelarut ................ B. Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak ...... 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C. Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat ................................................................. D. Analisis Sidik Ragam Nilai pH ........................................... E. Uji Lanjut Nilai pH dengan Duncan Multiple Range Test.. F. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Pelarut................................................................ G. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Asam Lemak...................................................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat ........................................ 1) Pelarut Asam Asetat...................................................... 2) Pelarut Asam Laktat...................................................... Lampiran 2. Pengolahan Data Nilai aw Film Edibel Kitosan......................... A. Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Pelarut.................. B. Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak ....... 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C. Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat ................................................................. D. Analisis Sidik Ragam Nilai aw ............................................ E. Uji Lanjut Nilai aw dengan Duncan Multiple Range Test... F. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Penambahan Asam Lemak.................................................. 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... G. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Konsentrasi Asam Lemak ................................................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat .......................................................... 1) Pelarut Asam Asetat...................................................... 2) Pelarut Asam Laktat...................................................... I. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Pelarut .................................................................................
67 67 67 67 67 68 68 69 69 70 70 70 71 71 71 72 72 72 72 72 73 73 74 75 75 75 76 76 76 77 77 77 78
ix
Lampiran 3. Pengolahan Data Nilai Warna Film Edibel Kitosan.................. A. Tabel Nilai L, a, dan b Film Edibel Kitosan ....................... B. Grafik Nilai Parameter Warna Film Edibel Kitosan ........... C. Analisis Sidik Ragam Nilai Parameter Warna dan Uji Lanjut dengan Duncan Multiple Range Test ...................... 1) Parameter L................................................................... 2) Parameter a ................................................................... 3) Parameter b ................................................................... D. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan pelarut.................................................................................. E. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan Asam Lemak ....................................................................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... F. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat .......................................................... 1) Pelarut Asam Asetat...................................................... 2) Pelarut Asam Laktat...................................................... Lampiran 4. Pengolahan Data Nilai Ketebalan Film Edibel Kitosan ............ A. Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Pelarut ..... B. Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak.................................................................................. 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat............................................ D Analisis Sidik Ragam Nilai Ketebalan................................ E Uji Lanjut Nilai Ketebalan dengan Duncan Multiple Range Test........................................................................... F Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Ketebalan Akibat Perbedaan Pelarut................................................................ G Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Ketebalan Akibat Penambahan Asam Lemak.................................................. 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Ketebalan Akibat Penambahan Benzoat .......................................................... 1). Pelarut Asam Asetat...................................................... 2). Pelarut Asam Laktat...................................................... Lampiran 5. Pengolahan Data Persen Pemanjangan Film Edibel Kitosan .... A. Grafik Nilai Persen Pemanjangan Berdasarkan Perbedaan Pelarut ................................................................................. B. Grafik Nilai Persen Pemanjangan Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak ....................................................................... 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat .......
79 79 80 80 80 82 83 84 84 84 85 85 85 86 87 87 87 87 87 88 88 89 89
90 90 91 91 91 92 92 92 92 92
x
C Grafik Nilai Persen Pemanjangan Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat............................................ D Analisis Sidik Ragam Nilai Persen Pemanjangan............... E Uji Lanjut Nilai Persen Pemanjangan dengan Duncan Multiple Range Test ............................................................ F Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Persen Pemanjangan Akibat Perbedaan Pelarut.................................................... G Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Persen Pemanjangan Akibat Penambahan Asam Lemak ...................................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Persen Pemanjangan Akibat Penambahan Benzoat .............................................. 1). Pelarut Asam Asetat...................................................... 2). Pelarut Asam Laktat...................................................... Lampiran 6. Pengolahan Data Kuat Tarik Film Edibel Kitosan.................... A. Grafik Nilai Kuat Tarik Berdasarkan Perbedaan Pelarut.... B. Grafik Nilai Kuat Tarik Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak.................................................................................. 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C Grafik Nilai Kuat Tarik Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat............................................ D Analisis Sidik Ragam Nilai Kuat Tarik .............................. E Uji Lanjut Nilai Kuat Tarik dengan Duncan Multiple Range Test........................................................................... F Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Kuat Tarik Akibat Perbedaan Pelarut................................................................ G Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai Kuat Tarik Akibat Penambahan Asam Lemak.................................................. 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H Uji t Dua Sampel Berpasangan Kuat Tarik Akibat Penambahan Benzoat Pelarut Asam Asetat ........................ Lampiran 7. Pengolahan Data Nilai WVTR Film Edibel Kitosan ................ A. Tabel Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan ................................... B. Grafik Nilai WVTR Berdasarkan Perbedaan Pelarut ......... C. Grafik Nilai WVTR Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... D Grafik Nilai WVTR Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat ................................................................. E Analisis Sidik Ragam Nilai WVTR .................................... F Uji Lanjut Nilai WVTR dengan Duncan Multiple Range Test ......................................................................................
93 93 94 94 95 95 95 96 96 96 97 97 97 97 97 98 98 99 100 100 100 100 101 102 102 102 103 103 103 104 104 105
xi
G Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai WVTR Akibat Perbedaan Pelarut................................................................ H Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai WVTR Akibat Penambahan Asam Lemak.................................................. 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... I Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai WVTR Akibat Penambahan Konsentrasi ................................................... 1) Asam Lemak ................................................................. 2) Asam Stearat ................................................................. J Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai WVTR Akibat Penambahan Natrium Benzoat............................................ 1) Pelarut Asam Asetat...................................................... 2) Pelarut Asam Laktat......................................................
105 106 106 106 107 107 107 108 108 108
Lampiran 8 Diameter Penghambatan Pertumbuhan S. aureus dan E. coli pada Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan ............. 109 Lampiran 9. Pengolahan Data Diameter Penghambatan S. aureus Film Edibel Kitosan ........................................................................... A. Grafik Diameter Penghambatan S. aureus Berdasarkan Perbedaan Pelarut................................................................ B. Grafik Diameter Penghambatan S. aureus Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak...................................................... 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat..... 2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C Grafik Diameter Penghambatan S. aureus Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat .......................... D Analisis Sidik Ragam Diameter Penghambatan S. aureus . E Uji Lanjut Diameter Penghambatan S. aureus dengan Duncan Multiple Range Test............................................... F Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan S. aureus Akibat Perbedaan Pelarut.................................... G Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan S. aureus Akibat Penambahan Asam Lemak ...................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan S. aureus Akibat Penambahan Benzoat .............................. 1). Pelarut Asam Asetat...................................................... 2). Pelarut Asam Laktat...................................................... Lampiran 10. Pengolahan Data Diameter Penghambatan E. coli Film Edibel Kitosan ...................................................................................... A. Grafik Diameter Penghambatan E. coli Berdasarkan Perbedaan Pelarut................................................................ B. Grafik Diameter Penghambatan E. coli Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak...................................................... 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat.....
110 110 110 110 110 111 111 112 112 113 113 113 114 114 114 115 115 115 115
xii
2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat ....... C Grafik Diameter Penghambatan E. coli Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat .......................... D Analisis Sidik Ragam Diameter Penghambatan E. coli...... E Uji Lanjut Diameter Penghambatan E. coli dengan Duncan Multiple Range Test............................................... F Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan E. coli Akibat Perbedaan Pelarut ........................................ G Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan E. coli Akibat Penambahan Asam Lemak .......................... 1) Asam Stearat ................................................................. 2) Asam Oleat ................................................................... H Uji t Dua Sampel Berpasangan Diameter Penghambatan E. coli Akibat Penambahan Benzoat................................... 1). Pelarut Asam Asetat...................................................... 2). Pelarut Asam Laktat......................................................
115 116 116 117 117 118 118 118 119 119 119
xiii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak setelah selulosa. Kitin termasuk polimer karbohidrat yang terdapat pada serangga, fungi, dan kulit crustacea seperti kepiting, rajungan, dan udang (Sanford dan Hutchings 1987). Kitosan dapat diperoleh dari limbah industri pengolahan udang. Selama ini limbah udang baru dimanfaatkan oleh industri kecil dalam pembuatan terasi, kerupuk udang, petis, dan campuran pakan ternak (Kim 2004). Di sisi lain, pemanfaatan kitosan sangat luas baik di bidang pangan maupun bidang lainnya. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Udang sebagai salah satu sumber kitin merupakan komoditi andalan Indonesia yang berasal dari sumber daya laut yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun diekspor sebagai sumber devisa negara. Potensi sumber daya udang sebesar 94,8 ribu ton dari 6,4 juta ton per tahun (1,5 %) potensi sumber daya ikan laut Indonesia atau 0,11 % dari total potensi stok ikan laut dunia (Dahuri 2005). Sebagai contoh, limbah cangkang rajungan di Cirebon sekitar 10 ton per hari dihasilkan dari 20 industri kecil yang ada di sana. Besarnya manfaat dan potensi dari salah satu komoditi kekayaan alam ini menggambarkan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi belum dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan bangsa dan negara. Beberapa tahun terakhir ini para ilmuwan lebih intensif meneliti tentang sifat, manfaat, karakteristik, dan kandungan zat yang ada di dalam kitosan. Penelitian terus-menerus dilakukan dengan tujuan memperoleh hasil dan pemanfaatan kitosan pada bidang pangan dan bidang lain yang lebih baik lagi. Saat ini, sampah plastik yang berasal dari bekas kemasan pangan menjadi sumber masalah lingkungan. Di Indonesia jumlah sampah yang berasal dari produk kemasan plastik mencapai 1.600.000 ton per tahun atau 4.400 ton per hari. Jumlah sampah plastik impor sekitar 3000 ton per bulan dan hanya 60 persen yang bisa didaur ulang. Dari sisa yang 40 persen tersebut
1
10 persennya mengandung bahan beracun dan materi berbahaya yang dapat mengakibatkan penyakit liver, kanker, dan hipertensi (Anonim 2001). Penggunaan kitosan sebagai bahan baku pembuatan pengemas makanan dapat memberikan salah satu alternatif pengganti kemasan sintetik (plastik). Pemanfaatan kitosan sebagai bahan pembuat lapisan tipis film edibel (lapisan kemasan yang dapat dimakan) telah banyak diteliti baik kualitas maupun aplikasinya pada produk yang dilapisinya. Penelitian terhadap film edibel dari kitosan terus dilakukan untuk memperoleh sifat, karakteristik, dan manfaat yang lebih besar terhadap bahan pangan yang dilindunginya. Karakteristik yang penting bagi film edibel adalah tingkat permeabilitas terhadap uap air dan gas, serta sifat elastisitas. Hasil penelitian selama ini terhadap film edibel dari kitosan yang telah diperoleh memiliki permeabilitas dan elastisitas yang kurang baik. Untuk memperbaiki sifat ini Zivanovic et al. (2005) menambahkan minyak esensial terhadap film yang dihasilkan dari kitosan yang mampu menurunkan permeabilitas uap air, kebocoran, dan daya tarik, dan memiliki elastisitas yang tinggi. Kitosan juga dapat digunakan sebagai bahan antibakteri seperti terhadap Listeria monocytogenes (Coma et al. 2002) dan antikapang (Sebastien et al. 2006). Sifat antimikroba tersebut menggambarkan potensi kitosan untuk dimanfaatkan sebagai pengawet makanan. Komposisi dan konsentrasi zat yang ditambahkan pada film edibel kitosan untuk memperoleh sifat dan kualitas yang terbaik perlu dikaji secara intensif. Penggunaan pelarut, plasticizer, dan zat tambahan lain dalam pembuatan film edibel dari kitosan perlu ditentukan agar diperoleh kualitas film edibel yang diinginkan. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan film edibel dengan menggunakan jenis polisakarida kitosan, pelarut asam asetat dan asam laktat, plasticizer gliserol, asam stearat dan asam oleat, serta pengawet natrium benzoat. Masing-masing zat ini ditentukan konsentrasinya secara optimal berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Caner et al. 1998; Knorr 1982; Kim 2006, Suyatma et al. 2005; Emanuel 2005; BPOM 2006). Kombinasi dari berbagai zat yang ditambahkan dalam pembuatan film edibel dari kitosan
2
masing-masing akan dikaji kualitas hasilnya dari segi sifat fisik, mekanis, dan mikrobiologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh film edibel kitosan dengan sifat-sifat yang diinginkan dan dapat diaplikasikan secara luas di bidang pangan.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mempelajari karakteristik film edibel yang dihasilkan dari kitosan dengan pelarut asam asetat 1 %, pelarut asam laktat 2 %, dan plastifikasi dengan gliserol 15 % (b/b) 2. Meningkatkan sifat barrier terhadap uap air pada film edibel dengan penambahan asam stearat dan asam oleat 3. Mempelajari aktivitas antimikroba dari film edibel yang dihasilkan dengan penambahan natrium benzoat
C. MANFAAT PENELITIAN 1. Menghasilkan produk alternatif kemasan edibel yang memiliki aplikasi secara luas dan dapat berfungsi sebagai pengawet yang alami dan aman 2. Mengurangi pencemaran lingkungan dengan menyediakan salah satu alternatif kemasan yang bersifat biodegradable 3. Film edibel dari kitosan merupakan salah satu usaha pemanfaatan limbah pengolahan udang dan rajungan menjadi produk yang bernilai ekonomis. Dengan demikian, film edibel kitosan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah limbah sebagai beban lingkungan, tetapi juga diharapkan dapat menghasilkan produk dengan nilai ekonomis yang tinggi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KITOSAN Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi (penghilangan gugus -COCH3) kitin. Kitin merupakan penyusun utama eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang. Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-deoxy-Dglucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan β-(1→4). Seperti halnya selulosa, kitin secara alami berfungsi sebagai polisakarida struktural. Kitin berwarna putih, keras, dan tidak elastis (Goosen 1997). Struktur kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kimia Kitin dan Kitosan (Begin dan Calsteren 1999) Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin dilakukan dengan penambahan NaOH (Kolodziesjska et al. 2000; Chang et al. 1997), sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase (CDA) (Hetmat et al. 2003). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik. Kitosan merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomermonomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa). Biopolimer ini disusun oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 7080 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30 %) (Goosen 1997). Kitosan
memiliki nama kimia (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa
(Shahidi et al. 1999). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus
4
amino dalam rantai panjangnya. Kitosan adalah gula yang unik, karena polimer ini mempunyai gugus amin bermuatan positif, sedangkan polisakarida lain umumnya bersifat netral atau bermuatan negatif (Angka dan Suhartono 2000). Grup amin kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif suatu molekul seperti protein dan polimer lain. Nitrogen pada gugus amin kitosan berfungsi sebagai donor elektron dalam pengikatan selektif logam tertentu. Kitosan dapat menghambat sel tumor, antikapang, antibakteri, antivirus, menstimulasi sistem imun, dan mempercepat germinasi tumbuhan (Goosen 1997). Penampilan fungsional kitosan ditentukan sifat fisik dan kimianya. Kitosan larut dalam beberapa larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam larutan yang mengandung konsentrasi ion hidrogen di atas pH 6,5. Kitosan dapat larut dalam asam hidroklorit dan asam sitrat pada konsentrasi 0,15-1,1 % dan tidak larut pada konsentrasi 10 %. Kitosan juga tidak larut dalam larutan asam sulfur tetapi sebagian larut pada asam ortofosfat dengan konsentrasi 0,5 % (Lab. Protan 1987). Selain itu, Lab. Protan (1987) menyatakan bahwa kitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat. Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina, sehingga mempunyai reaktivitas kimiawi yang tinggi (Johnson dan Peniston 1975). Kitin dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus OH dan/atau gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagai bahan pewarna dan penukar ion). Disamping itu, ketahanan kimia keduanya cukup baik, yaitu kitosan larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam basa dan posisi silang kitosan memiliki sifat yang sama baiknya dengan kitin, serta tidak larut dalam media campuran asam dan basa (Muzzarelli 1997). Kitosan memiliki 3 gugus fungsi yang reaktif, yaitu sebuah gugus amino, gugus hidroksi primer, dan gugus hidroksi sekunder pada posisi C-2,
5
C-3, dan C-6 secara berurutan (Shahidi et al. 1999). Adanya gugus reaktif kitosan tersebut dapat berperan dalam aplikasinya, antara lain sebagai pengawet dan penstabil warna, sebagai flokulan dan membantu proses reserve osmosis dalam penjernihan air, sebagai aditif untuk produk agrokimia, serta sebagai pengawet benih (Shahidi et al. 1999). Kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi yang menyebabkan kitosan mampu mengikat air dan minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar yang dikandungnya. Oleh karena itu, kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil, dan pembentuk tekstur (Brezski 1987). Aplikasi kitosan banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, diantaranya bidang pangan, mikrobiologi, kesehatan, dan pertanian. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar kolesterol (Brine et al. 1992). Dalam bidang kesehatan kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah, antitumor (penggumpal) selsel leukimia (Brine et al. 1992). Chen et al. (1996) meneliti aplikasi kitosan sebagai antimikrobial untuk pengemas dan Kittur et al. (1998) menggunakan kitosan sebagai bahan dasar pengemas berupa film. Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal, industri kulit untuk perekat, fotografi, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal (Suptijah et al. 1992). Keuntungan kitosan yang penting adalah dalam industri, bioremediasi, dan aplikasi ke lingkungan. Pemanfaatan kitosan yang potensial yaitu sebagai pengental, flokulan, penyerap, dan pembentuk lapisan yang baik dalam pengolahan limbah cair di bidang pertanian, industri kimia, obat-obatan, kosmetik, pangan, dan industri tekstil (Chandkrachang 1991). Aplikasi kitin,
6
kitosan, dan produk turunannya dalam bidang pangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Aplikasi Kitin, Kitosan, dan Turunannya di Bidang Pangan Aplikasi Antimikroba Industri film edibel
Zat aditif
Zat nutrisi
Pengolah limbah makanan padat Pemurnian air Aplikasi lain
Contoh Bakterisidal, fungisidal, mengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian Membatasi perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar; menahan kehilangan zat-zat antioksidan, menahan pelepasan zat-zat nutrisi, flavour, dan obat; mereduksi tekanan parsial oksigen; mengontrol kecepatan respirasi; menghambat browning enzimatis pada buah; dan mengembalikan tekanan osmosis membran Mempertahankan flavour alami; bahan pengontrol tekstur; pengemulsi; “food mimetic”; bahan pengental dan penstabil; dan penstabil warna Sebagai serat diet; penurun kolesterol; persediaan dan tambahan makanan ikan; mereduksi penyerapan lemak; memproduksi protein sel tunggal; zat antigastritis (radang lambung); dan sebagai bahan makanan bayi Flokulan dan pemecah agar
Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernih Imobilisasi enzim, enkapsulasi, kromatografi, dan bahan analisis. Sumber : Shahidi et al. (1999) Kitosan
dapat
digunakan
sebagai
obat
antikolesterol.
Kitosan
mempunyai potensi sebagai hipokolesterolemik yang tinggi. Dalam saluran pencernaan, senyawa ini berinteraksi dengan lemak membentuk misela atau emulsifikasi lipid pada fase absorbsi (Deuchi et al. 1994). Kitosan dapat menyerap 97 % absorpsi lemak tubuh yang dianggap lebih unggul dibandingkan jenis polimer lain seperti selulosa, karagenan, dan agar–agar (Sugano et al. 1980). Knorr (1984) menyatakan bahwa kitosan merupakan senyawa yang tidak beracun sebagai unsur serat makanan dan dapat menurunkan kadar kolesterol. Selain itu, kitosan juga diketahui tidak menyebabkan alergi dan dapat memacu pertumbuhan bakteri penghasil enzim laktase yang biasa hidup dalam organ pencernaan bayi (Austin 1984). Tahun-tahun belakangan ini, aplikasi kitosan dan turunannya sebagai antimikroba (bahan pengawet) makanan telah dilaporkan oleh beberapa
7
peneliti (Roller et al. 2002; Sagoo et al. 2002; Jeong et al. 2002; Zivanovic et al. 2005). Roller et al. (2002) menunjukkan bahwa kitosan bekerja sinergis dengan pengawet tradisional seperti asam benzoat, asam asetat, dan sulfit. Penambahan kitosan 0,6 % dalam penggunaan sulfit pada konsentrasi yang rendah (170 ppm) mampu menghambat mikroorganisme perusak lebih efektif (3-4 log CFU/g) dibandingkan penggunaan sulfit secara tunggal dengan konsentrasi yang tinggi (340 ppm). Kombinasi penggunaan sulfit dan kitosan tersebut mampu memperpanjang umur simpan sosis daging babi. Perendaman sosis daging babi dalam larutan kitosan 1 % mampu menurunkan jumlah mikroba sebanyak 1-3 log CFU/g selama 18 hari pada suhu 7 oC. Kitosan juga dapat mengawetkan ikan hering dan kod, yaitu dengan berfungsi sebagai film edibel sehingga mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama penyimpanan. Zivanovic et al. (2004) memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0,1 % kitosan polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi oil in water. Model emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20 % minyak jagung, 1 % Tween 20, 1,5 % Tripticase soy broth, 0,58 % asam asetat, dan kitosan polisakarida.
B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN FILM EDIBEL Film edibel adalah lapisan tipis dan kontinyu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, zat terlarut), dan/atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif, dan/atau untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta 1992). Film sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk polimer yang mudah dibentuk. Proses pembentukan polimer disebut sebagai proses polimerisasi. Polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam. Akan tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas.
8
Menurut Park et al. (1996), penggunaan yang potensial dari film edibel dan pelapisan biopolimer adalah untuk memperlambat pengangkutan gas O2 dan CO2 pada buah dan sayur, migrasi uap air pada pangan kering atau setengah basah, dan migrasi bahan terlarut pada pangan beku. Kekurangan terbesar dari film edibel hidrokoloid adalah kurang mampu menahan uap air karena sifat hidrofilik yang dimilikinya. Menurut Dominic et al. (1994) secara teoritis bahan film edibel diharapkan dapat: a). menjadi panahan kehilangan air yang efisien, b). mempunyai sifat permeabel terhadap keluar masuknya gas, c). mengendalikan perpindahan dari air ke larutan untuk mempertahankan warna pigmen alami dan nutrisi serta, d). membawa zat tambahan yang diperlukan. Bahan dasar pembuatan film edibel menurut Krochta (1992) dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lemak (asam lemak dan wax), dan campuran (hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan sebagai bahan dasar antara lain protein kedelai, jagung, kasein, kolagen, gelatin, dan protein ikan. Selulosa, pati, pektin, ekstrak ganggang laut, gum, dan kitosan merupakan contoh-contoh polisakarida yang digunakan sebagai bahan dasar film edibel. Selanjutnya, lemak yang umum digunakan sebagai bahan film edibel antara lain beeswax, paraffin wax, carnauba wax, dan asam lemak seperti asam laurat dan asam oleat. Bahan dasar pembentuk film edibel sangat mempengaruhi sifat-sifat film edibel itu sendiri. Film edibel yang berasal dari hidrokoloid memiliki ketahanan yang bagus terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya. Film edibel dari lemak memiliki tahanan yang baik terhadap uap air, meningkatkan kilap permukaan dan mengurangi abrasi. Film edibel yang terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan emulsi campuran beberapa bahan (Wong et al. 1994). Hoagland dan Parris (1996) mengemukakan alasan dalam membuat film dengan bahan dasar kitosan :
9
1. Kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi setelah selulosa 2. Kitosan dapat membentuk film dan membran dengan baik 3. Sifat kationik selama pembentukan film merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik. Film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup dan bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar, serta sebagai cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al. 1998). Butler et al. (1996) mengamati bahwa kitosan film merupakan penghalang yang baik terhadap oksigen tetapi penghalang yang kurang terhadap uap air. Kemampuan dari film kitosan dibatasi oleh permeabilitas kelembaban yang relatif tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti, dimana difusi kelembaban yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembaban kulitnya yang rendah (Caner et al. 1998). Kittur et al. (1998), menyatakan bahwa film edibel telah digunakan untuk mengontrol pertukaran gas (O2, CO2, dan etilen) antara produk makanan dengan lingkungan sekitar atau antar komponen makanan. Selain itu, film edibel juga dapat mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk makanan. Aplikasi film edibel dari biopolimer yang potensial adalah untuk memperlambat transportasi gas oksigen dan karbondioksida dari buah dan sayuran, perpindahan kelembaban pangan yang dikeringkan atau pangan dengan kelembaban sedang, serta perpindahan zat terlarut pada pangan beku. Kemampuan film edibel dalam menahan uap air dan oksigen dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesegaran buah, sayuran, dan pangan lainnya (Park et al. 1996).
C. PLASTICIZER Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film (Gennadios 2002). Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai
10
titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut (Krochta 1992). Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi sifat–sifat tahanan film. Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat–zat terlarut (Kumins 1965), juga dapat menurunkan elastisitas dan daya kohesi film (Delporte 1998), meningkatkan daya rentang, menghaluskan film, dan mempertipis hasil film yang terbentuk. Plasticizer yang digunakan pada penelitian ini adalah gliserol. Gliserol adalah molekul hidrofilik yang relatif kecil dan dapat dengan mudah disisipkan di antara rantai polimer (Gontard et al. 1993). Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nilai densitas 1,23 g/cm3 dan titik didihnya 204 oC, berbentuk cair, tidak berbau, transparan, higroskopis, dan dapat larut dalam air dan alkohol. Selain sebagai plasticizer, gliserol juga berfungsi sebagai humektan, pengawet, dan antimikroba. Penggunaan gliserol disimpan pada tempat yang kering, sejuk, dan jauh dari sinar matahari (Wade dan Waller 1994). Gliserol banyak terdapat di alam sebagai ester asam lemak pada lemak dan minyak. Gliserol dihasilkan sebagai produk samping dalam pembuatan sabun. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut. Gliserol berfungsi sebagai penyerap air dan pembentuk kristal (Igoe dan Hui 1994).
D. ASAM STEARAT DAN ASAM OLEAT Menurut Hagenmaier dan Shaw (1990), asam lemak rantai panjang biasa digunakan dalam pembuatan film edibel karena mempunyai titik didih (melting point) yang tinggi dan sifat hidrofobiknya. Park et al. (1996) menyatakan bahwa permeabilitas uap air dan gas dari film edibel dipengaruhi oleh asam lemak dan konsentrasinya.
11
Asam stearat (18:0) atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari lemak hewani dan minyak nabati. Wujudnya padat pada suhu ruang, dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata stearat berasal dari bahasa Yunani stear, yang berarti "lemak padat" (Ing. tallow). Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Titik cair asam stearat 69,4 °C dan titik didihnya 361 °C. Reduksi asam stearat menghasilkan stearil alkohol. Dalam bidang industri asam stearat dipakai sebagai bahan pembuatan lilin, sabun, plastik, kosmetika, dan untuk melunakkan karet (Ketaren 2005). Asam oleat (18:1) atau asam Z-∆9-oktadekenoat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak dikandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C (karbon) dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak zaitun (55-80 %), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak
biji
anggur.
Rumus
kimia
dari
asam
oleat
adalah
CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH. Asam oleat pada suhu ruang berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecokelatan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Asam oleat tidak larut dalam air, titik cairnya 14 °C dan titik didihnya 360 °C (Ketaren 2005).
E. NATRIUM BENZOAT SEBAGAI BAHAN PENGAWET Pada prinsipnya bahan pengawet merupakan bahan kimia yang ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk menghambat atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman maupun dekomposisi dalam bahan pangan. Keuntungan menggunakan bahan pengawet adalah mempertahankan bahan agar tetap awet meskipun disimpan pada suhu kamar. Pengawetan dengan cara ini lebih ekonomis bila dibandingkan dengan pemanasan atau pendinginan. Efisiensi bahan pengawet tergantung pada konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, komposisi bahan pangan yang diawetkan, dan tipe mikroorganisme yang dihambat (Buckle et al. 1987).
12
Natrium benzoat merupakan bahan pengawet dengan struktur yang stabil, berbentuk kristal putih, dan rasanya manis. Penggunaan natrium benzoat (NaC7H5O) sebagai bahan pengawet didasarkan pada permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Dalam bahan, garam benzoat akan terurai menjadi bentuk efektif berupa asam benzoat. Asam benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir. Konsentrasi bahan pengawet yang ditambahkan harus sesuai dengan standar yang diizinkan. Komposisi bahan pangan juga mempengaruhi konsentrasi bahan pengawet yang digunakan. Menurut WHO (1996), kadar natrium benzoat yang diizinkan dalam bahan pangan adalah ≤ 0,1 persen (1000 ppm). Apabila natrium benzoat ditambahkan pada konsentrasi di atas 25 mg/l, asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang (Buckle et al. 1987). Menurut BPOM (2006), natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/liter. Adapun struktur asam dan natrium benzoat diperlihatkan pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2. Strukur Kimia (a). Asam Benzoat dan (b). Natrium Benzoat (Chipley 2005) Natrium benzoat perlu ditambahkan sebagai pengawet dan juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir. Menurut Jay (1986), mekanisme aktivitas antimikroba dari benzoat sama seperti propionat dan sorbat yaitu dengan menghambat penyerapan molekul substrat pada sel mikroorganisme. Aktivitas daya awet dari asam benzoat hanya dapat terjadi pada pH yang rendah, yaitu pH 2,5-4,0.
13
F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA Menurut Pelczar dan Reid (1979), senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1992), senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat kapang), germisidal (menghambat germinasi spora bakteri), dan sebagainya. Mekanisme aktivitas antimikroba menurut Davidson dan Branen (2005) dapat melalui beberapa faktor, antara lain (1) mengganggu komponen penyusun dinding sel, (2) bereaksi dengan membran sel sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktifkan enzim esensial yang berakibat pada terhambatnya sintesis protein dan destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. Kitosan dan turunannya merupakan antimikroba alami yang sangat potensial karena merupakan produk pemanfaatan dari limbah yang mengandung kitin. Berbagai studi telah membuktikan kemampuan kitosan sebagai antimikroba (Tsai et al. 2004). Tsai dan Su (1999) menguji aktivitas penghambatan kitosan udang (DD 98) terhadap E. coli. Kitosan menyebabkan kebocoran glukosa dan laktat dehidrogenase dari sel E. coli.
G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF Perbedaan dalam komposisi dan strukutur dinding sel bakteri merupakan dasar pembeda bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Dinding sel ini menyebabkan kelompok bakteri ini memberikan respon berbeda terhadap berbagai perlakuan dan bahan, seperti pewarnaan Gram dan antibiotik-antibiotik tertentu. Teknik pewarnaan Gram pertama kali diuraikan dalam suatu publikasi pada tahun 1884 oleh seorang ahli bakteriologi Denmark, Christian Gram (Pelczar dan Chan 1986).
14
Menurut Black (1996) Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai membran luar yang berada pada permukaan dinding selnya. Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak, atau substansi seperti lemak dalam persentase yang lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif. Secara lengkap perbedaan bakteri Gram positif dan Gram negatif dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif * Perbedaan Relatif Ciri Gram Positif Gram Negatif Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm) Tipis (10-15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi (1-4%) (11-22%) Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan ada di lapisan tunggal; dalam lapisan kaku komposisi utama sebelah dalam; merupakan lebih dari 50% jumlahnya sedikit, berat kering pada merupakan sekitar 10% beberapa sel bakteri berat kering Asam teikoat Tidak ada asam teikoat Tidak memiliki membran Memiliki membran di Keberadaan membran luar (Black 1996) di permukaan dinding permukaan dinding selnya selnya Kerentanan terhadap Lebih rentan Kurang rentan penisilin Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan tidak oleh zat-zat warna dengan nyata begitu dihambat dasar, misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana spesies Resistensi terhadap Lebih resisten Kurang resisten gangguan fisik Contoh spesies Salmonella spp., Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Shigella spp., dan Escherichia spp. *) Sumber: Pelczar dan Chan (1986) 1. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang termasuk dalam genus Staphylococcus. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerobik,
15
koagulase dan deoksiribonuklease positif, serta dapat tidak menghasilkan spora. Bakteri ini berbentuk kokus dengan suhu optimum pertumbuhan 37 – 40 oC, pH optimum 6,0 – 8,0 dan aktivitas air (aw) minimum 0,86 (Jay 1986). Staphylococcus aureus dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan food poisioning. Ada 8 jenis enterotoksin yaitu A, B1, C1, C2, C3, D, E, dan F. Toksin ini diproduksi pada masa pertumbuhan bakteri di dalam suatu makanan. Toksin ini merupakan polipeptida tunggal yang tahan terhadap enzim proteolitik dan pemanasan (Blackburn dan McClure 2002). Gejala keracunan yang diakibatkan toksin ini adalah mual, muntahmuntah, keram perut, sakit kepala, dan diare. 2. Escherichia coli Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Escherichia coli bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik, katalase positif, oksidase negatif, dapat memfermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit, serta tidak menghasilkan spora. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu optimum 35 – 40 o
C. Bakteri ini dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) minimum 0,95 dan pH
minimum 4,4 (Blackburn dan McClure 2002). Escherichia coli terdapat secara normal di dalam usus besar manusia dan hewan yang pada umumnya tidak bersifat patogen. Bakteri ini dapat mengkontaminasi makanan baik secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui air, daging, dan buah segar. Ada empat jenis Escherichia coli yang sering menimbulkan panyakit yaitu enteropatogenik (EPEC), enteroinvasive (EIEC), enterotoxigenik (ETEC), dan enterohaemoragik (EHEC). Escherichia coli dapat menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan food poisioning seperti demam tipus, penghambatan saluran urin, septikimia (keracunan darah), meningitis (radang selaput otak), dan infeksi saluran pencernaan (Blackburn dan McClure 2002).
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan, akuades, plasticizer gliserol, asam asetat, asam laktat, asam stearat, asam oleat, natrium benzoat, etanol, kultur mikroba, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan larutan pengencer. Bahan untuk analisis adalah kertas parafin, CaCl2, dan garam-garam untuk mengatur kelembaban (RH). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven/inkubator, homogenizer, kaca/cawan petri besar (diameter 20 cm) sebagai wadah larutan film edibel, desikator, hot plate dan magnetic stirrer, pengaduk, termometer, gelas piala, gelas ukur, shaker, dan neraca analitik. Alat yang digunakan untuk analisis mekanik dan fisik adalah Shibaura WA-360, pH meter, Chromameter Minolta CR-200, mikrometer, Tensile Strength and Elongation Tester Comten Industries, kaleng WVTR, dan alat SEM (Scanning Electron Microscope). Alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi/aktivitas antimikroba adalah cawan petri, ose, tabung reaksi, gunting, erlenmeyer, penggaris, pipet, botol semprot, dan inkubator 37 oC.
B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan prosedur, formulasi, dan kondisi pembuatan film edibel yang tepat. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan film edibel kitosan memiliki karakteristik masing-masing, sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda pula. Film yang dibuat merupakan film kitosan yang ditambahkan plasticizer gliserol 15 % (b/b) (gliserol : kitosan). Adapun formulasi bahanbahan lain dalam pembuatan film edibel kitosan pada penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 2. Adapun perlakuan suhu yang digunakan untuk mengeringkan larutan film edibel kitosan adalah 40 oC, 45 oC, dan 55 oC. Pengeringan film edibel
17
suhu 40 oC dilakukan pada cabinet dryer (oven), sedangkan pengeringan suhu 45 oC dan 55 oC dilakukan pada inkubator. Tabel 3. Formula Film Edibel Kitosan Formula
Kitosan/Asam Lemak
Dengan Pelarut Asam Asetat 1 % A Kitosan/Stearat 100/0 B 100/2 C 100/5 D Kitosan/Oleat 100/2 E 100/5 F Kitosan/Stearat/Benzoat 100/0/0,03 G 100/2/0,03 H 100/5/0,03 I Kitosan/Oleat/Benzoat 100/2/0,03 J 100/5/0,03 Dengan Pelarut Asam Laktat 2 % K Kitosan/Stearat 100/0 L 100/2 M 100/5 N Kitosan/Oleat 100/2 O 100/5 P Kitosan/Stearat/Benzoat 100/0/0,03 Q 100/2/0,03 R 100/5/0,03 S Kitosan/Oleat/Benzoat 100/2/0,03 T 100/5/0,03
Σ Σ Σ Σ Kito- Asam Na Pelasan Lemak Benzoat rut (g) (g) (mg) (ml) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0 0,06 0,15 0,06 0,15 0 0,06 0,15 0,06 0,15
0 0 0 0 0 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
0 0,06 0,15 0,06 0,15 0 0,06 0,15 0,06 0,15
0 0 0 0 0 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
2. Pembuatan Film Edibel dari Kitosan Prosedur pembuatan film edibel kitosan berasal dari modifikasi Vodjani dan Torres (1989). Diagram alir pembuatan film edibel dapat dilihat pada Gambar 3.
18
Kitosan 3 g ↓ Pelarutan dalam 300 ml asam asetat 1% atau 300 ml asam laktat 2% ↓ Pengaduk stirer 50 oC, 60 menit Perlakuan: Penambahan Asam stearat dengan konsentrasi: 2 % dan 5 % (b/b) (Emanuel 2005) Asam oleat dengan konsentrasi: 2 % dan 5 % (b/b) Gliserol dengan konsentrasi: 0% dan 15 % (b/b) Natrium benzoat dengan konsentrasi: 0 % dan 0,03 % (b/b)
Larutan film Cetakan film dibersihkan dengan etanol 96 %
↓
Penuangan larutan film pada cetakan ↓ Pengeringan pada suhu ruang 24 jam ↓ Pengeringan oven/inkubator 40 oC, 45 oC dan 55 oC ↓ Pengangkatan film dari cetakan ↓ Pemasukkan film pada aluminium foil ↓ Pemasukkan film ke dalam kantung plastik berkelim ↓ Film edibel
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Film Edibel (Vodjani dan Torres 1989) yang Dimodifikasi
3. Penentuan Karakteristik Film Edibel dari Kitosan a. Penentuan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanik Film Edibel Kitosan 1). Pengukuran derajat keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman (pH) larutan film edibel kitosan dilakukan
dengan
menggunakan
pH-meter.
Prosedur
analisis
pengukuran pH tersebut adalah dengan melakukan kalibrasi pH-meter menggunakan dua macam larutan buffer, yaitu buffer pH 4 dan pH 7. Larutan film edibel kitosan yang telah dingin (suhu ± 25 oC) langsung
19
diukur nilai pH-nya dengan pH-meter yang telah dikalibrasi. Nilai pH yang terukur dapat dilihat pada display (layar) pH-meter. 2). Pengukuran aktivitas air (aw) Pengukuran aktivitas air (aw) film edibel kitosan dilakukan dengan menggunakan aw-meter Shibaura WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran sampel, aw-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam jenuh NaCl dengan nilai aw 0,750. Sampel film edibel kitosan yang diukur terlebih dahulu dipotong-potong agar diperoleh luas permukaan yang lebih besar. Sampel yang diukur sebanyak 1-2 gram. Nilai aw yang terukur dapat dilihat pada display (layar) aw-meter. 3). Pengukuran warna dengan Chromameter (Hatching 1999) Pengukuran warna film edibel kitosan dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-200. Warna film edibel dibaca dengan detektor digital, kemudian angka hasil pengukuran akan terbaca pada display (layar). Parameter yang diukur pada film edibel kitosan adalah L, a, dan b. Standar warna nilai L, a, dan b pada alat tersebut berurut-turut adalah 43,87; +5,37; dan -29,56. 4). Pengukuran ketebalan metode microcal messmer (ASTM 1983) Film yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan pengukur ketebalan mikrometer dengan ketelitian 0.001 mm pada lima tempat yang berbeda. Nilai ketebalan diukur dari rata-rata lima pengukuran ketebalan film. 5). Pengukuran kuat tarik dan persen pemanjangan (ASTM 1983) Kuat tarik dan persen pemanjangan diukur dengan menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Industries model SSB 0500. Sebelum dilakukan pengukuran, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25 oC dengan kelembaban (RH) 75 % selama 24 jam. Nilai gaya maksimum untuk memotong film yang diukur dapat dilihat pada display (layar) Tensile Strength and Elongation Tester. Kuat tarik ditentukan berdasarkan gaya maksimum pada saat film pecah atau robek. Kuat tarik film edibel dapat dihitung dengan membagi gaya untuk memotong/merobek film per luas permukaan film tersebut.
20
Secara matematis hubungan kuat tarik, gaya tarik film untuk memotong film, dan luas permukaan film dapat ditulis sebagai berikut : Kuat tarik =
F A
Keterangan F : gaya kuat tarik (N) A : luas contoh (m2) Persen pemanjangan dapat dihitung dengan membandingkan panjang film saat putus dan panjang film sebelum ditarik oleh Tensile Strength and Elongation Tester. Adapun secara matematis persen pemanjangan (elongasi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % Elongasi =
b−a x100 % a
Keterangan a: panjang awal (cm) b: panjang setelah putus (cm) 6). Laju transmisi uap air metode gravimetri (ASTM E-96-99) Laju transmisi uap air terhadap film diukur dengan menggunakan metode gravimetri. Bahan penyerap uap air (desikan) diletakkan dalam kaleng WVTR. Kemudian sampel diletakkkan di atas kaleng tersebut sedemikian rupa sehingga sampel menutupi kaleng tersebut. Kertas parafin digunakan untuk menutupi bagian antara wadah dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk dari batas wadah dan sampel tersebut. Kaleng ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g kemudian diletakkan dalam desikator dengan RH dan suhu ruang yang tetap. Kaleng ditimbang tiap hari pada jam yang sama dan ditentukan panambahan berat dari kaleng tersebut sebagai akibat bahan desikan yang telah menyerap air. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat dan waktu. Nilai WVTR dihitung dengan rumus: WVTR = slope / luas sampel x 100 x 100 m2 = g/m2/hari (92 % RH, 38oC)
21
7). Pengamatan mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM) (Pereda et al. 2008) Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk melihat mikrostrukur film edibel. Analisis SEM menggunakan SEM 5200 (JEOL). Sebelum dilakukan pengukuran, film edibel kitosan dilarutkan di dalam heksan selama 60 menit dengan pengocokan menggunakan Shaker. Kemudian, Film edibel kitosan dipotong dengan ukuran sesuai dengan tempat analisis (diameter ± 0,5 cm). Setelah sampel dilapisi emas (Au) 300 Ao, pengamatan dilakukan pada 20 KV dan pembesaran 2000 X untuk melihat penampang mendatar serta 500 X untuk melihat penampang melintang film edibel kitosan.
b. Pengujian Aktivitas Antimikroba Film Edibel dari Kitosan (Pranoto et al. 2005) 1). Persiapan kultur uji Kultur uji disiapkan terlebih dahulu dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring Nutrient Agar (NA) ke dalam 10 ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi 37 oC selama 24 jam. Sebanyak 10 µL 24 jam tersebut diambil dan diinokulasikan ke dalam 10 ml media NB, kemudian diinkubasi 37 oC selama 12 jam. Kultur uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. 2). Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode cakram Pengujian aktivitas antimikroba (antibakteri) film edibel kitosan dapat diukur dengan menggunakan metode cakram. Kultur dengan jumlah bakteri 105 CFU/ml sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dituangkan media agar NA sebanyak ±15 ml. Media agar dibiarkan membeku, kemudian film edibel yang berdiameter 1 cm diletakkan di atas media yang telah ditumbuhi bakteri Escherichia coli atau Staphylococcus aureus tersebut. Media yang telah diletakkan film, kemudian di simpan pada inkubator 37 oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, akan terlihat zona penghambatan yang diperlihatkan dengan
22
daerah bening di sekitar film yang telah ditempelkan di atas media. Diagram alir metode cakram dalam pengujian aktivitas antimikroba film edibel kitosan dapat dilihat pada Gambar 4. Kultur uji
Diinokulasikan 0,2 % ke dalam 20 ml NB Dituangkan ke dalam petri dan dibiarkan membeku
Diinkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam
Dibuat potongan film edibel dengan diameter 1 cm
Ditempelkan potongan film edibel ke dalam cawan yang membeku
Diukur diameter penghambatan (mm)
Gambar 4. Diagram Alir Metode Cakram Aktivitas antimikroba film edibel kitosan dapat dilihat dari diameter penghambatan yang terukur dengan metode cakram di atas. Diameter penghambatan ditentukan dengan menghitung selisih diameter areal bening dan diameter film, dengan rumus: Diameter penghambatan (IP) = diameter areal bening (mm) – diameter film (mm)
4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 faktor yang diulang 2 kali. Perlakuan yang diterapkan berturut-turut adalah perbedaan pelarut (asam asetat 1 % dan asam laktat 2 %), penambahan asam lemak (asam stearat 2 % dan 5 %; asam oleat 2 % dan 5 %), dan penambahan natrium benzoat (konsentrasi 0 % dan 0,03 %). Rancangan ini digunakan untuk uji statistika terhadap analisis nilai pH, aw, warna, ketebalan, kuat tarik, persen
23
pemanjangan, nilai WVTR, dan diameter penghambatan baik terhadap E. coli maupun S. aureus. Model rancangan percobaan yang digunakan sebagai berikut : Yijkl = µ + αi + βj + γk + (αβγ)ijk + εijkl Dimana: Yijkl = Pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k, dan ulangan ke-l µ
= Nilai tengah umum
α
= Pengaruh utama faktor A (pelarut)
β
= Pengaruh utama faktor B (asam lemak)
γ
= Pengaruh utama faktor C (natrium benzoat)
(αβγ) = Komponen interaksi dari faktor A, faktor B, dan faktor C ε
= Galat
i
= Banyaknya perlakuan faktor A (pelarut)
j
= Banyaknya perlakuan faktor B (asam lemak)
k
= Banyaknya perlakuan faktor C (natrium benzoat)
l
= Ulangan Apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 % untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar perlakuan (Walpole 1992). Analisis ini dilakukan menggunakan software SPSS 12.0. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan nyata pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan uji t dua sampel berpasangan dengan asumsi perlakuan lain tetap (Walpole 1992). Analisis uji t dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan prosedur, formulasi, dan kondisi pembuatan film edibel kitosan yang tepat. Film edibel kitosan dibuat berdasarkan prosedur pembuatan film edibel oleh Vodjani dan Torres (1989) yang dimodifikasi. Pengamatan dilakukan secara visual yaitu dengan melihat tampilan film, kemudahan pengelupasan film, dan waktu pengeringan film edibel. Variabel
perlakuan
pada
penelitian
pendahuluan
adalah
suhu
pengeringan, komposisi bahan, dan perlakuan homogenisasi. Perlakuan suhu yang digunakan pada pembuatan film edibel kitosan adalah suhu 40 oC, 45 oC, dan 55 oC.
1. Prosedur pembuatan Prosedur pembuatan film edibel kitosan yang berasal dari modifikasi Vodjani dan Torres (1989) adalah sebagai berikut: mula-mula 3 gram kitosan dilarutkan dalam 300 ml asam asetat 1 % atau 300 ml asam laktat 2 %. Pelarutan kitosan dalam pelarut dilakukan sedikit demi sedikit agar terbentuk gel campuran yang sempurna antara kitosan dan pelarut. Larutan dihomogenisasi dengan pengaduk stirrer pada suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan film tersuspensi dengan sempurna. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1– 2 % (Knorr 1982) dan asam laktat dengan konsentrasi 2 % (Kim 2006). Larutan diaduk secara terus-menerus. Kemudian larutan film diberi perlakuan berupa penambahan gliserol dengan konsentrasi 15 % (b/b) (gliserol : kitosan) (Suyatma et al. 2005 yang modifikasi). Selain itu, larutan film diberi perlakuan berupa penambahan asam stearat atau asam oleat (Emanuel 2005 yang modifikasi). Pada perlakuan terakhir, larutan film ditambah natrium benzoat dengan konsentrasi 0,03 % (b/b) (Na benzoat : kitosan) dari maksimum penggunaan sebanyak 600 ppm (0,06 %) (BPOM 2006). Selama proses polimerisasi,
25
pengadukan senantiasa dipertahankan agar interaksi antara kitosan, pelarut, asam stearat atau asam oleat, gliserol, dan natrium benzoat dapat berjalan dengan baik. Larutan film yang homogen mulai mengalami proses polimerisasi. Polimer dalam bentuk encer ini memiliki rantai polimer yang masih bisa bebas bergerak. Apabila larutan ini telah menjadi polimer padat maka rantai polimer memiliki gerakan dan konfigurasi rantai yang terbatas. Hal ini karena rantairantai polimer tersebut saling bersambung-silang ke berbagai arah membentuk polimer jaringan berupa matriks film. Larutan film dituangkan pada cetakan film yang sudah dibersihkan dengan etanol 96 %. Setelah itu, larutan film diratakan. Film dikeringkan pada suhu ruang sampai film agak keras, kemudian dikeringkan pada suhu 40 oC, 45
o
C, atau 55
o
C untuk menyempurnakan pengeringan. Diagram alir
pembuatan film edibel kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.
2. Pengaruh Suhu Pengeringan Suhu yang digunakan untuk pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut. Jika suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan film menjadi sangat tipis, kering, dan mudah retak. Hal ini dikarenakan proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat menguap sebelum terjadi pembentukan film. Sedangkan apabila suhu yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya proses pengeringan larutan, sehingga terjadi kontaminasi dan proses berjalan kurang efisien. Film yang sudah kering kemudian dilepas dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil, dan dimasukkan ke dalam desikator pada RH yang distabilkan (75 %) dengan NaCl. Film edibel kitosan yang dikeringkan pada suhu yang berbeda, menghasilkan karakteristik film yang berbeda pula. Semakin rendah suhu pengeringan, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan film semakin lama. Proses pengeringan pada suhu 40 oC membutuhkan waktu yang paling lama agar film dapat diangkat dari cetakan, sehingga pada pengeringan suhu
26
40 oC tidak digunakan dalam proses pengeringan film selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk mencapai efisiensi proses pembuatan film edibel kitosan. Berdasarkan pengamatan visual, film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat yang dikeringkan pada suhu 55 oC menghasilkan film yang keras, rapuh, dan sulit untuk dikelupas. Sehingga untuk mendapatkan keefektifan dan efisiensi proses, pengeringan film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat dilakukan pada suhu 45 oC, sedangkan dengan pelarut asam laktat dilakukan pada suhu 55 oC. Hasil film edibel yang telah dikeringkan pada 45 o
C (pelarut asam asetat) dan suhu 55 oC (pelarut asam laktat) dapat dilihat
pada Gambar 5.
(a) (b) Gambar 5. Film Edibel Kitosan (a). Pelarut Asam Asetat 1 %, (b). Pelarut Asam Laktat 2 % 3. Pengaruh Penambahan Asam Lemak Percobaan pembuatan film edibel kitosan dengan penambahan asam stearat dan asam oleat menghasilkan larutan film yang memisah. Sehingga pada proses pembuatan larutan film ini dilakukan homogenisasi selama 10 menit. Hasil sementara secara visual terlihat pemisahan campuran yang merata. Hal ini disebabkan asam stearat dan asam oleat memiliki 2 gugus yang berbeda sekaligus dalam satu senyawa yaitu gugus hidrofobik dan hidrofilik. Asam stearat dan asam oleat merupakan asam lemak rantai panjang yang terdiri dari rantai hidrokarbon dengan gugus karboksil di ujung struktur molekulnya. Struktur hidrokarbon molekul asam stearat dan asam oleat yang panjang terdiri dari karbon dan hidrogen yang bersifat non polar tidak berikatan dengan air, sehingga bersifat hidrofobik. Sedangkan gugus karboksil bersifat polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, sehingga mampu mengikat air dengan kuat (hidrofilik). Apabila asam stearat dan asam
27
oleat dilarutkan dalam air, maka bagian molekul yang bersifat hidrofilik akan berikatan dengan air membentuk lapisan monolayer di atas permukaan air dengan bagian hidrofilik dalam air dan rantai hidrofobik berada di atas permukaan air. Struktur molekul asam stearat dan asam oleat seperti pada Gambar 6.
Hidrofobik
Hidrofilik
(a)
Hidrofobik
Hidrofilik
(b)
Gambar 6. Struktur Kimia (a). Asam Stearat (b). Asam Oleat (Ketaren 2005) Adanya pemisahan larutan film edibel kitosan di atas menggambarkan bahwa asam stearat dan asam oleat berpotensi sebagai barrier terhadap uap air. Film edibel kitosan yang selama ini dihasilkan hanya dapat mencegah transmisi gas, sedangkan film tersebut masih bersifat hidrofilik yang dapat menyerap uap air. Penambahan asam stearat dan asam oleat diharapkan dapat memperbaiki sifat film edibel kitosan dengan meningkatnya sifat barrier terhadap uap air.
B. ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK FILM EDIBEL KITOSAN 1. Nilai Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan konsentrasi ion H3O+ dalam suatu zat yang dinyatakan dalam nilai negatif logaritma dari konsentasi H3O+ (Bird 1993). Nilai pH menentukan sifat asam dan basa suatu larutan pada nilai relatif konsentrasi H3O+ dan OH-. Bila [H3O+] > [OH-], maka larutan bersifat asam, sedangkan bila [H3O+] = [OH-] larutan bersifat netral. Sedangkan bila [H3O+] < [OH-], maka larutan bersifat basa. Nilai tersebut sering ditulis dalam skala nilai pH, yaitu dengan standar 7. Suatu larutan dikatakan asam jika mempunyai nilai pH di bawah 7, sedangkan larutan basa memiliki nilai pH di atas 7. Perubahan nilai pH bahan pangan dapat berpengaruh terhadap flavor, warna, tekstur, dan stabilitas bahan pangan selama proses pengolahan. Karakteristik sifat asam dan basa dalam bahan pangan memiliki fungsi yang
28
sangat penting, diantaranya adalah untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, menghambat reaksi pencoklatan, mencegah oksidasi lipid, emulsifikasi, dan meningkatkan flavor. Tabel 4. Nilai Derajat Keasaman (pH) Larutan dan Aktivitas Air (aw) Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan Nilai aw Formula Nilai pH (A) K:A = 1:100 (B) K:A:S = 1:100:0,02 (C) K:A:S = 1:100:0,05 (D) K:A:O = 1:100:0,02 (E) K:A:O = 1:100:0,05 (F) K:A:B = 1:100:3x10-4 (G) K:A:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (H) K:A:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (I) K:A:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (J) K:A:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
4,70 3,75 3,96 4,66 4,58 3,70 4,97 4,87 4,00 4,70
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,00k 0,00f 0,02hi 0,03k 0,01j 0,03e 0,01m 0,01l 0,05i 0,01k
0,636 0,612 0,614 0,599 0,600 0,592 0,587 0,590 0,592 0,599
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,001g 0,001f 0,004f 0,000de 0,000de 0,000c 0,001b 0,001bc 0,001c 0,002d
(K) K:L = 1:100 (L) K:L:S = 1:100:0,02 (M) K:L:S = 1:100:0,05 (N) K:L:O = 1:100:0,02 (O) K:L:O = 1:100:0,05 (P) K:L:B = 1:100:3x10-4 (Q) K:L:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (R) K:L:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (S) K:L:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (T) K:L:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
3,45 3,83 3,86 3,93 3,86 3,54 3,57 3,50 3,37 3,43
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,01b 0,03g 0,01g 0,03h 0,04g 0,00cd 0,02d 0,00c 0,00a 0,01b
0,611 0,604 0,610 0,597 0,611 0,598 0,577 0,591 0,579 0,589
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,008f 0,004e 0,000f 0,000d 0,002f 0,001d 0,000a 0,001bc 0,003a 0,001bc
Ket.
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (p<0.05) menggunakan Duncan Multiple Range Test. • K = kitosan, A = pelarut asam asetat 1 %, L = pelarut asam laktat 2 %, S = asam stearat, O = asam oleat, B = natrium benzoat.
●
Proses pembuatan film dari kitosan sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Hal ini menjadi faktor dalam menentukan pelarut yang akan digunakan dalam proses pembuatan film edibel dari kitosan. Kitosan larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam basa serta tidak larut dalam media campuran asam dan basa (Muzzarelli 1997). Kitosan larut dalam beberapa larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam larutan yang mengandung konsentrasi ion hidrogen di atas pH 6,5. Di dalam larutan asam,
29
kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berbeda dengan polisakarida lainnya (Ornum 1992). Berdasarkan data pada Tabel 4, diperlihatkan adanya nilai pH larutan film edible kitosan yang bervariasi. Perlakuan pelarut, penambahan asam lemak (stearat dan oleat), dan natrium benzoat tidak memperlihatkan pola yang seragam. Meskipun berdasarkan hasil uji statistika dengan sidik ragam memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5 %, akan tetapi perbedaan tersebut tidak dapat diketahui akibat perlakuan yang mana. Beberapa pola umum yang dapat diketahui dari Tabel 4 adalah bahwa larutan film edibel kitosan dengan pelarut asam laktat lebih asam dibandingkan dengan pelarut asam asetat (Lampiran 1A). Perbedaan secara nyata nilai ini diperkuat dengan hasil uji t satu sisi (Lampiran 1F). Nilai pH film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 3,70±0,00 dan 4,97±0,01, sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai pH berkisar antara 3,37±0,00 dan 3,93±0,03. Hal ini sesuai dengan nilai pKa asam laktat yang lebih rendah (3,08) dibandingkan dengan nilai pKa asam asetat (4,75) (Doores 2005). Di sisi lain, penambahan asam lemak rantai panjang (stearat dan oleat) tidak terlalu berpengaruh dalam menurunkan nilai pH film edibel kitosan. Berdasarkan data pada Tabel 4, tidak terlihat pola tertentu terhadap penurunan nilai pH akibat penambahan asam stearat dan oleat. Begitu pula dengan pengaruh konsentrasi kedua jenis asam ini tidak mempunyai pola untuk menurunkan atau menaikan pH film edibel kitosan (Lampiran 1G). Pola yang unik terjadi pada penambahan natrium benzoat di dalam film edible kitosan (Lampiran 1C). Pada pelarut asam asetat, penambahan natrium benzoat tidak menunjukkan pola yang seragam dalam mempengaruhi nilai pH film (Lampiran 1H-1). Akan tetapi pada pelarut asam laktat, penambahan natrium benzoat cenderung menurunkan nilai pH film edibel kitosan (Lampiran 1H-2). Hal dapat dijelaskan dengan mekanisme penguraian natrium benzoat di dalam larutan asam (Chipley 2005). Pelarut asam laktat yang memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat
30
dapat mendorong natrium benzoat untuk membentuk struktur asam benzoat. Sehingga, campuran dalam film yang terbentuk menjadi lebih asam akibat penambahan asam benzoat tersebut. Sedangkan pada pelarut asam asetat natrium benzoat lebih sulit untuk berubah menjadi ion atau asam benzoat. Secara umum nilai pH larutan film edibel kitosan yang terbentuk berada pada kisaran di bawah 5. Nilai pH larutan film edibel kitosan yang terbentuk berkisar antara 3,37±0,00 dan 4,97±0,01. Menurut Ornum (1992) kitosan akan larut pada pH larutan di bawah 6,5; sehingga pada nilai pH larutan film edibel kitosan tersebut di atas menunjukkan bahwa kitosan dapat larut pada pelarut asam asetat 1 % dan asam laktat 2 %. Kondisi tersebut dapat mendorong kitosan membentuk gugus aktif amino (NH4+) dan menjadi senyawa yang reaktif. Asetat
Nilai pH Edible Film Kitosan
As+Stear2%
As+Benz As+Stear2%+Benz 4.97 4.87 3.70
As+Stear5%+Benz
4.70
As+Oleat2%+Benz
4.00
3.833.86 3.93 3.86 3.45
3.54 3.57 3.50 3.37 3.43
As+Oleat5%+Benz
Laktat Lak+Stear2% Lak+Stear5% Lak+Oleat2%
Perlak uan
La k+ St ea r2 % +B La k+ en z O le at 2% +B en z
A se ta t A s+ St ea r5 % A s+ O le at 5%
Kapang Khamir
As+Oleat5%
La k+ St ea r2 % La k+ O le at 2%
Bakteri Enzim
As+Oleat2%
A s+ A Be s+ St nz ea r5 % +B A en s+ z O le at 5% +B en z
pH
As+Stear5% 9.00 8.50 8.00 7.50 7.00 6.50 6.00 5.50 4.66 4.58 5.00 4.70 4.50 3.96 3.75 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Lak+Oleat5% Lak+Benz Lak+Stear2%+Benz Lak+Stear5%+Benz Lak+Oleat2%+Benz
Ket. ● pH minimum untuk pertumbuhan bakteri 5,0; kapang 3,0; dan khamir 2,5 (Fardiaz 1992) • pH minimum aktivitas enzim 4,5 (Winarno 1986)
Gambar 7. Nilai pH Larutan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan Selain itu, pada kondisi pH di bawah 5 baik pertumbuhan bakteri, kapang maupun khamir tidak dapat tumbuh dengan baik. Menurut Fardiaz (1992) pH optimum pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir berturut-turut sebesar 5,0 - 8,5; 3,0 – 8,5; dan 2,5 – 8,5. Selain itu, enzim pun akan dihambat reaksinya pada kondisi pH di bawah 5, karena aktivitas optimum enzim berkisar pada pH 4,5 dan 8,0. Hal ini menggambarkan potensi film edibel
31
kitosan yang dapat digunakan sebagai antimikroba, khususnya antibakteri. Potensi film edibel kitosan sebagai antimikroba pada penelitian ini berdasarkan nilai pH-nya dapat dilihat pada Gambar 7. 2. Nilai Aktivitas Air (aw) Aktivitas air (aw) merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan jasad renik (Bluestein dan Labuza 1989). Menurut Winarno (1997) aw adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berdasarkan konsep ini nilai aw pada bahan pangan memiliki arti penting dalam proses pengawetan makanan. Pada film edibel kitosan yang akan digunakan sebagai bahan pengemas primer, nilai aw sangat menentukan kualitas produk kitosan sebagai bahan pengemas sekaligus pengawet pada makanan yang dibungkusnya. Jika film edibel kitosan mempunyai nilai aw yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak makanan, maka pengemas tersebut mempunyai potensi yang besar untuk digunakan melindungi makanan. Berdasarkan Tabel 4 diperlihatkan adanya keberagaman nilai aktivitas air (aw) film edibel kitosan dengan berbagai perlakuan. Penambahan asam lemak (stearat dan oleat) pada film edibel kitosan cenderung menurunkan nilai aw (Gambar 8). Perbedaan secara nyata nilai aw ini dapat dilihat pada Gambar (Lampiran 2B) dan uji t satu sisi (Lampiran 2F). Hal ini dapat dijelaskan dengan prinsip interaksi gugus hidrofobik atau hidrofilik. Keberadaan asam stearat dan asam oleat pada film edibel kitosan menurunkan interaksi gugus hidrofilik kitosan dan air karena sifat asam-asam lemak tersebut yang mengandung gugus hidrofobik. Akibatnya, nilai aw film yang dihasilkan pun menjadi turun (lebih rendah dari kontrol film edibel dengan pelarut asam asetat/laktat tanpa penambahan asam lemak stearat atau oleat dan natrium benzoat). Pada setiap perlakuan pelarut dan penambahan natrium benzoat yang sama, terjadi kecenderungan kenaikan nilai aw pada film yang ditambah asam lemak (stearat dan oleat) pada konsentrasi yang lebih tinggi (Gambar 8). Nilai aw film kitosan yang ditambah asam lemak (stearat dan oleat) dengan konsen-
32
Nilai a Film Edibel Kitosan dengan Pelarut Asam Asetat w
0.64 Stearat 0.63 0.62 Nilai a
w
Oleat
0.61 Benzoat + Stearat
0.6 0.59
Benzoat + Oleat 0.58 -1
0
1 2 3 4 Konsentrasi x % (asam lemak : kitosan = x : 100)
5
6
Nilai a Film Edibel Kitosan dengan Pelarut Asam Laktat w
0.615 Stearat 0.61
Nilai aw
0.605 Oleat
0.6 0.595 0.59
Benzoat + Stearat
0.585 0.58 Benzoat + Oleat 0.575 -1
0
1 2 3 4 Konsentrasi x % (asam lemak : kitosan = x : 100)
5
6
Gambar 8. Grafik Hubungan Nilai aw Akibat Perlakuan Penambahan Asam Stearat, Asam Oleat, dan Natrium Benzoat dengan Pelarut (a). Asam Asetat (b). Asam Laktat trasi 5 % (b/b) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai aw film dengan penambahan asam lemak 2% (b/b) (Lampiran 2G). Akan tetapi nilai aw yang dihasilkan akibat penambahan asam lemak pada kedua konsentrasi ini masih lebih rendah dibandingkan kontrol (tanpa penambahan asam lemak). Mekanisme yang mungkin terjadi adalah adanya asam lemak rantai panjang (stearat dan oleat) memberikan pengaruh interaksi hidrofobik dalam pembentukan matriks film. Menurut Paramawati (2001) interaksi hidrofobik merupakan ikatan kimia yang paling kuat dalam membentuk matriks tiga dimensi dari film. Kondisi ini dapat memberikan peluang yang besar bagi air bebas untuk terperangkap di dalam matriks. Sehingga, nilai aw film yang dihasilkan pun semakin tinggi. Semakin besar konsentrasi asam lemak rantai panjang yang ditambahkan, maka interaksi hidrofobiknya pun akan bertambah besar pula. Sehingga, aw film edibel yang dihasilkan akan semakin bertambah dengan kenaikan konsentrasi asam lemak rantai panjang tersebut.
33
Penambahan natrium benzoat pada film edibel kitosan cenderung menurunkan nilai aw pada kondisi perlakuan lain tetap (Gambar 8). Kecenderungan ini dapat dilihat pada Gambar (Lampiran 2C) dan uji t satu sisi (Lampiran 2H). Hal ini dapat dijelaskan dengan interaksi kimia antara natrium benzoat, kitosan, dan air. Keberadaan natrium benzoat dapat memperkecil ruang pada matriks yang terbentuk. Sehingga, air bebas yang terperangkap di dalam jaringan matriks menjadi lebih kecil. Akibatnya, aw yang dimiliki film edibel tersebut menjadi berkurang. Perbedaan pelarut tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai aw film edibel kitosan yang terbentuk (Lampiran 2I). Pada pelarut asam asetat nilai aw berkisar antara 0,587±0,001 dan 0,636±0,001, sedangkan pada pelarut asam laktat nilai aw berkisar antara 0.577±0,000 dan 0,611±0,002. Menurut Winarno (1997) nilai aw sangat dipengaruhi oleh keberadaan air tipe III yang sering disebut air bebas. Air tipe III ini merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, dan serat. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Pengeringan dapat mengurangi jumlah air bebas dalam larutan film edibel. Kondisi pengeringan larutan film edibel kitosan dilakukan pada suhu yang berbeda untuk pelarut film yang berbeda. Di sisi lain, asam laktat dapat berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen lebih besar dibandingkan dengan asam asetat. Adanya pengaruh yang kompleks antara kedua mekanisme tersebut mengakibatkan nilai aw film edibel yang dihasilkan tidak terlalu berbeda nyata akibat pelarut asam asetat dan asam laktat. Pada Gambar 9 terlihat pengaruh nilai aw film edibel kitosan yang berada pada kisaran di bawah kondisi minimum mikroorganisme (bakteri, kapang, dan khamir) untuk tumbuh. Berdasarkan data pada Tabel 4, nilai aw film edibel kitosan berkisar antara 0,577±0,000 dan 0,636±0,001. Nilai tersebut berada di bawah kondisi minimum pertumbuhan kapang (0,80), khamir (0,88), dan bakteri (0,91) (Fardiaz 1992). Selain itu, menurut Winarno (1997) aw minimal yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi enzim adalah 0,30. Namun, nilai ini tergantung pada jenis dan asal enzim, serta substrat yang ter-
34
Nilai a w Edible Film Kitosan
0.91 0.88 0.80
Asetat As+Stear2% As+Stear5% As+Oleat2% As+Oleat5%
0.6105 0.6105 0.60350.610.597
0.5985 0.592 0.58650.590.5915
0.598 0.5770.5910.5790.589
As+Benz As+Stear2%+Benz As+Stear5%+Benz As+Oleat2%+Benz
0.30
As+Oleat5%+Benz
Laktat Lak+Stear2% Lak+Stear5%
La k+ St ea r2 % La +B k+ en O z le at 2% +B en z
Lak+Oleat2%
La k+ St ea r2 % La k+ O le at 2%
A se ta t A s+ St ea r5 % A s+ O le at 5%
Enzim
1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0.7 0.636 0.65 0.6140.599 0.6 0.6115 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
A A s+ s+ Be St nz ea r5 % +B A s+ en O z le at 5% +B en z
aw
Bakteri Khamir Kapang
Lak+Oleat5%
Lak+Benz Lak+Stear2%+Benz Lak+Stear5%+Benz
Perlakuan
Lak+Oleat2%+Benz Lak+Oleat5%+Benz
Gambar 9. Nilai Aktivitas Air (aw) Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan libat dalam reaksi tersebut (Winarno 1986). Sehingga, pengaruh reaksi enzim dalam fungsi film edibel kitosan sebagai pengawet belum ditemukan korelasi yang baik di antara keduanya.
3. Sifat Warna Film Edibel Kitosan Pengukuran intensitas warna film edibel kitosan dilakukan dengan alat Chromameter Minolta CR-310. Alat ini menggunkan sistem L, a, dan b. Notasi L menunjukkan kecerahan (akromatik) dengan nilai 0 (gelap / hitam) hingga 100 (terang / putih), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat kroma. Parameter a adalah cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah – hijau dengan nilai +a (positif a) dari nol sampai 100 (merah) dan nilai –a (negatif a) dari nol sampai 80 (hijau). Parameter b adalah warna kromatik campuran biru – kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70 (kuning) dan nilai –b (negatif b) dari nol sampai 70 (biru). Analsis warna ditujukan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan-bahan terhadap perubahan warna terutama kecerahan film edibel kitosan yang dihasilkan. Sehingga nilai yang dianalisis hanya parameter L. Standar nilai L yang digunakan adalah 43,87.
35
Tabel 5. Analisis Warna Film Edibel Kitosan Formula L (A) K:A = 1:100 (B) K:A:S = 1:100:0,02 (C) K:A:S = 1:100:0,05 (D) K:A:O = 1:100:0,02 (E) K:A:O = 1:100:0,05 (F) K:A:B = 1:100:3x10-4 (G) K:A:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (H) K:A:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (I) K:A:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (J) K:A:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
76.64 69.53 60.89 68.37 55.24 68.00 69.06 75.26 79.49 74.01
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.49i 0.16e 0.04bc 0.69de 1.18a 0.88de 0.64e 0.61ghi 1.15j 1.56fgh
(K) K:L = 1:100 (L) K:L:S = 1:100:0,02 (M) K:L:S = 1:100:0,05 (N) K:L:O = 1:100:0,02 (O) K:L:O = 1:100:0,05 (P) K:L:B = 1:100:3x10-4 (Q) K:L:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (R) K:L:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (S) K:L:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (T) K:L:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
59.45 67.49 61.62 66.13 67.39 73.61 76.32 76.14 73.13 72.09
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.28b 0.00de 0.95c 1.63d 0.07de 1.94fg 0.13i 0.10hi 1.44fg 1.16f
Ket.
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (p<0.05) menggunakan Duncan Multiple Range Test. • K = kitosan, A = pelarut asam asetat 1 %, L = pelarut asam laktat 2 %, S = asam stearat, O = asam oleat, B = natrium benzoat.
●
Secara umum nilai kecerahan (paremeter L) film edibel kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini berada di atas nilai standar (43,87). Nilai parameter L film edibel kitosan yang dihasilkan berkisar antara 55,24±1,18 dan 79,49±1,15. Hal ini menggambarkan film yang dihasilkan memiliki kecerahan yang cukup tinggi. Tingkat kecerahan ini merupakan salah satu parameter kualitas kemasan, sehingga film edibel kitosan tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengemas pangan. Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan pengaruh perubahan parameter warna yang berbeda akibat penambahan bahan-bahan pembuat film edibel kitosan. Namun secara umum, penambahan bahan-bahan pembuat film edibel kitosan tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kecerahan warna film edibel yang dihasilkan. Baik perbedaan pelarut
36
(Lampiran 3D) maupun penambahan asam lemak stearat dan oleat (Lampiran 3E) tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kecerahan film. Pengaruh terhadap kecerahan warna film edibel kitosan yang unik terjadi akibat penambahan natrium benzoat. Penambahan natrium benzoat dalam pelarut asam asetat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan kecerahan film yang dihasilkan (Lampiran 3F-1). Pengaruh sebaliknya terjadi pada pelarut asam laktat, penambahan natrium benzoat memberikan perubahan warna film yang semakin terang (Lampiran 3F-2). Hal ini dapat dijelaskan dengan pengaruh keasaman pelarut asam asetat dan asam laktat. Nilai tetapan keasaman (Ka) asam laktat yang lebih tinggi dibandingkan asam asetat, mengakibatkan natrium benzoat lebih mudah membentuk ion atau asam benzoat pada pelarut asam laktat (Chipley 2005). Benzoat adalah senyawa yang berwarna putih. Ketika senyawa ini larut di dalam larutan film edibel kitosan, maka terjadi penyebaran warna putih (kecerahan) yang merata pada film edibel yang dihasilkan. Selain itu, mekanisme yang mungkin terjadi adalah akibat adanya interaksi asam benzoat dengan kitosan yang dapat meningkatkan kecerahan film. 4. Ketebalan Film Edibel Kitosan Ketebalan film dipengaruhi oleh banyaknya total padatan dalam larutan dan ketebalan (tinggi) cetakan. Pada cetakan yang sama, film yang terbentuk lebih tebal apabila volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan lebih besar. Demikian pula total padatan yang banyak, dapat membuat film yang terbentuk lebih tebal. Berdasarkan Tabel 6 diperlihatkan perbedaan yang sangat signifikan hasil ketebalan film akibat perbedaan pelarut yang digunakan pada pembuatan film edibel kitosan. Hal ini dapat diperlihatkan pada Gambar (lampiran 4A) dan uji t (Lampiran 4F). Film dengan pelarut asam laktat memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan film dengan pelarut asam asetat. Ketebalan film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 0,093±0,013 mm dan 0,188±0,001 mm, sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai ketebalannya berkisar antara 0,199±0,004 mm dan 0,423±0,047 mm. Hal ini dapat terjadi karena asam laktat memiliki potensi untuk berikatan dengan
37
Tabel 6. Sifat Mekanik Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan Formula (A) K:A = 1:100 (B) K:A:S = 1:100:0,02 (C) K:A:S = 1:100:0,05 (D) K:A:O = 1:100:0,02 (E) K:A:O = 1:100:0,05 (F) K:A:B = 1:100:3x10-4 (G) K:A:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (H) K:A:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (I) K:A:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (J) K:A:O:B = 1:100:0,05:3x10-4 (K) K:L = 1:100 (L) K:L:S = 1:100:0,02 (M) K:L:S = 1:100:0,05 (N) K:L:O = 1:100:0,02 (O) K:L:O = 1:100:0,05 (P) K:L:B = 1:100:3x10-4 (Q) K:L:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (R) K:L:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (S) K:L:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (T) K:L:O:B= 1:100:0,05:3x10-4
Ketebalan (mm)
Persen Pemanjangan
Kuat Tarik (Mpa)
0,125 ± 0,032abc
23,96 ± 6,52a
10,99
± 1,54cd
0,151 ± 0,002cd
53,13 ± 4,42a
19,17
± 4,87e
0,188 ± 0,001de
25,88 ± 6,61a
7,94
± 0,21bc
0,126 ± 0,002abc
39,63 ± 1,29a
26,88
± 1,95f
0,134 ± 0,001bc
48,46 ± 7,92a
4,09
± 0,65ab
0,141 ± 0,002bc
34,74 ± 19,14a
11,18
± 6,21cd
0,184 ± 0,000de
35,42 ± 2,95a
8,42
± 0,87bc
0,185 ± 0,000de
55,35 ± 11,72a
16,62
± 0,47de
0,093 ± 0,013a
57,27 ± 2,97a
13,04
± 8,25cd
0,106 ± 0,018ab
36,67 ± 4,71a
4,52
± 2,53ab
0,423 ± 0,047l
270,21 ± 42,13b
0,00
± 0,00*)a
0,307 ± 0,001k
357,86 ± 11,11c
0,00
± 0,00*)a
0,300 ± 0,017jk
374,17 ± 30,25c
0,00
± 0,00*)a
0,228 ± 0,005fg
267,32 ± 54,79b
0,00
± 0,00*)a
0,279 ± 0,005hijk 277,24 ± 3,17b
0,00
± 0,00*)a
0,266 ± 0,011ghij 575,00 ± 58,93d
0,00
± 0,00*)a
0,199 ± 0,004ef
747,77 ± 47,35e
0,00
± 0,00*)a
0,286 ± 0,021ijk
677,27 ± 79,28e
0,00
± 0,00*)a
0,254 ± 0,028ghi
600,04 ± 22,87d
0,00
± 0,00*)a
0,239 ± 0,030gh
273,60 ± 58,13b
0,00
± 0,00*)a
Ket. 1) *Kuat tarik <0.0078 Mpa 2) Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (p<0.05) menggunakan Duncan Multiple Range Test 3) K = kitosan, A = pelarut asam asetat 1 %, L = pelarut asam laktat 2 %, S = asam stearat, O = asam oleat, B = natrium benzoat.
air lebih banyak dari pada asam asetat. Berdasarkan strukturnya, setiap molekul asam laktat mempunyai satu gugus hidroksi (-OH) dan satu gugus
38
karboksilat (-COOH), sedangkan asam asetat hanya memiliki satu gugus karboksilat (Gambar 10). Perbedaan struktur ini mengakibatkan asam laktat mempunyai potensi lebih besar untuk berikatan hidrogen dengan air dan interaksi dwi kutub dengan senyawa lain. Sehingga, film yang terbentuk mampu menyerap air dengan lebih banyak. Akibatnya, film dengan pelarut asam laktat mempunyai ketebalan yang lebih tinggi. H2
O CH3
C
O C
C
OH HO OH (a) (b) Gambar 10. Struktur Kimia (a). Asam Asetat dan (b). Asam Laktat Kecenderungan
naiknya
ketebalan
film
edibel
kitosan
akibat
penambahan asam stearat berbeda dengan asam oleat. Pengaruh penambahan asam stearat tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan film (Lampiran 4G1). kondisi sebaliknya terjadi pada penambahan asam oleat yang memberikan pengaruh nyata terhadap kenaikan ketebalan film yang dihasilkan (Lampiran 4G-2). Hal ini dapat disebabkan perbedaan sifat fisik dan struktur kimia asam stearat dan oleat. Asam oleat pada pelarut asetat misalnya, tidak bercampur dengan kitosan (lihat Gambar 13 Mikrostruktur Film Edibel Kitosan). Hal ini mengakibatkan film yang terbentuk menjadi lebih tebal dengan adanya lapisan asam oleat yang tidak bercampur. Kondisi yang tidak teratur terjadi pada penambahan natrium benzoat yang tidak membentuk pola tertentu pada kondisi perlakuan lain tetap (Lampiran 4H).
5. Persen Pemanjangan (Elongasi) Pengukuran kekuatan tarik film biasanya diikuti dengan pengukuran persen pemanjangan, yaitu perubahan panjang maksimum yang dialami film ketika pengujian kekuatan tarik yang dilihat saat film sobek/pecah. Tabel 6 memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat signifikan nilai persen pemanjangan (elongasi) film edibel kitosan antara perlakuan pelarut asam asetat dan asam laktat. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar (Lampiran 5A) uji t satu sisi (Lampiran 5F). Persen pemanjangan film edibel kitosan
39
dengan pelarut asam asetat berkisar antara 23,96±6,52 % dan 57,27±2,97 %, sedangkan pada pelarut asam laktat persen pemanjangan antara 267,32±54,79 % dan 747,77±47,35 %. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya sifat plasticizer pada asam laktat. Asam laktat merupakan kelompok plasticizer polar bersama gliserol yang memiliki gugus OH (Di Gioia dan Guilbert 1999). Selain itu, konsentrasi asam laktat yang ditambahkan pada larutan film edibel kitosan lebih besar dibandingkan dengan asam asetat. Sehingga, film edibel yang dihasilkan lebih elastis dan mempunyai persen pemanjangan yang lebih besar. Menurut Caner et al. (1998) nilai persen pemanjangan film edibel kitosan yang dihasilkan dengan pelarut asam laktat terlalu besar, sehingga kurang potensial untuk dikembangkan sebagai pengemas. Formula larutan ini cocok digunakan sebagai edible coating. Penambahan asam stearat dan oleat memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap persen pemanjangan film edibel kitosan. Penambahan asam stearat memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan persen pemanjangan (Lampiran 5G-1). Sedangkan penambahan asam oleat tidak memberikan pengaruh perbedaan yang nyata terhadap persen pemanjangan film edibel pada taraf 0,05 (Lampiran 5G-2). Pada Penampang mikrostruktur film edibel kitosan (Gambar 13), terlihat bahwa penambahan asam stearat lebih bisa bercampur dengan kitosan dibandingkan dengan penambahan asam oleat. Asam stearat yang bercampur ini dapat mempengaruhi gaya kohesi kitosan, sehingga ikatan antar struktur kitosan menjadi lebih renggang. Akibatnya, film yang terbentuk secara nyata terlihat lebih elastis akibat penambahan asam stearat. Penambahan natrium benzoat mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap persen pemanjangan pada pelarut asam asetat dan asam laktat. Pada pelarut asam asetat, penambahan natrium benzoat tidak berpengaruh nyata terhadap persen pemanjangan (Lampiran 5H-1). Sedangkan pada pelarut asam laktat, penambahan natrium benzoat berpengaruh nyata dalam meningkatkan persen pemanjangan (Lampiran 5H-2). Hal ini dapat terjadi karena kondisi larutan dan film dengan pelarut asam laktat lebih bersifat asam. Kondisi ini
40
memungkinkan natrium benzoat dalam bentuk aktif asam benzoat, sehingga dapat mempengaruhi dan berinteraksi dengan senyawa/bahan lain.
6. Kuat Tarik Kuat tarik merupakan parameter penting yang berpengaruh terhadap sifat mekanik film edibel. Sifat mekanik dapat berupa kekuatan, kekerasan, dan keliatan. Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan film. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat perbedaaan nilai kuat tarik yang signifikan pada film edibel kitosan dengan perlakuan pelarut asam asetat dan asam laktat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar (Lampiran 6A) dan uji t (Lampiran 6F). Pada film dengan pelarut asam asetat memiliki nilai kuat tarik antara 4,0880±0,6495 MPa dan 26,8825±1,9537 MPa, sedangkan pelarut asam laktat memberikan nilai 0 (di bawah 0,0078 MPa). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Caner et al. 1998; Kim et al. 2006; Srinivasa et al. 2006). Menurut Kim et al. (2006) keberadaan counter ion yang lebih besar seperti asam laktat dapat mengurangi sifat kekuatan film yang dihasilkan. Penambahan asam lemak (stearat dan oleat) tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik film yang dihasilkan (Lampiran 6B dan Lampiran 6G). Hasil ini sesuai dengan publikasi Srinivasa et al. (2006) yang menyatakan bahwa penambahan asam lemak (stearat dan palmitat) menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai kuat tarik film kitosan. Hal ini terjadi pula dengan pengaruh penambahan natrium benzoat pada film tersebut yang tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai kuat tarik film (Lampiran 6C dan Lampiran 6H). Pengaruh konsentrasi asam lemak rantai panjang (stearat dan oleat) dan penambahan natrium benzoat pada film edibel dengan pelarut asam laktat tidak menunjukkan pola yang jelas. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat ukur kuat tarik dan persen elongasi yang digunakan. Berdasarkan data pada Tabel 6 terlihat hubungan korelasi negatif antara kuat tarik dan persen pemanjangan. Kuat tarik berkurang diikuti dengan kenaikan nilai persen pemanjangan film edibel kitosan. Hasil ini sesuai dengan
41
penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa et al. (2006). Di sisi lain, Butler et al. (1996) mengatakan bahwa film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek. Kebanyakan dari sifat mekanik sebanding dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang. Menurut Begin dan Calsteren (1999) Pembentukan film kitosan dapat dipengaruhi oleh keberadaan senyawa lain. Keberadaan senyawa ionik seperti asam asetat dan asam laktat dapat mempengaruhi pembentukan kristal kitosan. Semakin tinggi volume (bobot molekul) suatu pelarut yang ditambahkan akan semakin mempengaruhi pembentukan kristal kitosan. Asam laktat mempunyai bobot molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Sehingga, sifat kristal film kitosan lebih dipengaruhi oleh keberadaan asam laktat dibandingkan keberadaan asam asetat. Akibatnya, kuat tarik (tensile strength) dan persen pemanjangan (% elongasi) film kitosan yang dihasilkan dengan pelarut asam laktat lebih lembut dan elastis. Kuat tarik dan persen pemanjangan film edibel kitosan yang terbentuk tidak terlepas dari pengaruh plasticizer. Plasticizer yang digunakan pada penelitian ini adalah gliserol dengan konsentrasi 15 % (b/b) (gliserol : kitosan). Secara umum mekanisme kerja plasticizer pada resin adalah memisahkan rantai melalui pemutusan ikatan (kebanyakan ikatan hidrogen, Van der Waals atau ikatan ion) yang menyebabkan rantai polimer bersatu dan melapisi tenaga di tengahnya melalui pembentukan ikatan polimer-plasticizer. Kemudian kelompok polymer-philic akan memperbaiki kelarutannya, sedangkan kelompok polymer-phobic memperbaiki pengaruhnya. Mekanisme proses plastisisasi polimer sebagai akibat penambahan plasticizer melalui urutan proses sebagai berikut: (1) pembasahan dan adsorpsi, (2) pemecahan dan/atau penetrasi pada permukaan, (3) absorpsi, difusi, (4) pemutusan pada bagian amorf, dan (5) pemotongan struktur (Sears dan Darby 1982). Secara umum ada dua kelompok plasticizer yang dibedakan berdasarkan nilai polaritasnya, yaitu plasticizer kelompok polar dan plasticizer kelompok amfifilik (DiGioia dan Guilbert 1999). Kelompok Plasticizer polar terdiri dari gliserol, sorbitol, trietilen glikol, polietilen glikol, asam laktat, dan poli asam laktat yang memiliki gugus OH. Plasticizer
42
kelompok amfifilik terdiri dari asam lemak bebas yaitu asam oktanoat, asam laurat, asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat (Paramawati 2001).
7. Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Transmisi uap air (WVTR) merupakan slope dari plot jumlah uap air yang hilang tiap waktu dibagi oleh luas film. Kecepatan ketahanan terhadap WVTR ditentukan dalam kondisi ketebalan, suhu, dan tekanan gradien parsial uap air diketahui (McHugh dan Krochta 1994). Menurut Krochta et al. (1994) definisi laju transmisi uap air adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan film per satuan luas. Transmisi uap air terjadi melalui bagian film yang bersifat hidrofilik. Permeabilitas uap air juga tergantung pada perbandingan bahan yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik dalam formulasi film. Film edibel dari polisakarida mempunyai ketahanan yang rendah terhadap uap air, sehingga dalam formulasi film edibel ditambahkan komponen hidrofobik untuk menurunkan laju transmisi uap air (Hernandez 1994). Berdasarkan Gambar 11, terlihat perbedaan yang sangat signifikan nilai WVTR antara film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat dan pelarut asam laktat (Lampiran 7B dan Lampiran 7G). Nilai WVTR film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat berkisar antara 81,4722±13,4743 g/m2/hari dan 198,7070±31,3700 g/m2/hari, sedangkan pada pelarut asam laktat nilai WVTR antara 200,0138±3,8232 g/m2/hari dan 277,6313±27,1486 g/m2/hari. Hal ini dapat dijelaskan dengan mekanisme interaksi hidrofilik asam laktat dengan air dari lingkungan. Gugus hidroksi (OH-) pada asam laktat yang lebih banyak dari pada asam asetat, menjadikan asam laktat mampu mengikat air dengan lebih banyak pula. Akibatnya, penyerapan air dari lingkungan ke dalam kaleng WVTR semakin meningkat, sehingga nilai WVTR-nya pun semakin bertambah. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caner et al. (1998) yang menyatakan bahwa nilai WVPC (water vapor permeability coefficient) film kitosan semakin menurun dengan pelarut berturut-turut dari laktat, format, propionat, dan asetat. Nilai WVPC sebanding dengan nilai WVTR. WVPC diperoleh nilai WVTR dibagi tekanan uap. Pola nilai WVTR
43
film edibel kitosan dengan pelarut laktat yang lebih tinggi dari pelarut asam asetat terlihat jelas pada Gambar 11. Aseta t
Nilai WVTR Edible Film Kitosan
As+Steara t2% As+Steara t5%
300.0000
277.6313 275.5278 272.3106 256.8788 256.3662 253.0429 237.8056 228.6069 216.0494 200.0138
Nilai WVTR
250.0000 198.7070 195.5289 200.0000 170.0947 163.9001 148.3201 133.2791 150.0000
As+Oleat5%
As+Benzoa t As+Stear2%+Benz
141.8265 109.0126
100.0000
As+Oleat2%
As+Stear5%+Benz As+Oleat2%+Benz
97.0881
81.4722
As+Oleat5%+Benz
50.0000 La kta t
0.0000
La k+ La k S La t ea tat k+ ra St t2% La ea ra k+ t5 O % La lea k+ t2 O % le at 5% La La k+ k+ S B La t ea en k+ r2 zo a t S % La t ea + B e k+ r5 O % nz La lea + B k+ t2 en O %+ z le at Be 5% nz + Be nz
As + S Ase t t As ear at + S at2 % te a As r at + O 5% l e As a t + O 2% le at 5% As As +S +B t As ear en zo + S 2% a t + te As ar Be + O 5% n z + l e As a t Be + O 2% n z + le a t Be 5% nz +B en z
La k+Stea ra t2%
Perlakuan
La k+Stea ra t5% La k+Olea t2% La k+Olea t5%
La k+Benzoa t La k+Stea r2%+Benz
Gambar 11. Hasil Pengukuran Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Film Edibel Kitosan Pengaruh nilai WVTR yang sangat siginifikan juga terlihat dari penambahan asam lemak rantai panjang (asam stearat dan oleat) (Lampiran 7C dan Lampiran 7H). Gambar 11 memperlihatkan nilai WVTR film edibel kitosan yang semakin turun dengan adanya penambahan asam-asam lemak tersebut. Kecenderungan penurunan nilai WVTR pun terlihat dengan bertambahnya konsentrasi asam lemak rantai panjang yang ditambahkan. Hal ini diakibatkan keberadaan asam lemak rantai panjang (asam stearat dan oleat) yang bersifat hidrofobik dapat menahan permeabilitas uap air pada film edibel kitosan. Menurut Hagenmaier dan Shaw (1990), asam lemak rantai panjang biasa digunakan dalam pembuatan film edibel karena mempunyai titik didih (melting point) yang tinggi dan sifat hidrofobiknya. Kecuali pada perlakuan dengan pelarut asam asetat dan penambahan natrium benzoat, perlakuan lain menunjukkan bahwa nilai WVTR akibat penambahan asam oleat lebih rendah dibandingkan dengan penambahan asam stearat (Gambar 12). Uji statistika dengan menggunakan uji t satu sisi memperlihatkan penurunan nilai WVTR yang sangat signifikan akibat penambahan konsentrasi asam oleat (Lampiran 7H-2). Kecenderungan nilai
44
WVTR akibat penambahan asam lemak rantai panjang dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai WVTR Film Edibel Kitosan dengan Pelarut Asam Asetat 200 Stearat
160
Oleat
2
Nilai WVTR (g/m /hari)
180
140 Benzoat + Stearat
120
100 Benzoat + Oleat 80 -1
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi x % (asam lemak : kitosan = x : 100)
Nilai WVTR Film Edibel Kitosan dengan Pelarut Asam Laktat 280 Stearat
260
2
Nilai WVTR (gram/m /hari)
270
Oleat
250 240 230
Benzoat + Stearat
220 210 Benzoat + Oleat 200 -1
0
1 2 3 4 Konsentrasi x % (asam lemak : kitosan = x : 100)
5
6
(b) Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai WVTR Akibat Perlakuan Penambahan Asam Stearat, Asam Oleat, dan Natrium Benzoat dengan Pelarut (a). Asam Asetat (b). Asam Laktat Penurunan nilai WVTR secara signifikan terjadi akibat penambahan natrium benzoat pada film edibel kitosan (Lampiran 7D dan Lampiran 7J). Hal ini dapat disebabkan adanya reaksi antara gugus amino pada kitosan dan gugus karboksilat natrium benzoat. Kondisi ini mengakibatkan interaksi air dari lingkungan dengan kitosan melalui ikatan hidrogen menjadi berkurang. Akibatnya, nilai WVTR film edibel yang dihasilkan menjadi turun pula.
45
Adanya interaksi antara gugus amino kitosan dan gugus karboksilat telah ditemukan oleh Pereda et al. (2008). Sifat penahan gas dan uap air dari film edibel dipengaruhi oleh komposisi, gelembung udara, dan lubang dalam film (Pascat 1986). Pembentukan gelembung udara dan kemungkinan adanya lubang dipengaruhi oleh teknik preparasi dan komposisi kimia, termasuk konsentrasi dari plasticizer. Keberadaan gelembung udara dan lubang mempengaruhi karakteristik permeabilitas film (Park dan Chinnan 1995). Secara keseluruhan sifat mekanik film edibel kitosan akibat pengaruh pelarut dari hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Menurut Kim et al. (2006) film kitosan dengan pelarut asam asetat dan propionat mempunyai nilai WVP (identik dengan WVTR) dan persen pemanjangan yang rendah, tetapi nilai kuat tariknya tinggi. Sedangkan film kitosan yang dihasilkan dari pelarut asam laktat mempunyai nilai persen pemanjangan dan WVP yang tinggi, tetapi nilai kuat tariknya rendah.
8. Mikrostruktur Film Edibel Kitosan Mirostruktur film edibel kitosan diamati dengan menggunakan alat SEM (Scanning electron microscope). Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui interaksi bahan-bahan pada formula film yang dibuat.
(a)
(b) 12 µm 12 µm Gambar 13. Mikrostruktur Permukan Film Edibel Kitosan (a). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Stearat 5% dan (b). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Oleat 5% dengan Pembesaran 2000X
46
Pada penampang permukan film (Gambar 13) terlihat perbedaan interaksi asam stearat dan asam oleat dengan kitosan. Asam stearat lebih terlihat bercampur dengan kitosan dari pada asam oleat. Asam oleat membentuk struktur yang berlapis-lapis. Sedangkan penampang asam stearat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fennema et al. (1994) yaitu bahwa pada film edibel terbentuk saluran antara lempengan asam stearat atau ruang kosong akibat dari susunan lempeng kristal asam stearat yang besar.
(a)
(b) 50 µm 50 µm Gambar 14. Penampang Melintang Film Edibel Film (a). Perlakuan Pelarut Asam Asetat + Asam Oleat dan (b). Pelakuan Pelarut Asam Laktat + Asam Oleat dengan Pembesaran 500X Gambar 14 merupakan penampang melintang yang memperlihatkan adanya pola interaksi asam oleat dengan kitosan yang berbeda di dalam pelarut asam asetat dan asam laktat. Asam oleat di dalam pelarut asam asetat lebih bisa bercampur dibandingkan dengan pelarut asam laktat. Gambar 14(b) memperlihatkan struktur yang berlapis pada film edibel kitosan dengan pelarut laktat dan penambahan asam oleat.
C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA FILM EDIBEL KITOSAN 1. Pengaruh Penambahan Natrium Benzoat pada Film Edibel Kitosan terhadap Pertumbuhan Bakteri Mekanisme kitosan dan turunannya sebagai antibakteri belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan mekanisme, yaitu (1) kitosan merupakan polikationik yang dapat berikatan dengan muatan negatif dari membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-
47
bahan intraseluler seperti protein, enzim, dan materi genetik (Chen et al. 1996); (2) kitosan sebagai pengkelat logam mampu mengikat ion-ion logam pada larutan intrasel yang berperan penting bagi kelangsungan hidup sel bakteri; (3) kitosan berikatan dengan DNA dan menghambat mRNA dan sintesis protein (Sudharshan et al. 1992). Mekanisme antibakteri kitosan pertama kali didokumentasikan oleh Muzarelli et al. (1990) yang menunjukkan perubahan pada dinding sel bakteri dan organel melalui mikrograf elektron. Hasil tersebut kemudian diperkuat oleh Helander et al. (2001) yang menunjukkan bahwa kitosan merusak perlindungan membran luar dari bakteri Gram negatif. Pengamatan dengan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa kitosan menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan sel dan menutupi membran luar bakteri dengan struktur vasikular. Kitosan berikatan dengan membran luar dan menyebabkan kehilangan fungsi barrier dari membran sel bakteri. Sifat ini memungkinkan kitosan diaplikasikan sebagai pelindung/pengawet makanan (Helander et al. 2001). Muatan positif dari C-2 glukosamin pada pH di bawah 6 membuat kitosan lebih baik aktivitas antibakterinya dibandingkan kitin. Aktivitas antimikroba kitosan bergantung pada jenis grup fungsional dan berat molekulnya (Shahidi et al. 1999). Aktivitas antimikroba kitosan berasal dari polikation alaminya yang dapat berikatan dengan protein. Panjang ikatan grup alkil kitosan berpengaruh terhadap aktivitas antimikrobanya (Jung et al. 1999). Interaksi muatan positif molekul kitosan dengan muatan negatif membran sel mikroba menyebabkan terjadinya lisis, sehingga terjadi kebocoran protein dan komponen penyusun intraseluler dari dalam sel mikroba. Kitosan dapat berfungsi sebagai chelating agent yang secara spesifik mengikat ion metal, sehingga dapat menghambat produksi toksin dan pertumbuhan mikroba. Kitosan juga dapat mengikat air dan dapat menghambat berbagai enzim. Kitosan dapat mengikat DNA dan menghambat sintesis mRNA (Shahidi et al. 1999). Berdasarkan data pada Tabel 4, diperlihatkan bahwa film edibel kitosan yang dihasilkan sangat berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini juga dapat
48
dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 9 yang memperlihatkan kondisi nilai pH larutan dan aw film kitosan yang dihasilkan berada di bawah kondisi minimum mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) untuk tumbuh. Sehingga pertumbuhan mikroba, khususnya bakteri dapat dihambat oleh film kitosan yang dihasilkan.
Diameter Penghambatan S. aureus as as+stear2%
12.00 11.00 10.50
as+stear5% as+oleat2%
10.00 10.00
9.50
9.50
as+oleat5%
Diameter penghambatan
9.00 8.50 as+benz 8.00
7.50
as+stear2%+benz
7.00
as+stear5%+benz 6.00 6.00
as+oleat2%+benz as+oleat5%+benz
3.50
4.00
3.00
lak
2.50 2.00
lak+stear2%
1.50
2.00 1.00
lak+stear5%
1.00
0.50
lak+oleat2%
0.00 0.00
lak+oleat5% la k+ st la k la ear + be k+ 2 nz st % la ear +be k+ 5 nz % o la lea +be k+ t2 ol %+ nz ea t5 ben % +b z en z
la k+ s la k la tea k+ r2 st % la ear k+ 5% o la lea k+ t2 ol % ea t5 %
as +s as t as ear +be +s 2% nz + te as ar5 ben +o % z le +b as at e +o 2% nz le at +be 5% n +b z en z
as +s a s t as ear +s 2% te as ar5 +o % l as eat +o 2% le at 5%
0.00
lak+benz lak+stear2%+benz lak+stear5%+benz lak+oleat2%+benz
Perlakuan
lak+oleat5%+benz
Gambar 15. Diameter Penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus as
Diameter Penghambatan E. coli
as+stear2% as+stear5%
12.00
11.00
as+oleat2% as+oleat5%
Diameter penghambatan
10.00 as+benz 7.50
8.00
as+stear2%+benz
7.00
as+stear5%+benz 6.00
as+oleat2%+benz
5.50
6.00
4.75
5.00
as+oleat5%+benz 3.50 3.75
4.00
2.75
2.50 2.00 2.00
2.00
0.25
0.75 0.50
lak+stear5%
0.50 0.75
lak+oleat2%
0.00
0.00
Perlakuan
la k+ s la k la tea + b k+ r2 en z st % la ear +be k+ 5 ol %+ nz la ea b k+ t2 e n ol %+ z ea t5 ben % +b z en z
la k+ s la k la tea k+ r2 st % la ear k+ 5 o % la lea k+ t2 ol % ea t5 %
lak+oleat5% as +s as t as ear +be +s 2% nz te + as ar5 be +o % nz le +b as at e +o 2% nz le at +be 5% n +b z en z
as +s a s t as ear +s 2% t as ear +o 5% l as eat +o 2% le at 5%
lak lak+stear2%
1.25
lak+benz lak+stear2%+benz lak+stear5%+benz lak+oleat2%+benz lak+oleat5%+benz
Gambar 16. Diameter Penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Berbagai Perlakuan terhadap Pertumbuhan Escherichia coli
49
Aktivitas kitosan sebagai antibakteri dapat dipengaruhi oleh keberadaan natrium benzoat. Pada kondisi asam, natrium benzoat aktif dalam bentuk asam benzoat. Asam benzoat mempunyai efek antimikroba 100 kali lebih kuat dalam larutan asam dibandingkan larutan netral (Chipley 2005). Mekanisme antimikroba dari asam benzoat adalah menghambat transpor elektron, merusak membran dengan mengalami ionisasi, dan merusak enzim tertentu di dalam membran (Chipley 2005). Dari Gambar 15 dan 16 dapat dilihat perbedaan pengaruh penambahan natrium benzoat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dan Escherichia coli (bakteri Gram negatif) pada film edibel kitosan. Hasil ini diperkuat dengan uji t (Lampiran 9H-1 dan Lampiran 10H-2). Penambahan natrium benzoat memperkuat efek penghambatan terhadap pertumbuhan
Staphylococcus
aureus
(Gambar
15),
sedangkan
pada
pertumbuhan Escherichia coli (Gambar 16) kurang dihambat dengan penambahan natrium benzoat pada film edibel kitosan. Penambahan natrium benzoat mempunyai efek sinergis dengan kitosan sebagai antimikroba pada Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif). Sedangkan natrium benzoat dengan kitosan mempunyai efek yang tidak sinergis dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli (bakteri Gram negatif). Efek sinergis antimikroba kitosan dan natrium benzoat dapat dilihat pada pertumbuhan bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus) (Gambar 15). Kecenderungan penambahan natrium benzoat dapat menambah efek penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus pada film edibel kitosan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin besarnya nilai diameter penghambatan pada masing-masing perlakuan yang ditambahkan natrium benzoat. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah dengan adanya membran luar pada Escherichia coli (bakteri Gram negatif). Escherichia coli (bakteri Gram negatif) selain mempunyai membran di dalam dinding sel seperti Staphylococcus aureus (bekteri Gram positif), juga mempunyai membran luar yang dapat melindungi senyawa yang ada di dalamnya (Black 1996). Keberadaan membran luar ini dapat dijadikan sebagai proteksi dari senyawa antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan Escherichia coli (bakteri
50
Gram negatif). Sehingga, adanya kitosan dan benzoat tidak terlalu menghambat pertumbuhannya. Bahkan dengan adanya penambahan natrium benzoat cenderung dapat menurunkan aktivitas antimikroba film edibel kitosan untuk menghambat pertumbuhan Escherichia coli (bakteri Gram negative) (Gambar 16). Selain itu, mekanisme yang mungkin terjadi adalah perusakan senyawa peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram positif oleh kitosan. Kandungan peptidoglikan pada bakteri Gram positif jauh lebih banyak dibandingkan pada bakteri Gram negatif. Menurut Pelczar dan Chan (1986) peptidoglikan merupakan polimer besar yang dibangun oleh: (1) N-asetilglukosamin (AGA), (2) asam N-asetilmuramat (AAM), dan (3) suatu peptida yang terdiri dari empat atau lima asam amino, yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat. Kitosan dapat bereaksi langsung dengan senyawa-senyawa di atas, sehingga fungsi dinding sel bakteri menjadi berkurang. Akibatnya permeabilitas dinding sel dan perlindungan organ yang ada di dalamnya menjadi terganggu. Perbedaaan pengaruh penghambatan pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif telah dilaporkan oleh Pranoto et al. (2005). Mereka menjelaskan bahwa penambahan senyawa antibakteri dari minyak bawang putih, kalium sorbat, dan nisin menunjukkan efek negatif pada penghambatan pertumbuhan bakteri Gram negatif (E. coli dan S. Typhimurium). Sedangkan pada Gram positif, penambahan antimikroba ini mempunyai efek sinergis dan memperbesar daerah penghambatan pertumbuhan bakteri Gram positif (S. mureus, L. monocytogenes, dan B. cereus). Hasil serupa juga dilaporkan oleh Zivanovic et al. (2005) yang menjelaskan bahwa pengaruh penambahan essential oils pada film kitosan sebagai antimikroba memberikan pengaruh yang lebih efektif pada Gram positif L. monocytogenes dibandingkan pada Gram negatif E. coli. Selain itu, Kanatt et al. (2008) juga telah menghasilkan penelitian bahwa kitosan yang ditambah dengan mint lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (S. aureus dan B. cereus) dari pada Gram negatif (E. coli).
51
Pengaruh
natrium
benzoat
dalam
menghambat
pertumbuhan
Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dan Escherichia coli (bakteri Gram negatif) berbeda di dalam pelarut asam asetat dan asam laktat. Penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) akibat penambahan natrium benzoat pada pelarut asetat terjadi secara signifikan (Lampiran 9H-1), sedangkan pada pelarut asam laktat tidak berpengaruh secara nyata (Lampiran 8H-2). Hal ini menggambarkan pada pertumbuhan Staphylococcus aureus, penambahan natrium benzoat pada film edibel kitosan terjadi efek sinergis pada pelarut asam asetat, sedangkan pada pelarut asam laktat terjadi efek aditif. Efek sebaliknya terjadi pada pertumbuhan Escherichia coli (bakteri Gram negatif). Penambahan natrium benzoat pada film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan Escherichia coli (Lampiran 10H-1). Sedangkan pada pelarut asam laktat, penambahan natrium benzoat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Escherichia coli (Lampiran 9H-2). Hal ini menggambarkan adanya interaksi mekanisme penghambatan kitosan dan natrium benzoat terhadap pertumbuhan Escherichia coli yang berbeda pada pelarut asam asetat dan asam laktat. Pada pelarut asam laktat, pengurangan efek penghambatan kitosan akibat adanya natrium benzoat terjadi lebih nyata dibandingkan pada pelarut asam asetat.
2. Pengaruh
Perbedaan
Pelarut
Film
Edibel
Kitosan
terhadap
Pertumbuhan Bakteri Salah satu mekanisme kitosan sebagai antimikroba adalah efek polikationik kitosan yang dapat berikatan dengan muatan negatif dari komponen membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-bahan intraseluler seperti protein, enzim, dan materi genetik (Chen et al. 1998). Polikationik kitosan juga dapat mempengaruhi senyawa yang terkandung di dalam dinding sel yang berfungsi sebagai pelindung organ sel bakteri yang ada di dalamnya. Kondisi asam pada film edibel kitosan menjadikan kitosan lebih bermuatan positif dikarenakan dominasi gugus aktif
52
amino (-NH3+). Di lain pihak, lipid yang terkandung di dalam dinding sel bakteri mengalami hidrolisis yang bersifat reversible pada kondisi asam tersebut (Ketaren 2005). Kondisi ini dapat menjadikan gugus aktif amino dari kitosan bereaksi dengan lipid pada dinding sel bakteri yang telah mengalami hidrolisis. Akibatnya, pori-pori pada dinding sel melebar yang akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel sendiri dan membran sel yang ada di di luar atau di dalamnya. Sehingga, bahan-bahan intrasel dapat keluar dari dalam sel bakteri. Pengaruh pelarut asam laktat yang lebih besar dibandingkan dengan asam asetat dapat diketahui dengan perbedaan sifat keasaman (pH) film yang dihasilkan oleh kedua pelarut. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa nilai pH larutan film edibel kitosan dengan pelarut asam laktat lebih rendah dari pada pelarut asam asetat. Sifat ini sangat mempengaruhi pelarut tersebut sebagai antimikroba. Pada pH yang lebih rendah bakteri lebih mudah untuk dihambat pertumbuhannya, sehingga film edibel kitosan dengan pelarut asam laktat lebih besar pengaruh penghambatannya pada bakteri uji (Staphylococcus aureus dan Escherichia coli). Berdasarkan Gambar 15 dan Gambar 16 terlihat perbedaan nilai diameter penghambatan yang signifikan akibat perbedaan pelarut film edibel kitosan, baik pada Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) maupun Escherichia coli (bakteri Gram negatif). Nilai diameter penghambatan pada Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dengan pelarut asam asetat berkisar antara 0,00±0,00 mm dan 3,50±1,06 mm; sedangkan dengan pelarut asam laktat nilai diameter penghambatannya berkisar antara 6,00±1,41 mm dan 11,00±2,12 mm. Nilai diameter penghambatan pertumbuhan Escherichia coli (bakteri Gram negatif) dengan pelarut asam asetat berkisar antara 0,00±0,00 mm dan 2,50±0,71 mm; sedangkan dengan pelarut asam laktat diameter penghambatannya berkisar antara 2,75±0,35 mm dan 11,00±1,41 mm. Hasil ini diperkuat dengan uji t nilai diameter penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Lampiran 9F) maupun bakteri Escherichia coli (Lampiran 10F).
53
Rinaudo et al. (1999) melaporkan bahwa terjadi interaksi antara kation dari asam organik sebagai pelarut dan nitrogen dari gugus amino kitosan. Interaksi ini sangat mempengaruhi efek antimikroba dari film edibel kitosan yang dihasilkan. Pengaruh pelarut terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dilihat pada Gambar 17.
(a) Ket.
(b)
: diameter film edibel (df) : diameter areal bening (zona penghambatan) (da)
Gambar 17. Diameter Penghambatan Film Edibel Kitosan dengan Pelarut yang Berbeda (a). Atas: Asam Asetat+Stearat2%+Benzoat, Bawah: Asam Laktat+Stearat2%+Benzoat pada Pertumbuhan Gram Positif (Staphylococcus aures) (b). Atas: Asam Asetat+Oleat2%, Bawah: Asam Laktat+Oleat2% pada Pertumbuhan Gram Negatif (Escherichia coli).
3. Pengaruh Penambahan Asam Lemak Pada Film Edibel Kitosan terhadap Pertumbuhan Bakteri Asam lemak dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Keberadaan asam lemak rantai sedang dan rantai panjang secara murni dapat menghambat pertumbuhan mikroba, khususnya bakteri pada konsentrasi tertentu (Kabara dan Marshall 2005). Jika asam lemak rantai panjang tersebut ditambahkan ke dalam film edibel kitosan, maka akan terjadi interaksi yang dapat mempengaruhi sifat antimikroba film yang dihasilkan. Berdasarkan pada Gambar 15 dan Gambar 16, tidak terlihat pola diameter penghambatan pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif yang seragam akibat penambahan asam lemak (asam stearat dan asam oleat).
54
Pengaruh serupa juga terjadi dengan penambahan konsentrasi asam lemak tersebut yang tidak memberikan pola seragam pada diameter penghambatan bakteri. Hasil pengaruh penambahan asam lemak terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif (Staphylococcus aures) terlihat pada Gambar (Lampiran 9B) dan uji t (Lampiran 9G), sedangkan pada pertumbuhan bakteri Gram negatif (Escherichia coli) terlihat pada Gambar (Lampiran 10B) dan uji t (Lampiran 10G). Hal ini dapat terjadi diakibatkan perubahan senyawa asamasam lemak tersebut yang bereaksi dengan gliserol (polialkohol) menjadi bentuk esternya. Menurut Kabara dan Marshall (2005) asam lemak yang telah teresterifikasi menjadi tidak aktif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Pembuatan film edibel kitosan pada penelitian ini diberi perlakuan berupa kombinasi perbedaan pelarut (asam asetat dan asam laktat), penambahan asam lemak (asam stearat dan asam oleat), dan penambahan natrium benzoat. Perlakuan tersebut mempengaruhi sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edibel yang dihasilkan. Perbedaan pelarut asam asetat dan asam laktat memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edibel kitosan yang dihasilkan. Perbedaan pelarut asam asetat dan asam laktat mempengaruhi nilai pH, ketebalan film, persen pemanjangan, kuat tarik, nilai WVTR, dan diameter penghambatan baik pada bakteri Gram postitif (S. aureus) maupun bakteri Gram negatif (E. coli). Nilai pH larutan film edibel kitosan yang dihasilkan dengan pelarut asam asetat (3,70-4,97) lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut asam laktat (3,37-3,93). Nilai ketebalan film yang dihasilkan dengan pelarut asam asetat (0,093-0,188 mm) lebih rendah dibandingkan dengan pelarut asam laktat (0,199-0,423). Persen pemanjangan film yang dihasilkan dengan pelarut asam asetat (23,96-57,27 %) lebih rendah dibandingkan dengan pelarut asam laktat (267,32-747,77 %). Nilai kuat tarik film yang dihasilkan dengan pelarut asam asetat (4,0880-26,8825 MPa) lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut asam laktat (di bawah 0,0078 MPa). Nilai WVTR film yang dihasilkan dengan pelarut asam asetat (81,4722-198,7070 g/m2/hari) lebih rendah dibandingkan dengan pelarut asam laktat (200,0138-277,6313 g/m2/hari). Terdapat hubungan korelasi negatif antara kuat tarik dan persen pemanjangan. Kuat tarik berkurang diikuti dengan kenaikan nilai persen pemanjangan film edibel kitosan. Nilai diameter penghambatan yang dihasilkan film edibel kitosan dengan pelarut asam asetat lebih rendah dibandingkan dengan pelarut asam laktat baik pada bakteri Gram positif (S. aureus) maupun bakteri Gram negatif (E. coli). Diameter penghambatan pada film dengan pelarut asam asetat yaitu 0,00-3,50 mm pada bakteri S. aureus dan 0,00-2,50 mm pada bakteri E. coli. Sedangkan
56
diameter penghambatan pada film dengan pelarut asam laktat yaitu 6,00-11,00 mm pada bakteri S. aureus dan 2,75-11,00 mm pada bakteri E. coli. Penambahan asam lemak rantai panjang (asam stearat dan asam oleat) mempengaruhi beberapa sifat fisik dan mekanik film edibel kitosan. Penambahan asam stearat dan oleat menurunkan nilai aw dan WVTR film edibel kitosan. Nilai WVTR semakin menurun dengan kenaikan konsentrasi asam lemak (stearat dan oleat) yang ditambahkan pada film edibel kitosan. Selain itu, penambahan asam oleat secara nyata meningkatkan ketebalan film. Penambahan asam stearat dapat meningkatkan persen pemanjangan film edibel kitosan. Penambahan natrium benzoat memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edibel kitosan. Pada pelarut asam asetat dan asam laktat, penambahan natrium benzoat secara nyata menurunkan nilai aw dan WVTR film edibel kitosan. Pada pelarut asam laktat, penambahan natrium benzoat dapat meningkatkan persen pemanjangan dan nilai kecerahan warna film, serta menurunkan nilai pH larutan dan diameter penghambatan E.coli pada film edibel kitosan. Pada pelarut asam asetat, penambahan natrium benzoat dapat meningkatkan diameter penghambatan S. aureus pada film edibel kitosan. Berdasarkan sifat fisik, mekanik, dan antimikroba film edibel kitosan di atas, maka formula yang optimal untuk dikembangkan adalah film formula H (pelarut asam asetat 1%, penambahan asam stearat 5 % (b/b), dan penambahan natrium benzoat).
B. SARAN 1. Perlu dilakukan analisis interaksi senyawa kimia film edibel kitosan dengan berbagai perlakuan secara objektif untuk memperkuat hasil analisis terhadap data yang telah diperoleh pada penelitian ini. 2. Perlu dilakukan optimasi formula lebih lanjut dengan kombinasi konsentrasi dan bahan lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
57
DAFTAR PUSTAKA
Angka, S.L. dan M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB, Bogor. [Anonim]. 2001. Menjadikan Plastik Ramah Lingkungan. Artikel No. 3911. http://www.sinarharapan.co.id/.html. [29 Mei 2007]. [ASTM] American Society for Testing and Material. 1983. Annual Book of ASTM Standars, Philadelphia. Austin, P.A. 1984. Chitin Solvent and Solibility Parameters. Departement of Commerse. The University of Dewalare, USA. Begin, A. dan M.R.V. Calsteren. 1999. Antimicrobial Films Produced from Chitosan. J. Biological Macromolecules. 26: 63-67. Bird, T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. PT Gramedia, Jakarta. Black, J.G. 1996. Microbiology: Principles and Application. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Pp. 80-82. Blackburn, C.W. dan P.J. McClure. 2002. Foodborne Pathogens Hazard, Risk Analysis and Control. CRC Press, New York, USA. Bluestein, P.M. dan T.P. Labuza. 1989. Pengaruh turunnya kadar air terhadap zat gizi (in English). Di dalam: RS Harris dan E. Karmasa (Eds.). Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan. Penerbit ITB, Bandung. [BPOM] Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan. 2006. Pengawet di dalam Minuman Isotonik. PR edisi 19 November 2006 dan 4 Desember 2006. Bandung. Brezski, M.M. 1987. Chitin and Chitosan Putting Waste to Good Use. Info Fish. 5/87 : 31-33. Brine C.J., P.A. Sandford, dan J.P. Zikakis. 1992. Advances in Chitin and Chitosan vol. 1. Elsevier Applied Science, London. Buckle, K.A., R.A. Edwards, dan M. Wootton. 1987. Food Science. Pornomo, N. dan Adiono (Penerjemah). 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta Butler, B.L., P.J. Vergano, R.F. Testin, J.M. Bunn, dan J.L. Wiles. 1996. Mechanical and Barrier Properties of Edible Chitosan Films as Affected by Composition and Storage. J. Food Science. Vol 61(5) 953-955p.
58
Caner, C., P.J. Vergano, dan J.L. Wiles. 1998. Chitosan Film Mechanical and Permeation Properties as Affected by Acid, Plasticizer, and Storage. J. Food Science. Vol. 63/ nr.6. Chandkrachang, S., U. Chinandit, P. Chandayot, dan T. Supasiri. 1991. Profitable Spin-Offs from Shrimp-Seaweed Polyculture. Info Fish. 6/91 Chang, K.L.B., G. Tsai, J. Lee, dan W. Fu. 1997. Heterogenous N-deacetylation of Chitin in Alkaline Solution. Carb Res. 303: 327-332. Chen, M.C., G.H.C. Yeh, dan B.H. Chiang. 1996. Antimicrobial and Physicochemical Properties of Methylcellulosa and Chitosan Films Containing A Preserpative. J. Food Processing and Preservation. 20: 379390. Chipley, J.R. 2005. Sodium benzoate and benzoic acid. Di dalam: Davidson, P.M, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Food 3nd ed. CRC Press, Boca Raton. Coma, V., A. Martial-Cros, S. Garreau, A. Copinet, F. Salin, dan A. Deschamps. 2002. Edible Antimicrobial Films Based on Chitosan Matrix. J. Food Science. Vol. 67/ nr.3. Dahuri, R. 2005. Road map pembangunan nasional menuju Indonesia yang maju, adil-makmur dan bermartabat. Di dalam: BEM KM IPB. Membangun Indonesia. IPB Press, Bogor. Davidson, P.M. dan A.L. Branen. 2005. Food antimicrobials-an introduction. Di dalam: Davidson, P.M., J.N. Sofos dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Food 3nd ed. CRC Press, Boca Raton. Deuchi, K., O. Kanauchi, Y. Imasoto, E. Kobayashi. 1994. Decreasing Effect of Chitosan on the Apparent Fat Digestibility by Fats of A High Fat Diet. Biosci. Biotech. Biochem. 58:1613-1616. Di Gioia, L., and S. Guilbert. 1999. Corn Protein-Based Thermoplastic Resin: Effect of Some Polar and Amphiphilic Plasticizer. J. Agri Food Chem. 47: 1254-1261 Dominic, W.S.W., W.M. Camirand dan A.E. Paulath. 1994. Development of edible coating for minimally processed fruit and vegetables. Di dalam: Krochta et al. (Ed.). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancaster-Basel. Pennsylvania, USA. Doores, S. 2005. Organic acid. Di dalam: Davidson, P.M, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Food 3nd ed. CRC Press, Boca Raton.
59
Emanuel, C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat terhadap Karakteristik Film Edibel Pati Sagu. Tesis. Program Studi Ilmu PanganSekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia, Jakarta. Fennema, O.R., I.G. Donhowe, dan J.J. Kester. 1994. Lipid Type and Location of Relative Humidity Gradient Influence in Barrier Properties of Lipid to Water Vapor. J. Food Engineering. 22: 225-239. Gennadios, A. 2002. Protein Based Films and Coating. CRC Press, Florida. Gontrad, N., S. Gulibert, dan J.L. Cuq. 1993. Water and Glycerol as Plasticizers Affect Mechanical and Water Vapor Barrier Properties of An Edible Wheat Film. J. Food Science. 58: 206-211 Goosen, M.F.A. 1997. Applications of Chitin and Chitosan. Technomic, USA. Hagenmaier, R.D. dan P.E. Shaw. 1990. Moisture Permeability of Edible Film Made with Fatty Acid and Hydroxypropylmethylcellulose. J. Agri. Food Chem. 38: 1799-1803. Helander, I.M. 2001. Chitosan Disrupts The Barrier Properties of The Outer Membrane of Gram-negative Bacteria. J. Food Microbiology. 71: 235-244. Hernandez, E. 1994. Edible coating for lipids and resins. Di dalam: J.M. Krochta, E.A. Baldwin, dan M.O. Nisperos-Carriedo (Eds.). Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Techomic Publ. C. Inc., Lancaster. Hetmat, O., K. Tokuyasu, dan S.G. Withers. 2003. Subsite Structure of The Endotype Chitin Deasetylase from A Deuteromycetes, Colleotrishum lindemuthianum: An Investigation Using Steady State Kinetic Analysis and MS. J. Biochem. 374: 369-380. Hoagland, P.D. dan N. Parris. 1996. Chitosan/Pectin Laminated Films. J. Agric. Food Chem. 44: 1915-1919. Hutcing, J.B. 1999. Food Color and Appearance 2nd ed. Aspen Publ. Inc. Caitersburg, Maryland. Igoe, R.S. dan Y.H. Hui. 1994. Dictionary of Food Ingredients. Chapman and Hall, New York. Jay, M. J. 1986. Modern Food Microbiology 2nd edition. Van Nostrand Co., New York.
60
Jeong, Y.J., dan S.K. Kim. 2002. Chitosan as An Edible Invisible Film for Quality Preservation of Herring and Atlatic Cod. J. Agric Food Chem. 50: 51675178. Johnson, E.L. dan Q.P. Peniston. 1982. Utilization of Shelfish Wastes for Production Chitin and Chitosan Production Chemistry of Marine Food Product. AVI Publ., Westport. P. 415-422. Jung, B., C.H. Kim, K.S. Choi, Y.M. Lee, J.J. Kim. 1999. J. Appl Polym Sci, 72: 1719. Kabara, J.J. dan D.L. Marshall. Medium-chain fatty acid and esters. Di dalam: Davidson, P.M, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Food 3nd ed. CRC Press, Boca Raton. Kanatt, S.R., R. Chander, dan A. Sharma. 2008. Chitosan and Mint Mixture: A New Preservative for Meat and Meat Product. J. Food Chemistry. 107: 845-852 Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kim, K.M., J.H. Son, S. Kim, C.L. Weller, dan M.A. Hanna. 2006. Properties of Chitosan Films as a Function of pH and Solvent Type. J. Food Science. Vol.7/ nr.3. Kim, S.O.F. 2004. Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan as Affected by Different Processing Protocols. Thesis. The Department of Food Science. B.S. Seoul National University. Kittur, F.S., K.R. Kumar dan R.N. Tharanathan. 1998. Functional Packaging Properties of Chitosan Film. Z. Lebesm Unters Forsch A. 206: 44-47. Knorr, D. 1982. Functional Properties of Chitin and Chitosan. J. Food Sci. 8: 593. .1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. Food Sci., New York. Kolodziejska, I., A. Wojtasz- Pajak, G. Ogonowska, dan Z.E. Sikorski. 2000. Deacetylation of Chitin in Two-Stage Chemical and Enzymatic Process. Bulletin of Sea Fisheries Institute. 2: 15-24. Krochta, J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and films. Di dalam: Singh, R.P. dan M.A. Wirakartakusumah (Eds.). Advances in Food Engineering. CRC Press, Boca Raton, F.L. pp: 517538.
61
, E.A. Baldwin, M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Techomic Publ. C. Inc., Lancaster. Kumins, C.A. 1965. Transport Through Polymer Film. J. Polymer Sci. part C.10:1. Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product from Processing Waste Burggess, USA. McHugh, T.H. dan J.M. Krochta. 1994. Permeability properties of edible films. Di dalam: J.M. Krochta, E.A. Baldwin, dan M.O. Nisperos-Carriedo (Eds.). Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Techomic Publ. C. Inc., Lancaster. Muzzarelli, R.A.A. 1997. Chitosan as Dietary Food Additive in Aplication of Chitin and Chitosan. Goosen, MF.A. (Ed.). Pp. 115-127, Technomic. Lancaster, PA, UK. ., R. Tarsi, O. Fillippini, E. Giovanetti, G. Biagini, dan P.R. Varaldo. 1990. Antimicrobial Properties of N-Carboxybutyl Chitosan. Antimicrobial Agents Chemotherapy, 2019-2023. Ornum, J.V. 1992. Shrimp Waste Must It be Waste?. Info Fish. 6/92: 48-52. Paramawati, R. 2001. Kajian Fisik dan Mekanik terhadap Karakteristik Film Kemasan Organik dari α-Zein Jagung. Disertasi. Sekolah Pasca SarjanaIPB, Bogor. Park H.J. dan M.S. Chinnan. 1995. Gas and Vapor Barrier Properties of Edible Films from Protein and Cellulosic Materials. J Food Eng. 25:497-507. ., C.L. Weller, P.J. Vergano dan R.F. Testin. 1996. Factor Affecting Barrier and Mechanical Properties of Protein-Edible, Degradable Films. New Orlean. L.A. Pascat, B. 1986. Study of some factors affecting permeability. Di dalam: Mathlouthi, M. (Ed.). Food Packaging and Preservation: Theory and Practice (pp.7-20). Elsevier Applied Science, London. Pelczar, M.J. dan R.D. Reid. 1972. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Hadioetomo, R.S. (Penerjemah). UI Press, Jakarta. Pereda, M., M.I. Aranguren, N.E. Marcovich. 2008. Characterization of Chitosan/Caseinate Films. J. Applied Polymer Science. Vol. 107:10801090.
62
Pranoto, Y., S.K. Rakshit., V.M. Salokhe. 2005. Enhancing Antimicrobial Activity of Chitosan Film by Incorporating Garlic Oil, Potassium Sorbate and Nisin. LWT. 38: 859-865. Rinaudo, M., G. Pavlov, J. Desbrieres. 1999. Influence of Acetic Acid Concentration in The Solubilization of Chitosan. Polymer. 40:7029-32. Roller, S., S. Sagoo, R. Board, T. O’Mahony, G. Fitzgerald, M. Fogden, M. Owen, dan H. Flecher. 2002. Novel Combination of Chitosan, Carnocin, and Sulphite for Preservation of Chilled Pork Sausages. Meat Sci. 19: 165177. Sagoo, S., R. Board. dan S. Roller. 2002. Chitosan Inhibits Growth of Spoilage Microorganisms in Chilled Pork Products. Food Microbial. 19: 175-182. Sanford, P.A. dan G.P. Hutchings. 1987. Industrial polysaccharides. Di dalam: Genetic Engineering, Structure/Property and Application, hal 363-375. Elsevier, Amsterdam. Sears, J.K. and J.R. Darby. 1982. Mechanism of plasticizer action. Di dalam: Di Gioia, L. dan S. Guilbert. 1999. Corn Protein-Based Thermoplastic Resin: Effect of Some Polar and Amphiphilic Plasticizer. J. Agri Food Chem. 47: 1254-1261 Sebastien, F., G. Stephane, A. Copinet, V. Coma. 2006. Novel Biodegradable Film Made From Chitosan and Poly (Lactic Acid) With Antifungal Properties Against Mycotoxinogen Strains. Universite’ Bordeaux, Talence. Shahidi, F., J.K.V. Arachi, dan Y.J. Jeon. 1999. Food Application of Chitin and Chitosan. Review. Trends In Food Science and Technology. 10: 37-51. Srinivasa, P.C., M.N. Ramesh, dan R.N. Tharanathan. 2006. Effect of Plasticizers and Fatty Acid on Mechanical and Permeability Characteristic of Chitosan Films. J. Food Hydrocolloids Sudharshan, N.R., D.G. Hoover, dan D. Knorr. 1992. Antibacterial Action of Chitosan. J. Food Biotechol. 6: 257-272 Sugano, M., T. Fujikawa, Y. Hiratsuji, K. Nakashirna, N. Fukuda, dan J. Santoso. 1980. A Novel Use of Chitosan as a Hipocholesterolernic Agent in Rats. Am. J. Clin. Nutr. 33(4):787. Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto, S. Purwaningsih, dan J. Santoso. 1992. Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Kitin dari Kulit Udang terhadap Kadar dan Mutunya. Laporan akhir penelitian Faperikan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
63
Suyatma, N.E., L. Tighzert, dan A. Ciponet. 2005. Effect of Hydrophilic Plasticizers on Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films. J. Agric. Food Chem. 53: 3950-3957. Tsai, G.J. dan W.H. Su. 1999. Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan Against Escherichia coli. J. Food Prot. 62: 239-243. , S.L. Zhang, dan P.L Shieh. 2004. Antimicrobial Activity of Low Molecular Weight Chitosan Obtained from Cellulase Digestion of Chitosan. Journal Food Prot. 67: 396-398. Vodjani, F. dan J.A. Tores. 1989. Potassium Sorbate Permeability of Polysaccharide films: Chitosan, Methyl Cellulose, and Hydroxypropyl Methyl Cellulose. J. Food Proc. Eng. 58: 33-48. Wade, A. dan P.J. Waller. 1994. Hanbook of Pharmaceutical Exipients. The Pharmaceutical Press, London. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistik 3nd ed. PT Gramedia, Jakarta [WHO] World Health Organization. 1996. Toxicologic Evaluation of Certain Food Additives. WHO Food Addit. Ser. 37: 155. Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. PT Gramedia, Jakarta. . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Wong. D.W.S., W.M. Camirand dan A.E. Paulath. 1994. Development of edible coating for minimally processed fruit and vegetables. Di dalam: Krochta et al. (Eds.). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancaster-Basel. Pennsylvania, USA. Zivanovic, S., C.C. Basurto, S. Chi, P.M. Davidson, dan J. Weiss. 2004. Molecular Weight of Chitosan Influences Antimicrobial Activity in Oil-inWater Emulsions. J. Food Prot. 67: 952-959. ., S. Chi, dan A.E. Draughon. 2005. Antimicrobial Activity of Chitosan Films Enriched with Essential oils. J. Food Science. Vol.70 Nr. 1
64
LAMPIRAN
65
Keterangan : Uji t Dua Sampel Berpasangan Mean: Rataan nilai setiap sampel Variance: Ragam nilai setiap sampel Observtions: Banyaknya nilai setiap sampel (=perlakuan) Pearson Correlation: koefisien korelasi nilai kedua sampel Hypothesized Mean Difference: Hipotesis Ho : đ = 0 df: derajat bebas = n-1 t Stat: Nilai thitung P(T<=t) one-tail: peluang satu sisi t Critical one-tail: nilai ttabel satu sisi P(T<=t) two-tail: peluang dua sisi t Critical two-tail: nilai ttabel dua sisi
KESIMPULAN Untuk uji satu sisi: t Stat < t Critical one-tail atau P(T<=t) one-tail > 0.05 Jadi sampel A tidak berbeda dengan sampel B pada taraf 5%
Untuk uji dua sisi: t Stat < t Critical two-tail atau P(T<=t) two-tail > 0.05 Jadi sampel A tidak berbeda dengan sampel B pada taraf 5%
66
Lampiran 1. Pengolahan Data Nilai pH Film Edibel Kitosan A.
Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Pelarut N ila i p H B e rd a s a rk a n P e la r ut
St ea
Pe la r l( Ko n
tr o
ra t2 % St ea ra t5 % O le at 2% O lea St t5 ea % ra B t2 en % z St +B oa ea ra en t t5 zo % at + O Be le at n zo 2% O + B at le e at 5% nzo at + Be nz oa t
Ase t a t La kt a t
ut )
pH
6 .00 5 .00 4 .00 3 .00 2 .00 1 .00 0 .00
Pe lak u an
B. Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak 1). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat
6. 00 5. 00 4. 00 3. 00 2. 00 1. 00 0. 00
Ta n pa a sa m le ma k S tea r a t2 %
zo a
t La
As e
ta t
kt at +
Be n
La kt a
zo a +B en
As e
t
t
S tea r a t5 %
ta t
pH
N ilai pH B e rda sa rk a n As a m S te a r at
Pe rlakuan
2). Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat N ila i pH B e r da sa rk a n Asa m O le a t
Ta n pa a sa m le ma k
3. 00 2. 00 1. 00
Ole a t2% Ole a t5%
t zo a
t
Be n kt at + La
+B en ta t As e
La kt a
zo a
ta t
t
0. 00 As e
pH
5. 00 4. 00
Pe rlakuan
67
Lampiran 1 (lanjutan) C. Grafik Nilai pH Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat Nila i pH Berda sarkan Be nzo at
T a n pa b en zoa t D e n ga n b en zoa t
As e
ta t A As + St se ea ta et at r t + S at2 t ea % As ra et at t5 + % O As le et at at 2% + O le at La 5% kt at L La + St a k ta e kt at ara t + St t2 % La e kt a r a at t5 La + O % le kt at at 2% + O le at 5%
pH
6 .0 0 5 .0 0 4 .0 0 3 .0 0 2 .0 0 1 .0 0 0 .0 0
Perlakua n
D. Analisis Sidik Ragam Nilai pH Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model ulangan
Type III Sum of Squares 653.647(a)
df 21
Mean Square 31.126
F 84154.415
Sig. .000
.002
1
.002
4.927
.039
10.682
19
.562
1520.032
.000
Error
.007
19
.000
Total
653.654
40
perlakuan
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
68
Lampiran 1 (lanjutan) E. Uji Lanjut Nilai pH dengan Duncan Multiple Range Test Duncan a 3.37
b
c
d
e
Subset g h
f
i
j
k
S T K R P Q F B L M O N
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
C
2
I
2
E
2
D
2
4.66
J
2
4.70
A
2
4.70
H
2
G
2
l
m
3.43 3.45 3.50 3.54
3.54 3.57 3.70 3.75 3.83 3.86 3.86 3.93 3.96
3.96 4.00 4.58
4.87
1.00 1.00 1.00 Sig. 1.000 .311 .051 .209 .155 .209 .051 .062 1.000 0 0 0 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
F.
Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Pelarut t-Test: Paired Two Sample for Means Asetat
Laktat
Mean
4.3865
3.632
Variance
0.232011
0.045173
Observations
10
10
Pearson Correlation
-0.17051
Hypothesized Mean Difference
0
df
9
t Stat
4.270852
P(T<=t) one-tail
0.001039
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.833113 0.002078 2.262157
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
69
4.97 1.00 0
Lampiran 1 (lanjutan) G. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Asam Lemak 1) Asam Stearat t-Test: Paired Two Sample for Means Tanpa Asam Lemak 3.84625 0.2871625 8
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
7 -0.673527809
P(T<=t) one-tail
0.261110469
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.894578604 0.522220938 2.364624251
Dengan Asam Stearat 4.03625 0.318755357 8
-0.050753654 0
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
2) Asam Oleat t-Test: Paired Two Sample for Means Tanpa Asam Lemak 3.84625 0.2871625 8
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
7 -1.507702892
P(T<=t) one-tail
0.0876815
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.894578604 0.175363001 2.364624251
Dengan Asam Oleat 4.06375 0.281255357 8
0.707145006 0
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
70
Lampiran 1 (lanjutan) H. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai pH Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat 3) Pelarut Asam Asetat t-Test: Paired Two Sample for Means Tanpa Benzoat Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
4.328 0.1957075 5 -0.825935773
4 -0.271959577
P(T<=t) one-tail
0.399556701
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.799113401 2.776445105
Dengan Benzoat 4.445 0.3177625 5
0
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
4) Pelarut Asam Laktat t-Test: Paired Two Sample for Means Tanpa Benzoat Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
3.784 0.0372925 5 -0.562248191
P(T<=t) one-tail
0.025927017
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.051854033 2.776445105
Dengan Benzoat 3.48 0.0065875 5
0 4 2.74096427
71
Lampiran 2. Pengolahan Data Nilai aw Film Edibel Kitosan A. Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Pelarut
0.660 0.640 0.620 0.600 0.580 0.560 0.540
Asetat
5% Be n at 2 % zoa St t + ea Be ra nz t5 oa % t + O Be lea nz t2 oa % t +B Ol en ea z t5 oa % t +B en zo at
le
at
at O
le O
ea St
2%
t5 % ra
ra
ea St
Pe la
St e
ar
Ko nt
ro l(
t2 %
La kta t
ru t)
Aw
Nilai Aw Berdas arkan Pelarut
Perlakuan
B. Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak 1) Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat
0.660 0.640 0.620 0.600 0.580 0.560 0.540
Ta np a a sa m le ma k Ste a ra t2 %
A
t Be n
zo a
kt at La
se t
at
kt at +
+B
en
As e
La
zo at
Ste a ra t5 % ta t
Aw
N ila i Aw B e r da sa rk a n Asa m S te a ra t
Pe rlakuan
2) Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat
0.6 60 0.6 40 0.6 20 0.6 00 0.5 80 0.5 60 0.5 40 t nz oa
t
Oleat5 %
t+
Be
Oleat2 %
La kta
Be t+
As eta
La kt a
t
nz oa t
Ta np a a sam lemak As eta
Aw
Nilai Aw Berda sark a n Asam O lea t
Perlakuan
72
Lampiran 2 (lanjutan) C) Grafik Nilai aw Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat
0.660 0.640 0.620 0.600 0.580 0.560 0.540
Tanpa benzoat Dengan benzoat
As et
As et
at
A + S seta te ar t at at +S 2% As tea r et at at + O 5% As le et at at + O 2% le at 5% La kt La at + S kt at La t kta ear a t+ t2 % St ea La r at kta 5% t+ O La le kt at at + O 2% lea t5 %
Aw
Nilai Aw Berdasarkan B enzoat
Perlakuan
D. Analisis Sidik Ragam Nilai aw Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Aw Source Model
Type III Sum of Squares
21
.684
.000
1
.000
F 151871.98 5 7.192
.007
19
.000
82.131
Error
.000
19
.000
Total
14.369
40
ulangan perlakuan
14.369(a)
df
Mean Square
Sig. .000 .015 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
73
Lampiran 2 (lanjutan) E. Uji Lanjut Nilai aw dengan Duncan Multiple Range Test Duncan Subset a
b
c
d
Q
2
.57700
S
2
.57900
G
2
.58650
T
2
.58900
.58900
H
2
.59000
.59000
R
2
.59100
.59100
I
2
.59150
F
2
.59200
N
2
.59700
P
2
.59800
e
f
J
2
.59850
D
2
.59900
.59900
E
2
.60000
.60000
L
2
M
2
.61000
K
2
.61050
O
2
.61050
B
2
.61150
C
2
.61400
A
2
Sig.
g
.60350
.63550 .358
.065
.218
.218
.058
.105
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
74
Lampiran 2 (lanjutan) F. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Penambahan Asam Lemak 1) Asam Stearat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Asam Lemak 0.609
Dengan Asam Stearat 0.5979375
Variance
0.000318429
0.000185531 8
Observations
8
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0.850757885
t Stat
3.291106566
P(T<=t) one-tail
0.006641141
t Critical one-tail
1.894578604
0 7
P(T<=t) two-tail
0.013282283
t Critical two-tail
2.364624251
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
2) Asam Oleat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Asam Lemak 0.609
Dengan Asam Oleat 0.5955625
Variance
0.000318429
8.56027E-05
Observations
8
8
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0.438476201
P(T<=t) one-tail
0.025151367
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.894578604 0.050302734 2.364624251
0 7 2.360520778
75
Lampiran 2 (lanjutan) G. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Konsentrasi Asam Lemak 1) Asam Stearat t-Test: Paired Two Sample for Means Stearat 2 %
Stearat 5 %
Mean
0.594625
0.60125
Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0.000246729 4 0.956943544
0.000156917 4
t Stat
0 3 2.547017456
P(T<=t) one-tail
0.042080886
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.353363435 0.084161771 3.182446305
<0.05
Secara nyata pada taraf 0.05 nilai aw 2% < 5%
<0.05
Secara nyata pada taraf 0.05 nilai aw 2% < 5%
2) Asam Oleat t-Test: Paired Two Sample for Means Oleat 2 %
Oleat 5 %
Mean
0.591625
0.5995
Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
8.08958E-05 4 0.823022255
7.75E-05 4
t Stat
0 3 2.973153823
P(T<=t) one-tail
0.02945952
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.353363435 0.058919039 3.182446305
76
Lampiran 2 (lanjutan) H. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat 1) Pelarut Asam Asetat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Benzoat 0.612
Dengan Benzoat 0.5917
Variance
0.000217375
1.9075E-05
Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
5 -0.28244633
5
4 2.748140662
P(T<=t) one-tail
0.02573635
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.051472701 2.776445105
0
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
2) Pelarut Asam Laktat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Benzoat 0.6063
Dengan Benzoat 0.5868
Variance
3.5825E-05
7.62E-05
Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
5 0.822039304
5
P(T<=t) one-tail
0.000518063
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.001036127 2.776445105
0 4 8.530833466
77
Lampiran 2 (lanjutan) I. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai aw Akibat Perbedaan Pelarut t-Test: Paired Two Sample for Means Asetat
Laktat
Mean
0.60185
0.59655
Variance
0.00022
0.000155 10
Observations
10
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0.740645
t Stat
1.664853
P(T<=t) one-tail
0.065149
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.833113 0.130298 2.262157
0 9
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
78
Lampiran 3. Pengolahan Data Nilai Warna Film Edibel Kitosan A. Tabel Nilai L, a, dan b Film Edibel Kitosan Formula
L
(A) K:A = 1:100 (B) K:A:S = 1:100:0,02 (C) K:A:S = 1:100:0,05 (D) K:A:O = 1:100:0,02 (E) K:A:O = 1:100:0,05 (F) K:A:B = 1:100:3x10-4 (G) K:A:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (H) K:A:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (I) K:A:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (J) K:A:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
76.64 69.53 60.89 68.37 55.24 68.00
(K) K:L = 1:100 (L) K:L:S = 1:100:0,02 (M) K:L:S = 1:100:0,05 (N) K:L:O = 1:100:0,02 (O) K:L:O = 1:100:0,05 (P) K:L:B = 1:100:3x10-4 (Q) K:L:S:B = 1:100:0,02:3x10-4 (R) K:L:S:B = 1:100:0,05:3x10-4 (S) K:L:O:B = 1:100:0,02:3x10-4 (T) K:L:O:B = 1:100:0,05:3x10-4
59.45 67.49 61.62 66.13 67.39 73.61
Ket.
●
± ± ± ± ± ±
a i
0.49 0.16e 0.04bc 0.69de 1.18a 0.88de
+3.31 +9.01 +16.29 +8.07 +21.50 +9.55
± ± ± ± ± ±
b b
0.52 0.48ef 0.11i 0.69e 1.11j 0.83fg
+32.27 +48.01 +45.17 +45.81 +42.48 +44.20
± ± ± ± ± ±
1.37de 0.09i 1.25hi 1.06hi 1.48h 0.45h
69.06 ± 0.64e
+7.83 ± 0.61e
+42.73 ± 1.36h
75.26 ± 0.61ghi
+4.33 ± 0.26bcd
+29.78 ± 1.03cd
79.49 ± 1.15j
+1.76 ± 0.03a
+23.45 ± 4.10b
74.01 ± 1.56fgh
+3.46 ± 0.99b
+37.05 ± 3.64fg
± ± ± ± ± ±
0.28b 0.00de 0.95c 1.63d 0.07de 1.94fg
+11.48 +8.13 +10.46 +7.86 +8.63 +4.76
± ± ± ± ± ±
0.23h 0.01e 0.37gh 0.42e 0.03ef 0.46cd
+37.61 +31.44 +37.46 +34.19 +38.47 +27.00
± ± ± ± ± ±
0.30fg 0.01de 0.49fg 1.36ef 0.00g 2.82c
76.32 ± 0.13i
+3.37 ± 0.01b
+19.47 ± 0.33a
76.14 ± 0.10hi
+4.05 ± 0.20bc
+23.29 ± 0.01b
73.13 ± 1.44fg
+3.50 ± 0.37b
+32.30 ± 0.98de
72.09 ± 1.16f
+5.47 ± 0.42d
+29.81 ± 1.36cd
Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (p<0.05) menggunakan Duncan Multiple Range Test. 1 K = kitosan, A = pelarut asam asetat 1 %, L = pelarut asam laktat 2 %, S = asam stearat, O = asam oleat, B = natrium benzoat.
79
Lampiran 3 (lanjutan) B. Grafik Nilai Parameter Warna Film Edibel Kitosan Analisis Pengukuran Warna Edible Film Kitosan 90
Intensitas warna
80 70 60 Notasi L
50
Notasi a
40
Notasi b 30 20 10
k+ Lak St t ea at k+ rat 2 St % La eara k+ t5% O L a l ea k+ t2% O le at 5% La La k+ k+B S La t ea enz k+ r2% oat St La ea +B k+ r5% en z O La lea +B k+ t2 en O %+ z le at Be 5% nz +B en z La
La
A
A
A
s+ S t seta t ea s+ rat2 St % e A ar a t s+ 5 O % l A ea t s+ 2 O % le at 5% A As +B s+ S e A tear nzo s+ 2 % at St +B e a A s+ r5 % en z O +B l e A s+ at2 % en z O le +B at 5 % en z +B en z
0
Perlakuan
C. Analisis Sidik Ragam Nilai Parameter Warna dan Uji Lanjut dengan Duncan Multiple Range Test 1) Parameter L Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: L Source Model ulangan
Type III Sum of Squares 194750.273(a ) .089
df
Mean Square 21
9273.823
F
Sig.
9667.998
.000
1
.089
.093
.764
1591.610
19
83.769
87.329
.000
Error
18.225
19
.959
Total
194768.498
40
perlakuan
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
80
Lampiran 3 (lanjutan) Duncan Per lak N ua n
Subset a
E
2
K
2
C
2
M
2
N
2
O
2
L
2
F
2
D
2
G
2
B
2
T
2
S
2
P
2
J
2
H
2
R
2
Q
2
A
2
I
2
b
c
d
e
f
g
h
i
j
55.23 50 59.45 00 60.88 50
60.88 50 61.62 00 66.12 50 67.39 00 67.49 00 68.00 00 68.36 50
67.39 00 67.49 00 68.00 00 68.36 50 69.06 00 69.53 00 72.09 00 73.12 50 73.60 50 74.00 50
73.12 50 73.60 50 74.00 50 75.26 00
74.00 50 75.26 00 76.14 00
75.26 00 76.14 00 76.31 50 76.64 00 79.48 50
Sig 1.000 .159 .462 .052 .066 .087 .058 .052 .211 1.000 . Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .959. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
81
Lampiran 3 (lanjutan) 2) Parameter a Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: a Type III Sum of Squares
Source Model
df
3213.776(a)
ulangan
21
Mean Square 153.037
F 561.663
Sig. .000
.101
1
.101
.371
.550
879.350
19
46.282
169.859
.000
Error
5.177
19
.272
Total
3218.953
40
perlakuan
a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997) Duncan perlak uan
N
Subset a
b
c
d
e
A
1.760 2 0 2
3.3100
Q
2
3.3650
J
2
3.4600
S
2
3.4950
R
2
4.0500
H
2
4.3250
P
2
T
2
G
2
7.8300
N
2
7.8600
D
2
8.0700
L
2
8.1250
O
2
8.6300
B
2
9.0100
F
2
M
2
K
2
C
2
E
2
I
Sig.
4.050 0 4.325 0 4.755 0
f
g
h
i
j
4.325 0 4.755 0 5.465 0
8.630 0 9.010 0 9.550 0
9.550 0 10.46 00
10.46 00 11.48 00 16.29 00
1.000
.099
.216
.051
.058
.111
.097
.066
1.000
21.49 50 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .272. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
82
Lampiran 3 (lanjutan) 3) Parameter b Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: b Type III Sum of Squares
Source Model
df
51828.921(a)
ulangan
21
Mean Square 2468.044
F 929.397
Sig. .000
2.586
1
2.586
.974
.336
2553.657
19
134.403
50.612
.000
Error
50.455
19
2.656
Total
51879.377
40
perlakuan
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Duncan Per lak N ua n
Subset a
Q
19.46 2 50
R
2
I
2
P
2
H
2
T
2
b
c
d
26.99 50 29.78 00 29.81 00
29.7800
e
f
g
h
i
23.28 50 23.45 00
29.8100
L
2
31.4400
31.4400
A
2
32.2700
32.2700
S
2
32.3000
32.3000
N
2
J
2
37.0450
37.0450
M
2
37.4550
37.4550
K
2
37.6050
37.6050
O
2
34.1850
34.1850
38.4700
E
2
42.4800
G
2
42.7300
F
2
44.2000
C
2
45.1650
D
2
45.8100
B
2
45.165 0 45.810 0 48.005 0
Sig 1.000 .920 .117 .180 .138 .068 .433 .080 .114 . Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.656. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
83
Lampiran 3 (lanjutan) D. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan pelarut t-Test: Paired Two Sample for Means Asetat
Laktat
Mean
69.6465
69.335
Variance
53.93100028
34.43789444
Observations
10
10
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0.276370414
t Stat
0.122607445
P(T<=t) one-tail
0.452556077
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.833112923 0.905112154 2.262157158
0 9
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
E. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan Asam Lemak 1) Asam Stearat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Asam Lemak 69.42375
Dengan Asam Stearat 69.5375
Variance
48.87424821
37.74962857
Observations
8
8
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0.28394053
t Stat
0 7 0.040784129
P(T<=t) one-tail
0.484303432
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.894578604 0.968606864 2.364624251
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
84
Lampiran 3 (lanjutan) 2) Asam Oleat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Asam Lemak 69.42375
Dengan Asam Oleat 69.4775
Variance
48.87424821
51.49444286
Observations
8 0.145421872
8
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0 7 0.014179176
P(T<=t) one-tail
0.494541348
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
1.894578604 0.989082695 2.364624251
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
F. Uji t Dua Sampel Berpasangan Nilai L Akibat Perbedaan Penambahan Benzoat 1) Pelarut Asam Asetat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Benzoat 66.131
Dengan Benzoat 73.162
Variance
68.3065925
22.1413075
Observations
5 0.477351923
5
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0 4 1.391931205
P(T<=t) one-tail
0.118172157
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.236344315 2.776445105
>0.05
Tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
85
Lampiran 3 (lanjutan) 2) Pelarut Asam Laktat t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean
Tanpa Benzoat 64.415
Dengan Benzoat 74.255
Variance
13.4234
3.5458625
Observations
5 0.147845449
5
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat
0 4 5.046583537
P(T<=t) one-tail
0.003624228
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
2.131846782 0.007248455 2.776445105
<0.05
Berbeda nyata pada taraf 0.05
86
Lampiran 4. Pengolahan Data Nilai Ketebalan Film Edibel Kitosan A. Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Pelarut K e t e ba la n B e r da sa rk a n P e la ru t
ru
ra
el a
St ea
P l( K
on tr o
S t t2 % ea ra t5 % O le at 2% O St le at ea 5% ra S t t2 % Be n ea + zo ra Be a t5 nz t % oa O + le t B at e 2% nz o O at + le B at 5 % en z oa + t Be nz oa t
Ase ta t La k t a t
t)
Tebal (mm)
0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
Pe rla k uan
B. Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Asam Lemak 1) Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Stearat
0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
T a n p a a sa m l ema k S te a r a t2 %
t Be nz oa
La
en z
A
La k
ta t
se ta t
+
+B
A
kt at
oa t
S te a r a t5 %
se ta t
Tebal (mm)
K e te ba la n B e rda sa rk an As am S te a ra t
Pe rla k uan
2) Berdasarkan Perbedaan Penambahan Asam Oleat
0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
Ta np a a sa m lema k Ole a t2 %
t zo a
t
Be n kt at + La
As e
ta t
+B en
La kt a
zo a
t
ta t
Ole a t5 %
As e
Tebal (mm)
Ketebalan Berdasark an As am O leat
Perlakuan
87
Lampiran 4 (lanjutan) C. Grafik Nilai Ketebalan Berdasarkan Perbedaan Penambahan Natrium Benzoat
0.45 0 0.40 0 0.35 0 0.30 0 0.25 0 0.20 0 0.15 0 0.10 0 0.05 0 0.00 0
Ta np a be nzoa t De nga n be nzo a t
As eta t + As Ste e ta As et ar t at at + 2% St ea As r et at at 5% + O As l e et at at 2% + Ol ea t5 La % kt at L + St a kta La ea t kt at+ r a t 2% St ea La ra kt at+ t 5% Ol La ea kt t at + O 2% le at 5%
Tebal (mm)
K e te bala n B e rdas arka n B e nzo a t
Perlakuan
D. Analisis Sidik Ragam Nilai Ketebalan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tebal Source Model
Type III Sum of Squares
21
Mean Square .097
ulangan
.000
1
.000
1.043
.320
perlakuan
.269
19
.014
45.531
.000
Error
.006
19
.000
Total
2.046
40
2.040(a)
df
F 312.000
Sig. .000
a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .994)
88