Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Vol. 4, No. 2
PENGARUH EDIBEL FILM PROTEIN WHEY MENGANDUNG ASAM BENZOAT DAN PROPIONAT TERHADAP TOTAL PLATE COUNT, COLIFORM DAN Escherichia coli KEJU GOUDA The Effect of Whey Protein Edible Film Contained Benzoic and Propionic Acid on Total Plate Count, Coliform and Escherichia coli Gouda Cheese Abdul Manab1 1)
Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang Diterima 10 Februari 2009; diterima pasaca revisi 10 J Juli 2009 Layak diterbitkan 12 Agustus 2009.
ABSTRACT The purpose of this research was to study effect of using whey protein edible film contained benzoic and propionic acid on coliform and E. coli of gouda cheese during 4 weeks ripening. The result showed that the effect of using benzoic and propionic acid in the application of whey protein edible film at Gouda cheese on the number microorganisms (TPC, Coliform, Escherichia coli) wasn t significant (P>0,05). During gouda cheese ripening at first month (0 until 4 weeks) there were significant decrease of microorganisms. Benzoic acid was found more effectively decreased the growth of TPC and Escherichia coli, i.e. : 6.5 x 104 cfu/gram to 0.1 x 104 cfu/gram for TPC, and 6.8 x 103 cfu/gram to 0.05x 103 cfu/gram for Escherichia coli. While propionic acid decreased the growth of coliform more effectively, i.e. : 1.9 x 103 cfu/gram to 0.13 x 103 cfu/gram for Coliform. Key words: Benzoic acid, Propionic acid, whey protein edible film, Gouda cheese.
PENDAHULUAN Keju Gouda termasuk dari salah satu tipe keju Belanda yang berkadar garam antara 2-7%, pH antara 5-5,6 dan diperam selama 2 minggu sampai 2 tahun. Keju gouda dapat mengalami penurunan kualitas selama proses pemeramannya yang diakibatkan adanya transfer massa berupa air, oksigen maupun aroma serta berpotensi terjadi kontaminasi oleh mikroba terutama pada permukaan keju dan tidak efektifnya zat antimikroba akibat difusi bahan pengawet jauh ke dalam keju dengan cepat (Walstra et al, 1999).
Penurunan kualitas keju ini dapat diatasi dengan cara sebelum dilakukan pemeraman atau pematangan, keju dilapisi dengan edible film protein whey untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada permukaan keju. Edible film adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan, dapat memberikan ketahanan terhadap pengupan air, gas oksigen, karbondioksida, dan transfer lemak dalam sistem pangan (Mc. Hugh and Krochta, 1994). 51
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Senyawa-senyawa yang bersifat sebagai antimikroba yang dapat ditambahkan pada edible film antara lain asam benzoat, sodium benzoat, asam sorbat, potassium sorbat dan asam propionat (Cuppett, 1994). untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme. Mekanisme kerja asam organik sebagai bahan antimikroba berdasarkan pada permeabilitas dari sel membran mikroorganisme terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi sehingga di dalam sel banyak terdapat ion hidrogen yang menyebabkan pH sel menjadi rendah dan dapat merusak organ sel mikrooganisme. Asam organik (asam benzoat, propionat, sorbat, dan lainnya) mempuyai efektifitas yang tinggi bila digunakan pada lingkungan bahan pangan dengan keasaman tinggi (pH rendah), karena pada pH netral dan basa akan mengurai asam organik menjadi ionionnya (Supardi dan Sukamto, 1999). Kemampuan antimikroba yaitu asam benzoat dan asam propionat yang ditambahkan pada edible film protein whey digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat mengurangi jumlah mikroorganisme keju Gouda. Aktivitas asam benzoat langsung bekerja pada dinding sel dan menghambat kerja enzim pada siklus asam sitrat (asam ketoglutarat dehidrigenase, asam suksinat dehidrogenase) dan enzimenzim yang bekerja pada fosforilasi oksidatif (Belitz and Grosch, 1999). Asam propionat digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang lebih luas. Aktivitas antimikroba asam benzoat dan asam propionat berhubungan dengan pH, karena lebih efektif pada
Vol. 4, No. 2
pH rendah (pH asam benzoat dan asam propionat < 6) (Cagri, Ustunol and Ryser, 2003). Keefektifan kerja asam benzoat dan propionat yang ditambahkan pada edible film protein whey terhadap keju gouda terbatas dari waktu ke waktu karena difusi lanjut dari asam tersebut ke dalam keju gouda. Mikroorganisme yang mungkin tumbuh pada permukaaan keju gouda setelah pasteurisasi akibat adanya kontaminasi adalah Microccus, Staphylococcus aureus, Salmonella spp, Coliform, bakteri asam laktat (Pediococcus, dan beberapa jenis Leuconostocs dan Enteroccus) (Robinson, 1990). Terdapatnya bakteri coliform pada permukaan keju gouda bahkan diasumsikan sebagai suatu permasalahan penting semenjak ditemukannya bahwa dalam suatu kelompok kecil bakteri coliform terdapat enteropatogenik Escherichia coli yang mengkontaminasi keju (Daulay, 1990). Banyaknya pertumbuhan coliform dan Escherichia coli menunjukkan rendahnya sanitasi pengolahan keju gouda. Penambahan asam benzoat dan propionat pada edible film protein whey sebagai pelapis keju gouda diharapkan dapat menurunkan jumlah mikroorganisme keju gouda, sehingga penelitian mengenai pengaruh penambahan asam benzoat dan asam propionat pada aplikasi edible film protein whey terhadap jumlah Coliform dan Escherichia coli di keju Gouda selama pemeraman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam benzoat dan asam propionat pada aplikasi edible film protein 52
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
whey terhadap TPC, Coliform dan Escherichia coli. MATERI DAN METODE Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah protein whey yang disolasi dari whey bubuk (AMPEC), gliserol, CaCl2 NaOH, HCL, asam benzoat, asam propionat, lesitin, pepton Oxoid, Inggris), PCA Oxoid, Inggris), VRBA (Oxoid, Inggris), EMB (Oxoid, Inggris). Keju Gouda diperoleh dari KPRI Wajak, Kabupaten Malang. Kultur Escherichia coli dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Peralatan yang digunakan di antaranya adalah timbangan analitik (Ohaus BC series dan Mettler Instrumente tipe AJ150L, Swiss), colony counter (Stuart Scientific, Greet Britian), penangas air (GFL tipe 1003), sentrifugator (Jovan, Jepang), pH meter (Hanna Instruments, Prancis), vortex-mixer (D.S. Instruments tipe VW-2000, Taiwan), oven (Memmert, Jerman), oven semi vakum (WTB binder tipe 53, Jerman), hot plate stirrer (IKAMAG RET, Janke and Kuntel), autoclave (Hirayama Manufacturing Corporation tipe HL-36Ae, Jepang), refrigerator (Sanyo tipe SR-LL180F, Jepang), inkubator (WTB binder tipe 53, Jerman), erlenmeyer (Pyrex, Jepang), gelas ukur (Pyrex, Jepang), teflon (Makbok), pipet volum (Pyrex, Jepang), pipetman (Gilson P1000, Prancis), pipet kontrol (Brand, Jerman), tabung reaksi (Pyrex, Jepang), cawan petri, pipet tetes, blue tip, pengaduk, mortar, termometer, dan bunsen.
Vol. 4, No. 2
Metode Penelitian Metode penelitian adalah percobaan tersarang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah tingkat konsentrasi penambahan pengawet yang berbeda yaitu penambahan asam benzoat 5% (v/v) dan asam propionat 5% (v/v). Faktor kedua adalah lama pemeraman selama 0, 2, dan 4 minggu. Pengelompokan dilakukan sebanyak tiga kali berdasarkan hari pembuatan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah : P1 : Edible film dengan penambahan asam benzoat 5 % dari volume formula edible film. P2 : Edible film dengan penambahan asam propionat 5 % dari volume formula edible film. R0 : Pemeraman keju Gouda selama 1 hari. R1 : Pemeraman keju Gouda selama 2 minggu. R2 : Pemeraman keju Gouda selama 4 minggu. X : Jumlah mikroorganisme pada keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey tanpa penambahan asam benzoat dan asam propionat. Y : Jumlah mikroorganisme pada keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey dengan penambahan asam benzoat dan asam propionat. Variabel Penelitian Variabel pengujian yang dilakukan meliputi : a. Pengujian Total Plate Count menurut Turkoglu et al (2003). b. Pengujian Coliform menurut Marshall (1992). c. Pengujian E. coli menurut Hitchins, et al (1989). 53
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
d. Pengujian Kapang dan Khamir menurut Fardiaz (1992).
Vol. 4, No. 2
formula edible film) dan kemudian diatur pH-nya 5,2 dengan HCl 0,1 N (Cagri et al., 2003).
Tahapan Penelitian Isolasi Protein Whey Protein whey diisolasi dari whey bubuk dengan cara melarutkannya dalam akuades dengan perbandingan 1 : 2 (whey bubuk : akuades) kemudian didiamkan sehingga diperoleh 3 lapisan. Pada 3 lapisan yang diperoleh, lapisan tengah diambil, kemudian dilakukan pengaturan pH 4,2 dengan HCl 1 N atau NaOH 0,1 N dan selanjutnya untuk disentrifugasi berkecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Hasilnya berupa padatan yaitu protein whey. Prosedur isolasi protein whey secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1. Pembuatan Edible Film Protein Whey Pembuatan edible film protein whey dilakukan dengan pengambilan 15 ml protein whey yang ditambah dengan gliserol 1,25% dari protein whey tersebut (larutan 1), yang selanjutnya ditambah dengan larutan yang terdiri dari campuran 30 ml akuades dan CaCl2 0,25% dari larutan pertama. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan 10% lipid (dari protein whey) dan lesitin 10% dari lipid. Langkah selanjutnya adalah larutan diatur pH-nya sampai 8 dengan NaOH 0,1N kemudian dipanaskan 90 oC dengan menggunakan hot plate yang diatur pada kecepatan 250 rpm dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Larutan didinginkan sampai suhu 30oC pada suhu ruang, untuk tujuan pengawetan ditambahkan asam benzoat 5% dan asam propionat 5% (dari volume
Pelapisan dengan Lesitin Pelapisan keju dengan lesitin dilakukan menurut Lin and Krochta (2005) yang telah dimodifikasi. Secara ringkas pelaksanaannya adalah keju gouda dipotong kotakkotak ukuran ± 2 cm (6 gram), kemudian dicelupkan dalam lesitin 0,6% selama 10 detik. Pelapisan Edible Film Protein Whey pada Keju Gouda Pelapisan keju gouda dengan larutan edible film protein whey dilakukan menurut Daulay (1981), pelapisan keju dengan edible film protein whey dilakukan dengan mencelupkan keju yang telah dilapisi lesitin pada larutan edible film protein whey selama ± 30 detik kemudian difiksasi dengan cara diangin-anginkan selama 15 menit. Pencelupan dapat diulang apabila pencelupan pertama belum seluruh permukaan keju tertutup oleh bahan pelapis. Pengkontaminasian Escherichia coli pada Keju Gouda Pengkontaminasian E. coli pada keju dilakukan dengan cara sebanyak 15 ml kultur Escherichia coli dimasukkan ke botol semprot, kemudian semprotkan ± 10 ml kultur Escherichia coli ke seluruh permukaan keju Gouda. Prosedur pembuatan edible film dan alur penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
54
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
15 ml protein whey + gliserol 1,25% dari protein whey
Vol. 4, No. 2
30 ml akuades + CaCl2 0,25% dari total larutan
Di + 10 % lipid dari protein whey + lesitin 10% dari lipid
Diatur pH 8 dengan NaOH 0,1N Dipanaskan 90oC di Hot Plate dengan magnetic stirrer diatur pada kecepatan 250 rpm selama 30 menit Didinginkan sampai suhu di bawah (30oC) pada suhu ruang Ditambahkan asam benzoat 5% dan asam propionat 5 % (dari volume formula edible film) Diatur pada pH 5,2 dengan HCl 0,1N
Keju Gouda
1 Edible film protein whey
3 Dikontaminasikan kultur E. coli
Keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey
2
Lesitin 0,6% dari akuades
Diperam selama 0, 2, dan 4 minggu di refrigerator dengan suhu ± 100oC
Uji mikroorganisme: 1. Total Plate Count 2. Coliform 3. E. coli 4. Kapang dan Khamir
Keterangan: (1) Keju Gouda dicelupkan pada lesitin selama 10 detik, kemudian difiksasi dengan cara diangin-anginkan selama 15 menit. (2) Edible film protein whey diaplikasikan ke keju Gouda dengan cara pencelupan selama 30 detik, kemudian difiksasi dengan cara diangin-anginkan selama 15 menit. (3) E. coli di kontaminasikan pada keju Gouda.
Gambar 1. Skema penelitian menurut Cagri et al (2003) yang telah dimodifikasi.
55
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi dan ditransformasikan ke bentuk logaritma (satuan log cfu/gram) berdasarkan model analisis kovarian (ANCOVA), perbedaan antar perlakuan diketahui dengan melakukan Uji Jarak Duncan dan data yang berupa rataan (satuan log cfu/gram) ditransformasikan kembali ke bentuk data aslinya (satuan cfu/gram) (Sastrosupadi, 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Total Plate Count Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan asam benzoat pengawet dan lama pemeraman pada keju Gouda yang di lapisi edible film protein whey terhadap TPC tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Ratarata TPC keju Gouda pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa TPC dilihat dari penggunaan pengawet pada perlakuan asam benzoat (P1) diperoleh nilai rata-rata X (edible film protein whey tanpa asam benzoat) dan Y (edible film protein whey mengandung asam benzoat) adalah 4,5x105 cfu/gram dan 1,2x105 cfu/gram, sedangkan untuk perlakuan asam propionat (P2) diperoleh nilai rata-rata X (edible film protein whey tanpa asam propionat) dan Y (edible film protein whey tanpa asam propionat) adalah 4,5x105 cfu/gram dan 4,3x105 cfu/gram. TPC dilihat dari lama pemeraman 1 hari (R0), 2 minggu (R1), dan 4 minggu (R2) diperoleh nilai total Y adalah 55x105 cfu/gram, 1,5x105 cfu/gram, dan 0,14x105 cfu/gram.
Vol. 4, No. 2
TPC keju Gouda pada penggunaan asam propionat untuk perlakuan pemeraman 1 hari (R0) lebih banyak jika dibandingkan dengan pengggunaan asam benzoat. Kondisi ini disebabkan oleh adanya garam dan air pada keju Gouda. Pada pembuatan keju Gouda ada proses penggaraman yang nantinya akan berpengaruh pada kadar air keju. Air bebas di permukaan keju akan mengalami difusi keluar dan garam masuk ke dalam keju, sehingga kadar garam di lapisan permukaan lebih banyak daripada lapisan di bawahnya. Kadar garam yang tinggi di permukaan keju menyebabkan bagian permukaan keju lebih bersifat hidropobik, sehingga asam propionat yang bersifat hidropilik akan sulit untuk masuk ke dalam keju. Cahyadi (2006), menyatakan bahwa asam propionat merupakan bahan pengawet organik yang mudah larut dalam air, sukar larut dalam alkohol dan tidak larut dalam minyak. Khosrowshasi, et al., (2006), menambahkan bahwa keju yang dicelupkan pada larutan garam, mengalami pergerakan molekul NaCl yang berupa Na+ dan Cl-. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara air dalam keju dengan larutan garam. Pergerakan NaCl ini mengakibatkan air dalam keju mengalami difusi keluar dari matrik keju, sedangkan NaCl yang bergerak masuk ke dalam keju.Penggunaan asam propionat dan asam benzoat untuk perlakuan pemeraman 2 minggu (R1) dan 4 minggu (R2), TPC keju Gouda mengalami penurunan. Pada pemeraman selama dua minggu dan empat minggu, garam terus bergerak dari permukaan menuju ke dalam dan air bebas yang berada di bawah permukaan keju akan keluar hingga 56
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Vol. 4, No. 2
Tabel 1. Rata-rata TPC keju Gouda (satuan 105 cfu/gram) Lama Pemeraman Rata - rata Pengawet Asam Benzoat (P1) Asam Propionat (P2)
Rata-rata
1 hari (R0)
2 minggu (R1)
4 minggu (R2)
X 69
Y 6,5
X 6,3
Y 2
X 0,2
Y 0,1
X 4,5
Y 1,2
69
470
6,3
1,1
0,2
0,15
4,5
4,3
69
55
6,3
1,5
0,2
0,18
4,5
2,2
tercapai keseimbangan tekanan antara garam dan air. Pergerakan air bebas dan garam mengakibatkan keju bersifat hidropobik dan hidropilik, sehingga pergerakan asam benzoat dan asam propionat cenderung sama dan relatif stabil. Asam benzoat dapat terus bergerak ke bagian dalam keju karena sifatnya hidropobik yang kemudian berikatan dengan sisi hidropobik keju, demikian juga dengan asam propionat yang bersifat hidropilik berikatan dengan sisi hidropilik keju. Srbinovska, et al., (2001), menyatakan bahwa proses difusi garam dari larutan garam masuk ke dalam keju tergantung pada kadar air dalam keju. Semakin tinggi kadar air dalam keju maka akan semakin cepat proses masuknya garam ke dalam keju. Secara berurutan setelah dari proses penggaraman, kadar garam pada permukaaan keju lebih banyak daripada lapisan dibawahnya dan seiring waktu lama pemeraman menunjukkan bahwa kadar garam pada lapisan permukaan akan semakin berkurang akibat difusi lebih ke dalam lapisan keju. Cahyadi (2006), menyatakan bahwa asam benzoat bersifat agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air, namun sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter.
TPC keju Gouda pada penggunaan asam benzoat untuk perlakuan pemeraman 0 minggu (R0) dan 4 minggu (R2) lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengggunaan asam propionat. Perbedaan TPC ini disebabkan karena asam benzoat lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri daripada asam propionat. Buckle, et al., (1987), menyatakan bahwa asam benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang. Coliform Penggunaan pengawet dan lama pemeraman pada keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey terhadap jumlah Coliform tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Rata-rata jumlah Coliform keju Gouda pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan pengawet dan lama pemeraman pada keju Gouda yang dilapisi edible film protein whey terhadap jumlah Coliform tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Rata-rata jumlah Coliform keju Gouda pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah Coliform dilihat dari penggunaan pengawet pada perlakuan P1 diperoleh nilai rata-rata X dan Y adalah 1,1x103 cfu/gram dan 0,1x103 cfu/gram, 57
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Vol. 4, No. 2
3
Tabel 2. Rata-rata jumlah Coliform keju Gouda (satuan 10 cfu/gram) Lama Pemeraman Rata rata 2 minggu (R1) 1 hari (R0) 4 minggu (R2) Pengawet Asam Benzoat (P1) Asam Propionat (P2)
Rata-rata
X 4,3
Y 0,12
X 0,76
Y 0,07
X 0,4
Y 0,14
X 1,1
Y 0,1
4,3
1,9
0,76
0,04
0,4
0,13
1,1
0,23
4,3
0,46
0,76
0,06
0,4
0,14
1,1
0,15
sedangkan untuk perlakuan P2 diperoleh nilai rata-rata X dan Y adalah 1,1x103 cfu/gram dan 0,23x103 cfu/gram. Jumlah Coliform dilihat dari lama pemeraman untuk R0, R1, dan R2 diperoleh nilai total Y adalah 0,46x103 cfu/gram, 0,06x103 cfu/gram, dan 0,14x103 cfu/gram. Penggunaan asam benzoat untuk perlakuan pemeraman 0 minggu, jumlah Coliform keju Gouda lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengggunaan asam propionat. Kondisi ini disebabkan oleh adanya garam dan air pada keju Gouda. Pada pembuatan keju Gouda ada proses penggaraman yang nantinya akan berpengaruh pada kadar air keju. Air bebas di permukaan keju akan mengalami difusi keluar dan garam masuk ke dalam keju, sehingga kadar garam di lapisan permukaan lebih banyak daripada lapisan dibawahnya. Kadar garam yang tinggi di permukaan keju menyebabkan bagian permukaan keju lebih bersifat hidropobik, sehingga asam benzoat yang bersifat hidropobik akan mudah untuk difusi ke dalam keju. Asam benzoat yang telah masuk ke lapisan permukaan keju akan bekerja lebih cepat daripada asam propionat, sehingga akan lebih cepat menghambat pertumbuhan Coliform.
Cahyadi (2006), menyatakan bahwa asam benzoat bersifat agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air, namun sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter. Khosrowshasi, et al., (2006), menambahkan bahwa keju yang dicelupkan pada larutan garam, mengalami pergerakan molekul NaCl yang berupa Na+ dan Cl-. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara air dalam keju dengan larutan garam. Pergerakan NaCl ini mengakibatkan air dalam keju mengalami difusi keluar dari matrik keju, sedangkan NaCl yang bergerak masuk ke dalam keju. Jumlah Coliform keju Gouda pada penggunaan asam propionat untuk perlakuan pemeraman 2 minggu dan 4 minggu lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengggunaan asam benzoat. Perbedaan jumlah Coliform pada kedua asam tersebut disebabkan karena keefektifan asam organik terhadap mikroba berbeda. Brown and Brooth (1991) menyatakan bahwa asam biasanya menghambat reaksi molekul yang penting dari mikroba dengan menambah konsentrasi ion H+ yang nantinya 58
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
akan menurunkan pH intraseluler, semakin besar nilai pKa dari suatu asam organik maka molekul yang tidak terurai semakin banyak, sehingga lebih menghambat daripada asam organik yang mempunyai nilai pKa lebih rendah. Supardi dan Sukamto (1999) menambahkan bahwa membran sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terurai. Terdapatnya Coliform dalam keju Gouda menunjukan bahwa sanitasi proses pembuatan keju Gouda kurang baik. Anonimb (2006) menyatakan Coliform adalah organisme indikator, artinya kehadiran bakteri ini sering diasosiasikan dengan bakteri patogen, tapi tidak berarti bahwa Coliform ini dengan sendirinya adalah patogen. Menurut Jay (1999), bakteri Coliform dibedakan atas dua grup yaitu : 1) Coliform fekal, seperti Escherichia coli, 2) Coliform non fekal, seperti Entrobacter aerogenes yang biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati. Escherichia coli. Penggunaan pengawet dan lama pemeraman pada keju Gouda yang di lapisi edible film protein whey terhadap jumlah Escherichia coli tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Rata-rata jumlah Escherichia coli keju Gouda pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah Escherichia coli dilihat dari penggunaan pengawet pada perlakuan P1 diperoleh nilai rata-rata X dan Y adalah 2,2x103 cfu/gram dan 0,29x103 cfu/gram, sedangkan untuk perlakuan P2 diperoleh nilai rata-rata X dan Y adalah 2,2x103 cfu/gram
Vol. 4, No. 2
dan 0,38x103 cfu/gram. Jumlah Escherichia coli dilihat dari lama pemeraman untuk R0, R1, dan R2 diperoleh nilai total Y adalah 10,2x103 cfu/gram, 1x103 cfu/gram, dan 0,04x103 cfu/gram. Pada penelitian ini, keju Gouda sengaja dikontaminasikan kultur Escherichia coli dan bakteri ini akan tumbuh di permukaan keju karena adanya edible film protein whey. Jumlah Escherichia coli keju Gouda pada penggunaan asam propionat untuk perlakuan pemeraman 0 minggu dan 2 minggu lebih banyak jika dibandingkan dengan pengggunaan asam benzoate. Perbedaan jumlah Escherichia coli disebabkan karena kerja spesifik dari asam benzoat itu sendiri. Asam benzoat lebih efektif membunuh bakteri daripada membunuh kapang. Buckle, et al., (1987) menyatakan bahwa asam benzoat efektif menghambat atau membunuh bakteri. Cagri, et al., (2004), menambahkan bahwa asam benzoat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Escherichia coli). Penggunaan asam propionat untuk perlakuan pemeraman 4 minggu, jumlah Escherichia coli keju Gouda lebih sedikit daripada penggunaan asam benzoat. Perbedaan jumlah Escherichia coli disebabkan molekul yang tidak terurai asam propionat lebih banyak dibandingkan asam benzoat pada kondisi edible film protein whey yang diatur pada pH 5,2. Semakin banyak molekul tidak terurai maka akan semakin besar aktivitas antimikrobanya. Jay (1999), menyatakan bahwa aktivitas asam propionat lebih efektif pada pH <6, dan pada saat pH mencapai nilai 4 maka terdapat 88% molekul yang 59
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
Vol. 4, No. 2
3
Tabel 3. Rata-rata jumlah E. coli keju Gouda (satuan 10 cfu/gram) Lama Pemeraman Rata rata 2 minggu 4 minggu (R2) (R1) Pengawet 1 hari (R0) Asam Benzoat (P1) Asam Propionat (P2)
Rata-rata
X 5,8
Y 6,8
X 0,05
5,8
15,5 0,05
5,8
10,2 0,05
Y X 0,08 0,04
Y 0,05
X 2,2
Y 0,29
1,2 0,04 0,03
2,2
0,38
2,2
0,33
1
tidak terurai dan ketika pH mencapai nilai 6, terdapat 6,7% molekul yang terurai. Aktivitas asam benzoat pada saat pH 4 hanya terdapat 60% molekul tidak terurai dan ketika pH 6 hanya terdapat 1,5% molekul tidak terurai. Supardi dan Sukamto (1999) menyatakan bahwa mekanisme kerja asam sebagai pengawet berdasarkan pada permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul asam yang tidak terurai, sehingga di dalam sel banyak terdapat ion hidrogen (H+) yang menyebabkan pH sel menjadi rendah dan dapat merusak organ sel mikroba. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Penggunaan asam benzoat dan asam propionat pada aplikasi edible film protein whey tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah Coliform dan Escherichia coli, keju Gouda. 2. Pada pemeraman 0 minggu, asam benzoat lebih efektif menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut dibandingkan dengan asam propionat. Pada pemeraman 2 minggu dan 4 minggu, terjadi penurunan jumlah
0,04 0,04
mikroorganisme tersebut pada penggunaan asam benzoat dan asam propionat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Mikrobiologi Susu dan Starter Yogurt. www.manglayang blogsome.com/2006/05/25/pengol ahan-susu-mengenal-yogurtbagian-2. Tanggal Akses : 29 September 2007. Belitz, H. D and W, Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Springer. Berlin. Brown, M. H., and I. R. Booth. 1991. Acidulants and low pH. In Beales, N. 2004. Adaptation of microorganism to cold temperatures, weak acid preservatives, low pH, and osmotic strees: A review compre. Reviews in food Sci and Food Safety, Vol. 3: 1-15. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Cagri, A., Z, Ustunol, and E. T. Ryser. 2003. Antimicrobial edible films and coatings. J. Food Prot, Vol. 67(4): 833-848. Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta. Cuppett, S.L. 1994. Edible Coating as carriers of food additives, 60
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 51-61 ISSN : 1978 - 0303
fungicides and natural antagonist. In Krochta, J. M, Baldwin, E., Nisperos-Carriedo, M. O. 1994. Edible coating and films to improve food quality. Technomic Publishing. Co. Inc. Basel. Switzerland. Daulay, D., 1991. Buku Monograf Fermentasi Keju. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hitchins, A. D, P., W. Fenny, S. R. Dwatkins, Rippey and L. A. Chandler. 1995. Escherichia coli and The Coliform Bacteria. Pp. 4.01-4.26. In. Bacteriological Analytical th
Manual, 8 ed. AOAC (ed). Gaithersburg. Jay, M. J. 1999. Modern Food nd
Microbiology. 2 Edition. Detroit. Michigan. Khosrowshasi, A., Madadlou, A., Mousavi, M. E. Z., and EmamDjomeh, Z. 2006. Monitoring the chemical and textural changes during ripening of Iranian whithe cheese made with different concentrations of stater. Journal Dairy Science, Vol. 89: 3318-332. Lin, D and Krochta, M. J. 2005. Whey protein coating efficiency on surfactantmodified hydrophobic surfaces. University of California. Davis. J. Agric. Food Chem Vol. 53, Halaman 5018-5023
Vol. 4, No. 2
Marshall, R. T. 1993. Standard Methods For The Examination of Dairy Products. American Public Health Association. Washington, DC. Mc Hugh, T. H and J. M. Krochta. 1994. Water vapour permeability properties of edible whey protein lipid emulsion, J. Am. Oil Chem. Soc, Vol. 71: 307-312. Robinson, R.K. 1990. Dairy Microbiology. Elsevier Applied Science. London and New York Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Srbinovska, S., Cizbanovski, T., Dzabirski, V., Andonov, S., and Palasevski, B. 2001. Dynamic of salt diffusion and yield of three types of goat s milk cheese. Mljekarstvo Vol. 51, No. 1, Halaman 15-26 Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung. Turkoglu H. and Z.G. Ceylan and K.S. Dayisoylu, 2003. Chemical quality of orgu cheese produced in turkey. Pakistan J. of nutrition 2(2):9294. Walstra, P., T. J. Geurts, A. Noomen, A. Jellema, and M. A. J. S. van Boekel. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Procces. Marcel Dekker, Inc. New York.
61