PENGARUH APLIKASI MADU TERHADAP NILAI Thiobarbituric Acid (TBA) DAN Total Plate Count (TPC) DANGKE YANG DISIMPAN PADA SUHU DINGIN
SKRIPSI
Oleh : SUHAEDI I 411 08 251
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i
PENGARUH APLIKASI MADU TERHADAP NILAI Thiobarbituric Acid (TBA) DAN Total Plate Count (TPC) DANGKE YANG DISIMPAN PADA SUHU DINGIN
SKRIPSI
Oleh :
SUHAEDI I 411 08 251
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ii
PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
SUHAEDI
NIM
:
I 411 08 251
Program Studi
:
TEKNOLOGI HASIL TERNAK
Jurusan
:
PRODUKSI TERNAK
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, 14 Agustus 2015
SUHAEDI
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pengaruh Aplikasi Madu terhadap Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) dan Total Plate Count (TPC) Dangke yang Disimpan pada Suhu Dingin
Nama
: Suhaedi
NIM
: I411 08 251
Program Studi
: Teknologi Hasil Ternak
Jurusan
: Produksi Ternak
Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt., M.Si Pembimbing Utama
Endah Murpiningrum, S.Pt.,MP Pembimbing Anggota
Diketahui oleh :
Prof. Dr. Ir. H. SudirmanBaco, M.Sc Dekan Fakultas Peternakan
Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt Ketua Jurusan Produksi Ternak
Tanggal Lulus : 05 Agustus 2015
iv
SUHAEDI (I41108251). Pengaruh Aplikasi Madu terhadap Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) dan Total Plate Count (TPC) Dangke yang Disimpan pada Suhu Dingin. Dibawah bimbingan Wahniyathi Hatta selaku Pembimbing Utama dan Endah Murpiningrum selaku Pembimbing Anggota.
RINGKASAN Dangke merupakan produk olahan susu asal kabupaten Enrekang, Sulawesai Selatan yang dibuat dengan menambahkan koagulan berupa enzim papain yang berasal dari getah papaya. Dangke merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan, oleh karena itu upaya yang dapat ditempuh untuk mempertahankan kualitas atau daya simpan dangke adalah dengan menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan proses oksidasi. Salah satu cara menekan kerusakan tersebut adalah dengan menambahkan bahan pengawet alami dari madu lebah (50%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap nilai TBA dan TPC dangke yang disimpan pada suhu dingin (5oC). Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 3 perlakuan yaitu Kontrol, Madu A dan Madu B yang diulang sebanyak 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Madu B berpengaruh nyata terhadap nilai TBA, sedangkan pemberian madu tidak berpengaruh terhadap nilai TPC dangke yang disimpan pada suhu dingin. Kata Kunci: Dangke, Madu, Antioksidan, Antibakteri.
v
SUHAEDI (I 411 08 251). The Influence of The Application of Acid on The Honey Thiobarbituric (TBA) and Total Plate Count (TPC) Dangke That are Kept on a Cool Temperature. Under Wahniyathi Hatta as Main Supervisor and Endah Murpiningrum as Co-supervisor.
ABSTRACT Dangke are the products of processed milk kabupaten enrekang origin, south sulawesai made by adding koagulan in the form of enzyme papain derived from the sap pawpaw. Dangke food is the product that is easily damaged, because of that effort that could be pursued to maintain the quality or power of dangke save is by reducing or hinder the growth of microorganisms and oxidation. One way to reduce such flaws would is by adding the natural preservative of a honey bee (50%). The purpose of this research is to know the influence of the provision of honey on the perceived value of TBA and TPC dangke that are kept on a cool temperature (5oC). The research was done in experimental design by using Completely Randomized Design (RAL) with control treatment, honey honey A and B that is repeated as much as 4 times. The research results show that the provision of honey B had have real impact on the value of TBA. The provision of honey will not affect the value of TPC dangke that are kept on the temperature. Keyword : Dangke, Honey, Antioxidant, Antibacterial
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdullillah Wasshalatu Wassalam ‘ala Rasulillah ‘ammaba’adu, Sepatutnyalah kita memuji dan bersyukur atas nikmat yang Allah Subuhanahu Wata’ala berikan yang begitu banyak sehingga kita tidak mampu menghitungnya (An-Nahl: 18). Apabila seluruh tumbuhan yang ada di bumi dijadikan pena dan air laut sebagai tintanya untuk menulis nikmat Allah dan setelah habis ditambah lagi dengan yang sebanyak itu, maka tidak akan cukup untuk menghitung nikmat yang diberikan kepada kita. Salah satu nikmat terbesarnya adalah kita masih tetap berada pada ketaatan kepadanya, menjalangkan perintahnya dan menjauhi larangannya. Salawat serta Salam kepada Rasulullah Sallalahu ‘alaihi Wasallam manusia yang dijamin syurga, tetapi kita masih saja disyariatkan mendoakan keselamatan kepada beliau. Sebagaimana sebagian saudara kita mempertanyakan “kenapa kita harus bersalawat sedangkan Beliau sudah dijamin keselamatan” maka jawabannya, karna salawat kepada Rasulullah merupakan salah satu bentuk Ibadah (Al-Ahzab:56) yang dengannya bisa menambah timbangan kebaikan kita di akhirat kelak serta merupakan salah satu bentuk kecintaan kita kepada Beliau sehingga tidak ragu dengan apa yang disampaikannya. Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Azza Wajalla karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Pengaruh Aplikasi Madu terhadap Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) dan Total Plate Count (TPC) vii
Dangke yang Disimpan pada Suhu Dingin” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir (skripsi) pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, jurusan Produksi Ternak di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Meskipun banyak kekurangan dan keterbatasan dalam Penelitian ini, penulis berharap semoga Skripsi ini bisa bermanfaat dan ilmu yang kami peroleh bisa bernilai ibadah. Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyusunan tugas akhir ini, alhamdulillah berkat Rahmat Allah Azza Wajalla dengan perantara berbagai pihak terutama kedua orang tua saya Saparuddin Dg. Tompo dan Halina Dg. Sinja yang telah memberikan dorongan do’a, motivasi, dan bantuan moril yang tidak mungkin kami balas. Kepada adik-adikku
Nirwana, Nurhikmah dan Sari
Wahyuni, semoga Arrahman merahmati keluarga kami dan semua keluarga besar kami. Alhamdulillah dengan disertai kesabaran, motivasi dan doa sehingga kesulitan serta hambatan dapat dilewati oleh penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih “Jazakumullahu khaer wa barakallahu fiik” kepada : 1. Kepada Ibu Dr. Wahniyathy Hatta, S.Pt.,M.Si selaku pembimbing utama atas segala waktu dan bimbingannya selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini. Semoga pengorbanan beliau dalam membimbing kami dibalas dengan yang lebih baik oleh Allah Subhanahu Wata’ala. 2. Kepada Ibu Endah Murpiningrum S.Pt.,M.P selaku Pensehat Akademik sekaligus pembimbing anggota selama penelitian serta panitia Seminar Hasil Penelitian yang telah bersabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing
viii
kami selama kuliah, memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis, semoga Allah merahmati beliau. 3. Kepada Prof. Dr. Ir. Effendi Abustam, M.Sc. selaku Panitia Ujian Akhir Sarjana dan kepada Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP., selaku Panitia Seminar Usulan Penelitian. 4. Kepada Ibu Ir. Rochmiyatul Islamiyati, MP., terima kasih atas dukungan dan motivasinya untuk kami agar segera selasai. Semoga kebaikan beliau dibalas oleh Allah Azzawajalla dengan yang lebih baik. 5. Kepada Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas, Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.pt selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak dan Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt.,MP selaku ketua Prodi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 6. Kepada Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang,M.Sc., drh. Farida Nur Yuliati,M.si dan Dr. Fatma Maruddin S.Pt.,M.P. selaku dosen penguji. 7. Semua Staff (Civitas akademika) Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, semoga usahanya dalam bersabar melayani mahasiswa menjadi pemberat timbangan di hari kemudian. 8. Penulis tidak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada Ikhwan (saudarasaudaraku seiman) Pengurus LDK MPM Unhas, LD An-Nahl, penghuni Mesjin Kampus Unhas, dan mesjid Al Mubarak. Kepada senior-senior yang telah membimbing kami, kapada saudara seperjuangan Mujahid 08, terutama Muhammad Ichsan Syam, Juanaedi, dan adek-adek pengurus Mushollah Amril, Teguh, Imam, Hamri, Sabil, Syarifuddin, Syamsul, Endah Prastyo, Erwin,
ix
Haidir, dan semua yang tidak sempat saya sebut satu-persatu tetap semagat dalam berjuang. Terima kasih atas kelembutan ukhuwah yang tidak akan terlupakan dan tidak akan kami dapatkan di tempat lain semoga kita di pertemukan di Syurga kelak insya Allah. Spesial Kanda Maknun (Murobbi pertama kami) terima kasih banyak atas bimbinganya serta motivasinya. Kami ucapkan “Jazakumullahu khaer wa barakallahu fiik”. 9. Teman-teman Bakteri 08 yang lebih dahalu meninggalkan kami serta untuk Kakanda /senior-senior k’ Daus, k’ Bair, serta Adinda /junior-junior selamat berjuang, jaga ahlak terutama untuk orang tua kita (Dosen-dosen) yang senantiasa bersabar memberikan ilmunya serta jaga ahlak terhadap saudarasaudaramu seperjuangan. 10. Untuk semuanya yang tidak sempat kami sebut, terima kasih atas do’a, motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian Skripsi ini Semoga Allah Arrahman membalas kebaikannya, merahmati Kalian semua dan dimudahkan dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah. Akhirnya Penulis berharap semoga Penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Kritikan dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini senantiasa kami harapkan, karna kami sadar banyak kekurangan dalam penelitian ini. Semoga kita senantiasa dalam Rahmat dan Hidayah Allah di segala aktifitas keseharian kita, Amin. Wa Salamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Makassar, 14 Agustus 2015
Suhaedi x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............. ............................................................................
xi
DAFTAR TABEL .... .............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR GRAFIK
.............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv
PENDAHULUAN ..... .............................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Dangke .................................................................... Tinjauan Umum Madu ....................................................................... Madu Sebagai Antibakteri dan Antioksidan ...................................... Masa Simpan Dangke................... .....................................................
3 7 11 14
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... Materi Penelitian ............................................................................. Metode Penelitian ............................................................................ Prosedur Penelitian ............................................................................ Parameter yang Diamati ..................................................................... Analisa Data ......... .............................................................................
17 17 18 18 19 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) ...................................................... Perhitungan Total Plate Count (TPC) ...............................................
23 26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................. ..................................................................... Saran ............................ .....................................................................
30 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
31
LAMPIRAN ............... .............................................................................
34
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Komposisi kimia dangke ...............................................................
5
2. Komposisi rata-rata madu ................................................................
9
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1. Diagram alir pengolahan dangke oleh masyarakat ..………………
4
2. Diagram alir prosedur penelitian ………..…….………..…….……
21
xiii
DAFTAR GRAFIK Nomor
Halaman Teks
1. Nilai TBA dangke (mg malonaldehida) yang diberi perlakuan madu selama penyimpanan lima hari dalam refrigerator.................
23
2. Nilai TPC dangke (log cfu/gr) yang diberi perlakuan madu selama penyimpanan lima hari dalam refrigerator.................
26
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman Teks
1. Analisis Ragam Uji TBA .…………………..…………...……
34
……………………...…….…………
36
…………………
37
4. Proses perendaman dan penirisan dangke ............………………
38
5. Dokumentasi uji TBA
……………………..…………………
39
6. Dokumentasi uji TPC
……………………..…………………
41
2. Analisis Ragam Uji TPC
3. Jenis Madu yang digunakan dalam penelitian
xv
PENDAHULUAN Susu merupakan produk utama di bidang peternakan yang sangat dibutuhkan sebagai sumber gizi untuk manusia. Susu dan produk olahannya merupakan pangan yang memiliki keunggulan dibandingkan bahan pangan lain karena kandungan gizi yang tinggi, seperti protein, lemak, mineral dan vitamin. Kandungan gizinya yang tinggi menyebabkan susu dan produk olahannya mudah mengalami kerusakan baik oleh bakteri maupun proses oksidasi. Dangke merupakan produk olahan susu asal kabupaten Enrekang, Sulawesai Selatan. Dangke dibuat dengan cara menambahkan koagulan berupa enzim papain yang berasal dari getah pepaya. Produk ini merupakan olahan susu yang mudah mengalami kerusakan, oleh karena itu upaya yang ditempuh untuk mempertahankan kualitas atau daya simpan dangke adalah dengan menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan proses oksidasi. Salah satu cara untuk memperlambat kerusakan pada dangke adalah dengan menambahkan bahan pengawet alami berupa madu lebah yang berfungsi sebagai senyawa antibakteri dan antioksidan. Kemampuannya sebagai antibakteri dapat dilihat dari nilai Total Plate Count (TPC), sedangkan untuk melihat kemampuannya sebagai antioksidan dapat dilihat dari nilai Thiobarbituric Acid (TBA). Secara tradisional madu merupakan salah satu jenis obat yang sering digunakan sebagai antiseptik untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, madu juga dapat menjadi antioksidan karena selain mengandung mineral juga mengandung vitamin. Penggunaan suhu dingin dapat menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksi reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat 1
merusak kandungan gizi bahan pangan. Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba. Hal inilah yang melatar belakangi penelitian ini dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menjelaskan pengaruh penambahan madu terhadap TPC dangke yang disimpan pada suhu dingin selama lima hari. 2. Mengetahui pengaruh penambahan madu terhadap nilai TBA dangke yang disimpan pada suhu dingin selama lima hari. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi terhadap penggunaan madu sebagai pengawet dangke yang disimpan pada suhu dingin selama lima hari.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Dangke Dangke merupakan produk olahan susu sapi atau kerbau yang dibuat secara tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Daerah yang terkenal sebagai penghasil dangke di Sulawesi Selatan adalah kabupaten Enrekang, meliputi kecamatan Baraka, Anggeraja dan Alla’ (Marzoeki dkk., 1978). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dangke telah dikenal sejak tahun 1905. Nama dangke diduga berasal dari bahasa Belanda, yaitu “dangk u well” yang artinya terima kasih, yang diucapkan orang Belanda ketika mengkonsumsi produk olahan susu tersebut. Kata “dangk u well” inilah asal nama dangke untuk produk olahan susu rakyat kabupaten Enrekang tersebut. Dangke adalah produk semacam keju tanpa pemeraman dan tidak dikoagulasi menggunakan rennet melainkan dengan enzim papain (getah pepaya). Dangke yang diproduksi umumnya dikonsumsi sebagai lauk pauk. Dangke asli berwarna putih dan bersifat elastis sedangkan dangke campuran (palsu) warnanya agak kuning kusam dan tidak elastis (Marzoeki dkk., 1978). Bagian susu yang menjadi dangke relatif sedikit, jumlahnya berkisar antara 10 – 15 %, tergantung pada kualitas susu yang meliputi kadar bahan kering. Sisanya sebanyak 85 - 90 % adalah whey. Dangke diolah dari susu sapi atau susu kerbau yang dipanaskan dengan api kecil sampai hampir mendidih, kemudian ditambahkan koagulan berupa getah pepaya (enzim papain) sehingga terjadi penggumpalan, dan terkadang juga ditambahkan garam. Setelah terjadi pemisahan antara gumpalan dan cairan 3
berwarna kuning, gumpalan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari tempurung kelapa (bagian ujungnya dilubangi untuk jalan keluar cairan) sambil ditekan-tekan supaya cairan terpisah (Marzoeki dkk., 1978). Biasanya jika menggunakan konsetrasi papain (getah buah pepaya muda ditambah air) kurang lebih setengah sendok makan untuk lima liter susu, dapat dihasilkan 4 buah dangke. Dangke yang masih dalam keadaan panas kemudian dibungkus dengan daun pisang. Proses pembuatan dangke dapat dilihat pada Gambar 1. Susu segar
Dipanaskan suhu 70-75oC Koagulan (getah pepaya) Disaring Whey Dangke
Dikemas
Dipasarkan Gambar 1. Diagram alir pengolahan dangke oleh masyarakat (Marzoeki dkk., 1978).
4
Dangke merupakan bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi, komposisi kimia dangke dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia dangke bahan baku susu sapi kabupaten Enrekang Komposisi Kimia (%) Rataan Kadar Air
55,0
Kadar Abu
2,1
Kadar Lemak
14,8
Kadar Protein
23,8
Sumber
: Hatta (2013)
Syamsiah (2014) mengatakan bahwa dalam proses pembuatan dangke, enzim papain berperan sebagai biokatalisator, dalam artian bahwa enzim papain dapat mempercepat kerja enzim pada penggumpalan susu setelah ditambahkan sedikit demi sedikit pada suhu tertentu. Enzim papain diperoleh dari pepaya (Carica papaya L.) berupa cairan getah yang banyak terdapat pada buah yang muda, tangkai daun, dan batang muda. Getah pepaya mengandung enzim papain (papayatum), yaitu enzim proteinase sulfuhidril yang berfungsi mengkatalisis reaksi-reaksi biologik, seperti mengempukkan daging dan mengumpulkan protein susu. Muchadi dalam Kasmiati (2001) mengemukakan bahwa enzim papain stabil pada suhu mencapai 750 C, begitu pula kimopapain hingga mencapai suhu 75o C. Kalie (1999) mengemukakan bahwa papain adalah salah satu enzim proteolitik yang terdapat dalam papain kasar. Kandungannya dapat mencapai 50% dari berat kering getah. Seluruh bagian tanaman kecuali biji dan akar mengandung enzim, buah merupakan penghasil getah yang paling banyak. Papain kasar adalah getah pepaya yang telah dikeringkan, dihaluskan berbentuk tepung. Bahan dari tepung getah pepaya kering ini sesungguhnya
5
mengandung empat macam enzim proteolitik yakni papain, chimopapain A, chimopapain B, dan papain peptidase A. Keempat jenis enzim proteolitik tersebut biasanya disebut sebagai papain atau papain kasar. Papain murni adalah hasil pemisahan dan pemurnian papain menjadi keempat enzim proteolitik tersebut (Kalie, 1990). Penggunaan papain banyak dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain sebagai penggumpal susu. Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah papain yang telah dimurnikan maupun yang masih kasar (Winarno, 1993). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa penggumpalan susu merupakan perubahan struktur protein dalam susu yang dipengaruhi oleh panas, penyinaran, pH, mikroorganisme dan lain-lain. Pada getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut – turut 10 % dan 45%. Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya kering itu antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, phenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein. Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman papaya. kecuali biji dan akar. Buah merupakan bagian tanaman yang menghasilkan getah paling banyak (Kalie, 1999). Berdasarkan penelitian Gunawan (1991) pengaruh penggunaan garam dan kemasan terhadap daya simpan dali, produk olahan susu tradisional masyarakat
6
Sumatera Utara yang memiliki karakteristik produk yang hampir sama dengan dangke di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa penggaraman dengan larutan garam jenuh perbandingan 1:1 mampu mempertahankan daya simpan sampai hari keenam. Menurut Mustikawati (2001) bahwa sifat fisik dangke yang menggunakan penggumpal getah pepaya antara lain; warnanya putih, teksturnya keras (padat) dan elastis, cita rasa dan aromanya khas susu dan tidak pahit. Menurut Marzoeki (1978) bahwa dangke asli dapat dibedakan dengan dangke yang telah dicampur dengan tepung atau dipalsukan antara lain dangke asli elastis dan berwarna putih sedangkan dangke campuran tidak elastis dan warnanya agak kekuningan. Tinjauan Umum Madu Menurut Anonim (2006) dalam Raharjo (2010) madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Madu merupakan hasil sekresi lebah tetapi tidak berarti kotoran lebah, karena madu ditempatkan dalam bagian khusus di perut lebah yang disebut perut madu yang terpisah dari perut besar. Nektar yang dihisap mengandung 60% air sehingga lebah harus menurunkan menjadi atau lebih rendah lagi untuk membuat madu. Penurunan kadar air ini melalui proses fisika dan kimia. Proses fisika penurunan kadar air mulai terjadi saat lebah menjulurkan lidahnya (proboscis) untuk memindahkan madu dari perut madu ke sarang lebah. Di sarang, kadar air terus diturunkan melalui putaran sayap-sayap lebah yang menyirkulasikan hawa hangat ke dalam sarang lebah. Sedangkan proses kimianya
7
terjadi di dalam perut lebah dimana enzim invertase mengubah sukrosa (disakarida) menjadi glukosa
dan fruktosa
yang keduanya
merupakan
monosakarida. Pada madu murni kandungan glukosa agak dominan (Anonim, 2006 dalam Raharjo, 2010). Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Madu bermanfaat sebagai makanan kesehatan yang dapat meningkatkan stamina tubuh sebagai energi seketika. Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai pengganti gula atau suplementasi nutrisi. Madu juga mengandung hidrogen peroksida yang dapat membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam luka seperti; luka bakar, luka infeksi, luka setelah operasi dan lain-lain Anonim (2008) dalam Raharjo (2010). Kualitas madu ditentukan kadar air, gula serta hidroksimetilfulfurat (HMF). Berdasarkan, Standar Nasional Indonesia (SNI) Madu No 01-2545 Tahun 1994, bahwa kadar air yang terkandung dalam madu maksimal 22 %, sedangkan standar FAO (organisasi pangan dan pertanian PBB) standarnya 20 %. Madu yang mengandung kadar air tinggi akan cepat rusak karena sangat mudah melakukan fermentasi. Madu adalah suatu bahan yang bersifat hidroskopik yaitu, bahan yang mudah menyerap air. Jika madu dibiarkan terbuka, maka madu akan mengambil air dari udara sehingga madu harus disimpan di tempat tertutup, dengan begitu madu tidak cepat rusak. Madu yang berkualitas tinggi juga harus mengandung gula sukrosa yang tak terlalu tinggi. Kadar sukrosa pada madu berdasarkan standar SNI, tak boleh lebih dari 10 %. Kadar sukrosa pada madu terjadi akibat madu dipanen muda atau dimasak begitu dipanen. Hal itu
8
mengakibatkan enzim invertase yang ada pada madu mati. Padahal, enzim invertase adalah ebzim yang berfungsi untuk mengubah gula rantai panjang menjadi monosakarida (Anonim, 2015)a. Komposisi yang terdapat pada madu bervariasi berdasarkan jenis tanaman yang digunakan oleh lebah, tetapi kandungan utamanya sama pada semua madu. Komposisi rata-rata pada madu ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi rata-rata madu (data dikumpulkan dari 490 sampel madu di Amerika) Kompenen Rata-rata Air
17,2
Fruktosa
38,19
Glukosa
31,28
Sukrosa
1,31
Disakarida, maltosa
7,31
Gula Tinggi
1,5
Asam bebas glukonat
0,43
Lakton sebagai Glukonolakton
0,14
Asam Glukonat
0,57
Abu
0,1
Nitrogen
0,0
Sumber : White (1962) dalam Jeffrey (1996)
Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana. Rata-rata komposisi madu adalah air (17,1%), karbohidrat total (82,4%), protein, asam amino, vitamin, dan mineral (0,5%). Karbohidrat tersebut utamanya terdiri dari 38,5% fruktosa dan 31% glukosa. Sisanya, 12,9% karbohidrat yang terbuat dari maltose, sukrosa, dan gula lain Anonim (2006) dalam Raharjo (2010). Kandungan mineral dan vitamin madu sangat rendah yaitu 0,02 % dari beratnya dan memberikan konsumsi nutrisi
9
yang tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi manusia. Mineral yang terkandung dalam madu antara lain seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin C, B1, B2, B3, dan B6 (Winarno, 1984). Lebih dari 95% padatan pada madu adalah karbohidrat, dan teknik analisis sensitif dan separasi menyatakan bahwa madu menjadi campuran tinggi gula yang kompleks, dan sebagian besar dapat dicerna dalam usus kecil. Pada Tabel 2, kandungan yang dapat diidentifikasi pada madu antara lain, isomaltose, nigerose, turanose, maltulose, kojibiose, alpha beta-trehalose, gentiobiose, laminaribiose; maltotriose, 1-kestoe, panose, isomaltosyl glucose, erlose, isomaltosyltriose, theanderose, centose, isopanose, isomaltosyltetraose, dan isomaltosylpentaose Siddique (1968) dalam Jeffrey (1996). Beberapa gula-gula tersebut tidak ditemukan pada nektar tetapi dibentuk selama pematangan dan efek penyimpanan enzim lebah dan keasaman madu. Asam utama yang ditemukan pada madu adalah asam glukonat. Ini ada pada semua madu yang dihasilkan dari aktivitas glukosa oksidase yang ditambahkan lebah saat pematangan dan kegiatan bakteri (Ruiz, 1973) dalam (Jeffrey, 1996). Madu memiliki pH antara 3,2 - 4,5. Madu juga mengandung sejumlah asam amino, prolin, fenilalanin dan asam aspartat dengan konsentrasi tidak lebih dari 200 ppm (Molan, 1992 dalam Jeffrey, 1996).
10
Madu Sebagai Antibakteri dan Antioksidan Menurut Taormina dkk. (2001), madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu yang diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut. Selain itu, madu juga dapat menghambat kerusakan daging kalkun kemas yang telah dilakukan oleh Antony dkk. (2006), Dengan menambahkan madu dalam konsentrasi tertentu, potongan daging kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama daripada potongan daging kalkun kemas tanpa penambahan madu. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa madu dapat mencegah oksidasi lemak pada daging (Antony dkk., 2000). Aktivitas antibakteri yang dimiliki madu disebabkan karena beberapa hal. Menurut Molan (1992) dalam Jeffrey (1996) diantaranya adalah efek osmotik, keasaman, hidrogen peroksida dan faktor fitokimia. Madu adalah larutan gula yang kental atau super kental. Interaksi yang kuat antara molekul gula dengan molekul air meninggalkan molekul air yang sangat sedikit yang tersedia bagi mikroorganisme. Air bebas ini terukur sebagai aktivitas air. Nilai aktivitas air madu adalah sekitar 0,56-0,62. Aktivitas air madu terlalu rendah untuk mendukung pertumbuhan banyak spesies. Sehingga apabila dijadikan sebagai pengawet pada daging, maka mikroba akan kesulitan untuk tumbuh. Madu memiliki karakter yang cukup asam (pH 3,2-4,5), yang mana ini cukup rendah untuk menjadi penghambat bakteri. Hal ini terjadi pada madu yang masih kental atau belum diencerkan.
11
Aktivitas antibakteri utama pada madu adalah hidrogen peroksida yang dihasilkan secara enzimatis pada madu. Enzim glukosa oksidase dikeluarkan dari kelenjar hipofaring lebah ke dalam nektar untuk membantu pembentukan madu dari nektar. Hidrogen peroksida dikenal sebagai zat penghambat. Reaksi ini berlangsung sesaat, tetapi dalam jumlah kecil terus terbentuk hingga madu matang. Bila madu bereaksi kembali dengan air maka produksi hidrogen peroksida akan meningkat lagi. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu sekitar 1 mmol/liter, 100 kali lebih kecil jumlahnya dari pada larutan hidrogen peroksida 3% yang biasa dipakai sebagai zat antiseptik. Meski konsentrasinya lebih kecil, efektifitasnya tetap baik sebagai pembunuh kuman (Suranto, 2007). Hidrogen peroksida dan keasaman dihasilkan dari reaksi : Glukosa + H 2O + O2 → asam glukonat + H2O2. Beberapa senyawa fitokimia diduga juga berperan pada aktivitas antimikroba madu. Beberapa kandungan kimia dengan aktivitas antibakteri telah diidentifikasi pada madu, antara lain : pinocembrin, terpenes, benzyl alcohol, 3,5dimethoxy-4-hydroxybenzoic acid (syringic acid), methyl 3,5 dimethoxy-4hydroxybenzoate (methyl syringate), 3,4,5-trimethoxybenzoic acid, 2-hydroxy-3phenylpropionic acid, 2-hydroxybenoic acid dan 1,4-dihydroxybenzene. Tetapi jumlah senyawa fitokimia tersebut dalam madu juga kecil, sehingga pengaruh terhadap aktivitasnya juga kecil. Keempat
aktivitas
antibakteri
madu
tersebut
berperan
dalam
mempertahankan kualitas daging yang diawetkan menggunakan madu. Madu memiliki pH rendah, senyawa fitokimia dan hidrogen peroksida serta senyawa
12
fenol yang berfungsi sebagai antibakteri (Mundo dkk, 2004). Kombinasi antara komponen tersebut dapat mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba, sehingga akan menurunkan komponen basa nitrogen dalam daging dan basa-basa nitrogen lain yang merupakan hasil kerja bakteri dan enzim autolitik selama proses pembusukan. Seorang ilmuwan dari Universitas Illinois di Urbana, Amerika Serikat, menulis dalam Journal of Apicultural Research bahwa khasiat masing-masing madu bisa saja berbeda, namun semua jenis madu pasti mengandung antioksidan, seperti vitamin E dan vitamin C. Setiap antioksidan tersebut mempunyai kadar yang sama (Anonim, 2006 dalam Rahardjo, 2010). Dewi dan Susanto (2013) melakukan penelitian berkaitan penggunaan madu dan hasil analisis menunjukkan aktivitas antioksidan lempok pisang berkisar antara 20 - 35 %. Aktivitas antioksidan lempok pisang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan madu. Semakin tinggi konsentrasi penambahan madu maka semakin tinggi aktivitas antioksidan lempok pisang. Penambahan konsentrasi madu 8% memberikan aktivitas antioksidan lempok pisang terendah sebesar 20,86% pada jenis pisang ambon, sedangkan penambahan konsentrasi madu 12% memberikan aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 35,26% pada jenis pisang kepok. Semakin tinggi penambahan konsentrasi madu, maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Kandungan nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin C, B3, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid, vitamin A dan vitamin E (Hariyati, 2006), dengan demikian pada madu terdapat
13
banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan. Madu yang digunakan mengandung bee pollen (serbuk sari bunga jantan yang diambil oleh lebah yang digunakan sebagai makanan pokok lebah madu). Sumber nutrisi dalam bee pollen antara lain hidrat arang, kalsium, magnesium, mangan, potasium, seng, riboflavin, tiamin, vitamin A, B, C, D, E, dan asam lemak tak jenuh yang berbeda-beda (Hariyati, 2006). Masa Simpan Dangke Pertumbuhan mikroba pada dangke dipengaruhi oleh faktor seperti kadar air, potensial redoks, kondisi aerob dan anaerob, pH, dan kadar garam. Kontaminasi bakteri pada produk keju dapat terjadi selama pengolahan dan penanganan pasca pengolahan jika praktek sanitasi tidak berjalan dengan baik (Boor dan Fromm, 2006). Laju pertubuhan mikroorganisme maksimum pada temperatur optimum pertumbuhan. Jika temperatur diturunkan, aktifitas mikroorganisme yang terkait dengan pertumbuhan secara perlahan turun. Biasanya waktu generasi, dalam kisaran tertentu, menjadi berlipat dua untuk setiap penurunan temperatur 10 o C sehingga untuk spesies yang membelah setiap 60 menit pada pangan. Pada suhu 22o C akan membutuhkan waktu 120 menit jika temperatur diturunkan pada 12 o C. Pada kisaran yang sedikit, waktu generasi bahkan dapat lebih tinggi dari kelipatan dua. Sebagai contoh, jika temperatur diturunkan dari 12 o C ke 2o C dan spesies dapat tumbuh pada suhu 2o C, waktu generasi untuk spesies tersebut dapat melebihi 240 menit (Ray, 2005).
14
Tanan (2003) menyatakan bahwa penyimpanan dangke susu rekonstitusi pada suhu kamar (20-30o C) hanya dapat bertahan hingga 2 hari penyimpanan. Pada hari ketiga, penurunan kualitas mulai terlihat yang ditandai dengan warna mulai kekuningan, bau mulai busuk dan konsistensi lembek. Sebaliknya pada penyimpanan suhu dingin (4-8o C), kualitas dangke masih dapat diterima hingga hari terakhir penyimpanan (hari ke-5). Selain itu, penyimpanan dangke pada suhu dingin juga dapat menekan pertumbuhan bakteri total. Dengan demikian penyimpanan suhu dingin dapat meningkatkan masa simpan dangke susu sapi. Arni (1993) menyatakan bahwa dangke, yang disimpan pada suhu dingin (5-10o C) dengan penambahan asam sorbat 0,15%, masih layak dikonsumsi pada minggu ke 6, sedangkan untuk produk dangke tanpa penambahan asam sorbat mempunyai daya simpan sampai 21 hari saja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dangke yang disimpan pada suhu dingin memiliki pH yang lebih tinggi (6,21) dibandingkan dengan dangke yang disimpan pada suhu kamar (5,85) dan semakin lama disimpan, pH dangke semakin turun. Nilai pH dangke yang ditambahkan asam sorbat lebih rendah (5,85) dibandingkan dangke tanpa penambahan asam sorbat (6,21). Kerusakan lemak bahan pangan terutama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi yaitu reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan ransiditas oksidatif lemak dan menghasilkan aldehida, asam-asam lemak bebas dan keton yang selanjutnya menyebabkan bau. Terjadinya otooksidasi lemak tergantung pada ada tidaknya oksigen dan kontak daging dengan oksigen Winarno (1984).
15
Hasil oksidasi lemak dalam bahan makanan bukan hanya menimbulkan bau dan rasa tengik, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin terutama karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial dalam lemak (Ketaren, 1986). Lebih lanjut Kochhar (1996) dalam Matitaputty dan Suryana (2010) mengatakan bahwa proses oksidasi lipida terjadi melalui mekanisme radikal bebas, reaksi ini diawali dengan pelepasan sebuah atom H yang labil pada lemak dan menghasilkan radikal-radikal bebas lainnya. Reaksi ini dapat disebut sebagai reaksi otooksidasi. Mekanisme oksidasi lipida secara otooksidasi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap, yakni inisiasi, propagasi, dan terminasi. Reaksi otooksidasi ini terjadi antara lipida dengan adanya oksigen singlet. Secara umum, penyebab utama penurunan kualitas pangan adalah karena perubahan komponen lemak melalui proses oksidasi lemak atau reaksi hidrolitik Hamilton (1983) dalam Matitaputty dan Suryana (2010), baik secara enzimatik dari pangan/mikroorganisme atau melalui penyerapan atau kontaminasi dengan bahan lain Shahidi (1998) dalam Matitaputty dan Suryana (2010), maupun nonenzimatik browning dan fotokatalisis Gray dan Pearson (1994) dalam Matitaputty dan Suryana (2010). Mottram (1991) dalam Matitaputty dan Suryana (2010) menyebutkan bahwa lipida menghasilkan senyawa-senyawa volatil yang memberikan sensasi flavor karakteristik dari setiap spesies ternak yang berbeda.
16
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Maret sampai April 2015 untuk persiapan larutan madu dan aplikasi madu pada dangke sampai pada proses penyimpanan dan pengujian parameter dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar. Lokasi pengambilan dangke di kecamatan Cendana, kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Materi Penelitian Alat Alat yang digunakan dalam proses pembuatan dangke adalah pisau, panci stainless stell, baskom, cetakan tempurung kelapa dan lemari es. Pengujian nilai Thiobarbituric Acid (TBA) menggunakan spektrofotometer, blender, waterbath, timbangan analitik, tabung destilasi, pipet ukur, tabung reaksi, gelas ukur (100 ml), dan pemanas. Perhitungan TPC menggunakan autoklaf, bag mixer, tube shaker, timbangan, coloni counter, pipet mikro, pipet ukur, cawan petri, gelas ukur, tabung reaksi, labu erlenmeyer, bunsen, dan inkubator. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, danke serta jenis madu A dan B, madu A adalah madu hutan yang dikemas secara tradisional di desa Belabori kecamatan Parangloe kabupaten Gowa sedangkan madu B adalah madu hutan bermerek yang dikemas dalam botol dan dipasaran oleh
17
kewirausahaan Fakultas Kehutanan Unhas. Pengujian TPC menggunakan media Nutrien Agar (NA), larutan Buffered Peptone Water (BPW), akuades, dan alkohol. Pengujian TBA menggunakan akuades, HCl, dan larutan TBA. Metode Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini akan dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan adalah pemberian berbagai jenis madu konsentrasi 50% pada dangke yang kemudian disimpan pada suhu kulkas (2-5o C) selama 5 hari. Perlakuan jenis madu adalah sebagai berikut : Kontrol : Tanpa pemberian madu Madu A : Dangke ditambahkan Madu Jenis A Madu B : Dangke ditambahkan Madu jenis B Prosedur Penelitian Persiapan Larutan Madu Larutan madu dibuat dengan cara mencampurkan setiap jenis madu (A dan B) sebanyak 100 ml di masukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan akuades sampai mencapai skala 200 ml (100 ml) sedangkan untuk kontrol tidak diberi madu. Pembuatan Dangke Susu segar sebanyak 5 liter dipanaskan dengan api kecil sampai pada suhu 75oC sambil diaduk, kemudian ditambahkan setengah sendok makan larutan getah pepaya sehingga terjadi penggumpalan, setelah terbentuk gumpalan, gumpalan
18
tersebut disaring kemudian dimasukkan ke dalam cetakan (tempurung kelapa) sambil ditekan-tekan supaya cairannya terpisah. Pemberian Madu Dangke dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 2 x 2 cm3 sebanyak 3 potongan. Setiap potongan dangke dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi larutan madu yang sudah dipersiapkan menurut perlakuan dan ulangan. Proses perendaman dangke dilakukan selama 30 menit, kemudian dangke ditiriskan pada suhu ruang selama 10 menit. Dangke dikemas dengan plastik steril, lalu disimpan dalam lemari es 2-5oC hingga hari pengujian parameter (hari ke 5 penyimpanan). Parameter yang Diamati Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) Apriyantono (2002) menyatakan bahwa tingkat ketengikan dapat diukur dengan penetapan bilangan TBA. Sebanyak 10 g dangke dari setiap perlakuan ditimbang, lalu dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan selama 2 menit. Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi, dicuci dengan 47,5 ml akuades kemudian ditambah 2,5 ml HCl, alat destilasi dipasang dan dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk rata, kemudian dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi tertutup. Sebanyak 5 ml pereaksi TBA ditambahkan, lalu ditutup hingga tercampur secara merata dan dipanaskan selama 35 menit di dalam waterbath. Blangko dibuat menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan prosedur seperti pada penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan
19
dengan air pendingin selama 10 menit, lalu diukur absorbansinya (D) menggunakan spektrofotometer, pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blangko sebagai titik nol dan digunakan sampel berdiameter 1 cm. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg Malonaldehyde per kg sampel (Bilangan TBA = 7,8 D). Total Koloni Bakteri Penghitungan jumlah total koloni bakteri atau Total Plate Count (TPC) menggunakan metode cawan tuang (pour plate) berdasarkan Fardiaz (1993). Dangke ditimbang sebanyak 5 g, lalu dihomogenkan dalam 45 ml larutan BPW. Sampel diencerkan pada pengenceran 10 -1 sampai 10-6. Masing-masing hasil pengenceran sebanyak 1 ml diambil dengan pipet dan dituangkan ke dalam cawan petri steril, kemudian diberi media Nutrien Agar (NA) sebanyak 15 ml pada suhu 45oC lalu dihomogenkan. Cawan petri yang berisi sampel diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh diamati dan dihitung.
20
Susu segar
Dipanaskan (75oC) Koagulan (getah pepaya) Disaring Whey Dangke
Pemotongan dangke
Aplikasi madu pada dangke Penggilingan I
Madu jenis A dan B
Tanpa madu (Kontrol)
Disimpan pada suhu 5oC (5 hari)
Pengujian parameter Penggilingan I
Gambar 2. Diagram alir prosedur penelitian
21
Analisis Data Data nilai TBA dan TPC dangke yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Khusus untuk data jumlah total bakteri dilakukan transformasi logaritmik. Selanjutnya dilakukan analisis keragaman untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan (Gaspersz, 1994), pada taraf 5% dan 1%. Adapun model matematikanya, yaitu : Yij = μ + αi + €ij
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada dangke ke-i terhadap pemberian jenis madu ke-j μ = Nilai rata-rata perlakuan αi = Pengaruh aplikasi madu terhadap nilai TBA dan TPC dangke €ij = Pengaruh galat yang menerima perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) berdasarkan Gaspersz, (1994).
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai Thiobarbituric Acid (TBA) Dangke Penentuan nilai TBA adalah suatu tes kimia untuk uji ketengikan yang dapat digunakan pada bermacam-macam bahan dan merupakan uji yang paling sering digunakan untuk mengukur ketengikan. Besarnya angka TBA berhubungan dengan ketengikan oksidatif pada bahan pangan. Menurut Raharjo (2010) oksidasi lanjut dari aldehid tidak jenuh menghasilkan alhehid dan dialdehid dengan rantai pendek, termasuk didalamnya adalah malonaldehid. Analisis nilai TBA digunakan untuk mengetahui kerusakan lemak. Hasil penelitian mengenai pengaruh aplikasi madu terhadap nilai TBA dangke yang disimpan pada suhu dingin dapat dilihat pada Grafik 1. 0.9
0.780
0.8
b
0.7 0.6 0.5 0.4
0.424 a
0.441
Kontrol
a
Madu A
Madu B
0.3 0.2 0.1 0 Kontrol
Madu A
Madu B
Grafik 1. Rata-rata nilai TBA dangke (mg malonaldehida) yang diberi perlakuan madu selama penyimpanan lima hari dalam refrigerator. Ketengikan dangke dapat diketahui secara kimiawi yaitu dengan melihat hasil oksidasi lemak yang dapat diketahui dengan nilai TBA pada dangke.
23
Semakin tinggi nilai TBA maka semakin tinggi pula tingkat ketengikannya. Hasil pengujian dari Grafik 2. menunjukkan bahwa aplikasi madu pada dangke yang disimpan pada suhu dingin berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai TBA dangke. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa nilai TBA dangke yang tidak diberi madu dan yang diberi madu jenis A memiliki nilai TBA yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan nilai TBA dangke yang diberi madu jenis B. Hal ini menunjukkan pemberian madu jenis A dan B tidak mampu berperan sebagai antioksidan sehingga menghasilkan nilai TBA dangke yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Hasil yang diperoleh cenderung memperlihatkan bahwa madu meningkatkan proses oksidasi, terutama pada madu B. Hal ini kemungkinan disebabkan madu selain memiliki antioksidan, juga memiliki zat-zat yang dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi. Pembahasan mengenai hal tersebut kita perlu meninjau kandungan madu serta faktor-faktor yang dapat mempercepat proses oksidasi. Rata-rata komposisi madu adalah air (17,1%), karbohidrat total (82,4%), protein, asam amino, vitamin, dan mineral (0,5%). Karbohidrat tersebut utamanya terdiri atas 38,5% fruktosa, 31% glukosa, dan sisanya 12,9% karbohidrat yang terbuat dari maltose, sukrosa, dan gula lain (Anonim, 2006 dalam Raharjo, 2010). Kandungan mineral dan vitamin madu sangat rendah yaitu 0,02 % dari beratnya dan memberikan konsumsi nutrisi yang tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi manusia. Mineral yang terkandung dalam madu, antara lain seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin C, B1, B2, B3, dan B6 (Winarno, 1984).
24
Menurut Anonim (2015)b faktor-faktor yang mempercepat oksidasi adalah radiasi, misalnya oleh panas atau cahaya; bahan pengoksidasi, misalnya peroksida, perasid, ozon, asam nitrat, katalis metal, khususnya garam mineral dari beberapa jenis logam berat dan sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas. Berdasarkan kandungan madu diduga bahwa percepatan proses oksidasi yang terjadi pada dangke yang diberi perlakuan madu B sehingga nilai TBA dangke menjadi tinggi adalah kandungan mineral dalam madu B. Hal ini menunjukkan bahwa madu mempunyai kompenen antioksidan, tetapi pada madu jenis A dan B pengaruhnya tidak nyata. Jhonston dkk. (2004) dalam Raharjo (2010) menyatakan bahwa madu dapat menjadi alternatif alami untuk menghambat proses oksidasi lemak. Raharjo (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi madu yang digunakan maka semakin kecil nilai TBA. Dalam penelitian yang dilakukan tentang aplikasi madu sebagai pengawet daging menggunakan konsentrasi 20%. Perbedaan nilai TBA dangke yang diberi madu A dan B menunjukkan bahwa madu memiliki aktifitas antioksidan yang berbeda. Penelitian
Rahardjo
(2010) menggunakan madu randu yaitu madu dari lebah apis malifera yang diaplikasikan pada daging sapi. Pada penelitian tersebut daging diberi madu dengan konsentrasi berbeda yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% kemudian dilakukan penyimpanan pada refrigertator selama 5 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan madu dapat menekan pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi konsentrasi madu yang ditambahkan maka semakin rendah jumlah total mikroba. Nilai TBA menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi madu yang ditambahkan
25
menunjukkan semakin meningkat pula nilai TBA. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa madu memiliki aktivitas antioksidan tetapi tidak mampu menekan terjadinya oksidasi lemak. Nilai Total Plate Count (TPC) Dangke Dangke merupakan salah satu sumber gizi bagi manusia karena terbuat dari susu segar, selain itu juga merupakan sumber makanan bagi mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan nilai gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002). Nilai TPC perlu diketahui untuk memastikan apakah suatu bahan pangan layak atau tidak untuk dikonsumsi berdasarkan jumlah mikroba kontamin. Hasil perhitungan nilai TPC dangke dapat dilihat pada Grafik 2. 7
6,44
6
6,43 5,08
5 4
Kontrol Madu A
3
Madu B 2 1 0 Kontrol
Madu A
Madu B
Grafik 2. Rata-rata nilai TPC (log cfu/gr) dangke yang diberi perlakuan madu selama penyimpanan lima hari pada suhu refrigerator. 26
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa aplikasi madu pada dangke yang disimpan pada suhu dingin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPC dangke. Hal tersebut menunjukkan bahwa madu jenis A dan B pada dangke tidak memberikan aktifitas antibakteri. Hal tersebut mungkin disebabkan karena madu sudah mengalami kerusakan sebelum diaplikasikan pada dangke, seperti madu sudah mengalami fermentasi, mengalami peningkatan kadar air sehingga komponen antibakterinya mengalami kerusakan, atau mungkin madu telah dipalsukan. Menurut Anonim (2015)c ada beberapa ciri madu asli tapi sudah mengalami kerusakan, yaitu jika madu tersebut telah mengalami fermentasi atau perubahan madu menjadi alkohol (etanol) yang ditandai dengan adanya suara berdesis jika tutup botol dibuka (bergas), kemasan menggembung, atau madu berbusa banyak. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan antibakteri pada madu ikut rusak sehingga daya hambatnya terhadap pertumbuhan bakteri menurun sehingga nilai TPC dangke tinggi. Menurut Anonim (2015)c, ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam menyimpan madu agar madu tidak rusak, yakni disimpan dalam wadah yang terbuat dari kaca, tertutup rapat untuk mencegah madu menyerap uap air dari lingkungan (sifat higroskopis), dan disimpan pada tempat yang kering. Sifat higroskopis menyebabkan madu bisa menyerap uap air dari lingkungan dan menyebabkan madu terfermentasi dan menghasilkan alkohol. Penyimpanan madu dalam lemari es dapat menyebabkan madu menjadi beku dan merusak beberapa
27
enzim penting yang berguna bagi tubuh. Penyimpanan dangke dalam lemari es kemungkinan menyebabkan aktifitas antimikrobanya hilang. Menurut Fardiaz (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit. Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme
adalah
suhu
penyimpanan,
kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. Selain faktor intrinsik dan ekstrinsik menurut Yudhabuntara (2010) terdapat juga faktor proses dan faktor implisit. Semua proses teknologi pengolahan
bahan
makanan
(pemanasan,
pengeringan,
modifikasi
pH,
penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan tambahan pangan) mengubah bahan makanan tersebut yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan faktor implisit adalah adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme di dalam bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda yang dapat saling mendukung maupun saling menghambat. Data pada Grafik 2. menunjukkan bahwa dangke yang diberi madu A memiliki nilai TPC yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai TPC pada perlakuan kontrol. Nilai TPC dangke yang diberi madu jenis B lebih tinggi
28
dibandingkan dengan pemberian madu jenis A. Hal ini menunjukkan bahwa madu A memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan madu jenis B. Mundo dkk. (2004) menyatakan bahwa madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Penelitian Putra (2009) mengaplikasi madu pada daging dengan merendam dalam larutan madu selama 30 menit, kemudian ditiriskan dan nilai TPC tanpa penyimpanan dalam refrigerator. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan madu berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan nilai TPC daging sapi. Penelitian Rahardjo (2010) menggunakan madu randu yaitu madu dari lebah apis malifera yang diaplikasikan pada daging sapi. Pada penelitian tersebut daging diberi madu dengan konsentrasi berbeda yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% kemudian dilakukan penyimpanan pada refrigertator selama 5 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan madu dapat menekan pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat dilihat dari nilai TPC daging sapi giling kontrol yang lebih besar dibandingkan dengan nilai TPC daging sapi giling yang diberi madu. Semakin tinggi konsentrasi madu yang ditambahkan maka semakin rendah jumlah total mikroba. Penambahan konsentrasi madu memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap nilai TPC daging sapi giling.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi madu A dan B tidak berpengaruh terhadap nilai Thiobarbituric Acid (TBA) dan Total Plate Count (TPC) dangke yang disimpan pada suhu dingin. Saran Sebagai saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya sebelum menggunakan madu sebagai bahan penelitian, terlebih dahulu melakukan uji lebih lanjut terhadap kandungan dari madu yang akan digunakan. Untuk konsumen madu untuk berhati-hati dalam memilih produk madu, karena banyak madu palsu beredar dipasaran. Pilih produsen yang sudah terpercaya dalam proses penyediaan produk madunya.
30
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015a. Tips Pilih Madu. http://www.republika.co.id/berita/humaira/sanasini/13/08/19/mrqzzg-tips-pilih-madu-berkualitas-tinggi. Diakses tanggal 24 Mei 2015. Anonim. 2015b Faktor–Faktor Penyebab Oksidasi Lemak. http://rezkantb. blogspot.com/2010/11/faktor-faktor-penyebab-oksidasi-lemak.html. Diakses tanggal 24 Mei 2015. Anonim. 2015c. Tips Mengetahui Keaslian Madu dan Ciri Madu Rusak/Palsu. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2009/12/06/tips-mengetahuikeaslian-madu-dan-ciri-madu-rusakpalsu-34111.html. Diakses tanggal 25 Mei 2015. Antony, S., J.R. Rieck, J.C. Acton, I.Y. Han, E.L. Halpin, dan P.L. Dawson, 2006. Effect of Dry Honey on the Self Life of Packaged Turkey Slice. Poultry Science 85 : 1811-1820. Arni Y. 1993. Mempelajarri pengaruh saat penambahan koagulan, penambahan asam sorbat dan suhu penyimpanan terrhadap rendemen dan mutu dangke (Soft Cheese). Fakultas Teknologi Petanian, Institut Ilmu Pertanian Bogor. Apriyantono. A. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. http://www.laila.pdf/. Diakses 12 November 2010. Boor K, dan H., Fromm 2006. Managing Mikrobial Spoilage in The Dairy Industry. Di dalam: Balckburn CW, editor. Food Spoilage Microorganism. CRC Press. Boca Raton. Dewi dan Susanto. 2013. Pembuatan Lempok Pisang (Kajian Jenis Pisang dan Konsentrasi Madu). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No.1 p.101114, Oktober 2013. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. _____. 1992. Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi, Dekdikbud, PAU IPB. Bogor. _____. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Gasperz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik, dan Biologi. CV. Armico. Bandung. 31
Gunawan. 1991. Pengaruh penggunaan dan kemasan terhadap daya simpan dali (produk olahan susu tradisional). Skripsi Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. (diakses pada tanggal 16 Maret 2011). Hariyati, N. 2006. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan Institut Pertanian, Bogor. Hatta, W. 2013. Survei Potensi Pengembangan Dangke Susu Sapi Sebagai Alternatif Dangke Susu Kerbau Di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian Program Doktor P.S. Kesmavet FKH-IPB. Bogor. Jeffrey, Amy E., Carlos M. Echazarreta. 1996. Medical uses of honey. Rev Biomed 1996; 7: 43-49. Kalie, M 1999. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta. Kasmiati. 2001. Pengaruh Penambahan Garam Dapur dan Lama perendaman terhadap daya tahan dangke selama penyimpanan. Skripsi UNM. Makassar. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Matitaputty, Procula R. dan Suryana. 2010. Karakteristik Daging Itik dan Permasalahan Serta Upaya Pencegahan Off-Flavor Akibat Oksidasi Lipida. Wartazoa Vol. 20 No. 3. Marzoeki, A. 1978. Penulisan Peningkatan Mutu Dangke. Departemen Perindustrian. Balai Penulisan Kimia. Makassar. Mundo, Melissa A., Olga I. Padilla-Zakour, Randy W. Worobo, 2004. Growth Inhibition of Food Pathogens and Food Spoilage Organisms by Selected Raw Honeys. International Journal of Microbiology 97 : 1-8. Mustikawati, A. 2001. Pengaruh Pemberian Bahan Penggumpal dan Suhu Pemasakan yang Berbeda terhadap Produksi Dangke Susu Sapi. Jurusan Peternakan Universitas 45, Makassar. Raharjo, S. 2010. Aplikasi Madu sebagai Pengawet Daging Sapi Giling Segar Selama Proses Penyimpanan. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ray B. 2005. Fundamental Food Mirobiology. Ed ke-3. CRC Press. Boca Raton
32
Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http://www.library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Juli 2010. Syamsiah. 2014. Dangke Makanan Tradisional Bergizi Tinggi. Jurnal Penelitian Staf Pengajar Jurusan Biologi Universitas Negeri Makassar, Makassar. Tanan, SE. 2003. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Jumlah Bakteri pada dangke susu rekonstruksi. Makassar : Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar. Taormina, Peter J., Brendan A. Niemira, Larry R. Beuchat, 2001. Inhibitory Activity of Honey Against Foodborne Pathogens as Influenced by The Presence of Hydrogen Peroxide and Level of Antioxidant Power. International Journal of Food Microbiology 69 (2001) 217-225. Winarno, F G, S Fardiaz, dan D Fardiaz. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia. Winarno, 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumer. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yudhabuntara D. 2010. Pengendalian mikroorganisme dalam pangan.http://milkordie.blogspot.com/2008/05/pengendalianmikroorganisme-dalam-bahan.html. Diakses 17 Mar 2011
bahan
33
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam nilai TBA Dangke
Report Uji TBA Pemberian Madu
Mean
N
Std. Deviation
A (control)
.42450
4
.043532
B (Madu Unpac)
.44075
4
.136070
C (Madu Pac)
.78000
4
.255717
Total
.54842
12
.229568
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Uji TBA Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
.322a
2
.161
5.635
.026
Intercept
3.609
1
3.609
126.192
.000
Perlauan
.322
2
.161
5.635
.026
Error
.257
9
.029
Total
4.189
12
.580
11
Corrected Total
a. R Squared = .556 (Adjusted R Squared = .457)
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Uji TBA (I) Pemberian
(J) Pemberian
Madu
Madu
Mean
Std. Error
Sig.
95% Confidence
Difference (I-J)
Interval Lower
Upper
Bound
Bound
B (Madu Unpac)
-.01625
.119583
.895
-.28677
.25427
C (Madu Pac)
-.35550*
.119583
.016
-.62602
-.08498
.01625
.119583
.895
-.25427
.28677
-.33925*
.119583
.020
-.60977
-.06873
A (control)
.35550*
.119583
.016
.08498
.62602
B (Madu Unpac)
.33925*
.119583
.020
.06873
.60977
A (control)
LSD
B (Madu
A (control)
Unpac)
C (Madu Pac)
C (Madu Pac) Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029. *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
34
Homogeneous Subsets Uji TBA Pemberian Madu
N
Subset 1
2
A (control)
4
.42450
B (Madu Unpac)
4
.44075
C (Madu Pac)
4
Duncana,b Sig.
.78000 .895
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = 0.05.
35
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Nilai TPC Dangke Report TPC Madu
Mean
N
Std. Deviation
1.00
6.4350
4
1.53298
2.00
5.0750
4
.94126
3.00
6.4325
4
1.41137
Total
5.9808
12
1.36871
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPC Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 4.923a
2
2.462
1.413
.293
429.244
1
429.244
246.317
.000
Madu
4.923
2
2.462
1.413
.293
Error
15.684
9
1.743
Total
449.852
12
20.607
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .239 (Adjusted R Squared = .070)
36
Lampiran 3. Jenis Madu yang digunakan dalam Penelitian
Madu A
Madu B
37
Lampiran 4. Proses perendaman dan penirisan dang ke
Proses Perndaman Dangke dalam larutan Madu
Proses Penirisan Dangke setelah di rendam
Dangke setelah di ditiriskan Dimasukkan ke dalam kertas klip
Dangke yang sudah diberi perlakuan siap di Simpan dalam refrigerator
38
Lampiran 5. Dokumentasi Uji TBA
Mixer dangke
Pemanas destilasi
39
Lanjutan Dokumentasi Uji TBA
Proses destilasi
Hasil destilasi yang siap di beri larutan TBA
Hasil destilasi
40
Lampiran 6. Dokumentasi Uji TPC
Proses penghacuran padatan dangke menggunakan bag mixer
Preparat yang telah siap di inkubasi
Hasil dari bagmixer yang siap dilakukan pengenceran
Penyimpanan preparat di dalam oven
41
Lanjutan Dokumentasi Uji TPC
Perhitungan jumlah koloni menggunakan Coloni Counter
Persiapan penuangan cawan ke dalam cawan petri
Persiapan menuang pengenceran kedalam cawan petri
42
RIWAYAT HIDUP Suhaedi (I 411 08 251) lahir di Pannyangkalang Desa Belabori, Kecamatan Parangloe, Gowa pada tanggal 14 Agustus 1990. Anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Saparuddin Dg. Tompo dengan Halina Dg. Sinja. Pendidikan pertama tahun 1996 ditingkat sekolah dasar di SD Inpres Peo Kecamatan Parangloe Gowa, kemudian tahun 2002 lanjut ke pendidikan ditingkat sekolah lanjutan pertama yaitu SLTP Negeri 1 Pattallassaang Kecamatan Bontomarannu (dulu) Kecamatan Pattallassang (sekarang) Kabupaten Gowa. Pada tahun 2005 lanjut di tingkat sekolah menengah atas, yaitu SMA Negeri 1 Parangloe Gowa. Tahun 2008 Penulis kemudian diterima di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama), menjalani pendidikan ditingkat perguruan tinggi disalah satu universitas negeri yang ada di Makassar pada Fakultas
Peternakan jurusan Produksi Ternak Program Studi
Teknologi Hasil Ternak di Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama di kampus turut aktif terlibat di organisasi kampus HMJ dan BEM Fakultas serta UKM LDK MPM.
43