PENENTUAN FORMULASI DAGING AYAM DAN DANGKE TERBAIK DALAM PEMBUATAN NUGGET BERDASARKAN NILAI THIOBARBITURIC-ACID DAN KUALITAS ORGANOLEPTIK
SKRIPSI
OLEH:
AYU ANGGA RENY I111 12 280
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i
PENENTUAN FORMULASI DAGING AYAM DAN DANGKE TERBAIK DALAM PEMBUATAN NUGGET BERDASARKAN NILAI THIOBARBITURIC-ACID DAN KUALITAS ORGANOLEPTIK
OLEH:
AYU ANGGA RENY I111 12 280
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1.
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ayu Angga Reny
NIM
: I111 12 280
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi maka saya bersedia membatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar,
Mei 2016
Ayu Angga Reny
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Penentuan Formulasi Daging Ayam dan Dangke Terbaik dalam Pembuatan Nugget berdasarkan Nilai Thiobarbituric-Acid dan Kualitas Organoleptik” Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan dengan penuh rasa hormat kepada : 1.
Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt., M.Si selaku Pembimbing Utama dan bapak Prof. Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M.Sc. selaku Pembimbing Anggota, atas segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran sejak awal penulisan skripsi hingga selesai.
2.
Ayahanda tercinta Anca, SE dan ibunda Nuraeni terima kasih atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang serta materi yang diberikan kepada penulis.
3.
Kedua saudara(i) saya Dwi Aras Pancarany dan Muh. Restu Imam Madaniah yang senantiasa membantu dan memberikan motivasi untuk selalu lebih semangat.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin atas nasehat yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan.
5.
Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin atas bantuan dan waktu untuk melegalisir semua persuratan yang dibutuhkan penulis.
6.
Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si., bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt., M.Si., dan ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P selaku dosen pembahas, terima v
kasih atas waktu luang untuk memberi saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 7.
Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P dan ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., M.P selaku panitia seminar usulan penelitian dan seminar hasil, terima kasih atas waktu dan partisipasinya dalam pelaksanaan seminar penulis.
8.
Seluruh dosen dan staf pengurus Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
9.
Kak Syamsuddin, S.Pt. dan Kak Haikal, S.Pt., terima kasih atas bantuan dan bimbingannya di laboratorium selama penelitian.
10. Muh. Nur Ichwan Husain, Rahmat Burhan dan Agus Maulana, terima kasih atas bantuannya selama penelitian. 11. Teman-teman Solandeven 2011, FM 2012, Larva 2013, dan teman-teman 2014 atas partisipasinya dalam uji organoleptik. 12. Teman angkatan, teman sekelas, teman seperjuangan dan saudara saya dari orang tua yang berbeda SOLKARS terima kasih atas motivasi dan dukungannya. 13. Saudari Emma Rizqal Maftuhah dan Zulfa Nurdin serta teman posko KKN Gel. 90 khususnya teman posko Kaballangang dan teman Kec. Duampanua, Kab. Pinrang, terima kasih atas motivasi yang diberikan. 14. Saudari Susanti Dahlan, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 15. Teman sekolah DuPaTu terima kasih doa dan dukungannya. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, terima kasih atas bantunnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, Mei 2016
Ayu Angga Reny
vi
ABSTRAK
Ayu Angga Reny (I111 12 280). Penentuan Formulasi Daging Ayam dan Dangke Terbaik dalam Pembuatan Nugget berdasarkan Nilai Thiobarbituric-Acid dan Kualitas Organoleptik. Dibawah bimbingan Wahniyathi Hatta selaku pembimbing utama dan Effendi Abustam selaku pembimbing anggota. Seiring perkembangan zaman, olahan dangke semakin variatif dan sekarang ini dangke telah diolah menjadi nugget. Nugget adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan segi empat dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered atau braded). Nugget dangke yang dikenal oleh masyarakat di kabupaten Enrekang berupa dangke yang dipotong-potong berbentuk segi empat lalu dibaluri dengan telur dan tepung roti. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan untuk mengkaji pengembangan dangke dalam bentuk produk olahan nugget. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan formulasi daging ayam dan dangke terhadap nilai Thiobarbituric-Acid dan kualitas organoleptik nugget, serta menentukan persentase level dangke yang terbaik dalam pembuatan nugget. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) untuk uji TBA dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji organoleptik dengan lima ulangan. Perlakuan penelitian adalah perbandingan persentase daging ayam dan dangke dalam formulasi bahan nugget, yaitu 100%:0%; 75%:25%; 50%:50%; 25%:75% dan 0%:100%.. Adapun parameter yang diukur meliputi nilai TBA (Thiobarbituric-acid) dan kualitas organoleptik (kekenyalan, warna, aroma, rasa dan kesukaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke, lama penyimpanan, serta interaksi antara formulasi daging ayam dan dangke dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Thiobarbituric-Acid nugget. Semakin tinggi persentase daging ayam dalam formulasi nugget, maka semakin tinggi kualitas tekstur, warna, aroma daging, aroma susu, rasa dan tingkat kesukaan nugget. Level penggunaan dangke terbaik dalam formulasi bahan nugget adalah 50%. Kata Kunci: Nugget, daging ayam, dangke, Thiobarbituric-Acid, organoleptik.
vii
ABSTRACT
Ayu Angga Reny (I111 12 280). Determine The Best Formulation of Chicken Meat and Dangke to Making Nugget by Thiobarbituric-Acid value and Organoleptic Quality. Under the guidance of Wahniyathi Hatta as Main Supervisor and Effendi Abustam as Second Supervisor. A long with the times, processed dangke was increasingly varied and now dangke has been processed into nugget. Nugget is a product that made from ground meat that molded in the form of rectangular pieces and coated with seasoned flour (battered or braded). Nugget dangke who known by people in the district Enrekang as dangke that cuted in rectangular pieces and coated with egg and bread crumb. Based on that, the research was conducted to study the development of dangke in form of processed nugget. The study aims to determine the effect of different formulations of chicken meat and dangke againts Thiobarbituric-Acid value and organoleptic qualities nuggets, as well as determining the percentage the best level of dangke in making nuggets. This study was conducted experimentally using Complete Randomized Design of Factorial (CRDF) for the TBA test and Complete Randomized Design (CRD) for the organoleptic test with five replications. Treatment study is a comparison of the percentage of chicken meat and dangke in formulations the materials of nugget, i.e. 100% : 0%; 75% : 25%; 50% : 50%; 25% : 75% and 0% : 100%. The parameters measured include the value of TBA (Thiobarbituric-Acid) and organoleptic qualities (elasticity, color, smell, taste and favorites). The results showed that the formulation of chicken meat and dangke, duration of storage, as well as the interaction beetwen the formulation of chicken meat and dangke with the length of storage did not significantly affect the value of Thiobarbituric-Acid nugget. The best level of using dangke in formulations nugget is 50%. Keyword : Nugget, chicken, dangke, Thiobarbituric-Acid, organoleptic.
viii
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................
i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Dangke ...................................................................................................... Nugget ...................................................................................................... Disversifikasi Produk Nugget................................................................... Oksidasi Lemak pada Produk Pangan ......................................................
3 4 6 9
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. Materi Penelitian ...................................................................................... Rancangan Penelitian ............................................................................... Prosedur Pembuatan Nugget Ayam Dangke ............................................ Parameter yang Diukur ............................................................................. Nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) ............................................................. Kualitas Organoleptik ............................................................................... Analisis Data ............................................................................................
11 11 12 12 13 13 13 14 ix
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) ............................................................. Kekenyalan ............................................................................................... Warna ...................................................................................................... Aroma Daging .......................................................................................... Aroma Susu .............................................................................................. Rasa ......................................................................................................... Kesukaan .................................................................................................
16 18 19 20 21 22 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .............................................................................................. Saran ........................................................................................................
26 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
27
LAMPIRAN .....................................................................................................
30
x
DAFTAR TABEL Halaman
No. Teks 1. Komposisi zat gizi susu sapi per 100 gram .......................................................... 2. Komposisi nilai gizi dangke yang berasal dari Enrekang ............................ 3. Syarat mutu nugget ayam................................................................................. 4. Formulasi bahan dasar nugget ........................................................................ 5. Pengujian kualitas organoletik terhadap nugget ............................................
4 4 6 11 14
6. Nilai rata-rata TBA (mg malonaldehida/kg) nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke sebelum dan setelah penyimpanan selama 14 hari pada refrigerator .......................................................................... 7. Rerata skor uji kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke ................................................................................................. 8. Rerata skor uji warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke ......................................................................................................... 9. Rerata skor uji aroma daging nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke ................................................................................................. 10. Rerata skor uji aroma susu nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke ................................................................................................. 11. Rerata skor uji rasa nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke .......................................................................................................... 12. Rerata skor uji kesukaan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke .................................................................................................
16 18 19 21 22 23 24
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman
No. Teks 1. Diagram alir pembuatan nugget ..................................................................... 2. Diagram alir penentuan nilai TBA ................................................................ 3. Grafik kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke ................................................................................................
12 13 25
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No. Teks 1. Hasil uji Nilai TBA Nugget dengan SPSS ............................................................ 2. Hasil uji Kekenyalan Nugget dengan SPSS .................................................... 3. Hasil uji Warna Nugget dengan SPSS ............................................................. 4. 5. 6. 7. 8.
30 31 31 32 32 33 33 34
Hasil uji Aroma Daging dari Nugget dengan SPSS .............................................. Hasil uji Aroma Susu dari Nugget dengan SPSS .................................................. Hasil uji Rasa Nugget dengan SPSS ..................................................................... Hasil uji Kesukaan Nugget dengan SPSS ............................................................. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .........................................................................
...................................................................................................................... 47
xiii
PENDAHULUAN
Susu sebagai bahan pangan dengan tingkat protein yang tinggi, rentan mengalami kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme maupun proses kimiawi,
misalnya
oksidasi.
Berbagai
pengolahan
dibutuhkan
untuk
meningkatkan daya simpan susu. Susu dapat diolah dalam berbagai bentuk produk, seperti susu bubuk, yogurt, keju, kefir, dangke, dan lain-lain. Dangke merupakan makanan khas Enrekang yang dibuat dari susu yang dipanaskan kemudian diberi tambahan getah pepaya untuk memisahkan protein susu. Dangke memiliki tekstur menyerupai tahu namun memiliki cita rasa gurih seperti keju. Hal ini menyebabkan dangke sering disebut “Keju Enrekang”. Dangke dapat dikonsumsi secara langsung dengan tambahan garam dan dapat pula digoreng atau dibakar. Seiring perkembangan zaman olahan dangke semakin variatif dan sekarang ini dangke telah diolah menjadi nugget. Nugget dangke yang dikenal oleh masyarakat di kabupaten Enrekang berupa dangke yang dipotong-potong berbentuk segi empat lalu dibaluri dengan telur dan tepung roti. Pada hakikatnya nugget tidak hanya dapat dibuat dari daging baik ayam, sapi atau ikan, tetapi juga dapat menggunakan bahan lain seperti kombinasi daging ayam dan dangke untuk menambah cita rasa serta meningkatkan daya simpan produk. Kedua bahan tersebut juga mengandung zat gizi yang tinggi sehingga dapat memberi varian baru dalam produk olahan hasil ternak. Nugget adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan segi empat dan dilapisi dengan tepung berbumbu 1
(battered atau braded). Nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam atau ikan. Nugget mengandung zat gizi yang cukup tinggi, yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, air, dan kandungan lainnya yang sangat baik bagi tubuh. Nugget yang umum dikenal dimasyarakat berupa nugget ayam atau disebut juga Chickhen Nugget. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan dilakukan untuk meneliti kemungkinan pengembangan dangke dalam bentuk produk olahan nugget. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan formulasi daging ayam dan dangke terhadap nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) dan kualitas organoleptik nugget, serta menentukan persentase level dangke yang terbaik dalam pembuatan nugget. Penelitian ini diharapkan memberi gambaran kepada masyarakat mengenai produk olahan dangke, juga dapat meningkatkan nilai gizi produk, serta memberi varian baru dalam produk pengolahan hasil ternak sehingga lebih bervariasi dan lebih diminati.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Dangke Susu adalah hasil ternak berupa cairan berwarna putih yang disekresikan oleh kelenjar mamae (ambing) pada mamalia. Susu juga merupakan bahan pangan yang bernutrisi tinggi karena mengandung zat gizi berupa protein, lemak, kalsium, vitamin, air dan zat gizi lainnya. Susu sangat baik dikonsumsi untuk menunjang keseimbangan tubuh seperti pemenuhan kalsium tulang dan gigi serta menunjang sistem hormonal (Widodo, 2003). Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara lain seperti, Malaysia, Amerika, Jepang dan negara maju lainnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2009 tepatnya bulan Januari hingga Mei tingkat impor susu terus mengalami peningkatan yaitu mencapai 90.147 ton. Hal ini selayaknya mendapat perhatian dari pemerintah untuk memberi kepercayaan kepada peternak lokal untuk ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri dengan lebih meningkatkan kualitas dari susu lokal sehingga lebih diminati (Widodo, 2003). Susu sapi merupakan bahan pangan yang berasal dari ternak sapi perah terdiri dari berbagai nutrisi antara lain air, protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin-vitamin. Air susu sapi mengandung unsur-unsur gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kesehatan. Komposisi unsur-unsur gizi tersebut sangat beragam tergantung beberapa faktor, seperti faktor keturunan, jenis hewan, pakan yang meliputi jumlah dan komposisi pakan yang diberikan, iklim, lokasi, prosedur
3
pemerahan, serta umur sapi (Muharastri, 2008). Komposisi zat gizi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi susu sapi per 100 gram Kandungan gizi Energy (kkl) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (µg) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g)
Komposisi 61 3,2 3,5 4,3 143 60 1,7 39 0,03 1 88,3
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI,2005).
Dangke merupakan salah satu produk olahan susu khas Indonesia yang diolah di berbagai kecamatan di Kabupaten Enrekang, seperti Baraka, Anggeraja, dan Alla. Marzoeki, et al. (1978) menyebutkan bahwa cirri fisik dari dangke dengan kualitas yang baik adalah berwarna putih dan bersifat elastis. Dangke merupakan produk olahan susu sapi atau kerbau, sejenis keju lunak yang dihasilkan tanpa proses fermentasi dan menjadi makanan khas di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Jumlah susu yang diolah menjadi dangke di daerah tersebut sekitar 6.000 liter per hari. Dangke dijadikan lauk tradisional yang merupakan produk indegeneus bagi masyarakat kabupaten Enrekang (Baba, 2012). Pada Tabel 2 disajikan komposisi nilai gizi dangke.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi dangke yang berasal dari Enrekang Kandungan gizi Komposisi ( % ) Kadar a i r 49,3 - 62,4 Kadar protein 15,7 - 33,0 Kadar lemak 8,8 - 21,6 Kadar abu 1,9 - 2,4 Sumber : Hatta dkk. (2013).
4
Nugget Nugget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produkyang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama satu menit pada suhu 150oC. Ketika digoreng nugget beku setengah matang akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan kering. Tekstur nugget tergantung dari bahan dasarnya. Nugget pertama kali dipopulerkan di Amerika Serikat dan cocok sekali dengan kondisi masyarakat yang sangat sibuk, sehingga jenis makanan ini banyak diminati (Nurzainah dan Namida, 2005). Produk nugget yang telah dimasak (digoreng), dibekukan sebelum dikemas dan didistribusikan dalam kondisi beku sehingga tidak terjadi kerusakan produk karena pertumbuhan mikroba (Syamri, 2011). Bahan utama nugget yang beredar di pasaran sekarang ini adalah daging ayam. Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang lengkap. Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan nugget, antara lain garam, es batu, dan bumbu-bumbu. Garam (NaCl) adalah senyawa garam yang berwarna putih dan berbentuk kristal padat yang berfungsi sebagai penyedap rasa yang tertua (Astawan dan Astawan, 1998). Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Makanan yang mengandung kurang dari 0,35 natrium akan terasa hambar sehingga tidak disenangi. Air es penting dalam pembuatan nugget untuk mempertahankan suhu adonan agar tetap dingin. Adonan nugget
5
yang panas cenderung merusak protein, sehingga tekstur rusak. Es juga berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi dan kelembaban adonan nugget sehingga adonan tidak kering selama pencetakan maupun selama perebusan (Wibowo, 1995). Bumbu-bumbu memberi rasa, bau dan aroma pada masakan, serta berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang tepat pada suatu masakan menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggugah selera makan. Bumbu dalam pembuatan nugget terdiri dari beberapa rempah-rempahseperti bawang merah, bawang putih, merica (lada) dan penyedap rasa. Bumbu ini berfungsi untuk menambah rasa nugget sehingga nugget yang dihasilkan akan disukai penelis (Alamsyah, 2008). Definisi nugget ayam menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) yaitu produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Persyaratan mutu nugget ayam disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat mutu nugget ayam JenisUji Keadaan Aroma Rasa Tekstur Air %, b/b Protein %, b/b Lemak %, b/b Karbohidrat %, b/b Kalsium mg/l00g
Persyaratan Normal, sesuai label Normal, sesuai label Normal Maks.60 Min.12 Maks.20 Maks.25 Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002).
Diversifikasi produk nugget 6
Diversifikasi produk olahan bertujuan meningkatkan konsumsi dengan cara menganekaragamkan olahan tersebut menjadi beberapa macam produk. Diharapkan usaha inidapat menarik minat orang untuk gemar mengkonsumsi suatu bahan tertentu. Dengan diversifikasi olahan maka bau dan rasa dapat disesuaikan dengan selera. Selain itu, diversifikasi merupakan usaha untuk memberikan nilai tambah pada suatu bahan sehingga akan meningkatkan harga jual yang pada akhirnya dapat memberikan pendapatan para pengolah (Rahardi, 1995). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperoleh produk diversivikasi
produk
nugget
yang
dapat
diterima
masyarakat
dengan
memperhatikan berbagai macam penilaian, misalnya kandungan gizi, kualitas organoleptik, dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa contoh diversifikasi produk nugget, yaitu: Nugget Formulasi Ikan Tongkol Dan Jamur Tiram Putih Pembuatan nugget dengan formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih merupakan inovasi baru dalam pembuatan bahan makanan. Kandungan gizi tinggi serta tekstur daging yang padat dan lembut dari ikan tongkol serta tekstur jamur tiram putih yang baik dan memiliki tekstur yang mirip dengan daging ayam menjadi alasan utama dalam pemilihan bahan tersebut (Hakim dkk., 2014). Hakim dkk. (2014) menyatakan bahwa formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih memberikan pengaruh nyata terhadap protein nugget dengan protein tertinggi pada perlakuan T1 dengan formulasi 70% ikan tongkol dan 30% jamur tiram putih. Karena perbandingan persentase ikan tongkol lebih besar dibandingkan dengan jamur tiram putih maka sumber protein pada ikan tongkol
7
menurun, sedangkan sumber protein dari jamur tiram putih meningkat dan berpengaruh terhadap nugget yang dihasilkan. Adapun kualitas nugget formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih terbaik menurut daya terima masyarakat pada perlakuan T3 dengan formulasi 50% ikan tongkol dan 50 % jamur tiram putih.
Formulasi Nugget Tahu Pury (Nugget Tapury) Tepung pury merupakan tepung yang dibuat dengan bahan dasar pupaulat sutera (Bombyx mori) . Pada penelitian Rifqy (2011), nugget tahu pury (Tapury) dibuat dalam 6 taraf yang diuji mutu hedonik sehingga didapatkan formulasi F2 (70% tepung puri : 30% tahu) menjadi formulasi terpilih. Hasil analisis air, protein, karbohidrat dan seng menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara nugget kontrol dan tapury. Adapun hasil analisis daya cerna protein menunjukan bahwa nugget tapury memiliki daya cerna protein sebesar 85%. Asam lemak esensial yang terkandung pada nugget tapury adalah asam linolenat yang berbeda nyata dengan kontrol. Nugget tapury masih memenuhi persyaratan produk yang aman dikonsumsi dengan nilai TPC maksimal 104. Nugget Itik Afkir Itik afkir merupakan itik pejantan yang sudah tua dan atau itik petelur yang sudah tidak produktif. Ciri daging itik afkir adalah tekstur liat, lemak tinggi, sehingga tidak disukai dan nilai jual rendah. Untuk itu diperlukan proses pengolahan menjadi produk akseptabel, dan sehat. Dalam bentuk nugget, daging itik afkir lebih mudah/praktis untuk dikonsumsi. Namun, kadar lemak dan pengaruh penggorengan menyebabkan lemak semakin tinggi. Akibatnya nugget
8
mudah teroksidasi menghasilkan bau rancid dan radikal bebas yang tidak aman. Oleh karena dilakukan curing daging itik afkir dalam ekstrak kunyit sebagai sumber antioksidan dan penambahan brokoli, sekaligus sebagai sumber serat pangan, sehingga dihasilkan nugget fungsional. Dalam penelitian Wariyah dkk (2014) menyatakan bahwa curing daging itik afkir dapat menghasilkan nugget yang disukai, warna cerah dan kadar serat tinggi. Nugget fungsional memiliki kadar serat 15,09+0,02, sedangkan nugget itik afkir kadar serat 13,15+0,63. Nugget itik afkir berpotensi lebih mudah tengik dibandingkan nugget itik fungsional. Hal ini dikarenakan ekstrak kunyit memiliki aktivitas antioksidasi untuk menangkap radikal bebas DPPH yang dinyatakan sebagai persentase Radical Scavenging Activity (RSA).Artinya bahwa penting artinya menggunakan ekstrak kunyit pada pembuatan nugget itik afkir untuk menghambat oksidasi lemak itik afkir yang tinggi. Oksidasi Lemak pada Produk Pangan Ketengikan atau rancidity merupakan perubahan bau maupun rasa yang sering dijumpai padabahan makanan maupun makanan yang mengandung minyak dan lemak. Ketengikan merupakan kerusakan/ perubahan bau dan rasa dalam lemak / bahan pangan berlemak yang dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu: 1). absorbsi bau oleh lemak, 2). aksi enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, 3). aksi mikroba, dan 4). oksidasi oleh atmosfer atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab di atas (Hamilton, 1983). Faktor-faktor yang mempercepat oksidasi dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:1). radiasi, misalnya oleh panas atau cahaya, 2). bahan pengoksidasi,
9
misalnya peroksida, ozon, asam nitrat, 3). katalis metal, khususnya garam mineral dari beberapa jenis logam berat, dan 4). sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas (Ketaren, 1986). Keempat faktor tersebut menyebabkan hidrogen terlepas dari ikatan dan terbentuklah radikal alkil, sejenis radikal bebas. Radikal itu berikatan dengan oksigen membentuk radikal peroksi yang nantinya melahirkan hidroperoksida setelah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam lemak sangat rentan terhadap proses oksidasi. Hidroperoksida asam lemak yang terbentuk bersifat labil dan mudah pecah mengakibatkan putusnya gugus OOH dan rantai C-C sehingga dihasilkan senyawa hidrokarbon, aldehid, dan keton yang menyebabkan perubahan warna, rasa, dan aroma minyak, bahkan perubahan struktur kimia. Gejala timbulnya ketengikan oleh proses oksidasi lemak dimulai dengan timbulnya flavour, flatness, dan oiliness. Kemudian perubahan rasa dan aroma. Setelah ituberubah menjadi bau apek dan tahap terakhir menjadi tengik (Ketaren, 1986). Ada pula ketengikan hidrolisis yang disebabkan oleh air dalam minyak maupun udara bebas. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi itu dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang berasal dari bahan dengan kadar air tinggi (Yahya, 2015).
10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Daging dan Telur, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu pelaksanaan penelitian adalah dari bulan Januari sampai Februari 2016.
Materi Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
food processor, wajan,
kompor gas, loyang, pengaduk, timbangan analitik, waring blender, labu destilasi, alat destilasi, tabung reaksi, spektrofotometer, magnetic stirrer, erlenmeyer dan lemari es. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah dangke dari kabupaten Enrekang, daging ayam, tepung tapioka, es batu, telur kocok, garam, bawang merah, bawang putih, lada, plastik makanan, aluminium foil, aquades, HCL, asam asetat dan bubuk TBA (Thiobarbiturie-acid). Bahan yang digunakan sebagai pelapis terdiri dari tepung terigu dan tepung roti. Formulasi bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan nugget disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.Formulasi bahan dasar nugget Jenis bahan Bahan dasar (daging ayam dan dangke) Tepung tapioka Es batu Telur kocok Garam Bawang merah Bawang putih Lada Total
Berat (gram) 73 10 2 8 2 2 2 1 100
Rancangan Penelitian
11
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) untuk uji TBA dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji organoleptik dengan lima ulangan. Perlakuan penelitian adalah perbandingan persentase daging ayam dan dangke dalam formulasi bahan nugget yang disusun sebagai berikut : A1 A2 A3 A4 A5
= Daging ayam 100% : Dangke 0% = Daging ayam 75% : Dangke 25% =Daging ayam 50% : Dangke 50% =Daging ayam 25% : Dangke 75% = Daging ayam 0% : Dangke100%
Prosedur Pembuatan Nugget Proses pembuatan
nugget ini kurang lebih sama dengan proses pembuatan
nugget pada umumnya. Perbedaannya adalah dalam hal bahan utama yang digunakan selain daging ayam juga ditambahkan dangke. Diagram Alir pembuatan nugget disajikan pada Gambar 1. Daging ayam, dangke, es batu dan garam digiling dengan food prosessor ditambah tepung tapioka, telur kocok, bawang putih, bawang merah dan lada Digiling selama 2 menit Dituang ke dalam loyang dan dikukus selama 30 menit Dipotong berbentuk segiempat sesuai selera Dicelupkan ke dalam adonan terigu Dibaluri dengan tepung roti Dikemas dengan aluminium foil dan plastik
Gambar 1.Diagram alir pembuatan nugget.
12
Parameter yang diukur Parameter yang diukur meliputi nilai TBA (Thiobarbituric-acid) dan kualitas organoleptik (kekenyalan, warna, aroma, rasa dan kesukaan). Uji TBA ( Thiobarbituric-acid) Penentuan bilangan TBA dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-14 berdasarkan metode Tarladgis (1960) dalam Apriyantono (1989). Diagram alir penentuan nilai TBA disajikan pada Gambar 2. 10 gram produk + 50 ml aquades dimasukkan ke dalam waring blender dan dihancurkan selama 2 menit Dipindahkan ke labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquades Ditambahkan 2,5 ml HCl 4 M sampai pH 1,5 dan ditambahkan batu didih
Didestilasi selama 10 menit hingga diperoleh 50 ml destilat 5 ml destilat dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 5 ml pereaksi TBA lalu tutup dan dicampur merata lalu dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih Blanko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi Tabung reaksi didinginkan selama 10 menit dan diukur absorbansinya Bilangan TBA dihitung dan dinyatakan dalam satuan mg malonaldehid per kg sampel
Gambar 2. Diagram alir penentuan nilai TBA. Kualitas Organoleptik Pengujian kualitas organoleptik dilakukan oleh 10 panelis dari mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0. Parameter yang diuji meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan kesukaan. Sebelum pengujian dilakukan nugget terlebih dahulu digoreng dengan minyak mendidih (170°C)
13
selama 1 menit. Deskripsi dan nilai skor untuk setiap parameter organoleptik disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Deskripsi dan nilai skor organoletik nugget Aroma Aroma Skor Kekenyalan Warna susu daging Sangat Sangat Sangat Sangat 5 beraroma beraroma kenyal kuning susu daging Beraroma Beraroma 4 Kenyal Kuning susu daging Agak Agak Agak 3 Agak kenyal beraroma beraroma kuning susu daging Agak Agak Agak tidak Agak tidak tidak 2 kenyal keputihan beraroma beraroma susu daging Tidak Tidak 1 Tidak kenyal Putih beraroma beraroma susu daging
Rasa
Kesukaan
Sangat gurih
Sangat suka
Gurih
Suka
Agak gurih
Agak suka
Agak tidak gurih
Agak tidak suka
Tidak gurih
Tidak suka
Analisis data Nilai TBA yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), model matematikanya sebagai berikut:
Yijk = µ + αj + βk + (αj + βk) + εijk Keterangan: Yijk
= nilai parameter perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k pada ulangan ke-i
µ
= nilai tengah umum
αj
= pengaruh perlakuan ke-j
βk
=
pengaruh perlakuan ke-k
(αj + βk) = interaksi perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k
εijk
= pengaruh galat dari satuan ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i Data kualitas organoleptik yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), model matematikanya sebagai berikut :
14
Yij= µ + αi+ εij Keterangan: Yij
= nilai parameter taraf ke-i pada ulangan ke-j
µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
Eij
= pengaruh galat dari satuan ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai TBA (Thiobarbituric-acid) Uji TBA adalah suatu uji untuk mengukur tingkat ketengikan berbagai bahan. Semakin tinggi nilai TBA maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan atau proses oksidasi yang terjadi (Ketaren, 1986). Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata TBA nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke sebelum dan setelah disimpan selama 14 hari dalam refrigerator disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata TBA (mg malonaldehida/kg) nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke sebelum dan setelah disimpan selama 14 hari dalam refrigerator. Lama Perbandingan Daging Ayam dan Dangke (%) RataPenyimpanan rata (100:0) (75:25) (50:50) (25:75) (0:100) (hari) 0 1,24 1,32 1,48 1,30 1,34 1,34 14 1,49 1,28 1,36 1,38 1,35 1,37 Rata-rata 1,36 1,30 1,42 1,34 1,34 Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA nugget. Perbedaan persentase daging ayam dan dangke dalam formulasi sebagai bahan utama pembuatan nugget tidak mempengaruhi nilai TBA produk. Daging ayam merupakan produk hewani dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi sehingga lebih mudah mengalami reaksi oksidasi. Sedangkan dangke merupakan salah satu produk olahan susu dengan kandungan asam lemak jenuh, namun dangke telah mengalami proses pemanasan sehingga memicu mudahnya
16
terjadi reaksi oksidasi. Hal ini diduga menyebabkan nilai TBA yang dihasilkan cenderung sama pada berbagai formulasi. Salma (2010) menyatakan bahwa umumnya asam lemak tak jenuh banyak terkandung dalam produk nabati seperti, minyak kelapa, minyak sawit, serta pada beberapa produk hewani seperti, daging ayam. Asam lemak tak jenuh bersifat lebih reaktif daripada asam lemak jenuh. Lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara karbon-karbon penyusunnya, sedangkan lemak tak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan ganda yang lebih mudah teroksidasi dan membentuk radikal bebas. Adapun asam lemak jenuh, umumnya terkandung dalam mentega, susu, dan lain-lain. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil namun dapat pula mengalami reaksi oksidasi yang cepat akibat pengaruh lingkungan dan pemanasan. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempercepat oksidasi dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:1). radiasi, misalnya oleh panas atau cahaya, 2). bahan pengoksidasi, misalnya peroksida, ozon, asam nitrat, 3). katalis metal, khususnya garam mineral dari beberapa jenis logam berat, dan 4). sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas. Analisis ragam menunjukan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai TBA nugget dengan formulasi daging ayam dan dangke yang berbeda cenderung mengalami peningkatan setelah penyimpanan selama 14 hari namun tidak signifikan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh lama penyimpanan terlalu singkat. Sanger (2010) menyatakan bahwa semakin lama penyimpanan suatu bahan maka semakin besar
17
nilai TBA, hal ini disebabkan karena terurainya lipida menjadi peroksidaperoksida dan selanjutnya menjadi aldehid, keton dan alkohol. Analisis ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara formulasi daging ayam dan dangke dengan lama penyimpanan terhadap nilai TBA nugget. Pengaruh formulasi daging ayam dan dangke terhadap nilai TBA nugget adalah cenderung sama pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-14. Kekenyalan Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan (Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk pada proses pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi ini mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 1988). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rerata skor uji kekenyalan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 3,60a A2 (75 : 25) 4,00a A3 (50 : 50) 3,40a A4 (25 : 75) 2,40b A5 (0 : 100) 1,40c Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak kenyal dan 5 = sangat kenyal.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekenyalan nugget. Pada Tabel 7 terlihat bahwa level persentase dangke hingga 50% dalam formulasi bahan utama
18
menghasilkan nugget yang memiliki tekstur sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin rendah pensentase daging ayam dalam formulasi bahan utama maka tekstur nugget semakin lembek. Struktur protein dari daging ayam yang belum mengalami denaturasi seperti pada dangke yang telah mengalami proses pemanasan diduga mempengaruhi daya ikat air dan kekenyalan nugget. Lawrie (1995) menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan kerusakan struktur protein (denaturasi) dan menurunkan daya ikat air. Tekstur produk pangan dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengikat air. Semakin tinggi daya ikat air suatu bahan maka semakin kenyal produk yang dihasilkan, begitupun sebaliknya (Prinyawiwatkul et al., 1997). Komariah et al., (2005) menambahkan bahwa rendahnya daya ikat air menyebabkan air banyak keluar selama proses pemasakan sehingga gel yang terbentuk kurang kuat dan nugget yang dihasilkan kurang kenyal atau cenderung lembek. Warna Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Warna yang menarik akan meningkatkan derajat penerimaan atau nilai suatu bahan pangan dan menunjukkan kandungan zat di dalam pangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 8.
19
Tabel 8. Rerata skor uji warna nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 3,00a A2 (75 : 25) 2,60a A3 (50 : 50) 2,00b A4 (25 : 75) 2,00b A5 (0 : 100) 1,40c Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = putih dan 5 = sangat kuning.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna nugget. Pada Tabel 8 terlihat bahwa level persentase dangke hingga 25% dalam formulasi bahan utama menghasilkan nugget yang memiliki warna sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin rendah persentase daging ayam dalam formulasi bahan utama maka semakin putih warna nugget. Hal ini dipengaruhi oleh warna daging ayam segar yaitu putih kekuningan karena adanya kandungan provitamin A (beta karoten) di dalam lemak daging yang apabila mengalami proses pemasakan akan semakin berwarna kuning. Cross (1988) menyatakan bahwa warna daging ayam disebabkan oleh provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Provitamin A (beta karoten) merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memberi zat warna kuning pada suatu bahan. Adanya beta karoten dalam daging dan telur ayam, berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah peroksidasi asam lemak dalam daging. Pigmen oksimioglobin pada daging ayam terbentuk akibat adanya oksigenasi mioglobin setelah daging terpapar udara.
20
Aroma Daging Aroma adalah salah satu parameter yang subyektif serta sulit diukur disebabkan setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda terhadap suatu bau. Uji bau penting karena dapat secara cepat memberikan hasil penilaian penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor aroma daging dari nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rerata skor uji aroma daging nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 4,00a A2 (75 : 25) 3,60a A3 (50 : 50) 3,80a A4 (25 : 75) 2,60b A5 (0 : 100) 1,40c Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak beraroma daging dan 5 = sangat beraroma daging.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma daging dari nugget. Pada Tabel 9 terlihat bahwa level persentase dangke hingga 50% dalam formulasi bahan utama menghasilkan nugget yang memiliki aroma daging sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging ayam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin tinggi pensentase daging ayam dalam formulasi bahan utama maka semakin kuat aroma daging dari nugget. Hal ini dipengaruhi oleh adanya komponen lemak dalam daging ayam. Murtidjo (2003) menyatakan bahwa pada hakikatnya, rasa dan aroma daging ayam sangat erat hubungannya dengan lemak. Selain itu, beberapa faktor seperti genetik, usia, jenis kelamin, dan pakan juga berpengaruh terhadap aroma daging ayam. 21
Aroma Susu Aroma merupakan parameter yang diukur dengan menggunakan indra pembau (hidung). Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor aroma nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rerata skor uji aroma susu nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 1,20a A2 (75 : 25) 1,80b A3 (50 : 50) 2,40c A4 (25 : 75) 3,20d A5 (0 : 100) 4,00e Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak beraroma susu dan 5 = sangat beraroma susu.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma susu dari nugget. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semakin tinggi pensentase dangke dalam formulasi bahan utama maka semakin kuat aroma susu dari nugget. Hal ini disebabkan karena susu memiliki aroma khas yang dihasilkan dari kandungan senyawa yang beraroma spesifik dan sebagian bersifat volatil (Suryani, 2013). Tabel 10 menunjukkan bahwa perbedaan persentase dangke dalam formulasi bahan utama menyebabkan perbadaan aroma susu yang sangat nyata pada semua formulasi dan tetap dapat dibedakan oleh para panelis. Jika dibandingkan dengan uji aroma daging bahkan hingga persentase dangke dalam formulasi bahan utama mencapai 50%, panelis tidak dapat membedakan aroma khas susu dan aroma khas daging sehingga nugget cenderung beraroma daging. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan asam lemak susu. Sebagaimana
22
dijelaskan oleh Suryani (2013) bahwa aroma susu juga dipengaruhi oleh lemak susu yang mudah menyerap bau disekitarnya. Rasa Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor rasa nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rerata skor uji rasa nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 3,80a A2 (75 : 25) 3,80a A3 (50 : 50) 3,60a A4 (25 : 75) 3,80a A5 (0 : 100) 2,80b Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skor : 1 = tidak gurih dan 5 = sangat gurih.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa nugget. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa kedua bahan utama memberi kontribusi yang sama terhadap rasa gurih nugget. Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase dangke dalam formulasi bahan utama pada level 75% menghasilkan nugget dengan rasa gurih yang sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging ayam. Hal ini karena kedua bahan masingmasing memiliki sumber rasa gurih yaitu pada daging ayam berasal dari kandungan lemak (marbling) dan pada susu berasal dari asam lemak susu. Arya (2012) menjelaskan bahwa kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular) yang berpengaruh
23
terhadap cita rasa. Sehingga semakin banyak marbling pada daging maka semakin gurih cita rasa yang dihasilkan. Sama halnya dengan asam lemak pada susu, semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin gurih rasa susu tersebut. Rasa juga dipengaruhi oleh tingkat selektif konsumen terhadap komponen lain yang berkaitan dengan rasa produk. Kartika, dkk. (1988) menyatakan bahwa rasa suatu bahan makanan merupakan hasil kerjasama indera-indera lain, seperti indera penglihatan, pembauan, pendengaran, dan perabaan. Kesukaan Kesukaan konsumen terhadap suatu bahan pangan menjadi perameter yang penting disebabkan tingkat kesukaan konsumen akan berpengaruh terhadap nilai suatu bahan pangan. Kesukaan termasuk penilaian yang subyektif dan dipengaruhi oleh berbagai parameter lainnya seperti tekstur, aroma, warna dan rasa. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor kesukaan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Rerata skor uji kesukaan nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke. Formulasi Daging Ayam dan Dangke (%) Rerata A1 (100 : 0) 4,20a A2 (75 : 25) 3,80a A3 (50 : 50) 3,80a A4 (25 : 75) 3,80a A5 (0 : 100) 2,40b Ket: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); Deskripsi Skala : 1 = tidak suka dan 5 = sangat suka.
Analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi daging ayam dan dangke berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan nugget. Dalam penelitian ini, kesukaan memiliki kaitan dengan rasa (Gambar 3). Pada hasil uji rasa menunjukan persentase dangke dalam formulasi bahan utama hingga mencapai
24
75% menghasilkan nugget yang memiliki rasa gurih sama dengan nugget berbahan dasar 100% daging ayam, dan hal ini berpengaruh terhadap kesukaan. Pada Tabel 12 terlihat bahwa tingkat kesukaan nugget berbahan dasar 100% daging ayam dan dengan kombinasi antara daging ayam dan dangke lebih tinggi dibanding dengan nugget berbahan dasar 100% dangke. Kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan
skala organoleptik
dangke disajikan pada Gambar 3. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
kekenyalan warna aroma daging aroma susu rasa kesukaan A1 (100:0)
A2 (75:25)
A3 (50:50)
A4 (25:75)
A5 (0:100)
kombinasi daging ayam dan dangke (%)
Gambar 3. Grafik kualitas organoleptik nugget dengan berbagai formulasi daging ayam dan dangke.
Menurut Kartika, dkk. (1988) kenampakan juga merupakan visual bahan makanan yang meliputi ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan. Menurut Judge et al. (1989) daya terima produk daging tergantung pada kualitas aroma dan flavor, atau kenampakan, keempukan serta tekstur.
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut : 1. Formulasi daging ayam dan dangke, lama penyimpanan serta interaksi antara formulasi daging ayam dan dangke dengan lama penyimpanan menghasilkan nilai TBA (Thiobarbituric-Acid) nugget yang cenderung sama. 2. Formulasi daging ayam dan dangke menghasilkan kualitas organoleptik nugget yang berbeda. Semakin tinggi persentase daging ayam dalam formulasi nugget, maka semakin tinggi kualitas tekstur, warna, aroma daging, aroma susu, rasa dan tingkat kesukaan nugget. 3.
Level penggunaan dangke yang terbaik dalam formulasi nugget adalah 50%.
Saran Untuk penelitian lanjutan mengenai pembuatan nugget dengan dangke sebagai bahan utama sebaiknya tetap menambahkan daging ayam dalam formulasi bahan dan disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kandungan gizi dari nugget kombinasi daging ayam dan dangke.
26
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Y. 2008. Nugget. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat cetakan ke-12.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ansel, H.C,.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke-4.Terjemahan Farida Ibrahim. UI Pres, Jakarta. Apriyantono A., D. Fardiaz, N. L.Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, Bogor. Arya. 2012. Ilmu Pangan. http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id. Diakses 23 April 2016 Astawan, M. W. dan M. Astawan, 2007. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademi Presindo, Jakarta. Baba S. 2012. Produksi complete feed berbahan baku local dan murah melalui aplikasi participatory technology development guna meningkatkan produksi dangke susu di kabupaten enrekang. Prossiding Insinas, 2012. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget ayam. SNI 01-6683-2002. BSN, Jakarta.
Chatarina W. dan S. H. C.Dewi. 2014. Pemanfaatan daging itik afkir sebagai nugget fungsional dengan curing dalam ekstrak kunyit dan penambahan brokoli. Prosiding Seminar Nasional, 2014. Cross., H. R. 1988. Carcass Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science. New York. DeMan, J.M. (1997) Kimia Makrnan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Penerbtt ITB. Bandung. Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya, Jakarta. Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. Grace S. 2010. Oksidasi Lemak Ikan Tongkol Asap yang Direndam dalam Larutan Ekstrak Daun Sirih. Pacific Journal. Vol 2 (5): 870-873.
Hakim A. R.dan T. Suryani. 2014. Kadar protein dan organoleptik nugget formulasi ikan tongkol dan jamur tiram putih yang berbeda. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
27
Hamilton R. J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London. Judge, M. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, and R. A, Markel. 1989. Principles of Meat Science 2nd. Kendall. Hunt Publishing Company, Derbeque, Iowa. Kartika, B., Hastuti P., dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Komariah, N. Ulupi dan E.N. Hedrarti. 2005. Sifat Fisik Daging Sapi dengan Jamur Tiram Putih sebagai Campuran Bahan Dasar. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Lawrie, 2003. Ilmu Daging. (Penerjemah A. Parakkasi dan Yudha A). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta. (Diterjemahkan oleh : A. Parakkasi). Mahmud A. R. 2011. Formulasi nugget tahu pury (nugget tapury) sebagai kudapan alternative tinggi protein. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian, Bogor. Marzoeki, M. Hafid, Jufri, Amir dan Madjid. 1978. Penelitian Peningkatan Mutu
Dangke. Balai Penelitian Kimia Departemen Perindustrian, Makassar. Matz, S. A. 1962. Water in Food. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di Kota Bogor. Skripsi.Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Murtidjo. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Nurzainah G dan Namida. 2005. Penggunaan bahan pengisi pada nugget itik air. http://www.respectori usu.ac.id. Diakses : 01 Desember 2015
Prinyawiwatkul, W., K. H. Mc Wather, L. R. Beuchat and R. D. Philips. 1997. Optimizing Acceptualy Of Chicken Nuggets Containing Fermented Cowpea And Peanut Flours. J. Food Sci. 62 (4) : 889- 893.
28
Puspitasari, D. 2008. Kajian Subtitusi Tapioka dengan Rumput Laut (Euchema Cottoni) pada Pembuatan Bakso. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Rahardi F. 1995. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor. Syamri. 2011. Nugget ayam bukan makanan sampah. www.ilmupangan.blogspot. com.search.label.daging. Diakses : 01 Desember 2015 Wahniyathi H., M. B. Sudarwanto., I. Sudirman dan R. Malaka. 2013. Survei Potensi Dangke Susu Sapi Sebagai Alternatif Dangke. JITP Vol. 3 No. 1. Makassar. Wibowo S. 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press, Yogyakarta. Winarno F. G. 1988. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. GramediaPustakaUtama, Jakarta. Yahya B. S. 2015. Ketengikan oksidatifhidrolitik dan asam lemak. http://www.ber bagiilmu.blogspot.com. Diakses : 01 Desember 2015.
29
30
UJI TBA Lampiran 1. Hasil uji Nilai TBA Nugget dengan SPSS Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TBA Type III Sum of Squares
Source
df
a
Corrected Model .172 Intercept 54.999 Penyimpanan .009 Formulasi .047 Formulasi * Penyimpanan .115 Error .347 Total 55.518 Corrected Total .519 a. R Squared = .331 (Adjusted R Squared = .030) TBA
Mean Square 9 1 1 4 4 20 30 29
.019 54.999 .009 .012 .029 .017
F 1.100 3.172E3 .520 .685 1.661
Sig. .406 .000 .479 .611 .198
Subset Formulasi a
Duncan
N
1
75% daging ayam 25% dangke
6
1.2967
25% daging ayam 75% dangke
6
1.3417
100% dangke
6
1.3483
100% daging ayam
6
1.3633
50% daging ayam 50% dangke
6
1.4200
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .017.
.160
31
UJI ORGANOLEPTIK Lampiran 2. Hasil uji Kekenyalan Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares tekstur
Between Group Within Group Total
df
Mean Square
F
Sig.
22.160
4
5.540
23.083
.000
4.800 26.960
20 24
.240
kekenyalan formula si a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 N
3 1
2
A5
5
1.4000
A4
5
A3
5
3.4000
A1
5
3.6000
A2
5
4.0000
2.4000
Sig. 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
.080
Lampiran 3. Hasil uji Warna Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares warna
Between Group Within Group
7.600 2.400
Total
formula si a
Duncan
df
10.000 warna
Mean Square
F
Sig.
1.900
15.833
.000
4
.120
20 24
Subset for alpha = 0.05 N
1
2
3
A5
5
A3
5
2.0000
A4
5
2.0000
A2
5
2.6000
A1
5
3.0000
Sig.
1.4000
1.000
1.000
.083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
32
warna formula si a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 N
1
2
3
A5
5
1.4000
A3
5
2.0000
A4
5
2.0000
A2
5
2.6000
A1
5
3.0000
Sig. 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
.083
Lampiran 4. Hasil uji Aroma Daging dari Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares Aroma daging
Between Group Within Group Total
df
Mean Square
F
Sig.
23.440
4
5.860
26.636
.000
4.400
20
.220
27.840
24
aromadaging formulas i a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 N
1
2
3
A5
5
1.4000
A4
5
A2
5
3.6000
A3
5
3.8000
A1
5
4.0000
Sig. 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
2.6000
1.000
.216
33
Lampiran 5. Hasil uji Aroma Susu dari Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares Aroma susu
Between Group Within Group Total
df
Mean Square
F
Sig.
24.640
4
6.160
34.222
.000
3.600
20
.180
28.240
24 aromasusu
formula si a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 N
1
A1
5
A2
5
A3
5
A4
5
A5
5
2
3
4
5
1.2000 1.8000 2.4000 3.2000 4.0000
Sig. 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
1.000
1.000
1.000
Lampiran 6. Hasil uji Rasa Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares rasa
df
Mean Square
F
Sig.
4.273
.012
Between Group
3.760
4
.940
Within Group
4.400
20
.220
Total
8.160
24
rasa
Subset for alpha = 0.05 formulasi a
Duncan
N
1
2
A5
5
A3
5
3.6000
A1
5
3.8000
A2
5
3.8000
A4
5
3.8000
Sig.
2.8000
1.000
.545
34
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Lampiran 7. Hasil uji Kesukaan Nugget dengan SPSS ANOVA Sum of Squares kesukaan
F
Sig.
10.909
.000
9.600
4
2.400
Within Group
4.400
20
.220
14.000 kesukaan
24
formula si Duncan
Mean Square
Between Group
Total
a
df
Subset for alpha = 0.05 N
1
2
A5
5
2.4000
A2
5
3.8000
A3
5
3.8000
A4
5
3.8000
A1
5
4.2000
Sig. 1.000 .231 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
35
Lampiran 8. Gambar Sampel Nugget untuk didestilasi
Lampiran 8. Gambar Kegiatan Pembuatan Sampel untuk didestilasi
Lampiran 8. Gambar Alat Destilasi
36
Lampiran 8. Destilat setelah penyimpanan 14 hari
Lampiran 8. Uji TBA dengan Spektrofotometer.
37
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 8. Gambar kegiatan Pembuatan Sampel
Lampiran 8. Gambar kegiatan Uji Organoleptik
38
RIWAYAT HIDUP
Ayu Angga Reny, lahir di Polewali pada tanggal 20 Juni 1994, merupakan anak sulung dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Anca dan Ibu Nuraeni yang berdomisili di Desa Pana, Kec. Alla, Kab. Enrekang. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar di SDN 113 Pana, Kabupaten Enrekang, lulus tahun 2006 sebagai siswa berprestasi. Setelah lulus, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Alla, Kabupaten Enrekang, lulus tahun 2009 dan kemudian lanjut di Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Alla, Kabupaten Enrekang, dan lulus pada tahun 2012. Selama mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas, penulis cukup aktif dalam berorganisasi, seperti OSIS dan English Club. Penulis juga pernah menjadi juara Olimpiade SAINS bidang Biologi tingkat SMA/Sederajat se-Kabupaten Enrekang. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Alla, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Penulis cukup aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Produksi Ternak (HIMAPROTEK) dengan menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum selama periode kepengurusan 2013-2014. Selain itu, penulis juga menjadi asisten di Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Labotarorium Managment Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
39