SKRIPSI ANALISIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMISIONER PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PROV. SULTRA
OLEH RAHMAWATI LAULEWULU B1B1 12 022
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
i
ANALISIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMISIONER PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PROV. SULTRA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Halu oleo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1)
OLEH : RAHMAWATI LAULEWULU B1B1 12 022
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ii
ABSTRAK
Rahmawati Laulewulu (B1B1 12 022). Analisis Proses Pengambilan Keputusan Yang Dilakukan Komisioner KPU Provinsi Sultra Dalam Pegumpulan Informasi ( Kantor KPU Provinsi Sultra). Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo Kendari. Pembimbing I: Rahmat Madjid, dan Pembimbing II: Juharsah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang proses pengambilan keputusan yang dilakaukan oleh komisioner pada KPU Provinsi Sultra dalam mengumpulkan informasi. Informan dalam penelitian ini adalah komisioner KPU Provinsi Sultra yang berjumlah 5 orang. Sumber data yang digunakan adalah data primer, sumber data yang diperoleh langsung dari informan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara langsung dari yang bertugas sebagai komisioner. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah yang telah dilakukan oleh ke lima komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, yang dimana kesepakatan hasil musyawarah itulah yang jadi proses keputusan.
Kata Kunci : Pengambilan keputusan
vi
ABSTRACT
Rahmawati Laulewulu (B1B1 12 022). Decision Analysis commissioner KPU Sultra In Collection Information (KPU Provinsi Sultra). Thesis Department of Management Faculty of Economics and Business Halu Oleo University Kendari. Supervisor I: Rahmat Madjid, and Supervisor II: Juharsah. This research aimed to describe the decision-making process by the commissioner in Southeast Sulawesi Provincial Election Commission in gathering the information. Informants in this study is the commissioner of the Provincial Election Commission Sultra amounting to 5 people. Source data used are primary data, data sources obtained directly from the informant, data collection techniques used were interviews of serving as commissioner. Analysis of the data used is descriptive qualitative. The study states that the decision-making process are taken by consensus that has been done by all five commissioners Southeast Sulawesi Provincial Election Commission, which is where the results of consultation agreement so that the decision process.
Keywords: Decision-making
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya telah memberikan petunjuk, kesehatan dan kekuatan kepada penulis dalam mengikuti pendidikan serta menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis proses pengambilan keputusan Komisioner pada Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prov. Sulawesi Tenggara”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, tabi’in, tabiuttabi’in hingga kaum muslimin yang senantiasa istiqomah dijalan Allah SWT hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Persembahan paling utama penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ayahanda Alm. Tuduhina Laulewulu dan Ibunda Hj. Syamsuria T. yang dengan sabar, tulus hati dan penuh kasih sayang mengasuh, merawat, membesarkan, mendidik serta selalu memberikan dukungan moril dan materil dalam proses pendidikan hingga pada penyusunan skripsi ini. juga untuk saudara-saudaraku (Eka Paksi, Eraslin, Muh. Endang SA, Dewi sultriana, Seni Marlina, Widiawati, Muh. Hasan al-bana, Fatmawati Laulewulu dan Muh. Fadri Laulewulu) serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat untuk saya.
viii
Skripsi ini telah banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran, jika pada akhirnya dapat memberikan manfaat kepada pembaca maka hal ini tidak terlepas dari arahan Bapak Dr. H. Rahmat Madjid, SE., M.Si,. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Juharsah, SE., M.Si., selaku pembimbing II yang telah sabar memberikan arahan dan dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga kekuatan dan kesehatan selalu tercurah untuk keduanya dan semoga amal kebaikan yang telah diberikan dengan tulus mendapatkan balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati penulis
juga
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Supriadi Rustad, M.Si., selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Ibu Dr. Hj. Rostin, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 3. Bapak La Ode Asfahyadin A., SE., MM., selaku Ketua Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 4. Ibu Dr. Sinarwati, SE., M.Si., selaku Kordinator Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 5. Ibu Dr. Sri Wiyati Maharani, SE., M.Si., selaku Sekretaris jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 6. Bapak Prof. Dr. Dedy Takdir S., SE., M.Si, Bapak Dr. Hayat Yusuf., SE., M.si, ibu Dr. Sri Wiyati Maharani, SE., M.Si., selaku penguji yang telah ix
meluangkan waktunya dengan penuh perhatian memberikan arahan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. 7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo atas arahan, bimbingan dan motivasi dalam proses belajar mengajar selama penulis menjalani kuliah. 8. Staf Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo. 9. Sahabat-sahabatku tersayang Mutmainnah, Yasya Aulia, Ayu Lestari, Ade Irma Darmayanti, Ifnar, Anisa sulfian, siti putri aprianti, nita indrawati, Rahmawati Najamuddin, Yustika, Evhyana, Nurfitra. Tak ada kata yang dapat penulis ungkapkan selain rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT karena telah mempertemukan dengan kalian, sahabat yang luar biasa, selalu memberikan motivasi dan pertolongan disaat penulis membutuhkan apapun, semoga persahabatan kita selalu terjaga. 10. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Manajemen angkatan 2012 dan 2013 khusunya kelas A dan rekan-rekan konsentrasi SDM yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Begitu banyak kenangan semasa perkuliahan. Terima kasih kawan atas pertolongan, kerjasama dan tukar pikiran pengetahuan selama perkuliahan sampai penulisan skripsi ini. 11. Teman-teman tergaring dan terbalala di lokasi KKN, Sofyan Asbar, Viqi Affandi, Syamsul, Andi Bihi Sakti, Mutiara Makmur, Leni Leviana, Nanik Hariyani, Fani Septiani, Mega Aprilia, Ayu Lestari, Yhati Hardiati, Harlina,
x
Nurfiati, Sumiana, Andi Fiah, Putry Nawawi, Nurlin. terimakasih atas dukungan dan doanya . Akhirnya
penulis
menyadari
masih
terdapat
kekurangan
dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran bagi penyempurnaan skripsi ini, dan kiranya skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, Amin.
Kendari,
Januari 2017 Penulis
Rahmawati Laulewulu
xi
DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................v ABSTRAK ....................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ...........................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................6 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................6 1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................8 2.2 Proses Penempatan Partai Politik ....................................................10 2.2.1 Perilaku Pemilih Dalam Menetapkan Calon Legislatif .........12 2.2.2 Kaderisasi dalam Partai Politik di Indonesia.........................15 2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Komisioner KPU ..........................17 2.3 Teori Pengambilan Keputusan ........................................................18 2.3.1 Tujuan Pengambilan Keputusan............................................22 2.3.2 Dasar Pengambilan Keputusan..............................................22 2.3.3 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan .............................................................................25 2.3.4 Keputusan Individual dan Kelompok ....................................26 2.4 Pengertian Model Pegambilan Keputusan ......................................26 2.4.1 Klasifikasi Model Pengambilan Keputusan ..........................29 2.4.2 Pengambilan Keputusan Secara Induktif dan Deduktif Pada KPU..............................................................................32 2.5 Kegiatan yang sudah dilakukan, waktu pencapaian,output dan manfaat Program yang telah dilakukan oleh KPU .......................................35 2.5.1 Rencana yang akan dilaksanakan oleh Komisioner KPU .....36 2.5.2 Kriteria Keberhasilan ............................................................37 2.5.3 Agenda Prioritas ....................................................................38 2.5.4 Pertimbangan dalam menentukan prioritas ...........................39 2.5.5 Keterkaitan antar program prioritas ......................................39 2.5.6 Langkah-langkah implementasi ............................................39 2.6 Kerangka Pikir ................................................................................40
xii
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian .............................................................................42 3.1.1 Unit Analisis..........................................................................42 3.2 Informan Penelitian dan Informan Kunci .......................................42 3.2.1 Informan Penelitian ...............................................................42 3.2.2 Informan Kunci .....................................................................42 3.3 Jenis dan Sumber Data ....................................................................43 3.3.1 Jenis Data ..............................................................................43 3.3.2 Sumber Data ..........................................................................43 3.4 Teknik Pengumpulan Data ..............................................................43 3.5 Metode Analisis Data ............................................................ 43 3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Terbentuknya KPU.............................................................46 4.2 Karakteristik Informan ....................................................................49 4.2.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin .............49 4.2.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Usia .............................50 4.2.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan .....50 4.3 Deskripsi Jawaban Informan Komisioner KPU Provinsi Sultra ....51 4.3.1 Jawaban informan atas pengambilan keputusan berdasarkan rasional ..................................................................................51 4.3.2 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta .....................................................................................53 4.3.3 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman ...........................................................................55 4.3.4 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan Undang-Undang ....................................................................56 4.4 Pengambilan Keputusan di Sekretariat KPU dan KPU Provinsi Sultra ..............................................................................................59 4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ..........................................................60 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .....................................................................................69 5.2 Saran ................................................................................................69
DAFTRA PUSTAKA ........................................................................................ LAMPIRAN .......................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pikir...............................................................................41
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Hasil Evaluasi Kinerja Organisasi Sekjen KPU ................................4 Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin .........................49 Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................50
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya otonomi daerah dalam sistem pemerintahan menyebabkan perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan otonomi di beberapa daerah kota/kabupaten di Indonesia, yang berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah sebagai penyedia publik masih jauh dari harapan masyarakat. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi pola kerja aparatur negara dalam sistem pemerintahan di daerah sehingga menyebabkan prestasi kerja akan berkurang. Hal ini bisa dirasakan dari pelayanan yang lamban dan proses penyelesaian pembangunan daerah tidak tepat waktu. Komisioner dalam melakukan pengambilan keputusan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang datang dari suatu unit yang mana bisa dikendalikan oleh unit itu sendiri. Sebagai unit pertimbangan berbagai macam keputusan yang ingin mempertahankan pendapatnya, komisioner harus mengetahui apa yang menjadi daya tarik seseorang untuk mendukung keputusan yang diambil, dengan mengetahui apa yang menyebabkan seseorang tertarik dengan keputusan yang telah diambil oleh komisioner, maka dapat menentukan dan menyusun strategi yang kompetitif, sehingga komisioner dapat mengambil sebuah keputusan yang baik dalam melakukan sebuah pekerjaan. Masalah yang amat menggangu kinerja birokrasi pemerintah, adalah bagaimana seorang pimpinan mengambil sebuah keputusan. Persyaratan jabatan
1
2
struktural yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2000 lebih menitikberatkan pada persyaratan administratif, seperti pangkat terendah, Daftar Urutan Kepangkatan (DUK), dan Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3). Dalam setiap pekerjaan maupun profesi, khususnya di bidang politik khususnya komisioner tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya untuk mengambil sebuah keputusan yang baik. Seorang pegawai yang memiliki kompetensi dalam profesinya akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik serta efisien, efektif, tepat waktu, dan sesuai dengan sasaran sehingga dapat mengambil sebuah keputusan yang saling menguntungkan. Pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam peningkatan efektivitas kerja pegawai. Pegawai yang dapat mengambil keputusan yang baik tentu akan mudah untuk melaksanakan semua tanggung jawab pekerjaan. Mampu membaca situasi dan permasalahan yang terjadi dalam pekerjaan serta dapat memberikan respon yang tepat dan memiliki penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya. Komisioner pada dasarnya bergantung pada konteks kelembagaan yang dimaksudkan, semisal komisioner KPU,,berarti orang-orang yang telah ditugaskan oleh pemerintah dalam menjalankan komisi dan mendapatkan imbalan jasa,tentu saja hal ini sangat bertalian dengan komisioner pada hukum perdagangan,karena adanya imbalan jasa atau komisi. Secara institusional, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi
3
1998. KPU Pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU Kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU Ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsul Bahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum. Sementara KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kotauntuk pertama kalinya mulai dibentuk pada tahun 2003. Pada proses Reformasi Birokrasi, telah dilakukan evaluasi kinerja organisasi KPU, evaluasi kelembagaan KPU, dan evaluasi kondisi kerja pegawai KPU dengan cara kaji diri (self assessment) untuk menilai kondisi birokrasi di KPU. Hasil evaluasi kinerja organisasi KPU dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
4
Tabel 1.1 Hasil Evaluasi Kinerja Organisasi Sekjen KPU
NO
ASPEK
Hasil Survei Sesuai Tidak Sesuai
1.
Struktur Organisasi a Struktur Organisasi b Tugas dan Fungsi 2. Sumber Daya Manusia a Jumlah pesonel b Kompetensi c Penghargaan terhadap prestasi 3. Tata Kerja a Tumpang tindih tanggungjawab b Tugas belum tertampung struktur organisasi c Hambatan dalam melaksanakan tugas 4. Sarana dan Prasarana a Sarana utama b Sarana pendukung b.1 meja, kursi, lemari, komputer, telepon b.2 sarana transportasi 5. Komunikasi dan kordinasi organisasi a Hubungan antara KPU dengan instansi terkait b Hubungan kerja Sekretariat KPU dengan Komisioner KPU c Hal-hal lain yang berhubungan dengan KPU Sumber : Data Primer (KPU PROVINSI SULTRA), 2016
62,96% 61,11%
37,04 % 38,89 %
22,22% 53,70%
77,78 % 46,30 % 62,96%
77,78% 50% 38,89%
22.22% 50 % 61,11%
51,85%
48,15%
38,89% 29,63%
61,11% 70,37%
92,13%
7,87%
81,48%
18,52%
77,16%
22,84%
Berdasarkan tabel diatas dinyatakan bahwa menyangkut struktur organisasi berdasarkan hasil pengamatan bahwa sebesar 62,96% struktur organisasi pada KPU Provinsi Sultra sudah terorganisir dengan baik, sedangkan tugas dan fungsi masing-masing pemegang jabatan sesuai dengan struktur organisasi sebesar 61,11%. Pada Sumber daya manusia jumlah personel dalam hal ini pegawai KPU Provinsi Sultra tidak sesuai sebesar 77,78%, hal ini bahwa kurangnya pegawai dalam sebuah dinas akan mengurangi tingkat produktivitas kerja, sedangkan pada
5
kompetensi pegawai sebesar 53,70% hal ini berarti kompetensi yang dimiliki oleh pegawai KPU Provinsi Sultra sudah baik untuk menjalankansebuah tugas. Pada komunikasi dan kordinasi menyangkut hubungan antara KPU dengan instansi terkait sebesar 92,13%, hal ini berarti komunikasi yang dijalin antar pegawai KPU dengan instansi terkait lainnya dapat dikatakan baik, sedangkan pada hubungan kerja sekeretariat KPU dengan komisioner sebesar 81,48%, hal ini berarti hubungan yang dijalin sudah baik. Hasil evaluasi tersebut di atas menjadi acuan dalam memetakan permasalahan kritis di KPU yang dikelompokkan dalam 8 (delapan) area perubahan, meliputi organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik serta pola pikir dan budaya kerja. Permasalahan di lingkungan pegawai KPU Provinsi Sultra, pangkat tidak selalu mencerminkan kompetensi kerja, dan pengambilan keputusan karena pangkat ditetapkan berdasar ijazah tertinggi yang dimiliki pegawai serta masa kerja di pemerintahan. Sebagai contoh, tamatan SD diberi pangkat awal I/a, tamatan SLTA II/a, dan tamatan S1 III/a, dengan tidak membedakan jenis keahlian yang mereka miliki. Setelah itu, setiap empat tahun, pangkat mereka naik ke jenjang lebih tinggi sampai ke pangkat puncak, atau pangkat tertinggi yang dapat dicapainya. Sebagaimana diketahui bahwa walaupun pihak KPU Provinsi Sultra dimata masayarakat mencerminkan nilai yang baik, namun bukan berarti setiap pegawai yang ada di KPU Provinsi Sultra ini dalam hal ini komisioner untuk
6
mengambil sebuah keputusan yang baik dalam menjalankan tugasnya. Sehingga untuk mengetahui tingkat kerja komisioner, maka perlu kiranya untuk melakukan penilaian kinerja sehubungan dengan implementasi tugas-tugasnya sebagai pegawai. Fenomena di atas merupakan salah satu dari sekian banyak fakta yang terjadi dan diduga ada kaitannya dengan pengambilan keputusan. Namun masih perlu diteliti lebih lanjut melalui penelitian empiris dengan judul: Analisis Proses Pengambilan Keputusan Komisioner Pada KPU Provinsi Sultra. 1.2 Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh komisioner pada KPU Provinsi Sultra? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan tentang proses pengambilan keputusan yang dilakaukan oleh komisioner pada KPU Provinsi Sultra dalam mengumpulkan informasi. 1.4. Manfaat Penelitian Dari tujuan di atas diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk: 1. Manfaat Akademik, sebagai bahan bacaan/ informasi bagi penelitian lain mengenai analisis dan pengambilan keputusan komisioner pada KPU Provinsi Sultra.
7
2. Manfaat Praktis. Dapat menjadi bahan masukan bagi pihak dinas KPU untuk mengetahui dan menunjukkan komisioner yang berkompeten belum berkompeten untuk menjadi seorang perantara untuk menjalin hubungan antara KPU Provinsi Sultra 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis proses pengambilan keputusan
komisioner pada KPU Provinsi. Pengambilan keputusan yang dinyatakan dari pendapat Siagian, 2002 diukur dengan 5 (Lima) indikator yakni; Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi; Pengambilan Keputusan Rasional; Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta; Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman; Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang, akan tetapi sesuai dengan obyek penelitian yaitu di KPU Provinsi Sultra pengambilan keputusan yang dipakai adalah: pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah; Pengambilan Keputusan
Rasional;
Pengambilan
Keputusan
pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman.
Berdasarkan
Fakta;
dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Iskandarini (2012), dengan judul ”Analisis Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Hasil penelitian menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis SWOT identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan strategi perusahaan, dimana analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategi (strategi planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Tahapan selanjutnya adalah menyusun daftar prioritas yang harus diimplementasikan. Salah satu teknik untuk memperoleh strategis alternatif yang diprioritaskan adalah dengan cara QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan good intuitive judgement. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pengambilan keputusan, sedangkan perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Iskandarini menambahkan pembahasan tentang pemecahan masalah sedangkan pada penelitian ini hanya membahas tentang pengambilan keputusan.
8
9
Penelitian yang dilakukan oleh
Johanes Gigih Prasetyo Wibowo, 2011,
dengan judul “ Analisis Pengambilan Keputusan Penambahan Sumber Gas Lift Di Offshore Melahin Platform Chevron Indonesia Company. Metode yang digunakan untuk analisis ini adalah dengan menggunakan metode Promethee sebagai alat analisis dengan preferensi pengambilan keputusan. Untuk analisis proyek ini penulis menggabungkan dengan metode Entropy sebagai alat untuk menentukan bobot pada masing-masing kriteria. Adanya dua pilihan ini membuat perusahaan harus melakukan analisis pengambilan keputusan agar didapat keputusan yang benar-benar efisien dan tentunya menguntungkan perusahaan. Dengan adanya analisis ini diharapkan mendapat proyek yang tepat berdasarkan rangkingnya dan didapatkan sistem pendukung keputusan yang dapat digunakan untuk mendukung pemilihan proyek dan memberikan manfaat bagi Chevron Indonesia Company. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pengambilan keputusan, sedangkan perbedaannya terletak pada obyek penelitian dan alat analisis yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Iranda, 2014 dengan judul “Pengambilan Keputusan Pemimpin Organisasi Pada UKM Yang Berprestasi Uin Sunan Kalijaga”. pendekatan deskriptif kualitatif dan dianalisis dengan menggunakan deskripsi, kategorisasi, Kesimpulan, serta analisis isinya dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan pengambilan keputusan bagi pemimpin organisasi pada UKM Berprestasi UIN Sunan Kalijaga adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mewujudkan sebuah keputusan dengan
10
mempertimbangkan berbagai informasi tersebut dengan kondisi riil dilapangan, melalui
kesepakatan
tersebut.Dinamikanya
berbagai
anggota
melibatkan
yang
aspek–aspek
terlibat
dalam
pengambilan
proses
keputusan,
diantaranya rasional, informasi yang didapatkan, tanggung jawab, mengayomi anggota, serta memperhatikan keadaan psikologi masing-masing anggota, serta yang terakhir komunikasi dalam pengambilan keputusan. Adapun faktor dalam pengambilan keputusan yaitu gagasan, ide yang inovatif, solusi, sikap egaliter, etika, lingkungan kondusif, kepatuhan anggota, emosi, resiko, efesiensi waktu dan anggaran serta keterampilan bahasa tubuh di dalam berbicara dalam forum pengambilan keputusan. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pengambilan keputusan, sedangkan perbedaannya terletak pada obyek penelitian. 2.2 Proses Penempatan Partai Politik Secara legal formal, Orde Baru tumbang dan berganti suatu sistem baru bertajuk “Reformasi”. Pada masa reformasi ini, pembatasan yang selama puluhan tahun mereduksi aspirasi politik ke dalam tiga partai politik, yaitu Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), tak mampu lagi dipertahankan. Euforia politik yang mewarnai masa-masa itu diwujudkan melalui pendirian partai politik yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Maka, kehidupan politik pun memasuki babak baru yang penuh gairah. Hanya dalam waktu satu tahun, sebanyak 181 partai politik hadir dan menyatakan diri siap mengikuti Pemilihan Umum 1999. Semua berlomba untuk mengisi kevakuman pemimpin nasional.
11
Dua pemilihan umum yang diselenggarakan secara demokratis (tahun 1999 dan 2004) telah menjadi tempat seleksi alam bagi partai politik. Partai yang besar dan kuat akan tetap hidup sementara yang kecil dan lemah akan tersingkir dengan sendirinya. Terbukti pada Pemilu 2004 yang lalu, dari puluhan partai politik yang ada, hanya ada beberapa partai politik yang berhasil memenuhi ambisinya untuk memenangi pertarungan perebutan kekuasaan. Partai Golkar, PDIP, PKB, PPP, PAN, PKS dan Partai Demokrat adalah tujuh partai politik yang berhasil mendominasi peta politik nasional di badan legislatif dan eksekutif. Satu lagi perubahan besar dalam perpolitikan Indonesia adalah dengan adanya sistem pemilu yang diadakan secara langsung. Kemenangan ini bukan otomatis berarti selesainya tugas partai politik. Kemenangan di dalam pemilihan umum hanyalah langkah awal dari proses yang panjang. Partai politik merupakan salah satu inti dari pelaksanaan demokrasi modern. Sebagai agen demokrasi, partai politik mempunyai tugas yang tidak ringan. Penyaluran aspirasi konstituen dan merubahnya menjadi kebijakan publik yang bertanggung jawab menjadi tugas utama para pemegang kekuasaan. Selain itu, ada tugas yang tak kalah penting yang harus diemban oleh partai politik yaitu melakukan kaderisasi setelah melalui proses rekrutmen politik. Semua tanggung jawab ini sangat penting untuk bisa diemban dengan baik oleh partai politik apabila proses demokratisasi di Indonesia benar-benar bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda, dimana pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya.
12
Persoalan kaderisasi ini dikatakan sebagai persoalan penting karena sesungguhnya di dalam partai perlu digodok calon pemimpin lokal maupun pemimpin nasional yang memiliki visi demokrasi dan bermental jujur. Untuk itu, sangat perlu dan mendesak bagi partai politik, terutama para ketua umumnya, untuk segera memikirkan langkah-langkah strategis yang bisa merubah keadaan ini. Mereka harus segera melakukan perombakan mendasar terhadap sistem rekrutmen politik di dalam partai politik yang mereka pimpin sehingga bisa mendukung proses kaderisasi pemimpin nasional. Idealnya, sebuah partai politik menominasikan calon anggota legislatif (caleg) yang telah bergabung dengan partai politik beberapa tahun sebelum pemilu. 6 Dengan demikian, proses inisiasi sang calon anggota legislatif dengan partai politik telah berlangsung baik. Partai politik mengenal calon anggota legislatif tersebut dengan baik, dan calon anggota legislatif pun telah menyatu dengan ideologi, visi, misi, dan program partai politik dengan baik. Calon anggota legislatif seharusnya tersaring melalui proses perekrutan berdasarkan kriteria yang demokratis, objektif terukur, memperhatikan keahlian, dan bebas dari korupsi, gratifikasi, kolusi, serta nepotisme dengan alasan ketika calon anggota legislatif harus memperjuangkan visi, misi, dan program partai politik, sang calon tidak merasa dilematis karena telah mengetahui konsekuensi menjadi bagian dari partai politik. 2.2.1 Perilaku Pemilih Dalam Menetapkan Calon Legislatif Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas manusia lain, dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Dalam
13
konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Ditengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian dari perilaku dan interaksi dapat ditandai akan berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk kedalam kategori ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli barang dan
jasa,
mengkonsumsi
barang
dan
jasa,
menukar,
menanam,
dan
menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik.9. Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan.10 Pemilih dalam hal ini dapat berupa kontestan maupun masyarakat pada umumnya. Kontestan adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu idiologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi seperti partai politik. Berdasarkan UU No.10 tahun 2008 pemilih adalah warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun, atau sudah pernah kawin. Tetapi dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang berhak memberikan hak pilihnya adalah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemlihan Umum (KPU), tapi karena alasan tertentu pemilih tidak bisa
14
menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tempat dia terdaftar. Dalam peratura (KPU) No. 35 tahun 2008 tentang pemungutan dan penghitungan suara, untuk dapat menggunakan hak pilihnya pemilih tersebut harus mendaftar diri ke TPS yang baru, paling lambat 3 hari sebelum pemungutan suara. Jadi, secara garis besar, pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya pada kontestan yang berasangkutan. Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja isu-isu dan kebijakan politik, tetapi pula sekelompok orang yang memilih kandidat karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya, sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa dan aliran politik.
15
Menurut Affan Gaffar, untuk menganalisa perilaku pemilih, maka terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan sosiologis (dikenal pula dengan mahzab Columbia) dan pendekatan psikologis (dikenal dengan mahzab Michigan). 2.2.2 Kaderisasi dalam Partai Politik di Indonesia Secara umum pengertian partai politik didefinisikan sebagai kumpulan orang yang membentuk sebuah partai yang bertujuan untuk merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan dengan cara yang legitimasi melalui pemilihan umum. Menurut Prof. Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional, untuk melaksankan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. Seorang sarjana bernama Sigmund Neumann dalam buku karyanya Modern political Parties memberikan defenisi partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Salah satu fungsi partai politik salah satunya adalah melakukan rekrutmen politik. Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai memerlukan dilakukannya kaderisasi karena setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan
16
kader yang demikian partai dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Peran kader partai politik sangat vital untuk membangun suatu kepemimpinan partai yang berkualitas. Bagaimanapun wajah partai politik ke depan sangat ditentukan oleh kualitas kader-kader yang dimilikinya, yang pada gilirannya akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Meskipun peran dan fungsi partai politik sudah demikian bebas dibanding zaman sebelumnya, namun masalah kaderisasi ini menjadi persoalan serius. Masih banyak partai politik yang belum mampu melakukan pengkaderan yang baik sehingga mereka melakukannya dengan asal comot. Dalam sejarah bangsa ini, kaderisasi adalah fungsi yang terabaikan semenjak awal kehidupan partai politik sampai masa pasca Orde Baru sekarang ini. Pada masa lalu, kaderisasi dilakukan bukan oleh partai politik, tapi oleh ormas-ormas-ormas yang menjadi underbow partai. Pimpinan partai tinggal menerima kader-kader yang telah dihasilkan oleh ormas-ormas tersebut. Pada masa Orde Baru, dengan pemberlakuan undang-undang yang mengharuskan proses fusi partai-partai politik yaitu PDI, PPP, dan Golkar, maka tangan kekuasaan untuk mengontrol dan mengendalikan proses kepemimpinan dalam partai politik yang ada semakin lebih mudah dilakukan. Argumennya ketika dilakukan fusi, maka pemerintah Orde Baru semata-mata bergerak hanya demi stabilitas politik untuk pembangunan ekonomi. Pemerintah memandang bahwa kehidupan partai politik perlu dikendalikan dan diatur agar tidak mengundang
17
hadirnya kebebasan liberal seperti di era multi partai sebelumnya, yang terbukti gagal menghadirkan demokrasi dan pembangunan ekonomi yang baik. 2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Komisioner KPU Adapun beberapa tugas dari komisioner KPU di jelaskan sebagai berikut : 1. Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan dan informasi pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Kab/Kota; 2. Menyusun draf pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk Pemilu Anggota DPRD Kab/Kota; 3. Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan dan informasi tentang pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapan hasil Pemilu; 4. Menyusun dan mencari bahan draft pedoman dan petunjuk teknis pemungutan, perhitungan suara, dan penetapan hasil Pemilu; 5. Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan informasi untuk penyusunan pedoman dan petunjuk teknis Penggantian Antar Waktu dan pengisian Anggota DPRD Kab/Kota; 6. Menyiapkan semua berkas kelengkapan Penggantian Antar Waktu Anggota DPRD Kab/Kota dan hubungan calon pengganti untuk melengkapi kekurangan persyaratan; 7. Mengumpulkan dan mengidentifikasi bahan pemberitaan dan penerbitan informasi Pemilu; 8. Menyusun draft pemberitaan dan penerbitan informasi Pemilu;
18
9. Mengumpukan dan mengidentifikasi bahan dan informasi pelaksanaan kampanye; 10. Menyusun draft tata cara pelaksanaan sosislisasi dan kampanye; 11. Mengumpulkan dan mengidentifikasi bahan dan informasi pedoman teknis bina partisipasi, dan pelaksanaan pendidikan pemilih; 12. Melakukan identifikasi kenerja staf di Subbagian Teknis Pemilu dan Hubungan Pertisipasi Masyarakat; 13. Menginventarisasi permasalahan yang terjadi dan menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pemecahan masalah; 14. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Sekretaris KPU Kab/Kota; 15. Melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris KPU Kab/Kota; 16. Membantu
dan
mengelola
memfasilitasi
pemeliharaan
data
dan
dokumentasi hasil Pemilu; 17. Menyiapkan pelaporan hasil pelaksanaan tugas kepada Subbag Teknis dan Hubmas; 18. Menjalankan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. 2.3 Teori Pengambilan Keputusan Setiap organisasi, baik dalam skala besar maupun kecil, terdapat terjadi perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal organisasi. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan
19
tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dilakukan agar roda organisasi beserta administrasi dapat berjalan terus dengan lancar. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh seorang manajer atau administrator. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengindentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi daripada alternatifalternatif tersebut, dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang pimpinan dalam membuat keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan. Dengan peningkatan kemampuan pimpinan dalam pembuatan keputusan maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuatnya, sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi. Pembuatan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi dan manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusankeputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional dalam suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian
20
terhadap hasil pelaksanaan dilakukan untuk mengevalusai pelaksanaan dari pembuatan keputusan yang telah dilakukan. Hakikatnya kegiatan
administrasi
dalam suatu
organisasi
adalah
pembuatan keputusan. Kegiatan yang dilakukan tersebut mencakup seluruh proses pengambilan keputusan dari mulai identifikasi masalah sampai dengan evaluasi dari pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh elemen-elemen dalam administrasi sebagai suatu sistem organisasi. Artinya dalam membuat suatu keputusan untuk memecahkan suatu permasalahan yang ditimbulkan dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi dibutuhkan informasi yang cukup baik dari internal maupun eksternal organisasi guna mengambil keputusan yang tepat dan cepat. Pada akhirnya, kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan bagian dari kegiatan administrasi dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat roda organisasi dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai „apa yang harus dilakukan‟ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah
21
dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations. Setelah pengertian keputusan disampaikan, kiranya perlu pula diikuti dengan
pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi
tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan). Menurut Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada.
22
2.3.1 Tujuan Pengambilan Keputusan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancer dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah
yang hatus dipecahkan oleh pimpinan organisasi.
Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut. 2.3.2 Dasar Pengambilan Keputusan 1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi. Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu : a. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan. b. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.
23
2. Pengambilan Keputusan Rasional Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalahmasalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu. 3. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan.Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit. 4. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat
24
apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah. 5. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.
25
2.3.3 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan menurut Terry, yaitu : a. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun
yang rasional
perlu diperhitungkan dalam pengambilan
keputusan. b. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi. c. Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih mementingkan kepentingan organisasi. d. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatifalternatif tandingan. e. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah menjadi tindakan fisik. f. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama. g. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. h. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar. i. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata rantai berikutnya.
26
2.3.4 Keputusan Individual dan Kelompok Pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individual atau kelompok, tergantung bagaimana sifat dan corak permasalahannya. Keputusan individual dibuat oleh seorang pemimpin sendirian, sedangkan keputusan kelompok dibuat sekelompok orang. Keputusan kelompok dibedakan dalam : a. Sekelompok pimpinan b. Sekelompok orang-orang bersama pimpinannya. c. Sekelompok orang yang mempunyai kedudukan sama dan keputusan kelompok 2.4 Pengertian Model Pegambilan Keputusan Model adalah percontohan yang mengandung unsure yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan suatu proses berurutan yang memerlukan penggunaan model secara cepat dan benar. Pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsurunsur itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu. 2. Untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur itu. 3. Untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antar variabel. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
27
4. Untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan model, situasi atau sistem yang kompleks itu dapat disederhanakan tanpa menghilangkan hal-hal yang esensial dengan tujuan memudahkan pemahaman. Pembuatan dan penggunaan model dapat memberikan kerangka pengelolaan dalam pengambilan keputusan. Dalam
analisis
pengambilan
keputusan
ini
ternyata
semuanya
menggunakan model paling tidak secara implisit. Mengenai hal ini Hovey, memberikan contoh mengenai pengecatan gedung sekolah. 1. Pengecatan gedung sekolah yang kotor dan tidak merata, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi belajar para siswanya. 2. Pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor pun, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi mengajar para guru sekolah yang bersangkutan. 3. Begitu pula pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor, akhirnya justru akan menyebabkan sekolah terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi. 4. Pengecatan yang baik dan benar, perlu dilakukkan dengan perubahan warna setiap dua tahun sekali. Pengecatan dengan cara demikian itu akan meningkatkan konsentrasi belajar para siswa dan mengajar para guru sekolah yang bersangkutan. 5. Pengecatan gedung sekolah itu ada dalam keadaan baik dan tepat, apabila dilakukan setiap dua tahun sekali.
28
Dari uraian tersebut, empat butir pertama masing-masing mendasarkan diri pada model yang berbeda, tetapi secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara pengecatan dan pendidikan atau pelaksanaan pendidikan. Model kelima merupakan praktik pengecatan itu sendiri (sebaiknya dilakukan dua tahun sekali). Alasan-alasan yang dikemukakan pada butir (1) dan (2) dapat dibenarkan oleh yayasan sekolah. Butir (3) merupakan model penarikan kesimpulan secara teknis mengenai hubungan antara pengecatan dan struktur, jadi diluar prinsip-prinsip keahlian. Butir (1) dan (2) menghubungkan antara pengecatan dengan pelaksanaan kegiatan siswa dan kegiatan guru. Pada umumnya, semua model itu mempunyai aspek-aspek tertentu masing-masing adalah idealisasi, atau abstraksi dari bagian dunia nyata (praktik nyata), atau dengan kata yang lebih tepat dan jelas imitasi dari kenyataan, mengenai hal ini Olaf Helmer menyatakan bahwa: karakteristik dari konstruksi. Model adalah abstraksi; elemen-elemen tertentu dari situasi yang mungkin dapat membantu seseorang menganalisis keputusan dan memahaminya dengan lebih baik. Untuk mengadakan abstraksi, maka pembuatan model sering kali dapat meliputi perubahan konseptual. Setiap unsure dari situasi nyata merupakan tiruan dengan menggunakan sasaran matematika atau sasaran fisik. Hubungannya dengan unsur lain mencerminkan adanya kekayaan atau peralatan dan hubungan lain berupa tiruan. Sebagai contoh, system lalu lintas kota dapat dibuat tiruannya dengan membuat miniature yang menggambarkan adanya jaringan-jaringan, jalan-jalan, rambu-rambu lalu lintas, beserta kendaraan persis seperti sesungguhnya.
29
Jika para analis membuat model, mereka biasanya melakukan hal itu supaya dapat menetapkan tindakan yang paling tepat dalam situasi tertentu. Kemudian digunakan untuk memberikan saran bagi pembuat keputusan. Dengan demikian pada hakikatnya model itu merupakan pengganti hal yang nyata, mewakili kejadian sesungguhnya, dengan harapan agar dapat mengatasi masalah apabila timbul masalah yang sesungguhnya. Model ini sendiri dibuat dengan menyesuaikan pada situasi dimana model itu akan dibuat. Di samping itu, model pun dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan model itu sendiri. Pembuatan dan penggunaan model menurut Kast, memberikan kerangka pengelolaan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan menggunakan model situasi yang kompleks disederhanakan tanpa penghilangan hal-hal yang esensial dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman. Berdasarkan pendekatan ilmu manajemen untuk memecahkan masalah digunakan model matematika dalam menyajikan system menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dipahaminya. Pada umumnya model itu memberikan sarana abstrak untuk membantu komunikasi. Bahasa itu sendiri merupakan proses abstraksi, sedangkan matematika merupakan bahasa simbolik khusus. 2.4.1 Klasifikasi Model Pengambilan Keputusan Mengingat begitu banyaknya cara untuk mengadakan klasifikasi model, dibawah ini disampaikan beberapa klasifikasi saja. Klasifikasi model dapat dilakukan berdasarkan sebagai berikut:
30
1. Tujuannya : model latihan, model penelitian, model keputusan, model perencanaan, dan lain sebagainya. Pengertian tujuan disini adalah dalam arti purpose. 2. Bidang penerapannya (field of application) : model tentang transportasi, model tentang persediaan barang, model tentang pendidikan, model tentang kesehatan, dan sebagainya. 3. Tingkatannya (level) : model tingkat manajemen kantor, tingkat kebijakan nasional, kebijakan regional, kebijakan local, dan sebagainya. 4. Ciri waktunya (time character) : model statis dan model dinamis. 5. Bentuknya (form) : model dua sisi, satu sisi, tiga dimensi, model konflik, model non konflik, dan sebagainya. 6. Pengembangan analitik (analytic development) : tingkat dimana matematika perlu digunakan; lain-lain. 7. Kompleksitas (complexity) : model sangat terinci, model sederhana, model global, model keseluruhan, dan lain-lain. 8. Formalisasi (formalization) : model mengenai tingkat dimana interaksi itu telah direncanakan dan hasilnya sudah dapat diramalkan, namun secara formal perlu dibicarakan juga. E.S Quade dalam Rian Nugroho (2008;3) membedakan model ke dalam tiga tipe, yakni model kuantitatif, model kualitatif dan model probabilitas 1. Model kuantitatif Model kuantitatif (dalam hal ini adalah model matematika) adalah serangkaian asumsi yang tepat yang dinyatakan dalam serangkaian hubungan
31
matematis yang pasti. Ini dapat berupa persamaan, atau analisis lainnya, atau merupakan instruksi bagi computer, yang berupa program-program untuk komputer. Adapun ciri-ciri pokok model ini ditetapkan secara lengkap melalui asumsi-asumsi, dan kesimpulan berupa konsekuensi logis dari asumsi-asumsi tanpa menggunakan pertimbangan atau intuisi mengenai proses dunia nyata (praktik) atau permasalahan yang dibuat model untuk pemecahannya. 2. Model kualitatif Model kualitatif didasarkan atas asumsi-asumsi yang ketepatannya agak kurang jika dibandingkan dengan model kuantitatif dan ciri-cirinya digambarkan melalui kombinasi dari deduksi-deduksi asumsi-asumsi tersebut dan dengan pertimbangan yang lebih bersifat subjektif mengenai proses atau masalah yang pemecahannya dibuatkan model. Gullet dan Hicks memberikan beberapa klasifikasi model pengambilan keputusan yang kerapkali digunakan untuk memecahkan masalah seperti itu (yang hasilnya kurang diketahui dengan pasti). 3. Model Probabilitas Model probabilitas, umumnya model-model keputusannya merupakan konsep probabilitas dan konsep nilai harapan member hasil tertentu (the concept of probability and expected value). Adapun yang dimaksud dengan probabilitas adalah kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu peristiwa tertentu (the chance of particular event occuring). Misalnya kartu bridge terdiri atas 52 buah kartu; berarti tiap-tiap kartu hanya memiliki kemungkinan 1/52. Kartu heart 1 (jantung merah 1) hanya
32
memiliki kemungkinan 1/52. Begitu pula halnya dengan dadu berisi 6, masingmasing sisi hanya memiliki kesempatan atau kemungkinan 1/6 untuk menang. Demikian juga halnya dengan probabilitas statistic atau proporsi statistic dikembangkan melalui pengamatan langsung terhadap populasi atau melalui sampel dari populasi tersebut. Sampel itu sendiri merupakan sebagian yang dianggap mewakili keseluruhan (populasi). Kemungkinan yang dimiliki oleh setiap kartu bridge adalah 1/52 dan dadu adalah 1/6 itu merupakan sebagian dari seluruh kemungkinan masing-masing (untuk kartu adalah 52 dan untuk dadu adalah 6). Banyak kemungkinan dalam rangka pengambilan keputusan dalam organisasi, yang semuanya bertujuan mendapatkan sesuatu yang diharapkan masa mendatang, misalnya agar nantinya dapat menanggulangi terhadap kesulitankesulitan dalam masa resesi, untuk dapat menaikkan tingkatan pendapatan masyarakat, lain sebagainya. 2.4.2 Pengambilan Keputusan Secara Induktif dan Deduktif Pada KPU Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
33
Logika merupakan pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduannya sebagai sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan. Logika lebih mementingkan bentuk logis pertanyaan-pertanyaannya mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premispremis yang kebenarannya telah ditentukan. Jenis-jenis berpikir deduktif : Silogisme Kategorial = Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme Hipotesis = Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Silogisme Akternatif = Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Entimen = Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat
individual.
Penalaran
secara
induktif
dimulai
dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir
34
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Jenis-jenis berpikir induktif : 1.
Generalisasi : merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada Dibagi menjadi 2 : a. Generalisasi Sempurna / tanpa loncatan induktif - Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan b. Generalisasi Tidak Sempurna / dengan loncatan induktif - Fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada
2.
Analogi : Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
3.
Kausal : Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebabakibat. Terdiri dari 3 pola : a. Sebab ke akibat => Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek. b. Akibat ke sebab => Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya. c. Akibat ke akibat => Dari satu akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya
35
2.5 Kegiatan yang sudah dilakukan, waktu pencapaian , output dan manfaat Program yang telah dilakukan oleh KPU Dalam rangka penataan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan fungsi dan tugasnya, Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU telah melakukan program-program : a. Penyusunan rancangan Peraturan KPU sebagai amanat Undang-Undang bidang Politik tahun 2016 Output : Rancangan peraturan KPU dalam UU bidang Politik Manfaat : sebagai capaian kinerja dari Biro Hukum KPU b. Rekomendasi hasil evaluasi terhadap peraturan terkait Pemilu dan Pemilukada tahun 2016 Output : Dokumen Evaluasi terhadap peraturan terkait pemilu dan pemilukada Manfaaat : memperjelas peraturan yang melingkupi pemilu dan pemilukada. c. Pembentukan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) tahun 2016 Output : peraturan terkait Pemilu dan Pemilukada yang dapat diakses dalam beberapa media Manfaat : membuka akses bagi pengguna untuk dapat mengakses informasi hukum terkat pemilu dan pemilukada
36
d. Dokumentasi hukum berupa indeks peraturan perundang-undangan di bidang Penyelenggaraan Pemilu serta peraturan lainnya dalam bentuk pustaka dan Digital 2016 Output : indeks peraturan terkait Pemilu dan Pemilukada yang dapat diakses dalam beberapa media Manfaat : mempermudah pengguna untuk dapat mengakses informasi hukum terkait pemilu dan pemilukada. 2.5.1 Rencana yang akan dilaksanakan oleh Komisioner KPU 1. Kegiatan yang sedang dilakukan a. Pengembangan Jarngan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Output : Aplikasi Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum Parameter : Dapat di terapkannya Aplikasi Jaringan Dokumentasi Informasi dan Hukum Pelaksanaan : 2013 – Sekarang b. Pemetaan peraturan perundangan terkait KPU Output : Dokumen Pemetaan Undang-Undang Parameter : Tersedianya Peta Undang-Undang terkait KPU Pelaksanaan : 2013 – Sekarang c. Analisis Peraturan dan Keputusan KPU Output : Dokumen review analisis peraturan dan Keputusan KPU Parameter : Tersedianya review analisis peraturan dan keputusan KPU Pelaksanaan : 2013 – Sekarang 2. Kegiatan yang akan dilakukan
37
Berdasarkan pencapaian yang telah diperoleh, kegiatan reformasi birokrasi yang direncanakan akan dilakukan adalah: a. Pemetaan peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan Pemilu; b. Evaluasi terhadap Peraturan KPU agar tidak terjadi tumpang tindih, disharmonis, serta multitafsir; c. Penyusunan
SOP
penyusunan
dan
pembentukan
peraturan
perundangundangan; d. Penyusunan SOP pendokumentasian peraturan perundang-undangan; e. Penyusunan SOP penyuluhan peraturan perundang-undangan; f. Pendokumentasian berupa indeks peraturan perundang-undangan dalam Penyelenggaraan Pemilu dalam bentuk pustaka dan digital. 2.5.2 Kriteria Keberhasilan Kriteria keberhasilan perubahan dikelola dengan baik adalah : 1. Terbentuknya JDIH melalui website KPU sebagai percepatan informasi di bidang hukum; 2. Tersedianya SOP penyusunan dan pembentukan peraturan perundangundangan; 3. Tersedianya peta peraturan perundang-undangan; 4. Tersedianya hasil evaluasi/identifikasi terhadap Peraturan KPU yang tumpang tindih, disharmonis, serta multitafsir; 5. Tersusunnya SOP pendokumentasian peraturan perundang-undangan; 6. Tersusunnya SOP penyuluhan peraturan perundang-undangan;
38
7. Tersedianya dokumentasi berupa indeks peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan Pemilu dalam bentuk pustaka dan digital. Kriteria Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan diharapkan dapat mewujudkan sasaran reformasi birokrasi nasional (outcomes) berupa tercapainya sasaran target peningkatan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada tahun 2014. 2.5.3 Agenda Prioritas 1. Program dan aktivitas reformasi birokrasi yang saat ini sedang dilakukan dan menjadi prioritas adalah : a. Penyempurnaan JDIH; b. Melakukan pemetaan peraturan perundang-undangan dan penyusunan rangangan Peraturan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu; c. Melakukan evaluasi/identifikasi terhadap Peraturan KPU tumpang tindih, disharmonis, serta multitafsir; d. Melakukan Revisi SOP penyusunan dan pembentukan peraturan perundang-undangan; e. Melakukan penyusunan SOP pendokumentasian peraturan perundangundangan; f. Melakukan penyusunan SOP penyuluhan peraturan perundang-undangan; dan g. Melakukan pendokumentasian berupa indeks peraturan perundangundangan di bidang Penyelenggaraan pemilu dalam bentuk pustaka dan digital.
39
2.5.4 Pertimbangan dalam menentukan prioritas Kegiatan-kegiatan tersebut disusun dalam satu alur yang saling terkait. JDIH merupakan prioritas pertama dikarenakan program ini memang sudah terlebih dahulu di jalankan, dan sangat membantu pengguna layanan dalam mengakses informasi hukum. Selanjutnya adalah, melakukan penyempurnaan terhadap JDIH dan juga melakukan pemetaan peraturan perundang-undangan yang masih tumpang tindih. Dan untuk menjamin bahwa peraturan perundangan yang dibuat sesuai dengan kaidah yang ditetapkan, dibuatlah SOP penyusunan peraturan perundangundangan, pendokumentasian, serta indeks peraturan. 2.5.5 Keterkaitan antar program prioritas Kegiatan yang terdapat dalam program penataan peraturan perundang – undangan saling terkait satu sama lain dimana penyempurnaan JDIH, di ikuti dengan pemetaan peraturan perundang-undangan, kemudian evaluasi peraturan perundangan yang tumpang tindih dan disharmonis. Baru kemudian kegiatan di fokuskan kepada pembuatan SOP yang mamastikan bahwa peraturan perundang – undangan yang dihasilkan sesuai dengan kaidah penyusunan peraturan perundangan yang baik. 2.5.6 Langkah-langkah impementasi Langkah
implementasi
setiap
kegiatan
dalam
program
penataan
perundang-undangan akan berturut-turut di sajikan dalam tabel waktu pelaksanaan dan tahapan kerja.
40
2.6 Kerangka Pikir Berbagai upaya pembaruan telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tentang pengambilan keputusan yang sesuai dengan pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternative dan pengambilan keputusan. Namun, belum memberikan hasil maksimal karena terkendala pada beberapa hal terutama menyangkut pengambilan keputusan. Untuk
menjelaskan
suatu
pekerjaan
tertentu
yang
memiliki
nilai
keprofesionalan, penilaian pengambilan keputusan merupakan instrument acuan untuk mengambil sebuah keputusan yang baik. Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas sebagai acuan pemikiran peneliti mengenai penilaian dan pengukuran pengambilan keputusan komisioner pada KPU Provinsi Sultra berdasarkan indikator penilaian pengambilan keputusan yang dapat digambarkan dalam bentuk kerangka pikir sebagai berikut:
41
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Proses Pengambilan Keputusan Komisioner KPU Provinsi Sultra
Rapat Pleno
Musyawarah Bersama
Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
Berdasarkan Undang-Undang
Analisis Deskriptif Kualitatif
Kesimpulan dan Saran
Sumber : Peneliti, 2016
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman
BAB III METODE PENELITAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini dilakukan pada Kantor KPU Provinsi Sulawesi Tenggara yang beralamat JL. Puwatu No 10. 3.1.1 Unit Analisis Unit analisis adalah sumber informasi mengenai variabel yang akan dianalisis, unit analisis dapat berupa individu kelompok, organisasi atau artefak sosial (social artifacts). Sebagai unit analisis dari penelitian ini adalah individu (komisioner KPU Provinsi Sultra). Fokus analisis adalah dimensi atau karakteristik yang menjadi minat atau fokus perhatian peneliti terhadap objek atau unit analisis penelitian. Fokus analisis dapat berupa pengambilan keputusan 3.2 Informan Penelitian dan Informan Kunci 3.2.1 Informan Penelitian Informan adalah orang-orang dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Pada penelitian ini, informan yang diteliti adalah komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 5 orang. 3.2.2 Informan Kunci Teknik pengumpulan data melalui informan kunci dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Husaini (2011:78), menyebutkan
42
43
bahwa penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan suatu peristiwa interaksi tingkahlaku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Informan kunci dalam penelitian ini adalah komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 5 orang (informan). 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan sebagai berikut: a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, seperti melalui observasi atau pengamatan langsung dari objek penelitian, seperti melalui observasi atau pengamatan dan wawancara langsung. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh di luar responden. 3.3.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah bersumber dari responden penelitian, dalam hal ini adalah komisioner KPU Provinsi Sultra. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pada peneliian ini pengumpulan data dengan menggunakan Interview, yaitu mengadakan wawancara langsung dengan komisioner KPU Provinsi Sultra. 3.5 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan dan menganalisis suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan fokus penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
44
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Deskriptif kualitatif. Analisis Deskriptif kualitatif adalah teknik analisis data yang digunakan dengan cara menggambarkan tentang obyek penelitian serta menguraikan dalam bentuk kalimat atau pernyataan-pernyataan berdasarkan data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari rumusan masalah. (Arikunto, 2006:21). Penelitian bermaksud untuk menggambarkan keadaan yang ada dilapangan kemudian mengadakan analisis data-data yang diperoleh. 3.6 Definisi Operasional Variabel Operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel atau dapat dikatakan petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Munandar,2001:54). Operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel, yang memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang relevan untuk variabel tersebut. Pengambilan keputusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tenggara guna memperoleh informasi untuk data keperluan, sehingga dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat. Indikator penetapan proses pengambilan keputusan yang digunakan dalam komisioner KPU Provinsi Sultra adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan berdasarkan rasional adalah keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
45
2. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta adalah pengambilan keputusan yang dibuat berdasarkan data empiris dan fakta nyata sehingga dapat memberikan keputusan yang valid sehingga tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi. 3. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman adalah pengambilan keputusan yang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya. 4. Pengambilan keputusan berdasarkan Undang-undang adalah pengambilan keputusan yang berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan dan berlaku sehingga komisioner dalam hal ini dapat menjadikan pedoman dalam mengambil sebuah keputusan. 5. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah adalah pengambilan keputusan yang berdasarkan kesepakatan atau hasil musyawarah dari semua anggota rapat atau komisioner sehingga keputusan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua anggota.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Terbentuknya KPU Walaupun Pemilu 1955 dikenal sebagai Pemilu pertama di Indonesia namun sejarah pembentukan lembaga penyelenggaraan pemilu sudah dimulai pada tahun 1946 ketika Presiden Soekarno membentuk Badan Pembentuk Susunan Komite Nasional Pusat, menyusun disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1946 tentang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Indonesia Pusat (UU No. 12 Tahun 1946). Setelah revolusi kemerdekaan pada tanggal 7 November 1953 Presiden Soekarno menandatangani Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1955 tentang pengangkatan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) Panitia inilah yang bertugas menyiapkan, memimpin dan menyelenggarakan pemilu 1955 untuk memilih anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat disahkan pada 4 April 1953 dan menyebutkan PPI berkedudukan di ibukota Negara. Panitia Pemilihan Daerah (PPD) berkedudukan di setiap daerah pemilihan. Panitia Pemilihan Kabupaten berkedudukan di setiap kecamatan. Panitia pendaftaran pemilihan berkedudukan di setiap desa dan panitia pemilihan luar negeri. PPI ditunjuk oleh Presiden, Panitia Pemilihan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman dan Panitia Pemilihan Kabupaten ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri. Pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis.
46
47
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bias dilanjutkan, dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan Pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun ditahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II, yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Presiden Soekarno secara sepihak membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat oleh Presiden. Pada Dektrit itu pula Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan mengutarakan pernyataan untuk kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan kepartaian di Indonesia. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia. Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960, ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan Pemilu Kepresidenan. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat Soekarno, diinstruksikan untuk menetapkan orang yang mengangkatnya menjadi Presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat. Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang
48
Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pasca kudeta G 30 S/PKI. Tongkat kepemerintahan Republik Indonesia selanjutnya diserahkan kepada
Soeharto
menggantikan
jabatan
Presiden
Soekarno.
Dimasa
kepemerintahan orde baru Presiden Soeharto membentuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang bertugas sebagai badan penyelenggara pemilihan umum di Indonesia. LPU terbentuk berdasarkan Keppres No 3 Tahun 1970 diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan. Menyusul runtuhnya rezim orde baru yang diakibatkan gejolak politik dimasyarakat. Presiden Soeharto mengumumkan pemunduran dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 dan jabatan ke Presidenan selanjutnya digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Pada masa inilah sejarah Komisi Pemilihan Umum di Indonesia pertama kali dibentuk melalui Keppres No 16 Tahun 1999. LPU yang dibentuk Presiden Soeharto pada 1970 itu ditransformasi menjadi Komisi Pemilihan Umum dengan memperkuat peran, fungsi dan struktur organisasinya menjelang pelaksanaan pemilu 1999. Saat itu KPU diisi oleh wakilwakil pemerintah dan wakil-wakil
peserta
pemilu
1999
serta
tokoh-tokoh
masyarakat
yang
berjumlahkan 53 anggota dan dilantik oleh Presiden BJ.Habibie. Pembentukan KPU dilakukan mengingat desakan publik yang menuntut pemerintahan yang demokratis. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya pemilu, adalah untuk
49
memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena kepemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 pemerintahan orde baru sudah dianggap tidak mendapat kepercayaan lagi oleh masyarakat. 4.2. Karakteristik Informan Karakteristik Informan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan gambaran dari identitas individu komisioner KPU Provinsi Sultra yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Data penelitian dikumpulkan dengan menyebarkan 5 angket pertanyaan secara langsung kepada komisioner KPU Provinsi Sultra. Data kuisioner yang diperoleh sebanyak 5 angket pertanyaan dari jumlah keseluruhan komisioner KPU Provinsi Sultra yang disebarkan. Dari angket pertanyaan itu kemudian diuraikan sebagaimana yang dikemukakan di bawah ini: 4.2.1. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan yaitu pada Komisioner KPU Provinsi Sultra dijelaskan pada tabel 4.1 bahwa: Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin Frekuensi No. Jenis Kelamin Orang Persentase 1. Laki-laki 4 80 2. Perempuan 1 20 Jumlah 5 100% Sumber: Data primer diolah tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa informan yang berjenis kelamin Laki-laki berjumlah 4 orang (80%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 1 orang (20%). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa informan
50
yang dijadikan Informan untuk menjawab pertanyaan peneliti adalah berjenis kelamin laki-laki. 4.2.2. Karakteristik Informan Berdasarkan Usia Usia Informan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas dalam bekerja maupun berpikir. Pada umumnya pegawai yang berusia muda lebih dinamis dalam bertindak dan mempunyai kemampuan fisik yang kuat, sedangkan pegawai yang berusaia tua, lebih berpengalaman, bertindak dan berpikir yang lebih matang. Berdasarkan hasil observasi dilapangan bahwa informan komisioner berdasarkan usia rata-rata berumur 40 sampai dengan 50 tahun. Oleh karena itu, keseluruhan Informan (100%) berada pada kategori umur yang sangat produktif untuk bekerja sehingga dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya setiap hari dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan 4.2.3. Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan formal yang ditamatkan oleh 5 orang komisioner KPU Provinsi Sultra yang menjadi informan. Tingkat pendidikan merupakan aspek yang menentukan kemampuan pegawai yang menjadi informan dalam menjalankan tugasnya. Berikut akan dijelaskan tingkat pendidikan yang diuraikan dalam tabel 4.2: Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Frekuensi No. Tingkat Pendidikan Orang Persentase 1. S1 1 20 2. S2 3 60 3 S3 1 20 Jumlah 5 100% Sumber: Data primer diolah tahun 2016
51
Berdasarkan tingkat pendidikan, Informan yang tingkat pendidikannya S1 berjumlah 1 orang (20%), dan yang berpendidikan S2 berjumlah 3 orang (60%), dan yang S3 berjumlah 1 orang atau (20%). Hal ini mengindikasikan bahwa para komisioner KPU Provinsi Sultra lebih dominan sarjana, yang mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan dapat menentukan pengalaman dan kemampuan dalam menjalankan tugas. 4.3. Deskripsi Jawaban Informan Komisioner KPU Provinsi Sultra 4.3.1 Jawaban informan atas pengambilan keputusan berdasarkan rasional Berdasarkan
pertanyaan
yang
diajukan
kepada
informan
tentang
pengambilan keputusan berdasarkan rasional. Berikut ini pertanyaan yang diajukan kepada informan: “Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan rasional?”. Informan atas nama Hidayatullah, SH selaku komisioner KPU Provinsi sultra, juga sebagai ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan jawaban: ”pengambilan keputusan yang dilakukan oleh KPU Provinsi Sultra berdasarkan rasional, sebab pengambilan keputusan secara rasional merupakan pengambilan keputusan yang berdasarkan penuh pertimbangan, maka dari itu pengambilan keputusan berdasarkan rasional sangat dibutuhkan”. (Wawancara dengan Hidayatullah, SH, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan atas nama Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, S.E., M.Si, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “proses pengambilan keputusan secara rasional dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang tepat, tetapi keputusan tersebut didasarkan pada musyawarah yang dilakukan”. (Wawancara
52
dengan Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, SE., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016). Jawaban lain dikemukakan oleh Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si sebagai Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, menyatakan sebagai berikut: “pengambilan keputusan yang kita lakukan di KPU selalu berdasarkan rasional, tetapi melalui musyawarah bersama”. (Wawancara dengan Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Andi Sahibuddin, S.Ag, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan secara rasional sangat dibutuhkan, sebab pengambilan keputusan secara rasional sepenuhnya bersikap obyektif.”. (Wawancara dengan Andi Sahibuddin, S.Ag, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan secara rasional dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan”. (Wawancara dengan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, tanggal 18 Oktober 2016). Berdasarkan jawaban responden menyangkut pengambilan keputusan rasional dapat disimpulkan bahwa, proses pengambilan keputusan berdasarkan rasional
merupakan
pengambilan
keputusan
yang
konsisten
untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Dalam pendekatan ini seseorang akan lebih cenderung menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan kemampuan berpikir/ menggunakan akal daripada menggunakan batin dan perasaannya.
53
Rasional adalah suatu sikap yang dilakukan berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis dan cocok dengan akal sehat manusia. 4.3.2 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta Berdasarkan
pertanyaan
yang
diajukan
kepada
informan
tentang
pengambilan keputusan berdasarkan fakta. Berikut ini pertanyaan yang diajukan kepada informan: “Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan fakta?”. Informan atas nama Hidayatullah, SH selaku komisioner KPU Provinsi sultra, juga sebagai ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan jawaban: ”berdasarkan fakta yang ada, dapat ditarik sebuah kesimpulan dalam proses pengambilan keputusan, karena berdasarkan fakta yang ada dilapangan, kami para komisioner dapat mengambil sebuah keputusan yang bijak”. (Wawancara dengan Hidayatullah, SH, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan atas nama Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, S.E., M.Si, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan secara fakta sangat mendukung dalam proses pengumpulan informasi tentang penetapan caleg, dengan data yang empiris kami dapat melihat situasi yang nyata”. (Wawancara dengan Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, SE., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016). Jawaban lain dikemukakan oleh Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si sebagai Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, menyatakan sebagai berikut: “pengambilan keputusan secara fakta sangat dibutuhkan, apabila rapat terbuka diadakan, proses pengambilan keputusan harus didasarkan fakta yang ada”. (Wawancara dengan Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016).
54
Selanjutnya jawaban dari informan Andi Sahibuddin, S.Ag, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “fakta yang ada dilapangan harus sesuai dengan proses pengambilan keputusan, dari kami berlima selaku komisioner, menetapkan keputusan berdasarkan fakta sangat diperlukan.”. (Wawancara dengan Andi Sahibuddin, S.Ag, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan berdasarkan fakta dan empiris sangat perlu, sehingga tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi”. (Wawancara dengan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, tanggal 18 Oktober 2016). Berdasarkan hasil jawaban komisioner diatas bahwa keputusan bersama adalah suatu keputusan yang sudah ditetapkan berdasarkan pertimbangan, pemikiran serta pembahasan yang matang. Keputusan bersama haruslah mewakili kepentingan seluruh anggota atau seluruh peserta rapat,dan keputusan bersama merupakan keputusan yang harus dilaksanakan dengan rasa penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, sebuah keputusan bersama harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua peserta rapat tanpa terkecuali dan membeda-bedakan. Dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak. 4.3.3 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman Berdasarkan
pertanyaan
yang
diajukan
kepada
informan
tentang
pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman. Berikut ini pertanyaan yang
55
diajukan kepada informan: “Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman? Informan atas nama Hidayatullah, SH selaku komisioner KPU Provinsi sultra, juga sebagai ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan jawaban: ”proses pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman, perlu dilakukan, sehingga komisioner dapat menjadikan kejadian di masa lalu sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan”. (Wawancara dengan Hidayatullah, SH, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan atas nama Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, S.E., M.Si, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memang perlu, karena berdasarkan pengalaman dapat digunakan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya, akan tetapi dalam pengambilan keputusan di KPU hanya berdasarkan musyawarah terbuka”. (Wawancara dengan DR. La Ode Abdul Natsir Muthalib, SE., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016). Jawaban lain dikemukakan oleh Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si sebagai Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, menyatakan sebagai berikut: “jawaban dari Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si hampir sama dengan jawaban atas Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, S.E., M.Si, bahwa proses dalam pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah secara bersama-sama meskipun perlu untuk menjadikan persoalan di masa lalu sebagai pedoman”. (Wawancara dengan Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Andi Sahibuddin, S.Ag, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa:
56
“saya selaku komisioner KPU pengambilan keputusan selama ini didasarkan pada musyawarah yang disepakati bersama”. (Wawancara dengan Andi Sahibuddin, S.Ag, tanggal 18 Oktober 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman juga dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan, karena dengan pengalaman yang dimiliki dapat memberikan manfaat pengetahuan praktis”. (Wawancara dengan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, tanggal 18 Oktober 2016).
Berdasarkan hasil jawaban komisioner diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan
bukan
hanya
diambil
dari
hasil
musyawarah,
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini. 4.3.4 Jawaban informan atas Pengambilan Keputusan Berdasarkan UndangUndang Informan atas nama Hidayatullah, SH selaku komisioner KPU Provinsi sultra, juga sebagai ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan jawaban: ”semua hasil keputusan yang telah disepakati dalam hasil musyawarah semua berdasarkan undang-undang yang berlaku”. (Wawancara dengan Hidayatullah, SH, tanggal 9 Desember 2016).
57
Selanjutnya jawaban dari informan atas nama Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, S.E., M.Si, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “komisioner KPU dalam pengambilan keputusan dengan musyawarah harus di dasarkan atas undang-undang yang telah di tetapkan. pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang penyelenggara pemilihan umum dan diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur undang-undang Pemilihan. ”. (Wawancara dengan Dr. La Ode Abdul Natsir Muthalib, SE., M.Si, tanggal tanggal 9 Desember 2016). Jawaban lain dikemukakan oleh Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si sebagai Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, menyatakan sebagai berikut: “berdasarkan undang-undang tentang peraturan KPU, segala keputusan baik hasil musyawarah dan apapun itu, semua berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan”. (Wawancara dengan Iwan Rompo Banne S.Sos., M.Si, tanggal tanggal 9 Desember 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Andi Sahibuddin, S.Ag, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Pemilihan”. (Wawancara dengan Andi Sahibuddin, S.Ag, tanggal tanggal 9 Desember 2016). Selanjutnya jawaban dari informan Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa: “semua pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan tahapan, program, jadwal dan kebutuhan anggaran Pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Wawancara dengan
58
Tina Dian Ekawati Taridala, SH.,MH, tanggal 9 Desember 2016).
Pengambilan keputusan berdasarkan Undang-Undang ini juga mengatur sebuah masalah atau keputusan tindakan yang ditetapkan dilakukan oleh komisioner. Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkrit yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Peraturan undang-undang yang ditetapkan di KPU adalah Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, perlu menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Komisi Independen Pemilihan Aceh dan Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota, Pembentukan dan Tata Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 4.4 Pengambilan Keputusan di Sekretariat KPU dan KPU Provinsi Sultra Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang penyelenggara pemilihan umum
59
dan diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur undang-undang Pemilihan. Dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan oleh KPU Provinsi Sultra harus dilandaskan pada : a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; Sekretariat Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas untuk merencanakan, mengatur, membina, mengelola,
mengkoordinasikan
dan
mengendalikan
pelaksanaan
tugas
kesekretariatan dalam penetapan caleg. Secara umum proses pengambilan keputusan yang ada dilakukan antara KPU Provinsi Sultra dan Sekretariat KPU Sultra adalah tidak jauh beda, karena organisasi ini saling berhubungan dalam proses pelaksanaan tugas. 4.5 Pembahasan Hasil Penelitian 4.5.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Rasional Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan
bersifat
objektif,
logis,
lebih
transparan,
konsisten
untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat
60
dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan secara rasional: kejelasan masalah, orientasi tujuan, pengetahuan alternatif, preferensi yang jelas dan hasil maksimal. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud yang emosional maupun rasional perlu di perhitungkan dalam pengambilan keputusan. Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan yang dapat bersifat rasional, bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan dengan rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dapat dipermudah atau dihambat oleh adanya efikasi diri. sikap individu terhadap objek atau masalah dapat mempermudah atau menghambat proses pengambilan keputusan. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan adalah kreativitas. Keputusan-keputusan yang kreatif akan membantu dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan produktivitas organisasi dan berperan dalam penelitian produk baru. Berdasarkan pandangan ini, kreativitas didefinisikan sebagai pencapaian prestasi yang diakui secara sosial dalam hal produk-produk baru seperti penemuan-penemuan teori, publikasi, dan lain sebagainya. Keputusan kreatif ini asli, berbeda dengan orang lain tetapi bukan keputusan yang eksentrik dan mampu memberikan kontribusi sosial. Sebuah keputusan yang kreatif juga memerlukan inteligensi, dan untuk menjadi kreatif seseorang harus belajar dan mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada bidang tertentu. Inteligensi ini merujuk pada kemampuan analisis
61
logis dan pemecahan masalah yang dapat membantu menghasilkan keputusan yang berkualitas. Meskipun demikian, tingkat inteligensi yang tinggi dan pengetahuan yang cukup kadang-kadang belum menjamin tercapainya prestasi yang kreatif karena masih ada faktor lain yang mungkin berpengaruh pada terbentuknya keputusan kreatif. Mondi (1990: 47) mengemukakan faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi seorang dalam mengambil keputusan, yaitu kemampuan personal sebagai pengambil keputusan. Kemampuan seseorang sebagai pengambil keputusan dianggap sebagai faktor terpenting untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Seberapapun besarnya kemampuan seorang dalam membuat keputusan dan bertanggung jawab, ia memerlukan kemampuan agar menghasilkan keputusan yang tepat. Kemampuan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat pemahaman dan kualitas manajemen diri individu. Selain faktor dari dalam diri individu, juga mengemukakan beberapa faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi seorang dalam mengambil keputusan Proses pengambilan keputusan berdasarkan rasional merupakan keputusan informasi data yang diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Pengambilan keputusan yang optimal adalah rasional, dimana keputusan tersebut dapat digunakan oleh Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam mengumpulkan informasi yang akurat. Dimana pengambilan keputusan secara rasional membuat pilihan dengan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu
62
4.5.2 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta Fakta merupakan tindakan pengambilan keputusan yang kritis. Fase pilihan adalah fase di mana dibuat suatu keputusan yang nyata dan diambil suatu komitmen untuk mengikuti suatu tindakan tertentu. Batas antara fase pilihan dan desain sering tidak jelas karena aktivitas tertentu dapat dilakukan selama kedua fase tersebut dank arena orang dapat sering kembali dari aktivitas pilihan ke aktivitas desain. Proses pengambilan keputusan berdasarkan fakta meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi terhadap suatu solusi yang tepat untuk model. Sebuha solusi untuk sebuah model adalah sekumpulan nilai spesifik untuk variabelvariabel keputusan dalam suatu alternatif yang telah dipilih. Memecahkan sebuah model tidak sama halnya dengan memecahkan masalah yang direpresentasikan oleh
model.
Solusi
untuk
model
menghasilkan
sebuah
solusi
yang
direkomendasikan untuk masalah. Masalah dianggap dipecahkan hanya jika solusi yang direkomendasikan sukses diterapkan.Pemecahan sebuah model pengambilan keputusan melibatkan pencarian terhadap suatu tindakan yang tepat. Pendekatan pencarian melibatkan teknik analitik (memecahkan suatu formula), algoritma (prosedur langkah-demi-langkah), heuristik (aturan utama), dan blind search (menembak didalam gelap, idealnya dalam suatu cara yang logis). 4.5.3 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman adalah memberi manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman yang dimiliki seseorang
63
maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung ruginya dan baik buruknya keputusan yang akan di hasilkan. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini. Penelitian yang dilakukan ini dapat didukung dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Agung Iranda, 2014 yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mewujudkan sebuah keputusan dengan mempertimbangkan berbagai informasi tersebut dengan kondisi riil dilapangan, melalui kesepakatan berbagai anggota yang terlibat dalam proses tersebut. Dinamikanya melibatkan aspek–aspek pengambilan keputusan, diantaranya rasional, informasi yang didapatkan, tanggung jawab, mengayomi anggota, serta memperhatikan keadaan psikologi masing-masing anggota, serta yang terakhir komunikasi dalam pengambilan keputusan. Adapun faktor dalam pengambilan keputusan yaitu gagasan, ide yang inovatif, solusi, sikap egaliter, etika, lingkungan kondusif, kepatuhan anggota, emosi, resiko, efesiensi waktu dan anggaran serta keterampilan bahasa tubuh di dalam berbicara dalam forum pengambilan keputusan.
64
4.5.4 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Musyawarah Sesuai dengan hasil wawancara oleh komisioner dikatakan bahwa proses pengambilan keputusan didasarkan pada hasil musyawarah yang telah dilakukan, semua proses keputusan yang telah disepakati bersama sesuai dengan hasil musyawarah. Dalam bermusyawarah pastilah ada yang namanya komunikasi. Dalam hal ini bermusyawarah berarti berhubungan dengan orang lain dan ada pesan di dalamnya, maka kedua hal ini harus saling berhubungan dan berkaitan. Komunikasi akan membantu proses berjalannya suatu musyawarah. Ada sumber, penerima pesan yang sudah bersiap juga untuk memberikan umpan balik. Namun juga terkadang terdapat beberapa gangguan yang mungkin dapat mengancam jalannya informasi itu tersampaikan dengan baik. Musyawarah merupakan cara mengambil keputusan dengan cara mengakomodasi semua pendapat yang ada dalam musyawarah tersebut. Musyawarah merupakan salah satu ciri dalam mengambil keputusan. Dengan musyawarah ini diharapkan semua pendapat dapat tertampung sehingga keputusan yang diambil dapat diterima dan dilaksanakan oleh peserta musyawarah. Sedangkan
mufakat
adalah
kesepakatan
yang
dihasilkan
setelah
kita
melaksanakan musyawarah. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat biasanya dilakukan setelah anggota rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang
65
sedang dimusyawarahkan. Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai quorum dan disetujui oleh semua yang hadir. Dalam musyawarah mufakat, dikenal juga istilah „aklamasi‟ yaitu pengambilan keputusan yang disetujui oleh semua peserta rapat tanpa ada satupun yang menolak atau berbeda pendapat. Aklamasi memang jarang terjadi dalam sebuah musyawarah karena setiap peserta rapat memiliki pendapat yang berbedabeda. 4.5.5 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Undang-undang Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, perlu ditetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Beradasrkan undang-undang diatas maka proses pengambilan keputusan pada komisioner berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan sebelumnya, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian atas lima komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa pengambilan keputusan, merupakan sebuah keputusan yang diambil dengan menggunakan pendekatan dengan cara melakukan musyawarah, dengan menggunakan logika atau pemikiran yang terpola. Pengambilan keputusan
66
juga memperhatikan konsistensi dan memaksimalkan hasil yang seringkali terjadi dalam batasan-batasan yang spesifik dengan melakukan analisa situasi dan analisa keputusan. Proses pengambilan keputusan memiliki berbagai tahapan-tahapan. Yang pertama adalah mendefinisikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk kemudian mengidentifikasinya dengan melakukan klasifikasi atau penetapan kriteria-kriteria atau batasan-batasan yang dihadapi. Kriteria-kriteria tersebut kemudian diberikan pembobotan, atau penetapan prioritas. Dari sini, kemudian kita bisa melakukan pengembangan alternatif solusi atau keputusan apa yang akan diambil. Masing-masing alternatif tersebut tentu perlu dievaluasi secara seksama untuk kemudian dapat dipilih alternatif terbaik yang dapat memberikan hasil yang paling maksimal dan optimal. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh komisioner KPU Provinsi Sultra merupakan pengambilan keputusan
yang didasarkan pada
hasil
musyawarah dan voting atau perasaan dan naluri yang dihasilkan dari serangkaian proses pengalaman. Pengambilan keputusan seringkali terjadi karena kurang lengkapnya informasi yang diterima oleh si pengambil keputusan. Pengambilan keputusan dengan mendasar bukanlah sebuah kondisi yang klenik atau mistis, atau sebuah produk pengambilan keputusan yang magis dan mengandalkan indera ke enam. Dalam sebuah rapat atau pertemuan biasanya digunakan untuk membicarakan, merundingkan, dan memutuskan suatu masalah. . Idealnya dalam rapat keputusan diambil dengan musyawarah mufakat. Namun karena berbagai
67
situasi dan kondisi biasanya dalam rapat apabila keputusan tidak dapat diambil secara musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan cara suara terbanyak (voting). Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak tercapai karena adanya pendapat sebagian anggota rapat yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendapat anggota rapat yang lain. Pengambilan suara terbanyak yang mudah dilakukan dalam sebuah rapat yaitu dengan cara terbuka, dengan tunjuk jari sehingga dapat terlihat anggota yang setuju dan yang tidak setuju. Dalam situasi atau manajemen tertentu, suatu keputusan harus mendahului suatu atau semua pekerjaan. Dengan kata lain, rangkaian pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang pertama dan paling awal dari sebuah pelaksanaan pekerjaan suatu organisasi, kelompok, unit atau individu. Bagaimana pun sebuah pekerjaan dalam pelaksanaannya diawali dari keputusan. Dalam hal ini keputusanlah yang akan menentukan corak masa depan suatu organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan akan tetap menjadi sebuah tindakan yang mendahului pelaksanaan pekerjaan sebab keputusan sebagai pangkal tolak semua kegiatan dan akan menentukan masa depan organisasi, baik berupa kemajuan, pengembangan atau mungkin saja kemunduran akibat salah dalam mengambil keputusan. Meskipun penuh ketidakpastian, sebuah keputusan dibuat justru bersifat masa depan dan menjadi panduan dalam menentukan tindakan manajemen dan organisasi. Dengan begitu, jelaslah bahwa pengambilan keputusan merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam hubungannya
68
dengan organisasi. Dalam menentukan alternatif untuk menjadi sebuah keputusan dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan sebelum jatuh pada sebuah keputusan. Pada kondisi inilah dibutuhkan ketajaman analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Sehingga pengambilan keputusan itu memberikan keuntungankeuntungan dengan kemampuannya dalam memilih dan menetapkan alternatif. Ada juga pengambilan suara terbanyak dengan cara tertutup. Pemberian suara secara tertutup dilakukan dengan cara tertulis. Peserta rapat menuliskan pendapatnya dalam sebuah kertas tanpa mencantumkan nama. Selesai menuliskan pendapatnya biasanya hasil tersebut dibawa ke depan dan dibacakan satu persatu, hingga keputusan dapat diambil.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil wawancara langsung yang diperoleh dari lima komisioner KPU Provinsi Sultra, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah yang disepakati, proses keputusan yang digunakan dalam komisioner KPU Provinsi Sultra adalah keputusan berdasarkan rasional, keputusan berdasarkan fakta, keputusan berdasarkan pengalaman, dan undang-undang yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintahan. Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses musyawarah, rasional, fakta, pengalaman dan Undang-undang yang membawa pada pemilihan suatu jalur
tindakan
di
antara
beberapa
alternatif
yang
tersedia.
Setiap
proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations. pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di
69
70
antara
beberapa
alternatif
yang
tersedia.
Setiap
proses
pengambilan
keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. 5.2 Saran Berdasarkan proses penelitian yang cukup, peneliti menyarankan beberapa hal kepada berbagai pihak guna mewujudkan hasil penelitian yang dapat bermanfaat bagi banyak orang dan hasil penelitian ini juga dapat ditindaklanjuti guna menambah pengetahuan menyangkut proses pengambilan keputusan,saransaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagi lembaga atau organisasi Adakalaya pengambilan keputusan justru menjadi awal dari setiap konflik, semisal di lembaga organisasi. Untuk itu pemahaman yang baik tentang pengambilan keputusan sangat perlu kita pahami, mengingat itu menjadi indikator utama terkait eksistensi organisasi atau lembaga yang kita naungi, khususnya pada instansi Kantor KPU Provinsi Sultra, menyangkut komisioner yang dijadikan obyek penelitian. 2. Bagi peneliti selanjutnya peneliti memberi saran pada mahasiswa atau peneliti selanjutnya yang tertarik
dengan
tema
pengambilan
keputusan,
hendaknya
lebih
memperhatikan hal-hal berikut ini : a. Diharapkan penelitian mengenai pengambilan keputusan juga diteliti pada lembaga yang rawan konflik ketika memutuskan sesuatu.
71
b. Akan lebih baik juga penelitian ini dikembangkan lebih luas, tidak hanya pada batasan komisioner, namun juga berbagai ormas, ataupun lembaga-lembaga pemerintahan. c. Hal lain yang tidak kalah penting adalah ketika hendak melakukan penelitian harus mendapat akses dengan subjek penelitian dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Affan Gaffar, Javanase Voters: A Case Study Of Election Under A Hegemonic Party System, (Yogyakarta: Gajah mada University Press, 1992), hal 4-9 Alex, Nitisemo. 1996. Manajemen personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Agung Iranda, 2014 “Pengambilan Keputusan Pemimpin Organisasi Pada UKM Yang Berprestasi Uin Sunan Kalijaga”. Skripsi. Agung, Lilik. 2007. Human Capital Competencies. Jakarta: Elex Media Komputindo Anwar Prabu.2001. Manajemen Sumber daya Manusia, Bandung. Anwar Prabu, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Benyamin Molan, 1998. Manajemen Sumberdaya Manusia Jakarta : PT. Perhalindo Prasetya Irawan, Manajemen Sumber Daya Manusia. 1997. Darnius, Open, 2004 Pemakaian Peluang Dalam Membuat Keputusan,Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Darsono. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Abad Ke 21. Jakarta: Nusantara Consulting. Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman Dan Realitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) Hal 115. Furqon. 1999. statistik terapan untuk penelitian. Bandung. Alfabeta. Handoko. 2001. BPFF- Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber daya Manusia Yogyakarta : UGM. Iskandarini. 2012, Analisis Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Skripsi. Johanes. 2011, Analisis Pengambilan Keputusan Penambahan Sumber Gas Lift Di Offshore Melahin Platform Chevron Indonesia Company. Skripsi Husnan, Suad dan Heidjarachman. 1990. Teori dan Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BPFE-UGM.
Kotler, Philip, Kevin Lane Keller. 2007. Manajamen Pemasaran Edisi 12. Jakarta: PT. Indeks. Lukas. S. A., Memahami Statistika Bisinis. Yogyakarta: Andi. M. Iqbal Ansam, Teori Pengambilan Keputusan Mangkunegara, Anwar P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Buku Obor, 1998, hal. 16 . Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 404 Randall S. Schuler dan Susan E. Jackson, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad ke-21, Edisi Ke Enam Jilid 2, Jakarta: Penerbit Erlangga. Rivai, Veithhxal 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta : Murai Kencana Simamora, 1997. dalam Mejianto. Konsep Kinerja. Soekidjo, 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Simamora Henry 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta sekolah tinggi ilmu ekonomi YKPN. Sarwoto. 1991. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumarwan, U. 2002. Keputusan Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia; Jakarta. Sutrisno, Edy. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Swasono dan Silistyaningsih, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Winardi, 1996. Manajemen Personalia. Jakarta: Pustaka Raya.
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA Kepada Yth, Bapak / Ibu / Sdr (i) diTempat
Dengan hormat, Terlebih dahulu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya oleh karena ditengah-tengah kesibukan Bapak / Ibu / Sdr (i) kami memohon kesediaannya untuk mengisi kuesioner (daftar pertanyaan) ini. Maksud dari pedoman wawancara (daftar pertanyaan) ini adalah sematamata sebagai bahan dalam menyusun skripsi sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Halu oleo Kendari dan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) ini tidak mengandung muatan politis serta tidak ada kaitannya dengan keberadaan dan hubungan anda dengan pihak lain. Akhirnya atas kesediaan dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
Kendari, Hormat kami
Peneliti
2016
LEMBAR DATA DIRI
Pada bagian ini anda diminta memberikan jawaban atas pertanyaan data diri saudara, jawablah pada tempat yang telah disediakan dan berilah tanda (√) pada jawaban atas pilihan alternatif. No
Data Diri
1
Jenis Kelamin
2
Umur
3
Status Perkawinan
4
Pendidikan Terakhir
Jawaban Laki-laki
Perempuan
......................... Tahun Menikah
Belum Menikah
........................................................
PETUNJUK PENGISIAN Daftar berikut ini adalah deskripsi pernyataan tentang pengambilan keputusan Komisioner Pada KPU Provinsi Sultra. Informan harus mengisi kolom alasan pada setiap pertanyaan
Pertanyaan tentang Pengambilan Keputusan 1. Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan intuisi? Jawaban: .............................................................................................................. .............................................................................................................. 2. Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan rasional? Jawaban : .............................................................................................................. .............................................................................................................. 3. Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan fakta? Jawaban : .............................................................................................................. .............................................................................................................. 4. Apakah anda selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra dalam pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman? Jawaban : .............................................................................................................. ..............................................................................................................
Gambar diatas adalah ketua KPU Provinsi Sultra atas Nama Hidayatullah, SH, juga selaku Komisioner KPU Provinsi Sultra, dimana Hidayatullah, SH dalam gambar diatas sedang mengisi pedoman wawancara yang didalamya terdapat pertanyaan tentang proses pengambilan keptusan dalam pengumpulan informasi.