PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER SkOR RISIkO kREDIT, ANALISIS DISkRIMINAN DAN kELAYAkAN kREDIT MODAL kERJA Hari Sukarno Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Email:
[email protected] Elok Faiqotul Himmah Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Email:
[email protected] Abstract This research aims to analyze and know the indicators of credit risk scoring which can distinguish the debtor been accepted or rejected to obtain working capital loans from bank. Credit risk scoring indicators include: repayment capacity against instalment, confidence level, historical relationships with banks, personal life behaviour, housing ownership, length of trying and marketing. This type of study is testing the hypothesis. Sampling method used was accidental sampling, meaning that the sample size used in this study depending on the number of borrowers working capital loans (accepted, rejected) permitted or provided by bank for examination. The results in this study were of the seven indicators of credit risk scoring six indicators that there is a discriminator. The six indicators include: repayment capacity against instalment, confidence level, history of bank relationships, personal life behaviour, housing ownership, and marketing, while the length of trying not to be used as a differentiator for working capital loans accepted or rejected. Keywords: credit risks scoring, discriminant analysis,bank I. PENDAHuLuAN Bank, menurut UU No. 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998, merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dengan demikian, bank memainkan peran penting dalam menyediakan dan meyelenggarakan prasarana aliran dana masyarakat. Dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh bank pada dasarnya merupakan dana yang tidak/belum dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dianggap belum produktif. Selanjutnya dana tersebut ditransformasikan oleh bank melalui berbagai jasa bank sehingga menjadi dana yang produktif. Misalnya, deposit (simpanan masyarakat) di sisi penghimpunan dana, kemudian ditransformasikan menjadi kredit di sisi penyaluran dana. Khusus tentang penyaluran kredit, dengan belajar dari pengalaman krisis perbankan pada tahun 1998, saat ini Bank Indonesia kembali menekankan pentingnya untuk disiplin menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) bagi industri perbankan. Pada masa itu, pemicu krisis adalah melemahnya nilai tukar rupiah sehingga membawa dampak banyaknya kredit bermasalah (non performing loan-NPL). Nilai tukar rupiah yang 511
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER melemah pada umumnya diantisipasi dengan tingginya suku bunga kredit, sehingga menyebabkan sektor riil tidak mampu membayar kewajibannya. Selanjutnya, kegagalan pembayaran kewajiban ini berdampak pada banyaknya bank yang mengalami kerugian, khususnya kerugian dari aktivitas perkreditan. Padahal pendapatan bank dari kegiatan penyaluran kredit ini merupakan kontributor terbesar bagi pendapatan operasional bank. Meskipun pemicu kredit bermasalah banyak bersumber dari kredit korporasi, keberadaan skim kredit retail juga tidak bisa diabaikan. Jika potensi risiko kredit retail tidak diperhatikan, bukan mustahil akan menjadi masalah bagi bank di kemudian hari. Perhatian terhadap kredit retail akan makin serius khususnya bagi bank yang mengkonsentrasikan operasionalnya melayani nasabah retail. Pada kredit retail, bank perlu mengidentifikasi operasional kreditnya guna menentukan indikator yang digunakan untuk menilai kelayakan calon debitur. Analisis terhadap profil debitur sangat diperlukan karena hal ini bisa menjadi sumber pemicu kredit bermasalah. Pemantauan secara rutin profil debitur dapat menjadi early warning system atas kredit yang berisiko tinggi. Pada umumnya, bank membedakan kredit retail menjadi tiga kelompok, yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumtif. Kredit modal kerja ditujukan untuk membantu penguatan modal kerja debitur sehingga terjamin kelancaran operasional bisnisnya. Kredit investasi ditujukan untuk membantu pengembangan usaha debitur, seperti pembelian mesin baru, perluasan pabrik, dan lain-lain. Adapun kredit konsumtif ditujukan bagi debitur perseorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, seperti pembelian sepeda motor/mobil, renovasi rumah, dan lain-lain. Penggunaan modal kerja yang menguntungkan adalah penggunaan modal kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas perusahaan. Bila perusahaan mengajukan kredit di bank berarti mereka berani mengambil risiko, karena jika perusahaan melakukan kesalahan dalam mengelola usaha maka akan terjadi kemacetan usaha, atau kesulitan keuangan. Padahal angsuran kredit modal kerja (pokok pinjaman + bunga) harus tetap dibayar. Oleh karena itu, bank berkewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip prudential banking dengan disiplin. Bank harus meneliti, mengkaji, menilai dan menyeleksi seluruh permohonan kredit modal kerja yang diajukan oleh masyarakat bisnis. Apakah permohonan kredit tersebut layak untuk dikabulkan/disetujui atau tidak. Hal ini sesuai dengan tujuan bank, yaitu selain mencari keuntungan juga membantu pengusaha dalam mengembangkan usahanya. Beberapa bank telah memiliki instrumen yang lazim digunakan untuk menilai risiko kredit calon debitur. Instrumen dimaksud disebut Credit Risk Scoring, dimana risiko kredit dipresentasikan oleh nilai skor setiap kriteria dari kategori finansial dan kategori nonfinansial. Secara rinci seluruh kriteria kedua kategori tersebut meliputi: (1) perbandingan repayment capacity terhadap angsuran, (2) tingkat kepercayaan, (3) riwayat hubungan dengan bank, (4) perilaku kehidupan pribadi, (5) kepemilikan tempat tinggal, (6) lama usaha, (7) pemasaran. Setiap kriteria credit risk dinilai dengan skor antara 0 (nol, berarti “sangat baik”) sampai dengan 3 (tiga, berarti “tidak baik”). Tabel 1 menyajikan tujuh kriteria dalam skor risiko kredit. Berdasarkan formulir isian Credit Risk Scoring yang memuat analisis berbasis laporan keuangan, catatan karakter, dan prospek bisnis calon debitur maka pihak bank dapat menentukan skor risiko kredit calon debitur yang bersangkutan. Masalahnya, kriteria credit risk scoring manakah yang mampu membedakan antara calon debitur yang dinyatakan diterima dan ditolak untuk mendapatkan kredit modal kerja dari sebuah bank ? Studi tentang risiko kredit dan risiko keuangan yang dihadapi bank telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Hand & Henley (1997), Thomas (2000), dan
512
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER Tania (2010). Selain itu, alat analisis yang digunakan pada umumnya adalah analisis diskriminan. Tabel 1: Credit Risk Scoring (Skor Kredit Risk): Analisis Kredit PT. Bank X. a. kATEGORI FINANSIAL (46%) Sangat Cukup Tidak Hasil kriteria Baik baik baik baik Penilaian Perbandingan Repayment capacity 0 1 2 3 terhadap angsuran Total Hasil Penilaian (THP) Sub Total Score Financial (I) THP dikali 12 b. kATEGORI NON-FINANSIAL (54%) a. Karakter (27%) (1) Tingkat kepercayaan 0 1 2 3 (2) Riwayat hubungan dengan 0 1 2 3 bank (3) Perilaku kehidupan pribadi 0 1 2 3 Total Hasil Penilaian (THP) Sub Total Score Karakter (II) THP dibagi 3 dikali 7 b. Kondisi & Stabilitas (27%) 0 1 2 3 (1) Kepemilikan tempat tinggal 0 1 2 3 (2) Lamanya berusaha 0 1 2 3 (3) Pemasaran 0 1 2 3 Total Hasil Penilaian (THP) Sub total Score Kondisi & Stabilitas THP dibagi 3 dikali 7 (III) TOTAL CREDIT SCORING (I)+(II)+(III) SCORING AGUNAN tanah atau tanah dan bangunan (SA) TOTAL SCORING (TCS – SA) Sumber: Bank X Analisis diskriminan merupakan satu tehnik yang akurat untuk memprediksi sesuatu termasuk dalam kategori mana, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya (Supranto, 2004:84). Tujuannya adalah: 1) untuk menentukan apakah ada perbedaan signifikan secara statistik antara profil skor rata-rata pada seperangkat variabel untuk dua (atau lebih) kelompok yang telah didefinisikan, 2) untuk menentukan variabel bebas mana yang diperhitungkan paling membedakan profil skor rata-rata dari dua kelompok atau lebih, 3) untuk menetapkan prosedur klasifikasi obyek kedalam kelompokkelompok berdasarkan skor pada seperangkat variabel independen, 4) menetapkan jumlah dan komposisi dimensi diskriminan antara dua kelompok yang dibentuk dari seperangkat variabel bebas. Untuk dapat mengetahui arah penelitian ini maka dipandang perlu adanya kerangka konseptual sehingga dapat mempermudah mengetahui isi dari penelitian. Gambar 1 menyajikan kerangka konsep yang mendasari ide penelitian ini. II. STuDI / RISET TERkAIT Beberapa riset terkait mengenai risiko kredit maupun risiko keuangan yang dapat dikemukakan adalah studi yang dilakukan oleh Hand & Henley (1997), Thomas (2000), 513
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER dan Tania (2010). Risiko kredit yang dimaksud adalah risiko yang dihadapi oleh bank dalam rangka pelaksanaan peran intermediasinya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit atau berbagai skim pinjaman. PT. Bank X
Kredit Modal Kerja
Keputusan Analis Kredit
Penilaian Bank (Credit Risk Scoring)
Calon debitur
Calon debitur diterima
Gambar 1: Kerangka Konsep
Calon debitur ditolak
Diskriminator kelayakan
Penelitian Hand & Henley (1997) bertujuan mengklasifikasi debitur yang berisiko good (baik) dan berisiko bad (buruk) berdasarkan risiko kreditnya. Risiko kredit dinyatakan dalam scoring kredit. Data historis berupa kinerja debitur diaplikasikan pada tiga teknik statistik, yaitu model logit, probit dan analisis diskriminan. Berdasarkan hasil ketiga model tersebut, kemudian digunakan untuk mengestimasi kemungkin gagal bayar (probability of default) dari suatu kredit. Model yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan untuk menilai kelayakan calon debitur baru. Penelitian lainnya dilakukan oleh Thomas (2000). Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah meramalkan risiko keuangan suatu bank di Inggris dan Amerika Serikat, khususnya risiko yang bersumber dari kredit konsumtif debitur. Dasar peramalan yang digunakan juga menggunakan scoring dalam rangka memeringkat debitur. Hasil peramalan yang diperoleh berdasarkan riset Thomas (2000) ini cukup akurat untuk mengukur risiko kredit konsumtif. Thomas (2000) menyarankan untuk menggunakan scoring yang sistematis dalam mengevaluasi dan memantau kredit konsumtif, dibandingkan dengan jika dilakukan berdasarkan human judgement dalam mengukur risiko kredit. Saran ini didasarkan pada kecenderungan meningkatnya permintaan kredit konsumtif serta semakin canggihnya teknologi komputer. Sedikit berbeda dengan dua studi sebelumnya, riset yang dilakukan Tania (2010) justru memfokuskan diri pada risiko keuangan yang ditanggung oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun tujuan yang dicapai adalah melakukan analisis komparatif antara tingkat risiko keuangan pada BPR Konvensional dan pada BPR Syariah. Sampel dari 514
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER penelitian ini adalah dua BPR Konvensional dan dua BPR Syariah. Model analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan (Z-Score). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari dua sampel BPR Konvensional ada yang masuk dalam katagori gray area, sedangkan dari dua sampel BPR Syariah, semuanya masuk dalam katagori sehat dengan nilai Z-Score diatas 2,6. Secara keseluruhan tingkat risiko BPR Syariah lebih rendah dibandingkan dengan tingkat risiko BPR Konvensional. Berdasarkan paparan studi/riset terkait maka diduga indikator credit risk scoring merupakan diskriminator calon debitur diterima dan ditolak untuk mendapatkan kredit modal kerja dari PT. Bank X. Yang dimaksud kriteria penentu credit risk scoring meliputi: perbandingan repayment capacity terhadap anggsuran, tinggkat kepercayaan, riwayat hubungan dengan bank, perilaku kehidupan pribadi, kepemilikan tempat tinggal, lamanya berusaha, dan pemasaran III. METODE RISET Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hypothesis testing yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan menguji suatu hipotesis riset. 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang digunakan adalah calon debitur yang mengajukan permohonan kredit modal kerja ke PT. Bank X periode pengajuan tahun 2010 sampai dengan Juli 2011. Calon debitur tersebut terdiri atas calon debitur yang diterima maupun yang ditolak usulannya untuk mendapatkan kredit modal kerja. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh informasi tentang banyaknya anggota (ukuran) populasi beserta identitasnya, laporan keuangan, dan keputusan diterima-ditolaknya pengajuan kredit adalah milik pihak PT. Bank X. Dengan kata lain informasi atau data anggota populasi tersebut tidak mudah diperoleh oleh peneliti eksternal dan sangat tergantung dari kebijakan PT. Bank X. Oleh karena itu analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sampel. Metode sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Artinya, ukuran sampel yang yang digunakan dalam penelitian ini tergantung dari banyaknya informasi calon debitur kredit modal kerja (diterima dan ditolak) yang diijinkan/diberikan oleh PT. Bank X untuk diteliti. 3.2. Jenis dan Sumber Data. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa hasil analisis kredit dan keputusan diterima-ditolaknya usulan pengajuan kredit modal kerja calon debitur. Seluruh data tersebut diperoleh dari PT. Bank X. 3.3. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel serta Skala Pengukurannya. Penelitian ini menggunakan variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan adalah Status Kredit dengan notasi Z, sedangkan sebagai variabel bebasnya adalah Kriteria Skor Risiko Kredit dengan notasi X. Sebagaimana telah disinggung dalam bagian Pendahuluan dan Tabel 1, bahwa Kriteria Skor Risiko Kredit terdiri atas: Perbandingan repayment capacity terhadap angsuran (X1), Tingkat kepercayaan (X2), Riwayat hubungan dengan bank (X3), Perilaku kehidupan pribadi (X4), Kepemilikan tempat tinggal (X5), Lamanya berusaha (X6), dan Pemasaran (X7). Dengan demikian, variabel bebas yang digunakan berjumlah tujuh variabel. “Status Kredit” calon debitur adalah keputusan diterima-tidaknya pengajuan kredit yang ditetapkan oleh PT. Bank X. Calon debitur dinyatakan “berstatus diterima” apabila hasil analisis kredit menunjukkan repayment capacity (RPC) lebih besar daripada jumlah anggsuran. Sebaliknya, calon debitur dinyatakan “berstatus ditolak” apabila hasil analisis 515
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER dari PT. Bank X menunjukkan repayment capacity lebih kecil dari jumlah angsuran. Variabel Status Kredit memiliki skala nominal. Perbandingan repayment capacity terhadap angsuran (X1), merupakan peringkat hasil penilaian analis kredit bank yang menunjukkan tingkat kemampuan nasabah membayar angsuran. Debitur dinyatakan mampu membayar apabila jumlah repayment capacity lebih besar dari jumlah angsuran. Yang dimaksud dengan Tingkat kepercayaan (X2) adalah peringkat hasil penilaian analis kredit bank yang mencerminkan kepercayaan bank terhadap kesesuaian informasi tentang kondisi yang disampaikan calon debitur. Riwayat hubungan dengan bank (X3), merupakan peringkat hasil penilaian analis kredit bank terhadap calon debitur yang pernah mendapatkan kredit dari PT. Bank X (debitur lama). Riwayat yang dimaksud terutama menyangkut riwayat tentang 2-3 kali pinjaman bank yang terakhir diterima oleh debitur dan memiliki kolektibilitas “bagus” atau “tidak pernah menunggak”. Perilaku kehidupan pribadi (X4), yaitu merupakan peringkat hasil penilaian analis kredit bank yang menunjukkan bahwa calon debitur tidak memiliki catatan hitam pada PT. Bank X dan juga pada bank-bank lain. Dalam hal ini pihak analis kredit dapat melihat dalam BI cheking secara online. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Kepemilikan tempat tinggal (X5). adalah peringkat hasil penilaian analis kredit bank terhadap status rumah atau tempat usaha yang dimiliki calon debitur, apakah milik sendiri, sewa, ataukah milik orang tua. Lamanya berusaha (X6), yaitu peringkat hasil penilaian analis kredit bank yang mencerminkan lama usaha yang dimiliki oleh calon debitur. Menurut hasil analisis PT. Bank X “lama berusaha” yang baik adalah lebih dari satu tahun. Adapun definisi Pemasaran (X7) dalam penelitian ini adalah peringkat hasil penilaian analis kredit bank terhadap usaha calon debitur apakah telah memiliki pelanggan tetap dan kegiatan usahanya berpotensi untuk dikembangkan. Seluruh variabel bebas dalam kelompok variabel Kriteria Skor Risiko Kredit (X1, ..., X7) menggunakan pengukuran skala ordinal. 3.4. Alat Analisis. Kemudian, untuk menentukan nilai masing-masing variabel penelitian digunakan formula berdasarkan skala data ordinal sebagai berikut: 1) Variabel Status Kredit (Z), berskala data nominal: Apabila calon debitur dinyatakan “diterima” maka Z = 1 Ababila calon debitur dinyatakan “ditolak” maka Z = 0 2) Variabel Repayment Capacity terhadap angsuran (X1), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X1 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X1 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X1 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X1 = 3 3) Variabel Tingkat Kepercayaan (X2), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X2 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X2 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X2 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X2 = 3 4) Variabel Riwayat Hubungan Dengan Bank (X3), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X3 = 0 516
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X3 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X3 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X3 = 3 5) Variabel Perilaku Kehidupan Pribadi (X4), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X4 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X4 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X4 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X4 = 3 6) Variabel Kepemilikan Tempat Tinggal (X5), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X5 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X5 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X5 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X5 = 3 7) Variabel Lamanya Berusaha (X6), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X6 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X6 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X6 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X6 = 3 8) Variabel Pemasaran (X7), berskala ata ordinal: Apabila calon debitur dinyatakan “sangat baik” maka X7 = 0 Apabila calon debitur dinyatakan “baik” maka X7 = 1 Apabila calon debitur dinyatakan “cukup baik” maka X7 = 2 Apabila calon debitur dinyatakan “tidak baik” maka X7 = 3 3.5. Pengembangan Model Diskriminan Setelah masing-masing variabel penelitian ditentukan nilainya, maka untuk menjawab masalah penelitian ini digunakan pendekatan Analisis Diskriminan. Model diskriminan dibangun berdasarkan rumus umum berikut: Z = a0 + a1X1 + a2X2 + … + a7X7
(1)
Keterangan: Z = status kredit a0 = konstanta ai = koefisien diskriminan Xi = skor kriteria risiko kredit (dimana i = 1, ..., 7) Koefisiensi diskriminan (ai) dihitung berdasarkan persamaan dengan formulasi sebagai berikut: ai = S–1 (Xi0 …. Xi1)
(2)
517
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER Keterangan: ai = koefisien diskriminan, dimana i = 1,2,3….7 Xi1 = perbandingan repayment capacity terhadap angsuran Xi2 = skor tingkat kepercayaan Xi3 = skor riwayat hubungan dengan bank Xi4 = skor perilaku kehidupan pribadi Xi5 = skor kepemilikan tempat tinggal Xi6 = skor lamanya berusaha Xi7 = skor pemasaran 3.6. Pengujian Hipotesis Menguji kelayakan penggunaan model (1) dilakukan dengan uji Chi-Square. Hipotesis statistik yang digunakan adalah: H0: model (1) tidak dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Ha: model (1) dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Apabila Sig.< Į maka H0 ditolak, sedangkan apabila Sig.> Į maka H0 diterima Untuk menguji signifikansi koefisien diskriminan pada model (1) dilakukan dengan uji Wilk’s Lambda. Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah: H0: ai = 0, artinya variabel Xi tidak dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Ha: ai 0, artinya variabel Xi dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Dimana i = 1,2,3….7. Apabila Sig.< Į maka H0 ditolak, sedangkan apabila Sig.> Į maka H0 diterima Validasi analisis diskriminan menggunakan matrik akurasi. Matrik akurasi adalah matrik yang menunjukkan tingkat kemampuan model (1) dalam mengklasifikasikan dengan benar (tingkat akurasi). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa metode sampling yang digunakan adalah metode accidental sampling. Sampel yang diijinkan dan diberikan oleh pihak PT. Bank X sebanyak 60 calon debitur. Data jumlah calon debitur yang diterima permohonan kreditnya pada tahun 2010 sampai dengan Juli 2011 sebanyak 41 orang, sedangkan jumlah calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya sebanyak 19 orang. Hasil eksekusi statistik terhadap data 60 calon debitur dan didasarkan pada formulasi model (1), sehingga diperoleh persamaan diskriminan, atau model (3) berikut: Z = – 3,80 +1,91 X1 + 0,62 X2 + 0,75 X3 + 0,47 X4 + 0,06 X5 + 0,29 X6 + 0,28 X7 Keterangan: 518
(3)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER Z = status kredit X1 = perbandingan repayment capacity terhadap angsuran X2 = tingkat kepercayaan X3 = riwayat hubungan dengan bank X4 = perilaku kehidupan pribadi X5 = kepemilikan tempat tinggal X6 = lamanya berusaha X7 = pemasaran Pengujian signifikansi persamaan dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square terhadap model (3), sedangkan untuk menguji keofisien diskriminan dilakukan dengan uji Wilk’s Lambda. Tabel 2 menyajikan hasil eksekusi statistik pengujian terhadap kelayakan model (3), sedangkan Tabel 3 menyajikan hasil eksekusi statistik pengujian koefisien diskriminan. Tabel 2: Wilk’s Lambda, pengujian terhadap kelayakan Model (3). Tes of Function (s) Wilk’s Lambda Chi-Square df 1
0,103
123,947
7
Sig. 0,000*
* signifikan pada Į = 0,01 Sumber: data diolah
Dengan menggunakan Į = 1%, maka hasil eksekusi dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa H0 ditolak dengan nilai Chi-Square sebesar 123,947. Artinya, hipotesis yang menyatakan bahwa model (3) tidak dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya, adalah ditolak. Dengan kata lain, model (3) dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan yang ditolak permohonan kreditnya. Tabel 3: Pengujian terhadap Koefisien Diskriminan pada Model (3) Wilk’s df1 Sig. Variabel f df2 Lambda X1; RPC terhadap angsuran 0,124 410,303 1 58 0,000** X2; Tingkat kepercayaan 0,900 6,437 1 58 0,014* X3; Riwayat hubungan dengan bank 0,691 25,976 1 58 0,000** X4; Perilaku kehidupan pribadi 0,926 4,663 1 58 0,035* X5; Kepemilikan tempat tinggal 0,826 12,205 1 58 0,001** X6; Lamanya berusaha 0,996 0,204 1 58 0,653 X7; Pemasaran 0,927 4,548 1 58 0,037* * signifikan pada Į = 0,05 ** signifikan pada Į = 0,01 Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa terdapat enam nilai signifikasi lebih kecil daripada Į (1% dan 5%). Hal ini berarti H0 yang menyatakan bahwa variabel X1, ..., X5 dan X7 tidak dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya, adalah ditolak. Dengan kata lain, keenam variable, X1, ..., X5 dan X7, dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Keenam variabel tersebut 519
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER antara lain kriteria RPC terhadap angsuran, tingkat kepercayaan, riwayat hubungan dengan bank, perilaku kehidupan pribadi, kepemilikan tempat tinggal, dan pemsaran. Hasil tersebut sedikit berbeda untuk variabel X6 (lamanya berusaha). Variabel lamanya berusaha memiliki nilai signifikansi 0,653. Oleh karena nilai signifikansi ini lebih besar daripada Į (= 5%) maka H0 diterima. Artinya variabel lamanya berusaha tidak dapat digunakan untuk membedakan antara calon debitur yang diterima dan calon debitur yang ditolak permohonan kreditnya. Validasi analisis diskriminan dilakukan dengan menggunakan matrik klasifikasi (lihat Tabel 4). Pada kolom vertikal merupakan data aktual dari objek yang diteliti dan pada kolom horisontal merupakan hasil prediksi berdasarkan model (3). Kemudian dari Tabel 4 dapat diketahui kesalahan klasifikasi dan tingkat akurasi untuk dua kelompok (kelompok calon debitur diterima dan kelompok calon debitur ditolak untuk mendapatkan kredit modal kerja). Tabel 4: Matrik Hasil Klasifikasi Calon Debitur berdasarkan Model (3). Predicted Group Membership Total Status Kredit Ditolak Diterima Original Count
%
Ditolak Diterima Ditolak Diterima
96,67% of original grouped cases correctly classified Sumber: data diolah
19 2 100,0 4,9
0 39 0,0 95,1
19 41 100,0 100,0
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa calon debitur terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan status kreditnya, satu kelompok merupakan calon debitur yang status kreditnya diterima yaitu sebesar 41 orang dan kelompok yang lain merupakan calon debitur dengan status kredit ditolak sebanyak 19 orang. Jumlah tersebut (19 dan 41) merupakan data realita (original) di lapangan. Perbandingan antara kondisi di lapangan dan hasil prediksi berdasarkan model (3) ternyata untuk calon debitur yang status kreditnya ditolak, yaitu 19 orang pada kondisi realita, sesuai dengan hasil penaksiran berdasarkan tujuh variabel diskrimintor tersebut. Adapun untuk calon debitur yang status kreditnya diterima pada kondisi realita, tidak sesuai dengan prediksi dengan tujuh diskriminator penaksir, yakni hanya terdapat 39 calon debitur yang status kreditnya diterima, sedangkan 2 calon debitur status kreditnya ditolak. Berdasarkan analisis tersebut terdapat ketidakakurasian sebanyak 2 calon debitur. Hasil matriks klasifikasi (Tabel 4) menunjukkan bahwa dari sampel 60 calon debitur, sebanyak 58 (= 19 + 39) calon debitur telah diklasifikasikan dengan benar, dan hanya 2 calon debitur yang diklasifikasikan salah. Jadi ketepatan klasifikasi dari model (3) adalah sebesar 58/60, atau 96,67%. 4.1. Repayment Capacity terhadap Angsuran sebagai diskriminator penentuan diterimaditolaknya permohonan kredit. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel perbandingan repayment capacity terhadap angsuran merupakan diskriminator diterima atau ditolaknya permohonan kredit para calon debitur. Menurut PT. Bank X variabel tersebut merupakan variabel yang memiliki peran dominan dibandingkan variabel indikator credit risk scoring yang lainnya. Apabila jumlah repayment capacity belum mencukupi untuk membayar angsuran yang telah dikalkulasi oleh PT. Bank X maka biasanya permohonan kredit ditolak. Namun demikian jika variabel indikator credit risk scoring yang lainnya memenuhi kriteria untuk
520
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER diterima maka pihak bank mencoba untuk menegosiasikan kepada calon debitur tentang kemungkinan penghasilan lain yang belum diperhitungkan atau menurunkan plafon kredit yang diminta. Upaya ini semata-mata demi tercapainya misi bank untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kegiatan usaha UKMK yang akan dibiayai. 4.2. Tingkat Kepercayaan sebagai diskriminator Penentuan Diterima-Ditolaknya Permohonan Kredit Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel tingkat kepercayaan dapat dijadikan sebagai diskriminator. Informasi yang diberikan calon debitur kepada PT. Bank X harus sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Yang dimaksud “sesuai” tentu akan dikaitkan dengan keamanan dana yang akan disalurkan kepada debitur sehingga pimpinan bank bisa mengantisipasi untuk meminimumkan risiko kreditnya. PT. Bank X tidak semata-mata langsung menerima informasi dari para calon debitur, melainkan masih melakukan survei secara langsung kepada calon debitur dan investigasi tidak langsung melalui analisis lingkungan calon debitur. Oleh karena itu peningkatan tingkat keperayaan yang dibangun oleh calon debitur sangat dibutuhkan oleh pihak PT. Bank X. 4.3. Riwayat Hubungan dengan Bank sebagai diskriminator Penentuan DiterimaDitolaknya Permohonan Kredit. Menurut Tabel 4 diketahui bahwa variabel riwayat hubungan dengan bank merupakan diskriminator dalam menentukan permohonan kredit calon debitur diterimaditolak. Variabel tersebut memberikan informasi kepada PT. Bank X mengenai status pinjaman kredit calon debitur, apakah kolektibilitasnya bagus, tidak pernah menunggak atau justru sebaliknya. Apabila calon debitur memiliki catatan tidak bagus pada saat berinteraksi dengan PT. Bank X, maka pimpinan PT. Bank X cenderung untuk menolak usulan kreditnya. Sebaliknya apabila calon debitur memiliki riwayat yang baik dalam berinteraksi dengan PT. Bank X maka usulannya cenderung dikabulkan. Oleh karena itu variabel ini dapat menentukan diterima-ditolaknya permohonan kredit calon debitur. 4.4. Perilaku Kehidupan Pribadi sebagai diskriminator Penentuan Diterima-Ditolaknya Permohonan Kredit Variabel perilaku kehidupan pribadi berperan penting dalam analisis kredit, karena variabel ini dapat membantu PT. Bank X untuk mengetahui apakah calon debitur memiliki rekam jejak (track record) kepada bank-bank lain. PT. Bank X dapat memperoleh informasi tersebut melalui system BI Cheking. Rekam jejak juga meliputi daftar pinjaman dari bank lain yang sedang dinikmati oleh calon debitur PT. Bank X, sehingga apabila permohonan kredit modal kerjanya disetujui dikhawatirkan calon debitur yang bersangkutan tidak bisa memenuhi kewajiban membayar angsuran di masa mendatang.
521
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER 4.5. Kepemilikan Tempat Tinggal sebagai diskriminator Penentuan Diterima-Ditolaknya Permohonan Kredit Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel ini dapat dijadikan sebagai pembeda diterima-ditolaknya permohonan kredit calon debitur. Variabel kepemilikan tempat tinggal dapat memberikan informasi kepada PT. Bank X tentang status dari tempat usaha calon debitur. Apakah tempat usaha tersebut milik sendiri, sewa, atau milik orangtua. Status kepemilikan itu akan memberikan penilaian tersendiri dari sudut pandang PT. Bank X. Status milik sendiri tentu dapat mengurangi keraguan tentang nilai agunan yang digunakan untuk menjamin kredit modal kerja sehingga risiko kredit bank diharapkan tidak tinggi. 4.6.
Lamanya Berusaha sebagai diskriminator Penentuan Diterima-Ditolaknya Permohonan Kredit Dalam Tabel 4 ternyata lamanya berusaha calon debitur tidak digunakan sebagai pertimbangan utama bagi PT. Bank X. Lama tidaknya usia bisnis calon debitur tidak menjamin diterima-ditolaknya usulan kredit, walaupun tetap dipertimbangkan sebagai informasi tambahan. Tampaknya usia bisnis tidak berkaitan langsung dengan prestasi bisnisnya. Usia bisnis yang panjang tidak selalu diwarnai oleh makin berkembangknya skala ekonomi bisnis yang sedang dijalankan. Meski tidak menurun tetapi kondisi yang begitu-begitu saja (stagnan) justru dapat meningkatkan risiko kreditnya. 4.7. Pemasaran sebagai diskriminator Penentuan Diterima-Ditolaknya Permohonan Kredit Variabel pemasaran juga merupakan variabel pembeda diterima atau ditolaknya permohonan kredit, seperti yang telah ditunjukkan dalam Tabel 4. Variabel pemasaran dikatakan sebagai diskriminator karena variabel ini dapat memberikan informasi kepada pihak bank tentang perkembangan usaha calon debitur yang mengajukan permohonan kredit modal kerja. Informasi yang dimaksud adalah apakah usaha yang dimiliki calon debitur berpotensi untuk dikembangkan atau tidak. Apabila berpotensi untuk dikembangkan maka pihak PT. Bank X cenderung akan mengabulkan usulan kreditnya. Sebaliknya apabila kegiatan usaha calon debitur tidak berpotensi untuk dikembangkan maka PT. Bank X akan menilainya sebagai kegiatan bisnis yang berisiko. Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bahwa keenam kriteria credit risk scoring, yaitu Repayment Capacity Terhadap Angsuran, Tingkat Kepercayaan, Riwayat Hubungan Dengan Bank, Perilaku Kehidupan Pribadi, Kepemilikan Tempat Tinggal, dan Pemasaran adalah sebagai diskriminator diterima atau ditolaknya permohonan kredit calon debitur yang mengajukan permohonan ke PT. Bank X. Hanya kriteria Lamanya Berusaha yang tidak dapat digunakan sebagai pembeda diterima atau ditolaknya permohonan kredit. Hasil empirik ini mendukung riset Hand & Henley (1997) dan Thomas (2000). Terbukti bahwa pendekatan scoring dapat digunakan untuk mengukur risiko kredit yang dihadapi bank dengan tingkat akurasi 96,67%. Demikian pula dengan penggunaan teknik statistik analisis diskriminan. Bahkan Thomas (2000) menyarankan untuk menggunakan scoring dalam mengukur risiko kredit. Namun tidak sepenuhnya mendukung, riset Thomas (2000) memfokuskan pada kredit konsumsi sementara hasil penelitian ini memfokuskan pada kredit modal kerja untuk UKMK. Selanjutnya, bila dikomparasikan hasil penelitian ini ternyata juga memperkuat temuan riset Tania (2000). Yaitu tentang penggunaan risiko keuangan sebagai aspek yang memang seharusnya dipertimbangkan dalam menilai kinerja bank. Demikian pula halnya dengan penggunaan teknik statistik analisis diskriminan.
522
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER V. PENuTuP Pada bagian penutup ini diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu Kesimpulan dan Saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yg telah dijelaskan tentang kriteria credit risk scoring PT. Bank X, maka dapat disimpulkan bahwa dari tujuh kriteria credit risk scoring, hanya enam kriteria yang menjadi diskriminator diterima atau ditolaknya permohonan kredit modal kerja para calon debitur. Keenam indikator tersebut meliputi: repayment capacity terhadap angsuran, tingkat kepercayaan, riwayat hubungan dengan bank, perilaku kehidupan pribadi, kepemilikan tempat tinggal dan pemasaran. Adapun kriteria lamanya berusaha tidak dapat digunakan sebagai pembeda diterima atau ditolaknya permohonan kredit. 5.2. Saran Memperhatikan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1) Bagi Calon Debitur Sebaiknya para calon debitur memperhatikan prosedur-prosedur kredit yang telah ditetapkan oleh pihak bank, terutama persyaratan dan kriteria-kriteria seperti yang telah dijelaskan dalam credit risk scoring dalam penelitian ini. 2) Bagi PT. Bank X Lebih meningkatkan kualitas pelayanan terutama dalam bidang perkreditan agar penyaluran kredit modal kerja dapat tepat sasaran. 3) Bagi Akademisi Data dalam penelitian ini tidak mudah didapatkan dari pihak bank, terutama data keuangan dan data calon debitur. Inilah kelemahan dalam penelitian ini, sehingga bagi peneliti selanjutnya sebaiknya dapat menciptakan dan membina hubungan baik dengan pihak bank yang akan dijadikan obyek dalam penelitian. DAFTAR PuSTAkA Hand, DJ., and Henley, WE., (1997), “Statistical Classification Methods in Consumer Credit Scoring”, Journal of the Royal Statistical Society, Series A (Statistics in Society), Vol. 160, No. 3, pp. 523-541. Supranto, J., (2004), Analisis Multivariat, Arti dan Interpretasi, Rinek Cipta, Jakarta. Tania, Renny., (2010), “Analisis Komparatif Risiko Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah”, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. Jakarta. Thomas, Lyn C., (2000), “A survey of credit and behavioural scoring: forecasting financial risk of lending to consumers”, International Journal of Forecasting, 16, pp.149172. UU No. 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998
523