SISTEM PERTANGGUNG JAWABAN JURNALIS DALAM SEBUAH PEMBERITAAN Oleh: Pramukhtiko Ompy Hanum
ABSTRAK Kebebasan berekspresi memang bukan kebebasan yang absolute. Standart Internasional hak asasi manusia mengakui adanya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi .Pembatasan ini dapat dilakukan demi melindungi hak atau reputasi orang lain, untuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum atau moral atau kesehatan umum. Akan tetapi pembatasan ini harus mmenuhi persyaratan yang ketat dengan tujuan untuk melindungi kebebasan berekspresi. Prinsip dari pembatasan ini adalah maksimum kebebasan dan pembatasan adalah pengecualian. Dalam kebebasan berekspresi mencakup dua hal yang merupakan prinsip dari apa yang dinamakan kebebasan berekspresi yang meliputi kebebasan seorang jurnalis untuk mendapatkan sebuah informasi dan kebebasan jurnalis untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dua hal tersebut erat kaitannya dengan pelaksanaan kebebasan informasi. Kata Kunci: Hukum Pers, Jurnalis Abstract Freedom of expression is not an absolute freedom. International human rights standards recognize the existence of restrictions on freedom of expression. This restriction can be done to protect the rights or reputations of others, to protect national security, public order or morality or public health. However, this restriction should mmenuhi strict requirements in order to protect freedom of expression. This is the principle of maximum freedom restrictions and limitations are the exception. The freedom of expression includes two things that are so-called principle of freedom of expression which includes freedom of a journalist to get an information and freedom of journalists to convey information to the public. Two are closely related to the implementation of freedom of information. Keywords: Law Press, Journalist
I. 1.1.
PENDAHULUAN
investigasi, wartawan boleh menyerang
Latar Belakang
privasi,
Seorang jurnalis mempunyai peran
mengambil
dokumen,
dan
tindakan lain yang dalam situasi normal
yang sangat penting dalam menyampaikan
melanggar
sebuah berita dimana tugas seorang
seorang jurnalis dibenarkan menempuh
jurnalis mempuyai tugas mewartakan
segala cara jika hal itu untuk kepentingan
informasi
public,
untuk
kepentingan
public
hukum.
meskipun
Secara
hal
jurnalistik
itu
dinilai
membuat wartawan memiliki semacam
merupakan perbuatan yang melanggar
“hak istimewa” mengorek suatu peristiwa,
etika.
mengintrogasi nara sumber,menyelidiki
Namun pembenaran tersebut hanya
dan menilai suatu kasus yang berkembang
dapat
dimasyarakat. Hal ini dilakukan demi
tersebut dalam situasi khusus, untuk
kepentingan
tujuan liputan investigasi, dengan dapat
public,
untuk
tujuan
dilakukan
dalam
hal
keadaan
161
dikatakan seorang jurnalis dapat terjerat
mempunyai hak tolak agar jurnalis dapat
hukum. Selain itu hal ini dapat dilakukan
melindungi
untuk tujuan liputan investigasi, kode etik
dengan
jurnalistik mutlak wajib dipatuhi oleh
identitas sumber informasi.
wartawan yang profesional. Karena selain
cara
kebebasan
jurnalis agar bekerja secara benar, kode
mendapatkan
etik
sumbernya
mempunyai
memberikan
tujuan
perlindungan
untuk
terhadap
menolak
Seorang
itu pedoman wartawan agar seorang
juga
sumber-sumber
sumber
menyebutkan
jurnalis untuk
diberikan
mencari
berita yang
informasi
dari
dinilai
informasi
dan
manapun mempunyai
yang
jelas
dan
masyarakat dari tindakan dari seorang
berpengaruh dalam kelengkapan sebuah
jurnalis yang dalam melakukan tugasnnya
berita. Dalam pelaksanaanya tersebut
dikatakan tidak etis, atau biasa dikatakan
seorang jurnalis berbenturan terhadap
“Wartawan
profesi yang diminta dan berdasarkan
Kemerdekaan
koboi pers
asal
tembak”.
Indonesia
telah
tugasnya diminta untuk menyimpan dan
melahirkan ribuan seorang jurnalis baru
merahasiakan
dan belasan asosiasi wartawan baik yang
dikonsumsi
oleh
public,
hal
ini
asli maupun gadungan.
bertentangan
pula
dengan
Pasal
14
Dalam Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun
berita
tersebut
untuk
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
1999 tentang Pers dikatakan bahwa
tentang Hak Asasi Manusia
kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
dalam pasal tersebut ayat 1 setiap orang
asasi warga Negara yang bebas dari
berhak
tindakan pencegahan, pelarangan dan atau
memperoleh informasi yang diperlukan
penekanan agar hak masyarakat untuk
untuk
memperoleh informasi terjamin, dimana
lingkungan sosialnya dan dalam ayat 2
terhadap Pers Nasional tidak dikenakan
dikatakan bahwa setiap orang berhak
Penyensoran,
untuk mencarim memperoleh, memiliki,
pembredelan
atau
untuk
berkomunikasi
mengembangkan
menyimpan,
mengolah,
kemerdekaan
menyampaikan
informasi
pers
nasional
dan
pribadi
pelanggaran penyiaran, untuk menjamin pers,
dikatakan
dan
dan dengan
mempunyai hak mencari, memperoleh,
menggunakan segala jenis sarana yang
dan
tersedia.
menyebarluaskan
gagasan
dan
informasi dan dalam pertanggung jawaban
Sementara disisi lain sebenarnya
pemberitaan di depan hukum, jurnalis
juga ada hak asasi manusia untuk menjaga
162
kepentingan pribadi yakni kepentingan
menyimpan dan merahasiakan segala
Privacy.
harkat
informasai yang diketahui kepada publik.
martabatnya sebagai manusia (honor and
Hal ini dimaksudkan untuk melindungi
reputation). Bahkan idealnya kepentingan
seseorang dan segala informasi yang
publik ditujukan dalam rangka melindungi
terkait dengannya dimana hal ini sebagai
kepentingan individunya karena publik
implementasi dari adanya perlindungan
merupakan jumlah totalitas dari semua
terhadap privasi seseorang yang tidak
kepentingan individu.
ingin dirinya diekspose oleh pemberitaan
Korespondensi
dan
Umumnya dinegara maju didapati
media.
keseimbangan terhadap dua kepentingan
Didalam kehidupan bermasyarakat
tersebut, dimana jaminan kepentingan
yang heterogen memang tidak mudah
individu
untuk
juga
diselaraskan
dengan
menerapkan
antara
dimana
kepentingan masyarakat ataupun individu
kebebasan berekspresi seorang jurnalis
lain sehingga meskipun disisi lain ada
dituntut untuk mencari informasi dari
juga
kebebasan
segala bentuk sumber-sumber yang dapat
informasi (freedom of information dan
melengkapi berita yang ingin dimuat disisi
free flow of information), namun disis lain
lain ada seseorang yang karena jabatan
ada
mengenai
dan profesinya yang merupakan sumber
perlindungan data (data protection) dan
informasi yang sangat berpengaruh dalam
ketentuan
juga
mengenai
ketentuan
perlindungan kerahasiaan informasi.
1
kelengkapan sebuah berita adalah orang
Ada beberapa Profesi yang diminta untuk
menyembunyikan
dan
atau jabatan atau profsi yang harus tunduk pada kewajiban untuk memegang rahasia
merahasiakan sebuah informasi yang ingin
melindungi
dikonsumsi public, hal ini dilakukan
sesuatu yang berhubungan dengan klien
dikarnakan adanya tugas jabatan yang
baik karena jabatannya atau kesepakatan
dilakoninya.
yang
menurut hukum. Untuk itu perlu adanya
kesehatan
penafsiran terhadap leduanya agar dapat
pasiennya, seorang pengacara, hakim,
berjalan dengan seimbang, tidak menen-
notaris, dan profesi lain yang dalam kode
tang antara pengaturan yang satu dengan
etik profesi hukumnya
pengaturan
merahasiakan
Seperti
dokter
informasi
diminta untuk
dan
yang
menyimpan
lainnya
agar
segala
tidak
merugikan privasi orang lain. Oleh sebab 1
Pengantar Hukum Telematika dalam Suatu Kompilasi Kajian, Edmon Makarin,S.Kom,SH,LLM, hlm 49
itu penelitian ini secara khusus meninjau
163
bagaimana
pelanggarannya yang dimaksudkan agar
sistem pertanggungjawaban jurnalis dalam
perbuatan pelanggar itu dihentikan, sifat
sebuah pemberitaan sehingga penulis
sanksinya
memberikan judul penelitian ini dengan
memulihkan
keadaan
“SISTEM PERTANGGUNG JAWABAN
administrasi
dapat
JURNALIS
melalui
secara
eksplisit
mengenai
DALAM
SEBUH
adalah
artinya
semula.
Sanksi
diterapkan
tanpa
peradilan.2
prosedur
sanksi-sanksi
PEMBERITAAN”
reparatoir
administrasi
Adapun
yang
khas
antara lain : 1.2.
a.
Rumusan Masalah Bagaimana
jawaban
sistem
jurnalis
tahan)
pertanggung
dalam
sebuah
Bestuursdwang (Paksaan Pemerin-
b.
pemberitaan
Penarikan
kembali
(ketetapan)
yang
keputusan
menguntungkan
(izin, pembayaran, subsidi) II. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 2.1.
Penerapan
Hukum
c.
Pengenaan denda administratif
d.
Pengenaan
Oleh
Jurnalis
Dalam
paksa
oleh
pemerintah (dwangsom).3
Apabila
Penerapan
Terdapat Pelanggaran Hukum Yang Dilakukan
uang
administrasi
hukum
dalam
secara
perkembangannya
terhadap jurnalis sebagai insan dalam
Pemberitaannya. Apabila terjadi pelanggaran hukum
perusahaan
pers
dilakukan
dengan
dilakukan
mencabut SIT (Surat Izin Terbit), namun
jurnalis maka penerapan hukum yang
seiring dengan pemberlakuan Undang-
dipakai dalam penyelesaiannya mengggu-
Undang Nomor 21 Tahun 1982 Tentang
nakan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
dalam
pemberitaan
tiga
yang
penerapan
hukum
yang
diantaranya:
11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-
1.
penerapan hukum secara administrasi
Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah
2.
penerapan
diubah dengan Undang-Undang Nomor 4
hukum
secara
hukum
Tahun
pidana 3.
penerapan
hukum
secara
hukum
perdata Di dalam penerapan hukum secara administrasi ditujukan kepada perbuatan
1967,
pencabuta
SIT
pemberlakuan (Surat
Izin
terhadap Terbit)
dihapuskan sesuai dengan penjelasan pada 2
Philipus M. Hadjon, 1990, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 247. 3 Ibid. hlm. 245.
164
Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1966
Tentang
3.
(pernyataan
yang
ditujukan pada agama)
Ketentuan4.
Ketentuan Pokok Pers.
Blasphemy
Pornografi (Pasal 282 dam 283 KUHP)
Terhadap SIUPP (Surat Izin Usaha Perusahaan Pers) dalam perkembangan-
5.
Berita bohong
nya juga dilakukan penghapusan pada
6.
Keamanan Nasional dan Ketertiban
masa reformasi pada tahun 1998 yang
Umum (Bab V Kejahatan Terhadap
ditandai dengan adanya pemberlakuan
Ketertiban Umum KUHP)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
7.
Pernyataan
yang
menghambat
jalannya peradilan. 4
Tentang Pers yang menyebutkan bahwa tidak
Penerapan hukum secara perdata
diperkenankan pembredelan sebagaimana
terhadap jurnalis yang telah melakukan
diatur dalam Pasal 2 dan 4 Undang-
pelanggaran terhadap pemberitaan dapat
Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
diterapkan sistem ganti rugi sebagaimana
Pers. Sehingga terhadap penerapan hukum
yang terdapat dalam Kitab Undang-
secara administratif tidak dapat diterapkan
undang
lebih lanjut.
seseorang atau badan hukum yang merasa
terhadap
perusahaan
pers
Terhadap penerapan hukum secara
telah
Hukum
dirugikan
Perdata.
terhadap
Dimana
perbuatan
pidana terkait dengan pemberitaan yang
seseorang atau badan hukum lain dapat
dilakukan oleh jurnalis dilakukan dengan
dimintai ganti kerugian. Sebagaimana
ketentuan pasal yang dilanggar dalam
telah diatur dalam Pasal 1365 dan 1372
KUHP. Sebagaimana telah ditentukan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
delik-delik pers yang sesuai dengan
2.2.
Sistem Pertanggung Jawaban
pembatasan yang sah terhadap kebebasan
Jurnalis
pers yang harus bersifat limitatif yang
Pemberitaan
on
the
Freedom
of
Sebuah
Menurut Pasal 15 ayat 2 Undang-
terdapat dalam ketentuan internasional Convention
Dalam
Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Information di antaranya:
Pers, fungsi Dewan Pers antara lain
1.
Penghinaan (Bab XVI Penghinaan
menetapkan dan mengawasi pelaksanaan
KUHP)
Kode Etik Jurnalistik dan memberikan
Hasutan
pertimbangan
2.
dan
mengupayakan
4
Oemar Seno Adji, 1990, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, Erlangga, Jakarta. hlm. 6.
165
penyelesaian pengaduan masyarakat atau
selanjutnya.7 Isi dari rekomendasi tersebut
kasus-kasus yang berhubungan dengan
antara lain agar kasus tersebut ditangani
pemberitaan pers. Jika kasus tersebut
polisi atau digugat secara perdata. Undang-Undang Nomor 40 tahun
sudah ditangani oleh polisi, maka Dewan Pers tidak akan melayani pengaduan
1999
tersebut. Dapat dipahami bahwa Dewan
mekanisme/prosedur
Pers merupakan lembaga regulator bidang
melalui hak jawab dan hak koreksi. Pers
pers, penegak kode etik dan lembaga yang
sebagai alat penyebarluasan informasi
menangani
tentu
kasus
pemberitaan
pers.
Tentang
ada
Pers
telah
mengatur
sengketa
pers
kekeliruan
dalam
Menurut Pasal 1 Prosedur Pengaduan di
menyampaikan informasi, maka adalah
Dewan Pers mengatakan “Pengaduan
kewajiban bagi orang yang dirugikan oleh
masyarakat yang ditangani Dewan Pers
pemberitaan
adalah masalah terkait pelaksanaan Kode
membetulkan yakni dengan melalui hak
Etik Jurnalistik dan kasus-kasus lain
jawab atau hak koreksi.8
untuk
meluruskan
dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun
menyangkut pemberitaan”. Jika terdapat pengaduan maka sesuai dengan Prosedur
1999
Pengaduan di Dewan Pers menjelaskan
permasalahan
tentang upaya yang dilakukan Dewan Pers
konsekuensi penyebaran informasi yang
yaitu Dewan Pers akan mengupayakan
dilakukan oleh jurnalis. Sehingga sudah
musyawarah antara pengadu dan media
selayaknya Undang-Undang Nomor 40
yang di adukan jika tidak tercapai mufakat
Tahun 1999 Tentang Pers menjadi pijakan
maka
hukum
Dewan
Pers
akan
melakukan
Tentang
Pers yang
dalam
telah
mengatur
muncul
sebagai
menyelesaikan
pemeriksaan lebih lanjut.5 Pemeriksaan
permasalahan tentang substansi informasi
dilakukan melalui sidang pleno yang akan
yang
menghasilkan pernyataan penilaian dan
menggunakan
rekomendasi yang dikirim ke para pihak
termasuk KUHP. Dapat dikatakan bahwa
dibuat
oleh
jurnalis,
bukan
undang-undang
lain
terbuka.6
Penghukuman terhadap jurnalis dalam
Perusahaan pers yang diadukan wajib
bentuk pemidanaan tidak mengandung
mematuhi
upaya
dan
di
umumkan
secara
pernyataan
penilaian
dan
rekomendasi, jika tidak mematuhi Dewan Pers
akan
membuat
penguatan
jurnalis
bebas
melainkan justru membahayakan pers.
Rekomendasi 7
5
Prosedur Pengaduan di Dewan Pers, Pasal 7 6 Ibid, Pasal 8
Ibid, Pasal 9 Hendrayana, Soleh Ali, Bayu Wicaksono, 2009, Proses Penanganan Perkara Pers, LBH Pers, Jakarta hlm. Viii. 8
166
Karena
ketentuan-ketentuan
redaksi
dalam
menunjukkan
identitas diri.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers telah dibuat dalam
dengan
3.
pihak yang mengajukan Hak Jawab
rangka menjaga dan menguatkan pers
wajib
memberitahukan
sebagai sendi demokrasi dan Negara
yang dianggap merugikan dirinya,
berdasarkan hukum, maka tata cara
baik bagian perbagian atau secara
yang diatur dalam Undang-Undang
keseluruhan pendukung.
Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
informasi
dengan
data
10
(Primaat/Previl)
Perusahaan pers dalam kaitannya
dari pada ketentuan-ketentuan hukum
melayani masyarakat yang mengajukan
lain.9
Hak
harus
didahulukan
Hak jawab diatur dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
jawab
wajib
dilayani
dengan
ketentuan : 1.
hak jawab atas pemberitaan atau
Tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers
karya jurnalistik yang keliru dan tidak
tentang Pedoman Hak Jawab. Didalam
akurat dilakukan baik pada bagian
Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor
atau
40 Tahun 1999 Tentang Pers dijelaskan
keseluruhan
bahwa “Hak koreksi adalah hak setiap
dipermasalahkan.
orang
untuk
mengoreksi
atau
2.
perbagian dari
atau
secara
informasi
yang
hak jawab dilayani pada tempat atau
membetulkan kekeliruan informasi yang
progam
diberitakan
pemberitaan atau karya jurnalistik
oleh
pers,
baik
tentang
yang
sama
dengan
dirinya maupun orang lain”. Menurut
yang
pedoman yang dikeluarkan Dewan Pers
disepakati lain oleh para pihak.
syarat Hak Jawab adalah: 1.
2.
3.
dipermasalahkan,
kecuali
hak jawab dengan persetujuan para
berisi sanggahan atau tanggapan dari
pihak dapat dilayani dengan format
pihak yang dirugikan.
ralat, wawancara, profil, features,
diajukan secara tertulis (termasuk
liputan, talk show, pesan berjalan,
digital)
komentar media siber atau format lain
dan
ditujukan
kepada
penanggung jawab pers bersangkutan
tetapi bukan dalam format iklan.
atau menyampaikan langsung kepada
10 Dewan Pers, Pedoman Hak Jawab, Peraturan Dewan Pers tahun 2008 tentang Pedoman Hak Jawab, butir 1 9
Lock Cit
167
4.
hak
jawab
harus
mengalami sengketa terhadap pemberitaan
dalam
waktu
yang
dan dianggap menimbulkan kerugian bagi
secepatnya, atau pada kesempatan
seseorang dan melanggar haknya maka
pertama sesuai dengan sifat pers yang
dalam mempertanggungjawabkan seorang
bersangkutan.
jurnalis harus segera mencabut, meralat
untuk pers cetak wajib memuat hak
dan memperbaiki berita yang keliru.
jawab pada edisi berikutnya atau
Tindakan ini dituangkan dalam Pasal 10
selambat-lambatnya pada dua edisi
Kode Etik Mengenai hak jawab dan hak
sejak
koreksi juga diatur lebih lanjut dalam
pelaksanaan dilakukan
5.
6.
hak
jawab
dimaksudkan
diterima redaksi.
Kode Etik Jurnalistik. Dimana di dalam
untuk pers televisi dan radio wajib
Pasal 11 Kode Etik Undang-Undang Nomor 40 Tahun
memuat hak jawab pada progam
7.
8.
berikutnya.
1999
Tentang
Pers
menyediakan
pemuatan hak jawab dilakukan satu
mekanisme hak jawab dan hak koreksi
kali untuk setiap pemberitaan.
untuk meluruskan informasi yang keliru.
dalam hal terdapat kekeliruan dan
Informasi yang sudah terlanjur diberitakan
ketidak akuratan fakta yang bersifat
dan keliru hanya bisa diperbaiki dan
menghakimi, fitnah, dan atau bohong,
dikoreksi lewat informasi. Dalam kontek
pers wajib meminta maaf.11
inilah dasar pemikiran yang menyatakan
Proses ini dapat diartikan sebagai
seorang jurnalis tidak dapat dipidana
hak koreksi yang merupakan hak setiap
dalam menjalankan profesinya kecuali
orang
jurnalis
tersebut
melakukan
tindakan
membetulkan kekeliruan informasi yang
diluar
kegiatan
jurnalistik
seperti
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya
perbuatan kriminal, mencuri, membunuh,
maupun tentang orang lain. Mengenai Hak
pemerasan dan lain-lain. Bila wartawan
Koreksi terdapat dalam Pasal 1 ayat 12
sudah menjalankan profesinya dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
mematuhi rambu-rambu sesuai standar
Tentang Pers.
yang
untuk
mengoreksi
atau
tercantum
dalam
Kode
Etik
yang
Jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40
dilakukan oleh seorang jurnalis yang
Tahun 1999 Tentang Pers maka seorang
Dalam
hal
pemberitaan
jurnalis akan aman dari tuntutan hukum. 11 Hendrayana, Soleh Ali, Bayu Wicaksono, 2009, Proses Penanganan Perkara Pers, LBH Pers, Jakarta. hlm. 12.
168
Suatu berita yang didapat jurnalis tidak
serta
merta
diterbitkan
atau
dipertanggungjawabkan
atas
karyawannya,
mereka
atau
perbuatan yang
ditayangkan. Untuk dapat dimuat atau
memperoleh mandat dari perusahaannya
ditayangkan, suatu berita harus melalui
atau setiap orang yang bertanggung jawab
proses tertentu seperti rapat redaksi, rapat
kepadanya. Atau dengan kata lain bahwa
editor,
ptinsip penanggung jawab pengganti ini
keputusan
penanggungjawaban
rubrik, persetujuan redaktur pelaksana
adalah
bahkan persetujuan pimpinan redaksi.
tanggungjawabkan utama dari perbuatan
Berita
karyawannya.13 Untuk lebih jelas lagi
tersebut
mengalami
beberapa
majikan
di
beban
tahapan editing.12 Dengan demikian berita
mengenai
yang muncul di media masa merupakan
diartikan
hasil kerja banyak orang di meja redaksi.
pengganti dianut dalam Undang-Undang
Sehingga pertanggungjawabannya tidak
Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yaitu
ditujukan pada satu orang melainkan pada
pada Pasal 18 ayat 2 dan 3.
vicarious sebagai
liability
dapat
pertanggungjawaban
perusahaan pers. Hal ini didasarkan pada
Pasal diatas menunjukkan bahwa
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 40
yang bertanggungjawab terhadap tindak
Tahun 1999 Tentang Pers yang menurut
pidana adalah pimpinan pers dahulu baru
pasal
karyawan/penulis/jurnalis.
tersebut
tanggung
jawab
isi
Dalam
pemberitaan ada pada perusahaan pers.
tanggung jawabnya pada teori vicarious
Pemaparan dari Pasal 12 tersebut adalah
liability
“Perusahaan pers wajib mengumumkan
kewenangan dan tanggung jawab di
nama, alamat, dan penanggungjawab
perusahaan pers dan menurun pada orang
secara
yang
yang mempunyai tanggung jawab sedikit.
bersangkutan khusus untuk penerbitan
Tanggung jawab ini dilimpahkan kepada
pers
pihak yang mempunyai kedudukan yang
terbuka
ditambah
melalui
nama
media
dan
alamat
percetakan”.
dari
yang
paling
banyak
paling tinggi di dalam perusahaan pers
Pertanggung jawaban diatas didalam
tersebut yakni pemimpin perusahaan atas
pers dikenal dengan Pertanggungjawaban
perbuatan yang telah dilakukan oleh
Pers Vicarious Liability atau Respondent
karyawan yang dalam hal ini adalah
Superior. Toeri pertanggung jawaban ini
seorang jurnalis.
menegaskan bahwa suatu organisasi dapat 13 12
Ibid, hlm. 19.
Ainul Azizah, 2009, Diktat Hukum Pidana di Bidang Pers, Fakultas Hukum Universitas Jember. hlm. 53.
169
Harus diakui bahwa seorang jurnalis
untuk
menyelesaikan
sengketa
dalam menjalankan kegiatan jurnalistik
pemberitaan tersebut. Adapun alur-alur
untuk memenuhi kebebasan informasi dan
yang
hak asasi masyarakat terhadap informasi
berikut:15
bagaikan pedang bermata dua disatu pihak
1.
dimaksudkan
adalah
sebagai
Pengajuan Hak Jawab.
untuk
Hak jawab adalah hal utama yang
menyatakan
harus ditempuh oleh orang yang
pendapat, sebagai media control, media
dirugikan oleh pemberitaan. Pers
komunikasi atau media pendidikan. Di
wajib melayani Hak Jawab tersebut,
pihak
dapat
jika Hak Jawab tidak dilayani orang
disalahgunakan yang dapat mengancam
yang dirugikan dapat mengadu ke
sendi-sendi
Dewan Pers.
seorang
jurnalis
mewujudkan
diperlukan
kebebasan
lain,
kebebasan
demokrasi,
pers
menjadi
alat
menyebarkan permusuhan, kebohongan,
2.
Pengaduan Dewan Pers.
mencemarkan nama baik, dan lain-lain
Jika Hak Jawab tidak dilayani, maka
yang dapat menimbulkan ketegangan dan
orang
ketidak harmonisan dalam masyarakat.
mengadukan ke Dewan Pers. Dewan
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pers,
Pers akan mengupayakan mediasi
keseimbangan
antara orang yang dirugikan dan
itu
secara
universal
yang
dirugikan
dapat
ditempuh melalui instrument-instrumen:
perusahaan pers. Jika mediasi gagal,
1.
Hak jawab.
Dewan Pers akan membuat sidang
2.
Penyelesaian melalui Dewan Pers.
Pleno untuk membuat Pernyataan
3.
Bahkan
Penilaian
kalaupun
melalui
proses
ganti
kerugian,
penghukuman fisik (penjara).
bukan
Rekomendasi
atas
karya jurnalistik yang diadukan.
hukum, harus lebih diarahkan pada tuntutan
dan
3.
14
Pengaduan ke Polisi. Berdasarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers orang yang
2.2.1 Alur Penanganan Perkara Pers
dirugikan oleh pemberitaan dapat
Terhadap Sengketa Pemberitaan
mengadu ke polisi. Surat pernyataan
Penanganan perkara pers terhadap
tersebut dapat berfungsi sebagai bukti
Sengketa
pemberitaan
mempunyai
permulaan, maka dapat dilakukan penyidikan.
beberapa alur yang perlu diperhatikan 14 Hendrayana, Soleh Ali, Bayu Wicaksono, 2009, Proses Penanganan Perkara Pers, LBH Pers, Jakarta. hlm. 45.
15
Ibid, hlm .7.
170
4.
6.
Penyelidikan. Pada tahap ini polisi mencari indikasi
Pada tahap ini kejaksaan membuat
adanya tindak pidana. Cara yang
suatu dakwaan dan mengumpulkan
paling mudah adalah mencari surat
bukti dan saksi dari penyidik.
pernyataan dan rekomendasi Dewan
5.
Penuntutan
7. Sidang Pengadilan
Pers atau suatu karya berita. Dalam
Pada tahap ini pengadilan memeriksa
memeriksa
yang
dan memutus dugaan tindak pidana
dilakukan oleh jurnalis, penyelidik
oleh pers. Semua berkas pengaduan di
dan penyidik harus mengacu pada
Dewan Pers dapat menjadi bukti dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun
anggota Dewan Pers dapat menjadi
1999 Tentang Pers.
ahli.
perkara
pers
Penyidikan. Untuk mencari bukti permulaan yang cukup penyidik dapat memeriksa para
III. 3.1.
PENUTUP KESIMPULAN
saksi dan bukti-bukti anggota Dewan Apabila terdapat pelanggaran atas
Pers dapat menjadi saksi. Berkasberkas pengaduan di Dewan Pers dapat
menjadi
bukti
permulaan.
Secara umum saksi menjadi dua yang di antaranya saksi fakta yang mengetahui proses pencarian, penulisan, penyebaran
narasumber,
informasi
jurnalis
yang
untuk
meliputi menjadi
tersangka termasuk jurnalis lain yang
informasi
jurnalis
dimintakan
Menurut Pasal 112 KUHP.
dan
kebebasan
yang
dilakukan
kepadanya
pertanggungjawaban
dapat yang
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang memaparkan hak jawab, hak koreksi dan kewajiban koreksi. Selain itu pertanggungjawaban jurnalis dapat diselesaikan baik secara pidana dan atau perdata.
bersama mencari berita tersebut, editor, dan sebagainya. Yang kedua merupakan saksi ahli yaitu Dewan Pers yang menilai suatu berita mengenai sebuah berita dibuat menurut prosedur tertentu yang dilakukan secara profesional.16 16
Ibid, hlm. 25.
171
DAFTAR PUSTAKA Atmakusumah, 2009, Tuntutan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi, Spasi dan VHR Book, Jakarta Ainul Azizah, 2009, Diktat Hukum Pidana Di Bidang Pers, Fakultas Hukum Universitas Jember Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika dalam Suatu Kompilasi Kajian, Rajawali Pers, Jakarta Edy Susanto, Muhamad Taufik Makarao, Hamid Syamsudin, 2010, Hukum Pers Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta Hendrayana, Gita Widya Laksmini, Soerjoatmodjo, M Roychan Madjid, 2007, Kebebasan Berekspresi Dalam Negara Demokrasi, Yayasan TIFA dan LBH Pers, Jakarta Hendrayana, Sholeh Ali, Bayu Wicaksono, 2009, Proses Penanganan Perkara Pers, TIM LBH Pers, Jakarta Soetandyo Wignjosoebroto, 1997, Hak Asasi Manusia Sebagai Parameter Pembangunan, Eslam, Jakarta Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-undang Pidana (KUHAP)
Hukum
Acara
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
172