1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
PERSEPSI PASIEN RAWAT JALAN TENTANG PELAYANAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DAERAH DR. M. M DUNDA LIMBOTO RahMA Dewi Lamara1,Teti S. Tuloli2, Madania2 1 Mahasiswa Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG 2, 3 Dosen Jurusan Farmasi, FIKK, UNG E-mail :
[email protected] ABSTRAK Pelayanan informasi obat kepada pasien bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan obat yang diterimanya. Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara penggunaan, interaksi obat atau dengan makanan, efek samping dan cara penyimpanan. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui Persepsi pasien rawat jalan tentang pelayanan pemberian informasi obat di Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. M DUNDA LIMBOTO. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif, dengan pendekatan cross sectional, dimana data sekunder diperoleh dari pemberian kuesioner kepada 54 pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSU Dr. M. M DUNDA LIMBOTO. Tehnik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Data dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dengan program SPSS 16.0. Hasil penelitian menujukkan bahwa 59.2% pasien berpersepsi sangat penting, 35.1% pasien berpersepsi penting, 7.4% pasien berpersepsi cukup penting dan 1.8% pasien berpersepsi kurang penting. Kata Kunci : Kata Kunci: Persepsi, Pelayanan Pemberian Informasi Obat, RSUD. Dr. M. M. Dunda
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mutlak yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia, sehingga dewasa ini banyak dijumpai layanan jasa kesehatan, contohnya pelayanan kefarmasian atau lembaga penyedia jasa yang lain. Persaingan yang semakin ketat menutut sebuah lembaga penyedia layanan jasa untuk selalu memanjakan pasien/konsumen dengan memberikan pelayanan terbaik. Pelayanan terbaik terletak pada keunikan dan kualitas yang ditunjukan dari jasa yang dapat dirasakan dan dinikmati langsung oleh pasien/konsumen (Kotler, 2005). Pelayanan kefarmasian yang baik adalah pelayanan yang berorientasi langsung dalam proses penggunaan obat, bertujuan menjamin keamanan, efektifitas dan kerasionalan penggunaan obat dengan menerapkan ilmu 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
pengetahuan dan fungsi dalam perawatan pasien(Surahma dan Husen, 2011 ; Wiedenmayer dan Mackie, 2006). Pelayanan tersebut membutuhkan pemberian informasi obat yang lengkap. Pemberian informasi obat itu bertujuan untuk menunjang pengelolaan dan penggunaan obat secara benar dan objektif agar efektif, aman, rasional, bermutu, murah, dan mudah didapat. Berkaitan dengan perkembangan produk obat-obatan, informasi yang dapat dijadikan pedoman yang tepat berkaitan dengan obat-obatan juga semakin sulit diperoleh karena banyaknya jenis dan jumlah obat di Indonesia. Pengelola dan pengguna obat, dalam hal ini apoteker, dokter, asisten apoteker, dan perawat tidak mempunyai waktu yang cukup untuk dapat memberikan informasi obat yang beredar. Dalam hal ini belum semua pasien tahu dan sadar akan apa yang harus dilakukan tentang obat-obatnya, maka untuk mencegah kesalahgunaan, penyalahgunaan dan adanya interaksi obat yang tidak dikehendaki, pemberian informasi obat diperlukan, terlebih lagi belum semua pasien mendapatkan informasi yang memadai dan juga pengetahuan tentang obat yang digunakan belum semuanya diketahui. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dari hasil observasi dan wawancara pada apoteker yang melayani pelayanan informasi obat untuk pasien rawat jalan di RSUD Dr. M. M DUNDA LIMBOTO mengatakan bahwa pasien yang ingin melakukan pelayanan informasi obat masih sangat minim, dimana pada setiap harinya pasien yang ingin melakukan informasi obat hanya sekitar satu atau dua orang (5% atau 10% perhari). Hal ini memberikan indikasi bahwa pasien belum memahami tujuan dari pelayanan informasi obat tersebut. Atas dasar tersebut dilakukan penelitian ini, untuk mengetahui Persepsi pasien rawat jalan tentang pelayanan pemberian informasi obat di Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. M DUNDA LIMBOTO. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis deskriptif, dengan pendekatan cross sectional, dimana data sekunder diperoleh dari pemberian kuesioner kepada 54 pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. M DUNDA LIMBOTO pada bulan MeiJuni 2015. Tehnik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Pengambilan Data dan Analisis Data Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden terlebih dahulu diuji cobakan kepada 20 orang responden uji coba, dimana bertujuan untuk menguji keandalan instrument yaitu menentukan validitas dan realibilitas instrument. Penyebaran kuesioner pada pasien dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh beberapa orang yang telah dilatih oleh peneliti. Sebelum pasien diberikan kuesioner, terlebih dahulu akan diberikan penjelasan tentang maksud dan cara-cara pengisian kuesioner. 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
Analisis penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik dari subyek penelitian. Data yang diperoleh diolah dengan komputer dan dianalisis menggunakan distribusi frekuensi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik Responden Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 2. Perempuan Usia 1. 17-26 2. 27-36 3. 37-46 4. 47-56 5. 57-60 Pendidikan 1. Sarjana/Diploma 2. SMA 3. SMP 4. SD 5. Lain-lain Pekerjaan 1. Tenaga kesehatan 2. PNS 3. TNI/POLRI 4. Swasta/Wirausaha 5. Mahasiswa 6. Tidak Bekerja Total
Jumlah
%
22 32
40.7 59.3
13 14 14 11 2
24.1 25.9 25.9 20.4 3.7
19 27 8 0 0
35.2 50.0 14.8 0 0
7 9 5 19 3 11 54
13.0 16.7 9.3 35.2 5.6 20.4 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah perempuan (59.3%) berusia 27-36 dan 37-46 (25.9%), pendidikan SMA (50.0%) dan pekerjaan Swasta/Wirausaha (35.2%). 2. Hasil Deskripsi Berdasarkan Persepsi Per Dimensi Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Per Dimensi Dimensi
KP
CP
P
SP
Reability
1.9%
7.4%
29.6%
64.8%
Responsiveness
1.9%
3.7%
42.5%
55.5%
0
7.4%
38.8%
55.5%
Emphaty
1.9%
3.7%
38.8%
57.4%
Tangible
1.9%
11.1%
40.7%
48.1%
Rata-rata
1.9%
7.4%
35.1%
59.2%
Assurance
1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada dimensi reability jumlah persentase terbesar adalah 64.8% dan jumlah persentase terendah adalah 1.9%. Pada dimensi responsiveness jumlah persentase terbesar adalah 55.5% dan jumlah persentase terendah adalah 1.9%. Pada assurance jumlah persentase tertinggi adalah 55.5%. Selanjutnya pada emphaty jumlah persentase terbesar 55.5%. Dan pada dimensi tangible jumlah persentase terbesar adalah 48.1%. Dari tabel diatas dapat dibuat dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Distribusi Frekuensi Per Dimensi 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00%
Kurang Penting
20.00%
Cukup Penting
10.00%
Penting
0.00%
Sangat Penting
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Per Dimensi Berdasarkan diagram 4.5 dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi dilihat dari masing-masing dimensi jumlah persentase tertinggi adalah 48.1% dan jumlah persentase yang paling rendah adalah 1.9%. Pada tabel 2. hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi reability jumlah persentase tertinggi adalah kategori sangat penting (64.8%) dan jumlah persentase terendah adalah ketegori kurang penting (1.9%). Pada dimensi ini pertanyaan yang dianggap sangat penting oleh pasien adalah pertanyaan nomor 3. Pertanyaan tersebut tentang efek samping obat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita (2008) menyatakan bahwa yang paling dianggap penting oleh pasien adalah efek samping obat. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pasien belum mengetahui tentang infomasi obat. Karena pada dasarnya pertanyaan-pertanyaan tersebut yang terdapat pada dimensi ini sebagian besar sangat penting untuk pasien dan perlu juga untuk dilakukan oleh seorang apoteker pemberi pelayanan informasi obat dengan tujuan agar pasien dapat menggunakan obat dengan benar. Namun pada kenyataannya pasien mengganggap hal tersebut tidak penting. Apabila hal tersebut dibiarkan, maka dampak negative akan muncul 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
apabila informasi-informasi tersebut tidak diberikan maka keamanan pasien dalam menggunakan obat tidak terjamin Nita (2008). Pada dimensi responsivencess jumlah persentase untuk kategori sangat penting (55.5%), penting ( 42.5%), cukup penting (3.7%) dan kurang penting (1.9%). Pada dimensi ini pertanyaan yang memiliki jumlah persentase tertinggi adalah pertanyaan nomor 2 dan 5 dengan jumlah presentase sekitar 59.3% dan 63.0% yang berisi tentang memberikan informasi sebelum pasien bertanya dan kemampuan apoteker memberikan cukup waktu dalam memberikan informasi obat. Dan pertanyaan lainnya memiliki jumlah persentase dibawah 63.0%. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pasien memerlukan pelayanan pemberian informasi obat yang baik, terutama dalam hal cepat tanggap dalam pemberian informasi obat, sehingga sebagian besar dari mereka berpersepsi bahwa dimensi ini penting untuk mereka. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita (2008) bahwa yang dianggap sangat penting oleh pasien adalah menanggapi/menjawab dengan baik. Selanjutnya pada dimensi assurance jumlah persentase tertinggi adalah kategori sangat penting dengan jumlah persentase 55.5%. Pada dimensi ini pertanyaan yang dianggap sangat penting adalah pertanyaan nomor 4 dengan jumlah persentase 61.1% dengan kategori sangat penting. Pertanyaan tersebut berisi pengetahuan dan kemampuan apoteker tentang informasi obat yang benar dan lengkap. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sasanti (2009) menyatakan bahwa yang dianggap penting oleh pasien adalah apoteker harusnya memiliki pengetahuan tentang informasi obat yang benar. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pasien sangat membutuhkan kejelasan tentang informasi obat yang digunakan dan apoteker harus memiliki pengetahuan yang lengkap dalam memberikan informasi obat, karena pasien membutuhkan informasi obat yang benar untuk obat yang digunakannya , agar tidak terjadi kesalahan penggunaan obat. Pada dimensi emphaty jumlah persentase tertinggi adalah kategori sangat penting (57.4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winanto (2013) menyatakan bahwa persentase persepsi tertinggi rata-rata perdimensi tertinggi (84.93%), yaitu pada dimensi emphaty. Pada dimensi ini pertanyaan yang dianggap kurang penting oleh pasien adalah pertanyaan nomor 2 dengan jumlah persentase (1.9%). Pertanyaan tersebut berisi tentang apoteker melayani dengan ramah. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Nita (2008) yang menyatakan bahwa apoteker melayani dengan ramah dianggap penting bagi pasien. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pasien belum mengetahui dan memahami tentang pelayanan kefarmasian terutama pelayanan pemberian informasi obat, sehingga mereka berpersepsi bahwa apoteker harus melayani 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
dengan ramah dianggap kurang penting bagi mereka. Sebaiknya apoteker lebih meningkatkan pelayanannya dan apoteker harus menjelaskan juga tentang pelayanan kefarmasian terutama tentang pelayanan pemberian informasi obat agar pasien memahami dan mengetahui tentang pelayanan kefarmasian terutama pelayanan informasi obat. Selanjutnya pada dimensi tangibel jumlah persentase tertinggi terdapat pada ketegori sangat penting dengan jumlah persentase 48.1%. Pada dimensi ini pertanyaan yamg dianggap kurang penting adalah pertanyaan nomor 3. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Nita (2008) yang menyatakan bahwa yang dianggap kurang penting oleh pasien adalah berpenampilan rapi. Dalam hal ini peneliti bependapat bahwa tidak semua yang dianggap penting oleh apoteker dianggap penting juga oleh pasien (Nita, 2008). Pada gambar 1 menunjukkan bahwa persentase tertinggi (64.4%), yaitu pada dimensi reability. Pada dimensi ini yang dianggap sangat penting untuk diperhatikan adalah informasi bila terjadi salah dosis (79.6%) dan efek samping obat (77.8%). Hal ini dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Winanto tentang persepsi konsumen terhadap pelayanan di apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna yang menyatakan bahwa persepsi rata-rata tertinggi perdimensi adalah emphaty (84.93%). Sehingga dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa kemampuan apoteker dalam pelayanan pemberian informasi obat terhadap pasien sangat penting untuk mereka. Karena dengan adanya pelayanan pemberian informasi obat ini pasien patuh dalam penggunaan obat. Dengan adanya pemberian informasi obat terutama dalam hal pemberian informasi tentang cara pakai atau penggunaan dapat mengurangi terjadinya resiko medication eror. Sebagian kecil dari mereka (1.9%) berpersepsi bahwa pelayanan pemberian informasi obat tersebut masih kurang penting. Hal ini disebabkan karena sebagian kecil diantara mereka belum mengetahui dan memahami tujuan dari pelayanan pemberian informasi obat. Sehingga untuk apoteker pemberi pelayanan informasi obat di RSUD. Dr. M. M. Dunda Limboto lebih ditingkatkan lagi agar mereka lebih mengetahui dan memahami tujuan dari pelayanan pemberian informasi obat tersebut. Dari hasil peresentase rata-rata pada gambar 1 diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa 59.2% pasien berpersepsi sangat penting, 35.1% pasien berpersepsi penting, 7.4% pasien berpersepsi cukup penting dan 1.9% pasien berpersepsi kurang penting. Hal ini disebabkan karena mereka belum mengetahui dan memahami tujuan dari pelayanan kefarmasian terutama pelayanan pemberian informasi obat. Sehingga apoteker harus lebih meningkatkan pelayanan pemberian informasi obat dan memberikan penjelasan kepada pasien tujuan dari 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
pelayanan pemberian informasi obat tersebut. Hal ini jika dibiarkan maka akan berdampak negative terhadap mereka sendiri terutama dalam hal penggunaan obat yang benar dan kemungkinan akan terjadi resiko Medication eror. Hal ini hampir sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita (2008) tentang kinerja apotek dan harapan pasien terhadap pemberian informasi obat pada pelayanan swamedikasi di beberapa apotek di Surabaya menyatakan bahwa pelayanan pemberian informasi obat pada pasien yang melakukan swamedikasi di beberapa apotek di wilayah Surabaya perlu ditingkatkan. Beberapa variabel yang dianggap kurang penting untuk dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya apoteker. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang dianggap sangat penting oleh apoteker belum tentu dianggap sangat penting juga oleh pasien. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 54 pasien rawat jalan di RSUD Dr. M. M. Dunda Limboto dapat disimpulkan bahwa 59.2% pasien rawat jalan di RSU Dr. M. M. Dunda Limboto berpersepsi bahwa pemebrian informasi obat sangat penting terutama pada dimensi reliability (64.8%). Saran Untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan pemberian informasi obat di Instalasi Farmasi RSU. Dr. M. M. Dunda Limboto secara lebih baik pada pasien maka bisa dilakukan beberapa cara: 1. Pelayanan pemberian informasi obat di RSU. Dr. M. M. Dunda Limboto lebih ditingkatkan lagi agar tidak terjadi resiko medication eror. 2. Meningkatkan pelayanan pemberian informasi obat agar pasien patuh dalam penggunaan obat. 3. Mengupayakan agar memberikan pengetahuan pada pasien tentang pelayanan pemberian informasi obat agar pasien lebih mengetahui dan memahami tujuan dari pemberian informasi obat. 4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat dan menganalisis pengaruh pelayanan pemberian informasi obat dengan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat di RSU. Dr. M. M. Dunda Limboto DAFTAR PUSTAKA Abdullah N A, Andrajati R, Supardi S. 2015. Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat di Kota Depok. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 03 februari 2015. Abdulkadir W. 2015. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat Bagi Pasien Pengguna Produk Antasida di Apotek Kota Gorontalo. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 03 februari 2015. 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
Anonim. 2011. Metode Pendokumentasian SOAP PAM & FARM. (online) (http//mwmonic91. Blogspot.com) diakes tanggal 5 juli 2014. Anonim. 2014. Tipe-Tipe Rumah Sakit. (online) (http://kaiser7days.wordpress.com/2011/09/21/tipe-tipe-rumah-sakit) diakses tanggal 22 desember 2014 Anonim. 2014. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit. (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20297/4/Chapter%20II.p df) diakses tanggal 22 desember 2014 Aurelia, Erlin. 2013. Harapan dan Kepercayaan KonsumenTerhadap Peran Apoteker Yang Berada di Wilayah Surabaya Barat. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 03 februari 2015. Azwar, Azrul, H. 2004. Manajemen Jakarta
Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan.
Bank Dunia. 2008. Berinvestasi Dalam Sektor Kesehatan Indonesia : Tantangan dan Peluang Untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan. Jakarta Barorah, Farida. 2011. Evaluasi Implementasi Pelayanan Informasi Obat Pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Yogyakarta. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 22 november 2014. Bertawati. 2013. Profil Pealayanan Kefarmasian dan Kepuasan Konsumen Apotek di Kecamatan Adiwerna Kota Tegal. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 22 november 2014. Ilyas, Yaslis. 2002. Kinerja Teori, Penilaian, Dan Penelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. Depok Ismawati, Putri. 2005. Presepsi Pasien Terhadap Pemberian Informasi Obat Pada Pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 22 november 2014. 1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
Jacobalis. S. 2000. Kumpulan Tulisan Terpilih RS Indonesia dan Dinamika Sejarah, Transparansi, Globalisasi dan Krisis Nasional,Yayasan. Penerbit IDI. Jakarta Kotler, P. 2005. Marketing Management. Pretince Hall International Inc. New Jersey Kumar, M M. 2013. Evaluasi Kinerja Pusat Informasi Obat yang Memberikan Kualitas Layanan Informasi Untuk Para Profesional Kesehatan di Rumah Sakit Pendidikan Perawatan Tersier dari India Selatan. (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 22 november 2014. Nita, Yunita. 2008. Kinerja Apotek dan Harapan Pasien terhadap Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Swamedikasi di beberapa Apotek di Surabaya. (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 21 mei 2015 Larson I, Arvidsson S, Bergman S, Arvidsson B. 2009. Presepsi Pasien Tentang Informasi Obat yang Diberikan Oleh Perawat Rheumatology. (Online) (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 22 november 2014. Rachmandani, A, Sampurno, dan Purnomo, P. 2011. Peran Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal manajemen dan pelayanan Farmasi. Yogyakarta Robbins. SP. 2001. Perilaku Organisasi, Jilid I ; Ed.VIII. PT. Prenhalindo, Jakarta. Sasanti, Rini. 2009. Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek Di Tiga Kota Di Indonesia. (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 21 mei 2015 Sastroasmoro dan Ismael. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta. Surahman EM, Husen IR. 2011. Konsep dasar pelayanan kefarmasian berbasis Pharmaceutical care. Widya padjajaran. Bandung
1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG
Siregar, Charles J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Siregar, JP. 2005. Farnasi Klinik Teori dan Penerapan. EGC. Bandung Tjiptono, Fandy. 2004. Manajemen Jasa. Andi Offset. Yogyakarta Wiedenmeyer k summers Rs, Mackie CA, 2006. Developing Pharmacy Practice: A Focus on Patient Care, World Health Organization and International Pharmaceutical Federation. The Free, New York. Winantp, Aris. 2013. Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan Apotek Di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. (http://skripsi.com) Diakses Tanggal 21 mei 2015 Zeithaml, V.A., Parasuraman, A., Berry, L.L. Delivering Quality Service ; Balancing Customer Perception and Expectations,The Free Press, New York.
1
Rahma Dewi Lamara. 821410050. 2Dr. Teti S. Tuloli, M.Si., Apt. 3Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1. Jurusan Farmasi.FIKK. UNG