Setelah Gelap Datang by Muhamad Rivai
After (Mid)Night Terrors Membaca Setelah Gelap Datang, saya mendapati kesan seperti sedang membaca cerpen-cerpen Edgar Alan Poe. Bukan hal yang buruk, karena ini merupakan pujian saya untuk penulisnya. Akan tetapi, kesan tersebut tidak selalu muncul di setiap cerpen yang ditulis Rivai di buku ini. Jadi, bisa dibilang, gaya Rivai masih muncul sembari sesekali ada pengaruh dari Alan Poe (itu impresi yang saya dapatkan). Perihal cerita, saya bukan penggemar cerita horor yang melibatkan hantu / setan / sepupu-sepupunya. Bagi saya, manusia yang jahat lebih mengerikan ketimbang para makhluk halus tersebut. Namun, bukan berarti cerpencerpen di dalamnya tidak bagus. Saya justru ingin memberi ucapan selamat pada Rivai yang telah "menghidupkan" kembali kengerian-kengerian para makhluk halus ini, setelah mereka "dieksploitasi" ke dalam cerita-cerita komedi dan atau yang berbau porno (yah, seperti di film-film horor-mesum Indonesia -_-). Membaca beberapa cerpen di buku ini saya mendapati kembali sensasi "bulu kuduk yang meremang" seperti yang saya dapati di film-film horor Almh. Suzanna dulu. Tak sekadar horor untuk menakut-nakuti, Rivai juga cukup bijaksana menambahkan nilai-nilai moral secara subtil di dalam ceritanya. Ini membuat saya sedikit malu, karena sering kali saya membuat cerita-cerita sadistis yang saya tulis untuk kesenangan belaka, tanpa ada nilai moral di dalamnya. Hahahaha. *bad poker face* Dari ketiga belas cerita yang dipaparkan, saya sangat menyukai "Dia yang Pulang", "Napas Kandra", dan 5 cerpen terakhir. Di "Dia yang Pulang", saya menyukai maksud dari kemunculan kuntilanak yang ternyata tidak sekadar untuk membuat anak-anak ABG menjerit heboh. Sebuah ending yang hangat sekaligus mencekam. "Napas Kandra" buat saya adalah sebuah cerpen yang--entah kenapa--terasa seksi. Seperti rumah modern minimalis yang cantik tetapi dingin dan mencekam.
saya adalah sebuah cerpen yang--entah kenapa--terasa seksi. Seperti rumah modern minimalis yang cantik tetapi dingin dan mencekam. Dan, 5 cerpen terakhir buat saya adalah highlight sekaligus cara cerdik yang dilakukan Rivai untuk memberikan penutup yang mengesankan. "Sebuah Wawancara" menghadirkan pahit getir dan manisnya balas dendam. Namun, pembaca tidak diberi kesempatan untuk memihak dan memutuskan siapa yang benar. "Nenek Sari" adalah cerpen satu-satunya di buku ini yang mampu membuat mata saya berkaca-kaca. "Dari Atas Kursi Merah" saya memuji keberanian Rivai untuk mengangkat tema yang tidak biasa tanpa harus menceramahi dan menyudutkan pembaca. Bagi saya, "Nenek Sari" dan "Dari Atas Kursi Merah" merupakan 'klimaks' yang lezat. "Dea" dan "Petunjuk Sebelum Kembali Membaca Buku Komedi Hantu" adalah penutup yang pas. Pas, karena dengan cerdiknya Rivai bisa membuat pembaca merasa ngeri tanpa harus ditakut-takuti dengan memunculkan sosok hantu yang mengerikan. Kendati demikian, ada yang sedikit saya sayangkan, yakni penggalian emosi serta eksplorasi suasana serta vibe cerita yang kurang dalam, sehingga sering kali terasa seperti berlalu begitu saja, kurang mencengkram pembaca. Tapi, dapat dimaklumi karena namanya juga cerpen. Pada akhirnya, ini adalah buku yang tepat untuk Anda baca kala malam hari. Yah, siapa tahu akan muncul spine-tinggling-terror yang dapat Anda rasakan, paling tidak di dalam mimpi. Selamat bermimpi buruk :D Total: 3,5/5 stars|Saya puas berhasil memaksa penulis kumcer ini membubuhkan tanda tangan tangan kirinya pada bukunya yang saya beli. Tentu saja tidak hanya sekadar untuk mengerjainya iseng, tanda tangan ini akan digunakan suatu saat nanti. Tepatnya pada salah satu tengah melam di tahun 2013 ini. Ketika malam menjadi sangat pengap, berbau tengik, dan bulan memantulkan cahaya biru pekat sehingga warna harus diperhatikan lekat-lekat supaya mata anda tidak tergelincir pula terjerat. HE HE HE. ... Menurut saya, salah satu ciri cerita yang bagus adalah mampu menggugah pembacanya untuk menjadi turut kepingin menulis cerita semacam yang baru saja dia baca. Kumcer ini berhasil melakukannya. Minimal, hal itu terjadi pada saya. Cerita favorit saya di kumcer ini adalah yang berjudul, 'Nenek Sari'. Cerita menegangkan tentang sebuah pencarian tumbal, yang menjadi begitu menyenangkan ketika mulai memasuki adegan pemotongan leher sehingga narasinya sejak saat itu mulai terpengaruh. Keren. Meski masih bisa digilain lagi, tapi saya puaaas, sehingga berharap cerita-cerita sebelum yang ini juga dibuat seperti ini hehe. Kekurangan kumcer ini adalah ya ... kekurangannya. Ada rasa kurang. Kurang buanyak. Kurang puanjang. Kepingin baca lagi. Kecewa juga tiba-tiba selesai dibaca ... Begitulah, mungkin karena tema keseluruhannya terkait kemisteriusan dan ketegangan, jadi banyak cerita di sini yang tidak bulat, namun lentur dan dibiarkan terbuka pada akhirnya. Sehingga bagi pembaca yang mungkin menyukai kejelasan akhir cerita akan kurang cocok. Mungkin umpama makan sayur, yang sebagian sudah tertelan, namun sebagian masih di mulut. Hehe. Ya, hal ini bisa jadi sesuatu yang positif juga sih, seperti memberikan efek kepada pembaca, misalnya saya, yang masih penasaran dengan para pocong zombie, juga napas kandra itu kayak gimana, lalu bagaimana itu si nabi baru membawa azab bagi manusia, dan lain-lain. Haha, mungkin bisa tuh dilanjutin bikin kumcer baru dengan judul, Sebelum Terang Tiba, yang isinya resolusi kisah-kisah di sini. Pokoknya mantab deh. Terima kasih kumcernya. O, Rivai, nantikanlah bulan biru pekat!
|Baca kumcer ini sebenarnya udah lama banget. Setahun yang lalu. Udah janji sama kak vai buat nulis review, tapi baru sempet dan emang baru punya app goodreads sekarang. Kumcer kepunyaanku dipinjem ama mas ambar, jadi aku agak-agak lupa dengan judul tiap cerita. Meskipun demikian, beberapa cerita masih membekas sampe sekarang di ingatan aku. Dengan keinginan seadanya pun, saya bertekad buat ngereview. Ckiwiw. Saya udah ngefans sama cerita-cerita horror kak vai semenjak smp. Sekarang saya udah kuliah. Time flies, saya tua, dan tulisan kak vai makin kece aja. Saya ini penakut, tapi tulisan horror jarang ada yang bisa menakut-nakuti saya. Terutama tulisan-tulisan bercover seram yang enggak pernah bisa menuntaskan tugasnya buat nakutin saya. Cerita horror yang sanggup ngebuat saya merinding sendiri itu kumcernya edogawa rampo, lalu SGD ini. Kisah favorit saya? Mimpi pesan beruntun itu dan ketawa bareng setan yang menutup buku ini. Mungkin karena kedua cerita itu terasa real banget, makanya kesan horrornya kerasa. Saya ngerasa seperti duduk ngedengerin temen cerita pengalaman dia, dan rasanya susah buat enggak percaya. Terus, saya juga masih ingat dengan cerita yang wawancara. Dari awal, udah nebak-nebak. Mikir yang enggakenggak kira-kira apa yg bakal terjadi. Tebakan saya salah sih, tapi saya puas ama kemasan akhirnya. Dramatis. Saya gak tahu mau mihak yang mana :( Terus, yang tumbal nenek-nenek. Paling nonjol emosi psikologisnya. Saya suka. Penggambaran neneknya nyanyinyanyi cangkul itu juga... Ah, saya ikutan gila :(. Tapi, saya kok malah baper ya baca cerita ini. Tokohnya terjebak dalam situasi dimana dia enggak bisa apa-apa Apa lagi ya... Setelah gelap datang yang menjadi judul kumcer ini...completely saya lupa ama ceritanya --v Dan tentang dia yang pulang asdfghjkakjskek. Saya baper bacanya. Antara meringis dan baper. Apa-apa bawaannya baper. Sama kayak yang tumbal, emosi cerpen ini juga kental. Or is it just me, saya malah nemuin kalo pelukan ama zombie antara ibu anak itu... Agak sedih? :( Terus soal yg geliat-geliat di jalanan. Suka ama percakapan di warkop ama narasi bayangan pohon mencakar dan geliat-geliat. Luwes aja gitu xD Sip. Yang keinget cuma itu aja. Keep nulis kak! Semoga bisa baca cerita-cerita kak vai lagi di masa depan. Uhuy! Xoxo|dari dulu saya ngefans tulisan rivai. :)) di buku ini banyak twist yang gak saya sangka2 bakal ada. udah lama saya gak ketemu buku cerita hantu yang oke, dan baru sekarang saya lumayan puas--setelah baca ini. rivai ngegabungin ketegangan dunia nyata dengan pengalaman ganjil tidak terjelaskan nalar, ngasih perspektif berbeda dari kejadian sehari-hari yang mungkin aja kejadian ke saya ke kehidupan anda... ke orang-orang pada umumnya. bab "sebuah wawancara" misalnya, betulbetul ngeganggu pikiran. ngga mistik, tapi menggentarkan secara psikologis. saya penasaran apa rivai ntar bikin buku2 sejenis ini lagi kedepannya? atau nanti mencoba genre lain? apapun itu, saya tetep kepo pengen baca tulisan dia sih.. :)) ada satu cerita tambahan rivai yang pengen saya share disini >> http://kemudian.com/node/272164 jadi ceritanya pas saya beli buku, uangnya kelebihan trus saya bilang "saya relain duitnya asal dibikinin cerita." tapi nyatanya bukunya harus dikirim 2x karena paketnya nyasar gak sampe rumah saya :'D hahahaaha harusnya kalo gitu saya gak minta cerita ya, kelebihan uangnya buat bayar ongkir yg jadi 2x ini aja... penutup, semangat berkarya terus ya vai! >, > Semula saya ingin protes. Lihat judul itu, "Setelah Gelap Datang". Boros kata sekali. Kenapa tidak "Setelah Gelap" saja? Rasanya lebih menekan dan lebih mencekam. Seperti jari yang menunjuk tepat di antara kedua mata
> Semula saya ingin protes. Lihat judul itu, "Setelah Gelap Datang". Boros kata sekali. Kenapa tidak "Setelah Gelap" saja? Rasanya lebih menekan dan lebih mencekam. Seperti jari yang menunjuk tepat di antara kedua mata Anda dari dalam kegelapan. Tapi cerpen asalnya berhasil membungkam mulut sok tahu saya. Ini cerpen yang luar biasa, dan salah satu cerita horor paling orisinil yang pernah saya baca. Satu sanggahan hormat dari saya untuk penulisnya. > Coba lihat sampul itu. Cuma ada tulisan judul dan nama pengarangnya? Mungkin monitor Anda terlalu gelap. Coba lihat dari agak ke atas. Tambahkan pencahayaan monitornya sekalian. Lihat itu? Dan di sampul belakangnya ada hal serupa. Untunglah, ternyata pilihan disain yang minimalis namun mencekam ini tidak berkhianat pada pembacanya. > Karena tidak kelihatan di sinopsisnya, biar saya tambahkan di sini, potongan isi kumcer ini: - "Kenapa manusia takut pada kuburan? Bukankah kuburan itu berisi orang mati yang dulunya juga hidup seperti kita? Mengapa manusia modern takut pada kemenyan, pada tembang kuno, pada boneka jelangkung, pada rumah tua, pohon keramat? Kita takut pada hal yang telah kita lupakan. Semakin lama kita melupakannya, semakin kita takut kepadanya. Itulah kenapa rasa takut terbesar kita datang dari kegelapan, dari asal kita sendiri." (Setelah Gelap Datang) - "Mereka butuh tumbal," ucap Pak John sambil menghisap rokok kreteknya, "dan kita harus menyediakannya. Bukan, bukan kita, tapi elu." "Maksud Bapak, tumbal ... seperti kepala sapi atau kerbau, begitu?" tanyaku, sambil menunggu Pak John Mengangguk, tersenyum lebar, lalu menepuk pundakku. Tapi ia tidak melakukan itu. Ia malah memejamkan mata dan menggeleng. "Orang, Rip!" (Nenek Sari) > Betapa bodohnya saya, mengira bisa menebak isi cerita hanya dari potongan kisah yang tercetak di sampul belakang halaman ini. Tapi saya suka dikejutkan. Apalagi karena ternyata isinya banyak yang unik. > Saya mungkin termasuk beruntung, hampir tidak pernah membaca tulisan-tulisan penulisnya dalam kemudian.com. Dan ketika cerita-cerita itu dibukukan ... wah. Rasanya seperti menerima hadiah kejutan dalam bingkisan yang misterius asalnya. > Cerita favoritku adalah Nenek Sari. Bukan sekedar cerita tentang tumbal, tapi juga merambah ke alam kegilaan manusia. Salah satu ceracauan paling sinting yang pernah saya baca di dalam tulisan horor lokal. > Favorit-favorit lainnya adalah Setelah Gelap Datang, Dia Yang Pulang, dan puisi lima babak: "Akan Kuberi Makan". > Singkat kata, ini salah satu kumpulan cerita horor yang berhasil memukau saya. Anda suka cerita horor? Jangan membuang uang anda membeli "benda itu". Belilah yang ini. Dukunglah penulisnya. > Karena mungkin, siapa tahu, suatu hari ia akan kembali, membawa bundelan berisi dua belas kisah-kisah horor berkualitas lainnya ... Tambahan kesan: This book doesn't give you this:
Instead, it gave you this: (view spoiler)[
(hide spoiler)] A TRUE HORROR ANTHOLOGY.