SENJANGAN GENDER TERHADAP MOTIVASI DAN SELF-EFFICACY PADA KEBERTERIMAAN TEKNOLOGI INFORMASI Damai Nasution (
[email protected]) Universitas Airlangga ABSTRACT The purpose of present research is to examine wether gender stereotype is still relevant, especially in acceptance of information technology context. Gender stereotype hypotesis is belief that males and females are difference in information technology acceptance. Generally belief, males have higher level acceptance than females. Past researchs have various result that support or not to support this theory. Present research tries to examine the influence of gender differences on acceptance of information technology. The research findings show that a Gender difference is not significantly influence information technology acceptance. Moreover, the findings show that education level will significantly influence information technology acceptance. This finding supports the hypothesis of demolishing of gender stereotype. Key words: extrinsic motivation, gender, Information Technology Acceptance, intrinsic motivation, stereotype.
Teknologi informasi menawarkan potensi substansial bagi organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Teknologi informasi meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi melalui kecepatan pemrosesan, konsistensi, dan keterandalan dalam menangani aktivitas-aktivitas organisasi. Akan tetapi, peningkatan kinerja tersebut seringkali taktercapai karena ketakbersediaan pengguna (user) untuk menerima dan menggunakan sistem yang ada. Keberterimaan teknologi informasi merupakan syarat utama kesuksesan implementasi teknologi informasi. Karena persistensi dan pentingnya masalah ini, penjelasan keberterimaan pengguna atas teknologi informasi telah menjadi isu yang telah lama diteliti dalam bidang manajemen sistem informasi (Davis, 1989). Keberhasilan untuk menjelaskan dan memprediksi variabel-variabel apa saja yang berhubungan dengan kebersediaan pengguna menerima teknologi informasi tidak hanya memiliki arti penting secara teoritis tetapi juga secara praktis. Pengembang sistem dan analisis sistem dapat menggunakannya untuk menilai permintaan user atas rancangan sistem yang baru. Selain itu, manajer sistem informasi dapat menggunakannya untuk menilai kesesuaian sistem yang dikembangkan dengan keinginan pengguna. Dengan demikian keberhasilan penerapan sistem yang baru akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat diterima oleh pengguna. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi keberterimaan pengguna terhadap teknologi informasi. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menguji variabel motivasi, baik motivasi intrinsik yang meliputi kemudahan penggunaan persepsian dan persepsi enjoyment (Davis, 1989) maupun motivasi ekstrinsik yaitu kebergunaan persepsian. Selain itu, variabel keunggulan relatif, imej, kompatibilitas, ketercobaan (triability), ketertunjukkan dan
Nasution, Senjangan Gender terhadap Motivasi dan Self-Efficacy pada Keberterimaan Teknologi Informasi
visibilitas, kompleksitas, kesesuaian tugas, konsekuensi jangka panjang, faktor-faktor sosial dan kondisi fasilitasi, dan self efficacy dianggap mempengaruhi keberterimaan. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan kekonsistenan mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi kebersediaan pengguna untuk menerima teknologi informasi. Variabel-variabel yang secara konsisten berasosiasi dengan tingkat kebersediaan antara lain adalah motivasi yang terdiri atas motivasi instrinsik (kemudahan penggunaan persepsian dan enjoyment persepsian), motivasi ekstrinsik (kebergunaan persepsian), dan self efficacy. Variabel-variabel tersebut secara bersamasama akan mempengaruhi perilaku pengguna terhadap teknologi informasi. Meskipun penelitian-penelitian sebelumnya telah berhasil mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan teknologi informasi, beberapa penelitian cenderung untuk memperlakukan pengguna sebagai entitas yang homogen dengan mengabaikan atau menganggap perbedaan gender tidak relevan. Beberapa penelitian secara spesifik mencoba meneliti isu gender pada ketakutan dan perilaku terhadap computer. Sebagai contoh, Qureshi dan Hoppel (1995) membuktikan bahwa variabel-variabel demografi seperti gender, status, IPK, jurusan, pengalaman komputer sebelumnya, dan antisipasi masa depan mempengaruhi bagaimana perasaan pengguna terhadap komputer. Harrison dan Rainer (1992) meneliti perbedaan individual terhadap keahlian menggunakan komputer dan membuktikan bahwa gender, umur, pengalaman komputer sebelumnya, ketakutan terhadap komputer, dan gaya kognitif berkaitan dengan tingkat keahlian komputer. Pada survei yang dilakukan oleh Elder, Gardner dan Ruth (1987) menemukan bahwa perempuan cenderung mengalami teknostres (burnout fisik dan emosi yang disebabkan ketakmampuan beradaptasi dengan teknologi baru) dalam menggunakan komputer dibandingkan pria. Selain itu, pekerja senior (berumur) cenderung mengalami teknostres dibandingkan pekerja yang yunior (muda). Kaplan (1994) melaporkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Logitech of Fremont di California menunjukkan bahwa pria dan perempuan memandang komputer secara berbeda. Perempuan cenderung berpikir bahwa komputer menyenangkan dibandingkan pria. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman dan Igbaria (1990) dan Howard dan Smith (1986) menunjukkan tidak adanya perbedaan gender terhadap ketakutan dan perilaku pada komputer. Dattero dan Galup (2004) menemukan dalam penelitian mereka bahwa perempuan cenderung menyukai sistem yang dikembangkan dengan bahasa pemrograman COBOL sedangkan pria lebih menyukai menggunakan sistem yang dikembangkan dengan menggunakan Java atau C++. Selain itu, peneliti juga menemukan bukti bahwa perempuan lebih menyukai menggunakan sistem yang sudah ada dibandingkan harus mengembangkan sistem yang baru. Ketaksesuaian hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai ada tidaknya senjangan gender terhadap keberterimaan teknologi informasi menyarankan adanya kebutuhan untuk melakukan penelitian pada ada tidaknya perbedaan gender. Saran yang berkembang perlunya untuk mengendalikan faktor-faktor tertentu sebagai kovariat agar hasil yang ditemukan benar-benar merujuk pada gender. Penelitian ini berusaha melihat apakah terdapat senjangan gender terhadap motivasi dan self efficacy pada keberterimaan teknologi informasi dengan menjadikan umur dan tingkat pendidikan sebagai kovariat. Gender Isu sex dan gender merupakan suatu hal yang fundamental untuk memahami perilaku manusia (Smith, 1999). Dua istilah ini umumnya dibedakan berdasarkan pengertian berikut.
11
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 10-19
1. Sex – pengertian secara biologis yang didasarkan pada ketegori pria dan perempuan; dan 2. Gender – fitur psikologis yang berasosiasi dengan keadaan biologis. Teori pada area sex dan gender sangat jarang, dan jarang yang mendapat dukungan dari hasil penelitian empiris. Teori-teori yang ada umumnya mengandalkan faktor internal personal, yang mengabaikan pengaruh struktural dan situasional. Teori-teori yang berasal dari psikologi dan sosiologi menyatakan bahwa disparitas gender dalam kompetensi dan penggunaan teknologi informasi (internet) terjadi karena adanya pembentukan peranan berdasarkan sex (Mira, 1987). Jika masyarakat mengasosiasikan komputer dengan karakteristik pria, maka perempuan akan menghindari teknologi informasi. Hal ini akan menyebabkan perempuan mengalami ketakunggulan di tempat kerja. Teori skema gender menyatakan bahwa pembentukan karakter berdasarkan sex terjadi sejak masa kanak-kanak sebagai alat untuk encoding dan mengorganisir informasi mengenai lingkungan (Bem, 1987). Pendukung dari teori ini meyakini bahwa masyarakat menciptakan asosiasi antara komputer dan maskulinisme (Agosto, 2004). Berdasarkan teori ini, walaupun teknologi informasi (komputer) telah dikenalkan sejak dini baik pada perempuan maupun pria, pria akan melanjutkan ketertarikannya pada penggunaan teknologi informasi daripada perempuan, sehingga menciptakan senjangan gender baik dalam hal pengalaman maupun pengetahuan mengenai teknologi informasi. Penelitian awal mengenai gender (Macoby & Jacklin, 1974) menemukan adanya perbedaan gender dalam beberapa area: 1. pria lebih superior dalam penalaran visual spasial; 2. pria lebih superior dalam keahlian kuantitatif dan pemecahan masalah; 3. perempuan lebih superior dalam komprehensif verbal, kefasihan kata, dan komunikasi; 4. perempuan cenderung menghindari resiko (khususnya resiko ekstrim) dalam situasi ketakpastian (gambling); 5. perempuan lebih mudah dibujuk untuk mengubah keputusan yang mereka buat; dan 6. perempuan cenderung kurang yakin dengan keputusan yang dibuatnya. Beberapa penelitian selanjutnya membukti beberapa “bukti” tersebut takvalid dan diatribusikan pada (Smith, 1999). 1. seting pengujian yang “maskuline”. Perempuan menunjukkan performa yang lebih baik pada pengujian “female” mengenai penalaran matematis (contoh perhitungan kalori dan vitamin pada program diet) dibandingkan pada pengujian “male” seperti pendakian gunung dan militer. 2. sifat dari masalah. 3. umur. Powel dan Johnson (1995) mengobservasi perbedaan gender terhadap teknologi informasi dalam hal ini adalah system decision-support. Penelitian mereka menghasilkan temuan bahwa perbedaan gender berasosiasi dengan: 1. kemampuan dan motivasi. 2. perilaku terhadap resiko dan kepercayadirian. 3. gaya keputusan. Gender memainkan perannya dalam isu desain sistem decision-support karena propensitas resiko akan digunakan dalam dasar pemodelannya. Motivasi Istilah motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti bergerak (to move). Motivasi
12
Nasution, Senjangan Gender terhadap Motivasi dan Self-Efficacy pada Keberterimaan Teknologi Informasi
dalam konteks kekinian didefinisi sebagai proses psikologis yang menyebabkan seseorang menjadi aktif, memiliki keinginan, dan memutuskan untuk melakukan suatu tindakan dengan sukarela yang sesuai dengan tujuannya (Kreitner & Kinichi, 2000). Proses motivasi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang terkait dengan fokus tindakan yang dilakukannya, intensitas, kualitas, dan durasi tindakan tersebut. Motivasi dalam keberterimaan teknologi informasi dibagi ke dalam dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi Intrinsik Kemudahan Penggunaan Persepsian Kemudahan penggunaan persepsian didefinisi sebagai derajat keyakinan seseorang bahwa menggunakan sistem tersebut tanpa harus berusaha keras dan mengalami kesulitan. Usaha adalah sumberdaya tertentu yang harus dialokasi oleh pengguna pada berbagai aktivitas, yang mengimplikasikan bahwa sistem yang dipersepsikan lebih mudah digunakan daripada lainnya cenderung untuk diterima oleh pengguna. Secara umum, jika sistem mudah digunakan, membutuhkan usaha yang sedikit dari pengguna, akan meningkatkan probabilitas adopsi dan penggunaan. Sebaliknya sistem yang kompleks dan sulit untuk digunakan cenderung kurang untuk digunakan dan diadopsi. Enjoyment Persepsian Enjoyment persepsian didefinisi sebagai derajat keyakinan pengguna bahwa aktivitas menggunakan teknologi informasi menyenangkan baginya, sebagai bagian konsekuensi kinerja yang dapat diantisipasi (Teo, 2001). Sehingga individu yang memiliki pengalaman menyenangkan dalam menggunakan teknologi informasi akan cenderung menggunakannya lebih intensif. Pernyataan ini didukung oleh Triandis (1971, 1980) yang menyatakan bahwa perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, atau depresi berasosiasi dengan tindakan tertentu individu. Motivasi Ekstrinsik Kebergunaan Persepsian Persepsi kebergunaan didefinisi sebagai derajat keyakinan seseorang bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja tugasnya (Davis, 1989). Semakin besar kebergunaan suatu sistem bagi penggunanya maka akan semakin besar intensitas penggunaan. Self Efficacy Orang-orang berbeda keyakinannya mengenai kompetensi dan keberhasilan mereka dalam domain yang berbeda di hidup mereka. Bandura (2001) menyebut hal ini sebagai self efficacy, didefinisi sebagai keyakinan individu atas kapasitas mereka untuk mengorganisir dan mengeksekusi tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja atau outcome tertentu. Self efficacy tidak berkaitan dengan keahlian seseorang tetapi dengan judgement atas keyakinan mereka atas apa yang dapat dilakukan tanpa memperhatikan tingkat keahlian yang dimiliki. Dalam memainkan peranannya, seseorang harus membuat keputusan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan dan seberapa keberlanjutan tindakan tersebut akan tetap dilakukan. Sebagian keputusan tersebut ditentukan oleh judgement atas self efficacy personal. Seseorang akan menghindari tugas dan tantangan yang ia rasa lebih dari kapabilitasnya. Tetapi ia akan mengerjakan dan melakukan suatu tugas dengan yakin jika ia merasa kapabel dalam memenej tugas tersebut. Self efficacy teknologi informasi merepresentasi kepercayaan diri seseorang untuk menggunakan
13
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 10-19
teknologi informasi. Semakin besar self efficacy maka semakin besar juga intensitas seseorang menggunakan teknologi informasi. Model Penelitian Model penelitian yang dikembangkan berasal dari telaah literatur, rerangka teoretis, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Secara grafis model penelitian dapat ditunjukkan pada gambar 1. Keberterimaan Teknologi Informasi
Pria
Motivasi Instrinsik • Kemudahan penggunaan persepsian • Enjoyment persepsian Motivasi Ekstrinsik • Kebergunaan persepsian Self-efficacy
Perempuan
Gambar 1. Model penelitian Hipotesis Hipotesis merupakan proposisi, keadaan, atau prinsip yang oleh peneliti dianggap benar untuk sementara, agar dapat ditarik suatu konsekuensi logis. Atas hipotesis yang diajukan, kemudian akan dilakukan pengujian secara statistis dengan menggunakan data empiris dan metoda penelitian tertentu. Berdasarkan tinjauan literatur dan uraian teoretis mengenai teori skema gender, motivasi dan self efficacy, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Perbedaan gender memberikan pengaruh pada perbedaan pada kemudahan penggunaan persepsian. H2: Perbedaan gender memberikan pengaruh pada perbedaan pada enjoyment persepsian. H3: Perbedaan gender memberikan pengaruh pada kebergunaan persepsian. H4: Perbedaan gender memberikan pengaruh pada self-efficacy. Sampel dan Prosedur Kuesioner didistibusikan pada mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Mahasiswa yang diberi kuesioner meliputi baik pada program diploma tiga, strata satu, maupun strata dua. Kuesioner didistribusikan secara langsung pada partisipan. Pada setiap kuesioner disertakan lembar yang menjelaskan pentingnya penelitian ini dan lembar berisi instruksi bagaimana mengisi kuesioner dengan lengkap. Untuk meminimalkan respon bias, setiap partisipan diminta mengisi kuesioner secara independen dan mengembalikan kuesioner secara langsung. Untuk menjamin kerahasiaan, partisipan tidak diminta untuk menuliskan identitas mereka pada kuesioner.
14
Nasution, Senjangan Gender terhadap Motivasi dan Self-Efficacy pada Keberterimaan Teknologi Informasi
Kuesioner yang didistribusikan sejumlah 100 eksemplar dan yang kembali sejumlah 98 eksemplar. 6 eksemplar respon dari responden tidak dapat digunakan karena diisi dengan tidak lengkap. Total respon yang digunakan untuk analisis lebih lanjut sejumlah 92. Pengukuran Variabel Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian empiris. Untuk dapat melakukan pengujian atas hipotesis yang diajukan, variabel-variabel yang akan diteliti perlu diukur. Pertanyaan dengan satu item digunakan untuk mengetahui gender, umur, dan jenjang pendidikan responden. Gender diukur dengan item respon tetap (1 = Pria; 2 = Perempuan). Umur responden diukur dengan meminta responden untuk mengindikasi umur mereka pada kuesioner. Jenjang pendidikan diukur dengan meminta responden secara langsung mengindikasikannya, apakah jenjang diploma 3, strata 1, dan strata 2. Variabel-variabel lain yang diukur dalam kuesioner adalah: 1. Kemudahan penggunaan persepsian. Variabel kemudahan penggunaan persepsian menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Davis (1989). 2. Kebergunaan persepsian. Variabel kebergunaan persepsian akan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Davis (1989) yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. 3. Enjoyment persepsian. Variabel enjoyment persepsian akan menggunakan variabel yang dikembangkan oleh Davis (1989). 4. Self efficacy. Variabel ini akan diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Parasuraman dan Igbaria (1990). Keempat variabel yaitu kemudahan penggunaan persepsian, kebergunaan persepsian, enjoyment persepsian, dan self efficacy diukur dengan skala Linkert menggunakan 6 poin. Dimulai dari poin 1 (sangat tidak setuju) sampai 6 (sangat setuju). HASIL DAN PEMBAHASAN Demografi dan karakteristik Dari respon yang digunakan sejumlah 92 responden, 47% adalah pria (N = 43) dan 53% (N = 49) adalah perempuan. Umur rata-rata responden adalah 21,40 tahun dengan range dari 17-40 tahun. Responden yang berjenjang pendidikan diploma 3 sebesar 45% (N = 42), strata 1 sebesar 30% (N = 28), dan stara 2 sebesar 25% (N = 22). Analisis Faktor dan Pengujian Reliabilitas Analisis faktor dengan metoda prinsipal dan rotasi varimax digunakan untuk mengkonfirmasi validitas konstruk dari empat variabel dengan skala multi item. Hasil pengujian menunjukkan terdapat 4 faktor yang berbeda dengan eigenvalue > 1. Kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hanya item yang memiliki faktor loading minimal 0,50 yang digunakan. 2. Faktor loading dengan nilai minimal 0,50 hanya tersebar pada satu faktor saja. Semua faktor-faktor yang diperoleh sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan peneliti, ditunjukkan pada Tabel 1, sehingga mengindikasikan bahwa keempat variabel tersebut hanya memiliki satu dimensi dan secara faktorial berbeda.
15
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 10-19
Tabel 1. Analisis Faktor dan Pengujian Reliabilitas Faktor F1: Kebergunaan Persepsian Useful1 Useful2 Useful3 Useful4 Useful5 Useful6 F2: Kemudahan Penggunaan Persepsian Ease1 Ease2 Ease3 Ease4 Ease5 Ease6 F3: Enjoyment Persepsian Enjoy1 Enjoy2 F4: Self Efficacy Efficacy1 Efficacy2 Efficacy3 Efficacy4 Efficacy5
Loading 0,785 0,843 0,690 0,854 0,845 0,798 0,808 0,803 0,758 0,685 0,774 0,867 0,931 0,931 0,876 0,832 0,805 0,881 0,859
Untuk meyakinkan bahwa semua item yang diuji memiliki konsistensi internal, pengujian reliabilitas dengan menggunakan Cronbach alpha digunakan. Semakin rendah nilai Cronbach alpha menunjukkan bahwa item-item yang ada tidak secara internal berkaitan. Nilai Cronbach alpha yang diperoleh untuk masing-masing faktor berkisar 0,830 sampai dengan 0,903 (Tabel 2). Berdasarkan rule of thumb yang berlaku maka seluruh faktor lolos uji reliabilitas karena lebih besar dari 0,7. Tabel 2. Pengujian Reliabilitas Faktor F1: Kebergunaan Persepsian F2: Kemudahan Penggunaan Persepesian F3: Enjoyment Persepsian F4: Self Efficacy
Cronbach alpha 0,887 0,874 0,842 0,903
Perbedaan Gender Analisis of covariance (ANCOVA) digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan gender terkait dengan motivasi dan self efficacy pada keberterimaan teknologi informasi. Dua kovariat yaitu umur dan jenjang pendidikan dikendalikan. Umur dan jenjang pendidikan digunakan sebagai kovariat karena berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya disarankan untuk mengendalikan faktor-faktor tertentu (Teo & Lim, 1996) agar hasil yang didapatkan benar-benar didasarkan pada perbedaan gender semata. Hasil prosedur ANCOVA ditunjukkan pada Tabel 3. Hasil temuan menunjukkan bahwa baik hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 4 seluruhnya ditolak. Artinya, berdasarkan penelitian ini dan
16
Nasution, Senjangan Gender terhadap Motivasi dan Self-Efficacy pada Keberterimaan Teknologi Informasi
sampel yang digunakan dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat senjangan gender terhadap kebergunaan persepsian, kemudahan penggunaan persepsian, enjoyment persepsian, dan self efficacy terhadap keberterimaan teknologi informasi. Tabel 3. Hasil ANCOVA Kovariat Umur Kebergunaan Persepsian Df MS F Kemudahan Penggunaan Persepsian Df MS F Enjoyment Persepsian Df MS F Self Efficacy Df MS F
Efek Utama Jenjang
Gender
Error
1 20,052 1,845
1 1,8 0,164
1 0,754 0,069
88 10,866
1 0,767 0,059
1 58,613 4,532*
1 2,842 0,220
88 12,932
1 0,053 0,029
1 1,991 1,080
1 0,174 0,094
88 1,843
1 19,995 1,572
1 184,971 14,543*
1 4,370 0,344
88 12,719
Catatan: * p < 0,05
Analisis tambahan atas pengaruh umur dan strata ternyata hanya faktor strata yang memiliki pengaruh signifikan sedangkan umur tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap empat variabel yang diuji. Strata memiliki pengaruh signifikan terhadap kemudahan penggunaan persepsian dan self efficacy. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenjang pendidikan atau strata antara diploma 3, strata 1, dan strata 2 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemudahan penggunaan persepsian dan self efficacy. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa pengaruh utama ternyata tidak signifikan pada semua variabel yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis gender stereotype yang ada selama ini yang meyakini bahwa pria memiliki superioritas yang lebih tinggi dalam keberterimaan teknologi informasi tidak terbukti. Hasil ini mendukung adanya hipotesis atau teori mengenai demolishing gender stereotype yang meyakini bahwa pada saat ini karakteristik gender yang melekat pada pria dan perempuan hampir sama terutama berkaitan dengan teknologi informasi. Hasil pengujian ini menambah ketaksesuaian hasil-hasil penelitian sebelumnya yang memperoleh hasil yang bervariasi. Hal inipun berlaku pada umur yang ternyata tidak memiliki pengaruh signifikan. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa umur memiliki pengaruh signifikan. Sebaliknya, jenjang pendidikan atau strata, sesuai yang diharapkan, memiliki pengaruh signifikan terhadap kemudahan penggunaan persepsian dan self efficacy. Signifikansi jenjang pendidikan ini mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya. PENUTUP Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat perbedaan gender terhadap motivasi dan self efficacy terhadap keberterimaan teknologi informasi. Penggunaan prosedur
17
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 10-19
ANCOVA menunjukkan bahwa, berdasarkan data yang diperoleh, tidak terdapat perbedaan gender dalam kaitannya dengan motivasi (intrinsik: kemudahan penggunaan persepsian dan enjoyment persepsian; ekstrinsik: kebergunaan persepsian) dan self efficacy terhadap keberterimaan teknologi informasi. Umur sebagaimana gender tidak memiliki pengaruh terhadap motivasi dan self efficacy, sebaliknya, sesuai dengan yang diharapkan, jenjang studi memiliki pengaruh signifikan terhadap kemudahan penggunaan persepsian dan self efficacy. Hasil pengujian menambah ketaksesuaian hasil-hasil penelitian terhadap pengaruh gender terhadap keberterimaan teknologi informasi. Hasil penelitian mendukung adanya demolishing gender stereotype di dunia teknologi informasi. Proposisi yang dikembangkan mengenai teori tersebut berdasarkan fakta bahwa perempuan cenderung menyerupai pria dalam hal karakteristik dan kapabilitas di dunia kerja. Proposisi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Northwest University. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu, pertama, hasil yang diperoleh tidak dapat digeneralisasi karena homogenitas sampel yang digunakan yaitu mahasiswa berasal dari satu perguruan tinggi saja. Kedua, metoda survei yang digunakan dapat menimbulkan efek bias akibat responden tidak memahami maksud pertanyaan maupun kuesioner yang digunakan. Ketiga, jumlah sampel yang digunakan lebih kecil daripada jumlah sampel yang digunakan pada penelitianpenelitian sebelumnya. REFERENSI Agosto, D. (2004). Using gender schema theory to examine gender equity in omputing: A preliminary study. Journal of Women & Minorities in Science & Engineering, 10 (1), 37–53. Bandura, A. (2001). Social cognitive theory: An agentic perspective. Annu. Rev. Psychol, 52, 1–26. Bem, S. (1987). Probing the promise of androgyny, In M. R. Walsh (Ed.). The sychology of women: Ongoing debates, (pp. 206-225). New Haven, CT: Yale University Press. Dattero, R. & Galup, S. (2004). Programming languages and gender. Communications of the ACM, 47 (1), 99–102. Davis, F.D. (1989). Perceived usefullness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MIS Quarterly, 13, 319-339. Elder, V.B., Gardner, E.P., & Ruth, S.R. (1987). Gender and age in technostress: Effects on white collar productivity. Government Finance Review, 3 (6), 17-21. Harrison, A.W. & Rainer, R.K.Jr. (1992). The influence of individual differences on skill in end-user computing. Journal of Management Information Systems, 9 (1), 93-111. Howard, G.S. & Smith, R. (1986). Computer anxiety in management: myth or reality? Communications of the ACM, 29 (7), 611-615. Kaplan, R. (1994). The gender gap at the PC keyboard. American Demographics, 16 (1), 18. Kreitner, R. & Kinicki, A. (2000). Organizational Behavior (5th ed). McGraw Hill Companies, Inc. Parasuraman, S. & Igbaria, M. (1990). An examination of gender differences in the determinants of computer anxiety and attitudes towards microcomputers among managers. International Journal of Man-Machine Studies, 32, 327-340. Powell, P.L. & Johnson, J.E.V. (1995). Gender and DSS desain: the research implication. Decision Support System, 14, 27-58. Macoby, E.E. & Jacklin, C.N. (1974). The psychology of sex differences. Stanford, CA: Stanford University Press.
18
Nasution, Senjangan Gender terhadap Motivasi dan Self-Efficacy pada Keberterimaan Teknologi Informasi
Mira, I. (1987). The relationship of computer self efficacy expectations to computer interest and course enrollment in college. Sex Roles, 16, 303–311. Qureshi, S. & Hoppel, C. (1995). Profiling computer predispositions. Journal of Professional Services Marketing, 12 (1), 73-83. Smith, M. (1999). Personality issues and their impact on accounting and auditing. Managerial Auditing Journal, 14 ( 9), 453-460. Teo, T.S.H. & Lim V.K.G. (1996). Factors influencing personal computer usage: The gender gap. Women in Management Review, 11 (8), 18-26. Teo, T.S.H. (2001). Demographic and motivation variables associated with internet usage activities. Internet Research: Electronic Networking Applications and Policy, 11 (2), 125-137. Triandis, H.C. (1971). Attitude and attitude change. New York: John Wiley. Triandis, H.C. (1980). Values, attitudes and interpersonal behavior. In Nebraska Symposium on Motivation, Beliefs, Attitudes and Values, (pp. 195-259). University of Nebraska Press, Lincoln, NE.
19