Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
Pengaruh Kepribadian Disposisional terhadap Niat Penggunaan Internet: Studi Empiris Keberterimaan Teknologi Informasi di Lingkungan Perguruan Tinggi Willy Abdillah Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun Kota Bengkulu Email:
[email protected] Abstraksi Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh faktor kepribadian disposisional terhadap niat penggunaan internet. Faktor kepribadian diukur dengan menggunakan variabel openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Penelitian dilakukan terhadap 350 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu, termasuk mahasiswa program ekstensi dan program Magister Manajemen. Penyampelan menggunakan prosedur non-probabilitas dengan menggunakan metode konvinien dan data primer diambil melalui kuesioner dengan format pertanyaan tertutup. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode structural equation modeling (SEM) dengan bantuan aplikasi perangkat lunak SmartPLS versi 2.0. Hasil penelitian menunjukkan hanya variabel openness to experience yang berpengaruh terhadap niat penggunaan internet. Implikasi penelitian secara teoritis membuktikan bahwa teori personality merupakan konsep dan teori yang dapat dikembangkan dan disinergikan dengan teori dan model keberterimaan dan adopsi teknologi informasi lain yang sebagian besar berbasis pada kognitif perseptual. Secara praktis, hasil penelitian memberikan informasi strategis bagi pengelola lembaga pendidikan tinggi bahwa kepribadian menentukan kesuksesan implementasi sistem informasi. Kata kunci:
Kepribadian Disposisional, Keberterimaan Teknologi Informasi dan Sistem Informasi.
A. Latar Belakang Dalam perkembangan riset sistem informasi (SI) keperilakuan, penggunaan konstruk-konstruk kognitif perseptual menjadi dominan dan telah mapan dalam menjelaskan fenomena keberterimaan dan adopsi teknologi informasi (TI), seperti pada teori tindakan beralasan (TRA), teori keberterimaan TI (TAM), teori tindakan rencanaan (TPB) dan teori keberterimaan gabungan (UTAUT). Sebaliknya, penggunaan konstruk-konstruk kepribadian belum dilakukan secara integratif dan sebagian besar bersifat situasional, seperti konstruk internet anxiety dan personal innovativeness (Thatcher et al., 2007). Lebih jauh, perdebatan mengenai sifat hubungan antara faktor kepribadian disposisional dan situasional masih belum berakhir. Perspektif pertama menganggap kepribadian merupakan faktor disposisional yang tidak dapat diubah (Landers and Lounsbury, 2006; Amiel dan Sargent, 2004). Kepribadian didefinisikan sebagai karakteristik yang melekat pada individu yang menggambarkan pola pikiran, perasaan dan tindakan yang membedakannya dengan individu yang lain (Maddi, 1989 dalam McElroy et al., 2007). Oleh karena itu, faktor kepribadian dinilai sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah oleh faktor situasi dan kondisi tempat individu itu berada. Beberapa penelitian keperilakuan SI menunjukkan bahwa aplikasi faktor kepribadian disposisional sulit dilakukan pada konteks SI yang bersifat situasional. Thatcher et al. (2007) menyatakan bahwa personality trait tidak dapat digunakan sebagai konstruk pada niat penggunaan internet karena internet merupakan SI yang bersifat situasional. Karena itu, konstruk computer anxiety harus diadaptasi ke dalam konstruk internet anxiety. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor kepribadian dinilai sebagai sesuatu yang dapat diubah oleh faktor situasional dalam konteks spesifik. Lebih jauh, beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya inkonsistensi konsep dan perbedaan temuan. Thatcher et al. (2007) menemukan bahwa internet anxiety (kepribadian situasional) memengaruhi personality trait. Sebaliknya, Agarwal dan Karahanna (2000) menemukan bahwa personality trait (openness to experience yang diekstraksi menjadi personal innovativeness) memengaruhi kemudahan penggunaan persepsian dan kegunaan persepsian (kognitif situasional).
Page 1 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
Berdasarkan hal tersebut, McElroy et al. (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan faktor dispositional (personality trait dan cognitive style) untuk melihat perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut terhadap niat menggunakan internet. Pemilihan faktor disposisional berdasarkan alasan adanya perdebatan yang belum tuntas tentang hubungan faktor kepribadian dan kognitif dalam SI keperilakuan, sehingga dimensi kedua faktor perlu ditarik kembali ke teori umumnya. Faktor kepribadian diukur dengan mengunakan model Big Five Factor Personality (Costa dan McCrae, 1992) dan faktor cognitive style menggunakan model Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepribadian lebih baik sebagai prediktor terhadap niat penggunaan internet dibandingkan faktor cognitive style. Namun, model penelitian yang digunakan McElroy et al. (2007) masih memiliki keterbatasan karena McCrae dan Costa (1989) mengklaim bahwa MBTI memiliki kelemahan dalam mengukur cognitive style dalam perspektif personality trait. MBTI menunjukkan keterbatasan dan kelemahan dari sisi validitas data walaupun reliabilitas konstruk masih tercapai dalam model ini. Penelitian serupa juga dilakukan sebelumnya oleh Buchanan et al. (2005) dengan menggunakan instrumen pengukuran International Personality Item Pool (IPIP) yang dikemukakan oleh Goldberg (1990) dan metode pengukuran (psychometric) dilakukan dengan menggunakan sistem on-line. Terdapat tiga alasan penggunaan instrumen IPIP oleh Buchanan et al. (2005), yaitu: pertama, beberapa penelitian dan pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa instrumen IPIP lebih baik dalam mengukur kepribadian dibandingkan instrumen Big Five Factor-Costa dan McCrae (1992). Kedua, IPIP tersedia secara gratis tanpa harus membayar lisensi seperti instrumen Big Five Factor. Ketiga, instrumen IPIP lebih singkat, yaitu terdiri atas 50 item pertanyaan sedangkan Big Five terdiri atas 240 item pertanyaan. Selain menguji pengaruh faktor kepribadian terhadap niat penggunaan internet, penelitian Buchanan et al. (2005) juga memvalidasi instrumen IPIP dibandingkan dengan instrumen Big Five. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen IPIP lebih baik dari sisi validitas dan reliabilitas. Berdasarkan adanya kesenjangan secara teoritis dan empiris yang ditunjukkan oleh perdebatan tentang pengaruh faktor kepribadian disposisional (personality trait), maka dengan mereplikasi dan mengembangkan model penelitian McElroy et al. (2007) dan Buchanan et al. (2005), tulisan ini bertujuan menjelaskan pengaruh faktor kepribadian disposisional (personality trait) terhadap niat (intention) pengunaan internet berdasarkan studi empiris pada lingkungan akademik. Sistematika penulisan dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian pertama menjelaskan landasan teori dan konsep kepribadian disposisional. Bagian kedua menjelaskan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Bagian ketiga menjelaskan hasil dan temuan penelitian. Bagian terakhir merupakan simpulan dan rekomendasi penelitian. B. Landasan Teori Kepribadian Disposisional Penelitian di bidang SI yang menggunakan konsep kepribadian dimulai oleh Zmud (1979) yang meneliti karakteristik disposisional individu (Personality dan Cognitive style) terhadap kesuksesan implementasi SI. Faktor kepribadian diukur dari dimensi struktur kognitif dan afektif individu dalam merespon kejadian, orang dan situasi yang dihadapi. Faktor kepribadian yang diyakini berpengaruh kuat terhadap kesuksesan Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah locus of control, dogmatisme, toleransi ambiguitas, ekstrovert/introvert, kebutuhan terhadap pencapaian prestasi, keberanian mengambil risiko, pertahanan evaluatif dan tingkat kecemasan (Klauss dan Jewett, 1974 dalam Zmud, 1979). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor disposisional (personality trait dan cognitive style) memengaruhi kesuksesan penggunaan TI. Namun penelitian pada era tersebut masih belum menemukan dimensi kepribadian yang konsisten karena masih menggunakan dimensi dan variabel dari penelitian di luar SIM dan dimensi kepribadian belum terhubung dengan faktor cognitive style. Cambre and Cook (1985) menemukan bahwa kecemasan terhadap komputer (computer anxiety) berpengaruh negatif terhadap penggunaan TI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lucas (1974: 1975), namun fenomena baru yang ditemukan oleh Cambre and Cook (1985) adalah computer anxiety tidak hanya disebabkan oleh ketidaklengkapan TI tetapi juga disebabkan oleh ketakutan yang muncul dari dalam diri individu yang dibentuk dari persepsi atas TI. Heinssen et al. (1987) melakukan validasi tingkat kecemasan individu terhadap komputer dengan menggunakan Computer Anxiety Rating Scale (CARS). Dimensi pengukuran meliputi komponen perilaku, kognitif dan afektif dari kecemasan komputer. Hasil penelitian menunjukkan CARS merupakan alat yang sahih dan handal untuk mengukur kecemasan terhadap komputer. Tingginya tingkat kecemasan terhadap komputer berhubungan dengan tingginya kemampuan berhitung, rendahnya pengalaman dalam
Page 2 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
menggunakan komputer dan rendahnya ketertarikan secara mekanis. Selama proses interaksi dengan komputer, individu dengan tingkat kecemasan terhadap komputer yang tinggi, menunjukkan rendahnya ekspektasi dan kinerja dan sensitivitas yang tinggi terhadap stimuli psikologis. Temuan lain dari penelitian ini adalah faktor gender berpengaruh terhadap tingkat kecemasan terhadap komputer. Agarwal dan Karahanna (2000) mengekstraksi dimensi faktor personality trait dari model Big Five Factor - Costa dan McCrae (1992) dalam bidang ilmu psikologi dengan mengambil dimensi neuroticism (computer anxiety) dan openness to experience (personal innovativeness). Dimensi kepribadian tersebut dihubungkan dengan model keberterimaan teknologi (TAM) dengan menambahkan konstruk cognitive absorption. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi cognitive absorption (personal innovativesness) menjadi prediktor faktor kognitif situasional, yaitu kegunaan persepsian dan kemudahan penggunaan persepsian. Penelitian selanjutnya mengenai dimensi faktor kepribadian dalam kontek SI adalah penelitian yang dilakukan oleh Thatcher et al. (2007) dengan menggunakan dimensi kepribadian, karakteristik demografi dan aspek individual pada penggunaan internet. Thatcher et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga personality traits yang memengaruhi internet anxiety, yaitu computer anxiety, computer selfefficacy dan personal innovativeness. Dalam penelitian ini Thatcher et al. (2007) menggunakan istilah internet anxiety untuk menggantikan computer anxiety, karena computer anxiety merupakan dimensi persoality trait yang melekat secara permanen dalam diri individu, sedangkan internet anxiety merupakan kepribadian situasional yang terbentuk ketika seseorang hanya berhadapan atau menggunakan internet. Internet menimbulkan anxiety karena mensyaratkan pemakai memahami teknologi dan aplikasi baru yang asing bagi pemakai. Internet menimbulkan emosi karena menghasilkan interaksi dengan situasi yang tidak dikenal atau orang yang tidak dikenal. Lebih jauh penggunaan internet menyajikan risiko, seperti potensial untuk virus, spyware atau invasi dari privasi pemakai (user privacy). Oleh karena itu, computer anxiety mencerminkan lamanya waktu (lifetime) dari pengalaman dengan komputer, sedangkan internet anxiety mencerminkan kesulitan dengan teknologi informasi yang pada kontek penggunaan internet. Perdebatan mengenai perbedaan dimensi kepribadian dan kognitif dalam SI masih menunjukkan kesenjangan teoritis. Bahkan, beberapa hasil penelitian yang menggunakan konstruk yang sama menunjukkan hasil dan temuan penelitian yang berbeda. Karena itu, McElroy et al. (2007) menarik kembali model penelitian yang menggunakan dimensi faktor kepribadian dan kognitif ke teori dasar yang ada di bidang ilmu psikologi. Hal ini dilakukan atas dasar perdebatan mengenai dimensi kepribadian dan kognitif yang diadaptasi ke dalam bidang SI belum menunjukkan konsistensi. Faktor kepribadian diukur dengan menggunakan model lima dimensi kepribadian (Big Five Factor: openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism) yang dikemukakan oleh Costa dan McCrae (1992) dan faktor kognitif diukur dengan menggunakan model cognitive style MBTI. Tujuan penelitian adalah membandingkan pengaruh kedua faktor kepribadian dan kognitif dan terhadap penggunaan internet dengan computer anxiety, self-efficacy dan gender sebagai variabel kendali. Penggunaan variabel kendali tersebut didasarkan pada alasan bahwa ketiga variabel merupakan representasi dimensi faktor kepribadian dan kognitif dan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh signifikan terhadap faktor kepribadian, kognitif dan niat penggunaan TI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepribadian lebih baik sebagai prediktor dibandingkan dengan faktor cognitive style. Namun, penelitian McElroy et al. (2007) memiliki keterbatasan karena MBTI dinilai bukan merupakan alat yang tepat untuk mengukur cognitive style jika dikaitkan dengan kepribadian dalam kontek penggunaan internet. McCrae dan Costa (1989) mengklaim bahwa MBTI memiliki kelemahan dalam mengukur cognitive style dalam perspektif kepribadian. MBTI menunjukkan keterbatasan dan kelemahan dari sisi validitas data walaupun reliabilitas konstruk masih tercapai dalam model ini. Buchanan et al. (2005) meneliti pengaruh faktor kepribadian terhadap penggunaan internet dengan menggunakan instrumen IPIP yang dikemukakan oleh Goldberg (1990). Terdapat tiga alasan penggunaan instrumen IPIP oleh Buchanan et al., yaitu: beberapa penelitian dan pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa instrumen IPIP lebih baik dalam mengukur kepribadian dibandingkan instrumen Big Five FactorCosta dan McCrae (1992), IPIP tersedia secara gratis tanpa harus membayar lisensi seperti instrumen Big Five dan instrumen IPIP lebih singkat, yaitu sekitar 50 item pertanyaan sedangkan Big Five terdiri atas 240 item pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepribadian memengaruhi niat penggunaan internet dan instrumen IPIP lebih baik dari sisi validitas dan reliabilitasnya. Aplikasi kelima dimensi Big Five Factor dalam perilaku penggunaan internet sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Agreeableness cenderung tidak berinteraksi dalam waktu lama dengan komputer dan menggunakan
Page 3 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
internet terutama apabila mengalami frustasi (Landers dan Lounsbury, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1: Faktor openness to experience memengaruhi niat menggunakan internet dengan gender dan usia sebagai variabel kendali. Conscientiousness cenderung tidak menggunakan internet pada hal-hal yang dianggap tidak produktif, seperti chatting room dan cenderung menggunakan internet untuk kepentingan tertentu yang dianggap produktif, seperti pencarian artikel dan jurnal akademik (Landers dan Lounsbury, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 2: Faktor conscientiousness memengaruhi niat menggunakan internet dengan gender dan usia sebagai variabel kendali. Extraversion cenderung menggunakan internet untuk kepentingan sosialisasi secara on-line, seperti chatting room dan berbagi informasi dengan komunitas di dunia maya (Amiel dan Sargent, 2004). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 3: Faktor extraversion memengaruhi niat menggunakan internet dengan gender dan usia sebagai variabel kendali. Neuroticism cenderung menghindari internet untuk keperluan sosialisasi, tetapi penggunaan internet untuk kepentingan hiburan pribadi (game online) dan mencari identitas diri di dunia maya (Amiel dan Sargent, 2004). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 4: Faktor agreeableness memengaruhi niat menggunakan internet dengan gender dan usia sebagai variabel kendali. Openness to experience cenderung melakukan aktifitas di dunia maya untuk berpetualang dan mencari ide-ide baru (Tuten dan Bosnjak, 2001). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 5: Faktor neuroticism memengaruhi niat menggunakan internet dengan gender dan usia sebagai variabel kendali. C. Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah deskriptif-konfirmatori, yaitu penelitian yang bertujuan mereplikasi dan menguji model penelitian yang telah ada dengan menggunakan pendekatan survei. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Kepribadian adalah serangkaian karakteristik yang tetap dan kecenderungan yang digunakan untuk melihat persamaan sekaligus perbedaan seseorang dengan orang lain dalam fikiran, perasaaan dan tindakan. Pengukuran menggunakan instrumen Five Factor Personality dari International Personality Item Pool (IPIP) yang dikemukakan oleh Goldberg (1990) yang terdiri atas lima dimensi, yaitu openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Masing-masing dimensi diukur dengan skala likert mulai poin 1 yang menyatakan sangat tidak setuju sampai dengan poin 5 yang menyatakan sangat setuju dengan menggunakan 10 item pertanyaan untuk setiap dimensi. Pertanyaanpertanyaan ini diadopsi dari Buchanan et al. (2005). Setiap konstruk kepribadian terdiri atas dimensi yang disebut dengan facet yang terdiri atas dua indikator pengukur, yaitu indikator favorable yang menunjukkan hubungan positif dengan facet nya dan indikator non-favorable yang menunjukkan hubungan negatif dengan facet nya. Setiap indikator facet akan dinilai dengan cara melakukan pen-skoran. Niat perilaku adalah suatu keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang didorong oleh sikap, minat dan kepercayaan. Niat perilaku diukur dengan skala likert mulai poin 1 yang menyatakan sangat tidak setuju sampai dengan poin 5 yang menyatakan sangat setuju. Variabel ini diukur dengan menggunakan tiga pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Davis et al. (1989). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu (FEUnib) yang merupakan pengguna internet, termasuk mahasiswa Program Magister Manajemen (MM) dan Program Ekstensi. Pemilihan subjek penelitian tersebut didasarkan pada terpenuhinya kriteria penelitian, yaitu sebagai pengguna internet dalam lingkungan pendidikan tinggi. Prosedur pengambilan sampel yang
Page 4 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
digunakan dalam penelitian ini adalah secara non-probability dengan menggunakan teknik convenience sampling. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dari sumber primer. Metode pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional selama bulan Juni 2008 sebanyak 350 jumlah sampel dengan struktur pertanyaan tertutup. Pengujian Instrumen Penelitian (Uji Validitas dan Uji Reliabilitas) Validitas internal terdiri atas validitas kualitatif dan validitas konstruk. Validitas kualitatif terdiri atas validitas tampang (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas kualitatif dilakukan menggunakan pertimbangan akademisi dan peneliti dalam bidang sistem teknologi informasi. Validitas konstruk terdiri atas validitas konvergen dan validitas diskriminan. Uji validitas konstruk dalam penelitian ini menggunakan aplikasi SmartPLS versi 2.0. Hasil pengujian model pengukuran menunjukkan seluruh konstruk memenuhi kriteria uji validitas konvergen dan diskriminan. Hal tersebut terlihat dari nilai AVE dan Communality di atas 0,7. Selain uji validitas, penelitian ini juga melakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi internal alat ukur. Uji reliabilitas dalam aplikasi SmartPLS versi 2.0., dapat menggunakan dua metode, yaitu Cronbach’s alpha dan Composite Reliability. Hasil pengujian model pengukuran menunjukkan semua konstruk memenuhi kriteria uji reliabilitas yang ditunjukkan dengan nilai cronbach’s alpha dan composite reliability di atas 0, 6. Teknik Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan menggunakan analisis regresi berbasis Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan aplikasi SmartPLS versi 2.0. Penulis menggunakan PLS karena selain menguji model pengukuran juga menguji model struktural. D. Analisis Data dan Bahasan Karakteristik Sampel Penelitian Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau mahasiswa pengguna internet di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu. Dari 350 kuesioner langsung yang disebarkan pada mahasiswa FE Unib, sebanyak 348 yang kembali. Dari 348 kuesioner yang kembali tersebut, 323 (135 pria dan 188 wanita) yang dapat diolah lebih lanjut karena 25 kuesioner tidak lengkap atau kecenderungan hanya mengisi satu pilihan skala (tendensi sentral). Pengujian Model Struktural (Structural Model) Model struktural dalam PLS dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk variabel dependen dan nilai koefisien pada path ( β ) untuk variabel independen yang kemudian dinilai signifikansinya berdasarkan nilai t-value setiap path. Untuk menilai signifikansi model path antar konstruk dalam model struktural dilihat dari t-value path antar konstruk atau dengan melihat nilai p-value. Berikut koefisien path yang ditunjukkan oleh nilai t dan p seluruh konstruk. Tabel 1. Koefisien Beta, t value dan P value Konstruk Konstruk
t value
P value
Beta Coefficient
Agreeableness -> Intention to Use
1.310258 0.191042
0.089738
Conscentiouness -> Intention to Use
0.66859 0.504236
0.041866
Extraversion -> Intention to Use
1.022005 0.307546
0.060937
Neuroticism -> Intention to Use
0.94432 0.345714
-0.057356
0.234931 Opennes to Experience -> Intention to Use 4.537582 8.04E-06 Sumber: Data mentah diolah, 2008 Berdasarkan nilai Beta Koefisien, nilai t dan nilai p di atas, hasil uji hipotesis menunjukkan hanya faktor openness to experience yang signifikan berpengaruh terhadap niat penggunaan internet. Hasil ini sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Tuten dan Bosnjak (2001) yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan karakter yang cenderung mencari hal-hal baru akan termotivasi untuk melakukan aktifitas di dunia maya untuk berpetualang dan mengeksplorasi ide-ide baru. Hal ini didukung
Page 5 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
oleh indikator-indikator pengukur yang signifikan, menunjukkan bahwa karakter yang menyukai seni, imaginasi yang tinggi dan suka mendengar ide-ide baru, merupakan pendorong pemakai untuk menggunakan internet. Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang merupakan kategori manusia dewasa muda yang memiliki imaginasi, cita-cita, keinginan dan ide-ide baru, merupakan tipikal yang kondusif untuk menggunakan internet. Karena itu, bagi lembaga pendidikan, penting untuk mempertimbangkan informasi ini sebagai dasar pengambilan keputusan investasi TI. Fasilitas dan infrastruktur yang mampu memfasilitasi keinginan dan ide-ide mahasiwa untuk belajar dan berkembang menjadi penting untuk dipertimbangkan. Secara umum, hasil R2 untuk uji simultan seluruh variabel independen terhadap variabel dependen menunjukkan pengaruh yang lemah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0.331, artinya bahwa kemampuan seluruh variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen hanya sebesar 33 persen. Namun, sekali lagi bahwa R2 bukanlah parameter tunggal untuk signifikansi estimasi model, yang terpenting adalah relevansi hasil penelitian dengan dukungan teori yang ada. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa model penelitian yang diajukan dan dihasilkan dari penelitian ini adalah signifikan dan mampu menjelaskan fenomena keberterimaan dan adopsi internet dilihat dari aspek kognitif perseptual dan kepribadian disposisional. Bahasan Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh faktor kepribadian disposisional terhadap niat penggunaan internet. Hasil pengujian hipotesis faktor kepribadian menunjukkan hanya faktor openness to experience yang berpengaruh terhadap niat penggunaan internet. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian McElroy et al. (2007) dan Tuten dan Bosnjak (1991) yang menemukan bahwa hanya karakter openness to experience yang memiliki pengaruh kuat terhadap niat penggunaan internet secara umum. Seperti pada penjelasan sebelumnya, openness to experience merupakan karakter yang menyukai ide-ide abstrak, seni dan artistik, mencoba hal-hal baru, suka berpetualang dan memiliki imaginasi tinggi. Karakteristik tersebut mendorong manusia untuk menggunakan internet sebagai media untuk mencari ideide baru, mewujudkan imaginasi dan berpetualang di dunia maya. Sejalan dengan hasil pengujian variabel kendali, terlihat bahwa usia berpengaruh negatif terhadap niat penggunaan internet. Artinya, usia yang lebih muda cenderung lebih menerima dan mau menggunakan internet dibandingkan usia tua. Hal ini sejalan dengan karakter openness to experience yang dominan melekat pada usia muda, khususnya mahasiswa dalam kontek penelitian ini. Sementara itu, faktor kepribadian yang lain, yaitu neuroticism, agreeableness, extraversion dan conscentiousness tidak berpengaruh terhadap niat penggunaan internet. Hasil pengujian di atas memberikan informasi penting bagi lembaga pendidikan tinggi dalam investasi dan pengembangan SI bahwa faktor kepribadian disposisional merupakan prediktor kuat keberterimaan TI. Untuk itu, dalam investasi TI lembaga pendidikan tinggi seharusnya melakukan proses edukasi dan sosialisasi yang tepat dan membangun fasilitas TI yang sesuai dengan karakter pengguna. Ketepatan aplikasi sistem informasi dan proses sosialisasi yang tepat menentukan kesuksesan implementasi sistem informasi di lingkungan akademik. Secara umum hasil penelitian ini memberikan kontribusi dan penegasan atas kesenjangan teoritis dan empiris dalam riset SI keperilakuan bahwa faktor kepribadian disposisional merupakan prediktor niat penggunaan internet di lingkungan perguruan tinggi. Namun, pengembangan model penelitian yang melibatkan faktor kognitif merupakan hal yang penting untuk dilakukan agar konsep dan teori keberterimaan TI yang telah mapan saat ini dan berbasis pada dimensi kognitif perseptual dapat dikembangkan dengan melibatkan dimensi kepribadian pengguna sistem. Untuk itu, penelitian selanjutnya perlu mengkaji pengaruh faktor kepribadian situasional yang sedang dikembangkan dalam riset SI keperilakuan saat ini. D. Penutup Simpulan Dalam domain ilmu psikologi, konsep kepribadian dibedakan menjadi dua konsep, yaitu disposisional dan situasional. Dalam kontek riset SI, konsep disposisional sulit diaplikasikan secara langsung karena kontek TI yang cenderung bersifat situasional. Karena itu, penelitian ini bertujuan menguji pengaruh faktor kepribadian disposisional dalam keberterimaan TI. Alasan utama peneliti melakukan pengujian adalah adanya keterbatasan penelitian tentang keberterimaan TI yang menggunakan menggunakan faktor tersebut. Dalam penelitian ini, kepribadian disposisional diukur dengan menggunakan model IPIP.
Page 6 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
Hasil penelitian memberikan kontribusi penting bagi lembaga pendidikan tinggi yang sedang mengembangkan sistem informasi bahwa pada lingkungan pendidikan tinggi bahwa keberterimaan teknologi internet lebih didominasi oleh orang-orang dengan karakter openness to experience, yaitu orang-orang yang memiliki sifat suka mencari pengalaman, ilmu, ide-ide baru dan tertantang untuk mencoba sesuatu yang baru. Untuk itu, pengembangan aplikasi TI yang sesuai dengan karakteristik pengguna dan proses sosialisasi yang tepat menentukan kesuksesan implementasi sistem informasi. Keterbatasan dan Rekomendasi Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan atau kelemahan, antara lain: penelitian ini hanya meneliti penggunaan satu TI, yaitu internet, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisir untuk penggunaan TI yang lain, subjek penelitian terbatas pada pemakai TI di lingkungan perguruan tinggi yang merupakan lingkungan akademik, sehingga hasil penelitian sulit digeneralisir untuk subjek penelitian lain dan terlalu banyak item-item pertanyaan untuk mengukur konstruk kepribadian, membuat responden tidak serius atau lelah dalam mengisi kuesioner. Dampak dari kondisi tersebut menyebabkan banyak indikator-indikator dari konstruk kepribadian yang tidak valid. Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian, rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini antara lain: penelitian berikutnya dapat menggunakan model penelitian yang sama untuk mengukur keberterimaan dan adopsi TI selain internet yang berbasis web, seperti TI berbasis teknologi komunikasi seluler, penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas sampel penelitian, tidak hanya pada lingkungan perguruan tinggi tetapi pada lingkungan pengguna TI yang lebih luas, misalnya pelaku e-commerce, dan jika penelitian selanjutnya menggunakan konstruk-konstruk kepribadian disposisional, maka pada saat pengumpulan data sebaiknya dilakukan kendali yang ketat terhadap responden untuk menghindari bias respon, misalnya dengan mendampingi responden pada saat mengisi kuesioner (self-administered questionnaire) atau dengan memberikan kompensasi yang dapat menstimuli responden untuk mengisi kuesioner lebih baik. Referensi Agarwal, R. and Karahanna, E. (2000) Time flies when you are having fun: cognitive absorption and beliefs about information technology usage. MIS Quartely, Vol. 24, pp. 418-430. Amiel, T. and Sargent, S.L. (2004). Individual differences in internet usage motives. Computers in Human Behavior, Vol. 20, No. 6, pp. 711-726. Buchanan, T., Jhonson, J.A. and Goldberg, L.R. (2005) Implementing a five-factor personality inventory for use on the internet. European Journal of Psychology Assessment, Vol. 22, No. 2, pp. 115127. Burkhat, M.E. and Brass, D.J. (1990) Changing patterns or patterns of change: the effects of a structure and power. Administrative Science Quartely, Vol. 35, pp. 104-127. Cambre, M.A. and Cook, D.L. (1985). Computer anxiety: definition, measurement and correlates. Journal of Educational Computing Research, Vol. 1, No. 1, pp. 37-54. Cooper, Donald R. and Pamela S. Schindler (2006), Business Research Methods, 9th ed., New York, NY: Irwin/McGraw-Hill. Costa, P.T. and McCrae, R.R. (1992). Revised NEO Personality inventory (NEO-PI-R) and NEO FiveFaktor inventory (NEO-FFI) professional manual. Psychological Assessment Resources, Odessa, FL. Davis, F.D., Bagozzi, R.P. and Warhsaw, P.R. (1989). User acceptance of computer technology: a comparison of two theoritical models. Management Science, Vol. 35, No. 8, pp. 982-1003. Goldberg, L. R. (1990). An alternative “description of Kepribadian”: The big-five factor structure. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 59, pp. 1216-1229. Gozali, I. (2006) Structural Equation Modelling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square – PLS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J.F. Jr., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. and Tatham, R.L. (2006) Multivariate Data Analysis, 6th ed., NJ, Pearson Prentice Hall. Hartono, J.M. (2007a). Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi I, Andi Offset, Yogyakarta. Hartono, J.M. (2007b). Sistem Informasi Strategis. Edisi I, Andi Offset, Yogyakarta. Hartono, J.M. (2008a). Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Edisi I, Andi Offset, Yogyakarta. Hartono, J.M. (2008b). Pedoman Survei Kuesioner: Mengembangkan Kuesioner, Mengatasi Bias dan Meningkatkan Respon. Edisi I, BPFE, Yogyakarta.
Page 7 of 8
Simposium Nasional Sistem Teknologi Informasi (SNSTI) Universitas Gajah Mada, 27-28 Januari 2009
Heinssen, R.K., Glass, C.R. and Knight, L.A. (1987) Assessing computer anxiety: development and validation of the computer anxiety rating scale. Computers in Human Behavior, Vol. 3, No. 1, pp. 49-59. Landers, R.N. Lounsbury, J.W. (2006). An investigation of Big Five and narrow Personality traits in relation to internet usage. Computers in Human Behavior, Vol. 22, No. 2, pp. 283-293. Lee, Y., Kozar, K.A. and Larsen, K.R.T. (2003). The technology acceptance model: past, present and future. Communication of the Association for Information Systems, Vol. 12, No. 50, pp. 752-780. Lucas, H.C., Jr. (1974) System quality, user reactions and use of information system. Management Informatics, Vol. 3, No. 4, pp. 207-212. Lucas, H.C., Jr. (1975) User reactions to computer operations. Sloan Management Review, Vol. 3, No. 15, pp. 59-67. McElroy, J.C., Hendrickson, A.R., Townsend, A.M. and DeMarie, S.M. (2007). Dispositional factors in internet use: personality versus cognitive style. MIS Quarterly, Vol. 31, No. 4, pp. 809-820. McCrae, R.R. and Costa, Jr., P.T. (1989) More Reason to Adopt the Five-Factor Model. American Psychology. Robey, D. (1983). Cognitive style and DSS design: a comment on Huber’s paper. Management Science, Vol. 29, No. 2, pp. 580-582. Salisbury, W.D., Chin, W.W., Gopal, A. and Newsted, P.R. (2002) Research report: better theory through measurment-developing a scale to capture consensus on appropiation. Information System Research, Vol. 13, No. 1, pp. 91-103. Tenenhaus, M., Vinzi, V.E., Chatelin, Y.M. and Lauro, C. (2005) PLS path modelling. Computational Statistics and Data Analysis, Vol. 48, pp. 159-205. Thatcher, J.B., Misty L.L., Jaejoo, L. and McKninght, D. H. (2007) Internet Anxiety: An empirical study of the effects of personality, beliefs and social support. Information Management, Vol. 44, pp. 353-363. Tuten, T. and Bosnjak, M. (2001). Understanding differences in web usage: the role of need for cognition and the Five Factor Model of Personality. Social Behavior and Personality, Vol. 29 No. 4, pp. 391-398. Zmud, R.W. (1979). Individual differences and MIS success: a review of the empirical literature. Management Science, Vol. 25, No. 10, pp. 966-97.
Page 8 of 8