Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
PENERAPAN SISTEM SURJAN UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN DI LAHAN PASANG SURUT Desa Lagan Ulu Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjajung Jabung Timur, Jambi” Dakhyar Nazemi, Y. Rina, I. Ar-Riza dan S. Saragih Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa RINGKASAN Lahan rawa pasang surut mempunyai potensi yang besar dan berpeluang besar bagi pengembangan usaha pertanian sekaligus untuk peningkatan pendapatan petani. Potensi dan peluang tersebut dapat di aktualisasikan dengan cara melakukan kegiatan penataan lahan dan komoditas, berdasar karakteristiknya. Di Lahan pasang surut Kalimantan Selatan teknologi penataan lahan sistem surjan telah banyak diterapkan oleh petani. Penataan lahan sistem surjan berkembang cukup pesat di lahan pasang surut Kalimanatan Selatan karena selain dapat mendukung usaha pertanian diversifikasi juga dapat meningkatkan pendapatan petani. Di sejumlah daerah lainnya yang mempunyai lahan rawa pasang surut, pada umumnya belum mempunyai informasi detail tentang teknologi penataan lahan sistem surjan, sehingga usaha pertaniannya masih bersifat monokultur dengan pendapatan yang masih relatif rendah. Kecamatan Geragai mempunyai potensi lahan pasang surut yang cukup luas, sekitar 700 ha. Potensi yang demikian besar belum dimanfatkan secara optimal, komoditas yang diusahakan adalah padi sekali setahun dengan hasil yang relatif masih rendah rata-rata 1,5- 2,0 t/ha GKP, walapun dibeberapa lokasi ada yang lebih tinggi (Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2007). Petani telah memanfaatkan lahan ini untuk budidaya padi sekali setahun, dengan teknologi yang masih sederhana sehingga hasilnya masih rendah 2 t/ha. Disamping itu terdapat fenomena lain yaitu telah mulai terjadi kecenderungan (trend) perubahan yang mengarah ke komoditas perkebunan terutama kelapa sawit, dengan cara membuat saluran drainase intensif. Sebagai upaya mengantisipasi kondisi tersebut pemerintah daerah (Dinas Pertanian) berupaya meningkakan produktivitas lahan rawa, melalui berbagai program, diantaranya program nasional TONGGA PRODI yang mencakup 38 Kabupaten yang mempunyai lahan rawa (Purwanto, 2006), dan rencana penataan lahan dan pencetakan sawah baru seluas 450 ha (Dinas Pertanian Provinsi Jambi, 2006). Peningkatan produktivitas lahan rawa dan diversifikasi komoditas, salah satunya dapat dilakukan dengan cara menerapkan teknologi penataan lahan sistem surjan untuk usahatani berbasis padi, dengan tanaman pendukung sayuran, palawija maupun tanaman tahunan (tanaman buah, tanaman industri) seperti pada beberapa wilayah lahan rawa di Kalimantan (ArRiza, 2002, Balitrra, 2004). Penerapan sistem surjan seluas 1 ha dengan komoditas padi dan sayuran memberikan pendapatan petani sebesar Rp.9.356.625./ha. Kata Kunci : Penataan lahan, Pendapatan, Diversifikasi, Lahan Pasang Surut I. PENDAHULUAN Lahan rawa makin penting peranannya dalam pembangunan pertanian, mengingat potensi lahan rawa di Indonesia yang luasnya 35,3 juta hektar, yang terdiri atas 20,11 jt ha rawa pasang surut dan rawa lebak 13,3 jt ha (Swamps-II, 1991; Widjaja Adhi et al., 1992). Usaha pengembangan pertanian di lahan rawa masih relatif lambat dan hasil yang diperoleh selama ini masih rendah, sehingga berbagai upaya perlu terus dilakukan. Rendahnya hasil selain
474
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
berhubungan erat dengan kendala fisiko-kimia tanah, regim air, tanah yang bersifat masam sampai dengan sangat masam, kandungan N, P dan K sangat bervariasi rendah sampai dengan sangat rendah (Nazemi et al ., 2003), juga disebabkan oleh pemilihan dan penerapan teknologi yang masih belum mengacu pada kondisi spesifik lokasi dan sosial-budaya setempat (Sutikno dan Rina, 2002). Kecamatan Geragai mempunyai potensi lahan pasang surut yang cukup luas, sekitar 700 ha. Potensi yang demikian besar belum dimanfatkan secara optimal, komoditas yang diusahakan adalah padi sekali setahun dengan hasil yang relatif masih rendah rata-rata 1,5- 2,0 t/ha GKP, walapun dibeberapa lokasi ada yang lebih tinggi (Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2007). Petani telah memanfaatkan lahan ini untuk budidaya padi sekali setahun, dengan teknologi yang masih sederhana sehingga hasilnya masih rendah 2,0 t/ha. Disamping itu terdapat fenomena lain yaitu telah mulai terjadi kecenderungan (trend) perubahan yang mengarah ke komoditas perkebunan terutama kelapa sawit, dengan cara membuat saluran drainase intensif. Sebagai upaya mengantisipasi kondisi tersebut pemerintah daerah (Dinas Pertanian) berupaya meningkakan produktivitas lahan rawa, melalui berbagai program, diantaranya program nasional TONGGA PRODI yang mencakup 38 Kabupaten yang mempunyai lahan rawa (Purwanto, 2006), dan rencana penataan lahan dan pencetakan sawah baru seluas 450 ha (Dinas Pertanian Provinsi Jambi, 2006). Peningkatan produktivitas lahan rawa, salah satunya dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem usahatani berbasis padi, dengan tanaman pendukung sayuran, palawija maupun tanaman tahunan (tanaman buah, tanaman industri) seperti pada beberapa wilayah lahan rawa di Kalimantan (Ar-Riza, 2002, Balitrra, 2004). Namun demikian menurut Alihamsyah dan Ar-Riza. (2004), optimalisasi produksi pertanian di lahan rawa akan dapat tercapai jika dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang tepat, yaitu melalui kegiatan karakterisasi lahan, penataan lahan, dan dengan menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan tanaman terpadu (PLTT). Penerapan teknologi yang terpadu pada lingkungan spesifik berdasar karakter lahan dan perferensi wilayah dengan menggunakan inovasi (inovation) dan capital driven yang didukung oleh kelembagaan yang aktif dan kondusif, akan dapat meningkatkan hasil usahatani, pemanfaatan sumberdaya lebih efektif dan efisien serta keberlanjutannya akan lebih baik. II. PENATAAN LAHAN SISTEM SURJAN Penataan lahan perlu dilakukan untuk membuat lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam melakukan penataan lahan perlu diperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Berdasarkan sistem pembuatan, surjan dapat dibagi menjadi dua cara pembuatan yaitu (1) yang dibuat sekaligus, dan (2) yang dibuat secara bertahap (tukungan). Karena dalam pembuatan surjan sekaligus diperlukan tenaga kerja sekitar 500 HOK/ha yang tentunya memerlukan biaya yang besar, maka petani tradisional di Kalimantan banyak memilih cara bertahap dengan membuat tukungan/gundukan. Dengan dimensi awal lebar bawah 2-3 m, tinggi 0,5-0,6 m dan setiap musim panen dilebarkan dan ditinggikan . Tukungan ini dibuat berjajar dengan jarak tertentu. Apabila tanaman yang dibudidayakan cukup besar maka tukungan ini duhubungkan atau tersambung memanjang satu sama lain membentuk surjan. Untuk tanah sulfat masam potensial pengolahan tanah dan pembuatan surjan sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Guludan dibuat secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan atas dimaksudkan untuk menghindari oksidari pirit.
475
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Di lahan pasang surut tipe luapan B dan C dapat dikembangkan penataan lahan sistem surjan, dengan dimensi lebar surjan 3-5 m, dan tinggi 0,50,6 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 15 m. Setiap ha lahan dapat dibuat 6-10 surjan, dan 5-9 tabukan. Untuk tipe luapan D lebih baik untuk sistem pertanian lahan kering. Untuk tanah gambut tekstur lapisan tanah dibawahnya sangat menentukan dalam pola pemanfaatan lahannya. Arah surjan disarankan memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari yang cukup. Untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya, surjan setiap musim atau setiap tahun ”dilibur” (disiram lumpur) yang diambil dari sekitarnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat arahan penataan lahan pada reklamasi dan pengembangan lahan pasang surut. Tabel 1. Anjuran penataan lahan pada reklamasi dan pengembangan lahan pasang surut Tipologi lahan Potensial Sulfat masam Bergambut Gambut dangkal Gambut sedang Gambut dalam Salin
Tipe luapan air A Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah/Tambak
B Sawah/surjan Sawah/surjan Sawah/surjan Sawah Konservasi Konservasi Sawah/Tambak
C Sawah/surjan/tegalan Sawah/surjan/tegalan Sawah/tegalan Tegalan/kebun Tegalan/perkebunan Perkebunan/HTI -
D Sawah/tegalan/kebun Sawah/tegalan/kebun Sawah/tegalan/kebun Tegalan/kebun Perkebunan/HTI Perkebunan/HTI -
Sumber : Widjaya Adhi (1995) dan Alihamsyah et al. (2000).
III. SISTEM SURJAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN Untuk meningkatkan daya guna lahan pasang surut, dapat dikembangkan dengan tanaman padi dan non padi, tanaman padi dapat ditanam di areal sawah, sedangkan tanaman selain padi dapat ditanam di lahan keringnya. Gabungan cara pengelolaan demikian disebut dengan sistem surjan. Menurut Anwarhan (1986) dan anonim (1985) adalah sebagai berikut : (1) untuk diversifikasi tanaman (2) menjaga agar tanah tidak menjadi asam (3) mengurangi bahaya kekeringan (4) mengurangi keracunan akibat genangan (5) resiko kegagalan dapat diperkecil (6) distribusi tenaga kerja lebih merata dan tenaga kerja keluarga dapat lebih banyak dimanfaatkan (7) pendapatan petani dapat ditingkatkan dan (8) cropping intensity bertambah. Penerapan sistem surjan memerlukan investasi yang lebih besar, investasi terdiri dari investasi pembuatan surjan dan investasi pembelian alat-alat seperti cangkul, parang dsb. Hasil analisis sistem surjan seluas 1 ha dengan tanaman padi varietas IR 66 dibagian tabukan dan tanaman sayuran di guludan disajikan pada Tabel 2. Perhitungan dilaksanakan berdasarkan asumsi nilai ekonomis guludan 5 th dan alat-alat pertanian (sekop, cangkul, dll) 3 tahun, dengan asumsi demikian maka untuk memperhitungkan penyusutan diperlukan perhitungan discount factor, untuk memperhitungkan nilai kini dari investasi-investasi tersebut dibagi dengan umur ekonomisnya. Dalam perhitungan tersebut, tingkat bunga yang digunakan adalah 12%, berdasar tingkat bunga pinjaman kredit usahatani sebesar 12%. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai penyusutan sebesar Rp. 460.540/th.
476
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Tabel 2. Analisa biaya dan pendapatan usahatani padi dan sayuran seluas 1 ha, pilot pengembangan di Desa Lagan Ulu, Kec. Gargai Provinsi Jambi. No
Uraian
.
Sawah Padi
Guludan Cabai
Tomat
Kubis
Terung
Kangkung
Total
1.
Luas (ha)
0,945
0,011
0,011
0,011
0,011
0,011
1
2.
Produksi (kg/ikat)
3.525
224
225
337,5
390
632,5
-
3.
Produksi beras (kg)
2.291
-
4.
Penerimaan Rp.
13.746.000
2.240.000
1.350.000
1.181.250
780.000
442.750
19.740.000
5.
Biaya total
7.657.812
723.083
653.208
508.208
516.208
324.858
10.383.377
Sarana produksi
1.637.840
299.375
309.500
150.500
218.500
51.750
2.667.465
Tenaga kerja (Rp)
6.019.972
331.600
251.600
265.600
205.600
181.000
7.255.372
Penyusutan 6.
Keuntungan
7.
R/C
6.088.188 1,79
-
-
-
-
-
92.108
92.108
92.108
92.108
92.108
460.540
1.516.917
696.792
673.042
263.792
117.892
9.356.623
3,09
2,06
2,32
1,51
1,36
1,90
Keterangan: Harga beras Rp 6000/kg, cabai Rp 10.000/kg, tomat Rp 6000/kg, kubis Rp 3.500/kg, terung Rp 200/kg dan jkangkung Rp 700/ikat
Pada usahatani berbasis padi, jika dikonversikan ke dalam 1 ha, maka varietas padi IR66 mencapai 3,75 t/ha, cabai 20,3 t/ha, tomat 20,4 t/ha, kubis 30,7 t/ha, terung 35,4 t/ha dan kangkung 14,4 t/ha. Berdasarkan hasil analisis biaya dan pendapatan dengan memasukkan nilai penyusutan surjan dan alat-alat sebesar Rp 460.540/th pada awal pengeluaran, maka diperoleh keuntungan dari usahatani padi sebesar Rp 6.088.188/0,94 ha, cabai Rp 1.516.917/0,01 ha, tomat Rp 696.792/0,01 ha dan kubis Rp 673.042/0,01 ha. Pengusahaan komoditas padi, tomat, cabai dan kubis cukup efisien, ditunjukkan dengan nilai R/C > 1. Dari ketiga komoditas yang paling efisien adalah cabai, kemudian diikuti tomat dan kubis. Usahatani dengan sistem surjan dengan pola padi + sayuran seluas 1 ha diperoleh keuntungan sebesar Rp 9.356.623/ha.
Gambar 1. Keragaan tanaman Tomat dan Kubis yang ditanaman pada surjan di Desa Lagan Ulu, Kecamatan Geragai
Gambar 2. Keragaan tanaman Kangkung darat dan Cabai, yang ditanam pada surjan di Desa Lagan Ulu, Kecamatan Geragai.
477
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Pada model ini tanaman jeruk baru ditanam, dan akan mulai berproduksi pada tahun ke-4 atau ke-5, sehingga dengan demikian pada tahun ke-5, tanaman sayuran hanya bisa diusahakan maksimal dua baris dalam satu surjan, sehingga pendapatan dari sayuran akan menurun, tetapi tanaman jeruk akan memberikan kontribusi hasil yang lebih tinggi. Menurut Rina et al., 2006, usahatani padi + jeruk di lahan pasang surut cukup layak dikembangkan karena dengan tingkat bunga 12 %, 15 %, dan 40 % ,diperoleh nilai B/C >1, Net Present Value Positive, masa pengembalian investasi lebih kecil dari umur pengusahaan dan Internal Rate Of Return lebih besar dari tingkat bunga. Sehingga pengembangan sistem surjan dengan tanaman jeruk akan memberikan keuntungan yang cukup besar bisa dinikmati oleh petani. IV. KESIMPULAN 1. Peningkatan produktivitas lahan rawa dan diversifikasi komoditas di kecamatan Geragai, kabupaten Tanjung Jabung Timur, provinsi Jambi, salah satunya dapat dilakukan dengan cara menerapkan teknologi penataan lahan sistem surjan untuk usahatani berbasis padi, dengan tanaman hortikultura sebagai pendukung. 2. Penerapan sistem surjan seluas 1 ha dengan komoditas padi dan sayuran memberikan pendapatan petani sebesar Rp.9.356.623./ha. V. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1984. Sistem Surjan di Kabupaten Daerah Tingkat II Demak, Jawa Tengah Anwarhan dan S. Sulaiman. 1985. Pengembangan Pola Usahatani di Daerah Lahan Pasang Surut dalam rangka peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. IV no 4. Jakarta. Ar-Riza, I. 2002. Peningkatan produksi padi lebak. Makalah Seminar Nasional. Perhimpunan Agronomi Indonesia, PERAGI, tanggal 29-30 Oktober 2002 di Bogor. Balittra. 2004. Laporan Tahunan 2003. Balai Penelitian Pertanian Lahan rawa. Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2007. Laporan Tahunan tahun 2006. Dinas pertanian Provinsi Jambi. 2006. Laporan Tahunan 2005. Nazemi, D., S. Saragih dan Y. Rina. 2003. Laporan akhir proyek penelitian sumberdaya lahan rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Purwanto, S. 2006. Kebijakan Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Dalam prosiding seminar nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan pertanian. Balai Penelitian Pertanian Lahan rawa. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Rina, Y, Noorginayuwati dan S.S.Antarlina. 2006. Analisis Finansial Usahatani Jeruk pada Sistem Surjan di Lahan Pasang Surut. Dalam Setiadjit, Sulusi Prabawati, Yulianingsih dan T.M.Ibrahim (Penyunting). Prosiding Ekspose Nasional Agribisnis Jeruk Siam. Kerjasama BPTP KalBar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Sambas. Pontianak
478
Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5
Sutikno,H dan Y.Rina, 2002. Kondisi sosial ekonomi petani lahan pasang surut. Dalam. Ar-Riza, Sarwani dan Alihamsyah (ed). Monograf. Pengelolaan Air dan Tanah di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,Banjarbaru. Swamps-II. 1991. Farming Systems in Indonesia’s tidal swamps. Res. Highlights 1987- 1990. AARD-Swamps-II project. Jakarta. Indonesia. Widjaya Adhi, IGP., K. Nugroho, D.S. Ardi, dan A.S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam prosiding “Pertemuan Nasional Pengembangan Lahan Pertanian Pasang Surut dan Rawa . Cisarua, 34 Maret 1992.
479