SAJAK Talakee ampon beubagah-bagah Lam murka Allah bek le keurija Nanggroe Aceh nyoe tajaga marwah Jaga meutuah agam ngon dara Tajak u Medan ta-ek Anugrah Jiplung that bagah bak jalan raya Sabe meudoa keudeh bak Allah Seuramo Meukah bek le na bala
N0. 1 ■ 6 AGUSTUS 2005 ■ DUA MINGGUAN
REKONSTRUKSI ACEH
■ Oleh: HILMI HASBALLAH
Carut Marut Pembagian jadup
Tuntutlah Ilmu Meski Tinggal di Tenda
2 3 4
Tsunami di Aceh telah menyebabkan lebih dari 500 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Diperlukan 270 ribu lebih rumah untuk semua pengungsi. Banyak kendala dan masalah pembuatan rumah sehingga baru beberapa persen saja yang baru selesai. Itu pun dengan bentuk yang berbeda-beda. Baca Cerita Sampul hal 4-5
Mereka Menanti Rumah
5
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Sebuah Kabar “Bahagia” dari Pengungsian Asri Zaidir Banda Aceh
[email protected]
Standar Rumah Tahan Gempa
Ke kampung Aku Kembali
7
KAMP pengungsian Mata Ie sebentar lagi akan punya “penghuni” baru. Penghuni baru itu akan menetap di barak pengungsian Blok C. “Doakan selamat ya, karena ini adalah anak kami yang pertama,” kata Karmila (23) dan disenyumi oleh suaminya Syamsul (25). Syamsul dan Karmila adalah pasangan pengungsi pertama yang menikah di tempat penampungan. Pertemuan mereka berawal dari saling bertukar pandangan. Ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, rasa pertemanan yang terjalin akhirnya berubah menjadi cinta. Dan kemudian, dikukuhkannya cinta mereka dalam ikatan perkawinan.
Keguguran Pasangan baru itu kemudian tinggal di tenda pemberian donatur Kendati tenda itu telah telah koyak akibat terjangan kerbau, wajah bahagia tetap tidak bisa disembunyikan. Ini adalah kehamilan Karmila yang kedua. sebelumnya dia sempat hamil namun keguguran. Memang selama hamil, Karmila jarang memperoleh makanan bergizi. Tak heran kandungannya rentan. Setelah keguguran, dia sempat sakit karena kurang sterilnya perawatan tim media. Syukurlah, dia bisa hamil lagi. Galau Meskipun bahagia dengan rencana kedatangan si buah hati, pasangan muda ini mengaku sempat galau. Kehidupan di depan memang akan makin berat dengan seorang bayi. “Mau gimana? saat ini yang ada uang di kami hanya Rp. 200 ribu, mau beli apa
pakai uang segitu. Saat ini kami mikir untuk biaya persalinannya dulu lah” ucap Karmila pilu. Sehingga tak heran, Syamsul dan Karmila begitu bersemangat ketika ada pembagian uang jatah hidup (Jadup) di kamp pengungsian Mata Ie. Rencananya uang jadup itu akan disimpan sebagai tambahan biaya persalinan. Apalagi bila Karmila harus dioperasi. “Syukurlah, uang jadup ini dibagikan,” kata Syamsul. Cuma berharap Kini Karmila dan Syamsul hanya dapat berharap cemas dalam menantikan kelahiran anak pertama mereka di tempat pengungsian. Harapannya tentu saja, nasib sang anak akan lebih baik daripada nasib orangtuanya.
2
ANTI KORUPSI
CEUREUMeN
■ ■ ■ TANYA JAWAB Rumah Sakit Masih Gratis Tanya:Apakah pengobatan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh masih gratis? Jawab: Ya, pengobatan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh masih gratis untuk berbagai keluhan penyakit. Pengobatan akan terus gratis sampai Pemda NAD mencabut subsidinya. Pasien hanya membayar biaya untuk membeli obat-obatan yang jika rumah sakit ini tidak memilikinya.
Cara Mengurangi Dampak Tsunami Tanya: Bagaimana caranya agar dampak gempa dan tsunami sekecil mungkin? Jawab: Ada sejumlah cara untuk mengurangi dampak gempa dan tsunami seminimal mungkin. Misalnya, memperlebar jalan atau lorong, ataupun membuat jalur menuju tempat penyelamatan, menyediakan tempat penyelamatan berupa lapangan olahraga, halaman rumah, dan masjid. Sedangkan untuk mengurangi bencana tsunami, misalnya dengan menyelamatkan diri ke bukit terdekat atau bukit buatan. Bisa pula naik ke bangunan berlantai tinggi dan kuat, adanya alat peringatan dini, menanam pohon-pohon pelindung seperti bakau, dan membangun rumah dan fasilitas yang kokoh.
■ MAHDI ABDULLAH
Carut Marut Pembagian Jadup Asri Zaidir
Yang Berhak Mendapat Rumah Bantuan Tanya: Siapa yang berhak mendapatkan bantuan perumahan? Jawab: Pemilik tanah dan penyewa yang rumahnya mengalami kerusakan akibat bencana gempa dan tsunami. Baik yang mengalami kerusakan ringan, sedang, maupun berat. Untuk kerusakan berat, dilakukan pembangunan kembali. Penilaian tingkat kerusakan dilakukan bersama-sama.
Bila Tanah Tenggelam Tanya: Bagaimana solusinya jika kami tidak punya tanah lagi atau desa kami sudah tenggelam? Jawab: Ada beberapa alternatif untuk ini, antara lain direklamasi lokasi lamanya sepanjang masih memungkinkan secara teknis dan terjangkau, warga menyumbangkan tanahnya bagi yang kehilangan ataupun pemerintah atau pihak lain menyediakan lahan relokasi. Akan tetapi, di antara alternatif itu, semuanya tergantung pada keputusan warga untuk menentukan mana yang terbaik. Secara kolektif disampaikan pemasalahan ini kepada BRR atau instansi lain yang berwenang.
Anda bisa mengirimkan pertanyaan apa pun yang ingin Anda ketahui, terutama mengenai masalah rekonstruksi dan rehabilitasi. Redaksi akan mencarikan jawaban untuk pertanyaan Anda. Kirimkan ke Po BOX 061 Banda Aceh 23001 atau email
[email protected] dengan mencantumkan “Rubrik Tanya Jawab”
Aceh Besar
[email protected]
ALI Bakar (45) sudah bosan mengeluh. Hingga memasuki akhir bulan Juli, lelaki paruh baya asal Desa Lampaya, Kecamatan Lhoknga Aceh Besar ini belum menerima jatah hidup (jadup) sekali pun juga. Selama menjadi korban tsunami, Ali mengandalkan penghasilannya Rp 35.000 dari hasil kegiatan gotong royong. Uang itulah yang menghidupi Ali sekeluarga. “Selama mengungsi di Barak Lampaya, sekali pun saya belum merasakan uang jadup,” ucap Ali kesal. Ali sudah pernah bertanya kepada keusyik (kepala desa) masingmasing. Hasilnya hampir sama, para keusyik meminta masyarakat bersabar karena uang tersebut masih ditangan Pak Camat. “Menurut keusyik, uang jadup yang kini berada di Pak Camat jumlahnya tidak mencukupi untuk dibagikan kepada pengungsi Desa Lampaya,” kata Ali. Alasannya karena masyarakat Desa Lampaya yang tidak terkena dampak tsunami juga mengingin-
kan uang jatah hidup tersebut. Demi mencegah konflik, akhirnya Pak Camat dan keusyik mengurungkan pembagian jadup. Penyaluran secara amburadul Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GERAK) Aceh menyimpulkan bahwa penyaluran jadup untuk pengungsi Aceh memang amburadul dan menyimpang. “ Hingga saat ini standar penerima jadup dan juga pendataan pengungsi masih payah,” kata Akhiruddin Mahyuddin Koordinator LSM GERAK. Karena belum memiliki pendataan pengungsi yang jelas, maka banyak didapat pengungsi yang mendapat dua kali jadup dan ada pula yang sama sekali belum pernah mendapatkan jadup.
Pendataan yang payah itu juga menyebabkan banyaknya pemotongan dan pemalsuan jumlah warga yang menerima jadup. Contohnya Barak Desa Tanjung Kecamatan Lhok Nga Aceh Besar. Jumlah penerima jadup lebih sedikit dari jumlah yang didaftarkan untuk menerima jadup! “Pemerintah harus memperbaiki system, sehingga bisa menghindari pemalsuan data,” kata Akhiruddin. Bagi masyarakat yang menemui penyimpangan penyaluran dana maupun bantuan bisa langsung menghubungi Kantor GeRAK Aceh, Jalan T Lamgugob Lorong Durian no 7 Lamgugob Banda Aceh. Telpon 0651-7412967
Masalah-Masalah Jadup 1. Data pengungsi tidak akurat 2. Adanya pemalsuan data 3. Kriteria penerima jadup tidak jelas 4. Registrasi pengungsi belum baik 5. Adanya pemotongan jadup 6. Keterlambatan pemberian
jadup 7. Terlambatnya laporan pertanggungan jadup sehingga menghambat jadup tahap berikutnya 8. Jumlah alokasi dana untuk jadup lebih kecil dari jumlah pengungsi. ■ Sumber GeRAK Aceh
■ REDAKSI CEUREUMeN ■ Pemimpin Redaksi: Sim Kok Eng Amy ■ Redaktur: Nani Afrida ■ Wartawan: Mounaward Ismail, Said Kamaruzzaman ■ Koordinator artistik: Mahdi Abdullah ■ Fotografer: Hotli Simanjuntak ■ Dengan kontribusi wartawan lepas di Aceh ■ Alamat: PO Box 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected] ■ Percetakan dan distribusi oleh Serambi Indonesia. CEUREUMeN merupakan media dwi-mingguan yang didanai dan dikeluarkan oleh Decentralization Support Facility (DSF atau Fasilitas Pendukung Disentralisasi). DSF merupakan inisiatif multi-donor yang dirancang untuk mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah dengan meningkatkan keselarasan dan efektifitas dukungan dari para donor pada setiap tingkatan pemerintahan. Misi dari CEUREUMeN adalah untuk memberikan informasi di Aceh tentang rekontruksi dan berita yang bersifat kemanusiaan. Selain itu CEUREUMeN diharap bisa memfasilitasi informasi antara komunitas negara donor atau LSM dengan masyarakat lokal.
FOKUS
CEUREUMeN
3
Tuntutlah Ilmu Meski Tinggal di Tenda yang menerima ribuan mahasiswa setiap tahunnya juga terimbas bencana tsunami. Fakultas kedokteran hewan Unsyiah adalah kampus yang paling parah menderita kerusakan. Belum lagi fasilitas kampus lainnya seperti buku, alat olah raga, komputer juga binasa. “Butuh dana milyaran untuk memperbaiki dan pengadaan perlengkapan lagi,” kata Pejabat Rektor I Unsyiah Darni Daud beberapa waktu lalu. Sulitnya tempat tinggal Selain soal fasilitas kampus, banyaknya rumah hancur karena tsunami menyebabkan akan sulit mencari tempat tinggal alias kos-kosan. Jangankan mahasiswa baru, yang lama pun harus tinggal di Tenda. Rektor Universitas Syiah Kuala, Darni Daud mengatakan bah-
wa tahun ini saja Unsyiah akan menampung sekitar 3100 orang mahasiswa baru. Dan belum ada solusi tentang dimana mahasiswa akan tinggal. Darni mengakui ada sejumlah funding yang berjanji akan membantu membuat perumahan atau asrama untuk mahasiswa. Beberapa funding masih berupa komitmen, sementara beberapa diantaranya malah sudah membuat tenda untuk mahasiswa seperti negara Turki dan PT Arun. “Saat ini pihak PT Arun juga sudah mengukur tanah untuk membangun asrama,” kata Darni. Asrama itu diramalkan bisa menampung 100-an mahasiswa. Ada solusi lainnya? “Kami berharap pemerintah dan masyarakat juga pro aktif memecahkan masalah ini,” kata Darni lagi. Semoga. ■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Beberapa mahasiswa IAIN sedang berdiskusi di depan rumah instan sederhana (Risna) di lokasi kampus mereka. Rumah Instan sederhana merupakan rumah sementara yang berukuran sangat kecil dan di huni minimal lima orang setiap rumah
Mike di kawasan Kampus Unsyiah. Dan kini dia terpaksa berdesak-desakan di tenda. Nasib mahasiswa lainnya tak jauh beda. Memang mencari rumah kontrakan saat ini begitu sulit. Hilangnya fasilitas Tahun ajaran semester baru kini di depan mata. Buat mahasiswa Aceh, belum tentu semuanya girang menyambut tahun ajaran baru. Maklum, kondisi sekarang berbeda dibanding sebelum tsunami 26 Desember 2004 lalu. Tsunami banyak memporakporandakan gedung berbagai universitas di Banda Aceh. Beberapa kampus swasta malah rata dengan tanah, seperti kampus Iskandar Tani dan kampus Iskandar Muda. Contohnya Universitas Negeri Syiah Kuala (Unsyiah) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-raniry. Kedua kampus
Maimun/ Banda Aceh
[email protected]
A
YU Purnama Sari kelihatan cemas menunggu saatnya pengumuman Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Dia berharap bisa lulus masuk ke fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Saking berharapnya, dia bersedia tinggal menunggu pengumuman di dalam tenda pengungsian, bersama paman dan neneknya. Mike Wijaya Kesuma, 25 tahun, paman Ayu tak kuasa menolak kehadiran ponakkannya, walau Ia risih ponakannya kepanasan dalam tenda. “Habis gimana tak ada duit untuk ngekos, kos sekarang mahal,” kata Mike Wijaya. Kenapa di tenda? Tsunami memang telah meratakan rumah
Daftar Kerugian Universitas Negeri Syiah Kuala Setelah Musibah Tsunami ■ ■ ■ ■ ○
Dosen Meninggal Mahasiswa meninggal Rumah Dosen Hancur Mahasiswa yatim ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
: : : : ○
○
○
○
111 1400 585 1011 ○
○
○
○
○
orang orang buah orang ○
○
○
○
○
○
Daftar Universitas Swasta yang hancur ■ ■ ■
Universitas Iskandar Muda Akademi Maritim Malahayati Sekolah Tinggi Iskandar Tani
Tidur dan Akhiri Studi Bersama RISNA Maimun/ Banda Aceh
[email protected]
S
EJAK tiga bulan usai tsunami RISNA di kenal mahasiswa IAIN Ar Ranirry, Banda Aceh. Setiap mahasiswa korban tsunami, sangat mengidamkan RISNA, walau bodinya super kecil. Normalnya, RISNA ditiduri tiga mahasiswa setiap malamnya. “Kalau dulu bahkan lima orang,” kata Herizal, 24 tahun, mahasiswa Fakultas Syariah. RISNA bukan nama perempuan. RISNA hanya akronim dari Rumah Instan Sederhana, ukurannya hanya 3 x 3 meter persegi. Dinding rumah bantuan Dompet Duafa ini hanya di balut triplek, dan beratap seng. Lebih lumayan Di IAIN Ar Ranirry, RISNA hanya berjumlah 10 buah. Herizal salah seorang yang sangat bersyukur dapat menempati RISNA 4, pasalnya, Ia tidak lagi mampu untuk sewa kamar kos. Beberapa bulan lalu, jumlah pengungsi mahasiswa di IAIN sedikitnya 150 orang yang menempati RISNA dan tenda-tenda darurat di komplek kampus. Saat ini mahasiswa tidak lagi menempati tenda sejak angin merubuhkannya.
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Seorang mahasiswa sedang tertidur di rumah instan sederhana (Risna).
Herizal terbilang mahasiswa cerdas, IPK terakhirnya 3, 22. Di musim kuliah kembali paska tsunami, selasai sidang judul skrepsi. Dalam RISNA inilah dia menyiasati masa akhir dari studinya. Hidup semakin sulit, tapi study harus diselesaikan. Ia akhirnya mengambil ‘jurus pamungkas’, apa lagi kalau bukan menyurati orang tuanya di kampung agar mengirim bantuan keuangan. “Sudah dua kali saya kirim surat ke kampung,” kata Herizal, setiap surat hanya berbalas Rp 100.000 dari orang tuanya. Maklum ayah Herizal saat ini berprofesi tukang ojek di kampung. Sebelumnya, sempat menjadi petani kacang. Konflik ber-
senjata merubah profesi ayah Herizal, setelah tidak lagi berani ke kebun. Maklum, kampung Herizal terbilang daerah ‘hot’ di Juli, Kabupaten Bireun. Bebas SPP Untungnya, pihak rektorat membebaskan SPP bagi para mahasiswa korban tsunami. Menurut Herizal pada semester depan juga akan di gratiskan. Tapi belakang, tembok-tembok IAIN mulai ditempel pengumuman agar mahasiswa membayar uang Dana Kegiatan Khusus, besarnya Rp 19.000. Mulai harus dibayar tanggal 1 sampai 6 Agustus nantinya. “Kalau itu kita masih sanggup,” kata Herizal.■
4
CERITA
CEUREUMeN
Bagaimana Status Tanah? Setelah tsunami saya menjadi bingung, bagaimana mengatasi persoalan tanah yang sedang dipersengketakan. Terus terang saya ingin mencari ketegasan menyangkut status tanah. Lahan pertapakan rumah peninggalan orang tua saya ada seluas 200 meter persegi, kini sudah terjadi saling sengketa dengan keluarga dari pihak ibu. Sampai kini status tanah itu, belum jelas secara hukum, walau masyarakat maupun kepala desanya telah mengakui kewarisan kepada diri saya. Sementara pemerintah hingga hari ini belum memberi jaminan konkret bahwa tanah yang ada pemiliknya akan segera mendapat sertifikatnya kembali. Untuk itu, saya berharap pemerintah melalui instansi terkait bisa membantu saya mengatasi masalah ini. Saya yakin masalah ini bukan cuma saya saja yang alami. Ada ribuan pengungsi lainnya yang mengalami kendala dalam soal ini. Kepada Redaksi saya mengucapkan terima kasih banyak atas dimuatnya keluhan ini. Fijarizal Warga Desa Cot Lamkeuweuh, Kec Meuraxa, Banda Aceh
Jangan Lupa Bangun Tanggul Juga Kami warga desa yang ditinggal di bibir pantai sangat berharap supaya segera dibangun tanggul. Kalau tidak bila musim barat datang, kampung kami akan tenggelam. Mau tidak mau, pemerintah harus segera membuat tanggul guna mengatasi abrasi pantai. jika laut pasang purnama, otomatis kawasan pemukiman akan digenangi air. Untuk itu pemerintah harus menaruh perhatian dalam masalah ini. Semua orang tahu hingga tujuh bu-
lan, kepastian rekonstruksi belum ada realisasi seperti yang tercantum dalam blue print. Nah dalam blue print ini juga pemerintah harus mengakomodir keinginan warga yang ingin membangun tanggul di desa-desa yang langsung dekat dengan laut. Pemerintah kita memang sangat lambat, jangankan itu, rehabilitasi korban tsunami saja belum jelas kapan dimulai. Padahal dari laporan berbagai media massa, dana untuk fase tersebut telah disalurkan mencapai jutaan dolar. Tapi, kenyataannya belum ada proses rekonstruksi dan rehabilitasi yang menyentuh langsung kepada masyarakat.
Mereka Menanti Rumah Said Kamaruzzaman/Asri Zaidir Banda Aceh
[email protected]/
[email protected]
Syarief Dayat Warga Desa Lamteungoh, Kec Peukan Bada, Aceh Besar Redaksi juga menerima keluhan senada dari Yuswardi, Warga Lampaseh Kota, Banda Aceh
Jangan Tergantung pada Bantuan Saya juga seorang korban tsunami. Saya melihat banyak fenomena baru di Aceh paska tsunami. Banyak saudara-saudara kita korban tsunami yang kini terlalu tergantung pada bantuan baik dari asing maupun lokal. Seolah kalau tidak ada bantuan dari mereka kita akan mati. Saya berharap agar saudara-saudaraku korban tsunami untuk mulai berdikari. Uang yang didapat dari cash for work (upah untuk pekerjaan) dari LSM bisa disimpan dan dijadikan modal. Saya juga menghimbau pemerintah untuk tidak membiarkan masyarakat Aceh mengalami ketergantungan pada bantuan. Bukalah lahan pekerjaan untuk pengungsi yang kehilangan pekerjaan. Makin cepat makin baik. Munar Masyarakat Lingke Banda Aceh
Buat Anda yang ingin menyampaikan Suara Rakyat kecil berupa ide, saran, dan kritik tentang rekonstruksi bisa melalui surat ke Tabloid CEUREUMeN PO Box 061 Banda Aceh 23001 email
[email protected] Suara Rakyat Kecil bisa juga Anda simak pada program Peuneugah Aceh di stasiun-stasiun radio kota Anda yang didukung oleh Internews.
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Beberapa warga Desa Kahju, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar sedang duduk di beranda rumah mereka yang terbuat dari kayu. Rumah kayu ternyata lebih tahan gempa.
H
AMIDAH (54) duduk terdiam di atas lembaran papan yang ditumpuk di depan tendanya. Bersama dengan seorang putranya, janda beranak dua ini menunggu angin laut berhenti bertiup sesaat. Meski waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB, perempuan ini malas beranjak dari tempat duduknya itu. “Susah untuk memasak kalau angin begini,” kata perempuan yang tinggal di Dusun Tenggiri, Ulee Lheu, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, ini. Jarak tempat berteduhnya itu dengan laut memang dekat, sekitar 25 meter. Di belakang tendanya, terdapat hamparan laut biru yang tiada batas. Deru ombak pun sangat jelas terdengar. Hamidah sendiri tidak tahu sampai kapan dia harus tinggal di tenda di atas pertapakan rumahnya. Dia ingin punya rumah sendiri. Sementara itu Keinginan Maisarah (34) untuk mendapatUntuk mengetahui beberapa LSM yang membangun rumah buka H6 pada Rubrik Akrab dengan LSM
Ada Rumah, tapi… Said Kamaruzzaman Banda Aceh
[email protected]
S
AIFUL Bahri (35), warga Desa Weu Raya, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, mondar-mandir di sekitar rumahnya sore itu. Dia berputar dari satu sudut ke sudut lainnya. Matanya menyorot tajam setiap sudut rumahnya. “Lihat ini, dek. Kan longgar sekali dan goyang,” katanya pada Ceureumen, sambil mengangkat tangannya menunjuk ke arah pintu jendela. Lalu, pria bertubuh gemuk ini mengambil palu dan obeng, yang memang sedari awal disiapkannya. Jendela ini kemudian dicongkel dan pakunya dicabut. “Harus kita
pasang ulang ini,” katanya. Sedangkan sang istri, Idariani (25), coba memasuki kamarnya. Lalu, ia memperlihatkan sisa-sisa air hujan yang masih tergenang di lantai. “ Air masuk semua lewat dinding ini kalau hujan. Soalnya, papannya longgar sekali,” kata Ida. Semi permanen Saiful adalah korban tsunami. Dia mendapatkan jatah rumah dari sebuah LSM luar negeri yaitu Mercy Malaysia. Rumah yang dijatah untuknya, yakni sebuah rumah beratap seng dan berukuran sekitar 8.5 x 6.4 meter. Ada dua kamar tidur di dalamnya. Ada juga ruang tamu, teras depan, hingga teras belakang. Rumah ini disebut semi permanen, karena konstruksinya
terdiri atas batu-bata yang tingginya sekitar sepinggang. Sisanya ke atas merupakan konstruksi kayu. Tanpa pondasi Kejengkelan Saiful tak berhenti di situ. Yang lebih membuatnya gundah, katanya, rumah ini dibangun tak berpondasi dan tanpa seloof. Rumah berukuran sekitar 6x6 meter ini dibangun di bekas pertapakan lama rumahnya. “Tak ada pembuatan pondasi yang menguatkan. Dikorek-korek tanah sedikit, lalu diikat bata. Nggak tahu bagaimana kalau gempa. Angin saja kita takut,” kata Ida, yang letak rumahnya sekitar 100-an meter dari bibir pantai Lhoknga, Aceh Besar Banyak yang mengeluh Ternyata tak cuma Saiful yang mengeluh. Beberapa penduduk yang lain juga menuturkan hal
AMPUL
kan rumah bantuan rupanya masih jauh. “Karena saya cuma tinggal sendiri, maka yang diprioritaskan adalah orang yang masih memiliki anggota keluarga,” katanya sambil tersenyum kecut. Sejak tsunami, Maisarah menyewa sebuah kamar kos-kosan di kawasan Jambotape. Dia tinggal disana sendirian. Namun sesekali dia pulang ke rumahnya di kawasan Krueng Cut untuk menengok rumahnya. Ribuan rumah akan dibangun Hamidah dan Maisarah tidak sendirian. Ada lebih dari 600 ribu pengungsi yang kini mendambakan rumah. Dan mungkin penantiannya akan berakhir, Karena informasi terakhir dari BRR menyatakan bahwa ada ribuan rumah akan segera dibangun. Konon jumlah rumah yang sudah didaftarkan untuk dibangun oleh LSM pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) amencapai 180 ribu rumah! “Kami memberi penekanan bahwa mereka-–LSM, red--jangan hanya membangun rumah. Tetapi yang dibangun adalah pemukiman yang ada air bersih dan fasilitas umum,” kata Edy Purnomo dari BRR. Masyarakat memutuskan Dia mengakui bahwa rumahrumah yang dibangun NGO berbeda-beda. Baik ukuran, mau-
CEUREUMeN
pun bentuknya. Namun Edy yakin perbedaan bentuk rumah justru tidak akan bermasalah bila diputuskan masyarakat. BRR sendiri punya pedoman pembuatan rumah. Empat pedoman itu adalah community maping, atau pemetaan oleh masyarakat. Community Planning yaitu perencanaan oleh masyarakat, kemudian pembangunan rumah dan yang terakhir adalah standar bagunan. “Kalau masyarakat sudah memutuskan, maka tidak ada masyarakat yang kecewa lagi. Karena mereka yang memutuskan,” kata Edy Purnomo lagi. Mendaftar Sebenarnya, tidak sulit untuk
mendapatkan rumah. Tidak percaya? contoh saja keluarga Muhammad Tahir Yunus (35) dan Haripa Hanif (28), pasangan pengungsi asal Desa Lam Nga, Aceh Besar. Haripa dan suaminya hanya mendaftar dengan menulis permohonan serta mampu membuktikan bahwa mereka memang memiliki rumah. Untuk itu semua, kaluarganya tidak dipungut biaya sepeserpun. “Kami hanya diminta menulis permohonan dan menunjukan bekas pondasi rumah kami yang hancur. Kemudian mereka yang bangun kembali,” lanjut Haripa.■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Ini Standar Rumah Tahan Gempa Said Kamaruzzaman Banda Aceh
[email protected]
■ GRAFIS: MAHDI ABDULLAH.
Sumber: Survey terakhir Dinas Permukiman dan Perkotaan Provinsi NAD/BRR
Cerita Sampul dapat Anda simak pada program diskusi Peuneugah Aceh di stasiun-stasiun radio kota Anda yang didukung oleh Internews.
Beberapa pekerja sedang membangun rumah bagi korban Tsunami. Dibutuhkan puluhan ribu rumah bagi korban tsunami di Aceh. ■ MANTO
serupa. Mereka mengatakan, kualitas rumah untuk mereka di bawah standar minimal. Yang paling mereka khawatirkan, rumah mereka tak berpondasi kuat. “Tapi, kalau tidak ada perbaikan kualitas, masyarakat bersepakat tidak akan menerima. Keluhan sebetulnya sudah sering kami sampaikan. Tapi, tak pernah dipeduli,” kata M Nur lagi. Lebih Kuat LMS Mercy Malaysia mengatakan rumah pengungsi itu dibuat dari fondasi bertulang, sehingga lebih kuat dibanding pondasi biasa. “Ini hanya salah paham, masyarakat mungkin belum begitu mengerti,” kata Norazam Abu Samah, Kepada Operasional Mercy Malaysia. Ditambahkannya, pihak Mercy akan memperbaiki papan dinding rumah. Namun butuh waktu.
C M Y K
5
UNTUK di Aceh yang kerap terjadi gempa, maka dibutuhkan rumah tahan gempa. Lembaga atau LSM yang akan membangun rumah bisa jadi memiliki standar masing-masing. Badan Rehabilitasi dan rekonstruksi (BRR) juga memiliki standar, yaitu Ukuran minimal luas rumah 36 m2 dan biaya sebesar Rp 28,8 juta berdasarkan harga konstruksi pada bulan Februari 2005. Untuk perbaikan rumah maksimum diberikan Rp 10 juta, berdasarkan hasil penelitian tingkat kerusakan. Berikut Persyaratan Bangunan Sederhana Tahan Gempa 1. Bangunan harus terletak di atas tanah yang stabil. 2. Denah bangunan sebaiknya sederhana, sime-
tris atau seragam. 3. Setiap luasan dinding 12 m2, harus dipasang kolom. 4. Pondasi diikat kaku dengan sloof. 5. Dipasang balok keliling (ring balk) yang diikat kaku dengan kolom. 6. Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku. 7. Gunakan kayu kering, pilih bahan atap yang seringan mungkin. 8. Pilih bahan dinding seringan mungkin, seperti papan, papan berserat, dan lain-lain. 9. Bila dinding menggunakan pasangan bata/ batako, pasang angker setiap jarak ventilasi 30 cm yang dijangkarkan ke kolom, pasangan diberi angker yang dijangkarkan ke kolom. 10. Perhatikan bahan adukan, komposisi campuran ikuti standar yang berlaku. ■ Sumber: Puslitbang Permukiman
■ Organisasi Medecins San Frontiers (MSF) sebuah organisasi yang bekerja di bidang medis telah merilis sebuah CD yang berjudul “Kita tidak akan Takut”. CD berisi 4 lagu ini bersifat mendidik dan dibuat untuk membantu orang mengatasi bencana alam. Lagu yang dinyanyikan dalam bahasa Aceh itu bisa menghilangkan stress dan trauma. Untuk meminta kopi CD yang dibagikan secara gratis hubungi Benoit De Gryse 0815-13480890 atau email
[email protected] ■ Anda bisa meminta bantuan UNDP untuk membongkar rumah atau gedung yang setengah hancur karena tsunami secara gratis. UNDP akan mengirim tim pembongkar sekaligus akan membuang sisa bangungan ke tempat pembuangan. Yang berminat bisa langsung datang ke Dinas Kebersihan dan mengisi formulir. Atau menelfon 0651-7410780
6
AKRAB BERSAMA LSM
CEUREUMeN
Tak kenal maka tak sayang. Pribahasa itu juga berlaku untuk rubrik “Akrab bersama LSM”. Mulai edisi ini kami akan membahas profil LSM yang terlibat dalam proses rekonstruksi Aceh.
Pembangunan rumah di Aceh menjadi prioritas di masa rekonstruksi dan rehabilitasi. Ada ratusan LSM yang membangun rumah. Berikut diantaranya :
CARE International
Ya...begini. PUNGLI tidak mengenal siapa dan untuk apa.
International Organization for Migration (IOM) Rencana pembangunan : 26 .000 rumah jenis bongkar pasang (knock down) anti gempa. Alamat : Jalan Sudirman no 32, Banda Aceh Telpon : 0651- 7410609 Email :
[email protected] ■
MAHDI ABDULLAH
Rencana pembangunan : Rencana membangun 8000 rumah jenis permanen di Banda Aceh dan Aceh Besar yang terkena tsunami. Rumah permanen itu juga dilengkapi dengan air bersih, jalan dan fasilitas umum. Diperkirakan akan selesai tahun 2008. Alamat : Jl Alue Blang No 16 A Desa Neusu Aceh Telpon : 0651- 7410706 FAX : 0 651- 636 573 Website : www.careinternational.org
TEKA TEKI SILANG CEUREUMEN 1
2
3
4
5 7
6
Musim angin barat membuat masyarakat sulit mendapatkan ikan. Kalau pun ada, harganya sangat mahal. Sarden atau ikan kalengan banyak diperoleh di mana-mana, terutama di pengungsian. Meskipun dalam kaleng, ikan ini tak kalah enaknya.
● ● ●
panas, sisihkan saat kecoklatan Haluskan cabai, bawang, tomat dan jahe Tumis dalam minyak panas Setelah berbau harum dan tumisan masak, masukkan
●
ikan kaleng goreng tadi Siap dihidangkan
Catatan: Satu kaleng sarden sedang untuk 2 porsi
●
Cara memasak Buka sarden, buang sausnya, sisihkan ikannya Goreng ikan dalam minyak
11
10
12
14
Resep : Ibu Maysarah, Kahju, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar
●
9
13
Sarden Masak Cabai
Bahan : 1 kaleng Sarden sedang merek apa saja 6 buah cabai merah 3 siung bawang merah 1 siung bawang putih ½ buah tomat masak Sedikit jahe, pipihkan dua lembar daun salam Minyak untuk menggoreng
8
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Bagi Anda yang memiliki resep unik yang bisa dimasak dengan mudah dan enak, bisa mengirim surat ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected]. Cantumkan alamat lengkap. Ceuremen akan mengunjungi Anda dan melihat Anda memasak. Disediakan bingkisan kecil untuk Anda.
MENDATAR: 1. Bencana 3. Dua 5. Tuhan (latin) 6. Bunga Uang 7. LSM (Inggris) 12. Tong besi untuk tempat minyak 13. Antan 14. Pakaian bawah wanita 15. Tujuan MENURUN: 1. Tempat tinggal sementara para pekerja/pengungsi 2. Staf ahli pada Kedutaan Besar
15
3. Penyumbang, Penderma 4. Badan dunia yang mengurusi tenaga kerja 9. Pantas 10. Rumah (Aceh) 11. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi 12. Sebuah bilangan Anda bisa mengirimkan jawaban Anda ke POBOX 061 Banda Aceh 23001. Bagi lima pemenang akan diberikan bingkisan yang menarik berupa VCD lagu Aceh dari Medicins San Frontiers.
KAMPUNGKU
CEUREUMeN
7
Kisah-Kisah Desa Kahju
Ke Kampung Aku Kembali… Mounaward Ismail Aceh Besar
[email protected]
I
NI bukan cerita Ashabul Kahfi yang “dilakoni” tujuh pemuda zaman dahulu kala. Akan tetapi kisah nyata yang terjadi pasca tsunami. Mereka berada tak jauh dari kita, 10 pemuda yang berhati baja. Mereka semua korban tsunami. Sebulan pascabencana dahsyat itu mereka sudah kembali ke Komplek Kahju Indah. Memang tsunami membuat desa itu tak seindah dulu lagi. Desa Kahju Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, terletak sekitar 5 km dari Banda Aceh. Ketika itu tak ada penduduk di sana. Jangan bertanya di mana rumah warga, sebab semua sudah rata. Warga mengungsi kemana saja asal tidak dekat pantai. Mereka takut “maut tsunami” kembali menjemput. Kembali ke kampung Nah, ketika itulah 10 pemuda tadi bergerak, kembali ke desa. “Kami pulang ke sini untuk menarik perhatian warga. Sebagai dukungan morallah agar warga yang lain kembali ke desanya,” tukas satu dari 10 pemuda tadi. Adalah Epi Muliyadi (29) dan Zuril Anwar (26). Dua kerabat inilah yang merintis jalan kembali ke desanya. Lantas, Epi Muliyadi dituakan oleh sepuluh pemuda tadi. Di kawasan itu tak ada rumah, cuma gubuk milik 10 pemuda tadi. Itulah satu-satunya bangunan yang berdiri disekeliling bekas puing bangunan. “Saat kami kembali ke sini masih banyak mayat yang berserak,” kata Zuril Anwar. Lalu mereka tak mau berpangku tangan. “Kami juga membantu evakuasi mayat di sekitar sini,” sambung pria yang biasa disapa Iwan itu. Penjaga pantai Tak cuma itu, Iwan boleh dibilang pemuda kreatif. Selain bergelut dengan kegiatan sosial lain, dia juga kerap membuat puisi. “Ini kami buat ketika dudukduduk dekat pantai sambil nyari kepiting,” katanya. Di atas bangunan 5 x 4 meter berdinding terpal dan sebagian dinding itu mereka berteduh. “Kami semacam penjaga pantailah,” tukas Iwan. Buktinya ketika berembus isu akan ada bencana tsunami su-
sulan dan macam-macam lagi, banyak warga yang bertanya pada mereka lewat pesan
singkat dari telepon genggam(sms). Kini 10 pemuda ini pun
■ MOUNAWARD ISMAIL
kembali bisa tersenyum, sebab sudah banyak warga yang pulang pascatsunami. ■
Epi Muliyadi dan Zuril Anwar duduk di depan rumah mereka.
Nasib Petani Garam Desa Kahju
Tidak Ada Aroma Garam di Mon Singet Mounaward Ismail Aceh Besar
[email protected]
ABDURRAHMAN sudah terlihat renta. Usia sekitar 60 tahun. Kulit hitamnya penuh kerut. Ditangan serta kaki masih terlihat sejumlah parut be-
kas luka. “Ini bekas tsunami,” ucap warga Dusun Mon Singet ini singkat. Mon Singet bukan nama yang asing di Aceh Besar dan Banda Aceh. Ini cuma sebuah dusun yang berada di dalam teritorial Desa Kahju, Kecamatan Baitussalam Aceh Besar.
ABDURRAHMAN ■ MOUNAWARD ISMAIL
Ladang garam yang hancur Tsunami yang menghempas pantai Aceh pada 26 Desember lalu, bukan saja menghancurkan 500 kampung di seluruh Nanggroe Aceh Darussalam. Namun juga termasuk dusun penghasil garam terbesar di Aceh Besar itu. Dusun Mon Singet memang punya cerita lain. Kini dusun “garam” ini berubah kelam. Saat itu Abdurrahman di ladang garam (baca Aceh: lancang sira) saat tsunami. Dan ternyata tsunami juga telah menghancurkan puluhan lancing sira yang ada di dusun Mon Singet. Padahal, “disinan keueh, breuh bu kamoe — Situlah mata pencaharian kami—,” kata Abdurrahman. Tak ada aroma asin Menurut Abdurrahman, setelah tsunami tidak pernah ditemu-
kan lagi garam buatan Mon Singet di Pasar-pasar Banda Aceh. Memang, kini tak ada lagi aroma asin berhembus di sana. Biasanya setiap akhir pekan, warga dusun Mon Singet selalu panen garam. Di desa itu memang terdapat sekitar 30 hektare lancang sira di sana. Suami Samsiah yang ikut menjadi korban dalam tsunami ini adalah satu dari 198 korban yang selamat. Sekarang mereka menetap di Huntara Kahju. Mon Singet tak lain satu dari 10 dusun di desa yang dulu berpenduduk 13.634 jiwa. Kini cuma tinggal 2.800 yang didalamnya hidup 1.508 kepala keluarga. Sayang kini semua berakhir kelam.
SOSOK
CEUREUMeN
8
Juwaini “John” Budiman Kepala Desa Dadakan G
■ HOTLI SIMANJUNTAK
U M PA L A N kertas itu sudah lusuh. Tapi menjadi benda yang sangat berharga karena yang empunya memegangnya eraterat. Kertas itu berisi Blue Print Desa Deah Baro Kecamatan Meuraxa Banda Aceh yang dibuat masyarakat dengan susah payah. Si pemegang kertas bernama Juwaini Budiman, kepala desa atau Keusyik Desa Deah Baro. Akrab dipanggil Pak John. Bersama masyarakat, Pak John
Mounaward Ismail Banda Aceh
[email protected]
bahu membahu membuat blue print yang diingini masyarakat. Menjadi keusyik pascatsunami tidak mudah. Bisa dimaklumi, sebab masih trauma dan disibuki dengan urusan keluarga. Ingin mengabdi John sendiri sebenarnya tak berniat memimpin desa yang sudah porak-poranda. Karena ingin mengabdilah yang membuat dia menerima tawaran warga untuk jadi keusyik. Padahal Pak John kehilangan kelima anaknya dalam musibah tsunami. “Dulu sebelum tsunami saya pernah hendak dipilih jadi keusyik tapi tak mau. Sekarang kondisinya
berbeda, saya ingin mengabdi,” katanya kepada Ceureumen, barubaru ini. Sering Diejek Belakangan ini, dia mengaku sedang diuji kesabarannya, mengingat banyak persoalan yang harus ditangani. Ditambah lagi sikap sejumlah warga yang bertedensi. Akibatnya, tak jarang dia harus menerima ejekan, sindiran dan cemoohan warga. “Kita harus pahami kondisi warga yang sedang trauma. Terkadang emosinya tidak bisa dikendalikan,” keluh pria berusia 56 tahun yang sedang menunggu pensiun dari sebuah dinas di Pemkab Aceh Besar. Merasa Bangga Kelihatannya, John begitu “menikmati” tingkah polah warga,
sehingga perasaannya seakan diaduk-aduk, kayak bumbu diblender. “Saya terkadang merasa sedih karena ada warga yang belum puas mendapat pelayanan dari saya,” tukasnya. Lalu, pada sisi lain dia juga merasa bangga karena apa yang mereka kerjakan selama ini sudah berhasil. “Bukan bangga karena hebat, tapi berhasil bersama warga membangun kembali kampung ini,” timpalnya lagi. Lantas kenapa rasa bahagia mencuat? “Saya merasa bahagia sekali jika sudah bisa melihat warga tersenyum kembali seperti sebelum tsunami,” papar Juwaini, eeh Pak John. ■
SENI & BUDAYA
Coretan Mahdi Abdullah
[email protected]
“S
USAN dan Alif di mana? Papa sedang mencari kalian. No HP Papa….” Salah satu kutipan “bunyi” seseorang untuk sang anak yang belum pulang. Graffiti ini tertulis di sebuah dinding rumah kawasan Kampung Mulia, Peunayong, Banda Aceh. Di tempat yang lain, “sms dari warga, penjarah masuk, mati, hukumannya gantung”
yang Menyapa
coretan yang seluruhnya menggunakan huruf kapital ini terdapat di Jalan Taman Siswa, Merduati, Banda Aceh. Banyak didapat Dua contoh graffiti tadi sangat mudah kita dapati di areal bekas tsunami—sebelum dibersihkan— dan sekarang hanya menyisakan di beberapa tempat saja. Teriakan dalam bentuk coretan itu menggunakan cat semprot. Kerap juga menggunakan kuas dengan bermacam-macam warna, untuk sejenis ini, biasanya me-
Aceh berduka di Kampung Pande, Banda Aceh.
■ MAHDI ABDULLAH
wakili kelompok tetentu, jenis tersebut biasa dilakukan sebagai graffiti yang telah terencanakan dengan baik. Lain halnya dengan graffiti yang muncul di pasca tsunami, umumnya hanya menggunakan satu jenis warna saja dengan menggunakan cat semprot apa adanya. Bunyinya bi-sa ekspresi kemarahan, sedih, empati, dan sekadar catatan belaka. Media ekspresi Seni graffiti merupakan salah satu media ekspresi yang berinteraksi dengan lingkungan dimana ia dibuat. Umumnya— selama ini— kita lebih mengenal karya seni dalam bentuk lukisan, grafis, dan patung yang menggunakan medium kertas, kanvas, dan lempung. Sedangkan graffiti, pada umumnya diekspresikan pada tembok-tembok, di jembatan, di kursi taman, atau pada dinding public space lainnya. Karya seni ini identik dengan teriakan kaum marginal, urban atau semacamnya. Pertunjukan suatu kaum yang tak dapat menyalurkan teriakan dengan medium formal, misalnya media cetak, atau pun media seni yang selama ini kita kenal begitu eksklusif
Coretan yang terdapat di Olheleu, Banda Aceh.
mengunjungi ruang-ruang tertentu saja. Oleh karena itu, graffiti lahir dari ke-terbatasan medium dan penolakan atas eksklusifitas. Seni graffiti dapat dijadikan semacam media ekspresi alternatif. Juga memiliki dampak positif sejika penyalurannya terdesain dengan baik dan terarah. Dalam era demokrasi seperti sekarang, media penyaluran bisa terjadi di mana-mana dengan bentuk yang beragam pula. Kelompok seni graffiti Di kota-kota besar misalnya, telah ada kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok seni graffiti tertentu yang tugasnya mengekspresikan suara kaum marginal yang tertindas, dan mereka berkelompok untuk menyuarakan ketimpangan-ketimpangan atas kebijakan pemerintah yang berkuasa. Mereka dengan mudah menyalurkan idenya di mana-mana yang mereka anggap mudah untuk dilihat dan dikunjungi. Merasa tak punya tempat untuk bersuara di media-media resmi. Mereka menjadikan ruang publik sebagai media alternatif. Namun, usai gelombang tsunami berlalu, persisnya pada hari kedua, ketiga, dan selanjutnya,
■ MAHDI ABDULLAH
setelah gelombang tsunami reda, muncul berbagai ekspresi coretan-coretan di din-ding rumah, di reruntuhan temboktembok, dan di papan-papan yang masih tersisa. Bunyinya pun bermacam-macam. Sebagai peringatan Di pelabuhan Ulee Lheu, Banda Aceh misalnya, tempat yang dulu kerap kita jumpai muda-mudi berdua-duaan, muncul coretan di sebuah tembok dengan bunyi seperti ini “yang bercinta di sini tobatlah”. Aba-aba yang tak sekedar celoteh, peringatan bagi yang hidup? Jawabannya berpulang pada masing-masing yang membaca. Bunyinya menyiratkan kekesalan, atau pun penyesalan terhadap kealpaan nesehat bagi yang berasyik-masyuk sebelum tsunami menjemput kerabat. Bagi grafitus (sebutlah begitu) open public space merupakan sasaran empuk untuk mengunjungi atau memberikan sesuatu pendapat bagi momen personal bagi para penggunanya, dengan kata lain, graffiti merupakan coretan yang langsung menyapa bagi yang hidup! ■