CARUT MARUT FREEPORT MERUPAKAN IRONI BUMI CENDRAWASIH
Nama
: Prima Kurniawan
NIM
: 11.11.5459
Kelompok
:F
Program Studi
: S1 TI
Dosen
: Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.
SEKOLAH TINGGI MENAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA PERIODE 2011-2012
ABSTRAK Carut marut yang terjadi di tanah Papua benar-benar sebuah ironi yang miris untuk diperbincangkan. Bagaimana tidak, Di sebuah wilayah yang sangat subur dengan kekayaan alam dan tambang yang luar biasa melimpah, rakyat Papua hidup dibawah garis kemiskinan,dalam kebodohan dan sangat primitif Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya yang tinggal di Mimika, Pegunungan Bintang, Paniai, dan Puncak jaya pura. Masih saja hidup dalam kemiskinan. Dan tidak dapat menikmati kesejahteraan diatas tanah mereka sendiri. Justru malah orang-orang asing yang bukan warga Negara Indonesia dapat menikmati kekayaan alam papua yang begitu melimpah ruah. Benar-benar sebuah ironi Bumi Cendrawasih.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Pulau Papua adalah pulau yang terbentuk dari endapan (Sedimentation) benuaAustralia dan pertemuan/tumbukkan antara lempeng Asia (Sunda Shelf) dan lempeng Australia (Sahul Shelf) serta lempeng Pasifik sehingga mengangkat endapan tersebut dari dasar laut Pasifik yang paling dalam ke atas permukaan laut menjadi sebuah daratan baru di bagian Utara Australia. Proses pertemuan/tumbukkan lempeng dalam ilmu Geologi disebut Convergent. Sehinnga sudah saatnya untuk diberi nama Convergent
Island
(Pulau
Guinea/IRIAN/Papua karena
Konvergen) tidak ada
dan
bukan
pulau
New
hubungan dengan proses
terbentuknya pulau ini. Sedangkan nama orang-orang (bangsa) yang mediami pulau ini termasuk rumpun yang berada di Oceania yaitu Rumpun Bangsa Melanesia (bukan Melayu) maka seharunya nama Bangsa adalah Bangsa Melanesia (bukan Papua). Pada mulanya Pulau ini terhubung dengan benua Australia di bagian Utara tetapi karena perubahan suhu Bumi makin panas sehingga mencairnya Es di daerah Kutub Utara dan Selatan, maka terputuslah menjadi sebuah Pulau baru.
Proses geologi ini diperkirakan terjadi pada 60 (enam puluh) juta tahun yang lalu dan hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan Kerang
Laut, pasir laut dan danau air asin di daerah Wamena yang tingginya lebih dari 4.884 m di atas permukaan laut serta terdapatnya kesamaan hewanhewan yang berada di Australia dan Papua seperti Kanguru.
Gambar. 1.1: Peta Geologi Papua ketika terhubung dengan Australia Sumber: http://www.environment.gov.au/coasts/publications/somer/annex1/marinebiota.html
Pulau Papua yang kaya dengan berbagai hasil alam seperti rempah rempah, timah, besi, dan emas murni. Berbagai satwa endemic dan berbagai kebudayaan khas suku papua,
begitu sangat menarik untuk
ditelaah dan dikelola lebih baik lagi. Berbagai Perusahaan mulai berkembang ditanah cendrawasih ini. Seperti di Manokwari Terdapat 6 perusahaan raksasa atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang
mengeksploitasi minyak dan gas (migas) di wilayah Provinsi Papua Barat. Selain itu,ada 12 perusahaan KKKS masih sedang melakukan eksplorasi. Dari 6 KKKS yang sudah beroperasi,diantaranya BP LNG Tangguh di Bintuni,telah produksi sejak tahun 2009 lalu. Juga ada PetroChina di Salawati. Selain BP Tangguh dan PertoChina,adapun 4 KKKS lainya yang sudah berproduksi dan development yakni, Pertamina EP Region KTI Area Papua,PertoChina (kepala burung), BP Indonesia (Berau),BP Indonesia (Wariagar) dan JOB Pertamina-PetroChina (Salawati).
Sedangkan 12 KKKS dalam tahap eksplorasi tersebar di sejumlah lokasi,Manokwari,Sorong,Raja Ampat,Fakfak. Adapun 12 KKKS tersebut yakni,Hess Indonesia (Semai V),Genting Oil (Kasuri),Murphy Oil Ltd (Semai II), Pearl Oil Ltd (West Salawati), Irian Petroleum Ltd (Manokwari),Nico Resources (Kofiau), Chevron West Papua I,Chevron West
Papua
II,Marathon
International
Petroleum
Indonesia
(Kumawa),Lundin (Sereba),Suma Sarana (Semai III) dan Black Gold Harmahera Kofiau LLC-Nico Resources. Ini hanya perusahaan yang bergerak di bidang MIGAS. Ada lagi satu perusaahan terbesar di dunia yang bergerak di bidang tambang emas dan tembaga yaitu PT Freeport, yang sekarang sedang hangat diperbincangkan karena menimbilkan berbagai konflik yang berkepanjangan dan belum menemukan titik temu untuk penyelesaiaanya. Setiap tahun Papua seakan tak bisa reda dari konlik. Konflik kepentingan menafsirkan sejarah masa lalu dan konflik kepentingan modal yang hendak membutuhkan jaminan keamanan dari negara sebagai jaminan utama suatu investasi. Kran konflik tadi merubah
Papua menjadi tanah yang tidak pernah aman. Tidak aman karena selalu dikeruk, dicemari dan diratakan, yang kemudian dilanjutkan dengan adanya gangguan keamanan sosial seperti penyisiran moncong-moncong senjata.
Rasa
aman
orang
Papua
dipertaruhkan
dalam
kancah
mempertahankan harkat dan martabat sebagai manusia Papua. Seketika tanah dan penghuninya merasa tidak aman diatas negerinya sendiri, pembangunan di era globalisasi sekarang hanya akan menuai malapetaka yang dahsyat, bahkan jargon pembangunan untuk kesejahteraan orang Papua hanya ada diatas kertas tanpa bukti nyata. Apa yang dapat dirasakan manusia Papua sekarang tak terlepas dari fenomena masa lalu yang penuh dengan gejolak juga.
Baik dalam segi bagi hasil maupun kerjasama serta penanaman saham oleh para investor. Hampir semua itu timbul karena adanya “kong kali kong” antar pejabat di kalangan atas. Bukaknkah hal yang miris untuk diperbincangkan.
PT Freeport perusahaan raksasa terbesar di dunia. yang memiliki kontribusi tembaga emas tembaga yang lebih besar dari perusahaanperusahaan FCX yang ada di Amerika Utara, Amerika Selatan dan Afrika. Dengan biaya produksi paling rendah di seluruh dunia dan sudah beroperasi di Papua sudah 44 tahun, tetapi tidak memiliki kontribusi untuk masyarakat papua. Sehingga pekerja Freeport sendiri melakukan tuntutantuntutan supaya disamakan dengan salary yang ada di Amerika Utara, Amerika Selatan dan Afrika.
Bahkan jika kita tengok ke belakang situasi politik dan ekonomi pada 1967 ketika rezim Soeharto (Orde Baru) menandatangani kontrak karya eksplo asi alam Timika, Papua, dengan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (AS) tentu sudah jauh berbeda dengan situasi sekarang. Dulu, terutama setelah kepergian Belanda dari tanah Papua (dulu Irian Barat), bangsa
Indonesia
masih
bergumul
dengan
persoalan
ideologi
pascaperistiwa G 30 S.
Artinya, Indonesia saat itu masih memiliki banyak luka imperialisme Barat maupun trauma konflik ideologi. Namun, entah apa pertimbangan Orde Baru waktu itu sehingga di dalam situasi yang masih pelik demikian, pemerintah berani menyepakati kontrak PT Freeport.
Memang, substansi kontrak ini sejak lahir hampir tidak pernah diumumkan ke publik secara transparan. Di era keterbukaan ini, penulis mau menyatakan bahwa kalaupun (misalnya) ada ke sepakatan imbal jasa yang diberikan rezim Orde Baru kepada AS dalam mengusir Belanda dari Papua lewat misi CIA, rakyat Indonesia seharusnya diberi tahu. Selama berpuluh-puluh tahun rakyat selalu didoktrin tentang pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk kemakmuran seluruh rakyat, tetapi kontrak PT Freeport seolah mengacaukan doktrin tersebut.
Pihak asing justru menguasai tambang emas dan tembaga yang terbesar di dunia itu. Baiklah, kita menganggap peme rintahan Orde Baru waktu itu merasa benar melakukan kontrak PT Freeport, tetapi Orde Baru
sudah jatuh yang digantikan de ngan era reformasi pasca lengsernya Soeharto pada 1998. Dia dituntut mundur karena ragam penyimpangan telah terjadi di dalam pemerintahannya (korupsi, kolusi, nepotisme, dan pelanggaran HAM). Artinya, legitimasi si penanda tangan kontrak PT Freeport sudah ber akhir.
Itu berarti setiap kebijakan sebuah rezim yang korup dan pelanggar HAM seharusnya otomatis dievaluasi secara total, termasuk kontrakkontrak dengan pihak asing. Hal inilah yang seharusnya mulai dilakukan pemerintahan era reformasi demi melindungi kepentingan rakyat.
Sebuah kontrak bisnis yang bersifat long term (jangka panjang) tidaklah sulit untuk mengubah atau bahkan menghentikannya dengan pertimbangan yang kuat. Menurut Shyam Sunder, perubahan eksternal dan internal pada perusahaan atau para pihak yang menandatanganinya dapat mengganggu daya berlaku dari sebuah kontrak yang masih berlaku.
Secara objektif, kita bisa melihat bahwa daya berlaku kontrak karya antara Indonesia dan asing mengenai PT Freeport sudah banyak di ganggu oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal di PT Freeport sendiri adalah munculnya aksi protes para buruh per usahaan yang sudah beberapa kali terjadi, bahkan sampai merenggut nyawa. Penulis yakin bahwa aksi protes ini bukan sekadar persoalan upah yang tidak adil, melainkan nuansa nasionalisme atas
eksplorasi kekayaan perut bumi Timika secara besar-besaran tanpa menunggu adanya orang-orang Indonesia sendiri yang mengelolanya.
Artinya, mereka sedang menggugat untuk siapa mereka bekerja dan apa hasil eksplorasi alam Timika itu untuk pembangunan daerah Papua. Kesadaran ini mestinya dipahami oleh pihak asing yang sudah menikmati emas dan tembaga hingga puluhan miliar dolar AS selama ber puluh-puluh tahun.
Kemudian, faktor internal itu didukung oleh faktor eksternal yang seharusnya mendorong pemerintah dan pihak asing di Timika melakukan renegosiasi
kontrak.
Pertama,
sebagian
besar
bangsa
Indonesia
menghendaki sumber daya alamnya dikelola sendiri. Aksi protes warga Indonesia di luar PT Freeport yang menguat seharusnya menjadi salah satu pertimbangan untuk menurunkan feabisility (daya berlaku) kontrak.
Kontrak
karya
yang
berorientasi
profit
tidak
seharusnya
menimbulkan gejala disintegrasi di tubuh NKRI. Pemerintah harus melihat bahwa kepentingan persatuan bangsa jauh lebih penting daripada pendapatan atau pajak yang besar dari PT Freeport.
Untuk apa sumber daya alam negeri ini dikelola kalau toh malah menim bulkan separatisme?
Lambannya pemerintah merespons kerugian besar terhadap keutuhan NKRI akibat eks plorasi alam yang tidak adil oleh PT Freeport merupakan bukti bahwa pemerintah lah selama ini yang justru banyak
mengoyak nasionalisme bangsa kita hanya karena materi. Keserakahan membawa pada perpecahan bangsa. Padahal, dalam kuliah-kuliah hukum bisnis di negeri ini selalu diajarkan bah wa kontrak bisnis tidak boleh mengganggu kepentingan umum atau melawan hukum (vide pasal 1320 KUHP Perdata).
Sebuah ironi karena banyak kepentingan di papua baik dari sipil, militer TNI/POLRI, pengusaha, organisasi-organisasi pro merdeka dan NKRI, pemerintah, freeport bahkan pihak asing lainnya. Cuma kenapa rakyat yang jadi korban? Seharusnya semua pihak ini memikirkan rakyat terutama yang hidup di kampung yang tidak tau apa-apa.
Bahkan dari sisi keamanan yang saya soroti adalah meski aparat keamanan terus ditambah bahkan terakhir kemarin 130 personil brimob lagi, belum TNI, intelijen dll. Tetapi kenapa kasus-kasus penembakan dan penyerangan terutama di areal Freeport sampai sekarang tidak terungkap! Bukti nasi bungkus dan rokok yang dulu ada tiba-tiba lenyap. Ada tuduhan pihak asing bermain. Sekarang kalau tuduhan itu benar maka tunjuklah dan tangkap pihak asing tersebut jangan hanya sebatas cerita di media. Bisa jadi pihak dalam juga bermain! Bongkar konspirasi ini kalo memang ada. Jangan rakyat tak bersenjata yang selalu jadi korban.
Berbagai selul beluk di ranah papua memang perlu diteliti lebih dalam lagi. Mengingat, begitu banyak kepentingan para petinggi-petinggi yang tidak memikirkan bagaimana nasib orang Papua. Kenapa orang Papua miskin padahal ada perusahaan raksaan tinggal ditengah-tengah
orang Papua. Itu yang jadi pertanyaan. Tapi masyarakat Papua masih miskin. Dari kemiskinan itu akan mengakibatkan buruknya generasi muda mendatang. Inilah yang menjadi pertanyaan.
B. Rumusan masalah
Dari Latar Belakang Masalah di atas, maka Penulis dapat Merumuskan Masalah yaitu sebagai berikut:
1. Kenapa orang Papua miskin padahal ada perusahaan raksasa tinggal ditengah-tengah orang Papua? 2. Apakah
solusi
yang
harus
diambil
untuk
menyelesaikan
permasalahan PT Freeport? 3. Bagaimanakah peran Pancasila dalam mengatasi masalah Papua?
C. Pendekatan masalah
Pendekatan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan Historis
Pada sila ke 5 Pancasila dan Pembukaan Undang-undang 1945 dinyatakan bahwa keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi bangsa, sehingga setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk memperoleh keadilan social yang pantas untuk mereka dapatkan baik di bidang Kesehatan, Keamanan, Pekerjaan, Penghidupan yang
layak, Sarana Prasarana yang menunjang kehidupan dan Pendidikan.
2. Pendekatan Sosiologis
Kesejahteraan seharusnya menjadi milik warga Indonesia, namun yang terjadi malah sebaliknya. Mereka orang-orang asing pemilik saham dan para investor luar negri yang dapat menikmatinya. Dan ini terjadi di Papua. PT Freeport, pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia yang dikelola oleh AS. Begitu naasnya karena semua pekerja dari papua hanya digaji dibawah standar internasional. Dan rakyat Papua tidak dapat menikmati hasil dari imbas pertambangan itu. Tidak adanya alokasi untuk kesejahteraan pekerja dan masyarakat setempat.
3. Pendekatan Yuridis BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pada pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk kemakmuran seluruh rakyat, tetapi kontrak PT Freeport seolah mengacaukan doktrin tersebut. Apakah Pemerintah tidak dapat berbuat tegas untuk persoalan ini. PT Freeport hanyalah 1 dari sekian kasus. Jika ini tidak segera diselesaikan maka akan terjadi kondisi yang lenih parah.
BAB II PEMBAHASAN Negara ini sudah begitu carut marut dengan berbagai kasus, dan yang sedang hangat diperbincangkan belakangan ini adalah persoalan yang terjadi di Bumi Cendrawasih atau tanah Papua. Tanah yang kaya akan sumberdaya alamnya itu kini menjadi sebuah perdebatan yang maha dahsyat. Hingga adanya korban jiwa.
PT Freeport yang menjadi sebuah polemik di masyarakat, khususnya Papua. Hasil tambang yang berupa Emas dan Tembaga mulai dikuras habishabisan oleh bangsa asing dan Indonesia hanya mendapat bagian yang tidak sepadan, khususnya Papua. Upah pegawai yang tidak sesuai dengan strandar upah luar negri menjadikan bumi cendrawasih rusuh. Rakyat papua tidak dapat menikmati penghidupan yang layak padahal perusahaan pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia ada di tanah mereka. Tanah Papua. Tapi mengapa mereka tidak dapat merasakan kekayaan alam mereka.
Kemiskinan, keterbelaakangan, dan sarana prasarana yang tidak layak masih mereka rasakan. Pendidikan yang menjadi tobak untuk dapat hidup lebih layak begitu sulit meraka dapat, sarana penunjang kehidupan juga tidak pernah mereka rasakan. Bukankah miris mendengar semua itu. Sumber daya alam mereka sangat megah, namun tak semegah kehidupan mereka.
Dari situlah timbul berbagai pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi :
1. Kenapa orang Papua miskin padahal ada perusahaan raksasa tinggal ditengah-tengah orang Papua?
Di sebuah wilayah yang sangat subur dengan kekayaan alam dan tambang yang luar biasa melimpah, rakyat Papua hidup dibawah garis kemiskinan,dalam kebodohan dan sangat primitif Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya yang tinggal di Mimika, Pegunungan Bintang,Paniai, dan Puncak jaya pura . tapi sangat sunguh naas jaya pura termasut daerah yang penduduknya menderita kemiskinan. Di makalah ini saya akan mejabar kan data kemiskinan daerah papua dari tahun 2005 hinga 2010. Menurut data BPS pada tahun 2005 tercatat daerah miskin di papua sekitar 1.028.2 (ribuan)dan pada tahun 2006 tercatat penduduk yang miskin sekitar 816.7(ribuan), dan pada tahun 2007 tercatat sekitar 793.4 (ribuan),pada tahun 2008 tercatata sekitar 793.4 (ribuan) dan pada tahun 2009 sekitar 760.3(ribuan) dan pada trahun 2010 tercatat sekitar 761.6 (ribuan). Secara
teori,
berdasarkan
faktor
penyebabnya
kemiskinan
bisa
dikategorikan dalam dua hal, yakni kemiskinan Struktural dan kemiskinan Alamiah. Kemiskinan Struktural atau bisa disebut Man made poverty, adalah kondisi kemiskinan yang lebih disebabkan oleh struktur sosial yang ada yang mencakup tatanan organisasi dan aturan permainan yang
diterapkan. Sedangkan Kemiskinan Alamiah banyak disebabkan oleh rendahnya
kualitas
sumberdaya
manusia
dan
sumberdaya
alam.
Man made poverty
Penyebab dominan dari kemiskinan yang lain adalah kondisi dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah. Bisa dikatakan rakyat Papua sangat primitif, tidak tersentuh peradaban dan tidak mengenal teknologi. Walaupun alam Papua bagai surga dunia, tetapi dengan sumberdaya manusia yang sangat rendah mustahil mengangkat kesejahteraan mereka. Dan yang terjadi saat ini adalah penindasan hak rakyat Papua, perampokan kekayaan
dan
pembodohan.
Disisi lain, Papua menjadi perhatian dunia, kondisi kelaparan di Yahukimo sengaja di blow-up sebagai komoditas politik untuk mengusung disintegrasi bagi pihak-pihak yang menginginkan melepaskan diri dari NKRI. Pemerintah Indonesia dianggap hanya mengeruk kekayaan Papua, gagal menangani kesejahteraan mereka yang di Papua. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah Indonesia dianggap sebagai menjajah rakyat Papua
2. Apakah
solusi
yang
harus
diambil
untuk
menyelesaikan
permasalahan PT Freeport?
Berbagai strategi tentunya telah dirncanakan oleh pemerintah untuk mengatasi kasus Freeport. Namun apakah rencana itu dapat direalisasikan, itulah yang menjadi pertanyaan. Mengingat peran pemerintah terhadap persoalan ini tidak tegas dan terlalu berbelit-belit.
Menurut saya, ada bebrapa tindakan yang dapat dilakukan. Diantaranya adalah :
PT Freeport adalah milik Negara asing yaitu Amerika serikat. Negara yang terkenal Adi Kuasa. Dan AS getol dengan keterbukaan? Apakah pihak asing di Timika tidak berbelas kasihan kepada Indonesia dan khususnya warga Papua yang selama puluhan tahun masih jauh terbelakang?
Presiden Obama pun, dalam kampanye pemilihan presiden beberapa waktu lalu, telah membuat slogan populer, yaitu ”change” (sebuah gerakan perubahan).
Dunia dan AS serta Indonesia perlu berubah kearah yang lebih baik. Dan, perubahan itu harus nyata pula dalam kontrak karya PT Freeport.
Lalu, untuk mengantisipasi perubahan (anticipate change) akibat faktor internal dan eksternal tersebut, kepentingan NKRI dan asing perlu diseimbangkan (balancing expectation) dengan cara negosiasi ulang kesepakatan awal mengenai pengelolaan alam Timika.
Artinya, masalah eksplorasi alam tidak harus di selesaikan dengan pendekatan ”menang-menangan” lewat isi kontrak yang masih eksis, apalagi lewat pengadilan. Itu tidak perlu! Yang penting, pemerintah RI segera mengajak pihak asing di Timika untuk berbicara dari hati ke hati tentang keadilan dan pentingnya nasionalisme Indonesia jika dibandingkan dengan profit.
Pihak asing perlu menyadari bahwa faktor tekanan internal dan eksternal terhadap PT Freeport telah membuat kontrak karya itu sungguh sulit untuk dilaksanakan dalam keadaan aman, adil, dan sejahtera. Pemerintah pun harus jujur mengakui betapa pentingnya alam Indonesia di Timika dikelola sendiri demi keadilan dan keutuhan NKRI.
Dengan begitu, hubungan bilateral pemerintah RI dengan pemerintah AS tetap terjalin baik dan terus berkelanjutan. Semoga.
3. Bagaimanakah peran Pancasila dalam mengatasi masalah Papua?
Pancasila sebagai ideologi Bangsa adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan segala masah di negri ini, khususnya Freeport. Karena pascasila adalah “Way of life” , Panduan dimana kita untuk menjalani hidup, mengatasi segala problematika yang ada.
Coba kita telaah tentang sila ke-5 yaitu “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila ini menjelaskan bahwa keadilan itu untuk seluruh rakyat Indonesia. Termasuk perusahaan Freeport, harus dapat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang ada. Seperti upah pegawai, waktu bekerja dan toleransi. Nilai nilai itu harus dujunjung tinggi. Walaupun PT Freeport adalah milik AS tetapi Ia bekerjasamadengan negri ini dan berada di kawasan Indonesia, sehingga harus menaati norma-norma yang ada.
Pancasila adalah kekuatan utama yang mampu mengatasi permasalahan ini. Dengan menelaah lebih dalam dan cara penyampaian yang obyektif kepada Pimpinan dan Pemilik Saham PT Freeport tentunya akan menemukan jalan terbaik untuk masalah ini. Dan kerjasama kedua Negara akan lebih baik lagi. Baik dari Para Investor dan Buruh Pabrik. Sehingga kekacauan seperti ini tidak akan terjadi lagi.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesejahteraan rakyat Papua harus di nomer satukan. Bukankah kesejahteraan adalah milik rakyat. Dan rakyat wajib untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Baik dalam segi ekonomi, penghidupan yang layak, sarana prasarana yang memadai, serta pendidikan untuk kelangsuhan hidup yang lebih baik. Pemerintah harus segera memberikan jalan keluar untuk kasus Freeport, bila toh Perusahaan asing itu tidak memberikan hasil yang layak untuk rakyat Indonesua, khususnya Papua. Lebih baik ditiadakan saja dan biar orang orang bumi pertiwi yang menanganinya dengan bijak. Tentunya dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Sesuai apa yang telah tertulis di sila ke 5 Pancasila yaitu “Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia” B. Saran Perbaiki tatanan pola kerjasama dengan AS. Sehingga menemukan titik temu agar kesejahteraan rakyat Papua dapat terjamin. Dengan cara memepertemukan pihak-pihak yang bersangkutan untuk bermusyawarah yang mufakad. Pemerintah harus mulai memperhatikan dan bertindak untuk menumbuhkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Papua. Dalam berbagai segi. Baik dalam segi ekonomi, sarana prasaran maupun pendidikan.
BAB IV REFERENSI •
AUGUSTINUS SIMANJUNTAK (Dosen Perancangan Kontrak Bisnis di FE
•
ARKILAUS BAHO
Universitas Kristen Petra Surabaya)
“Menelisik Konflik Papua” (www.kompasiana.com)
• okezone.com • www.papuabaratnews.com • www.republika.co.id • www.regional.kompasiana.com • www.detiknews.com • UUD 1945 • www.google.com