SAMBUTAN Sebagaimana disebutkan dalam visi pemberantasan penyakit kusta di Indonesia yaitu membebaskan rakyat dari beban ekonomi dan sosial akibat penyakit kusta, terkandung misi menyembuhkan penderita kusta dan meningkatkan kualitas hidup rakyat yang menderita atau pernah menderita kusta melalui pemberian pengobatan yang tepat, rehabilitasi medis dan sosial serta menghilangkan stigma di masyarakat. Berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup, maka perawatan diri pada penderita atau mantan penderita dengan cacat yang menetap merupakan hal yang sangat penting. Petugas kesehatan harus memberikan penjelasan bahwa cacat yang menetap tidak bisa disembuhkan akan tetapi dapat dicegah agar tidak bertambah berat. Kadang kala penjelasan dari petugas dirasakan penderita terlalu instruktif dan teoritis, sehingga mereka segan mengikutinya. Namun demikian jika penjelasan diberikan oleh sesama penderita yang sudah berhasil mengatasi masalah kecacatan dan komplikasi akibat penyakit kusta akan mempunyai hasil yang sangat berbeda karena penderita dapat melihat secara langsung perbaikan komplikasi kecacatan kusta jika mengikuti cara perawatan diri dengan benar. Tukar pengalaman antar sesama penderita tersebut dapat dilakukan apabila mereka tergabung dalam suatu paguyuban atau kelompok yang rutin mengadakan pertemuan. Oleh karenanya pembentukan kelompok perawatan diri kusta menjadi sangat penting. Namun demikian untuk menjaga kelangsungan kelompok tersebut diperlukan peran aktif dari anggota kelompok dan masyarakat di sekitarnya. Petugas kesehatan cukup memfasilitasi dan membimbing kelompok tersebut. Oleh karenanya pedoman dalam pembentukan dan pelaksanaan kelompok perawatan diri kusta sangat dibutuhkan. Saya ucapkan terima kasih kepada tim penyusun yang telah bersusah payah dalam mengembangkan buku pedoman pembentukan kelompok perawatan diri kusta. Semoga buku ini bermanfaat dalam pelaksanaan di lapangan, sehingga misi program pemberantasan penyakit kusta untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia yang menderita atau pernah menderita sakit kusta bukan hanya slogan belaka.
Jakarta, Januari 2006 Direktur Penyakit Menular Langsung
Dr. Rosmini Day, MPH
UCAPAN TERIMA KASIH Kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku kecil ini, dan khususnya kepada: Tim pemberantasan kusta di Jawa Barat atas inisiatifnya membentuk kelompok perawatan diri pertama di Indonesia, beserta para anggotanya; Seluruh tim pemberantasan kusta di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, beserta semua anggota KPD karena telah memfasilitasi terbentuknya kelompok perawatan diri baru; Kepada PLKN atas bantuan dan dukungannya selama proses tersebut. Ucapan terima kasih atas kesediaannya memberikan masukan dan saran kami sampaikan kepada: Dr Hernani MPH, Subdit Kusta dan Frambusia Ir Daan Ponsteen, Project Oficer NLR Amsterdam Dr Erik Post, mantan NLR Representative for Indonesia Dr Yamin Hasibuan, National Leprosy Advisor Dr Richard de Soldenhoff, NLR Regional Medical Oficer / Medical Advisor Dr Tiara Pakasi, Project Leader Sulawesi Utara Dr Diana Liben, National Leprosy Advisor Dr Firmansyah Arief, National Leprosy Advisor Dr Suromo Setiawan, National Leprosy Advisor Dr Laksmi Kusuma Wardhani, PLKN Dr Wim van Brakel, KIT, Medical Advisor for Indonesia Mr Michel van Zijl, NLR Representative for Indonesia Mr Rens Verstappen, Coordinator Project Department NLR Amsterdam Atas koreksi bahasa di versi bahasa Inggris dan di versi bahasa Indonesia: Dr Richard de Soldenhoff Dr Laksmi Kusuma Wardhani Dr Yamin Hasibuan Makassar, Januari 2006 Dr Marion Steentjes, NLR Regional Medical Oficer / Medical Advisor Kerstin Beise, National Leprosy Advisor
Pendahuluan
7
1. Konsep
8
i. Deinisi
8
ii. Tujuan-tujuan
8
iii. Prinsip-prinsip
9
iv. Keuntungan Kelompok Perawatan Diri
9
2. Gambaran Tugas i. Propinsi
10
ii. Kabupaten
11
iii. Puskesmas / Fasilitator
12
iv. Ketua Kelompok
13
Cara-cara lain Pembentukan KPD: Tiga Contoh 3. Pengorganisasian KPD
14 15
i. Syarat-syarat
15
ii. Seleksi Anggota
16
iii. Tempat Pertemuan
18
iv. Frekuensi Pertemuan
19
v. Lamanya KPD
19
4. Pertemuan KPD
10
20
i. Persiapan Pertemuan
20
ii. Jadual Pertemuan
21
A. Pembukaan
22
B. Kehadiran
22
C. Pemeriksaan
23
D. Program Perawatan Diri Pokok
25
E. Program Perawatan Diri Khusus
25
F. Diskusi
26
iii. Membicarakan Tujuan KPD kepada Para Anggota
26
iv. Memfasilitasi sebuah Kelompok - Beberapa Petunjuk
27
5. Pemantauan dan Evaluasi
29
6. Bahan-bahan Perlengkapan
30
7. Topik-topik Khusus
31
i. Obat-obatan
31
ii. Alas Kaki
32
iii. Rujukan
34
iv. Kegiatan Tambahan
35
8. Persoalan-persoalan Pokok
36
9. Pelatihan
37
i. Pelatihan Fasilitator
37
ii. Pelatihan Ketua Kelompok
37
10. Biaya
38
Lampiran
44
Lampiran 1
Daftar Singkatan
Lampiran 2
Pertimbangan mengenai Tempat Pertemuan 45
Lampiran 3
Contoh Pelajaran Perawatan Diri
47
Lampiran 4
Checklist POD untuk Supervisi
49
Lampiran 5
Referensi
50
Lampiran 6
Daftar Buku dan Tulisan
50
44
PENDAHULUAN Walaupun keberhasilan besar telah diraih dalam eliminasi kusta, namun kecacatan dan kesulitan sosial-ekonomi masih membebani banyak orang yang (pernah) terkena kusta. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membentuk kelompok perawatan diri (KPD), yang telah terbukti berhasil dilaksanakan di beberapa negara. KPD adalah suatu kelompok yang beranggotakan orang yang terkena kusta, yang berkumpul untuk saling memberi dukungan satu sama lain, terutama dalam usaha mencegah dan mengurangi kecacatan, serta mencari solusi bagi persoalan-persoalan yang mereka hadapi setiap hari akibat kusta. Hasilnya, sebagaimana dilaporkan, telah membentuk sikap yang lebih positif terhadap kehidupan mereka, seperti lebih bertanggung jawab untuk mengurus luka-lukanya, dan menyediakan sendiri bahan untuk perawatan luka. Harga-diri serta kepercayaan diri mereka dalam kehidupan bermasyarakat menjadi semakin tinggi. Konsep KPD berasal dari ALERT, Etiopia, pada tahun 1995. Pada tahun 1999 telah terbentuk 72 kelompok di Etiopia. KPD pertama di Indonesia dimulai di Jawa Barat pada tahun 2000. Manusia adalah mahluk sosial, yang saling tergantung satu sama lain. Kehidupan bermasyarakat di Indonesia, terutama di desa, diwarnai dengan rasa persaudaraan yang tinggi, yang terkenal dengan masyarakat gotong royong. Kehidupan bermasyarakat ini juga melekat pada diri orang yang terkena kusta. Oleh karena itu adalah suatu pendekatan yang manusiawi dan tepat bilamana orang yang terkena kusta membentuk kelompok untuk membahas persoalan mereka. Dengan tujuan meneliti proses KPD lebih mendalam, pada bulan Maret tahun 2003 dibentuk dua KPD di Propinsi Sulawesi Selatan, yang dibimbing oleh tim P2 Kusta dan Kerstin Beise, seorang isioterapis. Pada saat yang sama, empat KPD didirikan di Propinsi Sulawesi Utara oleh tim setempat, disusul terbentuknya sekian banyak kelompok di tempat-tempat lain. Pedoman ini disusun berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang terjadi pada kelompok-kelompok ini. Buku ini dimaksudkan sebagai pedoman serta memberikan informasi dan saran bagi tim lain yang mungkin ingin mendirikan KPD di wilayahnya sendiri. Pedoman ini juga menyertakan sebuah tayangan ilm CD-Rom, sebagai contoh praktis mengenai penjelasan cara mengadakan pertemuan KPD. Bagaimanapun, manusia berbeda di mana-mana, dan setiap KPD tidak pernah sama. Suatu nasehat mungkin cocok untuk kelompok yang satu, akan tetapi mungkin tidak sesuai dengan kondisi di wilayah yang lain. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya leksibilitas dan daya cipta masingmasing tim dalam membentuk KPD yang diharapkan sukses di daerah masing-masing. Berpikirlah secara global tetapi bertindaklah sesuai dengan situasi lokal! (Think globally – act locally)
1
KONSEP i. DEFiNiSi Kelompok perawatan diri adalah sekelompok orang yang terkena kusta, yang berusaha untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mereka yang diakibatkan oleh penyakit kusta.
ii. TUJUAN-TUJUAN Tujuan umum KPD adalah mencegah (bertambahnya) atau mengurangi kecacatan pada para anggota KPD.
Tujuan-tujuan khusus adalah seperti berikut: Memungkinkan para peserta menemukan bersama pemecahan masalah (isik, psikis, sosial atau ekonomi) yang diakibatkan oleh penyakit kusta. Menganjurkan kepada peserta untuk menggunakan bahan-bahan yang dapat diperoleh di lokasi setempat dalam melakukan perawatan diri. Memantau para peserta secara efektif dan eisien. Melakukan rujukan secara dini (misalnya pembedahan rekonstruksi, rehabilitasi).
Tujuan-tujuan tambahan adalah: Memulihkan kepercayaan / harga diri pesertanya, supaya mereka dapat berperan dalam masyarakat secara aktif.
Mengurangi leprophobia di antara para peserta, keluarganya dan petugas kesehatan yang terlibat.
iii. PriNSiP-PriNSiP Prinsip utama KPD ialah agar para anggotanya berpartisipasi dalam semua aspek secara aktif. Mereka sebaiknya didorong untuk memutuskan sendiri tentang hal-hal yang didiskusikan dan organisasi KPD. Fasilitator kelompok sebaiknya hanya memandu kegiatan-kegiatan selama pertemuan KPD. Para anggota KPD sendiri yang berupaya dalam hal mencegah dan mengurangi kecacatan, bukan fasilitator. Mereka merawat diri sendiri di rumah setiap hari dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat diperoleh di sekitar tempat mereka. Sementara pertemuan KPD diadakan untuk mengontrol proses penyembuhan serta untuk saling bertukar pengalaman.
iv. KEUNTUNGAN KELomPoK PErAwATAN Diri
Mengadakan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mirip dalam sebuah kelompok dapat membawa banyak keuntungan: Adanya waktu khusus yang disediakan untuk memberikan penjelasan, diskusi dan mempraktekkan bersama akan meningkatkan pemahaman para anggotanya mengenai perawatan diri. Dengan pemahaman ini para anggota dapat mengelola kecacatan mereka secara mandiri dan benar di rumah. Kebersamaan cita-cita di dalam kelompok dapat merupakan pendorong untuk melakukan perawatan diri secara serius di rumah. Berbagai kesulitan yang ada dapat dipecahkan secara langsung, persoalan-persoalan yang ada dibicarakan bersama, dan saling bertukar pengalaman. Membagi sebuah persoalan dapat mengurangi beban yang dipikul seorang anggota. Dalam suasana yang santai bersama teman-teman, maka mengemukakan pendapat, tanya jawab, lebih mudah dilakukan oleh orang yang terkena kusta, bila dibandingkan dengan konsultasi di Puskesmas. Gagasan-gagasan misalnya di bidang sosial-ekonomi dapat dikembangkan. Membantu dan memberikan dukungan bagi teman merupakan kebahagiaan tersendiri dan juga meningkatkan kepercayaan diri. Beban petugas kusta dalam penyembuhan luka menjadi berkurang, dari segi pekerjaan, dana dan waktu.
2
GAMBARAN TUGAS Gambaran yang berikutnya adalah uraian tugas petugas kesehatan pada semua tingkat dalam proses pembentukan KPD. Uraian tugas dapat berbeda-beda, sesuai dengan kondisi setempat. Pada akhir bab ini diberikan tiga contoh KPD yang telah didirikan dengan cara yang sedikit berbeda. Proses pembentukan dan menjalankan sebuah KPD biasanya mempunyai beberapa langkah dan melibatkan petugas kesehatan yang berbeda-beda, misalnya:
• Inisiatif mengenai pembentukan sebuah KPD diusulkan oleh petugas yang mempunyai motivasi, baik di tingkat Puskesmas, kabupaten maupun propinsi.
• • • •
Tim propinsi memberikan persetujuan. Permulaan kegiatan KPD dilakukan oleh wasor kabupaten dan petugas kusta. Selanjutnya petugas kusta memfasilitasi KPD. Ketua kelompok dan para anggotanya mengurus keperluan internal organisasi, bila diperlukan petugas kusta dapat diminta bantuan.
i. ProPiNSi Inisiatif / Persetujuan Tim propinsi dapat berperan sebagai inisiator sebuah KPD, atau memberikan persetujuan terhadap usulan-usulan dari tingkat lain. Tim propinsi diharap menyebarkan informasi mengenai kemungkinan pembentukan KPD di kabupaten, dan mendorong mereka untuk mengambil inisiatif. (Lihat di bawah ini: ‘Tindak Lanjut’) Jika tim propinsi yang memilih kabupaten-kabupaten yang sesuai untuk membentuk KPD, maka kriteria yang terdapat di bawah ‘Syarat-syarat Pengorganisasian’ (hl.15) sebaiknya dipertimbangkan. Suatu kriteria yang amat penting adalah wasor kabupaten yang memiliki motivasi, karena dialah yang nantinya mempunyai tugas utama dalam supervisi dan membina fasilitator KPD.
Advokasi dan Pembicaraan Awal Advokasi dan pembicaraan awal dengan wasor dan pejabat lain di kabupaten dapat dilaksanakan selama supervisi reguler oleh tim propinsi.
0
Supervisi Wasor propinsi (atau petugas lain yang berkompeten) sebaiknya melakukan kunjungan ke KPD sekali setiap triwulan pada pemulaan. Wasor Propinsi sebaiknya memberi perhatian khusus pada keterampilan fasilitator untuk melibatkan semua anggota dalam kegiatan kelompok.
Tindak Lanjut Pertemuan triwulanan para wasor kabupaten dapat dimanfaatkan untuk melakukan diskusi dan penyebaran informasi mengenai KPD.
ii. KABUPATEN Dukungan Dinas Kesehatan kabupaten untuk kegiatan KPD sangatlah diharapkan. Wasor kabupaten adalah supervisor KPD dengan tugas-tugas sebagai berikut:
Menyeleksi Puskesmas Wasor kabupaten memilih Puskesmas-Puskesmas yang sesuai untuk mendirikan KPD, atau petugas kusta yang mengusulkannya kepada wasor. Kriteria untuk membentuk KPD yang perlu dipenuhi oleh Puskesmas terdapat di bawah ‘Syaratsyarat Pengorganisasian’ (hl.15). Sangat penting dalam pemilihan Puskesmas ini adalah bahwa petugas kusta yang terlibat memiliki motivasi tinggi dan mampu berkomunikasi dengan pasien serta dapat memfasilitasi sebuah kelompok.
Advokasi dan Pembicaraan Awal Advokasi dan pembicaraan awal dengan petugas kusta dan kepala Puskesmas dapat dilaksanakan selama supervisi reguler yang dilakukan oleh wasor kabupaten.
Supervisi Wasor kabupaten memantau KPD secara umum. Pada awalnya ia sebaiknya mengunjungi setiap pertemuan (misalnya pada 3 bulan pertama atau lebih lama, tergantung situasi), dan selanjutnya kunjungan dapat dilakukan per triwulanan, untuk memberikan dukungan dan ‘on the job training’ bagi fasilitator. Wasor diharapkan dapat membantu fasilitator dalam melaksanakan tugasnya. Lihat: ‘Pemantauan dan Evaluasi’ (hl.29)
iii. PUSKESmAS / FASiLiTATor Kepala Puskesmas diharapkan turut mendukung kegiatan KPD. Petugas kusta biasanya adalah fasilitator KPD. Dia akan menghadiri setiap pertemuan selama ia dibutuhkan oleh kelompok tersebut. Secara singkat tugasnya adalah:
• Menyeleksi anggota-anggota kelompok (lihat: ‘Seleksi Anggota’, hl.16)
• Mempersiapkan pertemuan (lihat: ‘Persiapan Pertemuan’, hl.20)
• Memperkenalkan tujuan KPD kepada para anggota (lihat: ‘Membicarakan Tujuan KPD kepada Para Anggota’, hl.26)
• Memimpin diskusi dengan para anggota tentang beberapa masalah organisasi, seperti tempat pertemuan, ketua kelompok dan jumlah pertemuan yang akan dilaksanakan (lihat: ‘Pengorganisasian KPD’, hl.15)
• Mengajar / memperlihatkan / menjelaskan cara melakukan POD/ perawatan diri (lihat Lampiran 3: ‘Contoh Pelajaran Perawatan Diri’, hl.47)
• Memberikan motivasi, memulai dan mengarahkan diskusi, menciptakan suasana di mana semua anggota dapat melibatkan diri dalam kegiatan kelompok (lihat: ‘Memfasilitasi sebuah Kelompok – Beberapa Petunjuk’, hl.27)
• Membimbing ketua kelompok dalam memenuhi tugasnya (lihat halaman berikutnya: ‘Ketua Kelompok’)
• Memantau dan mengevaluasi kemajuan kelompok (lihat: ‘Pemantauan dan Evaluasi’, hl.29)
iv. KETUA KELomPoK Ketua kelompok adalah salah satu anggota kelompok dan dipilih dari anggota kelompok. Ketua kelompok sebaiknya mampu berkomunikasi dengan baik dan peduli terhadap anggotaanggotanya lain. Tugas ketua umumnya adalah sebagai motivator yang memberi dukungan semangat:
• Ia diharapkan dapat mempertahankan semangat kelompok misalnya dengan menanyakan apakah ada kesulitan yang dihadapi para anggota dan turut membantu memecahkannya, mendukung anggota dalam perawatan diri dan memuji keberhasilan yang ada, mendorong mereka untuk melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan kelompok.
• Ketua kelompok juga dapat ditugaskan mengurusi tugas-tugas administrasi (pencatatan hasil pemeriksaan), jika ia bersedia dan mampu. Diharapkan, ketua kelompok pada satu saat nanti akan dapat mengambil alih tugas-tugas fasilitator dan memimpin KPD secara mandiri tanpa fasilitator. Walaupun tujuan ini sulit tercapai, fasilitator sebaiknya selalu berusaha mengembangkan keterampilan ketua misalnya dengan cara menyerahkan tugas-tugas kepadanya. (Lihat: ‘Pelatihan Ketua Kelompok’, hl.37)
¡
LSM
Kadangkali, LSM-LSM setempat sangat berguna untuk membantu petugas kusta dalam memfasilitasi KPD, khususnya jika mereka berpengalaman bekerja dengan kelompok. Jika sebuah KPD berbasis di desa, maka seorang anggota LSM bisa jadi dapat diterima sebagai fasilitator.
CARA - CARA LAIN PEMBENTUKAN KPD: TIGA CONTOH PAGUYUBAN DI JAWA TIMUR Tim P2M di propinsi Jawa Timur telah mengalami kesulitan jika meminta wasor kabupaten dan petugas kusta untuk membentuk KPD. Walaupun motivasi ada, dan dana telah disediakan secukupnya, para petugas di tingkat kabupaten dan Puskesmas tidak tertarik membentuk KPD bagi orang yang terkena kusta. Tim propinsi di Jatim akhirnya berhasil karena memberikan dukungan kepada petugas-petugas lain yang sebelumnya sudah mempunyai motivasi dan merasa bertanggung jawab untuk membantu orang yang terkena kusta sebaik mungkin. Petugas-petugas tersebut mengambil inisiatif sendiri dan membentuk dua kelompok, tanpa disuruh dari ‘atas’.
KPD DI PENAMPUNGAN JONGAYA Jongaya adalah sebuah penampungan kusta yang besar di tengah kota Makassar. Penduduk Jongaya sendiri telah membentuk sebuah KPD, sesudah mendengar mengenai kelompokkelompok semacam itu di berbagai tempat lain. Dengan hanya sedikit pengarahan dari tim propinsi mereka menyeleksi anggotanya, mengurus tempat pertemuan dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua minggu. Kemudian mereka meminta supervisi dari petugas yang lebih berpengalaman dalam KPD. Oleh karena wasor dan petugas kusta di wilayah itu kurang aktif, maka tim propinsi memilih jalan lain untuk fasilitasi dan supervisi. Orang yang bersedia dan bermotivasi dilibatkan: seorang mantan wasor yang berpengalaman diangkat menjadi supervisor, dan ketua kelompok KPD Jongaya yang pintar itu menjadi fasilitator kelompok.
KPD DI MADURA Di Madura, seorang mantan penderita kusta mendatangi Tim P2M dan meminta dukungan inansial untuk perusahaan kecil miliknya. Para pekerja perusahaannya adalah orang terkena kusta juga. Dukungan inansial yang diminta itu dapat diberikan, tetapi pada saat yang sama pengusaha ini ditanya apakah dia tertarik untuk berkumpul bersama pekerjanya sekali sebulan untuk belajar mengenai perawatan diri. Di dalam KPD ini, petugas kesehatan hanya terlibat pada awal pembentukan untuk mengajarkan cara perawatan diri, dan sesekali waktu mereka melakukan kunjungan supervisi.
Tiga contoh ini memperlihatkan bahwa leksibilitas sangat penting untuk mendirikan sebuah KPD. Gambaran tugas yang diberikan dalam bab di atas ini adalah sebagai garis-garis besar pedoman, yang perlu disesuaikan dengan kondisi lokal jika dibutuhkan. Nasehat yang tidak pernah salah adalah mencari bantuan dari orang –baik petugas kesehatan maupun orang yang terkena kusta atau sukarelawan- yang benar-benar memiliki motivasi!
3
3
PENGORGANISASIAN KPD
i. SyArAT-SyArAT Untuk memungkinkan terbentuknya sebuah KPD, beberapa syarat sebaiknya dipenuhi di tingkat propinsi, kabupaten dan Puskesmas:
• Propinsi dan kabupaten bekerjasama dalam pengorganisasian, pendanaan dan evaluasi.
• Anggaran yang dibutuhkan terjamin. • Jumlah orang yang terkena kusta memungkinkan untuk pembentukan KPD. Mereka sanggup berkumpul sekali sebulan di suatu tempat pertemuan yang strategis.
• Sangat penting bahwa wasor kabupaten memiliki motivasi untuk membentuk KPD di wilayahnya. Sebuah KPD dan petugas kusta sebagai fasilitator membutuhkan supervisi dan dukungan, yang tidak mungkin dilakukan jika wasor tidak memiliki motivasi yang besar. Sebagai alternatif dapat dicarikan orang lain yang memiliki motivasi. (Lihat: ‘Caracara lain Pembentukan KPD’, hl.14)
• Hal yang sama berlaku untuk petugas kusta sebagai fasilitator, yang juga harus bermotivasi tinggi dalam memenuhi tugasnya, dan bersedia membagi waktu dan tenaga demi KPD. Motivasinya terutama dalam hal keyakinannya bahwa KPD dapat membantu pencegahan cacat secara efektif dan memulihkan kepercayaan diri orang yang terkena kusta.
• Tempat pertemuan memiliki fasilitas dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan KPD, yaitu tempat yang tenang dengan persediaan air bersih yang cukup. (Lihat: ‘Tempat Pertemuan’, hl.18)
ii. SELEKSi ANGGoTA Fasilitator biasanya bertanggung jawab dalam seleksi para anggota KPD, karena dialah yang paling dekat dengan orang yang terkena kusta di wilayahnya. Wasor berperan menyarankan agar: 1. Fasilitator dan wasor sebaiknya membicarakan calon-calon anggota menurut kriteria keanggotaan (lihat di bawah ini). 2. Fasilitator kemudian berbicara dengan orang yang terkena kusta yang diseleksi, pada saat mereka mengunjungi Puskesmas atau saat fasilitator berkunjung ke rumah mereka. Mereka diinformasikan tentang pendirian KPD, dan diundang ke pertemuan pertama, supaya mereka dapat memutuskan apakah bersedia menjadi anggota.
Kriteria Keanggotaan Orang yang sedang dalam pengobatan mDT ataupun telah rFT dengan kecacatan tingkat 1 dan/atau 2. Umurnya tidak terbatas; anak-anak di bawah 10 tahun dapat ditemani anggota keluarga. Jika calon anggota lebih banyak daripada yang dapat diterima dalam KPD (lihat ‘Komposisi Kelompok’, hl.17), maka sebaiknya orang yang RFT diutamakan. Jika demikian, pasien dalam pengobatan MDT perlu mendapat bimbingan tentang perawatan diri yang mendalam pada saat kunjungan ke Puskesmas.
¡
TIPS
• Jika di sebuah Puskesmas jumlah penderita yang sedang diobati dan cacat hanya sedikit, maka biasanya dengan mengecek kartu penderita yang lama akan didapatkan banyak mantan penderita dengan cacat tingkat 1 atau 2, yang dapat menjadi anggota KPD!
• Boleh
jadi ada orang yang tidak mau bergabung dalam KPD karena kekhawatiran bahwa tetangganya akan mengetahui tentang penyakitnya yang (pernah) diderita dengan kegiatan ini. Jika terdapat hal demikian, konsultasi intensif sangatlah dibutuhkan untuk memperlihatkan manfaat perawatan diri daripada menyembunyikan diri. Selain konsultasi, tim sebaiknya juga mengadakan penyuluhan di lingkungan tersebut. (Lihat: ‘Kehadiran’, hl.22)
• Sangat bermanfaat jika seorang anggota keluarga anggota KPD diajak untuk mengikuti pertemuan, dengan harapan bahwa dukungan keluarga dapat ditingkatkan dengan cara ini.
Komposisi Kelompok
• Ukuran KPD yang direkomendasikan adalah antara 8-12 anggota. • Jika jumlah calon anggota besar, dan lebih daripada satu kelompok didirikan di suatu wilayah, maka setiap kelompok dianjurkan dikomposisi sesuai profesi anggotanya (misalnya petani), untuk memungkinkan saling bertukar pengalaman. Kemungkinan lain untuk pembagian komposisi adalah sesuai lokasi tempat tinggalnya.
• Orang dengan mati rasa di kaki / tangan tanpa kecacatan tambahan, mungkin merasa tidak nyaman bersama orang yang cacat berat, atau mungkin tidak menganggap serius kaki / tangan yang mati rasa. Jika begitu, maka pendirian kelompok khusus untuk orang-orang itu bisa dipertimbangkan, atau pendidikan kesehatan untuk individu lebih baik daripada keanggotaan dalam KPD.
• Oleh karena kaum wanita mempunyai posisi kurang menonjol di dalam masyarakat, maka mereka kadang-kadang dilalaikan sebagai calon anggota KPD. Hal ini diharapkan tidak terjadi saat menyeleksi anggota.
Anggota Baru Orang yang ingin bergabung dengan KPD pada saat kelompok sudah berjalan, dapat saja diterima. Fasilitator perlu memperhatikan agar peserta KPD tidak menjadi terlalu banyak, dan jika perlu dapat membentuk kelompok baru. Menurut pengalaman di Jeneponto, penambahan anggota baru yang banyak mempersulit proses perkembangan kelompok / suasana kelompok. Namun integrasi beberapa orang saja dalam kelompok sudah dapat menunjukkan keberhasilan.
¡
iii. TEmPAT PErTEmUAN
KRITERIA TEMPAT PERTEMUAN
• Tempat pertemuan harus sentral dan strategis agar mudah dicapai dan tidak menyusahkan. • Tempat pertemuan sebaiknya cukup luas agar seluruh anggota dapat duduk dengan nyaman dalam sebuah lingkaran, juga agar tersedia tempat cukup luas bagi anggota yang perlu merendam kaki dan/ atau tangannya.
• Air bersih tersedia cukup. • Suasana diciptakan sedemikian
rupa sehingga para anggota merasa nyaman, tenang dan bebas
untuk berbicara.
Tempat pertemuan mempunyai pengaruh besar terhadap sifat dan keberhasilan suatu KPD. Pada umumnya terdapat dua kemungkinan untuk tempat pertemuan: Puskesmas setempat atau desa di mana sebagian besar anggota tinggal. Tujuan KPD adalah meningkatkan kemampuan para anggota dalam merawat diri dan mengurus kehidupannya, melalui saling mendukung satu sama lain. Aspek tolong-menolong ini, yang juga dapat melibatkan tetangga, teman-teman dan keluarga, sudah merupakan tradisi dalam lingkungan sehari-hari mereka di masyarakat desa. Oleh karena ini, tempat pertemuan di desa bagi para anggota mungkin lebih baik daripada di Puskesmas. Beberapa pertimbangan mengenai tempat pertemuan terdapat di Lampiran 2 (hl.45) !
¡
TRANSPORTASI KE TEMPAT PERTEMUAN
Masalah yang biasa terjadi adalah soal biaya transpor ke tempat pertemuan bagi para anggota. Pada prinsipnya, kurang bijaksana jika membagikan uang untuk transpor, khususnya dalam jumlah yang sama untuk semua orang walaupun jarak perjalanan berbeda, karena mereka mungkin akan menganggap bahwa mereka dibayar untuk mengikuti KPD. Namun, pengalaman memperlihatkan bahwa seringkali pada awalnya, para anggota tidak bersedia mengorbankan waktu dan uang karena belum melihat manfaat pertemuan KPD. Kemudian bisa terjadi ada anggota yang memilih atau terpaksa tidak dapat menghadiri KPD lagi, karena tidak mampu menanggung biaya transpor. Solusi terbaik adalah tempat pertemuan yang sentral bagi semua anggota, sehingga tidak perlu dikeluarkan uang transpor. Jika tetap ada ongkos transpor, maka fasilitator dapat menggantikan uang transpor bagi anggota yang tidak mampu dan/atau tinggal di tempat jauh. Namun, KPD yang sudah berdiri lebih satu tahun seharusnya mencari solusi yang lebih sesuai.
iv. FrEKUENSi PErTEmUAN Umumnya pertemuan KPD diadakan sekali sebulan. Jika para anggota sangat malu dan memerlukan waktu lebih banyak untuk saling mengenal dan untuk membiasakan diri dengan kegiatan ini, maka pertemuan kelompok bisa juga diadakan dua kali sebulan pada periode tiga bulan pertama.
Menentukan Tanggalnya Fasilitator dan para anggota sebaiknya membicarakan dan menentukan tanggal dan waktu pertemuan-pertemuan, yang sesuai untuk semua pihak, secara bersama. Anggota-anggotanya yang tidak bisa meninggalkan tempat pekerjaan mereka merupakan kesulitan yang berat dalam menentukan waktu pertemuan. Hal ini sebaiknya didiskusikan secara terbuka untuk mencari solusinya. Tanggal-tanggalnya sebaiknya dicatat dan difotokopi, supaya bisa dibawa pulang oleh
¡
setiap anggota!
TIPS
• Tanggal seperti ‘setiap hari kamis pertama setiap bulan’ lebih mudah diingat para anggota. • Tanggal pertemuan yang disamakan dengan hari pasar, supaya orang bisa menggabungkan
dua perjalanan ini, sangat berguna di wilayah yang luas dengan anggota yang tempat tinggalnya jauh.
• Waktu pertemuan pada sore hari atau pada hari sabtu / minggu merupakan alternatif jika kebanyakan anggota harus bekerja pada waktu yang lain. Beban tambahan untuk fasilitator ini dapat dikurangi melalui kerjasama dengan sukarelawan misalnya dari LSM-LSM lokal.
v. LAmANyA KPD Sebuah KPD sebaiknya berjalan selama satu tahun. Sesudah itu kelompok dievaluasi untuk mengetahui hasilnya. (Lihat: ‘Pemantauan dan Evaluasi’, hl.29)
• Jika kelompok berhasil, dan semua anggota mampu secara mandiri merawat diri, maka kelompok boleh ditutup, jika para anggota tidak melihat alasan lagi untuk melanjutkannya.
• Jika para anggota ingin melanjutkan pertemuan-pertemuan kelompok, maka biaya operasional seharusnya disediakan pihak selain dari propinsi (misalnya oleh kabupaten, dll).
• Kemungkinan lain daripada menutup kelompok, frekuensi pertemuan dapat dikurangi dan diadakan hanya sekali setiap dua atau tiga bulan.
• Jika kelompok tidak berhasil, dan kegagalan tidak dapat diatasi, maka kelompok sebaiknya dibubarkan dan diganti dengan kegiatan-kegiatan POD lain (misalnya pendidikan kesehatan perseorangan). Sebuah KPD dapat dilanjutkan bertahun-tahun, jika para anggota menginginkannya. KPD jangka panjang seperti itu sebaiknya berbasis di desa dan bukan di Puskesmas, dan sedapat mungkin difasilitasi oleh ketua kelompoknya.
4
PERTEMUAN KPD
i. PErSiAPAN PErTEmUAN Jadual pertemuan sebaiknya disimpan di Puskesmas, misalnya ditempel pada dinding, supaya pertemuan bulanan mudah dilihat dan tidak dilupakan. Kadang-kadang beberapa anggota perlu dikunjungi di rumah sehari sebelum pertemuan untuk diingatkan, akan tetapi hal seperti ini sebaiknya tidak menjadi kebiasaan. Sehari sebelum pertemuan, fasilitator memeriksa kelengkapan bahan yang dibutuhkan. Persediaan tempat / ruangan pertemuan juga perlu dikonirmasi. Untuk bahan yang dibutuhkan pada pertemuan kelompok, lihat ‘Bahan-bahan Perlengkapan’ (hl.30).
¡
MAKANAN KECIL
Demi kenyamanan pertemuan, dapat disediakan makanan kecil. Salah satu anggota (bergiliran) bisa dipercayakan untuk mempersiapkan makanan kecil ini. Misalnya membuat sendiri di rumah, yang dapat menambah keakraban dalam kelompok. Menurut pengalaman, para anggota menghargai dan menyukai makanan kecil ini, akan tetapi, bantuan biaya transportasi mereka anggap lebih diperlukan.
0
ii. JADUAL PErTEmUAN Walaupun setiap KPD dapat mengembangkan kebiasaan atau rutinitas yang berbeda, kami mengusulkan jadual untuk pertemuan kelompok adalah sebagai berikut:
A. Pembukaan B. Absensi kehadiran C. Pemeriksaan Masing-masing anggota diperiksa oleh kelompok
D. Program perawatan diri pokok Merendam, menggosok, mengoles Dipraktekkan oleh semua anggota
E. Program perawatan diri khusus Latihan per individu sesuai kecacatan Didemonstrasikan oleh anggotanya dan didiskusikan
F. Diskusi Tentang persoalan, pertanyaan dan topik-topik khusus Dapat dilakukan pada setiap saat yang sesuai Lamanya suatu pertemuan sekitar 2 jam. Pada awalnya, fasilitator perlu mengajarkan dasar-dasar perawatan diri, yang mungkin menyita waktu lebih banyak. Beberapa contoh mengenai program pelajaran dapat anda temukan di Lampiran 3: ‘Contoh Pelajaran Perawatan Diri’ (hl.47). Jadual kegiatan-kegiatan tersebut di atas akan dijelaskan secara mendetil di bawah ini.
A. Pembukaan Setiap pertemuan sebaiknya dibuka oleh fasilitator atau oleh salah satu anggota. Pembukaan yang bersifat ‘resmi’ meningkatkan konsentrasi dan rasa kelompok. Para anggota dan fasilitator sebaiknya duduk bersama dalam suatu lingkaran.
B. Kehadiran Kehadiran para anggota dicek pada awal setiap pertemuan, dan dicatat pada formulir kehadiran seperti contoh di bawah ini. Member
Mei
Bp Sili
√ √ √ √
Ibu Tan Ibu Heri Bp Ula
Juni
Juli
Aug
Sept
√
√ √ -? √
√ √ -? √
√ √ √ √
sakit
√ ke kota
Jika memungkinkan, salah satu anggota ditunjuk sebagai sekretaris dengan tugas untuk mengecek kehadiran, untuk meningkatkan keterlibatan anggota. Seringkali pada awalnya kehadiran yang tidak teratur merupakan persoalan yang serius. Menurut pengalaman alasannya ialah kurangnya waktu luang, malu, kelalaian terhadap kecacatannya, dan ketidakfahaman manfaat perawatan diri. Oleh karena itu penting bahwa fasilitator:
• Menjelaskan dan membicarakan berulang kali tentang manfaat meluangkan waktu dua jam sebulan untuk kesehatannya sendiri. Penjelasan dapat dilakukan dengan mengajak seorang yang sudah mempunyai pengalaman dengan perawatan diri untuk menceritakan pengalamannya.
• Mencari sebab kenapa tidak hadir dan mencoba mencari solusi (misalnya waktu pertemuan diubah).
• Mencoba memberikan rasa memiliki kelompok kepada para anggota, dengan cara melibatkan mereka dalam semua kegiatan kelompok, dan memperlihatkan kepada mereka bahwa dukungan mereka dibutuhkan anggota lain.
• Memperhatikan setiap anggota dan persoalan-persoalannya. Dari hasil observasi, fasilitator yang akrab dengan para anggota (misalnya berasal dari daerah yang sama) lebih gampang meyakinkan anggota untuk mengikuti pertemuan-pertemuan kelompok.
C. Pemeriksaan Setiap anggota hendaknya diperiksa kembali pada setiap pertemuan, sehingga perkembangan penyembuhan kecacatan dapat dimonitor.
¡
MEMONITOR PERKEMBANGAN KECACATAN PENTING UNTUK • memotivasi anggota dengan memuji atas keberhasilan yang dicapai • Melakukan koreksi cara perawatan diri jika ternyata kecacatan bertambah • Mengevaluasi hasil-hasil kelompok untuk mempertimbangkan kelanjutan KPD
Pemeriksaan bisa berarti: Kontrol terhadap keadaan kulit, kaki dan tangan terhadap kemungkinan luka serta kondisi mata dari kemungkinan infeksi. Ini merupakan pemeriksaan standar. Jika kelompok difasilitasi oleh petugas kusta, pemeriksaan yang lebih mendetil dapat dilakukan (VMT/ST, palpasi saraf), akan tetapi tidak merupakan pemeriksaan standar. Untuk pemeriksaan, sebaiknya pertimbangkan juga bahwa:
• Anggota yang masih dalam pengobatan MDT harus diperiksa secara mendetil setiap bulan oleh petugas kusta di Puskesmas, tidak perlu diulangi pada pertemuan KPD.
• Anggota dengan kecacatan yang sudah menetap tidak akan mengalami banyak perubahan terhadap mati rasanya ataupun kekuatan otot yang lumpuh.
• Untuk mendeteksi reaksi, sebaiknya fasilitator menjelaskan dengan baik tanda-tanda dini reaksi kepada para anggota, dan selama pertemuan tanyakan apakah anggota mengalami perubahan seperti nyeri, demam, dll.
• Supaya motivasi anggota tetap tinggi, dianjurkan agar pemeriksaan dipusatkan pada kecacatan yang masih dapat berubah, bukan yang sudah menetap. Contoh: Seorang anggota dengan jari-jarinya yang lumpuh dan bengkok yang sudah berlangsung lama, tidak perlu diperiksa VMT untuk saraf Ulnaris pada setiap pertemuan, akan tetapi penting memperhatikan agar jari-jari yang lumpuh tidak menjadi kaku dan kulitnya tetap utuh.
minta anggota kelompok memeriksa! Prinsip pertama, semua anggota seharusnya terlibat dalam pemeriksaan masing-masing anggota. Hasil dan persoalan dibicarakan bersama. Untuk mencapai tujuan ini, fasilitator / ketua kelompok bisa meminta anggota secara bergiliran untuk menceritakan kepada kelompok mengenai perkembangan yang sudah dialami (misalnya luka atau jari yang bengkok), dan untuk menunjukkan tangan/kaki kepada anggota lain. Anggota-anggota lain diminta untuk memberikan komentar. Keterampilan fasilitator dalam mengarahkan para anggota untuk mengerti perawatan diri adalah bagian yang paling penting, yang menyangkut: Melihat persoalan Mencari penyebab persoalan Mencari solusi untuk mengatasi persoalan Contoh Seorang anggota menunjukkan luka baru. Bersama anggota-anggota lain dia membicarakan sebab terjadinya luka ini. Mereka bersama-sama mencari jalan supaya penyebabnya dihindari agar jenis luka seperti ini tidak terjadi di kemudian hari.
Pencatatan: Pencatatan hasil pemeriksaan sebaiknya tidak terlalu lama: para anggota merasakan lebih banyak manfaat jika hasilnya didiskusikan daripada dicatat. Contoh ‘Buku Pemeriksaan’ terdapat bersama pedoman ini: Buku pemeriksaan ini berisi formulir pemeriksaan untuk satu tahun. Formulir pertama dapat digunakan untuk data dasar, dan diisi pada masa awal keanggotaan. Kemudian formulir yang berikutnya diisi pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Formulir-formulir pemeriksaan ini memusatkan perhatian pada luka. Pada halaman terakhir dapat dilakukan evaluasi.
Telapak Kanan
Telapak Kiri
Punggung Kanan
Punggung Kiri
D. Program Perawatan Diri Pokok Kegiatan merendam kaki / tangan selama sekitar 20 menit dalam air garam atau sabun, menggosok kulit tebal, dan kemudian mengoles kulit yang masih basah dengan minyak ini dinamakan ‘program perawatan diri pokok’ karena sangat efektif untuk semua orang yang terkena kusta dengan tingkat cacat 1 atau 2 pada kaki / tangan. Program perawatan diri pokok sebaiknya merupakan bagian dari setiap pertemuan KPD, walaupun juga harus dilakukan oleh setiap anggota sehari-hari di rumah, karena mempraktekkan bersama memberikan kesempatan untuk memantau pelaksanaan dan meningkatkan rasa kebersamaan dalam kelompok. Sambil merendam para anggota dan fasilitator dapat:
• • • •
membicarakan berbagai persoalan dan kesulitan bertukar pengalaman mengajar dan mendiskusikan pengetahuan khusus seperti tanda-tanda reaksi memeriksa alas kaki para anggota
E. Program Perawatan Diri Khusus Selain dari program perawatan diri pokok, beberapa anggota akan memerlukan latihan untuk tangan, kaki atau mata. Latihan-latihan ini tidak sama untuk semua orang, tetapi tergantung jenis kecacatan. Misalnya seorang dengan kaki lunglai yang lumpuh perlu melakukan latihan yang berbeda dengan seorang dengan kaki lunglai yang lemah. Latihan-latihan individual ini dapat diajarkan selama pemeriksaan, selama merendam, atau misalnya sesudah program perawatan diri pokok. Pelaksanaan latihan individual ini dikontrol pada setiap pertemuan, dan kemudian dibicarakan bersama dengan semua anggota (apakah sudah benar atau perlu diperbaiki).
F. Diskusi Diskusi mengenai kesulitan-kesulitan, tanya jawab terhadap topik-topik khusus dapat diadakan kapan saja. Fasilitator diharap mendorong para anggota untuk berdiskusi. Fasilitator juga mengatur waktu sehingga waktu untuk berdiskusi cukup. Jika para anggota malu dan tidak terbiasa untuk berdiskusi, maka fasilitator berinisiatif memulai diskusi, misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang dapat menimbulkan diskusi. Lihat juga: ‘Kegiatan Tambahan’ (hl.35)
iii. mEmBiCArAKAN TUJUAN KPD KEPADA PArA ANGGoTA Pada (beberapa) pertemuan pertama, fasilitator perlu menjelaskan kepada calon-calon anggota mengapa mereka diundang mengikuti KPD. Beberapa contoh penjelasan: Para anggota perlu mengetahui tentang perawatan diri bahwa:
• Mati rasa di kaki atau tangan mungkin tidak akan pulih, tetapi mereka dapat mencegah masalah lain jika teratur merawat dirinya.
• Mereka sendiri adalah perawat terbaik bagi kaki, tangan dan matanya, karena mereka dapat merawatnya sehari-hari di rumah.
• Hanya merekalah yang mampu mencegah (tambahan) kecacatan di tangan, kaki dan matanya. Petugas Puskesmas hanya bisa membantu dalam proses penyembuhan, tetapi bukan dalam pencegahan.
• Mereka tidak memerlukan obat-obatan dan kain kasa untuk merawat lukanya. Semua yang dibutuhkan terdapat di sekitar kampung mereka. Para anggota perlu mengetahui tentang kelompoknya bahwa:
• Mereka berkumpul dengan tujuan belajar dan mempraktekkan cara mencegah dan menyembuhkan luka dan kecacatan lain, dan untuk mendiskusikan persoalan.
• Mereka harus mempraktekkan pengetahuan yang diperoleh di rumah setiap hari. Pada pertemuan-pertemuan, proses penyembuhan akan dikontrol dan kesulitan-kesulitan yang dialami di rumah dibicarakan.
• Setiap anggota diharap membantu dan mendukung anggota-anggota lain atas dasar pengalamannya.
• Fasilitator tidak merawat luka mereka, tetapi memperlihatkan cara perawatan diri. • Penting bahwa mereka hadir secara teratur.
iv. mEmFASiLiTASi SEBUAh KELomPoK – BEBErAPA PETUNJUK Tidaklah mudah memfasilitasi sebuah kelompok. Jika beberapa orang berkumpul, maka masingmasing orang memiliki harapan dan kebutuhan yang berbeda. Fasilitator diharapkan dapat menyatukan dan mengarahkan semua itu, untuk mencapai tujuan bersama. Beberapa petunjuk berikut mungkin dapat membantu fasilitator: Khususnya pada permulaan para anggota mungkin mempunyai tujuan dan alasan yang berbeda untuk mengikuti kelompok KPD. Perlu ada kesepakatan mengenai tujuan dan tugastugas dalam kelompok itu. Suasana pada pertemuan-pertemuan sebaiknya tenang dan penuh rasa saling percaya, akan tetapi disiplin juga perlu dipertahankan (misalnya anggota boleh saling bercakap mengenai hal lain, tetapi diharapkan menaruh perhatian pada topik yang dibahas pada saat diskusi kelompok). Semua anggota sedapat mungkin terlibat dalam kegiatan kelompok dan diskusi. Anggota yang pendiam atau pemalu perlu didorong sedikit, sedangkan anggota lain yang suka menonjol dan dominan perlu sedikit dibatasi. Semua pertanyaan, gagasan dan persoalan sebaiknya dianggap serius, karena itulah masalah yang dihadapi para anggota di rumah. Petugas kusta sebaiknya mencoba bersikap bukan seperti instruktur tetapi fasilitator, artinya ia bertanya dan memulai diskusi. Pertukaran pengalaman mesti didorong, karena nasehat dari seorang yang (pernah) mengalami persoalan yang sama seringkali lebih dapat diterima daripada nasehat dari petugas. Peran ini mungkin merupakan tantangan baru untuk petugas kusta: Ia diharap tidak memposisikan dirinya sebagai guru dan otoriter, akan tetapi mempercayakan kemampuan para anggota untuk mengurus dirinya. Pada awalnya, para anggota mungkin ingin dipimpin fasilitator, karena mereka tidak biasa bertindak tanpa arahan. Namun, fasilitator sebaiknya selalu membesarkan hati mereka untuk berpikir dan bertindak mandiri. Praktekkan langsung sebanyak mungkin, karena itu yang merupakan cara paling efektif untuk belajar! Lihat gambar di halaman berikutnya!
¡
TIPS
• Fasilitator yang sudah berpengalaman dalam mengurus KPD dapat sangat berguna sebagai pembantu untuk fasilitator pemula!
•
Anggota kelompok yang berbakat dapat diminta mengikuti KPD yang baru sebagai ketua kelompok atau membantu selama pertemuan-pertemuan awal!
BERMACAM-MACAM CARA MENGAJAR
menjelaskan adalah baik
mendemonstrasikan adalah lebih baik lagi!
Paling baik adalah mempraktekkan diri sendiri!
5
5
PEMANTAUAN & EVALUASI Pemantauan Tolak ukur untuk penyelenggaraan sebuah KPD adalah hasil yang dicapai para anggota sehubungan dengan PoD. Fasilitator memonitor para anggota melalui pemeriksaan, yang dilakukan pada setiap pertemuan dan hasilnya dicatat pada formulir pemeriksaan (lihat: ‘Pemeriksaan’, hl.23, 24). Ia juga sebaiknya memperhatikan sikap para anggota terhadap perawatan diri. Perkembangan-perkembangan psikis dan sosial juga dapat digunakan sebagai tolok ukur.
Evaluasi Sesudah 6 dan 12 bulan, fasilitator bersama wasor seharusnya mengevaluasi hasilhasil kelompok, dengan menggunakan beberapa indikator, dan melaporkannya kepada kabupaten dan propinsi. Sesudah 12 bulan, fasilitator bersama wasor dan para anggota bisa membicarakan apakah KPD yang bersangkutan akan dilanjutkan, dikurangi atau dihentikan. Keputusan ini tergantung hasil, keperluan dan keinginan para anggota (lihat: ‘Lamanya KPD’, hl.19). Beberapa contoh indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasikan KPD adalah: Proporsi anggota yang mengalami perkembangan dalam proses penyembuhan luka Proporsi anggota KPD yang mengalami perbaikan / pengurangan kecacatan, seperti peningkatan kekuatan otot atau jari-jari tangan yang menjadi kurang kaku Proporsi anggota yang memperlihatkan perubahan sikap yang positif terhadap perawatan diri (misalnya memakai alas kaki, merawat dirinya di rumah) Pengamatan lain (seperti motivasi dan partisipasi dalam kelompok, perkembangan psikis dan sosial, perubahan status sosial dll) Proporsi orang yang masih menjadi anggota KPD
Fasilitator / wasor harus juga memperhatikan hal-hal penting berikut:
• Anggota yang masih diobati MDT memperlihatkan drop out 0% • Keterlambatan deteksi reaksi tidak lebih dari 1 bulan • Jumlah anggota kelompok dengan reaksi yang diobati dengan obat anti-reaksi (misalnya prednisone) sesuai keperluan harus 100%
• Rujukan yang sesuai harus disediakan untuk anggota yang membutuhkan
6
BAHAN-BAHAN PERLENGKAPAN
Bahan yang dibutuhkan pada pertemuan-pertemuan kelompok adalah:
• Baskom dan batu apung atau batu gosok sesuai jumlah anggota; sabun, garam dan minyak untuk perawatan diri pokok. Barang-barang ini sebaiknya disimpan di tempat pertemuan supaya tidak mudah hilang atau terlupa saat pertemuan. Dalam kondisi tertentu, para anggota bisa membawa pulang baskomnya untuk merendam kaki / tangan, dan membawanya kembali setiap pertemuan. Kondisi ini biasa ditemukan di penampungan kusta. Alternatif untuk baskom adalah lobang-lobang yang digali di tempat pertemuan yang berlantai tanah, dan yang dilapisi dengan plastik untuk menahan air di dalamnya (seperti yang dilalukan di Afrika).
• Barang-barang demonstrasi perawatan diri. Barang-barang ini misalnya adalah panci dengan pegangan kayu, kain untuk membungkus pegangan benda panas atau kasar, kain untuk menutup luka, tongkat untuk berjalan, pipa rokok dari bambu, contoh alas kaki pelindung, dsb.
• Bahan informasi sebaiknya selalu tersedia untuk dibagikan (brosur dsb). • Kaca mata hitam buat anggota dengan lagophthalmos. Alas kaki buat anggota dengan kaki yang mati rasa: Lihat: ‘Alas Kaki’, hl. 32,33
• Alat-alat lain seperti tongkat, bidai untuk tangan yang bengkok, ban-dalam sepeda untuk melatih kaki lunglai yang lemah dsb, bisa sangat bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi kecacatan. Sebaiknya alat-alat ini selalu tersedia minimal di tingkat propinsi. Sebaliknya, para anggota bisa juga dianjurkan untuk membuatnya sendiri.
• Obat antiseptik / antibiotik tidak merupakan bahan perlengkapan untuk sebuah kelompok perawatan diri. Lihat: ‘Topik-topik Khusus: Obat-obatan’, di halaman berikutnya. Pada prinsipnya, tidak ada bahan yang dibagi-bagi kepada anggota kelompok perawatan diri. Sangat penting menjelaskan hal ini sejak dari awal untuk menghindari harapan yang tidak dapat dipenuhi.
0
7
7
TOPIK - TOPIK KHUSUS
i. oBAT-oBATAN Seringkali anggota-anggota KPD mengharapkan pembagian obat antiseptik dan kain kasa untuk lukanya. Hal itu terjadi karena mereka belum mempunyai pengalaman dengan perawatan diri, yang jauh lebih efektif untuk mencegah dan mengurangi luka, daripada obat-obatan yang hanya secara terbatas bisa diperoleh dari Puskesmas. Menurut pengalaman, penjelasan dan diskusi berulang kali sangatlah dibutuhkan! Obat antiseptik dan kain kasa sebaiknya jangan digunakan untuk luka sederhana. Para anggota perlu diyakinkan untuk menggunakan bahan untuk merawat lukanya dari bahan yang tersedia di sekitar tempat tinggalnya, yaitu air dan garam atau sabun untuk merendam tangan / kaki, kain bersih untuk menutup luka, dan barangkali obat tradisional yang juga mereka pakai untuk luka ‘biasa’. Jika prinsip ini sudah dimengerti, mereka akan bangga menyembuhkan lukanya sendiri tanpa bantuan Puskesmas! Pada setiap pertemuan cara merawat luka sama dengan cara yang dianjurkan untuk dilakukan di rumah: merendam, menggosok, mengolesi dengan minyak dan membalut luka dengan kain bersih. Petugas harus selalu menyadari bahwa para anggota kelompok belajar merawat dirinya sendiri. Jika diobati dengan obat antiseptik pada pertemuan, mereka tidak percaya bahwa lukanya dapat dirawat tanpa obat! Bagaimanapun, ada kondisi yang memerlukan pengobatan lain:
• Tangan / kaki yang terinfeksi (bengkak, panas, merah) diberikan antibiotik, atau dirujuk ke Rumah Sakit jika berat dan tidak kunjung sembuh Pemberian ini disertai penjelasan kepada semua anggota mengapa luka yang satu diberikan obat, sedangkan luka yang lain tidak.
¡
INGATLAH
• Fasilitator harus selalu memperhatikan kondisi-kondisi tidak normal atau penyakit-penyakit lain pada anggota, dan mengambil langkah–langkah yang dibutuhkan.
• reaksi harus dideteksi dini, dan ditangani langsung!
ii. ALAS KAKi Bagian penting dari perawatan diri adalah melindungi tangan dan kaki yang mati rasa, supaya terjadinya luka dapat dihindari sejak dini! Oleh karenanya, semua anggota dengan kaki yang mati rasa harus memakai alas kaki yang sesuai.
¡
KRITERIA ALAS KAKI PELINDUNG • Sol dalam yang lembut • Sol luar yang keras • Tali tumit • Tidak memakai barang tajam • Tidak sempit dan tidak longgar • Dalam kondisi masih baik
Persoalan yang sering muncul adalah bahwa orang yang terkena kusta tidak mampu membeli alas kaki yang memenuhi kriteria tersebut di atas, atau bahwa mereka tidak melihat betapa pentingnya hal tersebut dibandingkan dengan keperluan-keperluan lain. Oleh karena itu dianjurkan bahwa pada setiap pertemuan, dialokasikan waktu untuk membicarakan lagi persoalan ini serta untuk mengecek kembali semua alas kaki, supaya para anggota menjadi terbiasa dengan hal ini. Perlu diterangkan kepada para anggota bahwa mati rasa di kaki mungkin tidak akan pulih lagi, sehingga mereka harus memakai alas kaki yang baik sepanjang hidupnya untuk menghindari luka. Dengan kaki yang hancur dan kemudian harus dipotong (amputasi), bekerja dan mencari nafkah akan menjadi semakin sulit. Anggota dengan mati rasa di kaki harus membiasakan diri untuk menganggap alas kaki sebagai ‘obat’, sama dengan kebutuhan sehari-hari seperti sabun dan pasta gigi. Memakai alas kaki harus menjadi kebiasaan seperti memakai baju. Ini berarti mengubah kebiasaan, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan jika orang tersebut memahami alasannya, kemudian menjadi terbiasa dengan hal baru ini, juga perubahan dapat terjadi setelah melalui diskusi yang berulang kali. Oleh karena para anggota tidak bisa seterusnya memperoleh alas kaki dari petugas kesehatan, mereka nantinya harus dapat mencari jalan untuk mengurus alas kakinya sendiri. Mereka harus mengerti bahwa mengeluarkan uang untuk alas kaki berarti menghemat uang untuk masa depannya! Berbagai kemungkinan untuk menghemat uang agar dapat membeli alas kaki sebaiknya menjadi topik diskusi dalam kelompok. Dalam beberapa bulan, dengan sejumlah uang yang dihemat dan disisihkan setiap minggu, dapat digunakan untuk membeli sandal baru. Sebaiknya, hal ini juga dipraktekkan dalam kelompok.
Sebaiknya, semua anggota kelompok yang mengalami mati rasa di kaki diberikan satu pasang sandal pelindung. Hal ini bukan hanya untuk membantu anggota yang miskin, tetapi juga untuk membuktikan bahwa anjuran memakai alas kaki yang baik adalah hal yang serius, dan sekaligus untuk memberikan contoh mengenai sandal yang sesuai. ingat: memberikan alas kaki bukan berarti dapat mengubah kebiasaan orang tersebut. membicarakan hal-hal di atas ini sangat penting pada setiap pertemuan. Jika anggaran memungkinkan, dianjurkan untuk menyediakan juga satu pasang sepatu lars bagi mereka yang bermatapencaharian sebagai petani, atau sepatu kets untuk nelayan atau buruh, supaya sandal tidak cepat rusak. Untuk memperpanjang daya tahan sandal, dianjurkan untuk:
• menjahit ganda sol dan tali-talinya • tidak memakai sandal saat mandi / di sumur / di sawah • memakai sepatu lars jika ke sawah, dan sepatu kets jika bekerja di kebun / di wilayah
berbatu-batu / di tempat pembangunan (ini juga merupakan langkah pengamanan!). Menurut pengalaman di Jawa Timur, sepatu kets juga sesuai dipakai oleh nelayan jika melaut. Sepatu kets dan sepatu lars perlu dilengkapi dengan tambahan sol-dalam yang lunak. Sol dari sandal jepit dapat digunakan sebagai sol-dalam tambahan.
Alas Kaki Khusus Fasilitator juga mencatat anggota-anggota yang membutuhkan alas kaki khusus:
• Untuk anggota dengan kaki yang lunglai, sepatu bertopang dapat dipesan di RS Kusta. Kemungkinan lain adalah meminta tukang pembuat sepatu setempat untuk membuat sepatu bertopang ini, jika contohnya tersedia. Orang juga bisa memakai sepatu kets yang tinggi.
• Untuk kaki dengan ulkus, sepatu khusus dengan lobang di bagian luka yang mengurangi tekanan pada luka, dapat dipesan di RS Kusta. Alternatif lain adalah memodiikasi alas kaki yang sudah ada dengan tambahan sol-dalam yang dilobangi di bagian yang mengalami luka.
• Bengkel ortopedi di beberapa RS Kusta dapat memproduksi sepatu khusus yang sesuai bentuk kaki yang sudah sangat cacat, maupun kaki palsu dengan mutu tinggi. Informasi mengenai alas kaki (khusus) seharusnya tersedia di tingkat propinsi. Lihat juga: ‘Rujukan’ (hl.34)
iii. rUJUKAN Darurat Anggota dengan masalah tertentu yang tidak dapat dirawat (lagi) dengan perawatan diri dan perawatan di Puskesmas, perlu dirujuk. Kasus ini terutama:
• Ulkus yang tidak mulai sembuh selama 3 bulan pengobatan, atau yang muncul lagi dalam 3 bulan
• Infeksi septik di kaki atau tangan • Ulkus dengan tanda CA • Kehilangan penglihatan secara tiba-tiba, atau persoalan mata lain yang tidak dapat diobati di Puskesmas
• Reaksi berat yang tidak berhasil diobati di Puskesmas rS Umum Daerah seharusnya dapat menerima semua kasus yang dapat ditangani. Pasien lain sebaiknya dirujuk ke RS Kusta.
Pembedahan Rekonstruksi Khususnya anggota-anggota yang masih muda dapat memanfaatkan hasil pembedahan rekonstruksi. Dalam KPD mereka dapat didukung secara moral dan pada kasus tertentu juga dapat diinstruksikan untuk persiapan isik (koordinasi dengan RS Kusta). Kecacatan yang mungkin dapat ditangani adalah misalnya:
• Jari-jari / ibu jari lumpuh; kaki lunglai lumpuh (tanpa kontraktur dan luka) • Lagophthalmos dengan celah di kelopak mata > 6 mm • Deformitas di kaki yang mengakibatkan ulkus berulang (misalnya jari kaki yang bengkok dan menonjol ke bawah) Kecacatan ini harus sudah menetap paling sedikit 1 tahun.
Alas Kaki Khusus (Lihat: ‘Alas kaki’, hl.33) Untuk membuat alas kaki khusus yang sesuai bentuk kaki yang cacat, anggota perlu dirujuk ke RS yang bersangkutan. Untuk alas kaki khusus lain (misalnya untuk kaki lunglai), cetakan kaki dapat diambil oleh petugas yang berpengalaman dan dikirimkan ke bengkel di RS yang bersangkutan. Untuk kriteria dan cara rujukan yang lebih mendetil lihat di Pedoman Nasional (Buku Panduan dan Buku Pedoman, lihat Lampiran 5: ‘Referensi’).
iv. KEGiATAN TAmBAhAN Pendidikan Tambahan Fasilitator bisa memberikan atau mengorganisasikan pelajaran ekstra kepada anggota-anggota KPD, misalnya mengenai makanan bergizi atau topik-topik kesehatan lain. Kemungkinan lain adalah mengundang pembicara dari sektor lain, yang topiknya mungkin berfaedah bagi para anggota KPD (misalnya tentang cara pemeliharaan ayam, dsb).
Rehabilitasi Sosial-Ekonomi Sering kali luka yang sudah sembuh kembali lagi karena kerasnya pekerjaan orang yang terkena kusta, misalnya bertani. Kemungkinan, satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini adalah mengerjakan pekerjaan yang lebih ringan. Seringkali seorang yang terkena kusta juga tidak diterima lagi dalam pekerjaannya oleh karena stigma. Wajar jika anggota KPD, yang sudah mempunyai kesadaran lebih tinggi mengenai perlindungan dan perawatan, dan juga kepercayaan diri yang lebih tinggi, ingin memperbaiki situasi sosial-ekonomi mereka. KPD memberikan kesempatan lebih baik untuk berbagai kegiatan di bidang rehabilitasi sosial-ekonomi. Sebagai langkah awal misalnya bisa dibentuk suatu Arisan. Jika para anggota tertarik, proyek yang mendatangkan pemasukan tersebut dapat didiskusikan bersama-sama. Dalam proyek tersebut, anggota bisa mendapatkan kredit tanpa bunga, tetapi modal harus dikembalikan dalam waktu yang ditentukan. Kemungkinan lain adalah bahwa mereka diberikan bahan atau barang yang dibutuhkan untuk memulai perusahaan kecil: Misalnya sebuah mesin jahit yang akan dicicil setiap bulannya, atau kambing yang ‘dibayar’ dengan satu atau dua anak kambing. Apakah semua modal harus dikembalikan, keputusannya tergantung situasi. Manfaatnya adalah bahwa peserta menganggap bantuan ini lebih serius, dan bahwa program ini dapat berkelanjutan karena modal yang sudah dikembalikan bisa diberikan kepada orang lain. Untuk memulainya, penerima perlu menawarkan proyek yang mungkin, rasional dan bisa mendatangkan keuntungan. Pengurus harus mencari dana di pemerintahan setempat atau dari organisasi swasta atau lainnya (karena anggaran KPD tidak mencantumkan bantuan untuk rehabilitasi sosial-ekonomi). Bantuan teknis dan supervisi juga perlu disediakan. Proyek-proyek ini bisa didiskusikan dalam KPD. Para anggota dapat saling memberikan saran dan bantuan, serta mendorong untuk bisa melakukan pembayaran secara teratur.
8
PERSOALAN - PERSOALAN POKOK
Meskipun konsepnya jelas dan tujuannya baik, pendirian sebuah KPD yang benar-benar berfungsi juga dapat membawa beberapa masalah dan kesulitan. Dari pengamatan ada beberapa persoalan pokok yang telah atau masih dihadapi KPD. Di bawah ini, adalah beberapa contoh persoalan pokok, yang diambil dari KPD di Sulawesi. Anggota-anggota tidak teratur menghadiri KPD, karena mereka harus bekerja, merasa malu, tidak mengerti tujuan dan manfaat KPD, dan/atau ketidakpedulian terhadap lukalukanya. (Lihat: ‘Kehadiran’, hl.22) Fasilitator (petugas kusta) kurang mengetahui PoD. Fasilitator (petugas kusta) mempunyai kesulitan mengubah peran dari instruktur kesehatan menjadi fasilitator kelompok. Anggota-anggota tidak mampu membayar ongkos transpor ke tempat pertemuan, dan ongkos alas kaki pelindung, sehingga hal-hal ini memberatkan anggaran propinsi / kabupaten. Anggota-anggota malu dan tidak biasa membicarakan masalah-masalah mereka bersama orang lain. Penyembuhan luka tertunda oleh karena pekerjaan yang berat secara isik. Sebagai motivasi untuk mencoba menyelesaikan persoalan-persoalan seperti ini, perlu digarisbawahi bahwa hampir semua anggota di berbagai kelompok di Sulawesi, jika sudah mengerti manfaat KPD, maka akan dengan sangat serius mempraktekkan perawatan diri di rumah, dan sebagai hasilnya mengalami perubahan yang amat besar pada kecacatan mereka. Kelompok-kelompok yang kaku pada awalnya berubah menjadi bergairah selang beberapa saat kemudian, dan anggotanya berdiskusi dan saling mendukung satu sama lain, memperlihatkan sikap yang sudah berubah terhadap persoalan-persoalan mereka!
9
PELATIHAN
i. PELATihAN FASiLiTATor Fasilitator KPD membutuhkan pengetahuan mengenai PoD / perawatan diri, dan keterampilan memfasilitasi dan mengelola KPD. POD / Perawatan Diri Seorang petugas kusta seharusnya dilatih mengenai POD / perawatan diri sebagai bagian dari pelatihan dan on-the job training yang secara reguler diadakan. Keterampilan dalam POD / perawatan diri seorang petugas yang akan menjadi fasilitator KPD sebaiknya diperhatikan secara khusus sebelumnya. Selama supervisi wasor, keterampilan ini dapat dikontrol dan diperbaiki dengan on-the job training jika perlu. Beberapa poin yang penting untuk diperhatikan selama supervisi terdaftar di Lampiran 4: ‘Cecklist POD untuk Supervisi’ (hl.49). Jika direncanakan untuk membuat beberapa KPD, maka pelatihan POD bersama-sama adalah lebih baik. Sebaiknya sebanyak mungkin diajar dengan cara praktek! Pelatihan Memfasilitasi KPD Petugas kusta yang dipilih untuk memfasilitasi KPD perlu disiapkan untuk tugas baru ini. Dianjurkan agar terlebih dahulu dilakukan pertemuan antara fasilitator dengan tim propinsi (yang berpengetahuan dan berpengalaman) guna membicarakan tujuan serta cara berfungsinya KPD dengan memberikan perhatian khusus pada cara memfasilitasi. Pedoman serta ilm dalam CD-Rom dapat digunakan sebagai bahan informasi. Pertemuan-pertemuan pertama KPD dapat digunakan untuk mempraktekkan pengetahuan baru ini melalui on-the job training. Keterampilan komunikasi merupakan bagian penting latihan ini! Lihat: ‘Memfasilitasi sebuah Kelompok – Beberapa Petunjuk’ (hl.27).
ii. PELATihAN KETUA KELomPoK Ketua kelompok menyumbang banyak hal dalam membentuk kelompok yang mandiri dan percaya diri. Ia membutuhkan pemantauan untuk membiasakan diri dengan tugasnya, yang dapat dilakukan melalui ‘on-the job training’. Fasilitator sebaiknya selalu bersedia menyerahkan tugas-tugas kepada ketua, supaya dia mendapat kesempatan untuk belajar. Ketua kelompok yang ingin dan mampu menjadi fasilitator, seharusnya diberikan latihan untuk fasilitator yang diuraikan di atas ini.
10
BIAYA
Hal-hal untuk menjalankan KPD yang mungkin harus diperhitungkan adalah sebagai berikutnya:
Pelatihan:
• Pelatihan fasilitator dalam POD / perawatan diri & keterampilan fasilitasi kelompok Persiapan KPD:
• Informasi dan advokasi di kabupaten (selama supervisi reguler) • Bahan-bahan perlengkapan (baskom, minyak, batu gosok, bahan untuk mendemonstrasikan perawatan diri)
Organisasi dan Mengadakan 12-15 Pertemuan Setahun:
• Insentif untuk fasilitator • Insentif untuk supervisi oleh wasor • Formulir pemeriksaan Tergantung kebutuhan anggota dan tersedianya anggaran:
• Makanan kecil • Ongkos transpor untuk (sebagian) anggota Alas Kaki (tergantung kebutuhan):
• 1 pasang sandal pelindung untuk setiap anggota dengan kaki yang mati rasa • 1 pasang sepatu lars / sepatu kets untuk anggota dengan pekerjaan yang membutuhkannya
Anggaran untuk suatu KPD biasannya diberikan selama 1 tahun. Waktu ini seharusnya cukup bagi para anggota agar dapat membiasakan diri dengan perawatan diri teratur. Bila KPD diperlukan berjalan terus, maka pembiayaan agar diusahakan oleh kelompok itu sendiri, dengan bantuan petugas. (Lihat: ‘Lamanya KPD’, hl.19).
Merendam kaki di KPD Bonto Ramba, Jeneponto, Sulawesi Selatan
Merendam tangan di KPD Bonto Nompo II, Gowa, Sulawesi Selatan
Ketua kelompok menjelaskan, KPD Malaka, Soppeng, Sulawesi Selatan
Wasor menjelaskan pada pertemuan pertama di KPD Lauleng, Pare-Pare Sulawesi Selatan
Berdiskusi, KPD Malaka, Soppeng
Dua anggota berdiskusi, KPD Malaka 0
Meluruskan jari di KPD Bonto Nompo II
Latihan tangan di KPD Bonto Nompo II
Menggosok kulit tebal di KPD Bonto Ramba
Bantuan sosial-ekonomi di Babat Jerawat, Surabaya, Jawa Timur
Barang demonstrasi perawatan diri di KPD Sengkol, Lombok Tengah, NTB
Saling membantu di KPD Biak, Papua
KPD Gentungan, Sulawesi Selatan KPD Toto, Gorontalo
KPD Bonto Ramba, Sulawesi Selatan
KPD RSK Daya, Sulawesi Selatan
KPD Malaka, Sulawesi Selatan
KPD Pauh Kambar, Sumatera Barat
KPD Jongaya, Sulawesi Selatan
KPD Blora, Jawa Tengah
KPD Buladu, Gorontalo
KPD Lauleng, Sulawesi Selatan
KPD Lauleng, Sulawesi Selatan
KPD Takalala, Sulawesi Selatan
LAMPIRAN LAmPirAN 1 DAFTAr SiNGKATAN ALERT
(engl.) All Africa Leprosy, Tuberculosis and Rehabilitation Training Centre = Pusat Latihan Kusta dan TB Afrika
Petugas kusta Petugas di Puskesmas (dalam Program Pemberantas Kusta / TB)
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat
KPD
Kelompok Perawatan Diri
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MDT
(engl.) Multi Drug Therapy = Pengobatan dengan beberapa jenis obat
PLKN
Pusat Latihan Kusta National
POD
(engl.) Prevention of Disabilities = Pencegahan Kecacatan
RFT
(engl.) Released from Treatment = Selesai pengobatan
RS
Rumah Sakit
ST
(engl.) Sensory Test = Tes rasa raba
VMT
(engl.) Voluntary Muscle Test = Tes kekuatan otot
Wasor
Wakil Supervisor di propinsi atau kabupaten dalam Program Pemberantas Kusta / TB
LAMPIRAN LAmPirAN 2 PErTimBANGAN mENGENAi TEmPAT PErTEmUAN A. Puskesmas Keuntungan:
• Para anggota dapat bertemu tanpa perhatian khusus dari tetangga yang seringkali belum mengetahui bahwa si tetangga (pernah) terkena penyakit kusta. Di daerah dengan stigma yang tinggi, hal ini merupakan keuntungan yang penting.
• Menurut pengalaman di Sulawesi Utara, para anggota lebih gampang diyakinkan melakukan perawatan diri, jika dokter Puskesmas turut menjelaskan keuntungan perawatan diri, atau mengobati anggota yang membutuhkan pengobatan khusus.
• Bertemu di Puskesmas dapat membantu mengurangi stigma, karena orang yang terkena kusta bergaul dengan pasien-pasien umum lainnya.
• Puskesmas umumnya merupakan tempat yang paling praktis untuk petugas kusta sebagai fasilitator. Kerugian:
• Ada kemungkinan bahwa para anggota kelompok merasa malu atau takut terhadap otoritas di Puskesmas, sehingga mereka tidak bicara secara terbuka.
• Anggota sering menganggap bahwa di Puskesmas pasti akan tersedia obat-obatan, sehingga mereka kecewa jika tidak mendapatkan pembagian apapun.
• Anggota dapat memiliki kesan bahwa Puskesmas memainkan peran penting dalam proses penyembuhan luka.
• KPD yang berbasis Puskesmas kemungkinan besar tidak akan dapat mandiri. • Puskesmas tidak selalu merupakan tempat paling sentral untuk semua anggota, dengan konsekuensi ongkos transportasi yang cukup tinggi.
B. Tempat Pertemuan di Kampung Dapat berupa: rumah salah seorang anggota, rumah kepala desa, ruangan resmi seperti balai pertemuan Dharma Wanita, atau di salah satu kebun / di bawah pohon. Keuntungan:
• Tempat-tempat di luar Puskesmas dapat meningkatkan keberanian para anggota untuk saling membantu meskipun masih terdapat stigma di masyarakat dan para anggota merasa malu. Masyarakat mendapat kesempatan untuk belajar mengenai kusta dan mengatasi rasa takut mereka.
• Ketergantungan pada Puskesmas dan obat-obatnya dapat diputuskan lebih mudah. • Para anggota mungkin merasa lebih nyaman dalam lingkungan yang biasa, sehingga diskusidiskusi dapat dilakukan dengan lebih terbuka dan berhasil.
• Tidak ada ongkos transpor jika semua anggota berasal dari kampung yang sama. • Waktu pertemuan tidak tergantung jam pelayanan Puskesmas.
Kerugian:
• Bisa jadi para anggota merasa malu jika bertemu dalam ‘kelompok kusta’ yang terlihat oleh semua orang. Mungkin anggota enggan menawarkan rumahnya sebagai tempat pertemuan, karena khawatir akan kecurigaan tetangga.
• Tempat-tempat resmi perlu mendapatkan perizinan sebelumnya, yang kemungkinan masih akan ditolak mengingat stigma yang masih beredar.
• Tempat alami perlu diperiksa karena memiliki masalah mengenai ketersediaan air bersih dan kenyamanan, serta alternatif selama musim hujan. Jenis KPD juga dapat mempengaruhi pilihan tempat pertemuan: Menurut pengalaman, KPD di penampungan kusta dapat mengadakan pertemuan di tempat-tempat umum atau di rumah anggota tanpa kesulitan apapun. KPD di daerah petani mungkin juga lebih mudah dapat bertemu di luar Puskesmas, dibandingkan dengan KPD di kota-kota kecil dengan stigma yang sering lebih tinggi.
LAMPIRAN LAmPirAN 3 CoNToh PELAJArAN PErAwATAN Diri Pada permulaan pertemuan, dasar-dasar perawatan diri perlu dijelaskan kepada para anggota. Beberapa contoh program pelajaran tersusun di sini. Untuk informasi lebih lanjut bacalah ‘Tindakan Penting untuk Mengurangi Resiko Cacat pada Penderita Kusta’ oleh Jean M. Watson! Program ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan para anggota. Biasanya perawatan luka diutamakan, karena luka perlu dirawat secepat mungkin. Mengajarkan perawatan diri harus selalu disertai alat peraga, mempraktekkan dan diskusi mengenai kesulitan yang timbul! Luka 1. Semua anggota diminta mencari dan memperlihatkan luka yang ada di tangan maupun kaki. 2. Diskusikan mengenai luka mana yang memerlukan perawatan khusus (misalnya luka yang terinfeksi atau luka komplikasi). 3. Diskusi & praktek: Perawatan diri untuk luka: a. Merawat luka dengan cara merendam / menggosok / mengolesi kaki atau tangan dengan minyak b. Melindungi luka dengan cara membalut luka / mengangkat dan mengistirahatkan kaki atau tangan 4. Diskusikan penyebab terjadinya luka, dan cara mencegahnya. Latihan untuk Tangan 1. Semua anggota diminta memperlihatkan tangannya dan menceritakan persoalan-persoalan yang dihadapi berkenaan dengan tangan. 2. Diskusikan penyebab persoalan-persoalan ini (misalnya kesulitan memegang sesuatu disebabkan oleh karena kelemahan jari-jari dan ibu jari; jari-jari yang kaku karena tidak pernah dilatih meluruskan, dsb). 3. Diskusi & praktek: Cara meluruskan jari-jari yang bengkok. 4. Diskusi & praktek: Cara memperkuat otot yang lemah. Latihan untuk Kaki 1. Semua anggota diminta memperlihatkan kakinya dan menceritakan persoalan-persoalan dengan kaki, misalnya selama berjalan. 2. Diskusikan penyebab persoalan ini (misalnya sandal lepas saat berjalan karena kaki lunglai; luka pada ujung jari disebabkan oleh jari yang bengkok). 3. Diskusi & praktek: Cara meluruskan jari-jari kaki yang bengkok. 4. Diskusi & praktek: Cara menghindari kekakuan pada kaki yang lunglai. 5. Diskusi & praktek: Cara memperkuat otot pada kaki lunglai yang lemah.
Perlindungan dan Latihan untuk mata 1. Semua anggota diminta memperlihatkan (menutup) matanya dan menceritakan persoalanpersoalan berkaitan dengan matanya. 2. Diskusikan penyebab persoalan-persoalan ini (misalnya mata yang merah karena debu yang masuk). 3. Diskusi & praktek: Cara melindungi mata (sering berkedip, memakai kaca mata, dsb). 4. Diskusi & praktek: Cara memperkuat otot mata yang mengalami lagophthalmos. Tanda-tanda reaksi 1. Diskusikan mengenai bahaya reaksi dan pentingnya cepat melaporkan langsung jika terdapat tanda-tanda reaksi. 2. Diskusikan mengenai nyeri saraf yang merupakan tanda reaksi. Praktek: Para anggota meraba tempat-tempat yang sesuai lokasi saraf di siku, lutut, pergelangan kaki. 3. Diskusikan mengenai bertambahnya mati rasa yang merupakan tanda reaksi. Praktek: Para anggota mengecek rasa raba di tangan dan kaki sendiri. 4. Diskusikan mengenai kelemahan otot yang bertambah sebagai tanda reaksi. Praktek: Para anggota mengecek kekuatan di dua jari ke-5, ibu jari dan kekuatan kaki sendiri. 5. Diskusikan mengenai tanda-tanda reaksi yang lain (bercak tambah aktif, demam).
LAMPIRAN LAmPirAN 4 ChECKLiST PoD UNTUK SUPErviSi Contoh daftar ini dapat digunakan selama supervisi reguler oleh wasor untuk menilai pengetahuan dan keterampilan petugas kusta dalam PoD. Bagus
Ragu2
Salah
Tidak dilakukan
1. Pemeriksaan Palpasi Saraf
N. Ulnaris N. Peroneus communis N. Tibialis posterior
vmT
Otot yang disarapi oleh N. Facialis Otot yang disarapi oleh N. Ulnaris Otot yang disarapi oleh N. Medianus Otot yang disarapi oleh N. Radialis Otot yang disarapi oleh N. Peroneus communis Dapat membedahkan ‘kuat’ / ‘lemah’ / ‘lumpuh’
ST
Tangan Kaki
Pemeriksaan Luka Pemeriksaan jari-jari bengkok (kaku, tanpa kaku) 2. Pencatatan di formulir PoD Kualitas pengisian Diisi secara teratur Tingkat cacat diisi dengan benar 3. Tindakan jika ditemukan reaksi Pemberian resimen obat yang benar Penjelasan kepada pasien yang lengkap Kontrol teratur (setiap 2 minggu + POD) 4. mengajarkan perawatan diri Saraf yang nyeri (Immobilisasi) Tangan/kaki yang mati rasa Luka Latihan otot-otot lemah (memperkuat) dan lumpuh (mencegah kekakuan sendi) Keterampilan berkomunikasi dengan pasien 5. Pengetahuan mengenai rujukan 6. Pengadaan dan pengelolaan alas kaki
LAMPIRAN LAmPirAN 5 rEFErENSi
The Experience of Self-Care Groups with People affected by Leprosy: ALERT, Ethiopia; Catherine Benbow, Teferra Tamiru, dalam ‘Leprosy Review’, 72, 311-321, 2001 Tersedia juga sebagai terjemahan oleh PLKN, Makassar, 2003: Pengalaman Kelompok Perawatan-Diri dengan Penderita Kusta: Alert, Ethiopia
Self-Care Programme Evaluation (in) Netherlands Leprosy Relief Supported States in Nigeria; Catherine Benbow, TLMI, 2003
Self-Care Groups; West Java Leprosy Control Programme, 1999/2000
Essential Action to Minimise Disability in Leprosy Patients; Jean M. Watson, TLMI 1988 Tersedia juga sebagai terjemahan oleh Dr Yamin Hasibuan, P2M Kusta, 1998: Tindakan Penting untuk Mengurangi Resiko Cacat pada Penderita Kusta
Buku Panduan Pelaksanaan Program P2 Kusta bagi Petugas Unit Pelayanan Kesehatan, Direktorat Jenderal PPM dan PL, 2002
Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Direktorat Jenderal PPM dan PL, 2002
Modul Pelatihan Program P2 Kusta Bagi UPK, PLKN, 2004
Income Generating Activities, A Guideline for Rehabilitation Workers Assisting Persons Affected by Leprosy through Loan Scheme, GLRA-Ethiopia, 1997
LAmPirAN 6 DAFTAr BUKU DAN TULiSAN
0
The Effectiveness of Self-Care Support Groups in the Prevention and Management of Ulcers: An Evaluation Study in Ethiopia; Motbainor Abera, Girma Lemma; dalam ‘Asia Paciic Disability Rehabilitation Journal’, Vol.14 No 1, 2003
The Role of Support Groups in Raising the Self-Concept of People affected by Leprosy: An Evaluation Study in Ethiopia; Motbainor Abera, Girma Lemma; dalam ‘Asia Paciic Disability Rehabilitation Journal’, Vol.14
Prevention of Disabilities in Patients with Leprosy – A Practical Guide; H. Srinivasan, WHO, 1993
Wound Care for People Affected by Leprosy – A Guide for Low Resource Situations; Hugh Cross, American Leprosy Mission
Lesson plans and Handouts for Training TBLS in Information, Education and Communication (IEC); NLR Nigeria, 1999
Foto-foto oleh Kerstin Beise
Pedoman ini juga dilengkapi dengan
• Contoh ‘Buku Pemeriksaan’, yang mencantumkan form-form pemeriksaan yang sederhana untuk 12 pertemuan
• Sebuah CD Rom berisi ilm 15 menit mengenai satu pertemuan KPD, yang memusatkan perhatian pada cara memfasilitasi sebuah kelompok, beberapa form yang mungkin bermanfaat untuk mengurus SCG, dan informasi umum mengenai POD / Perawatan diri.
CATATAN .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................