Rebuilding a Better Aceh and Nias
Ringkasan Eksekutif Setelah terpukul oleh salah satu malapetaka yang terburuk yang pernah disaksikan oleh dunia dalam beberapa dekade terakhir ini, tanggapan nasional maupun internasional telah bergeser dari tanggap darurat ke membantu masyarakat Aceh dan Nias untuk menyatukan kehidupan mereka kembali. Bencana tsunami tanggal 26 Desember dan gempa bumi tanggal 28 Maret yang menghantam Nias, Simeulue dan bagian selatan Aceh telah mengakibatkan kehancuran sosial, ekonomi dan lingkungan yang amat dalam sehingga pemulihan akan merupakan suatu proses yang sangat panjang dan amat menyakitkan. Mereka yang datang ke Aceh terperangah oleh pandangan kehancuran menyeluruh, untuk mana pemulihan akan memakan waktu bertahun-tahun lamanya. Namun demikian, sekarang mereka dapat menyaksikan bukti nyata bahwa pemulihan sedang berjalan, dimana orang-orang yang berhasil selamat dari bencana bersama dengan personil dari 124 LSM Internasional, 430 LSM Dalam Negeri, lusinan lembaga donor dan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, berbagai lembaga Pemerintah dan banyak lainnya bekerja tanpa henti dalam upaya “membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik”. Salah satu tonggak bersejarah penting untuk membangun kembali dengan lebih baik merupakan penanda-tanganan kesepakatan perdamaian di Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus yang mengakhiri sebuah konflik yang telah berlangsung 30 tahun lamanya dan mengorbankan hampir 15,000 jiwa. Kesepakatan-kesepakatan yang lampau tidak bertahan, akan tetapi kesalahan sudah dipelajari dan perjanjian yang sekarang ini adalah kesempatan untuk suatu perdamaian yang terbaik selama bertahun-tahun. Upaya rekonstruksi menyajikan suatu kesempatan untuk memperkuat perdamaian dengan menyatukan seluruh komunitas untuk bersama-sama merencanakan masa depan mereka. Tujuan laporan ini adalah untuk meneliti kembali sambil terus maju – untuk menguraikan banyaknya segi dari rekonstruksi di Aceh dan Nias, bagaimana keterkaitannya, dan bagaimana caranya, dengan ketetapan hati bersama, segi-segi itu dapat dirakit agar memberikan suatu gambaran yang dapat dimengerti. Laporan ini mengajukan pertanyaan bagaimana upaya rekonstruksi telah berjalan, apa rencana untuk maju ke depan nantinya, dan apakah yang merupakan masalah-masalah kunci yang masih harus dihadapi. KEMAJUAN PER OKTOBER Laju rekonstruksi setelah bencana yang sedemikian besar tidak pernah secepat yang kita inginkan, mengingat banyaknya kehidupan yang telah mengalami gangguan. Di Aceh dan Nias, sejumlah tata ruang perkotaan yang sangat luas hanya tinggal puing-puing; sedangkan puluhan ribu manusia masih tinggal dalam perkemahan – yang saat ini mulai membusuk karena jamur; hampir setengah juta manusia bergantung pada bantuan makanan. Hak kepemilikan tanah yang belum teratasi, koordinasi yang buruk dan kebijakan yang tidak jelas masih menghambat pemulihan. Dan musim hujan sudah semakin mendekat, sehingga akan mengakibatkan bertambahnya kesusahan bagi mereka yang tidak memiliki rumah yang layak. Harga-harga yang dengan cepat naik merupakan keprihatinan yang cukup serius. Jaringan jalanan yang hancur mengakibatkan harga transportasi naik 23.8 persen dalam 8 bulan
1
Rebuilding a Better Aceh and Nias pertama tahun ini. Biaya pemasaran dan pengantaran membawa kenaikan harga makanan sebesar 28.2 persen sejak permulaan tahun ini. Namun demikian, masih ada kabar yang baik. Sebanyak 500,000 orang sekarang sudah mempunyai atap yang kuat di atas kepalanya (meskipun kebanyakan masih tinggal bersama dengan kerabat atau keluarga, dan baru sedikit dari yang telah kehilangan rumah tinggalnya telah memperoleh tempat tinggal tetap sebagai gantinya); lebih dari 1000 unit rumah baru sedang dibangun setiap bulannya, dan laju pembangunan rumah telah meningkat menjadi 5000/bulan di bulan Oktober. Adalah merupakan suatu keberhasilan dari upaya kemanusiaan bahwa tidak terjadi suatu penjangkitan penyakit atau mal-nutrisi yang serius meski adanya kejadian bencana ini. Laju rekonstruksi tetap lamban sehingga cukup membuat frustasi, namun tidak ada keraguan bahwa proses ini mengalami percepatan. Dalam beberapa sektor, kemajuan rehabilitasi cukup cepat: •
• • • •
Hampir semua anak telah kembali ke sekolah. Tahun sekolah baru dimulai dengan relatif lancar; sebagian besar dari anak-anak yang kehilangan tempat tinggal telah dipindahkan ke sekolah lain atau sekolah sementara (seperti “sekolah dalam kotak” atau tenda). Konstruksi gedung sekolah permanen juga sedang berjalan dan begitu juga pasokan guru kontrak, buku-buku dan pelatihan guru, meskipun kesenjangan yang signfikan masih tetap ada. Lebih dari 40 persen fasilitas dan pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan puskesmas pembantu yang rusak telah direkonstruksi. Lebih dari 80 persen pasar ikan yang rusak, telah selesai direhabilitasi. Lebih dari seperempat dari jumlah mushollah dan mesjid yang hancur telah dibangun kembali.
Namun demikian, tantangan yang dihadapi seakan melebihi keberhasilan yang telah dicapai. Diperkirakan sejumlah 67,500 orang masih tinggal di perkemahan, lebih banyak lagi hidup di barak yang tidak layak, jauh dari tempat yang mereka sebut sebagai “rumahnya”. Kemungkinan banyak yang masih akan tetap tinggal dalam tenda atau dalam keadaan yang tidak dapat diterima demikian menjelang peringatan tahun pertama tsunami. Akan tetapi ada beberapa masalah yang lebih penuh tantangan lagi. Ketika plat tektonik bergeser ke utara dan melintasi plat dimana Pulau Sumatera berada diatasnya, gerakan tersebut bukan hanya mengakibatkan gelombang dahsyat tsunami; tetapi juga mendorong ke bawah seluruh beting pantai sehingga beberapa bagian selatan Aceh, terutama di sekitar Singkil sekarang menjadi 1.5 meter lebih rendah dibandingkan pada saat sebelum tsunami. Ini berarti bahwa banyak daratan yang banjir pada waktu laut pasang, bahkan beberapa bagian seterusnya mengalami penggenangan. Pembangunan kembali di daerah demikian tidaklah masuk akal tanpa perlindungan pantai yang rumit. Ditambah lagi, rekonstruksi yang saat ini berjalan dapat diperlambat dengan datangnya musim hujan yang dapat mengakibatkan gangguan pada jalur-jalur transportasi, terutama di pantai barat. TNI secara cepat telah membangun jalan sementara untuk menggantikan banyak daerah yang tadinya merupakan jalan utama pantai yang tersapu oleh tsunami. Akan 2
Rebuilding a Better Aceh and Nias tetapi sebagian dari arteri interim tersebut saat ini mulai berjatuhan ke dalam laut dan akan sangat rentan dalam keadaan hujan keras. Oleh karena sejumlah pelabuhan di sepanjang pantai tersebut juga menjadi korban tsunami, membawa masuk ribuan ton pasokan yang dibutuhkan untuk rekonstruksi merupakan pekerjaan yang bukan main besarnya. Hanya pesawat yang dapat mendarat di pantai yang bisa melayani banyak lokasi, akan tetapi mereka hanya dapat menurunkan muatan pada waktu-waktu tertentu ketika air laut surut – dan belum ada derek dan peralatan lainnya untuk membantu pekerjaan tersebut. Ini hanya merupakan sebagian kecil dari mimpi buruk logistik yang dihadapi. KEADAAN EKONOMI Membangun kembali ekonomi dan mata pencaharian merupakan suatu tantangan yang sangat besar, tetapi sebaiknya diawali dengan memulai rekonstruksi fisik secepat mungkin. Pengangguran – yang diperkirakan akan mencapai 25 hingga 30 persen – merupakan angka yang jauh di atas rata-rata nasional meskipun sampai 25,000 orang telah dipekerjakan dalam skema kerja sementara, sebagian besar untuk operasi pembersihan. Ekonomi Aceh diproyeksikan akan turun sebesar 14 persen dalam tahun 2005, yang akan mengakibatkan sejumlah tambahan 600,000 orang yang akan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Adanya ledakan rekonstruksi akan membantu merevitalisasi ekonomi dengan menawarkan paling sedikit 100,000 kesempatan kerja baru, namun demikian akan ada sanksinya. Ledakan rekonstruksi yang diantisipasi tersebut digabungkan dengan adanya begitu banyak badan internasional, dan kesulitan angkutan kemungkinan akan mematok tingkat inflasi pada tingkat yang tinggi. Inflasi saat ini adalah 23 persen dibandingkan dengan 7.8 persen di bagian lain Indonesia. Sektor perbankan secara perlahan mulai bangkit kembali. Operasi pembayaran yang dasar telah dipulihkan dalam minggu-minggu pertama setelah bencana. Akses pelanggan ke rekeningnya telah diberikan tanpa kesulitan yang berarti, dengan perbankan mengizinkan adanya kemudahan proses verifikasi identifikasi. Namun demikian, hanya sedikit pengusaha yang memiliki akses ke pasar modal dan ini sangat menghambat pemulihan ekonomi. Meskipun adanya tanggapan yang cepat dari perbankan untuk mengembalikan pelayanan dasar, operasi peminjaman belum kembali pada skala yang berarti. Tsunami telah menyebabkan banyak debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar kembali pinjamannya, yang ikut menurunkan pemasukan perbankan serta meningkatkan jumlah kredit macet. Perbankan umum enggan untuk memberi kredit kepada usaha yang terpengaruh oleh tsunami yang kekurangan agunan dan tidak adanya suatu strategi yang terkoordinasi untuk kredit macet ataupun untuk para debitur yang tidak berkemampuan untuk membayar kembali dikarenakan aset-asetnya hancur oleh tsunami. PROGRAM REKONSTRUKSI Rencana Induk Pemerintah memperkirakan bahwa total keperluan rekonstruksi adalah sejumlah US$5.1 milyar (tidak termasuk kerusakan oleh gempa bumi Nias). Meskipun jumlah tersebut mirip dengan perkiraan kerusakan dan kerugian Januari sejumlah US$4.5 milyar, komposisi dari kedua penilaian ini berbeda secara signifikan. Walaupun keduanya memperkirakan ‘biaya penggantian’ yang serupa, Rencana Induk mengalokasikan – sebagai
3
Rebuilding a Better Aceh and Nias suatu keputusan kebijakan – jauh lebih sedikit untuk kompensasi kerugian pribadi (usaha, kendaraan, bangunan, dll) dan lebih banyak kepada aset dan infrastruktur umum (pendidikan, kesehatan, jalan, dll). Ini menunjukkan keinginan Pemerintah untuk membangun kembali mutu layanan dan infrastruktur yang lebih tinggi daripada pra-tsunami. Sehingga dengan demikian kira-kira hanya setengah dari dana diperuntukkan rekonstruksi, atau ‘membangun kembali’, dalam artian yang sesungguhnya. Selebihnya adalah untuk menangani masalah yang sudah lama ada dan untuk ‘membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik”. Secara keseluruhan, sumber-sumber dana akan pas-pasan mencukupi kebutuhan inti, sepanjang para donor memenuhi janjinya dan pemerintah daerah memperlihatkan bahwa dana digunakan dengan benar. Ada tiga sumber pembiayaan utama untuk program rekonstruksi. Sumber dalam negeri, kontribusi donor dan kontribusi sukarela, yang umumnya disalurkan melalui LSM. Pemerintah Indonesia, para donor dan LSM masing-masing memiliki kira-kira US$2.5–US$3 milyar untuk digunakan sampai tahun 2009. Banyak dari janji tersebut telah diwujudkan dalam program dan proyek rekonstruksi. Sampai sekarang, sebagai tambahan atas dana untuk penyelamatan, sejumlah kira-kira US$2.9 milyar telah direncanakan untuk proyek-proyek rekonstruksi dan US$770 juta lainnya untuk program pembangunan yang lebih luas (lihat gambar 1). Dana tersebut hampir cukup untuk ‘membangun kembali’ dasar yang minimum tetapi tidak untuk ‘yang lebih baik’. Beberapa sektor (seperti pendidikan dan kesehatan) dapat ditangani dengan baik oleh dana bantuan yang ada, sementara yang lainnya masih terdapat kesenjangan yang cukup besar (seperti angkutan, perumahan dan kendali banjir). Gambar 1 – Kebutuhan rekonstruksi dibandingkan dengan proyek yang ada (akhir September 2005)
6.0
Nias
5.0
US$ milyar 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Penilaian Kerusakan & Perkiraan kebutuan Kerugian( termasuk Nias) Rencana Induk (termasuk Nias)
Semua Proyek (rekonstruksi & pembangunan)
Proyek Rekonstruksi
Meskipun bantuan kemanusiaan mengalir dengan relatif mudah, dan komunitas LSM internasional telah menunjukkan peningkatan dalam kecekatan dan fleksibilitasnya, banyak program telah dimulai dengan perlahan, terutama apabila mereka tergantung pada lembaga pemerintah dan pendanaan dari anggaran. Dengan demikian pelaksanaan proyek-proyek 4
Rebuilding a Better Aceh and Nias senilai US$3.7 milyar berjalan dengan sangat perlahan. Dapat dipastikan bahwa kurang dari US$500 juta telah dicairkan, meskipun sejumlah signifikan dari proyek telah diadakan dalam beberapa minggu terakhir ini, sehingga akselerasi pencairan dapat diharapkan. Sampai saat ini kontribusi terbesar kepada rekonstruksi dilakukan oleh LSM. Saat ini proses rekonstruksi terlihat mengalami percepatan, akan tetapi rasa frustrasi dari mereka yang telah kehilangan tempat tinggalnya juga mulai meningkat. Meskipun demikian memotong jalan pada proses-proses perencanaan dan koordinasi nantinya dapat menyebabkan masalah-masalah yang sangat sulit untuk diatasi di masa yang akan datang– maka sangat penting adanya lembaga yang didirikan secara khusus untuk memimpin upaya pemulihan. BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI (BRR) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi telah berdiri dan berjalan selama lima bulan dan telah membantu untuk meningkatkan hubungan, kepemimpinan dan momentum pada proses rekonstruksi, meskipun masih tetap lamban. BRR terdiri atas sebuah Badan Penasehat tingkat tinggi untuk membimbing strategi rekonstruksi, sebuah Badan Pelaksana (Bapel), yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto (mantan Menteri Pertambangan dan Energy), serta sebuah Badan Pengawas untuk memantau kegiatan, menangani keluhan masyarakat, serta melaksanakan audit. Ketiganya melapor langsung kepada Presiden. Sejak awal, BRR telah menekankan progam penjagaan terhadap korupsi (safeguard) – sebuah tantangan yang tidak mudah dalam sebuah propinsi di mana masalah tersebut amat marak. Prioritas pertama BRR adalah untuk mengadakan penertiban dan kendali mutu yang mendasar terhadap program-program beragam dari LSM dan para donor. Program-program demikian tersebar secara luas, dengan koordinasi yang buruk, sasaran yang serampangan, kendali mutu yang bervariasi, dan seringkali hanya sedikit pengecekan dan perimbangan (check and balance) untuk menjaga terhadap praktek-praktek yang buruk. Oleh karena itu BRR telah menempatkan suatu proses seleksi dan persetujuan yang cepat namun komprehensif untuk memastikan bahwa program-program donor sesuai dengan keseluruhan prioritas pemulihan dan bahwa memenuhi standar minimum yang mendasar. BRR berupaya untuk mempromosikan sebuah strategi rekonstruksi yang holistik – pembangunan berdasarkan pada kontribusi mitra yang sangat bervariasi namun mengidentifikasikan di mana upaya-upaya tersebut memerlukan tambahan, di mana programprogram baru perlu dikembangkan, dan bagaimana sebaiknya untuk mengurutkan dan menyatukan setiap komponen agar potongan-potongan mozaik itu dapat saling disesuaikan dan disatukan. Ada keyakinan umum bahwa infrastruktur tingkat mikro sebaiknya ditangani oleh masyarakatnya sendiri melalui pembangunan berbasis masyarakat. Pendekatan demikian sedang digunakan untuk membangunan perumahan, menjalankan program mata pencaharian, serta untuk mengembalikan atau mengakui kepemilikan tanah untuk mengizinkan adanya rekonstruksi perumahan. Di sisi lain , proyek-proyek infrastruktur
5
Rebuilding a Better Aceh and Nias berskala besar – meskipun masih ada kesenjangan yang besar dalam pengangkutan – secara bertahap ditangani oleh para donor yang lebih besar sebagai operasi ”turnkey”. Akan tetapi ada kesenjangan dalam koordinasi dan pendanaan sehubungan dengan kebutuhan infrastruktur tingkat menengah di kabupaten dan kota, seperti jalan tingkat kabupaten, tanggul, penyaluran limbah dan persediaan air. Ini melampaui lingkup dari banyak LSM serta memerlukan sistem perencanaan dan pelaksanaan yang belum ada. Peningkatan di bidang ini lazimnya merupakan bagian dari pemerintah setempat, akan tetapi pemerintah daerah baik di Aceh maupun Nias tidak memiliki kapasitas untuk tugas ini, atau mungkin tidak memiliki motivasi. Kapasitas yang rendah dan mekanisme kendali dan tata kelola yang buruk berarti bahwa kecil kemungkinannya pemerintah daerah akan sanggup untuk menangani kebutuhan demikian saat ini, meskipun pendanaan yang diperlukan ada. Sehingga pusat perhatian BRR saat ini yang terutama adalah berupaya agar sistem pemerintah daerah dapat berjalan, terutama dengan menggunakan dana pemerintah yang sekarang mulai mengalir ke tingkat kabupaten dan propinsi (sebagian besar sebagai hasil moratorium atas sebagian dari hutang luar negeri Indonesia). Diusulkan agar dana hibah (block grant) disediakan untuk skema yang diidentifikasikan oleh pemerintah setempat, akan tetapi pada waktu yang bersamaan BRR juga menawarkan bimbingan intensif dalam aspek-aspek teknis dan pengadaan pada proyekproyek pemulihan dan sedang menciptakan sebuah sistem untuk pemantauan dan penjaminan mutu. Apabila pemerintah setempat gagal untuk berkinerja dengan baik, ada kemungkinan BRR akan mengambil peran pengelolaan yang lebih langsung dalam rekonsruksi. PEMBERDAYAAN PEMERINTAH DAERAH Pemerintah-pemerintah daerah telah terpukul oleh tsunami akan tetapi mereka juga berhasil untuk kembali pulih pada tingkat kapasitas pra-bencana dalam tempo yang relatif singkat. Kegagalannya untuk menjadi pemain yang menentukan dalam program penanggulangan dan rekonstruksi lebih banyak disebabkan karena kelemahan-kelemahannya yang terdahulu daripada disebabkan karena bencana itu sendiri. Anggarannya cukup besar akan tetapi belum terfokus pada kebutuhan pemulihan dan rekonstruksi, yang terutama disebabkan oleh perencanaan yang buruk dan harapan bahwa dana dari para donor, LSM dan pemerintah pusat akan mengalir masuk. Secara umum mereka tidak memperlihatkan suatu urgensi untuk menangganggapi, sebagian disebabkan oleh harapan bahwa dana yang diperlukan untuk pemulihan akan datang dari luar negeri. Sehingga dengan demikian pembelanjaan modal memperoleh proporsi terhadap total anggaran yang jauh lebih rendah daripada anggaran yang telah mereka laksanakan pada tahun 2004, meskipun kebutuhan-kebutuhan yang ada sangat besar. Ada pengecualian yang terlihat di mana para bupati yang bersemangat dan para camat yang bermotivasi tinggi memainkan peran kepemimpinan dalam pemulihannya sendiri. Sejumlah besar guru dan pekerja kesehatan telah memperlihatkan komitmen yang tinggi untuk membuka kembali fasilitasnya, dan setiap rumah tangga telah berhasil memperoleh KTP – yang merupakan titik mula untuk setiap tuntutan kompensasi.
6
Rebuilding a Better Aceh and Nias Apabila pemerintah daerah akan melaksanakan perannya dalam upaya ini dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya rekonstruksi yang cukup besar, maka kapasitasnya perlu ditingkatkan. Dalam pada itu, saluran pendanaan alternatif juga perlu digunakan. Akan tetapi berjuang untuk menjadikan pemerintah daerah sebagai mitra yang efektif merupakan sasaran yang penting, apalagi karena setelah BRR dan semua badan asing telah pergi, hanya tinggal pemerintah daerah yang harus memelihara fasilitas umum dan memberikan pelayanan dasar. MEMULIHKAN KEPEMILIKAN TANAH Aspirasi yang paling mendasar dari yang kehilangan tempat tinggal adalah untuk kembali ke rumah baru di atas tanahnya yang lama. Survei menunjukkan bahwa kurang dari 20 persen yang ingin pindah ke lokasi yang lain. Pengharapan yang mudah ini penuh dengan lapisan kompleksitas dan terhambat oleh berbagai tantangan. Kira-kira 300,000 kavling tanah telah dipengaruhi oleh tsunami, di mana hanya kira-kira 60,000 memiliki sertifikat hak milik. Dalam komunitas di mana penghancuran tidak menyeluruh, dan rehabilitasi pembersihan hanya minim, batasan antar kavling relatif mudah untuk kenali. Demikian juga di daerahdaerah di mana terdapat cukup orang yang selamat yang dapat memberikan data yang dapat diandalkan mengenai siapa yang tinggal di mana dan siapa yang memiliki apa, sasaran utama adalah agar masyarakat menyatakan, melalui suatu konsensus bersama, apa yang mereka yakini merupakan catatan sebenarnya atas hak kepemilikan tanah. Dalam hal demikianpun, perselisihan dapat timbul yang disebabkan oleh oknum perampas tanah, atau disebabkan oleh hak warisan yang tidak menentu dalam hal orang tua telah meninggal (6,000 kasus warisan tercatat hanya dalam waktu tiga bulan). Namun di mana fondasi bangunan lama telah terkubur dengan dalam dan di mana tidak terdapat bekas batasan kavling tanah, pemulihan hak kepemilikan lebih kompleks lagi. Proses ‘keputusan berbasis masyarakat’ yang inovatif membantu warga dalam rekonstruski kepemilikan tanah sebelum membangun kembali, dan ini selanjutnya akan disahkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Lebih sulit adalah untuk menyepakati lokasi alternatif untuk mereka yang harus pindah, baik disebabkan oleh karena tanah asalnya telah tergenangi air, tidak aman maupun disebabkan oleh karena tanahnya telah terkikis habis. Memulihkan kepemilikan asal merupakan titik mula untuk konsolidasi tanah atau pergerakan secara besarbesaran. Kecepatan adalah penting dalam proses kompleks ini, untuk mencegah perampasan tanah dan untuk bertindak sebelum tanda-tanda yang masih dapat terlihat makin terhapus, dan sebelum perumahan baru dibangun. Perhatian khusus diperlukan dalam hal hak kepemilikan tanah para janda dan yatim piatu. PEMBANGUNAN KEMBALI PERUMAHAN Penilaian awal memperkirakan bahwa 127,000 perumahan hancur di Aceh dan sampai 14,000 di Nias, akan tetapi jumlah rumah pengganti yang diperlukan akan lebih kecil – mungkin 100,000 secara keseluruhan menurut perkiraan BRR baru-baru ini. Janji dari lebih dari 60 donor dan LSM mencapai 102,901 unit perumahan, yang sudah mencukupi keperluan ini. Badan-badan tersebut menggerakkan dana sebesar US$632 juta untuk pekerjaan ini (US$261 juta dari LSM dan US$335 dari para donor dan US$36 juta dari sumber lokal). Namun demikian peningkatan dalam hal inventaris dan koordinasi diperlukan untuk memastikan bahwa para donor menindak-lanjuti komitmennya.
7
Rebuilding a Better Aceh and Nias Kemajuan dalam hal membangun perumahan tetap berjalan dengan lamban, dan tidak dapat dipungkiri sangat mengecewakan bagi yang tidak memiliki rumah. Kebingungan mengenai kebijakan perumahan, kelambanan dalam pencairan dana, koordinasi yang buruk dan keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan komunitas yang diprioritaskan (pemetaan komunitas, rencana tata ruang wilayah dll.) kesemuanya merupakan penyebab kelambanan tersebut. Akan tetapi beberapa daerah penyempitan mengenai perumahan saat ini sedang ditangani. Kebijakan pemukiman masyarakat dan tanah sekarang telah berkurang dalam ambiguitasnya dan seharusnya terus meningkat lagi dengan adanya RALAS yang sekarang telah dilaksanakan. Selanjutnya, kapasitas BRR untuk mengelola dan mengkoordinasi program perumahan telah meningkat menjadi lebih baik. Sejumlah LSM telah mulai, dan perkiraan awal menunjukkan bahwa perumahan dalam bulan Juli mulai dengan 1,000 unit dan telah meningkat menjadi 5,000 unit dalam bulan Oktober. Diperkirakan bahwa 10,000 unit rumah telah diselesaikan dan 19,000 masih dalam pembangunan. Meskipun ini merupakan hanya sebagian kecil dari jumlah kebutuhan, laju konstruksi perumahan diharapkan untuk meningkat. Nias dan Simeulue tetap masih kurang terlayani dibandingkan dengan Banda Aceh dan pantai barat Aceh. Untuk melangkah maju dan meningkatkan kinerja akan memerlukan penanganan terhadap beberapa masalah yang belum teratasi. Para Donor, LSM dan BRR perlu meningkatkan koordinasi –- ini akan memastikan bahwa janji dipenuhi, keperluan Nias dan Simeulue dapat teratasi, dan bahwa standar perumahan dan kebijakan tanah dapat diikuti. Pembangunan perumahan perlu diintegrasikan secara lebih baik dengan pelayanan infrastruktur yang dasar – kesemuanya ini akan memerlukan perencanaan tata ruang wilayah yang lebih baik serta tambahan sumber daya untuk keahlian rekayasa teknis. Pemerataan harus ditanggapi secara berkelanjutan untuk memastikan konsistensi dan mutu, serta untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang menyewa. Pemasokan permintaan akan bahan bangunan yang terus meningkat sudah merupakan suatu masalah, terutama dalam hal pasokan kayu yang ditebang secara sah. Pada akhirnya, oleh karena permulaan yang lamban dari perumahan, tempat berlindung sementara perlu untuk ditingkatkan dan lebih banyak lagi yang dibangun untuk mereka yang masih tinggal dalam perkemahan. Insentif bagi keluarga tuan rumah untuk mengakomodasi pengungsi (Internally Displaced People/IDP) juga perlu ditetapkan. MEMENUHI KEBUTUHAN TRANSPORTASI Sebuah rencana induk transportasi yang telah direvisi sekarang sedang berjalan. Konstruksi jalan utama oleh Amerika Serikat dan Jepang, dan yang lainnya telah dimulai, dan komitmen yang sekarang ada seharusnya sudah memenuhi kebutuhan jangka panjang untuk semua jalan nasional baru. Dalam kurun waktu setahun, ruas-ruas signifikan di jalan pantai barat sudah diperkirakan dalam kondisi yang baik, serta perbaikan darurat terhadap pelabuhan-pelabuhan kunci telah selesai. Akan tetap satu tahun adalah waktu yang lama bagi masyarakat yang hidup dalam tenda, dan tanpa transportasi ke komunitas yang terkena kerusakan, pemulihan akan seterusnya terganggu. Perbaikan yang ekstensif yang dilakukan pada jaringan jalan setelah bencana telah membuka jalan bagi operasi penyelamatan untuk mencapai daerah terpencil. Akan tetapi perbaikan
8
Rebuilding a Better Aceh and Nias demikian tidak lama, dengan datangnya musim hujan, akses ke daerah sepanjang pantai barat kemungkinan akan terputus lagi apabila pemeliharaan darurat tidak segera dilaksanakan. Sampai hari ini, komitmen untuk proyek transportasi mencapai $430 juta, bagian terbesar diperoleh dari badan-badan bilateral ($320 juta). Ini merupakan program yang cukup besar akan tetapi sebagian besar darinya akan dialokasikan untuk membangun kembali jalan Banda Aceh – Meulaboh yang krusial itu. Jalan yang baru akan merupakan jalan yang lebih baik. Ini merupakan penjelasan mengapa tambahan $323 juta diperlukan hanya untuk memenuhi kebutuhan inti. Pembangunan kembali pelabuhan-pelabuhan khususnya kekurangan alokasi dana, dengan total keperluan jangka pendek dan jangka panjang diperkirakan antara $13 juta dan $117 juta. Demikian juga meskipun ada janji donor untuk jalan nasional, sedikit sumber daya yang diperuntukkan bagi jalan kabupaten dan jalan perkotaan sekunder. PERSEDIAAN AIR DAN SANITASI Operasi penanggulangan dalam sektor ini cukup untuk menghindari krisis kesehatan yang luas, dan keperluan dasar masyarakat yang terkena dampak secara umum terpenuhi. Air dan pekerjaan sanitasi disampaikan melalui pendekatan desentralisasi dan ad hoc, dengan sebagian besar pekerjaannya berdampingan dengan rekonstruksi pemukiman. Saat ini sektor ini lemah dalam koordinasi dan kalah cepat dengan dimulainya pembangunan perumahan – menuju ke suatu kesenjangan perencanaan yang serius dalam jaringan air dan pembuangan limbah di daerah perkotaan dan di-pinggiran perkotaan. Pelaksanaan proyek terhambat oleh kelambanan perencanaan tata ruang wilayah tingkat daerah, kekurangan peta topografi yang akurat, dan kebutuhan akan ahli teknis tambahan untuk memprioritaskan, merencanakan dan menilik kembali proyek. Sampai sekarang, US$175 juta telah dialokasikan ke proyek-proyek dalam sektor ini ($95 juta dari LSM dan $80 juta dari para donor). Meskipun jumlah ini merupakan lebih dari kerugian yang diperkirakan awalnya dalam sektor, sumber daya demikian diperkirakan tidak akan dapat memenuhi semua keperluan sektor yang dinyatakan di atas. PEMULIHAN PENDIDIKAN Sekitar 2,000 sekolah telah rusak karena gempa bumi dan tsunami di Aceh dan 350 di Nias. Sekitar 2,500 staff pengajar dan non-pengajar yang kehilangan nyawanya. Sebagai akibatnya, sekitar 150,000 murid kehilangan fasilitas pendidikannya dan harus diberikan fasilitas alternatif. Langkah tanggapannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan memindahkan murid-murid ke sekolah di lokasi terdekat dan menyediakan sekolah sementara dalam tenda. Pemerintah Indonesia dan UNICEF merekrut dan melatih lebih dari 1,500 guru baru untuk memulai mengajar dalam bulan Juli 2005. Janji donor untuk pendidikan terlihat akan mencukupi keperluan rekonstruksi yang penting akan tetapi tidak akan mencukupi jumlah yang terprogram dalam Rencana Induk. Berbagai perkiraan menyampaikan bahwa sampai dengan 10% dari sekolah-sekolah yang rusak sedang menjalani rehabilitasi namun sebagian besar dari sekolah-sekolah belum diadopsi oleh para donor dan banyak sekolah yang telah diadopsi, tidak memiliki dana untuk peralatan, bahan, beasiswa atau buku.
9
Rebuilding a Better Aceh and Nias PEMBANGUNAN KEMBALI PELAYANAN KESEHATAN Gempa bumi dan tsunami menyebabkan luasnya tersebar luka-luka fisik serta mengakibatkan ratusan ribuan masyarakat mengalami trauma. Bencana juga menghancurkan sebagian besar dari sistem kesehatan di daerah-daerah di mana para korban berada. Berbagai badan setempat dan internasional membantu untuk mendirikan kembali pelayanan kesehatan melalui penyediaan personil, pasokan perobatan, rumah sakit lapangan atau memulihakan pelayanan di fasilitas yang sudah ada. Upaya penanggulangan terlihat sangat berhasil serta mencegah penyakit dan kelaparan yang meluas. Rekonstruksi fasilitas dan layanan kesehatan sekarang sedang berjalan di sekitar setengah dari pusat kesehatan dan sub-pusat kesehatan yang rusak. Sumber daya untuk ini (lebih dari setengahnya dari LSM) terlihat lebih dari cukup dan dapat melampaui kapasitas pengelolaan dan pelaksanaan kantor kesehatan pada tingkat propinsi dan kabupaten. Hal ini sekarang memberi perhatian yang lebih banyak kepada pengembangan rencana strategis yang terkoordinasi akan tetapi terhalangi oleh perkiraan yang serampangan mengenai jumlah dan lokasi penduduk dan sistem informasi yang membebani. Banyak dari kondisi yang mengundang peningkatan tingkat penyebaran penyakit masih tetap ada dan diperlukan adanya sistem pengawasan dan program yang aktif untuk melawan penyakit menular. Yang diperlukan juga adalah keberlangsungan adanya program-program untuk menangani masalah kesehatan mental yang jauh lebih kompleks dan berjangka panjang daripada luka-luka fisik. PEMULIHAN MATA PENCAHARIAN Tunai-untuk-pekerjaan, yang didanai oleh banyak donor dan LSM, telah memainkan peran yang penting dalam menyediakan jaringan pengaman dan merevitalisasi ekonomi. UNDP sendiri telah menyuntik dana lebih dari US$10 juta ke dalam ekonomi setempat melalui cara ini, dan berbagai LSM and badan-badan donor seluruhnya telah mempekerjakan 29,000 sampai 35,000 orang. Akan tetapi program-program demikian saat ini mulai tahap pengakhiran, dengan peluncuran lebih banyak proyek konstruksi perumahan dan kegiatan pekerjaan reguler lainnya. Pertanyaan yang penting adalah apakah pekerjaan-pekerjaan tersebut berlokasi di mana orang yang memerlukannya tinggal. Apabila orang yang berasal dari komunitas yang bersangkutan, dipekerjakan untuk membangun kembali komunitasnya sendiri – kondisi yang ideal bagi semua pihak – maka tantangan logistik tersebut di atas harus dituntaskan. Sampai keadaan demikian terselesaikan, bantuan kemanusiaan akan tetap diperlukan. Transisi dari penanggulangan ke rekonstruksi perlu dikelola dengan hati-hati, sebuah pelajaran yang dipetik dari banyak bencana sebelum ini. Periode 12 bulan kemanusiaan diharapkan agar diikuti dengan rekonstruksi. Sehubungan dengan ini, fakta bahwa Program Makanan Dunia (World Food Program), yang saat ini menyediakan bantuan makanan kepada 500,000 orang, belum memiliki anggaran untuk Aceh selepas akhir tahun ini merupakan keprihatinan yang cukup serius. Membantu para petani, nelayan dan pedagang serta pengusaha kecil untuk membangun kembali mata pencahariannya merupakan kepentingan yang mendesak, ke arah mana banyak badan-badan sedan menuju. Diperkirakan bahwa 7,200 kapal yang hilang ditelan tsunami.
10
Rebuilding a Better Aceh and Nias Sampai sekarang, kira-kira 4,400 kapal baru telah dibuat dan disampaikan, dan sejumlah 1,500 lagi telah dijanjikan. Namun demikian mutu dari kapal-kapal ini telah dipertanyakan, dan ada risiko bahwa sebagian besar dari kapal baru ini tidak akan layak pakai lagi dalam kurun waktu 12 – 18 bulan mendatang disebabkan karena mutu pekerjaan yang buruk dan penggunaan bahan yang di bawah standar. TANTANGAN YANG DIHADAPI SEKARANG Meskipun telah ada banyak kemajuan, tantangan untuk membangun kembali Aceh dan Nias cukup mengecilkan hati seperti keadaan setelah terjadinya bencana. Semua donor dan tingkat pemerintahan perlu ditekankan untuk memperlihatkan komitmen, urgensi dan integritas. Apabila pemerintah daerah gagal dalam menghadapi tantangan demikian maka ada kemungkinan bahwa BRR perlu mengambil peran yang lebih kuat dalam pengelolaan proyek. Sejumlah besar sumber daya tersedia dan beberapa proyek telah mulai memberi dampak pada kehidupan masyarakat di Aceh dan Nias. Tantangan terpenting adalah untuk melaksanakan proyek-proyek senilai US$3.7 milyar, yang sebagian besar belum dimulai. Apabila proyek-proyek ini diselesaikan secara cepat dan efisien, maka ini akan sangat meningkatkan kehidupan masyarakat di Aceh dan Nias. Banyak sektor seperti transportasi, perumahan dan kendali banjir juga membutuhkan proyek dan dukungan keuangan. Perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus terlihat akan bertahan dan segala upaya nasional maupun internasional perlu dikerahkan untuk mempertahankan perdamaian tersebut. Apabila konflik terjadi lagi maka akan sangat menghambat pemulihan tsunami, dan apabila program pemulihan tidak menekankan pada ekuitas, maka ini akan memicu ketegangan dan bahkan menyulutkan kembali perkelahian. Akan tetapi perdamaian ini sendiri mempersulit program pemulihan. Ribuan mantan tentara dan masyarakat yang pindah karena konflik tersebut juga sedang kembali ke komunitas asalnya – selanjutnya semakin menipiskan sumber daya yang ada untuk menanggulangi keadaan. Tiga bulan ke depan merupakan waktu yang sangatlah penting bagi Aceh dan Nias. Musim hujan akan segera mulai dan pada tanggal 26 Desember daerah-daerah terkena dampak akan menghadapi peringatan satu tahun yang penting secara psikologis. Enam prioritas perlu ditanggapi sebelum akhir tahun ini: 1. Penyediaan Perumahan Sementara: Ada kemungkinan akan memakan waktu dua tahun untuk membangun semua perumahan baru yang diperlukan, orang-orang tersebut tidak mungkin tinggal di kemah selama itu – terutama tenda-tenda yang sudah membusuk. BRR telah meminta PBB dan Gerakan Palang Merah untuk memimpin operasi kilat untuk mengimpor, mendistribusikan serta pendirian unit perumahan sementara yang memadai untuk semua pengungsi (IDP). LSM juga didorong untuk berkontribusi pada sasaran guna memastikan bahwa semua orang telah memiliki atap yang kuat di atas kepalanya menjelang peringatan satu tahunnya tsunami. 2. Pemberian perlindungan pada penyewa: Beberapa dari pengungsi (IDP) yang termiskin merupakan penyewa dan bukan pemilik tempat tinggal. Mereka masih sangat kurang dalam penerimaan manfaat yang secara sah ditentukan, dan sampai baru-baru ini
11
Rebuilding a Better Aceh and Nias hanya sedikit badan yang mempertimbangkan keadaannya. BRR sekarang telah meminta Habitat PBB untuk membuat suatu konsep kebijakan untuk kelompok pemilih yang paling rentan ini. 3. Tangani logistik transportasi: Jalan pantai barat sementara memerlukan perbaikan yang mendesak, banyak jembatan sementara dalam keadaan tidak layak pakai; banyak pelabuhan mengalami kerusakan parah dan hanya sedikit kapal saja yang dapat melakukan pendaratan pada pantai. Kecuali masalah-masalah ini tertangani maka pemulihan akan tersendat. BRR telah meminta Bank Dunia untuk memimpin sebuah program mengenai rekonstruksi infrastruktur yang mendesak guna memenuhi kebutuhan tersebut. 4. Pertahankan jaringan pengaman: Pada saat ini banyak jaringan pengaman yang tidak memperoleh pendanaan setelah akhir tahun dan ada kemungkinan harus ditutup. Meskipun rekonstruksi menawarkan banyak kesempatan kerja, adalah bahaya untuk mengasumsikan bahwa pengungsi (IDP) tidak akan secara krusial bergantung pada bantuan makanan dan pelayanan kemanusiaan pada tahun 2006 dan seterusnya. BRR telah meminta Program Makanan Dunia dan lainnya untuk memobilisasikan anggaran yang dibutuhkan untuk melanjutkan program-program tersebut. 5. Tanggulangi masalah kebijakan: Banyak program perumahan yang tersendat dalam bulan-bulan awal dikarenakan kebijakan yang tidak memadai atau bertentangan (termasuk sebuah ‘harga maksimum’ per unit rumah yang terlalu rendah). Sebagian besar dari masalah tersebut telah diselesaikan, akan tetapi jalannya pemulihan masih dipersulit dengan adanya halangan dan hambatan, yang harus diselesaikan oleh BRR. BRR sedang meminta semua badan untuk membantu mengenali halangan demikian dan bekerjasama dengan badan-badan tersebut untuk mencari solusinya. 6. Gerakkan program-program pemerintah daerah pada jalur yang benar: Dana anggaran sekarang telah sedia, melalui BRR, untuk program pemerintah kabupaten dan propinsi. Sampai saat ini, badan-badan pemerintah ini telah memperlihatkan hanya sedikit urgensi dalam tugas ini, dan rencana yang diajukan oleh mereka seringkali tidak berhubungan dengan rekonstruksi. BRR sedang membangun sistem yang penting untuk memberikan nasihat dan mendorong pemerintah daerah untuk membuat program yang bermutu tinggi dan program pemulihan yang bertanggung jawab, untuk memberikan bantuan teknis, serta untuk memantau secara dekat program-program ini.
12