REVOLUSI MENTAL KONSUMSI PRODUK GULA SEMUT SEBAGAI PRODUK BUDAYA LOKAL KABUPATEN LEBAK MELALUI STRATEGI BRANDING KREATIF Nandang Wiga Sudarmawan1, Arus Reka Prasetia2
1. Fakultas Desain Komunikasi Visual Universitas Widyatama Jalan Cikutra 204A, Bandung
[email protected] 2. Fakultas Desain Komunikasi Visual Universitas Widyatama Jalan Cikutra 204A, Bandung
[email protected]
ABSTRAK Gula semut merupakan salah satu produk industri olah pangan dan telah menjadi unsur budaya lokal di Indonesia yang memiliki keterikatan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia pada umumnya, dan Kabupaten Lebak pada khususnya. Gula semut merupakan suatu bentuk produk dari hasil eksplorasi petani tanaman aren di Kabupaten Lebak melalui metode kritaslisasi secara tradisional. Produk ini sepenuhnya dihasilkan dengan memanfaatkan perpaduan sumber daya alam hayati khas Indonesia. Kabupaten Lebak berada pada wilayah pegunungan atau memiliki kontur tanah berbukit, sehingga sangat cocok untuk lahan pertanian tanaman aren. Eksistensi dan positioning dari produk gula semut asal Kabupaten Lebak ini kurang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan gula sebagai salah satu bahan pokok rakyat ini memiliki pengaruh vital pada aspek kehidupan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memberikan “pencerahan” mengenai potensi, manfaat, dan keunggulan dari produk gula semut kepada masyarakat Indonesia, agar dapat mengetahui dan memahami produk industri pertanian lokal yang telah mampu bersaing di kancah internasional. Selain itu, untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi oleh para penghasil gula semut di Kabupaten Lebak, terutama yang berkaitan dengan interaksi komunikasi visual. Karya tulis ini disusun dengan menggunakan pendekatan metodologi penelitian kualitatif. Data yang diperoleh untuk menunjang penelitian ini berdasarkan hasil observasi langsung di lapangan, wawancara dengan pelaku industri, penelusuran literatur, dan dokumentasi visual. Gula semut memiliki manfaat bagi kesehatan, karena merupakan produk organik dan bebas dari bahan kimia,
1
serta dapat dikonsumsi sehari-hari. Perlu direncanakan dan diimplementasikan secara nyata, suatu strategi branding yang kreatif guna lebih mengenalkan gula semut kepada masyarakat Indonesia, agar dapat bersaing dengan produk gula lainnya yang telah ada di pasar saat ini. Kemudian, perlu dilakukan gerakan revolusi mental terhadap konsumsi produk gula semut ini, agar lebih “menyehatkan” masyarakat Indonesia, sekaligus meningkatkan taraf perekonomian para petani tanaman aren dan memberdayakan salah satu produk asli Indonesia yang telah membudaya di Kabupaten Lebak. Kata Kunci: gula semut, Kabupaten Lebak, strategi branding, revolusi mental.
1. PENDAHULUAN Kabupaten Lebak yang terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha (3.044,72 km²) dengan beribukota di Rangkasbitung. Wilayah Kabupaten Lebak berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang pada bagian utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi pada bagian timur, Samudra Hindia pada bagian selatan, serta Kabupaten Pandeglang pada bagian barat. Kabupaten Lebak merupakan bagian dari Provinsi Banten yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tak heran apabila Kabupaten Lebak memiliki banyak sumber daya alam yang dapat dijadikan sumber kehidupan untuk masyarakatnya, seperti pada bidang pertanian, perikanan, dan perkebunan (Humas Protokol Provinsi Banten, 2012).
Gambar 1. Peta Propinsi Banten Sumber: DPD PERPAMSI BANTEN. 2007. Propinsi Banten: Kabupaten Serang, tersedia pada http://perpamsibanten.org/kabupatenserang.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015 Pukul 23.23 (GMT +7)
2
Gula aren merupakan salah satu spesimen dari produk budaya masyarakat di Kabupaten Lebak yang telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakatnya. Menurut Indrawanto (2009), gula aren juga memiliki banyak macam varietas produknya, seperti gula batok dan gula semut. Saat ini yang menjadi produk unggulan dari Kabupaten Lebak adalah gula semut. Mungkin belum banyak masyarakat sekitar atau masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang produk budaya dari gula semut ini, oleh karena itu dengan dibuatnya penelitian ini agar mampu memperkenalkan produk budaya yang ada di Kabupaten Lebak ke masyarakat umum. Produksi gula semut ini dilakukan secara tradisional dan menggunakan teknologi sederhana, hasil dari pengumpulan nira aren dari semua petani aren yang ada di Kabupaten Lebak, kemudian baru dibuat menjadi gula semut melalui berbagai proses mekanis, tetapi bebas bahan kimia. Potensi untuk konsumsi gula semut belum banyak yang mengkonsumsinya, karena masyarakat belum banyak yang mengetahui produk budaya lokal ini secara mendalam, tetapi produk budaya lokal gula semut ini telah diekspor ke luar negeri, diantaranya ke negara Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. Kendala yang dihadapi oleh para pelaku produksi gula semut adalah kurangnya sarana dan prasarana, maupun fasilitas untuk memproduksi produk lokal gula semut, seperti belum adanya perkebunan aren dalam skala besar, karena kondisi yang ada saat ini hanya mengandalkan pohon aren di perkebunan perseorangan dari para petani saja, serta kemasan produk gula semut yang masih sangat sederhana, yakni hanya dari bahan plastik dan dipress.
Gambar 2. Produk Lokal Gula Semut Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pentingnya penggunaan strategi branding kreatif pada kemasan untuk produk budaya lokal dari gula semut adalah untuk mendongkrak hasil penjualan produksi gula semut, agar mampu menarik minat pembeli yang melihatnya (Indonesia Print Media, 2013). Alasan utama dari perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap
3
produk gula dengan mengkonsumsi produk budaya lokal gula semut ini, agar dapat menjadi sarana pendukung gerakan revolusi mental terhadap pola konsumsi gula bagi masyarakat di Indonesia, karena mayoritas masyarakat masih mengonsumsi produk gula yang mengandung zat kimia, untuk kemudian dirubah pola konsumsinya dengan mengosumsi gula semut yang alami dan bebas bahan pengawet, Sejatinya, produk budaya lokal gula semut ini dapat dikonsumsi oleh semua masyarakat di negara Indonesia. Pengaruh positifnya, upaya perubahan pola konsumsi gula ini dapat menyehatkan penduduk Indonesia dan akan meningkatkan kemandirian ekonomi bagi para petani aren dan produsen dari produk budaya lokal gula semut, sekaligus membuktikan bahwa negara ini masih memiliki produk-produk budaya lokal dan menjadi ciri khas tersendiri. 2. METODOLOGI PENELITIAN Rangkaian penjelasan dalam karya tulis pada penelitian ini adalah seutuhnya berdasarkan dari hasil analisis, dengan menggunakan metode kualitatif yang masih bersifat subjektif, serta dilengkapi oleh data-data sekunder yang dapat dipercaya dan dijadikan sumber pemikiran, didukung oleh analisis dari berbagai studi literatur terkemuka, serta analisis dari berbagai media cetak maupun online. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau lebih menekankan pada metode penelitian etnografi. Proses analisis penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alami dengan pendekatan budaya. Menurut Sutopo (2010), metode penelitian kualitatif ini dimulai dengan menyusun asumsi dasar mengenai produk budaya lokal dan aturan berpikir mengenai implementasinya terhadap revolusi mental konsumsi produk gula semut dan peningkatan kemandirian ekonomi masyarakat lokal di Kabupaten Lebak. Alasan menggunakan metode penelitian kualitatif karena untuk menganalisis tentang menemukan suatu solusi bagi suatu permasalahan yang terjadi pada masyarakat di Indonesia, khususnya Kabupaten Lebak. Motif dari penelitian ini adalah agar para stakeholder dapat mengembangkan dan mengenalkan produk budaya lokal gula semut secara tepat dan konsisten kepada masyarakat nasional maupun internasional, bahwa di Indonesia masih terdapat produk budaya lokal yang layak untuk dipublikasikan dan dilestarikan. Tujuan dari penelitian ini adalah agar masyarakat di Kabupaten Lebak khususnya, dan Indonesia pada umumnya, dapat mencintai produk budaya lokalnya sendiri, sebagai sarana untuk keberhasilan program gerakan revolusi mental yang telah dicanangkan oleh pemerintah, melalui aktivitas keseharian masyarakat untuk lebih mengkonsumsi produk budaya lokal gula semut sebagai bahan dasar pokok yang dikonsumsi, menggantikan gula yang menggunakan zat kimia. 3. PEMBAHASAN Pembahasan pada karya tulis ini akan menjelaskan secara ringkas mengenai profil dari Kabupaten Lebak, proses produksi dari gula semut dan berbagai kondisi yang dihadapi, branding dari gula semut ini bila dibandingkan dengan produk sejenis yang
4
telah memiliki kemasan yang lebih baik, dan kaitannya dengan program gerakan revolusi mental yang telah dideklarasikan oleh Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019, sebagai dasar untuk pembangunan karakter bangsa yang lebih mandiri dan mewujudkan nawa cita dari Presiden Republik Indonesia saat ini. 3.1 Kabupaten Lebak Kabupaten Lebak merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Banten yang masih menjaga nilai-nilai dan norma-norma tradisi budaya leluhur yang sampai saat ini masih dijaga dan dipelihara oleh masyarakatnya, seperti masih adanya suku Baduy yang merupakan salah satu suku tertua di Pulau Jawa, serta menjadi ciri khas tersendiri dari Kabupaten Lebak. Secara umum, masyarakat di Kabupaten Lebak juga dapat menerima suatu hal baru yang sifatnya menunjang pembangunan ekonomi daerah, karena kondisi ekonomi di Kabupaten Lebak masih tertinggal dari daerah-daerah lainnya. Namun, dengan adanya produk budaya lokal unggulan, maka sedikit demi sedikit tingkat perekonomian di wilayah Kabupaten Lebak dapat merangkak naik dan dapat menunjang pembangunan daerah. Kabupaten Lebak juga mempunyai wilayah yang subur untuk bercocok tanam seperti bertani atau berkebun yang kini telah menjadi budaya di masyarakat Kabupaten Lebak. Berikut ini akan ditampilkan profil statistik dari produk perkebunan yang berada di Kabupaten Lebak. Tabel 1. Data Produksi Perkebunan Kabupaten Lebak
Sumber: Dishutbun Kabupaten Lebak (Data Diolah)
Berdasarkan tabel di atas (Tabel 1.), dapat dilihat secara jelas bahwa potensi dari perkebunan aren sangat berpeluang untuk menghasilkan produk budaya lokal gula semut, sehingga dapat menumbuhkan kemandirian perekonomian masyarakat di Kabupaten Lebak. 3.2 Produk Gula Semut Produk budaya lokal gula semut saat ini masih belum populer di masyarakat, karena eksistensi produk budaya lokal gula semut masih perlu upaya publikasi yang terintegrasi ke semua elemen masyarakat. Proses pembuatan atau produksi
5
gula semut ini masih dilakukan dengan cara tradisional, didukung dengan teknologi yang masih sederhana. Adapun proses produksi dari produk budaya lokal gula semut ini, dapat diilustrasikan melalui diagram di bawah ini:
Diagram 1. Proses Pembuatan Produk Lokal Gula Semut Sumber: KUB Mitra Mandala, Kp. Hariang, Sobang, Lebak.
6
Berdasarkan diagram di atas (Diagram 1), dapat dijelaskan bahwa proses produksi produk budaya lokal gula semut ini dimulai dengan aktivitas penyadapan nira aren yang dilakukan oleh para petani pada waktu pagi dan sore hari, setelah itu hasil dari penyadapan nira aren tersebut ditampung dalam sebuah tempat yang disebut lodong oleh masyarakat di Kabupaten Lebak, kemudian dilanjutkan dengan proses tradisional lainnya hingga dihasilkan produk gula semut ini, sementara untuk bahan pengawet dari produk budaya lokal gula semut ini menggunakan bahan-bahan alami (bebas dari zat kimia berbahaya), termasuk menggunakan buah manggis sebagai bahan pengawetnya.
Gambar 3. Proses Penjemuran Gula Semut Sumber: Dokumentasi Pribadi
Penjelasan pada gambar di atas (Gambar 3.) merupakan proses penjemuran atau pengeringan gula semut, sebelum proses akhir dari pembuatan produk budaya lokal gula semut ini, karena produsen harus melakukannya melalui penjemuran langsung di bawah sinar matahari dengan dilindungi oleh plastik transparan, agar produk budaya lokal gula semut ini terjaga kebersihan dan tetap higienis. Produk budaya lokal gula semut ini dapat dikonsumsi layaknya produk gula yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, tetapi konsumen dari gula semut saat ini, mayoritas hanya dikonsumsi oleh kalangan masyarakat dengan strata ekonomi menengah ke atas. Produk dari gula semut ini sebenarnya dapat pula dikonsumsi oleh penderita diabetes, karena bahan yang digunakan untuk memproduksi gula semut ini terbuat dari bahan-bahan yang alami, tanpa bahan pengawet buatan, dan bebas dari zat-zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia. Pengusaha dari produk
7
budaya lokal gula semut ini telah berhasil untuk mengekspor produknya ke beberapa negara, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. Namun, kegiatan produksi dari produk budaya lokal gula semut ini memiliki berbagai kendala mendasar dalam proses pembuatannnya, seperti kuranganya tenaga kerja terlatih, sarana dan prasarana, fasilitas pendukung, hingga teknologi terkini/canggih. Selain itu, belum adanya lahan perkebunan pohon aren dalam skala besar dan dikelola secara profesional, baik oleh pemerintah maupun pengusaha. 3.3 Strategi Branding Kreatif Branding merupakan kumpulan aktivitas komunikasi terintegrasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka proses membangun dan membesarkan brand (Maulana, 2010). Stretegi branding kreatif merupakan suatu cara efektif guna menyampaikan pesan/message dan diharapkan mampu untuk meningkatkan penjualan dari sebuah produk, agar memotivasi konsumen supaya tertarik untuk membeli produk tersebut (Ahli Manajemen Pemasaran, 2011).
Gambar 4. Kemasan Produk Gula Semut Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar di atas (Gambar 4.) jelas mengilustrasikan bahwa kemasan dari produk budaya lokal gula semut masih sangat sederhana. Produk budaya lokal gula semut ini hanya dikemas dalam plastik bening tanpa identitas merek ataupun informasi penting lainnya. Peluang strategi branding kreatif untuk kemasan dari produk budaya lokal gula semut ini dapat menjadi salah satu yang harus
8
diperbaiki, agar dapat meningkatkan dan menarik minat konsumen agar melakukan action secara ekonomi terhadap produk budaya lokal gula semut. Strategi branding kreatif untuk kemasan suatu produk sangat dibutuhkan saat ini, karena menurut Belanjadesain.com (2012), kemasan merupakan “pemicu” minat dari ketertarikan konsumen, sehingga kemasan harus dapat mempengaruhi konsumen dan memberikan persepsi positif. Terminologi terkini dari konsep kreatif mengenai kemasan yakni kemasan menjual apa yang dilindungi, sehingga kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah, tetapi harus dapat menjual produk yang dikemasnya. Beberapa hal wajib yang harus ada dalam suatu kemasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 5. Informasi Wajib dalam Kemasan Sumber: Packaging House. 2011. Tentang Kemasan, tersedia pada http://klikkemasan.com/tentang_kemasan diakses pada tanggal 21 Oktober 2015 Pukul 20.30 (GMT +7).
Pada ilustrasi di atas (Gambar 5.) jelas terlihat bahwa desain kemasan yang baik adalah kemasan yang simple (sederhana), fungsional, dan menciptakan respon emosional positif, sehingga kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional, dan rasional (Belanjadesain.com, 2012). Menurut Packaging House (2011), fungsi kemasan terbagi menjadi 3 (tiga), antara lain: 1. Media pelindung dari cuaca dan kotoran bagi produk yang diwadahinya. 2. Identitas/wajah dari produk yang berada di dalamnya. 3. Media penjual, karena kemasan memiliki kemampuan membujuk konsumen.
9
Gambar 6. Kemasan Produk Palm Sugar Modern Sumber: Collier, Sommer. 2015. Paleo Frozen Hot Chocolate Pops, tersedia pada http://www.aspicyperspective.com/paleo-frozen-hot-chocolate-pops/ diakses pada tanggal 17 Oktober 2015 Pukul 20.33 (GMT +7).
Gambar kemasan di atas (Gambar 6.), sangat jelas bahwa packaging/kemasan dari produk sejenis (gula aren) dari luar negeri, terlihat lebih lebih menarik dengan mengusung konsep strategi branding kreatif dalam pembuatan kemasan suatu produk. Menurut Belanjadesain.com (2012), suatu kemasan harus mempunyai daya tarik, yakni daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis (fungsional). Daya tarik visual dapat menciptakan loyalitas konsumen dengan memberikan pengaruh psikologis dan emosional. Selain itu, daya tarik visual ini dapat menjadi standar perusahaan dalam menentukan harga dan dapat membuat sebuah produk menjadi berbeda (point of differentiation). Sementara daya tarik praktis merupakan bentuk efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Strategi kreatif mengenai kemasan ini sangat memerlukan keahlian khusus dalam memadukan berbagai peran desain, visual, proses cetak, dan finishing serta proses pembuatan pada mesin pengemasan. Bentuk, ukuran, warna serta jelas dan lengkapnya informasi yang dihasilkan harus dapat menimbulkan suatu daya tarik yang luar biasa kuat dan menawan. Penampilan visualisasi atau ilustrasi ini sangat mempengaruhi kurang lebih 75% dari keputusan konsumen (purchase decision) untuk membeli atau melakukan transaksi dari suatu produk (Duncan, 2005). Jadi,
10
peran kemasan dalam suatu produk menjadi sangat penting dan signifikan, karena dapat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli produk tersebut. 3.4 Revolusi Mental Konsumsi Produk Budaya Lokal Gula Semut Menurut Hillon (2014), revolusi mental terdiri atas 2 kata, yakni revolusi dan mental. Revolusi (dari bahasa latin revolutio, yang berarti “berputar arah”) adalah perubahan fundamental (mendasar) dalam struktur kekuatan atau organisasi yang terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat. Aristoteles telah menggambarkan bahwa pada dasarnya ada dua jenis revolusi dalam perubahan sepenuhnya dari satu aturan ke lainnya dan modifikasi terhadap aturan yang ada. Sedangkan mental atau mentalitas adalah cara berpikir atau kemampuan untuk berpikir, belajar dan merespons terhadap suatu situasi dan kondisi. Jadi, revolusi mental dapat diartikan dengan perubahan yang relatif cepat dalam cara berpikir, untuk merespon, bertindak, dan bekerja. Presiden Republik Indonesia saat ini, Joko Widodo, menggulirkan kembali gerakan revolusi mental seperti yang pernah digaungkan sebelumnya oleh Bung Karno. Presiden Joko Widodo berpendapat, dalam Widodo (2014), bahwa sudah waktunya bagi negara Indonesia untuk melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental, menciptakan paradigma baru, budaya politik, dan pendekatan nation building anyar yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya nusantara, bersahaja, dan berkelanjutan. Indonesia membutuhkan suatu inovasi budaya politik untuk membinasakan setuntas-tuntasnya segala bentuk praktik-praktik cacat yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh dan berkembang sedari zaman Orde Baru sampai sekarang. Revolusi mental berbeda dengan revolusi fisik karena revolusi ini tidak memerlukan pertumpahan darah. Namun, upaya ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual, serta komitmen dalam diri seorang pemimpin, dan selayaknya setiap revolusi, sehingga diperlukan pengorbanan oleh masyarakat. Revolusi mental harus menjadi sebuah gerakan nasional. Sebuah upaya bersama untuk mengubah nasib Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar merdeka, adil, dan makmur. Kondisi eksisting dari konsumen produk budaya lokal gula semut ini masih sebatas dikonsumsi oleh masyarakat dengan strata ekonomi menengah ke atas yang telah memiliki kesadaran akan pentingnnya kesehatan dan vitalitas tubuh. Kondisi produsen dan petani pengolah dari produk budaya lokal gula semut akan mengalami peningkatan pendapatan ekonomi apabila seluruh masyarakat Indonesia telah mengetahui manfaat dari produk budaya lokal gula semut ini. Produk budaya lokal gula semut ini dapat menjadi sarana nyata guna mendukung program gerakan revolusi mental yang telah dicanangkan oleh pemerintah, melalui pemberdayaan masyarakat dalam merubah persepsi mengenai cara mengonsumsi produk gula, karena produk budaya lokal gula semut dihasilkan secara alami yang dapat menyehatkan konsumen dan sekaligus akan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat. Produk dari budaya lokal gula semut dari Kabupaten Lebak
11
ini dapat pula menimbulkan, bahkan meningkatkan rasa kecintaan masyarakat Indonesia terhadap produk-produk budaya masyarakat lokal yang ada di daerah. 4. PENUTUP Kondisi Kabupaten Lebak pada saat ini masih menjadi daerah tertinggal secara pembangunan dan perekonomian masyarakat, bila dibandingkan dengan kabupatenkabupaten lain yang berada di wilayah Propinsi Banten. Tetapi, Kabupaten Lebak masih menghasilkan produk-produk budaya lokal yang dapat membantu pertumbuhan perekonomian daerah. Produk budaya lokal gula semut adalah salah satu contoh produk yang ada di Kabupaten Lebak, jadi penting adanya strategi branding kreatif dalam produk budaya lokal gula semut, karena dapat membantu menarik minat dan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dengan mengkonsumsi gula semut. Gerakan perubahan ini akan mendukung gerakan revolusi mental yang telah dicanangkan oleh pemerintah, khususnya melalui perubahan akan pola konsumsi gula pada masyarakat, dari gula yang mengandung zat kimia dan berbahan pengawet, untuk kemudian hijah dengan mengonsumsi produk budaya lokal gula semut, sehingga selain lebih menyehatkan tubuh, juga lebih mencintai produk budayanya sendiri. Saran untuk pemerintah di Kabupaten Lebak adalah agar lebih memperhatikan kehidupan petani aren dan membuka perkebunan aren yang dikelola secara baik, karena saat ini masih belum ada lahan yang representatif untuk perkebunan. Perlu upaya yang signifikan, terstruktur, dan konsisten dari pemerintah dan masyarakat sipil lainnya guna meningkatkan produk budaya lokal gula semut, serta upaya profesional dalam mengganti atau memperbarui kemasan produk budaya lokal gula semut menjadi kemasan yang lebih menarik, memiliki nilai estetika, dan didesain secara mumpuni, agar dapat meningkatkan minat para konsumen, sehingga masyarakat dapat beralih mengonsumsi gula semut dan menjadikan produk budaya lokal gula semut sebagai produk khas Indonesia. Oleh karena itu pemerintah disarankan agar melakukan upaya strategis untuk mempresentasikan atau mengenalkan tentang produk budaya lokal gula semut kepada seluruh masyarakat serta membantu menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk memproduksi gula semut secara lebih profesional dan berskala besar. 5. DAFTAR PUSTAKA Ahli Manajemen Pemasaran. 2011. Branding Strategy – Strategi Pengembangan Brand yang Sukses, tersedia pada http://ahlimanajemenpemasaran.com/2011/07/branding-strategy-strategipengembangan-brand-yang-sukses, diakses pada tanggal 24 Oktober 2015, Pukul 21.22 (GMT +7). Belanja Desain. 2012. Desain Kemasan untuk Optimalkan Pemasaran, tersedia pada http://belanjadesain.com/desain-kemasan-untuk-optimalkan-pemasaran/, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 22.15 (GMT +7).
12
Collier, Sommer. 2015. Paleo Frozen Hot Chocolate Pops, tersedia pada http://www.aspicyperspective.com/paleo-frozen-hot-chocolate-pops/, diakses pada tanggal 17 Oktober 2015 Pukul 20.33 (GMT +7). Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. 2015. Beranda Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak, tersedia pada http://dishutbun.lebakkab.go.id, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 23.03 (GMT +7). Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising & IMC. 2nd edition. New York: McGraw-Hill, Inc. Hillon, Goa. 2014. Pengertian Revolusi Mental, tersedia pada http://revomental.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-revolusi-mental.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015 Pukul 21.22 (GMT +7). Humas Protokol Provinsi Banten. 2012. Profil Kabupaten Lebak, tersedia pada http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/read/page-detail/profil-kabupatenleb/10/profil-kabupaten-lebak.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015, Pukul 22.32 (GMT +7). Indonesia Print Media. 2013. Pentingnya Penggunaan Kemasan di Era Globalisasi, tersedia pada http://www.indonesiaprintmedia.com/pendapat/209-pentingnyapenggunaan-kemasan-di-era-globalisasi.html, diakses pada pada tanggal 22 Oktober 2015 Pukul 22.12 (GMT +7). Indrawanto, Evi. 2009. Tentang Gula Semut Aren (Arenga Palm Sugar), tersedia pada http://www.gulaarenorganik.com/2009/04/tentang-gula-semut-aren-arengapalm.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015, Pukul 20.32 (GMT +7). Maulana, E. Amalia. 2010. Brand Branding dan Peranannya bagi Perusahaan, tersedia pada http://amaliamaulana.com/blog/brand-branding-dan-peranannyabagi-perusahaan/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 23.33 (GMT +7). Packaging House. 2011. Tentang Kemasan, tersedia pada http://klikkemasan.com/tentang_kemasan, diakses pada tanggal 21 Oktober 2015 Pukul 20.30 (GMT +7). Sutopo, Arief. 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif dengan NVIVO, tersedia pada http://www.pengertianpakar.com/2015/05/teknik-pengumpulan-dananalisis-data.html, diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 23.15 (GMT +7). Widodo, Joko. 2014. Revolusi Mental, tersedia pada http://nasional.kompas.com/read/2014/05/10/1603015/revolusi.mental, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 Pukul 15.35 (GMT +7). Narasumber Wawancara: Anwar, Pendiri KUB Mitra Mandala, wawancara dilakukan pada tanggal 15 September 2015, mengenai Produk Budaya Lokal Gula Semut di Kabupaten Lebak, di Kampung Hariang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak.
13