Jargon Iklan untuk Produk Lokal sebagai Industri Kreatif
Dr. Dra. Rosida Tiurma Manurung, M. Hum. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract In the era of globalization, traditional or local foods are regarded as ”second hand products” by our society. The existence of regional foods is not appreciated. Even in culinary business, they are not considered significant at all. In this case, the advertisement (ad) jargons promoting regional foods are not creative, boring, and outdated; consequently, their existence is ignored. Progressive ad jargons play an important role as a creative industry to support local products. In the omnipresent of foreign products, jargons as on of the tools can be used to improve the popularity and image of local products. This research will discuss creative, unique, and marketable jargons; for instance, chocolates products in Garut have the following brands: Cokelat Antigalau (Anti-stress Chocolate), Cokelat Enteng Jodoh (Easy-to-get-soulmate Chocolate), Cokelat Cegah Alay (Foolish-avoidance Chocolate), Cokelat High Quality Jomblo (Unmarried High Quality Chocolate), Cokelat Antikorupsi (Anticorruption Chocolate), and so on, and all of which have positive images. It is high time that Indonesian regional foods made use of ad jargons for local cuisines. Regional foods represented by ad jargons as creative industry are supposed to show their existence in the market. Local consumers must also have the confidence that our regional foods also have high quality, competetiveness, and poistive images compared to foreign food products. Therefore, both local producers and ad designers must work hand in hand to enhance the product positive images while creating consumers’ interests to buy. Keywords: ad jargons, language strength, creative industry, local products, positive images
I."
Pendahuluan
Tidak dapat diragukan bahwa di bidang iklan bahasa sangat memegang peranan. Bahasa dijadikan alat untuk melakukan aktivitas iklan. Bahasa dapat menjadi suatu power/kekuatan karena bahwa merupakan alat untuk mewujudkan impian lakunya suatu produk. Bahasa pun dijadikan sarana untuk membujuk konsumen dan pasar melalui janji-janji iklan. Kekuatan bahasa tidak terkira. Dengan bahasa, orang dapat membungkam produk saingan. Bahasa dapat mengubah opini publik terhadap suatu produk. Bahasa pun dapat membujuk dan meyakinkan khalayak terhadap suatu argumen iklan. Melalui pendekatan bahasa, seseorang dapat dijadikan pelanggan setia produk tertentu. Kekuatan bahasa telah mampu mendongkrak popularitas dan mengubah image suatu produk. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa telah merasuki dunia iklan kita. Bahasa senantiasa berdenyut dan berembus dalam setiap nafas iklan di Indonesia. Jargon iklan merupakan salah satu alat bahasa untuk memasarkan produk, termasuk produk lokal. Sebagai linguis, kita dapat turut berkontribusi dalam pendesainan iklan melalui pembuatan jargon yang kreatif. 1.1." Pengertian Jargon Menurut KBBI (Alwi et.al, 2003), yang disebut jargon adalah kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan (lingkungan) tertentu. Harimurti Kridalaksana (2008: 98) dalam Kamus Linguistik menyatakan bahwa jargon adalah kosakata yang khas yang dipakai dalam bidang kehidupan tertentu, seperti yang dipakai oleh montir-montir mobil, tukang kayu, guru bahasa, dan sebagainya yang tidak dipakai dan sering tidak dipahami oleh orang dari bidang lain. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (Endarmoko, 2006), jargon disebut juga patois atau slang. 97
Zenit Volume 3 Nomor 2 Agustus 2014
1.2." Jargon untuk Kepentingan Iklan Produk Indikator yang terpenting dari sebuah bisnis adalah membuat penjualan, baik produk barang maupun jasa. Jika tidak ada penjualan, tidak ada bisnis yang akan bertahan lama. Setiap penjualan selalu diawali oleh promosi atau iklan. Pada era globalisasi ini, iklan telah memasuki hampir di semua sudut kehidupan, baik di media cetak, media elektronik, ruang terbuka, dan berbagai sudut tempat manusia beraktivitas. Iklan memiliki peran utama, yaitu memberikan informasi kepada publik, mengenai sifat-sifat barang dan jasa yang ditawarkan dan mendorong pembeliannya. Iklan tidak hanya diperlukan oleh industi atau produsen, tetapi juga masyarakat. Oleh karena masyarakat membutuhkan informasi tentang produk baik barang ataupun jasa sebelum masyarakat memutuskan untuk memilih produk tertentu. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, iklan menjadi salah satu pusat perhatian bahasa. Bahkan, terkadang masyarakat mencontoh kata-kata yang ada di dalam iklan dan membawa bahasa iklan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menjadi suatu keberhasilan pembuat iklan sehingga produk menjadi terkenal. Dengan demikian, produk juga menjadi dikenal dan aksi pembelian pun akan terwujud. Ditinjau dari peranannya, bahasa iklan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam karangan-karangan ilmiah, sastra, ataupun buku-buku.Untuk menyampaikan informasi, iklan perlu menggunakan bahasa yang singkat dan langsung mengena kepada masyarakat. Dengan demikian, bahasa dalam jargon iklan memiliki kekhasan tersendiri dengan bahasa yang lainnya. Bahasa yang dipergunakan dituntut mampu untuk menggugah, menarik, memindahkan citra produk, mengidentifikasi, menggalang rasa ingin memiliki, dan mengomunikasikan pesan kepada khalayak (Agustrijanto, 2002:7). Jargon mempunyai dua fungsi utama, yaitu menjaga kelangsungan serangkaian jargon iklan dalam promosi dan menyederhanakan sebuah strategi pesan periklanan agar menjadi ringkas, dapat diulang, menarik perhatian, dan mudah diingat konsumen. Dalam beberapa kasus, jargon dibuat dengan menggunakan bahasa asing, menggunakan bahasa dengan unsur-unsur kalimat yang nirlengkap, nirlogis, ambigu, dan tidak mempergunakan bahasa standar atau bahasa baku. Hal itu merupakan suatu fenomena kebahasaan yang terjadi akibat adanya kepentingan pembuat iklan agar produk yang ditawarkan dikenal oleh masyarakat. Sudah saatnya linguis turut ambil bagian untuk mendesain jargon yang menarik, lugas, bahasanya benar, tepat sasaran, dan bercitra positif. 1.3." Analisis Semantik dan Analisis Pragmatik Semantik ialah ilmu yang mempersoalkan makna yang dihubungkan dengan pemakaiannya dengan asumsi bahwa pemakai bahasa memahami makna kata yang digunakannya. Dalam analisis semantik kita akan berpikir pula, kepada siapa kata tadi ditujukan, dan dalam situasi yang bagaimanakah kata tadi dianjurkan, misalnya, galau, alay, stres, jomlo, high quality. Pemilihan kata, bukan saja mempertimbangkan kawan bicara, tetapi juga ingin menunjukkan watak pembicara. Itu sebabnya seorang penutur bukan saja dituntut mengetahui makna kata, tetapi ia juga dituntut untuk mengetahui pada saat suatu kata dapat digunakan, dan pada saat mana kata tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2005:12) mendefinisikan pragmatik “pragmatics is the study of the conditions of human language uses a there determined by the context of society”, pragmatik adalah studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat.
II."
Pembahasan
2.1." Jargon Iklan sebagai Industri Kreatif Berikut ini, akan dipaparkan dan dieksplanasikan kekhasan dan pemaknaan jargon iklan yang kreatif dalam iklan produk makanan lokal cochodot dari Garut, Jawa Barat. Garut memanglah kota yang menjadi sangat terkenal baik oleh budayanya sampai kulinernya yang begitu menggoda dan memesona. Garut yang merupakan salah satu dari daerah priangan timur ini memiliki kuliner khas yang diberi nama dodol. Dodol garut adalah makanan yang menjadi ikon yang sangat tersohor kedua setelah domba garut. Dodol garut terbuat dari bahan ketan, santan, dan gula aren alami. Tidaklah 98
Jargon Iklan untuk Produk Lokal sebagai Industri Kreatif (Rosida Tiurma Manurung)
lengkap rasanya jika berkunjung ke Garut tanpa membeli oleh-oleh khasnya, dodol garut. Akan tetapi, sekarang ungkapan bahwa kurang lengkap dulu kini telah berevolusi menjadi Swiss Van Java. Swiss Van Java adalah julukan terbaru Garut. Julukan ini diberikan karena Garut menjadi salah satu kota yang memproduksi cokelat. Uniknya Cokelat yang dibuat adalah cokelat yang dicampur dengan dodol garut. Percampuran dua bahan ini pun menginspirasi sang pemilik untuk menamai kreasinya dengan nama “Chocodot” yang merupakan akronim dari Chocholate Dodol Garut. Rasa cokelat yang manis dan dipadukan dengan rasa dodol yang khas akan lumer dimulut kita dalam sekali gigit. Gurih dan manisnya dodol akan melengkapi rasa cokelat Garut ini. Kita akan menemukan sensasi makan cokelat yang berbeda. Hal ini membuat para wisatawan memutuskan untuk datang kembali ke Garut sekadar untuk membeli Chocodot. Chocodot kemasan memiliki desain-desain yang unik. Seperti Chocodot antigalau, Chocodot cegah Alay dan masih banyak lagi. Tidak dapat dimungkiri bahwa jargon iklan memerlukan kreativitas dan kompetensi yang tinggi. Chocodot mudah ditemui karena terdapat banyak gerai dibeberapa kota ternama di Indonesia seperti Bandung dan Tasikmalaya. Chocodot memiliki varian Cokelat Rasa jahe, Cokelat Rasa Kayu Manis, Cokelat Putih, dan Cokelat Rasa Cabe. 2.2." Analisis Citra Positif Jargon Iklan Cochodot Berikut ini, akan dijabarkan citra positif baik ditinjau dari analisis semantik maupun pragmatic beberapa jargon iklan produk Cochodot, yaitu sebagai berikut. Tabel I Analisis Citra Positif Jargon Iklan Cochodot No.
Jargon
1.
“Cokelat Antigalau”
2.
“Cokelat Rasa Sayang”
Analisis Semantik Galau mengandung pemaknaan negatif, yaitu ga·lau a, ber·ga·lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galau, sedangkan antigalau bermakna positif, yaitu hal atau keadaan yang menawarkan rasa tenang, menyenangkan, dan tidak memusingkan. Ditinjau dari pemaknaannya, rasa sayang mengandung arti sebuah perasaan ingin mempertahankan apa yang sudah di dapat. Contohnya mungkin bisa seperti benda kesayangan kita yang selalu ingin kita pertahankan dan kita rawat. Bukan hanya benda, rasa sayang tentunya bisa juga timbul pada seseorang yang kita sayangi seperti orang tua, pacar atau pasangan resmi kita (suami/istri). Menurut KBBI (2009), sa·yang 1 a kasih sayang (kpd); cinta (kpd); kasih (kpd); 2 v sayang akan (kpd); amat
Citra Positif Jargon (Analisis Pragmatik) Ditinjau dari jargon iklan, “Cokelat Antigalau” memiliki strategi promosi positif yang ditujukan untuk kalangan anak muda yang berusia 15-25 tahun yang sering dilanda kegalauan. Kata galau sedang tren dan sering dipergunakan anak muda dalam percakapan baik di dunia nyata maupun di media sosial. Secara persuasif, produsen menjadikan produknya sebagai “obat” penawar galau.
Produsen jeli memilih dan mempergunakan jargon yang sedang menjadi trend setter di kalangan anak muda. Pasar yang dibidik pun merupakan pasar mayoritas karena anak muda berjumlah 50% dari jumlah penduduk di negara kita.
Berdasarkan tindak tutur (speech act), rasa sayang dituturkan dalam konteks keseriusan, tetapi di dalamnya terkandung hal yang sangat romantis dan didambakan banyak orang. Rasa sayang biasanya bersifat universal dan bertahan dibandingkan dengan rasa cinta yang kadang-kadang bersifat sesaat.
Kekhasan rasa sayang lebih mendekati kata Kasih (mengasihi). Rasa sayang itu tulus,rela, dan selalu melindungi, tidak pernah padam, tidak pernah redup, dan tidak pernah dapat tergantikan oleh apa pun.
Kekhasan Jargon
99
Zenit Volume 3 Nomor 2 Agustus 2014
suka akan (kpd); mengasihi; mencintai Secara leksikal, kata miskin bermakna a tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah), sedangkan tolak bermakna penangkal bencana (bahaya, penyakit, dsb). Jadi, tolak miskin dapat dimaknai sebagai ‘upaya menolak kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup’.
3.
“Cokelat Tolak Miskin”
4.
“Cokelat Obat Stres”
Menurut KBBI (2009), stres /strés/ n Dok gangguan atau kekacauan mental dan emosional yg disebabkan oleh faktor luar; ketegangan. Obat n bermakna 1 Far bahan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit, atau menyembuhkan seseorang dr penyakit: 2 Kim bahan kimia (untuk pelbagai keperluan). Jadi, secara leksikal, obat stres bermakna ‘obat yang meredakan/menghilangkan kekacauan/ketegangan mental’.
5.
“Cokelat Cegah Alay”
Dalam KBBI tidak ditemukan pengertian alay karena alay terkategori sebagai bahasa gaul bukan bahasa baku. Alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan"atau "anak lebay".Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. Selain itu, alay
100
Jargon “Cokelat Tolak Miskin” memberikan pembelajaran positif dan berharga kepada kita bahwa seseorang tidak boleh harus pasrah terhadap keadaan yang menimpa/ atau membelenggunya. Kita harus tetap bekerja keras, cerdas, dan ikhlas guna mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Jargon itu merupakan suatu semangat agar kita mau berusaha, bergiat , dan menjadi insan yang produktif. “Cokelat Obat Stres” secara pragmatik dapat dipahami sebagai jargon yang positif dan dapat dianggap sebagai suplemen untuk meniadakan ketegangan emosional atau stres. Stres atau depresi secara sederhana pengertiannya adalah suatu keadaan dimana seseorang pikirannya atau pun batinnya tertekan oleh sesuatu, sehingga terganggunya emosional, pikiran, dan jiwa orang yang mengalaminya. Tekanan ini biasanya disebabkan berbagai macam persoalan kehidupan seperti, masalah ekonomi, sosial. Stres juga bisa disebabkan rasa takut yang berlebihan atau kegelisahan yang berlebihan. Akan tetapi, stres juga bisa disebabkan faktor gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan makanan berkolesterol tinggi, sering begadang hingga tidur lewat tengah malam. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya memiliki perilaku unik dalam hal bahasa dan gaya hidup. Dalam gaya bahasa, terutama bahasa tulis, alay merujuk pada kesenangan remaja menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabungkan huruf dengan angka dan simbol, atau menyingkat secara berlebihan. Dalam gaya bicara, mereka berbicara dengan intonasi dan gaya yang berlebihan. Di Filipina terdapat fenomena yang mirip, sering disebut sebagai
Kekhasan jargon ini ialah adanya pembelajaran hidup yang mendalam, yaitu seseorang harus mempunyai aktivitas untuk memaknai hidupnya melalui sebuah kegiatan yang dapat mendatangkan rezeki sebagai modal dalam penghidupan dan kehidupan. Kekhasan jargon ini ialah sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli yang dilakukan terhadap 60 menunjukkan meminum dua cangkir cokelat sehari dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga dapat memperbaiki kesehatan dan memori. Peneliti meyakini bahwa kandungan flavanol yang kaya pada cokelat memiliki peran yang penting.
Kekhasan jargon “Cokelat Cegah Alay” ialah pengiklan paham betul dunia anak muda yang gemar mempergunakan istilah gaul, yaitu istilah khas dunia remaja.
Jargon Iklan untuk Produk Lokal sebagai Industri Kreatif (Rosida Tiurma Manurung)
merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan (lebay) dan selalu berusaha menarik perhatian. Jadi, “Cokelat Cegah Alay”
6.
“Cokelat High Quality Jomblo”
Jargon High Quality Jomblo atau ‘jomblo yang berkelas tinggi atau tingkat atas’. Jomblo bermakna masih sendiri atau belum berpasangan.
Jejemon. Alay merupakan sekelompok minoritas yang mempunyai karakterisitik unik di mana penampilan dan bahasa yang mereka gunakan terkadang menyilaukan mata dan menyakitkan telinga bagi mayoritas yang tidak terbiasa bersosialisasi dengannya. Biasanya para Alayers (panggilan para Alay) mempunyai trend busana tersendiri yang dapat menyebar cepat layaknya wabah virus dikalangan para Alayers yang lain, sehingga menciptakan satu keseragaman bentuk yang sedikit tidak lazim. Oleh karena itu, “Cokelat Cegah Alay” secara pragmatik memunculkan maksim positif, yang mengajarkan khalayak bahwa perilaku alay dapat dicegah dengan mengonsumsi produk mereka. Secara pragmatik, jomblo yang berkelas tinggi atau tingkat atas mengacu kepada orang atau subjek yang memiliki sikap yang positif dan kualitas diri yang tinggi, Orang tersebut tidak merasa status jomblo adalah sebuah hal yang membuat diri dia perlu dikasihani. Mereka justru bisa membuktikan pada semua orang bahwa kaum jomblo dapat menikmati hidupnya, percaya diri, tetap bergaul dan bersosialisasi, dan juga terlihat menarik walaupun berstatus jomblo.
Jargon “Cokelat High Quality Jomblo” mengandung strategi promosi yang hebat untuk mengubah kontruksi pemikiran masyarakat kita karena masyarakat kita cenderung memandang negatif status jomblo. Hal demikian mampu membuat kaum jomblo merasa rendah diri dan hidupnya tidak bermakna. Dengan adanya “Cokelat High Quality Jomblo” dapat menjadi pemicu semangat kaum jomblo untuk tetap berpikir positif, optimis, dan tetap berkarya untuk mengejar cita-cita.
III." Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas, ditemukan hal-hal sebagai berikut. 1) Bahasa dapat menjadi suatu power/kekuatan karena bahwa merupakan alat untuk mewujudkan impian lakunya suatu produk. 2) Jargon iklan yang berkembang harus berperan sebagai industri kreatif yang berpihak kepada produk lokal. 3) Jargon dengan kata-kata kreatif yang mampu mendongkrak citra positif produk serta memiliki daya sihir tinggi untuk menarik minat beli konsumen. 101
Zenit Volume 3 Nomor 2 Agustus 2014
4) Jargon iklan “Cokelat Antigalau” “Cokelat R“Cokelat Cegah Alay”asa Sayang” “Cokelat Tolak Miskin” “Cokelat Obat Stres” “Cokelat High Quality Jomblo” secara semantik dan pragmatik mampu meningkatkan cita postif produk lokal yang memberikan kesan modern, menyenangkan, mandiri, dan prima bagi konsumen yang menikmatinya. 5) Dengan pendesainan jargon iklan yang kreatif, produsen produk lokal dalam menguasai target pasar, khususnya kalangan anak muda yang selama ini terobsesi pada produk merk luar negeri.
IV." Daftar Pustaka Agustrijanto. 2002. Copywrityng. Jakarta: Bumi Aksara. Alwi, Hasan et al. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Bandung: Balai Pustaka. Arivia, Gadis. 2006. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Barnes, Melanie. 2004. Bahasa dan Politik: Wacana Politik dan Plesetan. Universitas Muhammadiyah Malang: FISIP. Endarmoko. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Kusumaatmadja, Sarwono. 2007. Politik dan Wanita. Depok: Koekoesan. Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
102